Syariat menurut bahasa berarti jalan. Syariat menurut istilah berarti hukum-hukum yang
diadakan oleh Allah untuk umatNya yang dibawa oleh seorang Nabi, baik hukum yang
berhubungan dengan kepercayaan (aqidah) maupun hukum-hukum yang berhubungan dengan
amaliyah
Menurut Prof. Mahmud Syaltout, syariat adalah peraturan yang diciptakan oleh Allah supaya
manusia berpegang teguh kepadaNya di dalam perhubungan dengan Tuhan dengan
saudaranya sesama Muslim dengan saudaranya sesama manusia, beserta hubungannya
dengan alam seluruhnya dan hubungannya dengan kehidupan.
Sistem hukum Islam dalam “Hukum Fikh” terdiri dari dua hukum pokok, ialah:
1. Hukum Rohaniah, lazim disebut “ibadat”, yaitu cara-cara menjalankan kewajiban
tentang keimanan terhadap Allah, seperti sholat, puasa, zakat dan menjalankan haji.
2. Hukum Duniawi, terdiri dari:
a. Muamalat, yaitu tata tertib hukum dan peraturan mengenai hubungan antar manusia
dalam bidang jual-beli, sewa-menyewa, perburuhan, hukum tanah, hukum perikatan,
hak milik, hak kebendaan dan hubungan ekonomi pada umumnya.
b. Nikah, yaitu perkawinan dalam arti membentuk sebuah keluarga yang terdiri dari
syarat-syarat dan rukun-rukunnya, hak dan kewajiban, dasar-dasar perkawinan
monogamy dan akibat-akibat hukum perkawinan.
c. Jinayat, yaitu hukum pidana yang meliputi ancaman hukuman terhadap hukum Allah
dan tindak pidana kejahatan.
b. Karakteristik
1. Asal mula hukum Islam berbeda dengan asal mula hukum umum.
Perbedaan pokok hukum Islam (syariah) dengan hukum Barat adalah bahwa hasil
konsep hukum Islam merupakan ekspresi dari wahyu Allah. Dengan kata lain bahwa hukum
Islam secara mendasar bersumber pada wahyu Allah. Inilah karakteristik yang membedakan
sistem hukum Islam dengan sistem hukum yang lain buatan manusia. Sistem hukum Barat
dan hukum modern yang lain tidak satu pun yang bersumber pada wahyu Tuhan, termasuk
hukum-hukum adat yang berkembang di beberapa daerah di tanah air kita (Indonesia).
Namun demikian, dalam kenyatannya, manusia modern lebih taat dan patuh pada aturan-
aturan hukum positif yang mempunyai kekuatan yang mengikat bagi setiap orang yang
masuk dalam lingkup pemberlakuan hukum positif tersebut dibandingkan dengan
ketaatannya pada hukum Tuhan (hukum Islam).
Semua aturan hukum Islam dalam bidang ibadah maupun muamalah bertujuan
mendidik individu untuk mewujudkan kesejahteraan dirinya dan kesejahteraan masyarakat
secara keseluruhan. Sebagai contoh dapat dilihat pada kewajiban shalat, puasa dalam bidang
ibadah, penghalalan jual beli dan pengharaman riba, dalam bidang muamalah. Dari contoh-
contoh di atas jelaslah bahwa hukum Islam di dalam mewajibkan perintah dan
mengharamkan larangan tidak hanya bertujuan untuk keselamatan dan kebahagiaan individu
saja, tetapi juga untuk mewujudkan kemaslahatan masyarakat secara umum. Hal ini sangat
berbeda dengan hukum-hukum buatan manusia yang pada umumnya memiliki
kecenderungan individual.
5. Hukum Islam dapat berkembang sesuai dengan lingkungan, waktu, dan tempat.
Kaidah-kaidah hukum Islam tidak terbatas pemberlakuannya pada kaum tertentu dan masa
tertentu. Kaidah-kaidah hukum Islam merupakan kaidah umum yang berlaku untuk semua
masa, tempat, dan golongan. Dalam sejarah terbukti hukum Islam telah berlaku selama empat
belas abad. Di saat terjadi berbagai perubahan masyarakat, ratusan kanun dan
aturanaturannya, serta perubahan dasar-dasar hukum seiring dengan sanksi yang ada, hukum
Islam tetap eksis dan berlaku untuk semua zaman dan tempat. Hukum Islam juga bersifat
universal yang meliputi seluruh manusia tanpa dibatasi oleh golongan dan daerah tertentu
seperti hukum-hukum para Nabi sebelum Muhammad. Hukum Islam berlaku bagi orang Arab
dan non-Arab, bagi kulit putih dan kulit hitam. Semua ini didasarkan pada kekuasaan Allah
Karakteristik ini terkait dengan dua bidang kajian hukum Islam, yaitu ibadah dan muamalah. Dalam
bidang ibadah terkandung nilai-nilai ta’abbudi, atau ghairu ma’qulat al-ma’na (irrasional), yakni
ketentuan ibadah itu harus sesuai dengan yang disyariatkan, meskipun akal tidak mampu
menjangkaunya. Sedang dalam bidang muamalah terkandung nilai-nilai ta’aqquli atau ma’qulat al-
ma’na (rasional), yakni ketentuan muamalah itu dapat diterima dan dijangkau oleh akal.
c. Sumber Hukum
1. Quran, yaitu kitab suci dari kaum muslimin yang diwahyukan oleh Allah kepada Nabi
Rasul Allah Muhammad dengan perantara Malaikat Jibril.
2. Sunnah Nabi, ialah cara hidup dari Nabi Muhammad atau cerita-cerita (hadis) mengenai
Nabi Muhammad.
3. Ijma, ialah kesepakatan para ulama besar tentang suatu hal dalam cara kerja
(berorganisasi)
4. Qiyas, ialah analogi dalam mencari sebanyak mungkin persamaan diantara dua kejadian.
Sistem hukum ini semula dianut oleh masyarakat Arab sebagai awal dari timbulnya dan
penyebaran agama Islam. Kemudian berkembang ke neagara-negara lain di Asia, Afrika,
Eropa dan Amerika secara individual atau kelompok. Sedangkan untuk beberapa negara di
Afrika dan Asia perkembangannya sesuai dengan pembentukan negara itu yang berasaskan
ajaran Islam. Bagi negara Indonesia walaupun mayoritas warga negaranya beragama Islam,
pengaruh agama itu tidak besar dalam bernegara karena pembentukan negara bukanlah
menganut ajaran Islam.