FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
DISUSUN OLEH:
Riski Wahyudi Lasarika
111 2016 2151
RESIDEN PEMBIMBING:
Dr. Santiwati Anda
SUPERVISOR PEMBIMBING:
Dr. dr. Saidah Syamsuddin, Sp.KJ
Telah menyelesaikan tugas dalam rangka kepaniteraan klinik pada bagian Psikiatri
Fakultas Kedokteran Universitas Muslim Indonesia.
Mengetahui,
Pembimbing Supervisor Pembimbing Residen
1
DAFTAR ISI
HALAMAN
PENGESAHAN.......................................................................................................... 1
DAFTAR ISI............................................................................................................... 2
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................ 3
A. Definisi.............................................................................................................. 5
B. Epidemiologi dan Etiologi................................................................................ 6
C. Patofisiologi .................................................................................................... 8
D. Manifestasi Klinis............................................................................................ 9
E. Klasifikasi Transce ......................................................................................... 11
F. Diagnosis ........................................................................................................ 11
G. Diagnosis Banding dan Pemeriksaan Penunjang ........................................... 12
H. Penatalaksanaan ............................................................................................. 14
I. Prognosis dan Pencegahan ............................................................................ 15
DAFTAR
PUSTAKA................................................................................................................ 17
LAMPIRAN.............................................................................................................. 18
2
BAB I
PENDAHULUAN
3
tidak dapat menekan beberapa ide-ide yang mendasari probelm remaja, sehingga
individu dalam keadaan stressful. Jika sudah demikian, stimulus perangsang kecilpun
bisa dimanifestasikan sebagai stimulus besar. Dalam kondisi ini, remaja berada dalam
tingkat sugestibilitas yang tinggi dan ketika satu stimulus penghantar sekaligus
pembangkit stress diberikan ke remaja, maka remaja tersebut akan masuk kedalam
keadaan trans. Sama halnya dalam keadaan hipnosis, individu mendapatkan anchor
dari pihak kedua, sehingga masuk ke keadaan trans.2
Pada dasarnya, orang yang mengalami kesurupan masuk kedalam keadaan trans
dimana dirinya berada dalam level ketidaksadaran bukan pada kesadaran. Dalam level
ketidaksadaran, seseorang secara spontan merespons segala sesuatu stimulus yang
muncul di sekitarnya. Dalam masa ini fungsi otak yang berperan adalah hipotalamus.
Pergerakan otak dilakukan secara instingtif dan refleks. Dalam keadaan kesurupan,
simtom-simtom bawah sadar yang pernah ditekan dalam-dalam naik kesadaran dan
menjadi ide-ide yang irasional dalam bentuk simbolisme. Bisa saja simtom ibu
dimanifeskan dalam simbol rumah atau simtom musuh dimanifestasikan dalam simbol
hantu, dan sebagainya. Pembahasan mengenai dunia bawah sadar telah lama
dipersandingkan dengan fenomena ghaib dalam keyakinan masyarakat Indonesia.
Tidak dapat dipungkiri masyarakat kita masih banyak yang lebih percaya bahwa
kesurupan merupakan peristiwa ghaib daripada ilmiah (Calvin, 2001). Dalam keadaan
kesurupan saat simtom-simtom naik ke kesadaran muncullah ide-ide bawah sadar
dalam simbolsimbol. Hal ini yang menjelaskan pada saat seseorang mengalami
kesurupan memungkinkan menggumam hal-hal yang aneh. Perilaku aneh yang muncul
merupakan manifes trauma yang ditekan oleh ego dalam bawah sadar seseorang.
Mungkin itulah penjelasan yang pantas untuk menjelaskan fenomena kesurupan yang
akhir-akhir ini merebak di masyarakat Indonesia.2
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. DEFINISI
“Trans” yang disebut juga “twilight state” adalah suatu keadaan yang
ditandai oleh perubahan kesadaran atau hilangnya penginderaan dari identitas diri
dengan atau tanpa suatu identitas alternatif. (DSM V). 2,4
Fitur utama disosiasi adalah gangguan terhadap satu atau lebih fungsi mental.
Gangguan semacam itu dapat mempengaruhi tidak hanya kesadaran, ingatan, dan
5
/ atau identitas, tapi juga pemikiran, emosi, fungsi sensorimotor, dan / atau
perilaku. Lima fenomena merupakan komponen klinis utama dari psikopatologi
disosiatif: amnesia, depersonalisasi, derealisasi, kebingungan identitas, dan
perubahan identitas. Mereka biasanya disertai gejala disosiasi sekunder yang
mungkin positif (misalnya, halusinasi, pengalaman Schneiderian) atau negatif
(misalnya, defisit somatosensori). Semua gangguan disosiatif adalah representasi
lengkap atau parsial dari dimensi tunggal disosiasi. DID adalah bentuk yang paling
meresap di antara mereka, mencakup semua spektrum gejala disosiatif. Kondisi
parsial adalah amnesia disosiasi (mungkin atau mungkin tidak disertai fugue),
gangguan depersonalisasi, dan gangguan disosiatif lainnya. Bagian yang terakhir
mencakup kategori seperti "subthreshold" DID, gangguan identitas sebagai
respons terhadap prosedur penindasan, kelainan disosiatif akut, dan kelainan trans
disosiatif yang setidaknya sama lazimnya dengan gangguan disosiatif spesifik.10
6
besar korban disosiasi berusia remaja dan dewasa muda. Oleh karena itu, dapat
disimpulkan bahwa mereka yang berisiko untuk disosiasi adalah perempuan usia
remaja atau dewasa muda yang mudah dipengaruhi.5
7
kesadarannya sebagai cara untuk menghadapi suatu konflik emosional atau stressor
eksternal.6
C. PATOFISIOLOGI
Dalam keadaan kesehatan mental, seseorang memiliki perasaan diri (sense of self)
yang utuh sebagai manusia dengan kepribadian dasar yang tunggal. Kesehatan mental
merupakan modal utama kehidupan seorang manusia. Tanpa mental yang sehat,
seorang manusia tidak dapat melaksanakan tugas kemanusiaannya dengan baik.
Manusia yang sehat tidak hanya sehat secara fisik, tetapi juga sehat secara psikis. Bebas
dari gangguan adalah indikasi manusia yang bermental sehat. Ada berbagai macam
gangguan mental (mental disorder), salah satunya adalah gangguan trans disosiatif
(dissociative trance disorder). Dalam masyarakat fenomena disosiatif dikenal dengan
istilah kesurupan.4
Kesurupan dipercaya oleh masyarakat sebagai suatu keadaan yang terjadi bila roh
yang lain memasuki seseorang dan menguasainya sehingga orang itu menjadi lain
8
dalam hal bicara, perilaku dan sifatnya. Perilakunya menjadi seperti ada kepribadian
lain yang ‘memasukinya’. Maramis menyebutnya sebagai suatu mekanisme disosiasi
yang dapat menimbulkan kepribadian ganda (multiple personality) dan gangguan
identitas disosiasi (dissociative identity disorder). Kaplan & Sadock menyatakan
bahwa disfungsi utama pada disosiatif adalah kehilangan keutuhan keadaan kesadaran
sehingga orang merasa tidak memiliki identitas atau mengalami kebingungan terhadap
identitasnya sendiri atau memiliki identitas berganda.4
Ditinjau dari sistem saraf, kesurupan adalah fenomena serangan terhadap sistem
limbik yang sebagian besar mengatur emosi, tindakan dan perilaku. Sistem limbik
sangat luas dan mencakup berbagai bagian di berbagai lobus otak. Dengan
terganggunya emosi dan beratnya tekanan akibat kesulitan hidup, timbullah
rangsangan yang akan memengaruhi sistem limbic. Akhirnya, terjadilah kekacauan
dari zat pengantar rangsang saraf atau neurotransmitter. Zat penghantar rangsang saraf
yang keluar mungkin norepinephrin atau juga serotonin yang menyebabkan perubahan
perilaku atau sebaliknya.5
Kondisi ini bisa terjadi secara tiba-tiba atau secara bertahap, bersifat sementara
atau kronis. Fenomena disosiasi ini mengacu pada kondisi trans disosiatif. Trans
disosiatif adalah perubahan yang bersifat temporer dalam hal kesadarannya atau
9
lemah/hilangnya perasaan identitas diri (sense of personal identity) tanpa kemunculan
identitas baru. Dalam kondisi trans, hilangnya identitas tidak berhubungan dengan
munculnya identitas baru dan tindakan yang dimunculkan selama kondisi trans
umumnya tidak kompleks (misalnya kejangkejang, berguling-guling, terjatuh).5
D. MANIFESTASI KLINIS
Terdapat dua macam keadaan yang dinamakan kesurupan oleh masyarakat, yaitu:
a. Orang itu merasa bahwa di dalam dirinya ada kekuatan lain yang berdiri di
samping “aku”-nya dan yang dapat menguasainya. Jadi simultan terdapat dua
kekuatan yang bekerja sendiri-sendiri dan orang itu berganti-ganti menjadi
yang satu dan yang lain. Kesadarannya tidak menurun. Perasaan ini
berlangsung kontinu. Dalam hal ini kita melihat suatu permulaan perpecahan
kepribadian yang merupakan gejala khas bagi skizofrenia.
b. Orang itu telah menjadi lain, ia mengidentifikasikan dirinya dengan orang yang
lain, binatang atau benda. Jadi pada suatu waktu tidak terdapat dua atau lebih
kekuatan di dalam dirinya (seperti dalam hal yang pertama), tapi terjadi suatu
metamorphosis yang lengkap. Ia telah menjadi orang yang lain, binatang atau
barang, dan ia juga bertingkah laku seperti orang, binatang atau barang itu.
Sesudahnya terdapat amnesia total atau sebagian.6
10
Keadaan yang kedua ini adalah disosiasi. Bila disosiasi itu terjadi karena konflik
dan stress psikologik, maka keadaan itu dinamakan reaksi disosiasi (suatu sub jenis
dalam nerosa histerik). Bila disosiasi ini terjadi karena pengaruh kepercayaan dan
kebudayaan, maka dinamakan kesurupan. Tidak jarang kedua keadaan ini secara ilmiah
sukar dibedakan karena kepercayaan dan kebudayaan juga dapat menimbulkan konflik
dan stress.2
Gejala-gejala beberapa waktu sebelum kesurupan antara lain kepala terasa berat,
badan dan kedua kaki lemas, penglihatan kabur, badan terasa ringan, dan ngantuk.
Perubahan ini biasanya masih disadari oleh subjek, tetapi setelah itu ia tiba-tiba tidak
mampu mengendalikan dirinya, melakukan sesuatu di luar kemampuan dan beberapa
di antaranya merasakan seperti ada kekuatan di luar yang mengendalikan dirinya.2
1. Irradiation, subjek tetap menyadari dirinya tetapi ada perubahan yang dirasakan
pada tubuhnya.
2. Being diside, subjek berada dalam dua keadaan yang berbeda, namun ada
sebagian yang dialaminya disadarinya.
11
suara. Bisa jadi suaranya berubah menjadi suara laki-laki padahal ia seorang
perempuan atau juga sebaliknya.3
E. KLASIFIKASI TRANCE
Gangguan trans (trance) dibagi menjadi dua kategori, yaitu dissociative trance dan
possession trance.4 Fenomena dissociative trance umumnya ditandai olah adanya
perubahan tiba-tiba pada kesadaran penderita, namun tidak disertai dengan adanya
gangguan pada identitas penderita. Pada dissociative trance ini gejala yang muncul
sederhana biasanya penderita tiba-tiba collapse, imobilisasi, dizziness, menjerit,
berteriak, atau menangis. Gangguan pada memori jarang terjadi, jika terjadi (amnesia)
biasanya bersifat fragmented.3
F. DIAGNOSIS
Dunia kedokteran internasional, khususnya psikiatri mengakui fenomena ini dan
dituliskan dalam penuntun diagnosis psikiatri yang paling mutakhir Diagnostic and
Statistical Manual of Mental Disorder V (DSM-V) dan The International Statistical
Classification of Diseases and Related Health Problems 10 (ICD10). DSM-V
memasukkan kerasukan patologis (pathologic possession) ke dalam diagnosis
gangguan disosiatif yang tidak spesifik (dissociative disorder not otherwise specified).
ICD10 mengkategorikan gangguan kerasukan sebagai trance and possession disorder.1
12
1. Menurut kriteria riset DSM-V:
a. Salah satu (1) atau (2):
1. Trance, yaitu, perubahan sementara yang jelas pada keadaan kesadaran dan
hilangnya rasa identitas pribadi yang biasa sedikitnya salah satu berikut ini:
a. penyempitan kesadaran akan sekeliling, atau focus selektif dan sangat,
sempit yang tidak biasa terhadap stimulus lingkungan.
b. perilaku atau gerakan stereotipik yang dialami seolah-olah berada di
luar kendali seseorang.
2. Trance “kemasukan”, perubahan tunggal atau episodik keadaan kesadaran
yang ditandai dengan pergantian rasa identitas pribadi biasa oleh identitas
baru. Hal ini dikaitkan dengan pengaruh roh, kekuatan, dewa atau orang
lain, seperti yang dibuktikan oleh satu (atau lebih) keadaan di bawah ini:
a. perilaku atau gerakan stereotipik dan ditentukan oleh budaya yang
dialami seolah-olah dikendalikan oleh agen yang “memasuki”
b. amnesia penuh atau sebagian untuk peristiwa tersebut.
Keadaan trance atau “kemasukan” tidak diterima sebagai bagian praktik budaya
kolektif atau praktik religious. Keadaan trance atau “kemasukan” menimbulkan
penderitaan yang secara klinis bermakna atau hendaya fungsi sosial, pekerjaan,
dan area fungsi penting lain.
13
kepribadian lain, kekuatan gaib, malaikat, atau kekuatan lain. Hanya gangguan trans
yang “involunter” (diluar kemauan individu) dan bukan merupakan aktivitas yang
biasa, dan bukan merupakan kegiatan keagamaan ataupun budaya yang boleh
dimasukkan dalam pengertian ini. Tidak ada penyebab organik (epilepsi, cedera kepala,
intoksikasi zat psikoaktif) dan bukan bagian dari gangguan jiwa tertentu (skizofrenia,
gangguan kepribadian multiple)
Meskipun disosiasi histeris sering diagnosis pada rujukan, gangguan kejiwaan yang
berbeda termasuk skizofrenia dan depresi telah dikutip untuk mencoba menjelaskan
gejala kepemilikan yang berbeda. deskripsi visi, suara, dan 'mimpi' dalam kronik dari
Tengah Usia, otobiografi dan korespondensi antara Perancis dan Inggris, di 134
dokumen mengungkapkan bahwa sekitar setengah berada deskripsi dari orang dalam
keadaan senja dan setengah lainnya dikaitkan dengan keadaan bingung organik sebagai
akibat dari demam, kelaparan, atau terminal Penyakit-penyakit. Sangat menarik untuk
dicatat bahwa gangguan kejiwaan tidak selalu didiagnosis di kalangan orang yang
dimiliki. Dalam 4-5 tahun menindaklanjuti studi dari 36 anak muda pria dengan
kepemilikan-trans, tak satu pun dari 26 yang bisa dihubungi pada akhir penelitian
menunjukkan bukti penyakit jiwa.5
14
3. MRI menunjukkan lesi yang melibatkan beberapa hyperintense meninggalkan
putamen, globus pallidus bilateral, dan bilateral frontoparietal materi putih
dalam.9
Subjek yang diteliti telah melaporkan delusi yang jelas, halusinasi pendengaran,
perubahan kepribadian dan perilaku disosiatif lainnya yang tidak mereka hadapi
gangguan jiwa dan dapat menggunakan pengalaman mediumistik mereka untuk
membantu orang lain. Wawancara klinis terstruktur mengecualikan penyakit psikiatri
saat ini. Tidak satu pun subjek, kecuali satu dengan tanda gangguan kepribadian
borderline sebelumnya, menunjukkan adanya tanda-tanda gangguan mental Axis I atau
II saat ini. Semua subjek menyatakan bahwa mereka merasa sangat nyaman selama
studi dan telah berhasil mencapai keadaan trans biasa mereka, dan penilaian ini
dilakukan segera setelah tugas psikografi. Semua dilaporkan berada dalam keadaan
kesadaran reguler / kewaspadaan mereka selama tugas kontrol. Tujuh orang
menemukan tulisan untuk tugas kontrol dengan mudah, dan ketiganya menyebutkan
beberapa kesulitan melaporkan bahwa mereka biasanya merasa sulit untuk menulis
teks tertulis dalam kehidupan mereka sehari-hari. Selama psikografi, semua media
melaporkan keadaan kesadaran yang berubah, namun pada derajat yang berbeda.
Media yang berpengalaman berbicara tentang trans yang lebih dalam, dengan
kesadaran yang mendung, sering melaporkan berada di luar tubuh, dan sedikit atau
tidak memiliki kesadaran akan isi dari apa yang mereka tulis. Media yang kurang ahli
berada dalam keadaan trans yang kurang terasa dan biasanya melaporkan frasa tulis
yang didiktekan kepada mereka di dalam pikiran mereka.9
H. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan dengan menggali kondisi fisik dan neurologiknya. Bila tidak
ditemukan kelainan fisik/neurologik, perlu dijelaskan pada pasien dan dilakukan
pendekatan psikologik terhadap penanganan gejala-gejala yang ada.2
Terapi kesurupan terbagi menjadi tiga, yakni terapi farmakologik, terapi
psikoterapi, dan terapi hypnosis. Pada terapi farmakologi dapat digunakan barbiturat
15
kerja sedang dan kerja singkat, seperti thiopental dan natrium amobarbital diberikan
secara intravena, dan benzodiazepine dapat berguna untuk memulihkan ingatannya
yang hilang.2
Secara umum penanganan gangguan disosiatif sebagai berikut:
1. Terapi obat. Terapi ini sangat baik untuk dijadikan penangan awal, walaupun
tidak ada obat yang spesifik dalam menangani gangguan konversi ini.
Biasanya pasien diberikan resep berupa anti-depresan dan obat anti-cemas
untuk membantu mengontrol gejala mental pada gangguan konversi ini.
Barbiturat kerja sedang dan singkat, seperti tiopental, dan natrium
amobarbital diberikan secara intravena dan benzodiazepine seperti
lorazepam 0,5-1 mg tab dapat berguna untuk memulihkan ingatannya yang
hilang. Amobarbital atau lorazepam parental pengobatan terpilih untuk fugue
disosiatif adalah psikoterapi psikodinamika suportifekspresif.
2. Hipnosis menciptakan keadaan relaksasi yang dalam dan tenang dalam pikiran.
Saat terhipnotis, pasien dapat berkonsentrasi lebih intensif dan spesifik.
Karena pasien lebih terbuka terhadap sugesti saat pasien terhipnotis. Ada
beberapa konsentrasi yang menyatakan bahwa bisa saja ahli hipnotis akan
menanamkan memori yang salah dalam mensugesti.
3. Psikoterapi adalah penanganan primer terhadap gangguan konversi ini.
Bentuk terapinya berupa terapi bicara, konseling atau terapi psikososial,
meliputi berbicara tentang gangguan yang diderita oleh pasien jiwa. Terapinya
akan membantu anda mengerti penyebab dari kondisi yang dialami.
Psikoterapi untuk gangguan konversi sering mengikutsertakan teknik seperti
hipnotis yang membantu kita mengingat trauma yang menimbulkan gejala
disosiatif.
4. Terapi kesenian kreatif. Dalam beberapa referensi dikatakan bahwa tipe terapi
ini menggunakan proses kreatif untuk membantu pasien yang sulit
mengekspresikan pikiran dan perasaan mereka. Seni kreatif dapat membantu
16
meningkatkan kesadaran diri. Terapi seni kreatif meliputi kesenian, tari,
drama dan puisi.
5. Terapi kognitif. Terapi kognitif ini bisa membantu untuk mengidentifikasikan
kelakuan yang negatif dan tidak sehat dan menggantikannya dengan yang
positif dan sehat, dan semua tergantung dari ide dalam pikiran untuk
mendeterminasikan apa yang menjadi perilaku pemeriksa.3
Anak- anak yang secara fisik, emosional dan seksual mengalami gangguan, sangat
beresiko tinggi mengalami gangguan mental yang dalam hal ini adalah gangguan
disosiatif. Jika terjadi hal yang demikian, maka bersegeralah mengobati secara sugesti,
agar penangan tidak berupa obat anti depresan ataupun obat anti stress, karena
diketahui bahwa jika menanamkan sugesti yang baik terhadap usia belia, maka
nantinya akan didapatkan hasil yang maksimal, dengan penangan yang minimal.4,9
17
BAB III
PENUTUP
Kriteria diagnosis untuk kesurupan dalam PPDGJ III sesuai dengan blok
diangosis F44.3, gangguan trans dan kesurupan. Psikoterapi adalah penanganan primer
terhadap gangguan disosiatif ini. Pencegahan utamanya tertuju pada anak usia sekolah
dan wanita dengan selalu berusaha menghadapi persoalan yang ada dengan sebaik-
baiknya dan memiliki mental pertahanan yang baik sehingga tidak akan terjadi kondisi
psikologis yang tertekan, stress, atau bahkan depresi, yang pada akhirnya akan
menurunkan resiko terjadinya gangguan trance possession atau kesurupan.
18
DAFTAR PUSTAKA
19