Anda di halaman 1dari 140

SKRIPSI

2017

PROFIL BAYI BARU LAHIR DENGAN KELAINAN KONGENITAL YANG

DIRAWAT DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT DR. WAHIDIN

SUDIROHUSODO TAHUN 2016

Diusulkan oleh:

CITRA LESTARI

C11114027

Pembimbing:
dr. A. Dwi Bahagia Febriani, Ph.D, Sp.A(K)

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS HASANUDDIN

2017
PROFIL BAYI BARU LAHIR DENGAN KELAINAN KONGENITAL YANG

DIRAWAT DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT DR. WAHIDIN

SUDIROHUSODO TAHUN 2016

HALAMAN JUDUL

Diajukan Kepada Universitas Hasanuddin


Untuk Melengkapi Salah Satu Syarat
Mencapai Gelar Sarjana Kedokteran

Citra Lestari
C111 14 027

Pembimbing:
dr. A. Dwi Bahagia Febriani, Ph.D, Sp.A(K)

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
2017

i
HALAMAN PENGESAHAN

Telah disetujui untuk dibacakan pada seminar akhir di Bagian Ilmu Kesehatan Anak

RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo dengan judul :

“Profil Bayi Baru Lahir dengan Kelainan Kongenital yang Dirawat Di Rumah
Sakit Umum Pusat Dr. Wahidin Sudirohusodo Tahun 2016”

Hari/Tanggal : Kamis, 7 Desember 2017

Waktu : 13.00 WITA – selesai

Tempat : Neonatal Intensive Care Unit (NICU) RSUP Dr.

Wahidin Sudirohusodo

Makassar, 7 Desember 2017

dr. A. Dwi Bahagia Febriani, Ph.D, Sp.A(K)

ii
HALAMAN PENGESAHAN

Skripsi ini diajukan oleh :

Nama : Citra Lestari

NIM : C111 14 027

Fakultas/Program Studi : Kedokteran/Pendidikan Dokter

Judul Skripsi : Profil Bayi Baru Lahir dengan Kelainan Kongenital yang

Dirawat Di Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Wahidin

Sudirohusodo Tahun 2016

Telah berhasil dipertahankan di hadapan dewan penguji dan diterima sebagai

bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar sarjana

kedokteran pada Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin

DEWAN PENGUJI

Pembimbing : dr. A. Dwi Bahagia Febriani, Ph.D, Sp.A(K)

(.....................................)

Penguji 1 : Dr. dr. Ema Alasiry, Sp.A(K)

(.....................................)

Ditetapkan di : Makassar
Tanggal : 7 Desember 2017

iii
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN ANAK

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HASANUDDIN

2017

HALAMAN PERSETUJUAN CETAK

TELAH DISETUJUI UNTUK DICETAK DAN DIPERBANYAK

Judul Skripsi :

“Profil Bayi Baru Lahir dengan Kelainan Kongenital yang Dirawat di Rumah
Sakit Umum Pusat Dr. Wahidin Sudirohusodo Tahun 2016”

Makassar, 7 Desember 2017

dr. A. Dwi Bahagia Febriani, Ph.D, Sp.A(K)

iv
LEMBAR PERNYATAAN ANTI PLAGIARISME

Dengan ini saya menyatakan bahwa seluruh skripsi ini adalah hasil karya

saya. Apabila ada kutipan atau pemakaian dari hasil karya orang lain baik berupa

tulisan, data, gambar, atau ilustrasi baik yang telah dipublikasi atau belum

dipublikasi, telah direferensi sesuai dengan ketentuan akademis.

Saya menyadari plagiarisme adalah kejahatan akademik, dan melakukannya

akan menyebabkan sanksi yang berat berupa pembatalan skripsi dan sanksi akademik

yang lain.

( Citra Lestari )

v
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat limpahan rahmat

dan karunia-Nya lah sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul

“Profil Bayi Baru Lahir dengan Kelainan Kongenital yang Dirawat Di Rumah Sakit

Umum Pusat Dr. Wahidin Sudirohusodo Tahun 2016” ini sebagai salah satu syarat

untuk mencapai gelar Sarjana Kedokteran.

Penulisan skripsi ini tidak semata-mata karena hasil kerja dari penulis sendiri

melainkan juga adanya bantuan dari berbagai pihak. Olehnya itu pada kesempatan ini,

penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak

yang telah memberikan bantuannya baik dari segi materi maupun yang non materi.

Ucapan terima kasih serta penghargaan yang setinggi-tingginya dari penulis diberikan

kepada dr. A. Dwi Bahagia Febriani, Ph.D, Sp.A(K) selaku pembimbing dalam

penulisan skripsi ini atas waktu, tenaga, pikiran, semangat, dorongan serta bimbingan

yang tidak bosan-bosannya diberikan selama penulisan skripsi ini.

Tidak hanya itu, penulis juga ingin menyampaikan terima kasih kepada

semua pihak atas jasa-jasanya yang tidak mungkin dilupakan oleh penulis, yaitu:

1. Allah SWT., yang memberikan kesehatan, kesabaran, dan kekuatan kepada

penulis

2. Ibunda dan ayahanda penulis yang tak henti-hentinya memberikan dukungan

dan semangat di setiap waktu.

3. Bapak Prof. DR. dr. Andi Asadul Islam, Sp.BS selaku Dekan Fakultas

Kedokteran Universitas Hasanuddin, yang telah memberikan kesempatan


vi
serta dukungan untuk menjalani pendidikan di Fakultas Kedokteran

Universitas Hasanuddin.

4. Seluruh staf pegawai Departemen Ilmu Kesehatan Anak FK Unhas, yang telah

memberikan arahan selama penulis mengerjakan skripsi.

5. Teman-teman IXA, Bidadari Surga, dan seluruh teman-teman angkatan FK

Unhas 2014 atas dukungan dan semangatnya.

Menyadari ketidaksempurnaan dan keterbatasan yang ada, maka

penulis mengharapkan kritik, dan saran yang sifatnya membangun demi

perkembangan ilmu pengetahuan di masa yang akan datang.

Makassar, 7 Desember 2017

Citra Lestari

vii
SKRIPSI

Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin


Desember 2017
Citra Lestari (C111 14 027)
dr. A. Dwi Bahagia Febriani, Ph.D, Sp.A(K)
PROFIL BAYI BARU LAHIR DENGAN KELAINAN KONGENITAL YANG
DIRAWAT DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT DR. WAHIDIN
SUDIROHUSODO TAHUN 2016
ABSTRAK

Latar belakang: Kelainan kongenital mengambil proporsi lebih besar dalam


mortalitas anak karena suksesnya imunisasi, kontrol diare, infeksi saluran
pernapasan akut, dan perbaikan pelayanan yang terfokus pada Layanan Kesehatan
Primer. Angka kematian bayi baru lahir dengan kelainan kongenital di dunia yaitu
sekitar 303.000 jiwa pada 4 minggu pertama setelah lahir setiap tahunnya. Data
World Health Organization South-East Asia Region (WHO SEARO) tahun 2010
memperkirakan prevalensi kelainan kongenital di Indonesia adalah 59,3 per 1000
kelahiran hidup. Beberapa faktor diduga berperan dalam kejadian kelainan
kongenital diantaranya ada pada faktor bayi, ibu, dan lingkungan.
Tujuan: Tujuan penelitian ini adalah untuk memperoleh profil bayi baru lahir
dengan kelainan kongenital yang dirawat di RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo tahun
2016.
Metode : Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif observasional dengan
metode cross sectional dengan menggunakan data rekam medik.
Hasil penelitian: Terdapat 154 bayi dengan kelainan kongenital, 96 bayi dengan
malformasi tunggal dan 58 dengan malformasi multipel. Diantara 154 bayi tersebut
terdapat 238 kelainan kongenital. Distribusi jenis kelainan kongenital terbanyak
pada sistem sirkulasi/kardiovaskuler (33,19%), sistem digestif (28,15%), dan sistem
saraf (10,08%). Distribusi bayi baru lahir dengan kelainan kongenital dengan jenis
kelamin laki-laki lebih banyak (57,14%) dibandingkan perempuan (42,86%),
kelompok bayi dengan berat bayi lahir ≥2500 gram lebih banyak (53,90%) dibanding
berat bayi lahir <2500 gram (38,96%), bayi dengan usia gestasi ≥37 minggu tercatat
lebih banyak (68,18%) dibandingkan bayi dengan usia gestasi <37 minggu (23,38%).
Dari aspek ibu bayi, secara keseluruhan kelompok usia ibu paling banyak yaitu usia
20-30 tahun (45,39%), sebagian besar ibu tidak memiliki riwayat mengonsumsi obat-
obatan (45,39%), obat tradisional (herbal atau jamu) (48,03%), penggunaan
kosmetik pemutih (1,32%), dan memelihara binatang peliharaan (2,63%). Distribusi
ibu dengan riwayat merokok aktif atau pasif yaitu 3,95%. Tidak ditemukan adanya
keterangan yang tercatat di rekam medik mengenai hubungan keluarga ibu dan ayah
(consanguinity), maupun riwayat mengonsumsi minuman energi atau pada penelitian
ini.

viii
Kata kunci: kelainan kongenital
SKRIPSI
Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin
November 2017
Citra Lestari (C111 14 027)
dr. A. Dwi Bahagia Febriani, Ph.D, Sp.A(K)
PROFILE OF GROSS CONGENITAL ANOMALIES AMONG THE
NEWBORNS IN RSUP DR. WAHIDIN SUDIROHUSODO IN 2016

ABSTRACT
Background: Congenital anomalies are responsible for a greater proportion of the
infants and children mortality due to extensive and successful use of immunization,
control of diarrhoeal disorders, acute respiratory tract infections and improvement in
health care services through a focus on primary health care. Mortality rate of the
newborn with congenital anomalies in the world is approximately 303.000 in the first
four weeks after birth every year. World Health Organization South-East Asia Region
(WHO SEARO) in 2010 estimated the prevalence of congenital anomaly in Indonesia
is 59,3 per 1000 live births.There are several factors which may have important role
in the incidence of congenital anomalies based on the newborn baby factors,
maternal factors, environment, etc.
Objective: This study is aimed to determine the profile of congenital anomalies
among the newborn babies in RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo in 2016.
Method : This type of study is descriptive observational with cross sectional method.
This study used medical records as subjects.
Results: There were 154 newborn babies had congenital anomalies, 96 had single
malformation, and 58 had multiple malformation. Within these 154 babies there were
238 congenital anomalies. Circulatory/cardiovascular system was commonly affected
(33,19%), followed by digestive system (28,15%), and nervous system (10,08%). The
distribution of these babies based on sex commonly in male (57,14%) than female
(42,86%), the normal birth weight babies (≥2500 grams) were common (53,90%)
than the low birth weight babies (<2500 grams) (38,96%), term babies (gestational
age ≥37 weeks) recorded more common (68,18%) than preterm babies (<37 weeks)
(23,38%). In the maternal aspects, the age group were commonly in 20-30 year old
mothers (45,39%), mostly mothers did not have any history of drug consumption
(45,39%), traditional medicine consumption (herbs or jamu) (48,03%), the use of
whitening cosmetics (1,32%) and taking care of pet (2,62%). The distribution of
smoking mothers (active/passive smoker) was 3,95%. There were no information
recorded in the medical record about history of consanguinity and consumption of
energy drinks or coffee
Key words: congenital anomalies.
ix
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Jenis Kelainan Kongenital Berdasarkan ICD 10.................................27

Tabel 5.1 Distribusi Jenis Kelainan Kongenital..................................................72

Tabel 5.2 Distribusi Bayi Berdasarkan Jenis Kelamin........................................76

Tabel 5.2 Distribusi Bayi Berdasarkan Berat Lahir.............................................77

Tabel 5.3 Distribusi Bayi Berdasarkan Usia Gestasi...........................................78

Tabel 5.4 Distribusi Berdasarkan Usia Ibu..........................................................79

Tabel 5.5 Distribusi Berdasarkan Riwayat Ibu Mengonsumsi Obat-obatan.......80

Tabel 5.6 Distribusi Berdasarkan Riwayat Ibu Mengonsumsi Obat Tradisional

.............................................................................................................81

Tabel 5.7 Distribusi Berdasarkan Riwayat Ibu Merokok Aktif/Pasif.................82

Tabel 5.8 Distribusi Berdasarkan Riwayat Ibu Memakai Kosmetik Pemutih.....83

Tabel 5.9 Distribusi Berdasarkan Riwayat Ibu Memelihara Binatang

Peliharaan............................................................................................84

Tabel 5.10 Distribusi Berdasarkann Area Tempat Tinggal Ibu............................85

x
DAFTAR GAMBAR
Gambar 3.1 Kerangka Teori Penelitian...................................................................59

Gambar 3.2 Kerangka Konsep Penelitian................................................................60

Gambar 5.1 Distribusi Jenis Kelainan Kongenital..................................................75

xi
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Rekomendasi Penelitian .......................................................................109

Lampiran 2. Data Penelitian......................................................................................112

Lampiran 3. Biodata Penulis......................................................................................123

xii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL...................................................................................................... i
HALAMAN PENGESAHAN ....................................................................................... ii
HALAMAN PERSETUJUAN CETAK ...................................................................... iv
KATA PENGANTAR ................................................................................................. vi
ABSTRAK ................................................................................................................. viii
ABSTRACT ................................................................................................................. ix
DAFTAR TABEL ......................................................................................................... x
DAFTAR GAMBAR ................................................................................................... xi
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................................... xii
DAFTAR ISI .............................................................................................................. xiii
BAB 1 PENDAHULUAN ........................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ................................................................................................ 1
1.2 Rumusan Masalah ........................................................................................... 4
1.3 Tujuan Penelitian ............................................................................................ 4
1.4 Manfaat Penelitian .......................................................................................... 5
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA .................................................................................. 6
2.1 Definisi kelainan kongenital ........................................................................... 6
2.2 Embriogenesis ................................................................................................. 6
2.3 Embriogenesis Abnormal................................................................................ 8
2.4 Etiologi Kelainan Kongenital ......................................................................... 9
2.5 Klasifikasi Kelainan Kongenital ................................................................... 10
2.6 Faktor risiko kelainan kongenital.................................................................. 17
2.7 Jenis Kelainan Kongenital Menurut International Statistical Classification of
Disease and Relates Helath Problems 10th Revision (ICD-10).................... 27
2.8 Penilaian (assesment) Bayi dengan Kelainan Kongenital ............................ 54
2.9 Pencegahan Kelainan Kongenital ................................................................. 56
2.10 Penatalaksanaan Kelainan Kongenital .......................................................... 58
xiii
BAB 3 KERANGKA TEORI DAN KERANGKA KONSEP ................................... 59
3.1 Kerangka Teori ............................................................................................. 59
3.2 Kerangka Konsep .......................................................................................... 60
3.3 Definisi Operasional ..................................................................................... 61
BAB 4 METODE PENELITIAN............................................................................... 67
4.1 Desain penelitian ........................................................................................... 67
4.2 Waktu dan Lokasi Penelitian ........................................................................ 67
4.3 Populasi dan Sampel ..................................................................................... 67
4.4 Kriteria Sampel ............................................................................................. 68
4.5 Jenis data dan Instrumen Penelitian .............................................................. 68
4.6 Manajemen Penelitian ................................................................................... 69
4.7 Alur Penelitian .............................................................................................. 70
4.8 Etika Penelitian ............................................................................................. 70
BAB 5 HASIL PENELITIAN ................................................................................... 71
5.1 Distribusi Jenis Kelainan Kongenital............................................................ 71
5.2 Distribusi Bayi Berdasarkan Jenis Kelamin ................................................. 76
5.3 Distribusi Berat Bayi Lahir ........................................................................... 77
5.4 Distribusi Usia Gestasi .................................................................................. 78
5.5 Distribusi Usia Ibu ........................................................................................ 79
5.6 Distribusi Ibu yang Mengonsumsi Obat-obatan ........................................... 80
5.7 Distribusi Ibu yang Mengonsumsi Obat Tradisional .................................... 81
5.8 Distribusi Ibu Perokok Aktif atau Pasif ........................................................ 82
5.9 Distribusi Ibu yang Memakai Kosemtik Pemutih ......................................... 82
5.10 Distribusi Ibu yang Memelihara Binatang Peliharaan .................................. 83
5.11 Distribusi Area Tempat Tinggal Ibu ............................................................. 85
5.12 Distribusi Ibu dengan Riwayat Hubungan Keluarga dengan Suami
(Consanguinity)............................................................................................. 85
5.13 Distribusi Ibu dengan Riwayat Mengonsumsi Minuman Energi atau Kopi . 86
BAB 6 PEMBAHASAN ............................................................................................ 87
6.1 Jenis Kelainan Kongenital ............................................................................ 87

xiv
6.2 Jenis Kelamin ................................................................................................ 88
6.3 Berat Bayi Lahir ............................................................................................ 88
6.4 Usia Gestasi .................................................................................................. 89
6.5 Usia Ibu ......................................................................................................... 90
6.6 Riwayat Ibu Mengonsumsi Obat-obatan ...................................................... 91
6.7 Riwayat Ibu Mengonsumsi Obat Tradisional ............................................... 91
6.8 Riwayat Ibu Merokok ................................................................................... 92
6.9 Riwayat Ibu Memakai Kosmetik Pemutih .................................................... 93
6.10 Riwayat Ibu Memelihara Binatang Peliharaan ............................................. 93
6.11 Area Tempat Tinggal Ibu .............................................................................. 94
6.12 Riwayat Hubungan Keluarga Orang Tua (Consanguinity) ........................... 95
6.13 Riwayat Ibu Mengonsumsi Minuman Energi atau Kopi .............................. 95
BAB 7 KESIMPULAN DAN SARAN ..................................................................... 96
7.1 Kesimpulan ................................................................................................... 96
7.2 Saran ............................................................................................................. 98
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................. 99

xv
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Anak adalah aset bangsa dan generasi penerus cita-cita perjuangan bangsa yang

akan menentukan masa depan bangsa dan negara (Depkes, 2014). Di tangan anak-

anak yang sehat dan sejahtera akan melahirkan bangsa yang kuat, sejahtera dan

bermartabat. Suatu kenyataan saat ini bahwa harapan kelangsungan hidup anak-anak

Indonesia masih rendah sehingga masih banyak anak terlahir di negeri ini dalam

situasi yang tidak menguntungkan karena berbagai sebab seperti penyakit infeksi,

penyakit bawaan (kelainan kongenital), malnutrisi, berat badan lahir rendah dan lain-

lain sehingga kualitas hidup mereka dimasa depan akan rendah (IDAI, 2008).

Walaupun begitu, mortalitas anak di beberapa negara mulai menurun karena

suksesnya imunisasi, kontrol diare, infeksi saluran pernapasan akut, dan perbaikan

pelayanan yang terfokus pada Layanan Kesehatan Primer. Sebagai konsekuensi,

kelainan kongenital mengambil proporsi yang lebih besar dalam mortalitas anak

(World Bank dalam WHO, 2013)

Kelainan kongenital dapat didefinisikan sebagai kelainan struktural atau

fungsional termasuk kelainan metabolisme yang timbul saat lahir. Kelainan

kongenital dimulai saat prenatal yang disebabkan oleh defek embriogenesis atau

abnormalitas intrinsik saat proses perkembangan janin. Kelainan ini dapat merupakan

isolated abnormalities (defek tunggal) atau menjadi salah satu bagian dari sindrom

1
yang dapat menjadi penyebab penting dari mortalitas dan morbiditas pada neonatus

dan anak (Rosano A, dkk., 2000. Agha MM, dkk., 2006)

Kelainan kongenital berhubungan dengan genetik, dan lingkungan luar. Banyak

bayi yang lahir dengan defek yang serius akibat terjadinya gangguan post konsepsi

karena terpapar oleh agen lingkungan yang bersifat teratogenik, seperti alkohol,

rubella, sifilis, dan defisiensi iodium yang bisa mengganggu perkembangan janin.

Bayi-bayi yang bertahan hidup akan hidup dengan gangguan mental, fisik,

pendengaran, maupun penglihatan seumur hidupnya (Christianson, Howson dan

Modell, 2006). Pada negara berkembang angka kejadian bayi dengan kelainan

kongenital lebih tinggi daripada negara maju. Hal ini disebabkan oleh perbedaan yang

sangat tajam antara kesehatan ibu dan faktor risiko signifikan lainnya, termasuk

kemiskinan, presentase ibu dengan usia yang tua di beberapa negara, pernikahan

dengan hubungan keluarga, dan lain-lain (WHO, 2013).

Angka kematian bayi baru lahir dengan kelainan kongenital di dunia yaitu

sekitar 303.000 jiwa pada 4 minggu pertama setelah lahir setiap tahunnya. Kelainan

kongenital yang paling sering yaitu kelainan jantung bawaan, neural tube defect, dan

Down Syndrome (WHO, 2016). Data laporan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas)

menyatakan bahwa sebesar 1,4% bayi baru lahir usia 0-6 hari pertama kelahiran dan

19% bayi baru lahir usia 7-28 hari meninggal disebabkan karena kelainan kongenital

(Depkes, 2016). Data World Health Organization South-East Asia Region (WHO

SEARO) tahun 2010 memperkirakan prevalensi kelainan kongenital di Indonesia

2
adalah 59,3 per 1000 kelahiran hidup. Jika setiap tahun lahir 5 juta bayi di Indonesia,

maka akan ada sekitar 295.000 kasus kelainan bawaan pertahun.

Kementerian Kesehatan RI telah melakukan surveilans sentinel bersama 13

Rumah Sakit (RS) terpilih di 9 provinsi sejak September 2014. Terdapat 15 jenis

kelainan bawaan yang disurveilans dengan kriteria antara lain kelainan bawaan yang

dapat dicegah, mudah dideteksi dan dapat dikoreksi (preventable, detecteble dan

correctable) dan merupakan masalah kesehatan masyarakat. Dari data tersebut,

terdapat 231 bayi mengalami kelainan bawaan. Sebagian besar lahir dengan 1 jenis

kelainan bawaan (87%) dan ditemukan pula bayi lahir dengan lebih dari 1 jenis

kelainan bawaan (13%). Kelainan bawaan yang paling banyak ditemukan adalah dari

kelompok sistem muskuloskeletal (talipes equinovarus) 22,3%, sistem saraf

(anensefali, spina bifida dan meningokel) 22%, celah bibir dan langit-langit 18,5%

dan omfalokel 12,5% (Depkes, 2016).

Bayi-bayi dengan kelainan kongenital menjadi masalah khususnya untuk negara

berkembang karena angka kejadiannya yang cukup tinggi dan membuat sumberdaya

berkurang. Bayi dengan kelainan kongenital yang bertahan hidup, saat tumbuh akan

mengalami ketergantugan terhadap orang lain, ataupun alat bantu (WHO, 2013).

Dengan pertimbangan angka kejadian yang cukup tinggi dan masalah yang

ditimbulkan, sangat perlu dilakukan pencegahan yang lebih optimal, dan promosi

tentang insidensi maupun profil kelainan bayi dengan kelainan kongenital yang masih

perlu dikembangkan. Namun untuk memperoleh informasi tentang profil kelainan

kongenital di Makassar belum optimal, padahal dasar dari semua jenis penelitian

3
yang merujuk pada preventable, detectable, dan correctable, diawali dengan riset

dasar. Dengan ini peneliti merasa tertarik untuk melakukan penelitian mengenai

“Profil bayi baru lahir dengan kelainan kongenital yang dirawat di Rumah Sakit

Umum Pusat Dr. Wahidin Sudirohusodo tahun 2016.”

1.2 Rumusan Masalah

Bagaimana profil bayi baru lahir dengan kelainan kongenital di Rumah Sakit

Umum Pusat (RSUP) Dr. Wahidin Sudirohusodo Tahun 2016.

1.3 Tujuan Penelitian

1.1.1 Tujuan umum

Untuk mengetahui gambaran kelainan kongenital pada bayi baru lahir yang

dirawat di RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo tahun 2016.

1.1.2 Tujuan Khusus

Untuk mengetahui:

1) Distribusi jenis kelainan kongenital pada bayi baru lahir di RSUP Dr.

Wahidin Sudirohusodo tahun 2016.

2) Distribusi faktor bayi baru lahir dengan kelainan kongenital yang

dirawat di RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo tahun 2016 meliputi usia

gestasi, jenis kelamin, dan berat bayi lahir.

3) Distribusi faktor ibu dari bayi baru lahir dengan kelainan kongenital

meliputi usia ibu dan hubungan keluarga ibu dan ayah

(consanguineous marriage),

4
4) Distribusi faktor lingkungan meliputi adanya paparan teratogen

melalui merokok pasif atau aktif, area tempat tinggal, binatang

peliharaan, riwayat mengonsumsi obat-obatan, riwayat mengonsumsi

obat tradisional seperti jamu atau obat-obatan herbal, minuman energi

dan kopi, dan riwayat penggunaan kosmetik pemutih.

1.4 Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini yaitu:

1. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumber informasi untuk

penelitian-penelitian selanjutnya tentang prevalensi dan profil kelainan

kongenital secara nasional.

2. Menjadi masukan sumber data mengenai profil bayi baru lahir dengan

kelainan kongenital kepada RS Wahidin Sudirohusodo

3. Hasil Penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumbangan ilmiah dan

memperkaya ilmu pengetahuan di bidang kesehatan.

5
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi kelainan kongenital

Kelainan kongenital atau bawaan adalah kelainan yang sudah ada sejak lahir

yang dapat disebabkan oleh faktor genetik maupun non genetik (Effendi, 2006).

Menurut International Classification of Diseases revisi kesepuluh (ICD10), kelainan

kongenital meliputi malformasi kongenital, deformasi, dan abnormalitas kromosom

dengan pengecualian kelainan metabolisme sejak lahir. Pengertian yang lebih luas

dari defek lahir yang dinyatakan oleh The March of Dimes (MOD) yaitu meliputi

abnormalitas struktur dan fungsi termasuk metabolisme, yang muncul saat lahir.

2.2 Embriogenesis

Embriogenesis normal merupakan proses yang sangat kompleks. Perkembangan

prenatal terdiri atas tiga tahap, yaitu:

1. Tahap implantasi (implantation stage), dimulai pada saat fertilisasi atau

pembelahan sampai akhir minggu ketiga kehamilan.

2. Tahap embrio (embryonic stage), awal minggu ke empat sampai minggu ke

tujuh kehamilan:

a) Terjadi diferensiasi jaringan dan pembentukan organ definitif.

b) Jaringan saraf berproliferasi sangat cepat dengan menutupnya tabung saraf

(neural tube), dan fleksi dari segmen anterior membentuk bagian-bagian

otak.

6
c) Jantung mulai berdenyut, sehingga darah dapat bersirkulasi melalui sistem

vaskular yang baru terbentuk meskipun struktur jantung belum terbentuk

sempurna.

d) Terlihat primordial dan struktur wajah, ekstremitas dan organ dalam.

3. Tahap fetus (fetal stage), dimulai minggu kedelapan sampai lahir. Pada tahap

ini diferensiasi seluruh organ telah sempurna, bertambah dalam ukuran;

pertumbuhan progresif struktur skeletal, muskulus dan terutama otak.

Perkembangan embrio awal meliputi beberapa fenomena yang berbeda:

a) Sel-sel membentuk berbagai jaringan, organ dan struktur tubuh

b) Proliferasi sel sederhana terjadi dengan kecepatan yang berbeda pada

berbagai bagian tubuh, baik sebelum maupun sesudah diferensiasi menjadi

jaringan spesifik.

c) Beberapa tipe sel seperti melanosit, mengalami migrasi ke sekitarnya

sampai akhirnya sampai ke lokasi yang jauh dari tempat semula.

d) Kematian sel yang terprogram, merupakan faktor penting dalam

pembentukan beberapa struktur, seperti pada pemisahan jari tangan.

e) Penyatuan (fusi) antara jaringan yang berdekatan juga merupakan

mekanisme penting dalam pembentukan beberapa struktur seperti bibir

atas dan jantung.

Seluruh proses perkembangan normal terjadi dengan urutan yang spesifik, khas

untuk setiap jaringan atau struktur dan waktunya mungkin sangat singkat. Oleh sebab

itu meskipun terjadinya perlambatan proses diferensiasi sangat singkat, dapat


7
menyebabkan pembentukan yang abnormal tidak hanya pada struktur tertentu, tetapi

juga pada berbagai jaringan sekitarnya.

Sekali sebuah struktur sudah selesai terbentuk pada titik tertentu, maka proses

itu tidak dapat mundur kembali meskipun struktur tersebut dapat saja mengalami

penyimpangan, dirusak atau dihancurkan oleh tekanan mekanik atau infeksi (Effendi,

2006).

2.3 Embriogenesis Abnormal

Kegagalan atau ketidaksempurnaan dalam proses embriogenesis dapat

menyebabkan terjadinya malformasi pada jaringan atau organ. Sifat dari kelainan

yang timbul tergantung pada jaringan yang terkena, penyimpangan, mekanisme

perkembangan, dan waktu pada saat terjadinya. Penyimpangan pada tahap implantasi

dapat merusak embrio dan menyebabkan abortus spontan. Diperkirakan 15% dari

seluruh konsepsi akan berakhir pada periode ini.

Bila proliferasi sel tidak adekuat dapat mengakibatkan terjadinya defisiensi

struktur, dapat berkisar dari tidak terdapatnya ekstremitas sampai ukuran daun telinga

yang kecil. Abnormal atau tidak sempurnanya diferensiasi sel menjadi jaringan yang

matang mungkin akan menyebabkan lesi hamartoma lokal seperti hemangioma atau

kelainan yang lebih luas dari suatu organ. Kelainan induksi sel dapat menyebabkan

beberapa kelainan seperti atresia bilier, sedangkan penyimpangan imigrasi sel dapat

menyebabkan kelainan seperti pigmentasi kulit.

Proses “kematian sel” yang tidak adekuat dapat menyebabkan kelainan, antara

lain sindaktili dan atresia ani. Fungsi jaringan yang tidak sempurna akan
8
menyebabkan celah bibir dan langit-langit. Beberapa zat teratogen dapat mengganggu

perkembangan, tetapi efeknya sangat dipengaruhi oleh waktu pada saat aktivitas

teratogen berlangsung selama tahap embrio (Effendi, 2006).

2.4 Etiologi Kelainan Kongenital

Penyebab kelainan kongenital dibagi atas 4 katergori yaitu; genetik,

lingkungan, multifaktorial, dan tidak diketahui. Pada awalnya, sebanyak 50-60% dari

semua kelainan kongenital dianggap etiologinya tidak diketahui, tetapi dengan

semakin majunya ilmu genetik, etiologi dari beberapa sindrom telah dapat

diidentifikasi. Berdasarkan data terbaru, genetik dianggap menjadi penyebab kelainan

kongenital sebanyak 10-30%, faktor lingkungan 5-10%, pewarisan sifat multifaktorial

20-35% dan tidak diketahui 30-45% dari kasus (Kumar P, Burton BK, 2008).

2.4.1 Genetik

Faktor genetik berperan dalam sebagian besar malformasi kongenital

dengan penyebab yang diketahui, dan berperan penting pada gangguan

pewarisan sifat yang multifaktorial (multifactorial inheritance). Abnormalitas

kromosom yang menyebabkan kelainan kongenital dapat berupa numerikal

atau struktural. Contoh dari abnormalitas kromosom numerikal yaitu Down

Syndrome (Trisomi 21), dan Turner Syndrome (monosomi 45 XO). Contoh

dari abnormalitas kromosom struktural seperti translokasi, delesi, mikrodelesi,

duplikasi, atau inversi (Kumar P, Burton BK, 2008).

9
2.4.2 Lingkungan

Faktor lingkungan juga berperan penting dalam etiopatogenesis kelainan

kongenital. Paparan ibu oleh agen lingkungan dapat mengganggu proses

pertumbuhan normal dan menghasilkan kelainan kongenital mayor dan minor.

Agen-agen yang berpotensi menginduksi anomali struktur anatomi janin

disebut sebagai teratogen. Belum ada mekanisme yang jelas masing-masing

teratogen dalam menyebabkan anomali. Risiko memiliki kelainan kongenital

setelah terpapar agen teratogen tergantung kondisi alam dan dosis dari agen

tersebut, waktu dan lama durasi paparan, adanya paparan yang bersamaan,

dan gen yang rentan dari embrio. Interaksi antara gen dan faktor lingkungan

berperan pada kebanyakan kelainan kongenital yang berhubungan dengan

paparan teratogen (Kumar P, Burton BK, 2008).

2.4.3 Multifaktorial

Gangguan multifaktorial timbul sebagai hasil interaksi dari faktor

genetik dan lingkungan. Kelainan kongenital ini termasuk bibir sumbing (cleft

lip dan cleft palate), spina bifida, dan paling banyak gangguan pada anak dan

dewasa seperti asma, aterosklerosis, diabetes, dan kanker. (Levy PA dan

Marion RW, 2015)

2.5 Klasifikasi Kelainan Kongenital

2.5.1 Klasifikasi berdasarkan tahap perkembangan

Kelainan kongenital dapat dibagi mejadi tiga kategori berdasarkan tahap

perkembangan dimana gangguan terjadi.

10
1) Malformasi

Malformasi adalah defek morfologi dari suatu organ, bagian dari

organ, atau suatu regio tubuh akibat proses berkembangan intrinsik

yang abnormal. Paling sering sebagai hasil dari gangguan

embriogenesis dan biasanya terjadi pada usia gestasi minggu ke

delapan dengan pengecualian otak, genitalia dan gigi. Karena

malformasi terjadi pada tahap awal perkembangan janin, maka struktur

yang terkena dapat memiliki konfigurasi mulai dari absennya struktur

secara komplit, sampai pembentukan yang tidak komplit. Contoh dari

malformasi kategori ini termasuk agenesis renal dan neural tube

defect. Malformasi disebabkan oleh faktor genetik, pengaruh

lingkungan, atau kombinasi keduanya (Kumar P, Burton BK, 2008).

2) Disrupsi

Defek struktur juga dapat disebabkan oleh destruksi pada

jaringan yang semula berkembang normal. Berbeda dengan deformasi

yang hanya disebabkan oleh tekanan mekanis , pada disrupsi dapat

disebabkan oleh iskemia, perdarahan atau perlekatan. Kelainan akibat

disrupsi biasanya mengenai beberapa jaringan yang berbeda. Penyebab

terseing adalah robeknya selaput amnion pada kehamilan muda

sehingga tali amnion dapat mengikat erat janin, memotong kuadran

bawah fetus, menembus kulit, muskulus, tulang dan jaringan lunak

(Effendi, 2006).

3) Deformasi
11
Deformasi didefinisikan sebagai bentuk, kondisi, atau posisi

abnormal bagian tubuh yang disebabkan oleh gaya mekanik sesudah

pembentukan normal terjadi (Effendi, 2006). Anomali ini timbul

setelah organogenesis dan paling sering melibatkan jaringan

muskuloskeletal. Penyebab utama deformasi adalah abnormalitas

struktural dari uterus seperti fibroid, uterus bicornis, kehamilan

kembar, dan oligohidramnion. Deformasi dapat reversibel setelah

kelahiran tergantung durasi dan luasnya deformasi sebelum kelahiran.

Dengan demikian deformasi dan disrupsi mempengaruhi

perkembangan struktur yang normal tanpa adanya abnormalitas

intrinsik jaringan. Anomali seperti ini tidak memiliki dasar genetik,

tidak pula berhubungan dengan defisit kognitif, dan risiko rekurennya

rendah (Kumar P, Burton BK, 2008).

2.5.2 Klasifikasi berdarkan perubahan histologis

Beberapa anomali tertentu memiliki perubahan yang jelas berdasarkan

perkembangan sel dan jaringannya yang dapat diidentifikasi melalui analisis

histologis dan presentasi klinis. Dengan adanya hal ini, dapat dijelaskan

patogenesis dari beberapa kelainan kongenital.

1) Aplasia

Aplasia menandakan absennya proliferasi sel yang berakhir pada

absennya organ atau morfologi tertentu seperti agenesis renal.

12
2) Hipoplasia

Hal ini merujuk pada insufisiensi atau berkurangnya proliferasi sel

yang menghasilkan organ yang undergrowth, seperti pulmonary

hypoplasia .

3) Hiperplasia

Hiperplasia adalah proliferasi sel yang eksesif dan overgrowth

dari organ atau morfologi tertentu.

Kata hipoplasia ataupun hiperplasia digunakan pada sel normal

yang kurang berproliferasi (undergrowth) atau berproliferasi berlebih

(overgrowth). Perubahan proliferasi sel normal akan mengakibatkan

displasia. (Kumar P, Burton BK, 2008).

4) Displasia

Displasia merujuk pada abnormalnya organisasi sel atau

histogenesis pada suatu tipe jaringan spesifik di seluruh tubuh seperti

Sindrom Marfan, congenital ectodermal dysplasia, dan skeletal

dysplasia.

2.5.3 Kelainan kongenital berdasarkan klinis

1) Kelainan tunggal (single defect system)

Defek ini mendasari grup paling besar kelainan kongenital yang ditandai

oleh terlibatnya satu sistem organ atau hanya satu regio tubuh seperti bibir

13
sumbing (cleft lip/palate) dan kelainan jantung bawaan. Anomali ini biasanya

memiliki etiologi multifaktorial. (Kumar P dan Burton BK, 2008

2) Sindrom malformasi multipel (multiple malformation syndrome)

Istilah “syndrome” berasal dari bahasa Yunani yang berarti “berjalan

bersama”. Pada pengertian yang lebih sempit, sindrom bukanlah suatu

diagnosis, tetapi hanya sebuah label yang tepat (Effendi, 2006). Kata sindrom

digunakan jika suatu kombinasi kelainan kongenital timbul berulang pada

pola yang sama dan biasanya etiologinya umum, riwayat alami sama, dan

adanya risiko rekuren yang diketahui. (Kumar P dan Burton BK, 2008).

Apabila penyebab dari suatu sindrom diketahui, sebaiknya dinyatakan dengan

nama yang lebih pasti, seperti “Hurler syndrome” menjadi

“Mucopolysaccharidosis type I”. Sindrom biasanya dikenal setelah laporan

oleh beberapa penulis tentang berbagai kasus yang mempunyai banyak

persamaan. Sampai tahun 1992 dikenal lebih dari 1.000 sindrom dan hampir

100 diantaranya merupakan kelainan kongenital kromosom. Sedangkan 50%

kelainan kongenital multipel belum dapat digolongkan ke dalam sindrom

tertentu. (Effendi, 2006)

3) Asosiasi (association)

Asosiasi adalah kombinasi kelainan kongenital yang sering terjadi

bersama-sama. Istilah asosiasi untuk menekankan kurangnya keseragaman

dalam gejala klinik antara satu kasus dengan kasus yang lain. Sebagai contoh

“Asosiasi VACTERL” (vertebral anomalies, anal atresia, cardiac

malformation, tracheoesophageal fistula, renal anomalies, limbs defects).


14
Sebagian besar anak dengan diagnosis ini tidak mempunyai keseluruhan

anomali tersebut, tetapi lebih sering mempunyai variasi dari kelainan di atas.

(Effendi, 2006)

4) Sekuensial (sequential)

Sekuensial adalah suatu pola dari kelainan multiple dimana kelainan

utamanya diketahui. Sebagai contoh, pada “Potter Sequence” kelainan

utamanya adalah aplasia ginjal. Tidak adanya produksi urin mengakibatkan

jumlah cairan amnion setelah kehamilan pertengahan akan berkurang dan

menyebabkan tekanan intrauterine dan akan menimbulkan deformitas seperti

tungkai bengkok dan kontraktur pada sendi serta menekan wajah (Potter

Facies). Oligoamnion juga berefek pada pematangan paru sehingga

pematangan paru terhambat. Oleh sebab itu bayi baru lahir dengan “Potter

Sequence” biasanya lebih banyak meninggal karena distress respirasi

dibandingkan karena gagal ginjal. Sebagian besar kelainan sekuensial tidak

diketahui penyebabnya, kemungkinan disebabkan oleh multifaktorial

(Effendi, 2006).

5) Kompleks (Complexes)

Istilah ini menggambarkan adanya pengaruh berbahaya yang mengenai

bagian utama dari suatu regio perkembangan embrio, yang mengakibatkan

kelainan pada berbagai struktur berdekatan yang mungkin sangat berbeda asal

embriologinya tetapi mempunyai letak yang sama pada titik tertentu saat

perkembangan embrio. Beberapa kompleks disebabkan oleh kelainan

vaskuler. Penyimpangan pembentukan pembuluh darah pada saat


15
embriogenesis awal, dapat menyebabkan kelainan pembentukan struktur yang

diperdarahi oleh pembuluh darah tersebut. Sebagai contoh, absennya sebuah

arteri secara total dapat menyebabkan tidak terbentuknya sebagian atau

seluruh tungkai yang sedang berkembang. Penyimpangan arteri pada masa

embrio mungkin akan mengakibatkan hipoplasia dari tulang dan otot yang

diperdarahinya. Contoh dari kompleks, termasuk hemifacial microsomia,

sacral agenesis, sirenomelia, Poland Anomaly, dan Moebius Syndrome

(Effendi, 2006).

2.5.4 Kelainan kongenital berdasarkan berat ringannya

1) Malformasi mayor

Malformasi mayor adalah abnormalitas anatomi yang cukup berat

yang dapat mengurangi angka harapan hidup atau berkompromi dengan

fungsi normal seperti neural tube defect, agenesis renal, dan lain-lain

(Kumar P dan Burton BK, 2008). Kelainan mayor adalah kelainan yang

memerlukan tindakan medis segera demi mempertahankan kelangsungan

hidup penderitanya. (Effendi, 2006).

2) Malformasi minor

Malformasi minor adalah berubahan struktural yang tidak

membutuhkan pengobatan, atau dapat diobati dengan mudah. Malformasi

minor paling sering mengenai daerah yang kompleks, seperti wajah dan

ekstremitas bagian distal. Malformasi minor relatif sering dan insidensnya


16
cukup tinggi pada bayi-bayi prematur dan bayi-bayi dengan retardasi

pertumbuhan dalam janin (intrauterine growth retadration) (Kumar P dan

Burton BK, 2008). Contoh malformasi ini yaitu Single transverse palmar

creases, low set ears, hypertelorism. (Levy PA dan Marion RW, 2015).

2.6 Faktor risiko kelainan kongenital

2.6.1 Faktor bayi

a) Usia gestasi

Dalam beberapa studi ditunjukkan bahwa bayi-bayi preterm (<37

minggu usia gestasi) dengan kelainan kongenital memiliki angka kejadian

lebih tinggi dibandingkan dengan bayi-bayi aterm (>37 minggu), dan

perbedaannya secara statistik signifikan (Marwah A, 2016).

b) Jenis kelamin

Dalam beberapa studi, insidens kelainan kongenital pada bayi laki-

laki lebih besar daripada bayi perempuan, namun perbedaan ini secara

statistik tidak signifikan. (Gandhi MK, dkk., 2016. Marwah A, 2016).

c) Berat bayi lahir

Dalam beberapa studi dikatakan bahwa insidens kelainan kongenital

pada bayi dengan berat bayi lahir rendah (<2,5 kg) lebih tinggi

dibandingkan bayi dengan berat bayi lahir >2,5 kg. Namun perbedaan ini

secara statistik tidak signifikan (Gandhi MK, dkk., 2016. Marwah A,

2016).

17
2.6.2 Faktor ibu

a) Usia ibu

Ibu dengan usia muda banyak ditemukan di negara industri dan

menghabiskan biaya sosioekonomi yang cukup tinggi karena kehamilan

usia muda rentan mengalami efek yang berlawanan seperti retardasi

pertumbuhan dalam janin, bayi berat lahir rendah, dan persalinan yang

preterm (Chandra dkk., 2002; Khashan dkk., 2010). Dalam studi

retrospektif di Amerika, terdapat hubungan yang sangat kuat antara ibu

usia muda, 13 sampai 19 tahun dengan defek lahir tertentu, seperti

malformasi sistem saraf pusat, traktur gastrointestinal, dan sistem

muskuloskeletal. (Chen dkk., 2007). Beberapa studi menyatakan bahwa

efek kehamilan yang tidak diinginkan pada ibu usia muda terjadi

berhubungan dengan pola hidup (life style), latar belakang genetik, status

ekonomi yang rendah, rendahnya asuransi kesehatan dan prenatal care,

termasuk suplementasi dengan asam folat yang mengandung multivitamin.

(Loane dkk., 2009; Reichman and Pagnini, 1997; Nilsen dkk., 2006;

Raatikainen dkk., 2006; Wahn and; Nissen, 2008)

Ibu hamil dengan usia tua dihubungkan dengan masalah fertilitas,

kelahiran multipel, dan abnormalitas kromosom, walaupun demikian lebih

banyak wanita mengalami persalinan yang lama (American Society for

Reproductive Medicine, 2003; Tough dkk., 2007). Terdapat 14,9% angka

kelahiran hidup oleh ibu dengan usia 35 tahun ke atas. (National Center

for Health Statistics, 2010). Dikatakan bahwa usia ibu hamil yang lebih
18
tua berhubungan dengan defek kromosom seperti trisomi 13, 18 dan 21

(Hagen et al., 2011). Besarnya risiko usia tua ibu hamil bagi terjadinya

defek spesifik non kromosom masih belum jelas. (Gill SK. Dkk. 2012)

b) Hubungan keluarga orang tua (Consanguineous parents)

Istilah consanguinuinity digunakan untuk menggambarkan mereka

yang menikah yang memiliki setidaknya satu nenek moyang yang sama.

Perkawinan dengan hubungan keluarga dalam genetika populasi berangkat

dari perkawinan yang tidak acak dengan pasangan yang lebih mirip secara

genetik dibandingkan mereka yang kawin secara acak dalam populasi.

Keturunan dari consanguineous parents mungkin berisiko tinggi terhadap

kelainan gentik karena ekspresi mutasi gen resesif autosomal yang

diwarisi dari nenek moyang yang sama. Semakin dekat hubungan biologis

antara orang tua, semakin besar kemungkinan bahwa keturunan mereka

akan mewarisi salinan identik dari satu atau lebih gen resesif yang

merugikan. Sebagai contoh, sepupu pertama diprediksi akan berbagi 12,5

% gen mereka. Jadi, secara rata-rata keturunan mereka akan homozigot

(atau lebih tepatnya autozigot) pada 6,25% lokus gen (yaitu mereka akan

menerima salinan gen yang identik dari setiap orang tua di tempat-tempat

ini dalam genom mereka) (Robin LB, 2002).

2.6.3 Faktor Lingkungan

Paparan ibu oleh agen lingkungan dapat mengganggu proses

pertumbuhan normal. Risiko memiliki kelainan kongenital setelah terpapar

agen teratogen tergantung kondisi alam dan dosis dari agen tersebut, waktu
19
dan lama durasi paparan, adanya paparan yang bersamaan, dan gen yang

rentan dari embrio.

1) Merokok (aktif dan pasif)

Merokok selama kehamilan menyebabkan paparan zat-zat seperti

nikotin dan karbon monoksida yang dikaitkan dengan sejumlah

komplikasi serius selama kehamilan (Rogers JM, 2009). Peningkatan

kejadian aborsi spontan, kelahiran prematur, abrupsio plasenta, growth

restriction, ruptur membran prematur, keguguran, dan kelahiran mati

adalah beberapa akibat dari paparan asap tembakau dan meningkatkan

morbiditas dan mortilitas perinatal (Adgent MA, 2006. Glinianaia SV

dkk., 2004. Nabet C dkk., 2005) Mekanisme biologis bagaimana asap

tembakau mempengaruhi perkembangan janin telah diperiksa dalam

penelitian terhadap manusia dan laboratorium yang ekstensif, yang

menunjukkan bahwa banyak dari 7000 bahan kimia dapat melewati

penghalang plasenta dan memiliki efek berbahaya langsung pada bayi

yang belum lahir. (BMA, 2004; Quinton et al., 2008; Talbot, 2008;

Rogers, 2009) Di England dan Wales, 3759 bayi lahir dengan kelainan

kongenital non kromosom pada tahun 2008; lima defek yang paling sering

yaitu pada sistem kardiovaskular (27%), ekstremitas (22%), sistem

urinarius (17%), sistem genitalia (11%) dan celah orofasial (11%) (ONS,

2010).

20
2) Obat-obatan

Obat-obatan termasuk agen teratogen apabila dikonsumsi selama

kehamilan. Dikatakan bahwa fenitoin (hidantoin) dengan periode kritis

trimester 1, dapat mengakibatkan malformasi hiplasia falang distal, hidung

pesek, pangkal hidung datar dan lebar, ptosis, bibir sumbing dan langit-

langit sumbing, retardasi mental, kemudian akan mempunyai risiko tinggi

terhadap keganasan terutama neuroblastoma. Talidomid pada periode

kritis 34-50 hari HPHT (hari pertama haid terakhir) dapat menyebabkan

malformasi berupa fokomelia, penyakit jantung bawaan, stenosis ani,

atresia meatus akustikus eksterna. Jika terpapar warfarin pada 6-9 minggu,

mengakibatkan anomali struktur pada 30%, setelah 16 minggu mungkin

hanya mengakibatkan retardasi mental. Klorokuin dapat mengakibatkan

ketulian, kekeruhan kornea, dan korioretinitis. Litium dapat

mengakibatkan kelainan jantung bawaan. Natrium valproat dapat

mengakibatkan neural tube defect, hipospadia, mikrosomia, hidung kecil,

jari tangan panjang dan kurus, keterlambatan perkembangan (Connor JM,

Smith MAF, 1997)

Penggunaan ACE-inhibitor (ACEI) untuk mengobati tekanan darah

tinggi juga dikatakan menyebabkan defek lahir. Penggunaan ACEI

menjadi kontraindikasi pada kehamilan trimester dua dan trimester ketiga.

Paparan ACEI terhadap janin dikatakan berhubungan dengan fetopati,

yaitu suatu keadaan yang terdiri atas oligohidramnion, retardasi

21
pertumbuhan dalam janin, hipokalvaria, displasia renal, anuria, gagal

ginjal, dan kematian (Briggs GG, 2002. Tabacova S, dkk., 2003)

Kebalikannya, penggunaan ACEI pada trimester pertama kehamilan belum

dihubungkan dengan efek buruk pada kelahiran. Efek pada janin dikatakan

sebagai konsekuensi langsung dari anuria dan oligohidramnion yang

dihasilkan oleh ACEI yang mengganggu fungsi ginjal janin (Tabacova S,

dkk., 2003. Martin RA, dkk., 1992. Bhatt-MV, Deluga KS, 1993). Karena

produksi urin merupakan proses yang bertahap yang berkembang pada

kehamilan yang lanjut, (Moore KL, Persaud TVN, 1998) maka ginjal janin

yang masih berkembang belum sensitif terhadap ACEI sebelum trimester

kedua kehamilan (Cooper WO, dkk., 2006)

Penyalahgunaan obat-obatan juga ternyata berdampak negatif bagi

janin. Seperti ganja (marijuana) dimana zat aktifnya berupa 8,9-

tetrahidrokanabinol, yang larut lemak, dapat melewati plasenta dengan

mudah dan dapat bertahan pada janin selama 30 hari. Retardasi

pertumbuhan dan malformasi dilaporkan terjadi setelah penggunaan ganja

selama kehamilan khususnya pada trimester 1. (Idanpaan HJ, dkk., 1969,

Klausner HA dan Dingell JV, 1973. Robinson LL, dkk., 1989).

Penggunaan Lysergic acid diethlamide (LSD) pada ibu hamil dilaporkan

melahirkan anak dengan anomali. Anomali tersebut beragam, berupa

defek pada ekstremitas, mata, saraf pusat, dan artrogryposis (Zellweger H,

dkk., 1967) Kokain pada janin dimetabolisme dengan lambat karena janin

memiliki aktifitas kolinesterase plasma yang rendah (Cregler LL dan Mark


22
H, 1986). Kokain memblok reuptake neurotransmitter di presinaps pada

saraf terminal, yang menghasilkan peningkatan level norepinefrin dan

dopamin (Hodach RJ, dkk., 1975). Sehinga dapat mengubah availabilitas

dan pemakaian kalsium, dan menurunkan aliran darah dari uterus ke

plasenta (Little BB, 1989). Komplikasinya berupa abrupsio plasenta,

hemoragik otak, IUGR, defek ekstremitas dan atresia usus. Selain itu

dapat meningkatkan kejadian prematuritas, mikrosefal, dan kematian bayi

tiba-tiba (Volpe JJ, 1992).

3) Obat tradisional (herbal dan jamu), minuman energi, dan kopi

Obat-obatan tradisional khususnya obat herbal sangat banyak

dikonsumsi di negara berkembang. Ada alasan terntentu mengapa

beberapa komunitas di negara berkembang tertarik dengan penggunaan

obat herbal. Di negara berkembang keamanan dan efektifitas beberapa

herbal dikatakan cukup baik. Beberapa herbal yang telah diteliti dengan

baik yaitu bawang putih (Allium sativum), jahe (Zingiber officinale), ginko

biloba (Ginko biloba), dan ginseng (Panax ginseng) (Tiran D, 2003).

Dalam suatu studi dikatakan bahwa masyarakat menggunakan obat-obatan

herbal digunakan atas indikasi tertentu seperti untuk memfasilitasi

persalinan, menurunkan nyeri otot dan tubuh, mendukung kesehatan fisik

bayi dan intelegensianya, dan untuk tujuan aborsi (Rahman AA, dkk.,

2008). Penggunaan obat herbal pada kehamilan trimester pertama

dikatakan dapat mengakibatkan malformasi kongenital (Noordalilati MN,

dkk., 2004), sedangkan penggunaan pada kehamilan trimester dua atau


23
ketiga dapat mengakibatkan fetotoksik seperti IUGR (Sulaiman SA, dkk.,

2001), distres janin (Mabina MH, dkk., 1997), hipoksia janin (Varga CA

dan Veale DJH, 1997), dan kematian dalam rahim (Azriani AR, dkk.,

2008).

Minuman energi dikatakakan memiliki risiko yang tinggi terhadap

kesehatan. Kopi dan minuman energi mengandung kafein. Kopi lebih

banyak dikonsumsi dalam kondisi masih panas, dan diminum perlahan.

Telah jelas dibuktikan bahwa kafein memiliki efek samping terhadap

kesehatan. Pada remaja kafein dapat meningkatkan tekanan darah dan

gangguan tidur. Pada wanita hamil, konsumsi kafein yang tinggi dapat

menyebabkan keguguran, lahir mati, dan bayi dengan kecil masa

kehamilan. (Aria AM, O’Brien MC, 2011) Pada suatu studi juga dikatakan

bahwa konsumsi kafein menyebabkan defek lahir, seperti microtia, atresia

esofagus, kraniosinostosis, hernia diafragmatika, omfalokel dan

gastroskisis. (Browne ML dkk., 2011)

4) Tempat tinggal

Terdapat dampak potensial pada kesehatan reproduksi dari paparan

kontaminan di tempat-tempat dengan limbah yang berbahaya, dimana

produk yang paling banyak ditemukan adalah residu pelarut, pestisida, dan

logam.

Ibu hamil yang tinggal di daerah persawaan atau di daerah

perkebunan akan lebih mudah terpapar oleh zat-zat agrikultural termasuk

pestisida. Dikatakan bahwa wanita yang terpapar pestisida enam kali lebih
24
berisiko melahirkan bayi dengan defek lahir dibandingkan mereka yang

tidak terpapar (Heeren GA, dkk., 2003)

Telah dianalisis lokasi geografis (daerah berisiko) dengan

kemungkinan hubungan faktor lingkungan (kontaminasi bahan kimia)

dengan kejadian kelainan kongenital. Daerah diklasifikasikan menurut

pencemaran lingkungan rata-rata (udara, biota, minyak, air, dan

kontaminan kimia tertentu). Risiko relatif besar ditemukan untuk kasus-

kasus yang berada di daerah berisiko tersebut. Kemungkinan terjadinya

malformasi pada daerah ini lebih besar, dengan fokus khusus zat kimia

seperti sianida dan senyawa anorganik lainnya. (Croen dkk. 1997)

5) Penggunaan kosmetik

Dalam dekade terakhir ditunjukkan bahwa masalah reproduksi dan

perkembangan menjadi lebih sering, sebagai contoh data dari Centers for

Disease Control and Prevention (CDC) ditunjukkan bahwa masalah

diantara tahun 1970 dan 1993 yaitu masalah reproduksi laki-laki termasuk

undescended testis dan hipospadia. Zat-zat dari lingkungan dengan kuat

diduga sebagai faktor yang berkontribusi. Dilaporkan bahwa produk

kosmetik seperti makeup, shampoo, skin lotion, nail polish dan produk

perawatan lainnya mengandung bahan-bahan kimia yang data

keamanannya kurang. Terlebih lagi beberapa zat kimia tersebut telah diuji

dalam studi yang dilakukan pada binatang yang menghasilkan defek lahir

pada genitalia jantan, penurunan jumah sperma, dan outcome kehamilan

yang buruk. Tidak ada evidence definitif yang berefek sama pada manusia,
25
tetapi paparan yang luas, khususnya phthalates telah dibuktikan.

Phthalates ini terdiri dari plastik, yang banyak terdapat pada produk

kecantikan. (Barett JR, 2005).

Selain itu kosmetik pemutih juga mengandung merkuri dan

hidrokuinon. Merkuri adalah logam yang toksik, namun sangat berguna

pada preparat kosmetik pemutih untuk menekan produksi melanin pada

kulit (Bourgeosis dkk., 1986). Dikatakan bahwa merkuri dapat

mempengaruhi fertilitas wanita dan mengakibatkan defek lahir. Beberapa

studi telah membuktikan efek samping merkuri yang didapat memalui

paparan konsumsi ikan dan amalgam gigi. Namun belum ada data tentang

pengaruh pemakaian kosmetik pemutih jangka panjang terhadap efek

samping kehamilan dan atau outcome kehamilan. Sebelum ada data yang

tersedia, wanita harus dianjurkan untuk tidak menggunakan kosmetik

pemutih yang mengandung merkuri selama kehamilan. (Al-Saleh, Iman.

2016). Hidrokuinon juga banyak terdapat pada kosmetik pemutih.

Hidrokuinon merupakan inhibitor yang kuat terhadap produksi melanin

(Yoshimura dkk., 2001). Pada sebuah studi tunggal ditunjukkan bahwa

penggunaan hidrokuinon selama kehamilan tidak meningkatkan efek

samping, namun sampel wanita hamil pada penelitian tersebut kecil.

(Mahe A dkk., 2007). Namun karena pertimbangan absorbsinya, paparan

terhadap agen ini harus tetap diminimalisir terutama pada wanita yang

sedang hamil sampai ada studi yang membuktikan keamanannya (Pina

Bozzo dkk., 2011)


26
6) Hewan peliharaan

Beberapa hewan peliharaan ternyata mengandung berbagai jenis

bakteri maupun parasit yang dapat menyebabkan infeksi pada ibu hamil

dan janinnya. Salah satu infeksi tersebut yaitu toxoplasmosis yang

disebabkan oleh toxoplasma gondii. Toxoplasma gondii merupakan parasit

protozoa yang paling banyak menyebabkan penyakit. Parasit ini banyak

ditemukan pada anjing (50%), kelinci (50%), dan kucing (70%) (Tenter

AM, Heckeroth AR, Weiss LM, 2000). Toxoplasmosis adalah komponen

penting dari infeksi Toxoplasma, Others (Syphilis, Parvovirus B19,

Varicella Zoster, Hepatitis B Virus), Cytomegalovirus, dan Herpes Virus

(TORCH), suatu grup infeksi yang jika menyerang selama kehamilan

dapat menyebabkan infeksi kongenital, dan defek pada janin, bahkan

keguguran (Singh S, 2003)

2.7 Jenis Kelainan Kongenital Menurut International Statistical Classification of


Disease and Relates Helath Problems 10th Revision (ICD-10)

Berikut adalah tabel klasifikasi kelainan kongenital berdasarkan sistem

menurut ICD-10.

Tabel 2.1 Klasifikasi Jenis Kelainan Kongenital Berdasarkan ICD 10

Kode Sistem

Q00-Q07 Sistem saraf pusat:

Q00  Anensefali dan kelainan sejenisnya :

27
- Anensefali

- Craniorachischisis

- Iniencephali
Q01  Ensefalokel

- Ensefalokel frontal

- Ensefalokel nasofrotal

- Ensefalokel oksipital

- Ensefalokel lokasi lain

- Ensefalokel tidak spesifik


Q02  Mikrosefali
Q03
 Hidrosefalus kongenital:

- Malformasi aquaduktus sylvii

- Atresia foramen Magendi dan Luschka

- Hidrosefalus kongenital lain

- Hidrosefalus kongenital tidak spesifik

 Malformasi otak kongenital lain


Q04
 Spina bifida :
Q05
- Meningokel

- Hidromeningokel

- Meningomyelokel

- Myelokel

- Rachischisis

28
- Syringomyelokel

- Spina bifida (aperta)(cystica)

 Malformasi medula spinalis kongenital lain

Q06  Malformasi sistem saraf pusat kongenital lain

Q07

Q10-Q18 Mata, telinga, wajah, dan leher :

Q10  Malformasi kelopak mata, aparatus lakrimal, dan

orbita:

- Ptosis kongenital

- Ektropion kongenital

- Entropion kongenital

- Malformasi kelopak mata lain

- Agenesis glandula lakrimal

- Stenosis dan striktur glandula larimal kongenital

- Malformasi aparatus lakrimal kongenital lain

- Malformasi orbita kongenital, tidak spesifik

Q11  Anophtalmos, microthalmos, dan macrothalmos

Q12  Malformasi lensa kongenital :

- Katarak kongenital

- Congenital displaced lens

- Koloboma lensa

- Afakia kongenital

29
- Sferofakia

- Malformasi lensa kongenital lain

- Malformasi lensa kongenital tidak spesifik

Q13  Malformasi kongenital segmen anterior mata :


- Koloboma iris

- Absence of iris

- Malformasi iris kongenital lain

- Congenital corneal opactity

- Malformasi kornea kongenital lain

- Blue sclera

- Malformasi segmen anterior mata kongenital

lain

- Malformasi segmen anterior mata kongenital

tidak spesifik

Q14  Malformasi segmen posterior mata kongenital:


- Malformasi humor vitreus kongenital

- Malformasi retina kongenital

- Malformasi diskus optikus kongenital

- Malformasi koroid kongenital

- Malformasi segmen posterior mata kongenital

lain

- Malformasi segmen posterior mata kongenital

30
tidak spesifik

 Malformasi mata kongenital lain


Q15 - Glaukoma kongenital

- Malformasi mata kongenital lain spesfik

- Malformasi mata kongenital tidak spesifik

 Malformasi telinga kongenital yang menyebabkan


Q16 gangguan pendengaran :

- Congenital absence of auricle

- Congenital absence, atresia and stricture of

auditory canal (external)

- Absence of eustachian tube

- Congenital malformation of ear ossicles

- Malformasi telinga tengah kongenital lain

- Malformasi telinga tengah kongenital

- Malformasi telinga kongenital yang

menyebabkan gangguan pendengaran, tidak

spesifik.

 Malformasi telinga kongenital yang lain :


Q17
- Aurikula aksesorius

- Makrotia

- Mikrotia

- Other mishappen ear

31
- Misplaced ear:

Low-set ears

- Prominent ear

- Malformasi telinga kongenital lain spesifik

- Malformasi teling kongenital tidak spesifik

 Malformasi wajah dan leher kongenital yang lain

- Sinus, fistula and cyst of branchial cleft

Q18 - Preauricular sinus and cyst

- Other branchial cleft malformations

- Webbing of neck

- Makrostomi

- Mikrostomi

- Macrocheilia

- Microcheilia

- Malformasi wajah dan leher kongenital yang

lain

- Malformasi wajah dan leher kongenital tidak

spesifik.

Q20-Q28 Sistem sirkulasi :

Q20  Malformasi kongenital bilik jantung dan

penghubungnya :

- Common arterial trunk

32
- Double outlet right ventricle

- Double outlet left ventricle

- Discordant ventriculoarterial connection

- Double inlet ventricle

- Discordant atrioventricular connection

- Isomerism of atrial appendages

- Malformasi kongenital bilik jantung dan

penghubungnya yang lain

- Malformasi kongenital bilik jantung dan

penghubungnya, tidak spesifik

 Malformasi Septum Jantung Kongenital :


Q21 - Ventricular Septal Defect

- Atrial septal defect

- Atrioventricular septal defect

- Tetralogy of Fallot

- Aortopulmonary septal defect

- Malformasi septum jantung kongenital lain

- Malformasi septum jantung kongenital, tidak

spesifik

 Malformasi valvula pulmonalis dan valvula


Q22 trikuspid kongenital:

- Atresia valvula pulmonalis

33
- Stenosis valvula pulmonalis

- Insuisiensi valvula pulmonalis kongenital

- Malformasi valvula pulmonalis kongenital lain

- Stenosis valvula trikuspid kongenital

- Ebstein's anomaly

- Hypoplastic right heart syndrome

- Malformasi valvula trikuspid kongenital lain

- Malformasi valvula trikuspid kongenital, tidak

spesifik

 Malformasi katup aorta dan katup mitral


- Stenosis katup aorta kongenital
Q23
- Insufisiensi katup aorta kongenital

- Stenosis katup mitral kongenital

- Insufisiensi katup mitral kongenital

- Hypoplastic left heart syndrome

- Malformasi katup aorta dan mitral kongenital

lain

- Malformasi katup aorta dan mitral, tidak

spesifik

 Malformasi jantung kongenital lain :


- Dekstrokardia

34
Q24 - Levokardia

- Kor Triatum

- Pulmonary infundibular stenosis

- Congenital subaortic stenosis

- Malformation of coronary vessels

- Congenital heart block

- Malformasi jantung kongenital lain spesifik

- Malformasi jantung kongenital, tidak spesifik

 Malformasi kongenital arteri besar :


- Patent ductus arteriousus
Q25
- Coarctation aorta

- Artesia aorta

- Supravalvular aortic stenosis

- Malformasi aorta kongenital lain

- Atresia arteri pulmonalis

- Stenosis arteri pulmonalis

- Malformasi arteri pulmonalis kongenital lain

- Malformasi arteri besar kongenital lain,

spesifik

- Malformasi arteri besar kongenital, tidak

spesifik

 Malformasi vena besar kongenital :

35
- Stenosis vena cava kongenital

Q26 - Persistent left superior vena cava

- Total anomalous pulmonary venous

connection

- Partial anomalous pulmonary venous

connection

- Anomalous pulmonary venous connection,

unspecified

- Anomalous portal venous connection

- Portal vein-hepatic artery fistula

- Malformasi vena besar kongenital lain

- Malformasi vena besar kongenital tidak

spesifik

 Malformasi pembuluh darah perifer kongenital

 Malformasi sistem sirkulasi kongenital tidak


spesifik
Q27

Q28

Q30-Q34 Sistem respirasi

Q30  Malformasi hidung kongenital :


- Atresia choana

36
- Agenesis nasal

- Fissured, notched and cleft nose

- Perforasi septum nasi kongenital

- Malformasi hidung kongenital lain

- Malformasi hidung kongenital tidak spesifik

Q31  Malformasi laring kongenital


- Web of larynx

- Stenosis subglottis kongenital

- Hipoplasia laring

- Laringokel

- Laringomalasia kongenital

- Malformasi laring kongenital lain

- Malformasi laring kongenital tidak spesifik

 Malformasi trakea dan bronkus kongenital:


Q32 - Trakeomalasia kongenital

- Malformasi trakea kongenital lain

- Bronkomalasia kongenital

- Stenosis bronkus kongenital

- Malformasi bronkus kongenital lain

 Malformasi paru-paru kongenital :


Q33
- Congenital cystic lung

- Accessory lobe of lung

37
- Sequestration of lung

- Agenesis pulmo

- Bronkiektasis kongenital

- Ectopic tissue in lung

- Hipoplasia dan displasia pulmo

- Malformasi paru-paru kongenital lain

- Malformasi paru-paru kongenital, tidak spesifik

 Malformasi sistem respirasi kongenital lain


Q34

Q35-Q37 Celah bibir dan palatum

Q35  Celah palatum :


- Celah palatum durum

- Celah palatum molle

- Celah palatum durum dan molle

- Celah uvula

- Celah palatum tidak spesifik

Q36  Celah bibir


Q37
 Celah bibir dan palatum

Q38-Q45 Sistem pencernaan

Q38  Malformasi kongenital lidah, mulut dan faring:


- Malformasi bibir kongenital

- Ankiloglossia

38
- Makroglossia

- Malformasi lidah kongenital lain

- Malformasi duktus dan kelenjar ludah

kongenital

- Malformasi palatum kongenital

- Malformasi bibir kongenital lain

- Congenital pharyngeal pouch

- Malformasi faring kongenital lain

Q39  Malformasi esofagus kongenital:

- Atresia esofagus

- Atresia esofagus dengan trakeoesofageal fistula

- Fistula trakeoesofageal kongenital

- Stenosis dan striktur esoagus kongenital

- Esophageal web

- Dilatasi esofagus kongenital

- Malformasi esofagus kongenital lain

- Malformasi esofagus kongenital tidak spesifik

Q40  Malformasi saluran cerna atas kongenital:


- Stenosis pilorus hipertrofi kongenital

- Hiatus hernia kongenital

- Malformasi lambung kongenital lain spesifik

- Malformasi lambung kongenital tidak spesifik

39
- Malformasi saluran cerna atas kongenital,

spesifik

- Malformasi saluran cerna atas kongenital, tidak

spesifik

Q41  Absen, atresia, dan stenosis usus halus


- Absen, atresia, dan stenosis duodenum

- Absen, atresia, dan stenosis jejunum

- Absen, atresia, dan stenosis ileun

- Absen, atresia, dan stenosis bagian spesifik

lain usus halus

- Absen, atresia, dan stenosis bagian tidak

spesifik usus halus

Q42  Absen, atresia, dan stenosis usus besar:


- Absen, atresia, dan stenosis rectum dengan

fistula

- Absen, atresia, dan stenosis rectum

- Absen, atresia, dan stenosis anus dengan

fustula

- Absen, atresia, dan stenosis anus

- Absen, atresia, dan stenosis bagian spesifik

lain usus besar

- Absen, atresia, dan stenosis bagian tidak

40
spesifik usus besar

 Malformasi usus kongenital lain:


Q43 - Divertikulum Meckel

- Hirschsprung

- Gangguan fungsi kolon kongenital yang lain

- Congenital malformations of intestinal

fixation

- Duplication of intestine

- Anus ektopik

- Fistula rektum dan anus kongenital

- Persistent cloaca

- Malformasi usus kongenital lain, spesifik

- Malformasi usus kongenital tidak spesifik

 Malformasi kantung empedu, duktus bilier dan


Q44 hepar:

- Agenesis, aplasia dan hipoplasia kantung

empedu

- Maformasi kantung empedu kongenital lain

- Atresia duktus bilier

- Stenosis dan striktur duktus bilier kongenital

- Kista koledokus

- Malformasi duktus bilier lain

41
- Kista hepar

- Malformasi hepar kongenital lain

 Malformasi sistem pencernaan kongenital lain:


Q45
- Agenesis, aplasia dan hipoplasia pankreas

- Pankreas annulare

- Kista pankreas kongenital

- Malformasi pankreas kongenital lain, spesifik

- Malformasi sistem pencernaan kongenital

tidak spesifik

Q50-Q56 Sistem genitalia

Q50  Malformasi kongenital dari ovarium, tuba falopi,


dan ligamennya:

- Congenital absence of ovary

- Developmental ovarian cyst

- Congenital torsion of ovary

- Accessory ovary

- Kista embrionik tuba falopi

- Kista embrionik ligamen

- Malformasi kongenital lain dari ovarium, tuba

falopi, dan ligamennya

Q51  Malformasi uterus dan serviks kongenital:

42
- Agenesis dan aplasia uterus

- Uterus dupleks dengan serviks dan vagina

dupleks

- Uterus dupleks lain

- Uterus bikornis

- Uterus unikornis

- Agenesis dan aplasia serviks

- Kista embrionik serviks

- Uterus arkuata

- Hipoplasia uterus

- Malformasi uterus kongenital lain

- Serviks dupleks

- Hipoplasia serviks

- Malormasi serviks kongenital lain

- Malformasi uterus dan serviks kongenital,

Q52 tidak spesifik

 Malformasi kongenital lain dari genitalia wanita:


- Congenital absence of vagina

- Doubling of vagina:

a) Transverse vaginal septum

b) Longitudinal vaginal septum

c) Tidak spesifik

43
- Fistula rektovagina kongenital

- Hymen imperforata

- Malformasi vagina kongenital lain

- Fusi labia

- Malformasi klitoris kongenital

- Malformasi vulva kongenital yang lain, tidak

spesifik

- Malformasi kongenital lain dari genitalia

wanita, spesifik

- Malformasi kongenital lain dari genitalia

Q53 wanita tidak spesifik

 Undescended and ectopic testicle


- Testis ektopik

- Undescended testis unilateral

- Undescended testis bilateral

Q54 - Undescended testis, tidak spesifik

 Hipospadia
- Hipospadia balanik

- Hipospadia penile

- Hipospadia penoskrotal

- Hipospadia perineal

- Hipospadia lain

44
Q55 - Hipospadia tidak spesifik

 Malformasi kongenital lain pada genitalia pria:


- Absen dan aplasia testis

- Hipoplasia testis dan scrotum

- Malformasi kongenital dari testis dan scrotum

yang tidak spesifik

- Atresia of vas deferens

- Malformasi kongenital lain dari vas deferens,

vesika seminalis, dan prostat

- Absen dan aplasia penis kongenital

- Malformasi penis kongenital lain:

a) Kurvatura penis

b) Hipoplasia penis

c) Torsi penis kongenital

d) Hidden penis

- Congenital vasocutaneous fistula

- Malformasi kongenital lain pada pria, spesifik

- Malformasi kongenital lain pada pria, spesifik

Q56  Indeterminate sex and pseudohermaphroditism

Q60-Q64 Sistem urinaria

Q60  Renal agenesis dan defek renal


- Agenesis renal

45
- Hipoplasia renal

- Potter’s syndrome

Q61  Kista renal:


- Kista renal kongenital

- Polikistik ginjal tipe infantile

- Polikistik ginjal tipe dewasa

- Displasia renal

- Kista medulla renalis

- Penyakit kista ginjal lain

- Penyakit kista ginjal lain tidak spesifik

 Defek obstruksi pelvis renalis dan malformasi


Q62 ureter kongenital:

- Hidronefrosis kongenital

- Oklusi ureter kongenital

- Defek obstruksi pelvus renalis dan ureter yang

lain

- Agenesis ureter

- Ureter dupleks

- Malposisi ureter

- Congenital vesico-uretero-renal reflux

- Malformasi ureter kongenital lain

 Malformasi renal kongenital yang lain :

46
Q63 - Accesory kidney

- Lobulated, fused and horseshoe kidney

- Ginjal ektopik

- Hyperplastic and giant kidney

- Malformasi ginjal kongenital lain spesifik

- Malformasi ginjal kongenital tidak spesifik

 Malformasi sistem urinaria kongenital lain:


Q64 - Epispadia

- Exstrophy of urinary bladder

- Congenital posterior urethral valves

- Atresia dan stenosis kongenital lain dari urethra

dan leher kandung kemih

- Malformasi urakus

- Absen kandung kemih dan urethra

- Diverticulum bladder

- Malformasi kongenital dari kandung kemih

dan urethra yang tidak spesifik

- Malformasi sistem urinaria kongenital lain

spesifik

- Malformasi sistem urinaria kongenital tidak

spesifik

Q65-Q79 Sistem Muskuloskeletal

47
Q65  Deformitas panggul
- Congenital disclocation of hip

- Congenital partial dislocation of hip

- Congenital unstable hip

- Congenital coxa valga

- Congenital coxa vara

- Deformitas panggul kongenital lain spesifik

- Deformitas panggul kongenital tidak spesifik

Q66  Deformitas pada kaki


- Talipes equinovarus

- Talipes calcaneovarus

- Metatarsus (primus) varus

- Deformitas varus kongenital lain pada kaki

- Congenital pes planus

- Deformitas kaki kongenital lain

- Deformitas kaki kongenital tidak spesifik

 Deformitas muskuloskeletal kongenital pada


Q67
kepala, wajah, tulang belakang dan dada:

- Congenital facial asymmetry

- Congenital compression facies

- Dolichocephaly

- Plagiocephaly

48
- Deformitas kongenital lain dari tengkorak,

wajah dan rahang

- Deformitas tulang belakang kongenital

- Pectus excavatum

- Pectus carinatum

- Deformitas tulang dada kongenital lain

 Deformitas muskuloskeletal kongenital lain:


Q68 - Deformitas otot sternokleidomastoideus

- Deformitas jari dan tangan

- Deformitas lutut

- Congenital bowing of femur

- Congenital bowing of tibia and fibula

- Congenital bowing of long bones of leg

- Discoid meniscus

- Deformitas muskuloskeletal kongenital lain

yang spesifik

 Polydactyly

 Syndactyly
Q69
 Reduction defects of upper limb
Q70
 Reduction defects of lower limb
Q71
 Reduction defects of unspecified limb
Q72
 Malformasi ekstremitas kongenital yang lain

49
Q73  Malformasi tengkorak dan tulang wajah
Q74 kongenital yang lain

Q75  Malformasi tulang belakang dan thorax:


- Spina bifida okulta
Q76 - Klippel-Feil syndrome

- Spondilolistesis kongenital

- Skoliosis kongenital

- Kifosis kongenital

- Lordosis kongenital

- Cervical rib

- Malformasi kongenital tulang belakamg yang

tidak berhubungan dengan skoliosis

- Malformasi kosta kongenital yang lain

- Malformasi sternum kongenital

- Malformasi lain tulang thorax

- Malformasi tulang thorax tidak spesifik

 Osteokondrodisplasia dengan defek pertumbuhan


tulang dan tulang belakang:
Q77
- Akondrogenesis

- Thanatophoric short stature

- Short rib syndrome

- Chondrodysplasia punctata

50
- Achondroplasia

- Diastrophic dysplasia

- Chondroectodermal dysplasia

- Spondyloepiphyseal dysplasia

- Osteokondrodisplasia dengan defek

pertumbuhan tulang dan tulang belakang, yang

lain.

- Osteokondrodisplasia dengan defek

pertumbuhan tulang dan tulang belakang, tidak

spesifik

 Osteokondrodisplasia yang lain:


- Osteogenesis imperfecta

- Polyostotic fibrous dysplasia

Q78 - Osteopetrosis

- Progressive diaphyseal dysplasia

- Enchondromatosis

- Metaphyseal dysplasia

- Multiple congenital exostoses

- Osteokondrodisplasia lain spesifik

- Osteokondrodisplasia lain tidak spesifik

 Malormasi sistem muskuloskeletal yang tidak


termasuk klasifikasi lain:

51
- Hernia diafragmatika kongenital

Q79 - Malformasi diafragma kongenital lain

- Exomphalos

- Gastroschisis

- Prune belly syndrome

- Malformasi dinding perut kongenital

- Ehlers-Danlos syndrome

- Malformasi sistem muskuloskeletal lain

- Malformasi sistem muskuloskeletal lain tidak

spesifik

Q80-Q89 Malformasi kongenital lain

Q80  Congenital ichthyosis


Q81  Epidermolysis bullosa

 Malformasi kulit kongenital lain


Q82
 Malformasi mammae kongenital
Q83
 Malformasi integumen kongenital
Q84
 Phakomatoses
Q85
 Sindrom malformasi kongenital spesifik yang
Q86
mempengaruhi beberapa sistem:

- Sindrom malformasi kongenital predominan

mempengaruhi wajah

52
- Sindrom malformasi kongenital predominan

berhubungan dengan perawakan pendek

- Sindrom malformasi kongenital predominan

mempengaruhi ekstremitas

- Sindrom malformasi kongenital predominan

mempengaruhi pertumbuhan dini.

- Sindrom Marfan

- Sindrom malformasi kongenital dengan

perubahan tulang

- Sindrom malformasi kongenital lain yang

Q87 tidak terklasifikasi

 Sindrom malformasi kongenital lain spesifik yang

Q89 mempengaruhi beberapa sistem.

 Malformasi kongenital lain yang tidak

terklasifikasi

Q90-Q99 Abnormaltas kromosom

Q90  Down Syndrome


Q91  Trisomi 18 and Trisomi 13
Q92
 Trisomi dan trisomi parsial yang lain dari autosom
Q93
 Monosomi dan delesi autosom

53
Q95  Balanced rearrangements and structural markers
Q96  Sindrom Turner
Q97
 Abnormalitas kromosom seks yang lain (female
phenotype)
Q98
 Abnormalitas kromosom seks yang lain (male
phenotype)
Q99
 Abnormalitas kromosom yang lain:
- Chimera 46, XX/46, XY

- 46, XX true hermaphrodite

- Fragile X chromosome

2.8 Penilaian (assesment) Bayi dengan Kelainan Kongenital

Tujuan utama penilaian bayi dengan anomali kongenital yaitu untuk

menegakkan diagnosis, identifikasi terkait abnormalitas, mengembangkan

rencana perawatan dan penilaian prognosis penyakit, dan jika memungkinkan

agar orang tua dapat diberikan informasi yang akurat mengenai kesehatan dan

perkembangan masa depan anak mereka. Dan dengan konseling genetik, sangat

penting untuk perencanaan keluarga kedepannya. Komponen penting dari

penilaian (assesment) ini yaitu anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan

laboratorium.

54
1. Anamnesis

Paparan ibu terhadap obat-obatan yang diresepkan atas indikasi medis,

obat-obatan ilegal (terlarang), alkohol, harus dieksplorasi. Usia orang tua

mungkin penting. Ibu dengan usia lebih tua bisa meningkatkan kecurigaan

terhadapat anomali kromosom. Jika usia ibu merupakan salah satu faktor

risiko, penting untuk dilakukan tes genetik yang dilakukan pada masa prenatal

dengan amniosentesis atau menggunakan sampel vilus korion. Pada masa

kehamilan yang berisiko penting dilakukan skrining serum ibu untuk tes

genetik seperti pada peningkatan risiko anomali kromosom atau neural tube

defect. Oligohidramnion dan polihidramnion juga meningkatkan risiko

kelainan kongenital. Dikatakan bahwa oligohidramnion berhubungan dengan

kejadian deformasi janin dan malformasi traktus urinarius. Sedangkan

polihidramnion dikatakan berhubungan dengan defisit neurologis dengan

gangguan menelan atau dengan malformasi gastrointestinal.

Riwayat keluarga juga sangat penting dalam mengevaluasi bayi dengan

kelainan kongenital. Perhatian tidak hanya ditujukan pada keluarga dengan

riwayat kelainan kongenital, namun juga riwayat kehilangan kehamilan

sebelumnya yang bisa menandakan kemungkinan kelainan kromosom, dan

orangtua dengan consanguineous marriage (pernikahan dengan hubungan

keluarga) dapat menimbulkan gangguan resesif autosomal (Kumar P dan

Burton BK, 2008). Riwayat penyakit ibu dan kondisi bayi dalam kandungan

juga penting untuk dievaluasi (Effendi, 2006).

55
2. Pemeriksaan fisik

Pemeriksaan fisik mulai dari pengukuran sampai mencari anomali baik

defek mayor maupun minor. Biasanya bila ditemukan dua kelainan minor,

10% disertai dengan kelainan mayor. Sedangkan bila ditemukan tiga kelainan

minor, 85% disertai dengan kelainan mayor (Aylshwomh, 1992)

3. Pemeriksaan penunjang

Pemeriksaan sitogenik (analisis kromosom), analisis DNA,

ultrasonografi organ dalam, ekokardiografi, radiografi, serta serologi TORCH.

Pemeriksaan yang teliti terhadap pemeriksaan fisis dan riwayat ibu serta

keluarga kemudian ditunjang dengan melakuakan pemotretan terhadap bayi

dengan kelaian kongenital adalah merupakan hal yang sangat penting

dibanding dengan pemeriksaan penunjang laboratorium untuk diagnosis

kelainan kongenital saat lahir (Aylshwomh, 1992).

2.9 Pencegahan Kelainan Kongenital

2.9.1 Pencegahan primer

Pencegahan primer kelainan genotip memerlukan tindakan sebelum

konsepsi. Diagnosis prenatal dengan terminasi kehamilan selektif

(pencegahan sekunder) mengubah angka kejadian suatu kelainan. Apabila

usaha pencegahan gagal diperlukan suatu tindakan pengobatan.

a) Pencegahan primer kelainan genetik

Kelainan kromososm disebabkan oleh kerusakan kromosom. Pada

pencegahan diperlukan peningkatan pengetahuan tentang proses tersebut.

56
Semua kelainan gen tunggal disebabkan oleh mutasi. Masih diperlukan

berbagai penelitian untuk mencari penyebab kelainan ini.kelainan yang

disebabkan oleh karena multifaktor mempunyai peranan yang paling besar

dalam pencegahan primer. Tujuan disini adalah agar orang yang

mempunyai risiko untuk mempunyai kelainan genotip dapat mencegah

penyakit dengan menghindari faktor lingkungan. Sebagai contoh,

suplementasi asam folat pada periode sekitar konsepsi dapat menurunkan

74% angka kejadian neural tube defect.

b) Pencegahan Sekunder kelainan genetik

Pencegahan sekunder termasuk di dalamnya semua aspek uji prenatal

dan terminasi selektif.

1) Kelainan kromosom

Semula skrining hanya pada ibu berusia 35 tahun keatas dan

pada golongan risiko tinggi. Apabila semua ibu pada usia tersebut

menjalani amniosentesis, maka angka kejadian kelainan kromosom

akan turun sekitar 30%. Skrining dengan uji biokimia untuk

menentukan kehamilan risiko tinggi, dalam kombinasi dengan umur

ibu, sangat meningkatkan efektifitas program pencegahan pranatal.

2) Kelainan gen tunggal

Dilakukan diagnosis pranatal dengan analisis DNA biokimia,

ultrasonografi, dan berbagai teknik lainnya. Problem pada golongan

ini sebagian besar penderita orang pertama dalam keluarga yang

57
terkena, oleh sebab itu ditawarkan diagnosis pranatal pada kehamilan

berikutnya.

2.10 Penatalaksanaan Kelainan Kongenital

Penatalaksanaan dapat berupa tindakan bedah dan farmakologi.

Kelainan kongenital yang dapat diobati dengan penanganan bedah seperti

bibir dan langit-langit sumbing, kelainan jantung bawaan, stenosis pilorus,

polikistik ginjal dan lain-lain. Terapi farmakologik misalnya pada Sindrom

Turner dengan terapi sulih hormon berupa hormon sex dan growth hormon.

(Effendi, 2006)

58
BAB 3
KERANGKA TEORI DAN KERANGKA KONSEP

3.1 Kerangka Teori

Gambar 3.1 Kerangka Teori

Genetik

Lingkungan (Paparan ibu hamil terhadap teratogen;


area tempat tinggal, binatang peliharaan, merokok
pasif/aktif, penggunaan obat-obatan, penggunaan
obat tradisional, konsumsi minuman energi dan
kopi, penggunaan kosmetik)

Multifaktorial

Tidak diketahui

Faktor bayi ( usia


Faktor ibu (usia, Bayi baru lahir gestasi, jenis
consanguineous dengan kelainan kelamin, berat badan
marriage) kongenital lahir)

59
3.2 Kerangka Konsep

Gambar 3.2 Kerangka Konsep

Variabel independen

Jenis kelainan kongenital

Faktor ibu (usia, consanguineous Variabel dependen


marriage)
Profil bayi baru lahir
dengan kelainan
Faktor bayi ( usia gestasi, jenis kelamin, kongenital
berat badan lahir)

Lingkungan (area tempat tinggal,


binatang peliharaan, merokok pasif/aktif,
penggunaan obat-obatan, penggunaan
obat tradisional, konsumsi minuman
energi dan kopi, penggunaan kosmetik
pemutih)

60
3.3 Definisi Operasional
3.3.1 Kelainan Kongenital

Definisi : Kelainan lahir berupa malformasi kongenital, deformasi,

dan abnormalitas kromosom

Cara ukur : Menggunakan data sekunder dengan melihat data rekam

medik dan ditentukan berdasarkan ICD 10.

Alat ukur : Check list

Skala : Nominal

Hasil ukur : Hasil ukur dikelompokkan berdasarkan sistem.

3.3.2 Jenis Kelamin

Definisi : Perbedaan induvidu berdasarkan seks

Cara ukur : Menggunakan data sekunder dengan melihat data rekam

medik.

Alat ukur : Check list

Skala : Nominal

Hasil ukur : Laki-laki atau perempuan.

3.3.3 Berat Bayi Lahir

Definisi : Berat badan bayi saat lahir

Cara ukur : Menggunakan data sekunder dengan melihat data rekam

medik.

Alat ukur : Check list

Skala : Ordinal

Hasil ukur : Hasil ukur dikelompokkan menjadi; berat bayi lahir <2500

61
gram, dan berat bayi lahir ≥2500 gram

3.3.4 Usia gestasi

Definisi : Panjang waktu kehamilan yang dihitung setelah hari

pertama haid terakhir (HPHT) dinyatakan dalam minggu.

Cara ukur : Menggunakan data sekunder dengan melihat data rekam

medik

Alat ukur : Check list

Skala : Ordinal

Hasil ukur : Hasil dikelompokkan menjadi; usia gestasi <37 minggu,

dan usia gestasi ≥37 minggu.

3.3.5 Usia Ibu

Definisi : Panjang waktu ibu dihitung mulai dari lahir sampai saat

bersalin dinyatakan dalam tahun.

Cara ukur : Menggunakan data sekunder dengan melihat data rekam

medik.

Alat ukur : Check list

Skala : Ordinal

Hasil ukur : Hasil ukur dikelompokkan menjadi; Usia ibu <20 tahun,

usia ibu 20-35 tahun, dan usia ibu >35 tahun.

3.3.6 Konsumsi obat-obatan

Definisi : Konsumsi rutin obat-obatan baik atas indikasi medis

ataupun obat-obatan terlarang pada kehamilan trimester

pertama dan kedua.


62
Cara ukur : Menggunakan data sekunder dengan melihat data rekam

medik.

Alat ukur : Check list

Skala : Nominal

Hasil ukur : Hasil ukur dikelompokkan menjadi; ya, jika ibu

menggunakan obat-obatan selama masa kehamilan trimester pertama, dan

tidak, jika ibu tidak menggunakan obat-obatan selama masa kehamilan

trimester pertama.

3.3.7 Penggunaan obat tradisional

Definisi : Konsumsi rutin obat herbal (seperti bawang putih, jahe, ginko

biloba, dan ginseng) atau jamu selama kehamilan trimester pertama.

Cara ukur : Menggunakan data sekunder dengan melihat data rekam

medik.

Alat ukur : Check list

Skala : Nominal

Hasil ukur : Hasil dikelompokkan menjadi; ya, jika ibu mengonsumsi obat

tradisional selama kehamilan trimester pertama, dan tidak, jika ibu tidak

mengonsumsi obat tradisional selama kehamilan trimester pertama.

3.3.8 Merokok (aktif/pasif)

Definisi : Merokok aktif adalah aktifitas merokok lebih dari 100 batang

rokok selama hidup dan masih merokok sampai 1 bulan terakhir. Merokok

pasif adalah keadaan dimana suatu individu terpapar asap rokok

sekurangkurangnya 15 menit dalam 2 hari selama 1 minggu.


63
Cara ukur : Menggunakan data sekunder dengan melihat data rekam

medik.

Alat ukur : Check list

Skala : Nominal

Hasil ukur : Hasil ukur dikelompokkan menjadi; ya, jika ibu merokok

(aktif/pasif), dan tidak, jika ibu tidak merokok (aktif/pasif).

3.3.9 Penggunaan kosmetik pemutih

Definisi : Kegiatan menggunakan kosmetik yang berguna untuk

mencerahkan kulit minimal sekali dalam sehari.

Cara ukur : Menggunakan data sekunder dengan melihat data rekam

medik.

Alat ukur : Check list

Skala : Nominal

Hasil ukur : Hasil ukur dikelompokkan menjadi; ya, jika ibu menggunakan

kosmetik selama kehamilan trimester pertama, dan tidak, jika

ibu tidak menggunakan kosmetik selama kehamilan trimester

pertama.

3.3.10 Binatang peliharaan

Definisi : Binatang seperti anjing, kelinci dan kucing yang dipelihara

dan tinggal disekitar rumah dan atau di dalam rumah.

Cara ukur : Menggunakan data sekunder dengan melihat data rekam

medik.

64
Alat ukur : Check list

Skala : Nominal

Hasil ukur : Hasil ukur dikelompokkan menjadi: Ya, jika ibu memelihara

binatang peliharaan yang akan dikelompokkan berdasarkan

jenis binatang peliharaan, dan tidak, jika ibu tidak memelihara

binatang peliharaan.

3.3.11 Area tempat tinggal

Definisi : Letak geografis tempat tinggal ibu berada di daerah kota,

industri, persawahan, atau perkebunan.

Cara ukur : Menggunakan data sekunder dengan melihat data rekam

medik.

Alat ukur : Check list

Skala : Nominal

Hasil ukur : Hasil ukur dikelompokkan menjadi; jumlah ibu yang tinggal

di perkotaan, jumlah ibu yang tinggal di daerah industri,

jumlah ibu yang tinggal di daerah persawahan, dan jumlah ibu

yang tinggal di daerah perkebunan.

3.3.12 Consanguineous marriage

Definisi : Pernikahan dengan hubungan keluarga; sepupu dua kali atau

lebih dekat, paman dengan kemenakan perempuan.

Cara ukur : Menggunakan data sekunder dengan melihat data rekam

medik
65
Alat ukur : Check list

Skala : Nominal

Hasil ukur : Hasil ukur dikelompokkan menjadi; ya, jika ibu menikah

dengan hubungan keluarga, dan tidak, jika ibu tidak menikah

dengan hubungan keluarga

3.3.13 Konsumsi minuman energi dan kopi

Definisi : Kegiatan mengonsumsi rutin minuman energi (seperti Xtra

Joss, Kratingdaeng, Lipovitan, M150, Kuku Bima Ener-G,

Hemaviton Jreng, dan-lain-lain) dan atau mengonsumsi kopi

selama masa kehamilan trimester pertama.

Cara ukur : Menggunakan data sekunder dengan melihat data rekam

medik.

Alat ukur : Check list

Skala : Nominal

Hasil ukur : Hasil dikelompokkan menjadi; ya, jika ibu mengonsumsi

minuman energi dan atau kopi selama kehamilan trimester

pertama, dan tidak, jika ibu tidak mengonsumsi minuman

energi dan atau kopi selama kehamilan trimester pertama.

66
BAB 4
METODE PENELITIAN

4.1 Desain penelitian

Desain penelitian yang digunakan adalah penelitian observasional deskriptif,

dengan metode penelitian cross sectional di RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo.

4.2 Waktu dan Lokasi Penelitian

4.2.1 Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan mulai pada Bulan September sampai November

2017.

4.2.2 Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Ruang Instalasi Rekam Medik RSUP Dr.

Wahidin Sudirohusodo.

4.3 Populasi dan Sampel

4.3.1 Populasi

4.3.1.1 Populasi target

Populasi target dalam penelitian ini adalah bayi baru lahir dengan

kelainan kongenital di Makassar.

67
4.3.1.2 Populasi terjangkau

Populasi terjangkau dalam peneilitan ini adalah bayi baru lahir dengan

kelainan kongenital yang dirawat di RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo periode

Januari sampai dengan Desember tahun 2016.

4.3.2 Sampel

Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah seluruh populasi

terjangkau yang memenuhi kriteria inklusi. Cara pengambilan sampel adalah

total sampling.

4.4 Kriteria Sampel

4.4.1 Kriteria Inklusi

Bayi baru lahir dengan kelainan kongenital yang dirawat di RSUP Dr.

Wahidin Sudirohusodo periode Januari 2016 sampai dengan Desember 2016

dan memiliki rekam medik.

4.4.2 Kriteria Ekslusi

Tidak ada kriteria ekslusi sampel penelitian ini.

4.5 Jenis data dan Instrumen Penelitian

4.5.1 Jenis Data Penelitian

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder

yang diperoleh dari data rekam medik subjek penelitian.

68
4.5.2 Instrumen Penelitian

Alat pengumpul data dari instrumen penelitian yang digunakan dalam

penelitian ini adalah tabel tertentu untuk mencatat data yang dibutuhkan dari

rekam medik.

4.6 Manajemen Penelitian

4.6.1 Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan setelah meminta perizinan dari pihak

institusi dan RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar. Sampel didapatkan

dari rekam medik periode Januari sampai dengan Desember 2016. Setelah itu

dilakukan pencatatan langsung kedalam tabel yang telah disediakan.

4.6.2 Pengolahan Data

Pengolahan data dilakukan setelah pencatatan dari rekam medik

dilakukan menggunakan bantuan komputer dengan software IBM SPSS

Statistik 22 dan Microsoft Excel 2010.

4.6.3 Penyajian Data

Data yang disajikan dalam bentuk tabel atau grafik disertai

penjelasannya sesuai variabel yang telah ditentukan.

69
4.7 Alur Penelitian

Persiapan

Lokasi Ruang Instalasi Rekam Medik RSUP Dr.


Wahidin Sudirohusodo

Mencatat rekam medik pasien bayi baru


lahir dengan kelainan kongenital

Pengumpulan data

Pengolahan data

Kesimpulan

4.8 Etika Penelitian

a. Menyertakan surat izin untuk ditujukan kepada Komisi Etik Fakultas

Kedokteran Universitas Hasanuddin untuk melakukan penelitian.

b. Menyertakan surat izin untuk ditujukan kepada RSUP Dr. Wahidin

Sudirohusodo untuk melakukan penelitian.

c. Setiap data yang diperoleh tidak akan disebarkan kepada pihak lain.

70
BAB 5

HASIL PENELITIAN

Penelitian ini ditujukan untuk mengetahui distribusi frekuensi jenis kelainan

kongenital dan distribusi frekuensi berdasarkan faktor bayi berupa jenis kelamin,

berat bayi lahir, dan usia gestasi. Penelitian ini juga untuk mengetahui frekuensi

faktor ibu berupa usia ibu, riwayat konsumsi obat-obatan, obat herbal atau jamu, area

tempat tinggal, riwayat merokok pasif atau aktif, penggunaan kosmetik, dan

hubungan keluarga dengan suami (consanguinity).

Penelitian ini menggunakan rekam medik dengan waktu penelitian September

sampai dengan November 2017. Sampel merupakan bayi baru lahir dengan kelainan

kongenital yang dirawat di RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo periode Januari sampai

dengan Desember 2016, dengan jumlah sampel 154 orang.

5.1 Distribusi Jenis Kelainan Kongenital

Jenis kelainan kongenital ditentukan berdasarkan ICD 10 dan dikelompokkan

berdasarkan sistem. Frekuensi jenis kelainan kongenital pada bayi baru lahir yang

dirawat di RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo tahun 2016 dapat dilihat pada tabel 5.1.

71
Tabel 5.1 Distribusi jenis kelainan kongenital berdasarkan sistem

Jenis Kelainan
No Sistem Jumlah Persentase
Kongenital

1 Sirkulasi / Atrial Septal Defect 27 11,34%

Kardiovaskuler Patent Ductus Arteriosus 17 7,14%

(n = 79) Ventricle Septal Defect 10 4,20%

(33,19%) Persistent Foramen Ovale 16 6,72%

Tetrallogy of Fallot 2 0,84%

Coarctation Aorta 1 0,42%

Tricuspid Hipoplasia 1 0,42%

Single Atrium 1 0,42%

Single Ventricle 1 0,42%

Dextrocardia 2 0,84%

Acyanotic Heart Disease 1 0,42%

2 Digestif Malformasi Anorektal 34 14,29%

(n = 67) Hirschprung Disease 20 8,40%

(28,15%) Atresia Duodenum 1 0,42%

Atresia Colon 1 0,42%

Atresia Ileum 4 1,68%

Atresia Jejunoileal 1 0,42%

Atresia Esofagus 3 1,26%

Congenital HPS 1 0,42%

72
Annulare Pankreas 1 0,42%

Stenosis Duodenum 1 0,42%

3 Saraf Holoprosencephaly 1 0,42%

(n = 24) Mikrosefali 3 1,26%

(10,08%) Hidrosefalus 7 2,94%

Meningocele 4 1,68%

Ventriculomegaly 1 0,42%

Hipoplasia Cerebri 2 0,84%

Spina Bifida 2 0,84%

Meningoensefalokel 2 0,84%

Ensefalokel 1 0,42%

Dandy Walker Syndrome 1 0,42%

4 Muskuloskeletal Polidactily 2 0,84%

(n = 23) Congenital Talipes 8 3,36%

(9,66%) Equinovarus

Syndactili 2 0,84%

Osteogenesis Imperfecta 1 0,42%

Gastroschisis 7 2,94%

Hernia Diafragmatika 1 0,42%

Omfalokel 1 0,42%

Prune Belly Syndrome 1 0,42%

73
5 Genitalia Ambigous Genitalia 3 1,26%

(n = 18) Mikropenis 4 1,68%

(7,56%) Undescended Testis 6 2,52%

Hipospadia 3 1,26%

Fimosis 2 0,84%

6 Kromosom Sindrom Smith 1 0,42%

(n = 9) Down Syndrome 8 3,36%

(3,78%)

7 Celah Bibir dan Palatoschisis 2 0,84%

Palatum Labiopalatoschisis 5 2,10%

(n = 7)

(2,94%)

8 Respirasi Atresia Pulmonal 1 0,42%

(n = 6) Stenosis Pulmonal 1 0,42%

(2,52%) Laringomalasia 4 1,68%

9 Kelainan Conjoined Twin 4 1,68%

Kongenital Tidak

Spesifik

(n = 4)

(1,68%)

74
10 Mata, Telinga, Retina Immatur 1 0,42%

Wajah dan Leher

(n = 1)

(0,42%)

Total 238 100%

Grafik 5.1 Distribusi jenis kelainan kongenital berdasarkan sistem

Hasil penelitian yang didapatkan yaitu terdapat 154 bayi baru lahir dengan

kelainan kongenital yang memiliki rekam medik yang lengkap, diantaranya 96 bayi

dengan malformasi tunggal, dan 58 bayi dengan malformasi multipel. Diantara 154

bayi tersebut, terdapat 238 kelainan kongenital. Dari hasil penelitian didapatkan

75
frekuensi jenis kelainan kongenital yang terbanyak yaitu pada sistem

sirkulasi/kardiovaskuler sebanyak 79 orang dengan persentase 33,19%, kemudian

sistem digestif sebanyak 67 orang dengan persentase 28,15%, sistem saraf pusat

sebanyak 24 orang dengan persentase 10,08%, sistem muskuloskeletal sebanyak 23

orang dengan persentase 9,66%, sistem genitalia sebanyak 18 orang dengan

persentase 7,56%, kelainan kromosom sebanyak 9 orang dengan persentase 3,78%,

celah bibir dan palatum sebanyak 7 orang dengan persentase 2,94%, sistem respirasi

sebanyak 6 orang dengan persentase 2,52%, kelainan kongenital tidak spesifik

sebanyak 4 orang dengan persentase 1,68% dan kelainan pada mata sebanyak 1 orang

dengan persentase 0,42%.

5.2 Distribusi Bayi Berdasarkan Jenis Kelamin

Jenis kelamin dilihat dari perbedaan individu berdasarkan seks. Frekuensi

jenis kelamin pada bayi baru lahir dengan kelainan kongenital yang dirawat di RSUP

Dr. Wahidin Sudirohusodo tahun 2016 dapat dilihat pada tabel 5.2.

Tabel 5.2 Distribusi jenis kelamin pada bayi baru lahir dengan kelainan kongenital

Jenis Kelamin Frekuensi Persentase

Laki-laki 88 57,14

Perempuan 66 42,86

Total 154 100

76
Dari hasil penelitian ini didapatkan jenis kelamin laki-laki paling banyak

dengan jumlah 88 orang (57,14%), sedangkan perempuan yaitu 66 orang dengan

persentase 42,86%.

5.3 Distribusi Berat Bayi Lahir

Berat bayi lahir dilihat dari pengukuran berat badan bayi setelah lahir, dan

dikelompokkan menjadi bayi dengan berat badan lahir <2500 gram, ≥2500 gram, dan

“Tanpa Keterangan” jika berat bayi lahir tidak diketahui.

Tabel 5.3 Distribusi berat bayi lahir pada bayi baru lahir dengan kelainan kongenital

Berat Bayi Lahir (gram) Frekuensi Persentase

<2500 60 38,96

≥2500 83 53,90

Tanpa Keterangan 11 7,14

Total 154 100

Berdasarkan tabel di atas kelompok berat bayi lahir paling banyak yaitu bayi

dengan berat lahir ≥2500 gram yaitu sebesar 83 orang dengan persentase 53,90%.

Sedangkan bayi dengan berat lahir <2500 gram yaitu 60 orang dengan persentase

38,96%. Terdapat 11 bayi dengan persentase 7,14% yang berat lahirnya tidak

diketahui.

77
5.4 Distribusi Usia Gestasi

Usia gestasi dilihat dari panjang waktu kehamilan yang dihitung setelah hari

pertama haid terakhir (HPHT) dinyatakan dalam minggu. Usia gestasi

dikelompokkan ke dalam usia gestasi <37 minggu, ≥37 minggu, dan “Tanpa

Keterangan” jika usia gestasi tidak diketahui. Distribusi frekuensi usia gestasi pada

bayi baru lahir dengan kelainan kongenital yang dirawat di RSUP Dr. Wahidin

Sudirohusodo tahun 2016 dapat dilihat pada tabel 5.4.

Tabel 5.4 Distribusi usia gestasi pada bayi baru lahir dengan kelainan

kongenital

Usia Gestasi Frekuensi Persentase

<37 minggu 36 23,38

≥ 37 minggu 105 68,18

Tanpa Keterangan 13 8,44

Total 154 100

Berdasarkan tabel di atas didapatkan usia gestasi terbanyak yaitu kelompok

≥37 minggu dengan frekuensi 105 orang dan pesentase 68,18%. Bayi dengan usia

gestasi <37 minggu 36 orang dengan persentase 23,38%, sedangkan bayi dengan usia

gestasi yang tidak diketahui ada 13 orang dengan persentase 8,44%.

78
5.5 Distribusi Usia Ibu

Usia ibu dilihat dari panjang waktu ibu saat lahir sampai dengan saat

melahirkan yang dinyatakan dalam tahun. Usia ibu dikelompokkan dalam usia ibu

<20 tahun, 20-35 tahun, dan >35 tahun. Distribusi frekuensi usia ibu dari bayi baru

lahir dengan kelainan kongenital yang dirawat di RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo

tahun 2016 dapat dilihat pada tabel 5.5.

Tabel 5.5 Distribusi usia ibu bayi baru lahir dengan kelainan kongenital

Usia Ibu Frekuensi Persentase

< 20 tahun 7 4,61

20-35 tahun 69 45,39

>35 tahun 33 21,71

Tanpa Keterangan 43 28,29

Total 152 100

Berdasarkan tabel di atas, total jumlah ibu pada penelitian ini yaitu 152

orang ibu karena ada 2 pasang bayi yang kembar. Kelompok usia ibu terbanyak yaitu

usia 20-35 tahun yaitu sebanyak 69 orang dengan persentase 45,39%, kemudian usia

>35 tahun sebanyak 33 orang dengan persentase 21,71%, usia <20 tahun sebanyak 7

orang dengan persentase 4,61% dan usia ibu yang tidak diketahui sebanyak 43 orang

dengan persentase 28,29%.

79
5.6 Distribusi Ibu yang Mengonsumsi Obat-obatan

Ibu yang mengonsumsi obat-obatan dilihat dari riwayat ibu mengonsumsi

obat-obatan pada masa kehamilan trimester pertama dan kedua. Kemudian

dikelompokkan kedalam kategori “Ya” jika ibu memiliki riwayat, “Tidak” jika ibu

tidak memiliki riwayat, dan “Tanpa Keterangan” jika tidak diketahui ibu memiliki

riwayat mengonsumsi obat-obatan atau tidak. Distribusi ibu dengan riwayat

mengonsumsi obat-obatan dapat dilihat pada table 5.6.

Tabel 5.6 Distribusi ibu dengan riwayat mengonsumsi obat-obatan

Konsumsi Obat Frekuensi Persentase

Ya 15 9,87

Tidak 69 45,39

Tanpa keterangan 68 44,74

Total 152 100

Berdasarkan tabel di atas frekuensi terbanyak yaitu ibu yang tidak memiliki

riwayat mengonsumsi obat-obatan pada trimester pertama dan kedua yaitu sebanyak

69 orang dengan persentase 45,39%, frekuensi ibu dengan riwayat mengonsumsi obat

yaitu sebanyak 15 orang dengan persentase 9,87%, dan tanpa keterangan 44,74%.

80
5.7 Distribusi Ibu yang Mengonsumsi Obat Tradisional

Ibu yang mengonsumsi obat tradisional dilihat dari riwayat ibu mengonsumsi

obat herbal atau jamu pada masa kehamilan trimester pertama dan kedua. Kemudian

dikelompokkan ke dalam kategori “Ya” jika ibu memiliki riwayat atau “Tidak” jika

ibu tidak memiliki riwayat, dan “Tanpa Keterangan” jika ibu tidak diketahui memiliki

riwayat mengonsumsi obat herbal/jamu atau tidak. Distribusi frekuensi ibu dengan

riwayat mengonsumsi obat herbal dan atau jamu dapat dilihat pada tabel 5.7.

Tabel 5.7. Distribusi ibu dengan riwayat mengonsumsi obat tradisional

Mengonsumsi Obat
Frekuensi Persentase
Tradisional

Ya 6 3,92

Tidak 73 48,03

Tanpa Keterangan 73 48,03

Total 152 100

Berdasarkan tabel di atas, frekuensi ibu yang tidak memiliki riwayat

mengonsumsi obat herbal atau jamu lebih banyak daripada ibu yang memiliki

riwayat. Frekuensi ibu yang tidak memiliki riwayat mengonsumsi obat herbal atau

jamu yaitu 73 orang dengan persentase 48,03%. Ibu dengan riwayat mengonsumsi

obat herbal atau jamu yaitu 6 orang dengan persentase 3,92%. Sedangkan ibu yang

tidak diketahui riwayat konsumsi obat herbal atau jamu yaitu debanyak 73 orang

dengan persentase 48,03%.


81
5.8 Distribusi Ibu Perokok Aktif atau Pasif

Ibu perokok aktif atau pasif dilihat dari riwayat merokok aktif ibu, atau

seringnya ibu terpapar asap rokok (merokok pasif) selama kehamilan, kemudian

dikelompokkan ke dalam kategori “Ya” jika ibu mempunyai riwayat, dan “Tidak”

jika ibu tidak memiliki riwayat, dan “Tanpa Keterangan” jika tidak diketahui ibu

memiliki riwayat merokok pasif/aktif atau tidak memiliki riwayat.

Tabel 5.8 Distribusi ibu dengan riwayat merokok aktif/pasif

Merokok Aktif/Pasif Frekuensi Persentase

Ya 6 3,95

Tidak 1 0,66

Tanpa Keterangan 145 95,39

Total 152 100

Berdasarkan tabel diatas, diperoleh frekuensi ibu yang memiliki riwayat

merokok aktif/pasif yaitu sebanyak 6 orang dengan persentase 3,95%,, ibu yang tidak

memiliki riwayat sebanyak 1 orang dengan persentase 0,66%, sedangkan tanpa

keterangan sebanyak 145 orang dengan persentase 95,39%.

5.9 Distribusi Ibu yang Memakai Kosemtik Pemutih

Ibu yang memakai kosmetik pemutih dilihat dari riwayat ibu rutin

menggunakan kosmetik pemutih selama kehamilan trimester pertama dan kedua.

Kemudian dikelompokkan ke dalam kategori “Ya” jika ibu memiliki riwayat tersebut,

82
“Tidak” jika ibu tidak memiliki riwayat tersebut, dan “Tanpa Keterangan” jika ibu

tidak diketahui memiliki riwayat tersebut atau tidak.

Tabel 5.9 Distribusi ibu dengan riwayat menggunakan kosmetik pemutih

Menggunakan Kosmetik
Frekuensi Persentase
Pemutih

Ya 2 1,32

Tidak 2 1,32

Tanpa Keterangan 148 97,37

Total 152 100

Berdasarkan tabel diatas, diperoleh frekuensi ibu yang memiliki riwayat rutin

menggunakan kosmetik pemutih selama masa kehamilan trimester pertama dan kedua

yaitu sebanyak 2 orang dengan persentase 1,32%, ibu yang tidak memiliki riwayat

menggunakan kosmetik pemutih yaitu sebanyak 2 orang dengan persentase 1,32%,

sedangkan tanpa keterangan sebanyak 148% dengan persentase 97,37%.

5.10 Distribusi Ibu yang Memelihara Binatang Peliharaan

Ibu yang memelihara binatang peliharaan dilihat dari riwayat ibu memelihara

binatang peliharaan seperti anjing, kucing atau kelinci dan tinggal disekitar atau di

dalam rumah. Frekuensi ibu dengan riwayat memelihara binatang peliharaan, akan

dikelompokkan berdasarkan jenis binatang peliharaannya, ibu yang tidak memiliki

riwayat tersebut maka dikelompokkan dalam kategori “Tidak”, sedangkan ibu yang

83
tidak diketahui memiliki riwayat memelihara binatang peliharaan atau tidak,

dikelompokkan dalam kategori “Tanpa Keterangan”.

Tabel 5.10 Distribusi ibu dengan riwayat memelihara binatang peliharaan

Memelihara Binatang Frekuensi Persentase

Peliharaan

Ya

a) Anjing 0 0

b) Kucing 1 0,66

c) Kelinci 0 0

Tidak 4 2,63

Tanpa Keterangan 147 96,71

Total 152 100

Berdasarkan tabel di atas, diperoleh frekuensi ibu yang tidak memelihara

binatang peliharaan lebih banyak daripada yang memelihara yaitu sebanyak 4 orang

dengan persentase 2,63%. Frekuensi ibu yang memelihara binatang peliharaan yaitu 1

orang dengan persentase 0,66%. Sedangkan frekuensi ibu yang tanpa keterangan

yaitu sebanyak 147 orang dengan persentase 96,71%.

84
5.11 Distribusi Area Tempat Tinggal Ibu

Area tempat tinggal ibu dilihat berdasarkan lingkungan tempat tinggal ibu

apakah berada disekitar persawahan, perkebunan, perindustrian, atau perkotaan.

Distribusi area tempat tinggal ibu dapat dilihat pada tabel 5.11.

Tabel 5.11 Distribusi area tempat tinggal ibu

Area Tempat Tinggal Frekuensi Persentase

Persawahan 8 5,26

Perkebunan 5 3,29

Perindustrian 1 0,66

Perkotaan 96 63,16

Tidak Diketahui 42 27,63

Total 152 100

5.12 Distribusi Ibu dengan Riwayat Hubungan Keluarga dengan Suami

(Consanguinity)

Tidak ditemukan keterangan mengenai ada atau tidaknya riwayat hubungan

keluarga ibu dan ayah dari bayi baru lahir dengan kelainan kongenital yang tercatat di

rekam medik.

85
5.13 Distribusi Ibu dengan Riwayat Mengonsumsi Minuman Energi atau Kopi

Tidak ditemukan keterangan mengenai ada atau tidaknyanya riwayat ibu

mengonsumsi minuman energi atau kopi yang tercatat di rekam medik.

86
BAB 6
PEMBAHASAN

6.1 Jenis Kelainan Kongenital

Tabel 5.1 diatas menunjukkan frekuensi jenis kelainan kongenital pada bayi

baru lahir berdasarkan sistem. Pada penelitian ini kelainan kongenital terbanyak ada

pada sistem sirkulasi/kardiovaskuler sebesar 33,19%, kemudian diikuti oleh sistem

digestif sebesar 28,15%, dan sistem saraf sebesar 10,08%.

Hasil ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Patel dan Chaudhary

di India (2017) yang menunjukkan kelainan kongenital terbanyak yaitu pada sistem

kardiovaskuler (23,40%). Namun sedikit berbeda pada penelitian ini ditempat kedua

yaitu sistem muskuloskeletal (22,30%), dan disusul sistem gastrointestinal (15,9%).

Mereka meneliti pada semua bayi yang lahir di suatu rumah sakit pada rentang waktu

tertentu. Pemeriksaan untuk mendiagnosis kelainan kongenital dilakukan secara

sistematis. Pada penelitian yang dilakukan oleh Marwah A (2016) juga menunjukkan

hasil yang berbeda yaitu persentase kelainan kongenital pada sistem saraf pusat

paling banyak (48%), kemudian sistem muskuloskeletal (28%) dan sistem

gastrointestinal (13%).

Pada penelitian ini, hasil berberda yang diperoleh dapat disebabkan oleh

perbedaan yang dipengaruhi oleh ras, etnik, geografik dan sosioekonomi dari sampel

penelitian sebelumnya.

87
6.2 Jenis Kelamin

Pada faktor jenis kelamin, dari hasil penelitian ini diperoleh jenis kelamin

laki-laki lebih banyak yaitu sebesar 57,14%, sedangkan perempuan sebesar 42,86%.

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh El Koumi dkk pada

populasi bayi baru lahir di suatu rumah sakit di Mesir (2013), dimana ditemukan

persentase jenis kelamin laki-laki pada bayi dengan kelainan kongenital lebih besar

(53,97%) sedangkan jenis kelamin perempuan lebih sedikit (46,03%). Dominannya

persentase jenis kelamin laki-laki pada penelitian ini di dapat dikarenakan

meningkatnya anomali sistem urogenitalia yang lebih banyak pada bayi laki-laki.

Penelitian yang dilakukan oleh Bhalerao dan Garg pada populasi bayi baru

lahir di sebuah rumah sakit kelas A (tertiary care hospital) di India (2016)

menunjukkan hasil yang sama yaitu persentase bayi dengan kelainan kongenital jenis

kelamin laki-laki lebih besar (64,29%), sedangkan jenis kelamin perempuan

(35,71%). Menurut Bhalerao dan Garg hal ini terjadi mungkin karena fakta bahwa

jenis kelamin perempuan lebih banyak mengalami kelainan kongenital yang letal dan

tidak dapat bertahan hidup hingga lahir.

6.3 Berat Bayi Lahir

Pada faktor berat bayi lahir, diperoleh persentase berat bayi lahir ≥2500 gram

lebih banyak yaitu sebesar 53,90%, daripada bayi dengan berat lahir <2500 gram

yaitu 38,96%. Sedangkan bayi dengan berat lahir tanpa keterangan yaitu 7,14%. Hasil

penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Wills dkk (2017) yang

menunjukkan bayi dengan kelainan kongenital ≥2500 gram lebih banyak (64,24%)

88
sedangkan <2500 gram (35,76%). Penelitian lain yang juga sejalan yaitu penelitian

yang dilakukan oleh Marwah A (2015) yang memperoleh persentase bayi baru lahir

dengan kelainan kongenital dengan berat lahir ≥2500 gram lebih banyak (60,55%)

daripada bayi dengan berat lahir ≤2500 gram (39,45%). Penelitian Marwah (2015) ini

jika dibandingkan dengan kontrol studinya maka berat bayi lahir <2500 gram lebih

besar persentasenya yaitu 2,19% sedangkan berat bayi lahir ≥2500 gram yaitu 1,57%.

Hasil penelitian ini mungkin disebabkan karena pada populasi yang diteliti

jumlah bayi baru lahir dengan berat bayi lahir yang normal (≥2500 gram) lebih

banyak dibandingkan berat bayi lahir rendah (<2500 gram).

6.4 Usia Gestasi

Dari hasil penelitian diperoleh persentase bayi baru lahir dengan usia gestasi

≥37 minggu lebih besar yaitu 68,18% dibandingkan bayi baru lahir dengan usia

gestasi <37 minggu yaitu 23,38%. Sedangkan bayi dengan usia gestasi tanpa

keterangan yaitu 8,44%. Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian yang

dilakukan oleh Wills dkk (2017) yaitu persentase usia gestasi ≥37 minggu lebih besar

(72,2%) sedangkan <37 minggu (27,8%). Hasil penelitian lain yang juga sejalan yaitu

penelitian yang dilakukan oleh Patel dan Chaudhary (2017), dimana persentase bayi

baru lahir dengan usia gestasi ≥37 minggu lebih besar yaitu 60,5% sedangkan bayi

dengan usia gestasi <37 minggu yaitu 39%. Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan

penelitian yang dilakukan oleh Marwah A (2015) yang memperoleh persentase bayi

dengan kelainan kongenital dengan usia gestasi <37 minggu lebih banyak yaitu

83,49% sedangkan bayi dengan usia gestasi ≥37 minggu sebesar 16,51%.

89
Rendahnya persentase bayi dengan usia gestasi <37 minggu (kurang bulan)

dibandingkan bayi dengan usia gestasi ≥ 37 minggu (cukup bulan) pada penelitian ini

mungkin disebabkan oleh karena mayoritas bayi tidak lahir di rumah sakit kelas A

(tertiary care hospital) atau pusat rujukan, sehingga bayi-bayi kurang bulan ini

mungkin meninggal sebelum mencapai pusat rujukan.

6.5 Usia Ibu

Dari hasil penelitian didapatkan bayi yang memiliki ibu usia 20-35 tahun

paling banyak mengalami kelainan kongenital yaitu 45,39%, kemudian usia >35

tahun yaitu 21,71%, usia <20 tahun yaitu 4,61%, dan tanpa keterangan 28,29%.

Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Marwah A (2015) di

Sonepat yang meneliti pola bayi baru lahir dengan kelainan kongenital pada populasi

bayi baru lahir di suatu rumah sakit, dimana ditunjukkan persentase usia ibu 20-35

tahun paling banyak yaitu 66,97%, usia ibu >35 tahun sebesar 17,43%, dan usia ibu

<20 tahun sebesar 15,60%.

Hasil penelitian ini dapat dikarenakan rentang usia pernikahan di Indonesia

terbanyak yaitu usia 20-30 tahun, dimana usia tersebut juga tergolong usia produktif,

sehingga ibu-ibu akan lebih banyak melahirkan anak pada rentang usia tersebut,

kemudian disusul oleh usia >35 tahun, dan terakhir usia <20 tahun karena pada usia

ini termasuk usia remaja dimana mereka masih bersekolah dan masih sangat sedikit

yang menikah.

90
6.6 Riwayat Ibu Mengonsumsi Obat-obatan

Dari hasil penelitian diperoleh persentase ibu tanpa riwayat mengonsumsi

obat pada masa kehamilan trimester pertama atau kedua yaitu sebesar 45,39%,

sedangkan ibu dengan riwayat mengonsumsi obat yaitu sebesar 9,87% dan tanpa

keterangan 44,74%. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan

oleh Qadir dkk (2017) yang memperoleh persentase ibu dengan riwayat

mengonsumsi obat yaitu 9,4% sedangkan ibu tanpa riwayat konsumsi obat-obatan

yaitu 91,5%.

Hasil penelitian ini dapat disebabkan banyaknya riwayat ibu mengonsumsi

obat yang tidak diketahui atau tidak tercantum pada rekam medik, sehingga

digolongkan ke dalam kategori “Tanpa Keterangan” yang dimana persentase kategori

ini cukup banyak yaitu 44,74%. Selain itu hasil penelitian ini juga mungkin

disebabkan oleh kesadaran ibu yang cukup tinggi berkaitan dengan bahaya

mengonsumsi obat-obatan saat hamil karena hampir semua ibu pada sampel

penelitian rutin melakukan antenatal care (ANC) atau kontrol di bidan ataupun dokter

kandungan.

6.7 Riwayat Ibu Mengonsumsi Obat Tradisional

Dari hasil penelitian diperoleh persentasi ibu dengan riwayat mengonsumsi

obat tradisional dalam hal ini obat herbal atau jamu yaitu 3,92%, tanpa riwayat

mengonsumsi obat tradisional 48,03%, dan tanpa keterangan 48,03%. Hal ini sesuai

dengan penelitian yang dilakukan oleh Ekwunife dkk (2017) di Nigeria Tenggara

yang memperoleh persentase ibu dengan riwayat mengonsumsi obat herbal yaitu

91
6,5% sedangkan ibu tanpa riwayat tersebut 93,5%. Hasil penelitian yang dilakukan

oleh Singh dan Sinha (2016) di India Utara tidak sesuai yang diperoleh pada

penelitian ini dimana persentase ibu dengan riwayat mengonsumsi obat tradisional

yaitu 40,89%.

Hasil yang diperoleh ini mungkin disebabkan oleh karena adanya perbedaan

budaya dan kepercayaan dari daerah penelitian sebelumnya. Selain itu, riwayat

konsumsi obat tradisional ibu yang tidak diketahui cukup banyak yaitu 48,03%

sehingga kemungkinan dari angka tersebut masih ada beberapa ibu dengan riwayat

mengonsumsi obat tradisional.

6.8 Riwayat Ibu Merokok

Riwayat ibu merokok dilihat dari riwayat ibu aktif merokok atau terpapar asap

rokok (merokok pasif) terutama pada masa kehamilan trimester pertama dan kedua.

Dari hasil penelitian didapatkan persentase ibu dengan riwayat merokok yaitu 3,95%

dimana semuanya adalah perokok pasif. Sedangkan persentase ibu tanpa riwayat

merokok yaitu 0,66% dan tanpa keterangan 95,39%.

Penelitian yang dilakukan oleh Mashuda dkk (2014) menunjukkan persentase

ibu perokok pasif yaitu 11,54% sedangkan ibu tanpa riwayat merokok pasif yaitu

88,46%. Penelitian yang dilakukan oleh Singh dan Sinha (2016) menunjukkan

persentase ibu perokok pasif yaitu 23,65% sedangkan ibu tanpa riwayat merokok

pasif yaitu 76,35%.

92
Namun, penelitian ini tidak dapat dibandingkan dengan penelitian-penelitian

yang sudah dilakukan sebelumnya karena tingginya persentase riwayat ibu merokok

yang tidak diketahui yang tergolong dalam kelompok tanpa keterangan. Selain itu

hasil yang telah didapatkan mungkin karena perilaku perokok aktif di Indonesia

masih buruk sehingga kebanyakan dari mereka akan tetap merokok di dalam rumah,

atau bahkan didekat ibu hamil. Semua riwayat merokok yang didapatkan yaitu

merokok pasif dapat dikarenakan pengaruh sosial budaya di Indonesia yang dianggap

tidak lazim jika seorang wanita merokok.

6.9 Riwayat Ibu Memakai Kosmetik Pemutih

Dari hasil penelitian tidak ditemukan adanya keterangan mengenai ada atau

tidaknya riwayat pemakaian kosmetik pemutih pada ibu karena tidak tercatat dalam

rekam medik. Penelitian mengenai distribusi ibu dengan penggunaan kosmetik pada

bayi dengan kelainan kongenital belum pernah dilakukan sebelumnya, dan tidak

adanya keterangan yang didapatkan penelitian ini sehingga tidak dapat dilakukan

perbandingan hasil penelitian.

6.10 Riwayat Ibu Memelihara Binatang Peliharaan

Dari hasil penelitian didapatkan persentase ibu dengan riwayat memelihara

binatang peliharaan yaitu 0,66%, sedangkan ibu tanpa riwayat tersebut 2,63% dan

tanpa keterangan 96,71%. Penelitian seperti ini belum dilakukan sebelumnya

sehingga tidak dapat dilakukan perbandingan hasil penelitian. Penelitian yang pernah

dilakukan sebelumnya yaitu oleh Chopra S dkk (2004) menunjukkan ibu dengan

seropositif toxoplasma yang mengalami Bad Obstetric History (aborsi, prematur,


93
lahir meninggal, kematian neonatus dan kelainan kongenital), dimana kelainan

kongenital tercatat dengan persentase 4,71%. Penelitian yang dilakukan oleh Tenter

AM dkk (2000) menunjukkan hasil persentase hewan dengan infeksi toxoplasma

gondii terbanyak yaitu pada kucing (70%), anjing (50%), dan kelinci (50%). Hasil

penelitian ini juga dipengaruhi oleh banyaknya persentase riwayat ibu memelihara

binatang yang tidak diketahui karena tidak tercatat di rekam medik.

6.11 Area Tempat Tinggal Ibu

Dari hasil penelitian didapatkan area tempat tinggal ibu diantaranya area

perkotaan (63,16%), area persawahan (5,26%), area perkebunan (3,29%) dan tidak

diketahui (27,63%). Penelitian seperti ini belum pernah dilakukan sebelumnya

sehingga tidak dapat dilakukan perbandingan hasil penelitian. Hasil penelitian ini

dipengaruhi oleh tidak lengkapnya alamat ibu yang tercatat di rekam medik serta

tidak ada keterangan area tempat tinggal yang tercatat.

Geschwind dkk meneliti tentang faktor risiko kelainan kongenital di daerah

perindustrian di New York. Dari penelitian tersebut didapatkan 12% peningkatan

kejadian kelainan kongenital pada orang-orang yang tinggal sekitar 1 mil dari daerah

tersebut. Croen dkk (1997) melakukan penelitian di California pada ibu dengan

tempat tinggal di daerah perkebunan dan persawahan yang kemungkinan terpapar

dengan pestisida, dan ditemukan odd ratio yang meningkat untuk kelainan neural

tube defect pada ibu yang tinggal 1 mil dari pusat agrikultural.

94
6.12 Riwayat Hubungan Keluarga Orang Tua (Consanguinity)

Dari hasil penelitian tidak ditemukan adanya keterangan mengenai ada atau

tidaknya hubungan keluaga orang tua bayi karena tidak tercatat dalam rekam medik.

Penelitian yang dilakukan oleh Marwah A (2015) menunjukkan persentase

konsanguinitas sebesar 1,83%. Penelitian Kokate dan Bang (2016) menunjukkan hasil

yang berbeda dimana konsanguinitas pada orang tua bayi dengan kelainan kongenital

cukup besar yaitu 40%. Perbedaan hasil penelitian tersebut dapat dikarenakan

perbedaan budaya masyarakat di masing-masing daerah penelitian.

6.13 Riwayat Ibu Mengonsumsi Minuman Energi atau Kopi

Dari hasil penelitian tidak ditemukan adanya keterangan mengenai ada atau

tidaknya riwayat mengonsumsi minuman energi atau kopi karena tidak tercatat di

rekam medik. Penelitian seperti ini belum pernah dilakukan sebelumnya. Minuman

energi atau kopi mengandung kafein. Efek dari kafein inilah yang diteliti sebelumnya.

Penelitian yang dilakukan oleh Browne ML dkk (2011) menunjukkan bahwa

konsumsi kafein menyebabkan defek lahir, seperti microtia, atresia esofagus,

kraniosinostosis, hernia diafragmatika, omfalokel dan gastroskisis.

Penelitian ini memiliki keterbatasan, yaitu itu karena penelitian ini

menggunakan data sekunder, peneliti tidak dapat menanyakan secara langsung

variabel-variabel yang dibutuhkan. Konsekuensinya masih banyak data yang kosong

atau tanpa keterangan karena tidak tercatat di rekam medik sehingga distribusi

variabel yang didapatkan kurang maksimal.

95
BAB 7
KESIMPULAN DAN SARAN

7.1 Kesimpulan

Kesimpulan dari penelitian ini yaitu:

1. Terdapat 154 bayi dengan kelainan kongenital yang memiliki rekam medik.

96 bayi dengan malformasi tunggal, 68 bayi dengan malformasi multipel.

Diantara 154 bayi ini, terdapat total 238 kelainan kongenital dengan

persentase jenis kelainan kongenital terbanyak yaitu sistem

sirkulasi/kardiovaskuler (33,19%), kemudian sistem digestif (28,15%), dan

sistem saraf pusat (10,08%).

2. Distribusi jenis kelamin pada bayi baru lahir dengan kelainan kongenital ini

lebih banyak pada laki-laki yaitu sebesar 57,14%.

3. Distribusi berat bayi lahir yang diketahui lebih banyak pada bayi berat lahir

normal (≥2500 gram) yaitu 53,90%.

4. Distribusi usia gestasi yang diketahui lebih banyak pada bayi dengan usia

gestasi ≥37 minggu (aterm) yaitu sebesar 68,18%.

5. Distribusi usia ibu yang diketahui paling banyak pada kelompok usia ibu

20-35 tahun yaitu sebesar 45,39%.

6. Distribusi ibu menurut riwayat mengonsumsi obat-obatan yang diketahui

menunjukkan kebanyakan tanpa riwayat yaitu sebesar 45,39%.

7. Distribusi ibu menurut riwayat mengonsumsi obat tradisional yang

diketahui menunjukkan kebanyakan ibu tanpa riwayat yaitu sebesar

48,03%.
96
8. Distribusi ibu menurut riwayat merokok aktif atau pasif yang diketahui

menunjukkan bahwa ibu dengan riwayat tersebut lebih banyak yaitu

sebesar 3,95%.

9. Distribusi ibu menurut riwayat penggunaan kosmetik pemutih yang

diketahui menunjukkan hasil yang sama antara tanpa riwayat dan dengan

riwayat penggunaan kosmetik pemutih, yaitu masing-masing sebesar

1,32%.

10. Distribusi ibu menurut riwayat memelihara binatang peliharaan hanya

tercatat 0,66%, dan tanpa riwayat memelihara yaitu 2,63%.

11. Distribusi ibu menurut area tempat tinggal menunjukkan kebanyakan ibu

tinggal di area perkotaan (63,16%).

12. Distribusi ibu menurut hubungan keluarga dengan ayah (consanguinity)

tidak dapat diidentifikasi karena tidak ditemukan adanya keterangan dalam

rekam medik.

13. Distribusi ibu menurut riwayat mengonsumsi minuman energi atau kopi

tidak dapat diidentifikasi karena tidak ditemukan adanya keterangan dalam

rekam medik.

97
7.2 Saran

Setelah melakukan penelitian ini, maka dapat diberikan saran:

1. Kepada masyarakat khususnya ibu hamil agar rutin melakukan antenatal care,

menghindari hal-hal yang dapat membahayakan janin, dan senantiasa menjaga

kesehatan ibu dan janin agar terhindar dari penyakit.

2. Kepada pihak tenaga medis di Rumah Sakit kiranya menuliskan secara lengkap

hasil anamnesis terutama faktor risiko pasien di rekam medik agar kedepannya

mudah melakukan pendataan.

3. Kepada peneliti selanjutnya di waktu mendatang agar meneliti dengan metode

yang berbeda dan dengan variabel yang belum diteliti pada penelitian ini.

98
DAFTAR PUSTAKA

Agha MM dkk. Determinants of survival in children with congenital abnormalities: a

long-term population-based cohort study. Birth defects research Part A,

Clinical and molecular teratology 2006;76:46-54.

Al-Saleh, Iman. Potential health consequences of applying mercury-containing skin-

lightening creams during pregnancy and lactation periods. Int J Hyg Environ

Health. 2016; 219(4-5): 468–474.

American Society for Reproductive Medicine (ASRM). Age and fertility: a guide for

patients. 2003.

Aria AM, O’Brien MC. The “High” Risk of Energy Drinks. JAMA. 2011; 305(6):

600–601

Barret JR. Chemical exposure: the ugly side of beauty products. Environmental

Health Perspectives. 2005; 113 (1): 23-27

Bhalerao A, Garg A. Pattern of Congenital Anomalies at Birth. International Journal

of Obstetrics and Gynaecology Research (IJOGR) Vol. 3 (2016) No.7, pp. 420-

426.

Bhatt-Mehta V, Deluga KS. Fetal exposure to lisinopril: neonatal manifestations and

management. Pharmacotherapy 1993;13:515-8.

Bourgeosis M, Dooms Goossens A, Knockaert D, Sprenger D, Vsan Boven M, Van

tittelboom T. Mercury intoxication after topical application of a metallic

mercury ointment. Dermatologica. 1986; 172:48–51

Briggs GG. Drug effects on the fetus and breast-fed infant. Clin Obstet Gynecol

2002;45:6-21.
99
British Medical Association (BMA). Smoking and Reproductive Life: The Impact of

Smoking on Sexual, Reproductive and Child Health. London: BMA, 2004.

Browne ML, Hoyt AT, Feldkamp ML, et al. Maternal caffeine intake and risk of

selected birth defects in the National Birth Defects Prevention Study. Birth

Defects Res A Clin Mol Teratol. 2011;91(2):93-101

Chandra PC, Schiavello HJ, Ravi B, et al. Pregnancy outcomes in urban teenagers.

Int J Gynaecol Obstet. 2002; 79:117–122.

Chen XK, Wen SW, Fleming N, et al. Teenage pregnancy and congenital anomalies:

which system is vulnerable? Hum Reprod. 2007; 22:1730–1735.

Chopra S, Arora U, Aggarwal A. Prevalence of IgM Antibodies to Toxoplasma,

Rubella, and Cytomegalovirus Infection During Preganancy. JK Science. Okt-

Des 2004; 6(4);190-192

Christianson A, Howson CP, Modell B, dkk. March of dimes global report on birth

defects: the hidden toll of dying and disabled children. New York: March of

Dimes Birth Defects Foundation, White Plains, 2006.

Cooper WO, Ray WA, Griffin MR. Prenatal prescription of macrolide antibiotics

and infantile hypertrophic pyloric stenosis. Obstet Gynecol 2002;100:101-6.

Cregler LL, Mark H. Medical complications of cocaine abuse. NEJM 1986;315:1495-

1500.

Croen LA, Shaw GM, Sanbonmatsu L, dkk. Maternal residential proximity to

hazardous waste sites and risk for selected congenital malformations.

Epidemiology. 1997; 8:347-354.

100
Departemen Kesehatan. Hari kelainan bawaan sedunia cegah bayi lahir cacat dengan

pola hidup sehat. 2016, (Diakses 08 Mei 2017) Dari URL :

http://www.depkes.go.id/article/print/16030300001/3-maret-hari-kelainan-

bawaan-sedunia-cegah-bayi-lahir-cacat-dengan-pola-hidup-sehat-.html

Departemen Kesehatan. Kondisi Pencapaian Program Kesehatan Anak Indonesia.

Pusat Data dan Informasi Kementrian Kesehatan RI. Jakarta: 2014.

Effendi SH, Indrasanto E. Kelainan kongenital (cacat bawaan) dalam Buku ajar

neonatologi IDAI. Edisi 1. Jakarta: 2008.

Ekwunife OH, Okoli CC, Ugwu JO, dkk. Congenital anomalies: Prospective study of

pattern and associated risk factors in infants presenting to a tertiary hospital in

Anambra State, South-east Nigeria. Niger J Paediatr 2017; 44 (2):76 – 80

El Koumi MA, dkk. Pattern of congenital anomalies in newborn: a hospital-based

study. Pediatric Reports 2013; volume 5:e5:20-23

Gandhi MK, Chaudari UR, Thakor N. A study on incidence of congenital anomalies

in new borns and their association with fetal factors: a prospective study. Int J

Res Med Sci. 2016; 4(4): 1200-1203

Geschwind SA, Stolwijk JA, Bracken M, dkk. Risk of congenital malformations

associated with proximity to hazardous waste sites. Am J Epidemiol. Juni

1992;135(11):1197-207

Gill SK, Broussard C, Devine O, dkk. Association between Maternal Age and Birth

Defects of Unknown Etiology - United States, 1997–2007. Birth Defects Res A

Clin Mol Teratol. 2012; 94(12): 1010–1018

101
Glinianaia SV, Rankin J, Bell R, Pless-Mulloli T, Howel D. Particulate air pollution

and fetal health: a systematic review of the epidemiologic evidence.

Epidemiology. 2004;15(1):36-45

Hagen A, Entezami M, Gasiorek–Wiens A, et al. The impact of first trimester

screening and early fetal anomaly scan on invasive testing rates in women with

advanced maternal age. Ultraschall Med. 2011; 32:302–306.

Heeren GA, Tyler J, Mandeya A. Agricultural chemical exposures and birth defects

in the Eastern Cape Province, South Africa A case – control study.

Environmental Health: A Global Access Science Source. 2003, 2:11

Hodach RJ, Hodach AE, Fallon JE, Folts JD, Bruyere HJ, Gilbert EF. The role of

beta-adrenergic activity in the production of cardiac and aortic arch anomalies

in the chick embryo. Teratology 1975;12:33-45.

IDAI. Deklarasi Surabaya. Kongres Nasional Ilmu Kesehatan Anak-XIV. Surabaya:

2008

Idanpaan-Heikkila J, Fritchie GE, Englert LF, Ho BT, McIsaac WM. Placental

transfer of tritiated-1-tetrahydrocannabinol. NEJM 1969;281:330.

International Statistical Classification of Diseases and Related Health Problems 10th

Revision. Congenital malformations, deformations and chromosomal

abnormalities (Q00-Q99). 2014. (Diakses 20 Mei 2017). Dari URL:

http://www.icd10data.com/ICD10CM/Codes/Q00-Q99

Khashan AS, Baker PN, Kenny LC. Preterm birth and reduced birth-weight in first

and second teenage pregnancies: a register-based cohort study. BMC

Pregnancy Childbirth. 2010; 10:36.


102
Klausner HA, Dingell JV. The metabolism and excretion of delta-9-

tetrahydocannabinol in the rat. Life Sci 1971;10:49-59.

Kokate P, Bang R. Study of congenital malformation in tertiary care centre, Mumbai,

Maharashtra, India. Int J Reprod Contracept Obstet Gynecol. 2017 Jan;6(1):89-

93

Kumar P, Burton BK. Congenital Malformation. Evidence based evaluation and

management. McGraw Hill Medical: 2008.

Levy PA, Marion RW. Human genetics and dysmorphology dalam Nelson Essentials

of Pediatric. Edisi 7. Elsevier: 2015.

Little BB. Cocaine abuse during pregnancy: maternal and fetal implications. Obstet

Gynecol 1989;73:157-160.

Loane M, Dolk H, Morris JK, EUROCAT Working Group. Maternal age-specific

risk of non-chromosomal anomalies. BJOG. 2009; 116:1111–1119.

Mabina, M.H., Pitsoe, S.B., Moodley, J. The effect of traditional herbal medicines on

pregnancy outcome. The King Edward viii Hospital experience South African

Medical Journal 1997; 87(8): 1008-1010.

Mahé A, Perret JL, Ly F, Fall F, Rault JP, Dumont A. The cosmetic use of skin-

lightening products during pregnancy in Dakar, Senegal: a common and

potentially hazardous practice. Trans R Soc Trop Med Hyg. 2007;101(2):183–

7.

Martin RA, Jones KL, Mendoza A, Barr M Jr, Benirschke K. Effect of ACE inhibition

on the fetal kidney: decreased renal blood flow. Teratology 1992;46:317-21.

103
Marwah A. Profile of gross congenital malformations among live newborns and its

associated risk factors from a tertiary care rural teaching institute. Asian

Journal of Biomedical and Pharmaceutical Sciences. 2015; 6 (55): 16-18.

Mashuda F, Zuechner A, Chalya PL, dkk. Pattern and factors associated with

congenital anomalies among young infants admitted at Bugando medical

centre, Mwanza, Tanzania. BMC Research Notes 2014, 7:195

Moore KL, Persaud TVN. The developing human: clinically oriented embryology. 5th

ed. Philadelphia: W.B. Saunders,1993.

Nabet C, Ancel PY, Burguet A, Kaminski M. Smoking during pregnancy and preterm

birth according to obstetric history: French national perinatal surveys.

Paediatr Perinat Epidemiol. 2005;19(2):88-96.

National Center for Health Statistics. Births: Preliminary Data for 2009. 2010.

National Vital Statistics Report.

Nilsen RM, Vollset SE, Gjessing HK, dkk. Patterns and predictors of folic acid

supplement use among pregnant women: the Norwegian Mother and Child

Cohort Study. Am J Clin Nutr. 2006; 84:1134–1141.

Noordalilati, M.N., Sulaiman, S.A., Sembulingam, K. and Afifi, S.A.B. Evaluation of

the teratogenicity study of standardized extract of Andrographis Paniculata in

Rats. Seminar on Medicinal & Aromatic Plants. Forest Research Institute

Malaysia (FRIM) 2004; 45.

Office for National Statistics (ONS). The Information Centre. Statistics on smoking:

England 2006. Office for National Statistics, 2006.

http://www.ic.nhs.uk/pubs/smokingeng2006/report/file.
104
Patel KG, Chaudhary C. Study of congenital malformations in newborns: a hospital

based prospective study. Int J Contemp Pediatr. 2017 Jul;4(4):1409-1413

Pina Bozzo, Angela Chua-Gocheco, MD, and Adrienne Einarson, RN. Safety of skin

products during pregnancy. Can Fam Physician. 2011; 57(6): 665-667.

Qadir M, Amir S, Bano S. Prevalence and associated risk factor of congenital

anomalies at tertiary care hospital. PJMHS. 2017; Vol 11(3): 942-945

Qadir M, Amir S, Bano S. Prevalence and associated risk factor of congenital

anomalies at tertiary care hospital. PJMHS. 2017; Vol 11(3): 942-945

Raatikainen K, Heiskanen N, Verkasalo PK, Heinonen S. Good outcome of teenage

pregnancies in high-quality maternity care. Eur J Public Health. 2006; 16:157–

161

Rahman AA, Sulaiman SA, Ahmad Z, dkk. Prevalence and pattern of use of herbal

medicines during pregnancy in Tumpat district, Kelantan. Malaysian Journal of

Medical Sciences. 2008; 15 (3): 40-48.

Reichman NE, Pagnini DL. Maternal age and birth outcomes: data from New Jersey.

Fam Plann Perspect. 1997; 29:268–272.

Robin LB, Arno GM, Alan B, Louanne H, Stefanie U, Debra LD, et al. Genetic

counseling and screening of consanguineous couples and their offspring:

recommendations of the national society of genetic counselors. J Genet Couns

2002;11(2):97–119.

Robison LL, Buckley JD, Daigle AE, Wells R, Benjamin D, Arthur DC, Hammond

GD. Maternal drug use and risk of childhood nonlymphoblastic leukemia

105
among offspring: an epidemiologic investigation implicating marijuana.

Cancer 1989;63:1904-1911.

Rogers JM. Tobacco and pregnancy. Reprod Toxicol 2009;28:152–160.

Rogers JM. Tobacco and pregnancy. Reprod Toxicol. 2009;28(2):152-60.

Rosano A dkk. Infant mortality and congenital anomalies from 1950 to 1994: an

international perspective. Journal of epidemiology and community health

2000;54:660-6.

Singh A, Sinha S. Risk factor of congenital malformations in North India: A Case

Control Study. Journal of Postgradusate Medicine, Education and Research,

Januari-Maret 2016;50(1):22-27

Singh S. Mother-to-child transmission and diagnosis of Toxoplasma gondii infection

during pregnancy. Indian J Med Miscrobiol. 2003; 21:69-76.

Sulaiman, S.A., Mohsin, S.S.J. and Chatterjee, A. An indigenous herbal formulation

and its contraceptive profile in rat. Biomed Res 2001; 12(1): 65-69.

Tabacova S, Little R, Tsong Y, Vega A, Kimmel CA. Adverse pregnancy outcomes

associated with maternal enalapril antihypertensive treatment.

Pharmacoepidemiol Drug Saf. 2003;12:633-46.

Talbot P. In vitro assessment of reproductive toxicity of tobacco smoke and its

constituents. Birth Defects Res C Embryo Today 2008;84:61–72.

Tenter AM, Heckeroth AR, Weiss LM. Toxoplasma gondii: from animals to humans.

Int J Parasitol. 2000;30:1217–1258.

106
Tiran, D. The use of herbs by pregnant and childbearing women: a risk-benefit

assessment. Complementary Therapies in Nursing and Midwifery 2003; 9 (4):

176-181.

Tough S, Benzies K, Fraser–Lee N, Newburn–Cook C. Factors influencing

childbearing decisions and knowledge of perinatal risks among Canadian men

and women. Matern Child Health J. 2007; 11:189–198.

Varga, C.A. and Veale, D.J.H. Isihlambezo: utilization patterns and potential health

effects of pregnancyrelated traditional herbal medicine. Soc Sci Med 1997; 44:

911-924.

Volpe JJ. Mechanisms of disease: effect of cocaine use on the fetus. NEJM

1992;327:399-407.

Wahn EH, Nissen E. Sociodemographic background, lifestyle and psychosocial

conditions of Swedish teenage mothers and their perception of health and

social support during pregnancy and childbirth. Scand J Public Health. 2008;

36:415–423

Wills V, Abraham J, Sreedevi NS. Congenital anomalies: the spectrum Of distribution

and associated maternal risk factors in a tertiary teaching hospital. Int J Reprod

Contracept Obstet Gynecol. 2017 Apr;6(4):1555-1560.

World Health Organization. Birth defect in South-East Asia a public health

challenge. Situation analysis. India: 2013.

World Health Organization. Congenital Anomalies. 2016. (Diakses 08 Mei 2017)

Dari URL: http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs370/en/

107
Yoshimura K, Tsukamoto K, Okazaki M, Virador VM, Lei TC, Suzuki Y, Uchida G,

Kitano Y, Harii K. Effects of all-trans retinoic acid on melanogenesis in

pigmented skin equivalents and monolayer culture of melanocytes. J Dermatol

Sci. 2001; 27:68–75

Zellweger H, McDonald IS, Abbo G. Is lysergic-acid-diethylamide a teratogen?

Lancet 1967;2:1066-1068.

108
LAMPIRAN
Lampiran I

REKOMENDASI PENELITIAN

109
110
111
LAMPIRAN II

DATA PENELITIAN
Consa-
Berat Konsumsi
Jenis Usia Usia Konsumsi Area Tempat Kosmetik Merokok Binatang nguinity &
No No RM Kelainan Kongenital Badan Herbal
Kelamin Gestasi Ibu (th) Obat Tinggal Pemutih Aktif/pasif Peliharaan minuman
Lahir atau jamu
energi/kopi
cukup
1 778820 Gastroschisis L <2500 19 Persawahan ya ya
bulan
cukup
2 748350 Atrial Septal Defect P <2500 37 tidak tidak Perkotaan
bulan
cukup
3 781020 Malformasi Anorektal L 2900 tidak Perkotaan
bulan
cukup
4 755620 Holoprosencephaly L 4330 34 Perkotaan
bulan
kurang
5 736030 Patent Ductus Arteriosus L 1040 34 Perkebunan
bulan
kurang
6 764250 Malformasi Anorektal L 1400 Perkotaan ya Tidak
bulan
Ventricle Septal Defect, cukup tidak
7 759940 L 2000 41 tidak tidak
Patent Ductus Arteriosus bulan diketahui

Malformasi Anorektal, cukup tidak


8 780450 L 2900 40 ya ya
Polidactily bulan diketahui
Conjoined Twin,
Ambigous Genitalia, cukup
9 763011 P 3400 33 Tidak Perkotaan ya ya
Congenital Talipes bulan
Equinovarus
Malformasi Anorektal,
Atrial Septal Defect,
cukup tidak
10 742601 Congenital Talipes L 3300 38 tidak Tidak
bulan diketahui
Equinovarus,
Mikropenis
cukup
11 740521 Hirschprung Disease P tidak Perkebunan
bulan
cukup
12 781541 Atrial Septal Defect L 3100 20 tidak Perkotaan
bulan

112
cukup tidak
13 773941 Malformasi Anorektal L 3000 37 tidak Tidak
bulan diketahui
cukup
14 765161 Malformasi Anorektal P 3800 tidak Tidak Perkotaan
bulan
cukup tidak
15 762251 Malformasi Anorektal L 3000 23 Tidak
bulan diketahui
Ventricle Septal Defect,
Patent Ductus
cukup
16 739861 Arteriosus, Palatoschisis, L 2700 41 tidak Tidak Perkotaan
bulan
Laringomalasia,
Mikrosefali
Persistent Foramen cukup
17 779851 P 2900 30 Perkotaan
Ovale bulan
Single Atrium, Single
cukup
18 771771 Ventricle, Conjoined P 3470 34 Tidak Perkotaan
bulan
Twin
Atrial Septal Defect, cukup
19 768890 P <2500 32 Perkotaan
Patent Ductus Arteriosus bulan
Malformasi Anorektal, kurang
20 757590 L 1700 Tidak Perkotaan
Syndactili, Dextrocardia bulan
cukup tidak
21 756290 Atresia Ileum P 3300 30 Tidak
bulan diketahui
Hidrosefalus, Persistent
cukup
22 769280 Foramen Ovale, P 3990 29 Ya Perkotaan
bulan
Undescended Testis
Malformasi Anorektal, cukup
23 753792 L 2900 35 tidak Perkotaan
Atresia Esofagus bulan
Atrial Septal Defect, kurang
24 751182 L 1975 29 Perkotaan
Ventricle Spetal Defect bulan
cukup
25 739262 Osteogenesis Imperfecta P <2500 31 tidak tidak Perkotaan
bulan
Patent Ductus
kurang
26 771672 Arteriosus, Persistent L 1400 36 tidak Perkotaan
bulan
Foramen Ovale
Atresia Esofagus, Atrial cukup
27 776562 P 2450 22 tidak tidak Perkotaan
Septal Defect bulan

113
Congenital Talipes kucing
cukup tidak
28 776512 Equinovarus, Sindrom L 2100 39
bulan diketahui
Smith
cukup
29 768191 Hirschprung Disease P 3000 tidak Persawahan
bulan
kurang
30 779002 Atrial Septal Defect P 2080 19 tidak tidak Perkotaan
bulan
Ambigous Genitalia, cukup tidak ya ya
31 763012 P <2500 33 tidak
Conjoined Twin bulan diketahui
Patent Ductus
kurang
32 761002 Arteriosus, Tetrallogy of L 1800 33 tidak Perkotaan
bulan
Fallot, Atresia Pulmonal
kurang
33 761412 Total Colon Aganglionik L <2500 33 tidak Industri
bulan
kurang
34 770681 Congenital HPS P 1170 33 tidak Perkotaan
bulan
cukup
35 764791 Malformasi Anorektal L 3200 22 tidak tidak Persawahan
bulan
Omfalokel, cukup tidak
36 756591 L 2700 ya
Undescended Testis bulan diketahui
cukup tidak tidak tidak
37 763181 Hidrosefalus L 2500 21 tidak
bulan diketahui
kurang tidak ya
38 763094 Gastroschisis P 2000 20 tidak tidak
bulan diketahui
cukup
39 757894 Down Syndrome L 3500 38 tidak ya Perkotaan
bulan
cukup
40 767274 Tetrallogy of Fallot P 3150 32 tidak tidak Perkotaan
bulan
cukup
41 755574 Malformasi Anorektal L tidak Perkotaan
bulan
cukup
42 782894 Hidrosefalus L <2500 33 ya Perkotaan
bulan
tidak
43 768884 Malformasi Anorektal L
diketahui

114
Persistent Foramen cukup
44 750054 P 3700 28 tidak tidak Perkotaan
Ovale bulan
cukup
45 749924 Annulare Pankreas L 3200 33 Perkotaan
bulan
cukup
46 744119 Malformasi Anorektal P 2900 tidak Perkotaan
bulan
cukup
47 776984 Meningocele L 2600 31 tidak tidak tidak diketahui
bulan
cukup
48 774354 Hirschprung Disease p 3200 31 Perkotaan
bulan
cukup
49 772854 Hirschprung Disease L 3300 28 tidak tidak Perkebunan
bulan
Patent Ductus kurang
50 736544 L 1480 20 tidak tidak Perkotaan
Arteriosus bulan

Persistent Foramen cukup


51 753644 P 1800 28 Perkotaan
Ovale bulan
cukup
52 759944 Malformasi Anorektal p 2700 18 tidak Perkotaan ya
bulan
kurang
53 761504 Atrial Septal Defect P <2500 37 Perkotaan
bulan
cukup
54 762614 Ventriculomegaly L 2650 36 ya tidak Perkotaan
bulan
cukup
55 777104 Malformasi Anorektal L 2900 tidak Perkotaan
bulan
cukup
56 761413 Hirschprung Disease P 2200 35 tidak tidak Perkotaan
bulan
cukup
57 738990 Malformasi Anorektal P 2500 tidak tidak Perkotaan
bulan
cukup
58 760470 Meningocele P 3050 26 tidak tidak Perkotaan
bulan
kurang
59 754470 Hipoplasia Cerebri P 1725 25 tidak tidak tidak diketahui
bulan
cukup
60 749760 Hirschprung Disease P 2850 39 tidak Perkotaan
bulan
cukup
61 777970 Hirschprung Disease L 2700 ya ya tidak diketahui
bulan

115
Persistent Foramen cukup
62 774560 L 3100 32 tidak tidak Perkotaan
Ovale bulan
cukup
63 741475 Malformasi Anorektal L 3600 38 tidak tidak Perkotaan
bulan
Dextrocardia, Patent cukup
64 764355 P 3000 Perkotaan
Ductus Arteriosus bulan
kurang
65 763445 Atrial Septal Defect L 1100 34 tidak tidak Perkotaan
bulan
Persistent Foramen cukup tidak
66 775935 L 4000 29 tidak tidak
Ovale bulan diketahui
Persistent Foramen kurang
67 774735 P 1660 38 Perkotaan
Ovale bulan
kurang
68 762495 Gastroschisis L 1950 ya Persawahan
bulan
cukup tidak
69 765585 Hirschprung Disease L 3600 33 tidak
bulan diketahui
kurang
70 755135 Atrial Septal Defect L 2200 30 tidak tidak Persawahan
bulan
kurang
71 766505 Malformasi Anorektal L <2500 24 tidak Perkotaan
bulan
Patent Ductus
cukup
72 749315 Arteriosus, Persistent L 3500 32 Perkotaan
bulan
Foramen Ovale

Gastroschisis, Atresia
Intestinal, Atresia
kurang tidak
73 755665 Colon, Ventricle Spetal P 2300 29 tidak tidak
bulan diketahui
Defect, Persistent
Foramen Ovale
kurang
74 750165 Gastroschisis P 2000 27 tidak Perkotaan
bulan
Persistent Foramen kurang
75 760593 L 1600 40 tidak ya Perkotaan
Ovale bulan

116
Ventricle Septal Defect,
kurang
76 759963 Tricuspid Hipoplasia, P 1250 47 tidak Perkotaan
bulan
Pulmonal Stenosis
Coarctation Aorta,
cukup
77 754183 Persistent Foramen P 920 23 tidak tidak Perkotaan
bulan
Ovale
Acyanotic Heart cukup tidak
78 768673 L 2560 31
Disease bulan diketahui
tidak
79 757973 Labiopalatoschisis L
diketahui
cukup
80 738973 Malformasi Anorektal P 2900 38 ya Perkotaan
bulan
cukup
81 745063 Malformasi Anorektal L 2425 tidak tidak Perkotaan
bulan
cukup tidak
82 782073 Atresia Esofagus P 2000 28 tidak tidak
bulan diketahui
Atresia Duodenum,
Ventricle Septal Defect,
83 780173 L 2100 37 ya Perkotaan
Persistent Foramen
Ovale
cukup
84 780943 Malformasi Anorektal P 2000 35 tidak tidak Perkotaan
bulan
cukup tidak
85 782819 Malformasi Anorektal L 3100
bulan diketahui
kurang
86 775539 Malformasi Anorektal L 2650 26 tidak tidak Perkotaan
bulan
Congenital Talipes cukup tidak
87 752129 P 2930 25
Equinovarus bulan diketahui
cukup tidak
88 740329 Hirschprung Disease L 2400 19 tidak tidak
bulan diketahui
Hirschprung Disease, cukup tidak
89 762649 L 2900 24 tidak tidak
Atrial Septal Defect bulan diketahui
Atrial Septal Defect, cukup
90 771766 P 3470 34 tidak Perkotaan
Conjoined Twin bulan

117
cukup
91 779366 Hirschprung Disease L 2860 Perkotaan
bulan
cukup tidak
92 761766 Down Syndrome L 2865 38 tidak
bulan diketahui
cukup
93 772636 Mikropenis L 3215 20 ya Perkotaan
bulan
Malformasi Anorektal, cukup
94 769526 L 3790 Perkotaan
Prone Belly Syndrome bulan
kurang
95 758526 Hipospadia L <2500 29 ya Perkotaan
bulan
Congenital Talipes cukup
96 773996 P 2725 33 Perkotaan
Equinovarus bulan
cukup
97 772396 Malformasi Anorektal P 2100 Persawahan
bulan
Persistent Foramen cukup tidak
98 772376 P 3254 18 tidak tidak
Ovale bulan diketahui
Spina Bifida,
99 762076 L Perkotaan
Hidrosefalus
kurang tidak
100 769796 Atrial Septal Defect L 750 19 ya
bulan diketahui
tidak
101 774256 Palatoschisis P
diketahui
Laringomalasia, Atrial kurang
102 777357 P 2100 22 tidak tidak Perkotaan
Septal Defect bulan

Malformasi Anorektal,
Meningocele, cukup
103 778957 P 2600 tidak Perkotaan
Congenital Talipes bulan
Equinovarus
cukup
104 759737 Atresia Ileum L 3700 32 tidak Perkotaan
bulan
Hidrosefalus, Spina cukup tidak
105 777767 P 2000 27 tidak
Bifida bulan diketahui
106 773227 Fimosis L Perkotaan

118
Laringomalasia,
cukup
107 771447 Congenital Talipes P 2200 34 Perkotaan
bulan
Equinovarus
Labiopalatoschisis, cukup
108 760247 L 3900 29 ya Perkotaan
Ventricle Septal Defect bulan
cukup
109 755123 Hirschprung Disease P 2800 43 tidak Perkotaan
bulan
Patent Ductus
cukup
110 747323 Arteriosus, Persistent P 3450 Perkotaan
bulan
Foramen Ovale

Atrial Septal Defect, cukup


111 749753 L 2950 38 tidak Perkotaan
Hernia Diafragmatika bulan
kurang tidak
112 771752 Hidrosefalus L 3000 tidak
bulan diketahui
Hirschprung Disease, cukup tidak
113 774822 L 3500 31 tidak tidak
Atresia Ileum bulan diketahui
Atrial Septal Defect,
Hipoplasia Cerebri, cukup
114 735170 P 2450 38 tidak tidak Perkotaan
Dandy Walker bulan
Syndrome
cukup
115 782143 Gastroschisis L 1700 tidak Perkebunan
bulan
Down Syndrome, cukup
116 754493 L 2600 ya ya Perkotaan
Mikropenis, Fimosis bulan

Ventricle Septal Defect,


Atrial Septal Defect, cukup
117 772522 P 2300 40 Perkotaan
Patent Ductus bulan
Arteriosus

Patent Ductus kurang


118 771552 L 2120 33 tidak Perkotaan
Arteriosus bulan

119
cukup
119 753852 Hirschprung Disease L 3600 tidak Perkotaan tidak
bulan
cukup
120 753152 Malformasi Anorektal L 3100 tidak tidak Perkotaan
bulan
cukup
121 745252 Atrial Septal Defect L 3500 41 tidak tidak Perkotaan
bulan
122 776659 Malformasi Anorektal P 2600 Persawahan
cukup tidak
123 778999 Hirschprung Disease L 3200
bulan diketahui
Patent Ductus kurang
124 754879 L <2500 tidak tidak Perkotaan
Arteriosus bulan
Laringomalasia, cukup
125 744599 P 2700 39 tidak Perkotaan
Meningoensefalokel bulan
Patent Ductus kurang
126 760669 L 2220 28 tidak Perkotaan
Arteriosus bulan
Labiopalatoschisis, cukup tidak
127 748498 P 2800 tidak
Atrial Septal Defect bulan diketahui
Atrial Septal Defect,
Labiopalatoschisis, cukup
128 767998 P 3060 40 tidak Perkotaan
Mikrosefali, bulan
Polidactily
Labiopalatoschisis, cukup
129 782768 P 2900 32 tidak tidak Perkotaan
Syndactili bulan
Gastroschisis, Atresia kurang
130 768388 L 2000 23 tidak tidak Perkotaan tidak ya
Ileum bulan
Meningoensefalokel,
cukup
131 764078 Atrial Septal Defect, P 3000 tidak tidak Perkebunan Tidak
bulan
Mikrosefali
cukup tidak
132 761888 Malformasi Anorektal L 3000 34 tidak
bulan diketahui
Malformasi
cukup
133 751598 Anorektal, Ambigous L 3400 tidak tidak Perkotaan
bulan
Genitalia
Undescended Testis, cukup
134 756798 L 1135 35 Perkotaan
Hipospadia bulan

120
Stenosis Duodenum,
Undescended Testis,
tidak
135 735878 Down Syndrome, L 2300 42
diketahui
Persistent Foramen
Ovale
tidak
136 775138 Hirschprung Disease L
diketahui
cukup
137 756817 Atrial Septal Defect P 2800 31 tidak tidak Perkotaan
bulan
Atrial Septal Defect,
Down Syndrome, tidak
138 782758 L
Malformasi diketahui
Anorektal
cukup
139 782558 Meningocele L 2800 19 Perkotaan
bulan
Patent Ductus
kurang
140 742217 Arteriosus, Atrial P 1665 20 tidak tidak Perkotaan
bulan
Septal Defect
Ventricle Septal
Defect, Atrial Septal cukup
141 761828 P 2800 46 tidak Perkotaan
Defect, Down bulan
Syndrome
Hirschprung Disease,
cukup
142 742528 Ventricle Septal P 2555 36 Perkotaan
bulan
Defect
Patent Ductus
kurang
143 745428 Arteriosus, Retina L 1180 28 tidak Perkotaan
bulan
Immatur
cukup tidak
144 747058 Hirschprung Disease L 2800 30 tidak tidak
bulan diketahui
145 743058 Hirschprung Disease L 2800 Perkotaan
Malformasi
146 740308 Anorektal, Down L 45 Perkotaan
Syndrome
cukup tidak
147 754447 Ensefalokel P 3000 ya
bulan diketahui

121
Congenital Talipes cukup
148 753027 P 2800 tidak Persawahan
Equinovarus bulan
Atrial Septal Defect,
cukup
149 773118 Patent Ductus P 1980 34 ya Perkotaan
bulan
Arteriosus
Malformasi
kurang
150 752718 Anorektal, L 1765 35 tidak tidak Perkotaan
bulan
Undescended Testis
Mikropenis,
kurang
151 755718 Hipospadia, L 1800 40 Perkotaan
bulan
Undescended Testis
Malformasi cukup tidak
152 774346 L 3000 36 tidak tidak
Anorektal bulan diketahui
tidak
153 776465 Hidrosefalus P
diketahui
kurang
154 741384 Atrial Septal Defect P 1600 41 Perkotaan
bulan

122
Lampiran III

BIODATA DIRI PENULIS

Data Pribadi :
Nama Lengkap : Citra Lestari
Nama Panggilan : Citra
Tempat/Tanggal Lahir : Palopo, 23 Februari 1996
Pekerjaan : Mahasiswa
Agama : Islam
Jenis Kelamin : Perempuan
Gol. Darah :A
Nama Orang Tua

 Ayah : Mustajab Syukur, S.E


 Ibu : Dra. Rachmawati Ramli
Pekerjaan Orang Tua

 Ayah : Wiraswasta
 Ibu : Wiraswasta
Anak ke : 3 dari 3 bersaudara
Alamat saat ini : BTP Perumahan Tamalanrea Mas Blok M1 No 17,
Makassar
No. Telp : (+62)85341379696

123
Email : citralestari.mustajab@gmail.com

Riwayat Pendidikan Formal

Periode Sekolah/Institusi/Universitas Jurusan


2001-2002 TK Negeri Pembina -
2002-2008 SDN 80 Lalebbata -
2008-2011 SMPN 1 Palopo -
2011-2014 SMAN 1 Palopo IPA
2014-sekarang Fakultas Kedokteran Universitas Pendidikan Dokter
Hasanuddin

Riwayat Organisasi

Periode Organisasi Jabatan


2015- Medical Youth Research Club Anggota
sekarang Fakultas Kedokteran Universitas
Hasanuddin
2016-2017 Asisten Bagian Anatomi Asisten Dosen
Universitas Hasanuddin

124

Anda mungkin juga menyukai