Anda di halaman 1dari 20

BAGIAN PSIKIATRI Makassar, 2 Agustus 2017

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA

REFERAT : DISSOCIATIVE TRANCE DISORDER

LAPORAN KASUS : SKIZOFRENIA PARANOID

DISUSUN OLEH:
Riski Wahyudi Lasarika
111 2016 2151

RESIDEN PEMBIMBING:
Dr. Santiwati Anda

SUPERVISOR PEMBIMBING:
Dr. dr. Saidah Syamsuddin, Sp.KJ

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK


BAGIAN PSIKIATRI FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
MAKASSAR
2017
HALAMAN PENGESAHAN

Yang bertanda tangan di bawah ini, menyatakan bahwa :

Nama : Riski Wahyudi Lasarika

NIM : 111 2016 2151

Judul Referat : Dissociative Trance Disorder

Judul Laporan Kasus : Skizofrenia Paranoid

Telah menyelesaikan tugas dalam rangka kepaniteraan klinik pada bagian Psikiatri
Fakultas Kedokteran Universitas Muslim Indonesia.

Makassar, 2 Agustus 2017

Mengetahui,
Pembimbing Supervisor Pembimbing Residen

Dr. dr. Saidah Syamsuddin, Sp. KJ dr. Santiwati Anda

1
DAFTAR ISI

HALAMAN
PENGESAHAN.......................................................................................................... 1

DAFTAR ISI............................................................................................................... 2

BAB I PENDAHULUAN........................................................................................ 3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA................................................................................5

A. Definisi.............................................................................................................. 5
B. Epidemiologi dan Etiologi................................................................................ 6
C. Patofisiologi .................................................................................................... 8
D. Manifestasi Klinis............................................................................................ 9
E. Klasifikasi Transce ......................................................................................... 11
F. Diagnosis ........................................................................................................ 11
G. Diagnosis Banding dan Pemeriksaan Penunjang ........................................... 12
H. Penatalaksanaan ............................................................................................. 14
I. Prognosis dan Pencegahan ............................................................................ 15

BAB III PENUTUP ................................................................................................. 16

DAFTAR
PUSTAKA................................................................................................................ 17

LAMPIRAN.............................................................................................................. 18

2
BAB I

PENDAHULUAN

Dalam perkembangan peradaban di Indonesia saat ini, fenomena psikologis


semakin berkembang. Sebut saja fenomena kesurupan. Menurut keyakinan sebagian
warga kesurupan merupakan keadaan dimana seseorang diganggu oleh makhlus halus
atau setan. Orang itu menjadi lain dalam hal bicara, perilaku, dan sifatnya; perilakunya
menjadi seperti kepribadian yang “memasukinya”.1,2

Kesurupan (Dissociative Trance Disorder /DTD) dalam tinjauan medis


merupakan penyakit dan bukan sesuatu yang berbau mistis seperti yang banyak
dipercayai oleh masyarakat. Dunia kedokteran, khususnya psikiatri, mengakui
fenomena kesurupan sebagai suatu kondisi yang ditandai oleh perubahan identitas
pribadi. Banyak orang mengatakan kesurupan disebabkan oleh suatu roh atau kekuatan,
namun dalam dunia medis hal-hal seperti itu tidaklah dikenal. Beberapa pakar psikiater
menyebutkan tekanan sosial dan mental yang masuk ke dalam alam bawah sadar
sebagai biang penyebab kesurupan. Banjir, tsunami, gizi buruk, ketidakadilan, gaji
kecil, kesenjangan yang sangat mencolok dan lainnya adalah beberapa contoh tekanan
tersebut.2

Kesurupan di Indonesia sering terjadi pada siswa-siswa atau pelajar sekolah.


Siswa sekolahan dalam tahap perkembangan masih dalam rentang usia remaja. Usia
remaja merupakan masa storm and stress, artinya pada masa ini seseorang sangat rentan
dengan pengaruh lingkungan sosial. Tuntutan dari orangtua, guru, dan teman-teman
mungkin saling bertentangan. Selain itu, anak remaja sebagai individu yang memasuki
masa peralihan menuju kedewasaan seringkali mengalami problem psikis apabila
kurangnya dukungan psikologis dari orang terdekatnya. Dalam kondisi seperti ini, ego
selalu berupaya melakukan mekanisme pertahanan diri, tetapi dalam batas ambang ego

3
tidak dapat menekan beberapa ide-ide yang mendasari probelm remaja, sehingga
individu dalam keadaan stressful. Jika sudah demikian, stimulus perangsang kecilpun
bisa dimanifestasikan sebagai stimulus besar. Dalam kondisi ini, remaja berada dalam
tingkat sugestibilitas yang tinggi dan ketika satu stimulus penghantar sekaligus
pembangkit stress diberikan ke remaja, maka remaja tersebut akan masuk kedalam
keadaan trans. Sama halnya dalam keadaan hipnosis, individu mendapatkan anchor
dari pihak kedua, sehingga masuk ke keadaan trans.2

Pada dasarnya, orang yang mengalami kesurupan masuk kedalam keadaan trans
dimana dirinya berada dalam level ketidaksadaran bukan pada kesadaran. Dalam level
ketidaksadaran, seseorang secara spontan merespons segala sesuatu stimulus yang
muncul di sekitarnya. Dalam masa ini fungsi otak yang berperan adalah hipotalamus.
Pergerakan otak dilakukan secara instingtif dan refleks. Dalam keadaan kesurupan,
simtom-simtom bawah sadar yang pernah ditekan dalam-dalam naik kesadaran dan
menjadi ide-ide yang irasional dalam bentuk simbolisme. Bisa saja simtom ibu
dimanifeskan dalam simbol rumah atau simtom musuh dimanifestasikan dalam simbol
hantu, dan sebagainya. Pembahasan mengenai dunia bawah sadar telah lama
dipersandingkan dengan fenomena ghaib dalam keyakinan masyarakat Indonesia.
Tidak dapat dipungkiri masyarakat kita masih banyak yang lebih percaya bahwa
kesurupan merupakan peristiwa ghaib daripada ilmiah (Calvin, 2001). Dalam keadaan
kesurupan saat simtom-simtom naik ke kesadaran muncullah ide-ide bawah sadar
dalam simbolsimbol. Hal ini yang menjelaskan pada saat seseorang mengalami
kesurupan memungkinkan menggumam hal-hal yang aneh. Perilaku aneh yang muncul
merupakan manifes trauma yang ditekan oleh ego dalam bawah sadar seseorang.
Mungkin itulah penjelasan yang pantas untuk menjelaskan fenomena kesurupan yang
akhir-akhir ini merebak di masyarakat Indonesia.2

4
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. DEFINISI

Kesurupan atau possession and trance adalah gangguan yang ditandai


dengan adanya gejala utama kehilangan sebagian atau seluruh integrasi normal di
bawah kendali kesadaran antara ingatan masa lalu, kesadaran identitas dan
penginderaan segera, serta kontrol terhadap gerakan tubuh.2,4

“Trans” yang disebut juga “twilight state” adalah suatu keadaan yang
ditandai oleh perubahan kesadaran atau hilangnya penginderaan dari identitas diri
dengan atau tanpa suatu identitas alternatif. (DSM V). 2,4

“Trans” adalah suatu perubahan status kesadaran dan menunjukkan


penurunan responsivitas terhadap stimulus lingkungan. 2,4

Menurut Hinsie dan Campbel (1970), mempunyai persamaan arti dengan


hipnosis, keadaan ekstasi atau kekaguman dapat juga diartikan terlena. ”Trans”
adalah suatu bentuk kesadaran transaksional yang dibangkitkan untuk tujuan
transformasi.2,4

Dissociative identity disorder (DID) didefinisikan dalam edisi kelima


Manual Diagnostik dan Statistik Gangguan Mental (DSM-5) sebagai gangguan
identitas yang ditunjukkan oleh adanya dua atau lebih keadaan kepribadian yang
berbeda (dialami sebagai kepemilikan pada beberapa budaya), Dengan
diskontinuitas dalam pengertian diri dan agensi, dan dengan variasi
mempengaruhi, perilaku, kesadaran, memori, persepsi, kognisi, atau fungsi motor
sensorik.6

Fitur utama disosiasi adalah gangguan terhadap satu atau lebih fungsi mental.
Gangguan semacam itu dapat mempengaruhi tidak hanya kesadaran, ingatan, dan

5
/ atau identitas, tapi juga pemikiran, emosi, fungsi sensorimotor, dan / atau
perilaku. Lima fenomena merupakan komponen klinis utama dari psikopatologi
disosiatif: amnesia, depersonalisasi, derealisasi, kebingungan identitas, dan
perubahan identitas. Mereka biasanya disertai gejala disosiasi sekunder yang
mungkin positif (misalnya, halusinasi, pengalaman Schneiderian) atau negatif
(misalnya, defisit somatosensori). Semua gangguan disosiatif adalah representasi
lengkap atau parsial dari dimensi tunggal disosiasi. DID adalah bentuk yang paling
meresap di antara mereka, mencakup semua spektrum gejala disosiatif. Kondisi
parsial adalah amnesia disosiasi (mungkin atau mungkin tidak disertai fugue),
gangguan depersonalisasi, dan gangguan disosiatif lainnya. Bagian yang terakhir
mencakup kategori seperti "subthreshold" DID, gangguan identitas sebagai
respons terhadap prosedur penindasan, kelainan disosiatif akut, dan kelainan trans
disosiatif yang setidaknya sama lazimnya dengan gangguan disosiatif spesifik.10

B. EPIDEMIOLOGI DAN ETIOLOGI

Kesurupan atau possesion dan trance, kasusnya banyak dijumpai di negara


dunia ketiga. Di India yang kultur dan budayanya mirip Indonesia, kesurupan atau
possesion syndrome atau possesion hysterical merupakan bentuk disosiasi yang
paling sering ditemukan. Angka kejadiannya kurang lebih 1 – 4% dari populasi
umum.4

Kondisi trans biasanya terjadi pada perempuan dan seringkali dihubungkan


dengan stress atau trauma.4 Hal ini terbukti dari kasus-kasus yang terjadi sebagian
besar adalah perempuan. Hal ini mungkin karena perempuan lebih sugestible atau
lebih mudah dipengaruhi dibandingkan laki-laki. Mereka yang mempunyai
kepribadian histerikal yang salah satu cirinya sugestible lebih berisiko untuk
disosiasi atau juga menjadi korban kejahatan hipnotis. Berdasarkan usia, sebagian

6
besar korban disosiasi berusia remaja dan dewasa muda. Oleh karena itu, dapat
disimpulkan bahwa mereka yang berisiko untuk disosiasi adalah perempuan usia
remaja atau dewasa muda yang mudah dipengaruhi.5

Ketika individu merasa terlepas dari dirinya atau seolah-olah ia seperti


bermimpi, maka dapat dikatakan ia memiliki pengalaman disosiatif. Kemungkinan
besar disosiasi terjadi setelah kejadian-kejadian yang membuat individu sangat
stress. Mungkin juga terjadi ketika psikis seseorang melemah atau mengalami
tekanan mental. Banyak jenis penelitian menyatakan suatu hubungan antara
peristiwa traumatik, khususnya penyiksaan fisik dan seksual pada masa anak-anak,
dengan disosiatif. Kondisi trans disosiatif adalah fenomena yang sangat
mengagumkan dan menarik namun membingungkan.2

Studi epidemiologi possesion telah dilaporkan berhubungan dengan krisis


sosial di masyarakat. Dengan begitu banyaknya pemberitaan mengenai kesurupan,
kita tentunya sudah tidak asing lagi dengan fenomena tersebut, di mana fenomena
kesurupan sering kali dan bahkan selalu dikaitkan dengan adanya gangguan dari
roh-roh halus yang mengambil alih tubuh korban selama beberapa waktu dan
membuat korban tidak sadar akan apa yang ia perbuat. Tentunya paham seperti ini
merupakan paham tradisional yang ada, diturunkan dan berkembang dalam
masyarakat kita.2

Kemungkinan besar disosiasi terjadi setelah kejadian-kejadian yang membuat


individu sangat stress. Mungkin juga terjadi ketika psikis seseorang melemah atau
mengalami tekanan mental. Anak-anak dapat mengalami periode amnestic
berulang atau keadaan mirip trance setelah penyiksaan fisik atau trauma.2

Pada seseorang dengan gangguan amnesia disosiatif terdapat kompleksitas


pembentukan dan pengumpulan ingatan. Pendekatan psikoanalitik menyatakan
amnesia terutama sebuah mekanisme pertahanan dimana orang mengubah

7
kesadarannya sebagai cara untuk menghadapi suatu konflik emosional atau stressor
eksternal.6

Etiologi dari gangguan disosiasi ini diduga bersifat psikologis. Faktor


predisposisinya antara lain:

a. Keinginan untuk menarik diri dari pengalaman yang menyakitkan secara


emosional
b. Berbagai stressor dan faktor pribadi, seperti finansial, perkawinan,
pekerjaan, dan peperangan
c. Depresi
d. Usaha bunuh diri
e. Gangguan organik (khususnya epilepsi)
f. Riwayat penyalahgunaan zat

C. PATOFISIOLOGI

Dalam keadaan kesehatan mental, seseorang memiliki perasaan diri (sense of self)
yang utuh sebagai manusia dengan kepribadian dasar yang tunggal. Kesehatan mental
merupakan modal utama kehidupan seorang manusia. Tanpa mental yang sehat,
seorang manusia tidak dapat melaksanakan tugas kemanusiaannya dengan baik.
Manusia yang sehat tidak hanya sehat secara fisik, tetapi juga sehat secara psikis. Bebas
dari gangguan adalah indikasi manusia yang bermental sehat. Ada berbagai macam
gangguan mental (mental disorder), salah satunya adalah gangguan trans disosiatif
(dissociative trance disorder). Dalam masyarakat fenomena disosiatif dikenal dengan
istilah kesurupan.4

Kesurupan dipercaya oleh masyarakat sebagai suatu keadaan yang terjadi bila roh
yang lain memasuki seseorang dan menguasainya sehingga orang itu menjadi lain

8
dalam hal bicara, perilaku dan sifatnya. Perilakunya menjadi seperti ada kepribadian
lain yang ‘memasukinya’. Maramis menyebutnya sebagai suatu mekanisme disosiasi
yang dapat menimbulkan kepribadian ganda (multiple personality) dan gangguan
identitas disosiasi (dissociative identity disorder). Kaplan & Sadock menyatakan
bahwa disfungsi utama pada disosiatif adalah kehilangan keutuhan keadaan kesadaran
sehingga orang merasa tidak memiliki identitas atau mengalami kebingungan terhadap
identitasnya sendiri atau memiliki identitas berganda.4

Ditinjau dari sistem saraf, kesurupan adalah fenomena serangan terhadap sistem
limbik yang sebagian besar mengatur emosi, tindakan dan perilaku. Sistem limbik
sangat luas dan mencakup berbagai bagian di berbagai lobus otak. Dengan
terganggunya emosi dan beratnya tekanan akibat kesulitan hidup, timbullah
rangsangan yang akan memengaruhi sistem limbic. Akhirnya, terjadilah kekacauan
dari zat pengantar rangsang saraf atau neurotransmitter. Zat penghantar rangsang saraf
yang keluar mungkin norepinephrin atau juga serotonin yang menyebabkan perubahan
perilaku atau sebaliknya.5

Masyarakat memandang bahwa kesurupan itu terjadi karena seseorang telah


kemasukan jin atau roh halus sehingga membuat perilakunya aneh di luar
kesadarannya. Dan pengobatan menurut masyarakat umum dengan meminta
pertolongan pada orang pintar, paranormal, ahli agama, dan orang-orang yang
dianggap ahli menanganinya. Jarang sekali penderita disosiasi dibawa ke dokter.
Kesurupan dalam psikologi dikenal dengan istilah fenomena disosiatif yang diartikan
sebagai keadaan psikologis yang terjadi karena suatu perubahan dalam fungsi self
(identitas, memori atau kesadaran).5

Kondisi ini bisa terjadi secara tiba-tiba atau secara bertahap, bersifat sementara
atau kronis. Fenomena disosiasi ini mengacu pada kondisi trans disosiatif. Trans
disosiatif adalah perubahan yang bersifat temporer dalam hal kesadarannya atau

9
lemah/hilangnya perasaan identitas diri (sense of personal identity) tanpa kemunculan
identitas baru. Dalam kondisi trans, hilangnya identitas tidak berhubungan dengan
munculnya identitas baru dan tindakan yang dimunculkan selama kondisi trans
umumnya tidak kompleks (misalnya kejangkejang, berguling-guling, terjatuh).5

Kesurupan adalah reaksi kejiwaaan yang dinamakan reaksi disosiasi (dissociative


reactions). Reaksi itu mengakibatkan hilangnya kemampuan untuk menyadari realitas
sekitarnya, disebabkan tekanan fisik maupun mental. Reaksi disosiasi ini menimpa
mereka yang jiwanya labil ditambah dalam kondisi yang membuatnya tertekan. Stress
yang bertumpuk ditambah pemicu memungkinkan reaksi yang dikendalikan alam
bawah sadar ini muncul ke permukaan, sehingga seseorang yang mengalami stress
berat, maka ia sangat mudah sekali akan mengalami trans disosiasi.5

D. MANIFESTASI KLINIS

Terdapat dua macam keadaan yang dinamakan kesurupan oleh masyarakat, yaitu:

a. Orang itu merasa bahwa di dalam dirinya ada kekuatan lain yang berdiri di
samping “aku”-nya dan yang dapat menguasainya. Jadi simultan terdapat dua
kekuatan yang bekerja sendiri-sendiri dan orang itu berganti-ganti menjadi
yang satu dan yang lain. Kesadarannya tidak menurun. Perasaan ini
berlangsung kontinu. Dalam hal ini kita melihat suatu permulaan perpecahan
kepribadian yang merupakan gejala khas bagi skizofrenia.

b. Orang itu telah menjadi lain, ia mengidentifikasikan dirinya dengan orang yang
lain, binatang atau benda. Jadi pada suatu waktu tidak terdapat dua atau lebih
kekuatan di dalam dirinya (seperti dalam hal yang pertama), tapi terjadi suatu
metamorphosis yang lengkap. Ia telah menjadi orang yang lain, binatang atau
barang, dan ia juga bertingkah laku seperti orang, binatang atau barang itu.
Sesudahnya terdapat amnesia total atau sebagian.6

10
Keadaan yang kedua ini adalah disosiasi. Bila disosiasi itu terjadi karena konflik
dan stress psikologik, maka keadaan itu dinamakan reaksi disosiasi (suatu sub jenis
dalam nerosa histerik). Bila disosiasi ini terjadi karena pengaruh kepercayaan dan
kebudayaan, maka dinamakan kesurupan. Tidak jarang kedua keadaan ini secara ilmiah
sukar dibedakan karena kepercayaan dan kebudayaan juga dapat menimbulkan konflik
dan stress.2

Gejala-gejala beberapa waktu sebelum kesurupan antara lain kepala terasa berat,
badan dan kedua kaki lemas, penglihatan kabur, badan terasa ringan, dan ngantuk.
Perubahan ini biasanya masih disadari oleh subjek, tetapi setelah itu ia tiba-tiba tidak
mampu mengendalikan dirinya, melakukan sesuatu di luar kemampuan dan beberapa
di antaranya merasakan seperti ada kekuatan di luar yang mengendalikan dirinya.2

Mereka yang mengalami kesurupan merasakan bahwa dirinya bukanlah dirinya


lagi, tetapi ada suatu kekuatan yang mengendalikan dari luar. Keadaan saat kesurupan
ada yang menyadari sepenuhnya, ada yang menyadari sebagian, dan ada pula yang
tidak menyadari sama sekali.

Frigerio menyatakan, ada tiga stadium yang dialami orang kesurupan.

1. Irradiation, subjek tetap menyadari dirinya tetapi ada perubahan yang dirasakan
pada tubuhnya.

2. Being diside, subjek berada dalam dua keadaan yang berbeda, namun ada
sebagian yang dialaminya disadarinya.

3. Stadium incorporation, subjek sepenuhnya dikuasai oleh yang memasukinya


dan semua keadaan yang dialami tidak diingatnya.3

Kesurupan biasanya berbeda dengan histeria. Jika histeria hanya mengeluarkan


teriakan-teriakan dan tidak mengubah jenis suara, tapi kesurupan bisa mengubah pita

11
suara. Bisa jadi suaranya berubah menjadi suara laki-laki padahal ia seorang
perempuan atau juga sebaliknya.3

E. KLASIFIKASI TRANCE

Gangguan trans (trance) dibagi menjadi dua kategori, yaitu dissociative trance dan
possession trance.4 Fenomena dissociative trance umumnya ditandai olah adanya
perubahan tiba-tiba pada kesadaran penderita, namun tidak disertai dengan adanya
gangguan pada identitas penderita. Pada dissociative trance ini gejala yang muncul
sederhana biasanya penderita tiba-tiba collapse, imobilisasi, dizziness, menjerit,
berteriak, atau menangis. Gangguan pada memori jarang terjadi, jika terjadi (amnesia)
biasanya bersifat fragmented.3

Berbeda dengan dissociative trance, pada possession trance terdapat asumsi


identitas lain yang berbeda. Identitas baru ini dianggap dari dewa, leluhur, atau roh
yang telah merasuki pikiran dan tubuh penderita. Berbeda dengan dissociative trance
yang dicirikan agak kasar, simplistic, dan perilaku regresif, penderita possession trance
memiliki perilaku yang lebih kompleks atau rumit. Selama episode, penderita
mengungkapkan sesuatu yang dilarang atau tidak, perilaku agresif tidak khas dan
jarang, dan sering terjadi amnesia pada sebagian besar episode dimana identitas roh
yang mengendalikan penderita.3

F. DIAGNOSIS
Dunia kedokteran internasional, khususnya psikiatri mengakui fenomena ini dan
dituliskan dalam penuntun diagnosis psikiatri yang paling mutakhir Diagnostic and
Statistical Manual of Mental Disorder V (DSM-V) dan The International Statistical
Classification of Diseases and Related Health Problems 10 (ICD10). DSM-V
memasukkan kerasukan patologis (pathologic possession) ke dalam diagnosis
gangguan disosiatif yang tidak spesifik (dissociative disorder not otherwise specified).
ICD10 mengkategorikan gangguan kerasukan sebagai trance and possession disorder.1

12
1. Menurut kriteria riset DSM-V:
a. Salah satu (1) atau (2):
1. Trance, yaitu, perubahan sementara yang jelas pada keadaan kesadaran dan
hilangnya rasa identitas pribadi yang biasa sedikitnya salah satu berikut ini:
a. penyempitan kesadaran akan sekeliling, atau focus selektif dan sangat,
sempit yang tidak biasa terhadap stimulus lingkungan.
b. perilaku atau gerakan stereotipik yang dialami seolah-olah berada di
luar kendali seseorang.
2. Trance “kemasukan”, perubahan tunggal atau episodik keadaan kesadaran
yang ditandai dengan pergantian rasa identitas pribadi biasa oleh identitas
baru. Hal ini dikaitkan dengan pengaruh roh, kekuatan, dewa atau orang
lain, seperti yang dibuktikan oleh satu (atau lebih) keadaan di bawah ini:
a. perilaku atau gerakan stereotipik dan ditentukan oleh budaya yang
dialami seolah-olah dikendalikan oleh agen yang “memasuki”
b. amnesia penuh atau sebagian untuk peristiwa tersebut.

Keadaan trance atau “kemasukan” tidak diterima sebagai bagian praktik budaya
kolektif atau praktik religious. Keadaan trance atau “kemasukan” menimbulkan
penderitaan yang secara klinis bermakna atau hendaya fungsi sosial, pekerjaan,
dan area fungsi penting lain.

Keadaan trance atau “kemasukan” tidak hanya terjadi selama perjalanan


gangguan psikotik (termasuk gangguan mood dengan ciri psikotik dan gangguan
psikotik singkat) atau gangguan identitas disosiatif dan tidak disebabkan oleh efek
fisiologis langsung suatu zat atau keadaan medis umum.

2. Kriteria Diagnosis menurut PPDGJ III7


Kriteria diagnosis kesurupan atau trans menurut PPDGJ III (F44.3 gangguan
trans dan kesurupan) adalah adanya kehilangan sementara penghayatan identitas diri
dan kesadaran terhadap lingkungannya, individu berperilaku seakan-akan dikuasai oleh

13
kepribadian lain, kekuatan gaib, malaikat, atau kekuatan lain. Hanya gangguan trans
yang “involunter” (diluar kemauan individu) dan bukan merupakan aktivitas yang
biasa, dan bukan merupakan kegiatan keagamaan ataupun budaya yang boleh
dimasukkan dalam pengertian ini. Tidak ada penyebab organik (epilepsi, cedera kepala,
intoksikasi zat psikoaktif) dan bukan bagian dari gangguan jiwa tertentu (skizofrenia,
gangguan kepribadian multiple)

G. DIAGNOSIS BANDING DAN PEMERIKSAAN PENUNJANG

Meskipun disosiasi histeris sering diagnosis pada rujukan, gangguan kejiwaan yang
berbeda termasuk skizofrenia dan depresi telah dikutip untuk mencoba menjelaskan
gejala kepemilikan yang berbeda. deskripsi visi, suara, dan 'mimpi' dalam kronik dari
Tengah Usia, otobiografi dan korespondensi antara Perancis dan Inggris, di 134
dokumen mengungkapkan bahwa sekitar setengah berada deskripsi dari orang dalam
keadaan senja dan setengah lainnya dikaitkan dengan keadaan bingung organik sebagai
akibat dari demam, kelaparan, atau terminal Penyakit-penyakit. Sangat menarik untuk
dicatat bahwa gangguan kejiwaan tidak selalu didiagnosis di kalangan orang yang
dimiliki. Dalam 4-5 tahun menindaklanjuti studi dari 36 anak muda pria dengan
kepemilikan-trans, tak satu pun dari 26 yang bisa dihubungi pada akhir penelitian
menunjukkan bukti penyakit jiwa.5

Pemeriksaan penunjang tidak sepenuhnya diperlukan, namun penjelasan dibawah


ini merupakan hasil dari beberapa penelitian yang menunjukkan hasil yang berbeda
dari kondisi normal.
1. Pemeriksaan neurologis rinci, mengungkapkan tidak ada kelainan neurologis.
Namun, Pemeriksaan neuropsikologis menunjukkan bukti organicity.
2. EEG menunjukkan bilateral gelombang theta dan beta asimetri pada
sementara wilayah, menunjukkan kemungkinan lesi struktural.

14
3. MRI menunjukkan lesi yang melibatkan beberapa hyperintense meninggalkan
putamen, globus pallidus bilateral, dan bilateral frontoparietal materi putih
dalam.9
Subjek yang diteliti telah melaporkan delusi yang jelas, halusinasi pendengaran,
perubahan kepribadian dan perilaku disosiatif lainnya yang tidak mereka hadapi
gangguan jiwa dan dapat menggunakan pengalaman mediumistik mereka untuk
membantu orang lain. Wawancara klinis terstruktur mengecualikan penyakit psikiatri
saat ini. Tidak satu pun subjek, kecuali satu dengan tanda gangguan kepribadian
borderline sebelumnya, menunjukkan adanya tanda-tanda gangguan mental Axis I atau
II saat ini. Semua subjek menyatakan bahwa mereka merasa sangat nyaman selama
studi dan telah berhasil mencapai keadaan trans biasa mereka, dan penilaian ini
dilakukan segera setelah tugas psikografi. Semua dilaporkan berada dalam keadaan
kesadaran reguler / kewaspadaan mereka selama tugas kontrol. Tujuh orang
menemukan tulisan untuk tugas kontrol dengan mudah, dan ketiganya menyebutkan
beberapa kesulitan melaporkan bahwa mereka biasanya merasa sulit untuk menulis
teks tertulis dalam kehidupan mereka sehari-hari. Selama psikografi, semua media
melaporkan keadaan kesadaran yang berubah, namun pada derajat yang berbeda.
Media yang berpengalaman berbicara tentang trans yang lebih dalam, dengan
kesadaran yang mendung, sering melaporkan berada di luar tubuh, dan sedikit atau
tidak memiliki kesadaran akan isi dari apa yang mereka tulis. Media yang kurang ahli
berada dalam keadaan trans yang kurang terasa dan biasanya melaporkan frasa tulis
yang didiktekan kepada mereka di dalam pikiran mereka.9

H. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan dengan menggali kondisi fisik dan neurologiknya. Bila tidak
ditemukan kelainan fisik/neurologik, perlu dijelaskan pada pasien dan dilakukan
pendekatan psikologik terhadap penanganan gejala-gejala yang ada.2
Terapi kesurupan terbagi menjadi tiga, yakni terapi farmakologik, terapi
psikoterapi, dan terapi hypnosis. Pada terapi farmakologi dapat digunakan barbiturat

15
kerja sedang dan kerja singkat, seperti thiopental dan natrium amobarbital diberikan
secara intravena, dan benzodiazepine dapat berguna untuk memulihkan ingatannya
yang hilang.2
Secara umum penanganan gangguan disosiatif sebagai berikut:
1. Terapi obat. Terapi ini sangat baik untuk dijadikan penangan awal, walaupun
tidak ada obat yang spesifik dalam menangani gangguan konversi ini.
Biasanya pasien diberikan resep berupa anti-depresan dan obat anti-cemas
untuk membantu mengontrol gejala mental pada gangguan konversi ini.
Barbiturat kerja sedang dan singkat, seperti tiopental, dan natrium
amobarbital diberikan secara intravena dan benzodiazepine seperti
lorazepam 0,5-1 mg tab dapat berguna untuk memulihkan ingatannya yang
hilang. Amobarbital atau lorazepam parental pengobatan terpilih untuk fugue
disosiatif adalah psikoterapi psikodinamika suportifekspresif.
2. Hipnosis menciptakan keadaan relaksasi yang dalam dan tenang dalam pikiran.
Saat terhipnotis, pasien dapat berkonsentrasi lebih intensif dan spesifik.
Karena pasien lebih terbuka terhadap sugesti saat pasien terhipnotis. Ada
beberapa konsentrasi yang menyatakan bahwa bisa saja ahli hipnotis akan
menanamkan memori yang salah dalam mensugesti.
3. Psikoterapi adalah penanganan primer terhadap gangguan konversi ini.
Bentuk terapinya berupa terapi bicara, konseling atau terapi psikososial,
meliputi berbicara tentang gangguan yang diderita oleh pasien jiwa. Terapinya
akan membantu anda mengerti penyebab dari kondisi yang dialami.
Psikoterapi untuk gangguan konversi sering mengikutsertakan teknik seperti
hipnotis yang membantu kita mengingat trauma yang menimbulkan gejala
disosiatif.
4. Terapi kesenian kreatif. Dalam beberapa referensi dikatakan bahwa tipe terapi
ini menggunakan proses kreatif untuk membantu pasien yang sulit
mengekspresikan pikiran dan perasaan mereka. Seni kreatif dapat membantu

16
meningkatkan kesadaran diri. Terapi seni kreatif meliputi kesenian, tari,
drama dan puisi.
5. Terapi kognitif. Terapi kognitif ini bisa membantu untuk mengidentifikasikan
kelakuan yang negatif dan tidak sehat dan menggantikannya dengan yang
positif dan sehat, dan semua tergantung dari ide dalam pikiran untuk
mendeterminasikan apa yang menjadi perilaku pemeriksa.3

I. PROGNOSIS DAN PENCEGAHAN


Gejala disosiatif biasanya pulih tiba-tiba dan lengkap dengan sedikit rekurensi.
Klinisi harus memulihkan ingatan pasien sesegera mungkin. Gangguan disosiasi ini
biasanya singkat, beberapa jam sampai beberapa hari. Umumnya pemulihan cepat dan
jarang rekurens.4,9

Anak- anak yang secara fisik, emosional dan seksual mengalami gangguan, sangat
beresiko tinggi mengalami gangguan mental yang dalam hal ini adalah gangguan
disosiatif. Jika terjadi hal yang demikian, maka bersegeralah mengobati secara sugesti,
agar penangan tidak berupa obat anti depresan ataupun obat anti stress, karena
diketahui bahwa jika menanamkan sugesti yang baik terhadap usia belia, maka
nantinya akan didapatkan hasil yang maksimal, dengan penangan yang minimal.4,9

17
BAB III
PENUTUP

Kesurupan merupakan reaksi kejiwaan yang dinamakan reaksi disosiasi atau


reaksi yang mengakibatkan hilangnya kemampuan seseorang untuk menyadari realitas
di sekitarnya, yang disebabkan oleh tekanan fisik maupun mental (berlebihan). Tetapi
kalau kesurupannya massal, itu melibatkan sugesti. Reaksi disosiasi dapat terjadi
secara perorangan atau bersama-sama, saling memengaruhi, dan tidak jarang
menimbulkan histeria massal. Kesurupan hanya terjadi pada diri orang yang memiliki
jiwa yang lemah, sehingga ketika mendapat tekanan tidak mampu untuk mengatasinya.
Orang yang lemah dari segi jiwa atau mental melepaskan ketidak berdayaanya dengan
tanpa disadarinya masuk ke dalam bawah sadarnya. Ketika berada dalam wilayah
bawah sadarnya tersebut terjadilah letupan-letupan emosinya yang tertahan selama ini.

Kondisi trans biasanya terjadi pada perempuan karena perempuan lebih


sugestible atau lebih mudah dipengaruhi dibandingkan laki-laki. Berdasarkan usia,
sebagian besar korban disosiasi berusia remaja dan dewasa muda.

Penyebab kesurupan multifaktorial, terutama kondisi psikologis yang tertekan,


bermasalah dalam isu agama dan budaya, dan penelitian menunjukkan peningkatan
kekuatan pita gelombang otak theta dan alpha, serta Kekacauan neurotransmitter

Kriteria diagnosis untuk kesurupan dalam PPDGJ III sesuai dengan blok
diangosis F44.3, gangguan trans dan kesurupan. Psikoterapi adalah penanganan primer
terhadap gangguan disosiatif ini. Pencegahan utamanya tertuju pada anak usia sekolah
dan wanita dengan selalu berusaha menghadapi persoalan yang ada dengan sebaik-
baiknya dan memiliki mental pertahanan yang baik sehingga tidak akan terjadi kondisi
psikologis yang tertekan, stress, atau bahkan depresi, yang pada akhirnya akan
menurunkan resiko terjadinya gangguan trance possession atau kesurupan.

18
DAFTAR PUSTAKA

1. Kupfer David J. at al. 2013. Diagnostic and Statistical Manual of Mental


Disorders 5. New School Library. Section 2 (306-307).
2. Sadock, B. J dan Alcot, V. Kaplan and Sadock’s Synopsis of Psychiatry
Behavioural Sciences/Clinical Psychiatry. 11th Edition. University School of
Medicine New York; Chapter 12 (462-463).
3. Joyanna Silberg. Guidelines for the Evaluation and Treatment of Dissociative
Symptoms in Children and Adolescents. Journal of Trauma & Dissociation,
Vol. 5(3) 2004.
4. Fatemi S. Hossein, Clayton Paula J. 2010. the Medical Basis of Psychiatry.
Humana Press:Third Edition (191-192).
5. Maddux James E., Winstead Barbara A., 2011. Psychopathology: Foundations
for a Contemporary Understanding. Lawrence Erlbaum Associates, Publisher :
London (130-133). (130-133).
6. B. L. Brand et al. 2016. Separating Fact from Fiction: An Empirical
Examination of Six Myths About Dissociative Identity Disorder. Harvard
Review of Psychiatry. Vol 24 (4).
7. Maslim, rusdi. Buku Saku Diagnosa Gangguan Jiwa Rujukan Ringkas Dari
PPDGJ–III. Jakarta : Hal.82.
8. Kay Jerald, Tasman Allan. 2006. Essential of Psychiatry. West Sussex,
England. Chapter 56 (693-694).
9. Peres Julio Fernando et al. 2012. Neuroimaging during Trance State: A
Contribution to the Study of Dissociation. Plos One. Vol 7 (11).
10. Sar Vedet. 2014. The Many Faces of Dissociation: Opportunities for Innovative
Research in Psychiatry. Clinical Psychopharmacology and
Neuroscience;12(3):171-179.

19

Anda mungkin juga menyukai