Anda di halaman 1dari 25

BAB I

PEMBAHASAN

1. Konsep Dasar Medis


A. Definisi Anemia

Anemia adalah keadaan rendahnya jumlah sel darah merah dan kadar

hemoglobin atau hematokrit di bawah normal (Brunner & Suddarth, 2000:22).

Anemia adalah suatu keadaan dengan kadar hemoglobin lebih rendah dari nilai

normal (Emma, 1999).

Anemia adalah suatu keadaan dimana kadar Hb dan atau hitung eritrosit lebih

rendah dari harga normal yaitu bila Hb < 14 g/dL dan Ht < 41%, pada pria atau Hb <

12 g/dL dan Ht < 37% pada wanita (Mansjoer, 1999:547).

Klasifikasi anemia dibagi menjadi 5 yaitu Anemia mikrositik hipokrom (anemia

defisiensi besi, anemia penyakit kronis), Anemia makrositik (defisiensi vitamin B12,

defisiensi asam folat), Anemia karena perdarahan, Anemia hemolitik, Anemia aplastik

(Mansjoer, 1999:547).

B. Etiologi

Penyebab anemia dapat dikelompokkan sebagai berikut :

1. Gangguan produksi eritrosit yang dapat menimbulkan anemia

a. Perubahan sintesa Hb yang dapat menimbulkan anemia defisiensi Fe,

Thalesemia, dan anemi infeksi kronik.

b. Perubahan sintesa DNA akibat kekurangan nutriet yang dapat menimbulkan

anemia permisiosa dan anemia asam folat.

1
c. Fungsi sel induk ( sistem sel ) terganggu, sehingga dapat menimbulkan

anemia aplastic dan leukimia.

d. Infiltrasi sum-sum tulang, misalnya karena karsinoma.

2. Kehilangan darah :

a. Akut karena perdarahan atau trauma / keselakaan yang terjadi secara


mendadak
b. Kronis karena perdarahan pada saluran cerna atau menorhagia

3. Meningkatnya pemecahan eritrosit ( hemolysis ). Hemolysis dapat terjadi karena :

a. Faktor bawaan, misalnya : kekurangan enzim G6PD ( untuk mencegah


kerusakan eritrosit )

b. Faktor yang didapat, yaitu : adanya bahan yang dapat merusak


eritrosit,misalnya ureum pada darah karena gangguan ginjal atau
penggolongan obat.

4. Bahan baku pembentuk eritrosit tidak ada, yaitu protein,asam folat, vitamin B12,
mineral Fe.

Menurut Mansjoer, (1999:547), anemia ini umumnya disebabkan oleh perdarahan


kronik. Penyebab lain yaitu :

1. Diet yang tidak mencukupi.

2. Absorbsi yang menurun.

3. Kebutuhan yang meningkat pada kehamilan.

4. Perdarahan pada saluran cerna, menstruasi, donor darah.

5. Hemoglobinuria.

6. Penyimpangan besi yang berkurang, seperti pada hemosiderosis paru.

2
C. Patofisiologi

Dalam keadaan normal tubuh orang dewasa mengandung rata-rata 3 – 5 gr besi,

hampir dua pertiga besi terdapat dalam hemoglobin dilepas pada proses penuaan serta

kematian sel dan diangkat melalui transferin plasma ke sumsum tulang untuk

eritropoiesis. Pada peredaran zat besi berkurang, maka besi dari diet tersebut diserap

oleh lebih banyak. Besi yang dimakan diubah menjadi besi keto dalam lambung dan

duodenum, penyerapan besi terjadi pada duodenum dan jejenum proksimal, kemudian

besi diangkat oleh tranferin plasma ke sumsum tulang, untuk sintesis hemoglobin atau

ke tempat penyimpanan di jaringan.

Pembentukan Hb terjadi pada sumsum tulang melalui semua stadium

pematangan besi merupakan susunan atau sebuah molekul dan hemoglobin, jika zat besi

rendah dalam tubuh maka pembentukan eritrosit atau eritropoetin akan mengganggu

sehingga produksi sel darah merah berkurang, sel darah merah yang berkurang atau

menurun mengakibatkan hemoglobin menurun sehingga transportasi oksigen dan nutrisi

ke jaringan menjadi berkurang, hal ini mengakibatkan metabolisme tubuh menurun

(Price, 1995).

Timbulnya anemia mencerminkan adanya kegagalan sumsum tulang atau

kehilangan sel darah merah berlebihan atau keduanya. Kegagalan sumsum tulang dapat

terjadi akibat kekurangan nutrisi, pajanan toksik, invasi tumor,atau kebanyakan akibat

penyebab yang tidak diketahui. Sel darah merahdapat hilang melalui perdarahan atau

hemolisis (destruksi) pada kasus yangdisebut terakhir, masalah dapat akibat efek sel

darah merah yang tidak sesuai dengan ketahanan sel darah merah normal atau akibat

beberapa faktor diluar sel darah merah yang menyebabkan destruksi sel darah

merah.Lisis sel darah merah (disolusi) terjadi terutama dalam sistem fagositik

ataudalam sistem retikuloendotelial terutama dalam hati dan limpa. Sebagaihasil

3
samping proses ini bilirubin yang sedang terbentuk dalam fagosit akanmasuk dalam

aliran darah. Setiap kenaikan destruksi sel darah merah(hemolisis) segera direpleksikan

dengan meningkatkan bilirubin plasma(konsentrasi normalnya 1 mg/dl atau kurang ;

kadar 1,5 mg/dlmengakibatkan ikterik pada sclera.(Smeltzer & Bare. 2002 : 935 ).

D. Manifestasi Klinik

Tanda-tanda yang paling sering dikaitkan dengan anemia adalah: pucat,


takikardi, sakit dada, dyspnea, nafas pendek, cepat lelah, pusing, kelemahan, tinitus,
penderita defisiensi yang berat mempunyai rambut rapuh dan halus, kuku tipis rata
mudah patah, atropi papila lidah mengakibatkan lidah tampak pucat, licin, mengkilat,
merah daging meradang dan sakit (Guyton, 1997).

Manifestasi klinis anemia besi adalah : pusing, cepat lelah, takikardi, sakit
kepala, edema mata kaki dan dispnea waktu bekerja. (Gasche C., 1997:126).

E. Pemeriksaan Diagnostik

Pemeriksaan diagnostik pada anemia adalah:

1. Jumlah darah lengkap (JDL) di bawah normal (hemoglobin, hematokrit

dan SDM).

2. Feritin dan kadar besi serum rendah pada anemia defisiensi besi.

3. Kadar B12 serum rendah pada anemia pernisiosa.

4. Tes Comb direk positif menandakan anemia hemolitik autoimun.

5. Hemoglobin elektroforesis mengidentifikasi tipe hemoglobin abnormal

pada penyakit sel sabit.

6. Tes schilling digunakan untuk mendiagnosa defisiensi vitamin B12 (Engram,

1999:430)

4
F. Prognosis

Prognosis baik apabila penyebab anemianya diketahui hanya karena kekurangan

besi saja lalu ditangani dengan penanganan yang adekuat. Gejala anemia dan

manifestasi klinik lainnya akan membaik dengan member preparat besi. jika terjadi

kegagalan dalam pengobatan, perlu dipertimbangkan hal-hal berikut :

1) Kesalahan diagnosis

2) Dosis obat tidak adekuat

3) Preparat Fe yang tidak tepat atau kadarluarsa

4) Perdarahan yang tidak teratasi

5) Disertai penyakit yang mempengaruhi absorbsi Fe

6) Gangguan absorbsi saluran cerna

5
Konsep Dasar Keperawatan

1. Pengkajian

Pengkajian adalah langkah awal dan dasar dalam proses keperwatan secara

menyeluruh. ( Boedihartono,1994 ).

1. Identitas klien dan keluarga ( penanggung jawab )

2. Nama,umur,jenis kelamin biasanya wanita lebih cenderung mengalami

anemia. disebabkan oleh kebutuhan zat besi wanita yang lebih banyak dari

pria terutama pada saat hamil.

2. Keluhan utama

Keluhan utama meliputi 5L, biasanya klien datang ke rumah sakit dengan keluhan

Letih, lesu, lemah,lelah, pandangan berkunang-kunang.

3. Riwayat kesehatan dahulu

1) Adanya menderita penyakit anemia sebelumnya, riwayat imunisasi

2) Adanya riwayat trauma, perdarahan

3) Adanya riwayat demma tinggi

4) Adanya riwayat penyakit ISPA.

4. Riwayat kesehatan saat ini

Klien pucat, kelemahan, sesak nafas, sampai adanya gejala gelisah, diaphoresis,

takikardi dan penurunan kesadaran.

5. Riwayat keluarga

1) Riwayat anemia dalam keluarga

2) Riwayat penyakit-penyakit seperti : kanker, jantung, hepatitis, DM, asma,

penyakit-penyakit infeksi saluran pernapasan.

6
6. Pemeriksaan fisik

1) AKTIVITAS/ISTIRAHAT

Keletihan, kelemahan, malaise umum kehilangan produktivitas, penurunan

semangat untuk bekerja toleransi terhadap latiha rendah. Kebutuhan untuk

tidur dan istirahat lebih banyak.

2) SIRKULASI

Riwayat kehilangan darah, kronis, misal perdarahan GI kronis, menstruasi

berat angina, CHF (akibat kerja jantung berlebihan).

3) INTEGRITAS EGO

Keyakinan agama atau budaya mempengaruhi pilihan pengobatan, misal,

penolakan transfusi darah.

4) ELIMINASI

Riwayat pielonefritis, gagal ginjal. Flatulen, sindrom

malabsorbsi. Hematemensis feses dengan darah segar,

melena. Diare/konstipasi. Penurunan haluaran urine.

5) MAKANAN/CAIRAN

Penurunan masukan diet, masukan diet protein hewan rendah

atau masukan produk sereal tinggi. Nyri mulut atau lidah,

kesulitan menelan (ulkus pada faring). Mual atau muntah,

dyspepsia, anoreksia. Adanya penurunan BB.Tidak pernah puas mengunyah

atau pike untuk es, kotoran, tepung jagung, cat, tanah lias dan sebagainya.

6) HIGIENE

Kurang bertenaga penampilan tak rapi.

7
7) NEUROSENSORI

Sakit kepala, berdenyut, vertigo, tinnitus, ketidakmampuan berkonsentrasi.

Insomnia, penurunan penglihatan dan bayangan pada mata. Kelemahan,

keseimbangan buruk kaki goyah, parestesia tangan atau kaki klaudikosi

sensasi menjadi dingin.

8) NYERI ATAU KENYAMANAN

Nyeri abdomen samara, sakit kepala.

9) PERNAFASAN

Riwayat TB, asbes, paru, nafas pendek pada istirahat dan

aktivitas. .

10) KEAMANAN

Riwayat pekerjaan terpanjang terhadap bahan kimia, misal bensin,

insektisida,fenilbutobon,naftalen,riwayat terpanjang pada radiasi baik sebagai

pengobatan atau kecelakaan.

7. PATHWAY
Faktor-faktor penyebab : penyakit kronis, faktor keturunan, kurang nutrisi,

kehilangan darah

Kadar Hb, eritrosit, Ht menurun

Anemia

Kerusakan Gangguan metabolisme Hipoksia jaringan


transport O2 protein atau lemak

8
Metabolisme Menurun Pemecahan lemak meningkat Resistensi tubuh
menurun

ATP yang dihasilkan Sensasi selera


menurun makan menurun (anoreksia Resti Infeksi

Energi menurun Kelemahan, kelelahan

Intoleransi Resti nutrisi kurang


akatifitas dari kebutuhan
tubuh

Resiko cedera

8. Diagnosa Keperawatan

a) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan suplay

oksigen dan kebutuhan

b) Resti nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan ketidakmampuan

mencerna makanan, absorbsi nutrient yang diperlukan (Doenges, 1999).

c) Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan pertahanan tubuh tidak adekuat

(Doenges, 1999:578).

d) Resiko tinggi cidera berhubungan dengan perubahan fungsi otak sekunder

terhadap hipoksia jaringan (Carpenito, 1998).

9. Rencana Tindakan

1. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan suplay oksigen

dan kebutuhan (Doenges, 2000:574).

Ditandai dengan:

9
a. Kelemahan dan keletihan.

b. Mengeluh penurunan toleransi aktivitas atau latihan.

c. Lebih banyak memerlukan istirahat dan tidur.

d. Palpitasi, takikardi, peningkatan tekanan darah.

Tujuan : tolesansi aktivitas meningkat.

Intervensi :

a. Kaji kemampuan pasien untuk melakukan aktivitas, catat kelelahan,

keletihan dan kesulitan menyesuaikan aktivitas sehari-hari.

b. Awasi tekanan darah, nadi, pernafasan selama dan sesudah aktivitas.

c. Berikan lingkungan tenang.

d. Pertahankan tirah baring bila diindikasikan.

e. Gunakan teknik penghematan energi.

f. Anjurkan pasien untuk menghentikan aktivitas bila palpitasi, nafas

pendek, kelemahan atau pusing.

2. Resti nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan ketidakmampuan

mencerna makanan, absorbsi nutrient yang diperlukan (Doenges, 1999).

Ditandai dengan:

a. Berat badan menurun.

b. Perubahan membran mukosa mulut.

c. Penurunan toleransi untuk aktivitas, kelemahan.

Tujuan : Berat badan meningkat/stabil dengan nilai

laboratorium normal.

Intervensi :

a. Kaji riwayat nutrisi, termasuk makanan yang disukai.

b. Observasi dan catat untuk makanan pasien.

10
c. Timbang BB tiap hari.

d. Berikan makanan sedikit tapi sering.

e. Catat adanya mual muntah.

f. Berikan obat sesuai indikasi.

3. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan pertahanan tubuh tidak adekuat

(Doenges, 1999:578).

Tujuan : tidak terjadi infeksi.

Intervensi :

a. Tingkatkan cuci tangan yang baik oleh pemberi perawatan pada pasien.

b. Pertahankan teknik aseptic ketat pada prosedur atau perawatan luka.

c. Beri posisi atau atur posisi.

d. Tingkatkan masukan cairan yang adekuat.

e. Catat adanya menggigil dan takikardi dengan atau tanpa demam.

f. Amati eritema atau cairan luka.

g. Kolaborasi berikan antiseptic topical atau antibiotik sistemik.

4. Resiko tinggi cidera berhubungan dengan perubahan fungsi otak sekunder terhadap

hipoksia jaringan (Carpenito, 1998).

Tujuan : tidak terjadi cidera.

Intervensi :

a. Awasi individu secara ketat selama beberapa malam pertama untuk

mengkaji keamanan.

b. Pertahankan tempat tidur pada ketinggian paling rendah.

c. Menggunakan lampu malam.

11
d. Anjurkan individu untuk meminta bantuan selama malam hari.

e. Jauhkan benda-benda yang memungkinkan terjadinya cidera.

BAB II

PEMBAHASAN DENGUE HEMORAGIK FEVER

1. Konsep Dasar Medis


A. Definisi DHF

Dengue Haemoragic Fever (DHF) adalah penyakit demam akut yang disertai

dengan adanya manifestasi perdarahan, yang bertendensi mengakibatkan renjatan yang

dapat menyebabkan kematian (Arief Mansjoer & Suprohaita; 2000; 419).

Dengue Haemoragic Fever (DHF) adalah infeksi akut yang disebabkan oleh

Arbovirus (arthropodborn virus) dan ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes Aegypti

dan Aedes Albopictus (Ngastiyah, 1995 ; 341).

Demam berdarah dengue adalah penyakit demam akut yang disebabkan oleh

empat serotipe virus dengue dan ditandai dengan empat gejala klinis utama yaitu

demam yang tinggi, manifestasi perdarahan, hepatomegali, dan tanda-tanda kegagalan

sirkulasi sampai timbulnya renjatan (sindroma renjatan dengue) sebagai akibat dari

kebocoran plasma yang dapat menyebabkan kematian (Rohim dkk, 2002 ; 45).

Dengue Haemoragic Fever (DHF) adalah penyakit yang terutama terdapat pada

anak dengan gejala utama demam, nyeri otot dan sendi, dan biasanya memburuk pada

dua hari pertama (Soeparman; 1987; 16).

2. Etiologi

1) Virus Dengue.

Virus dengue yang menjadi penyebab penyakit ini termasuk ke dalam Arbovirus

(Arthropodborn virus) group B, tetapi dari empat tipe yaitu virus dengue tipe 1,2,3

12
dan 4 keempat tipe virus dengue tersebut terdapat di Indonesia dan dapat

dibedakan satu dari yang lainnya secara serologis virus dengue yang termasuk

dalam genus flavovirus ini berdiameter 40 nonometer dapat berkembang biak

dengan baik pada berbagai macam kultur jaringan baik yang berasal dari sel – sel

mamalia misalnya sel BHK (Babby Homster Kidney) maupun sel – sel

Arthropoda misalnya sel aedes Albopictus.

2) Vektor.

Virus dengue serotipe 1, 2, 3, dan 4 yang ditularkan melalui vektor yaitu

nyamuk aedes aegypti, nyamuk aedes albopictus, aedes polynesiensis dan beberapa

spesies lain merupakan vektor yang kurang berperan berperan.infeksi dengan salah

satu serotipe akan menimbulkan antibodi seumur hidup terhadap serotipe

bersangkutan tetapi tidak ada perlindungan terhadap serotipe jenis yang lainnya (Arief

Mansjoer & Suprohaita; 2000;420).

Dengue haemoragic Fever (DHF) disebabkan oleh arbovirus (Arthopodborn

Virus) dan ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes Aegepthy. Virus Nyamuk aedes

aegypti berbentuk batang, stabil pada suhu 370 C. Adapun ciri-ciri nyamuk penyebar

demam berdarah menurut (Nursalam ,2008) adalah :

1. Badan kecil, warna hitam dengan bintik-bintik putih

2. Hidup didalam dan sekitar rumah

3. Menggigit dan menghisap darah pada waktu siang hari

4. Senang hinggap pada pakaian yang bergantung didalam kamar

5. Bersarang dan bertelur digenangan air jernih didalam dan sekitar rumah seperti

bak mandi, tempayan vas bunga.

3. Patofisiologi

Virus dengue masuk dalam tubuh melalui gigitan nyamuk Aedes dan infeksi

13
pertama kali mungkin memberi gejala sebagai Dengue Fever (DF). Reaksi tubuh

merupakan reaksi yang biasa terlihat sebagai akibat dari proses viremia seperti demam,

nyeri otot dan atau sendi, sakit kepala, dengan / tanpa rash dan limfa denopati.

Sedangkan DBD biasanya timbul apabila seseorang telah terinfeksi dengan virus

dengue pertama kali, mendapat infeksi berulang virus dengue lainnya. Reinfeksi ini akan

menyebabkan suatu reaksi anamnestik antibodi, sehingga menimbulkan konsentrasi

komplek antigen antibodi (komplek virus anti bodi) yang tinggi.

Terdapatnya komplek antigen antibodi dalam sirkulasi darah mengakibatkan :

1. Aktivasi sistem komplemen yang berakibat dilepaskannya mediator anafilatoksin C

3a dan C 5a, dua peptida yang berdaya melepaskan histamin dan merupakan

mediator kuat yang menyebabkan meningkatnya permeabilitas pembuluh darah

(plasma – Leakage), dan menghilangnya plasma melalui endotel dinding itu, renjatan

yang tidak diatasi secara adekuat akan menimbulkan anoksia jaringan, asidosis

metabolik dan berakhir kematian.

2. Depresi sumsum tulang mengakibatkan trombosit kehilangan fungsi agregasi dan

mengalami metamorfosis, sehingga dimusnahkan oleh sistem RE dengan akibat

terjadi trombositopenia hebat dan perdarahan.

3. Terjadinya aktivasi faktor Hagemon (faktor XII) dengan akibat akhir terjadinya

pembekuan intra vaskuler yang meluas. Dalam proses aktivasi ini maka plasminogen

akan berubah menjadi plasmin yang berperan pada pembentukan anafilatoksin dan

penghancuran fibrin menjadi Fibrin Degradation Product (FDP).

Virus dengue masuk ke dalam tubuh melalui gigitan nyamuk aedes aegypty

dimana virus tersebut akan masuk ke dalam aliran darah, maka terjadilah viremia (virus

masuk ke dalam aliran darah). Kemudian akan bereaksi dengan antibody dan terbentuklah

kompleks virus antibody yang tinggi akibatnya terjadilah peningkatan permeabilitas

14
pembuluh darah karena reaksi imunologik. Virus yang masuk ke dalam pembuluh darah

dan menyebabkan peradangan pada pembuluh darah vaskuler atau terjadi vaskulitis yang

mana akan menurunkan jumlah trombosit (trombositopenia) dan factor koagulasi

merupakan factor terjadi perdarahan hebat. Keadaan ini mengkibatkan plasma merembes

(kebocoran plasma) keluar dari pembuluh darah sehingga darah mengental, aliran darah

menjadi lambat sehingga organ tubuh tidak cukup mendapatkan darah dan terjadi

hipoksia jaringan.

Pada keadaan hipoksia akan terjadi metabolisme anaerob , hipoksia dan asidosis

jaringan yang akan mengakibatkan kerusakan jaringan dan bila kerusakan jaringan

semakin berat akan menimbulkan gangguan fungsi organ vital seperti jantung, paru-paru

sehingga mengakibatkan hipotensi , hemokonsentrasi , hipoproteinemia, efusi pleura,

syok dan dapat mengakibatkan kematian. Jika virus masuk ke dalam sistem

gastrointestinal maka tidak jarang klien mengeluh mual, muntah dan anoreksia.

Bila virus menyerang organ hepar, maka virus dengue tersebut menganggu sistem

kerja hepar, dimana salah satunya adalah tempat sintesis dan osidasi lemak. Namun,

karena hati terserang virus dengue maka hati tidak dapat memecahkan asam lemak

tersebut menjadi bahan keton, sehingga menyebabkan pembesaran hepar atau

hepatomegali, dimana pembesaran hepar ini akan menekan abdomen dan menyebabkan

distensi abdomen. Bila virus bereaksi dengan antbody maka mengaktivasi sistem

koplemen atau melepaskan histamine dan merupakan mediator factor meningginya

permeabilitas dinding pembuluh darah atau terjadinya demam dimana dapat terjadi DHF

dengan derajat I,II,III, dan IV.

4. Manifestasiklinis

Menurut Nursalam, 2008 tanda dan gejala penyakit DHF antara lain

15
1. Demam tinggi selama 5 – 7 hari

2. Mual, muntah, tidak ada nafsu makan, diare, konstipasi.

3. Perdarahan terutama perdarahan bawah kulit, ptechie, echymosis, hematoma.

4. Epistaksis, hematemisis, melena, hematuri.

5. Nyeri otot, tulang sendi, abdoment, dan ulu hati.

6. Sakit kepala.

7. Pembengkakan sekitar mata.

8. Pembesaran hati, limpa, dan kelenjar getah bening.

9. Tanda-tanda renjatan (sianosis, kulit lembab dan dingin, tekanan darah

menurun, gelisah, capillary refill lebih dari dua detik, nadi cepat dan lemah).

5. Pemeriksaan Diagnostik

(Nursalam, 2008)

1. Darah lengkap : hemokonsentrasi (hematokrit meningkat 20 % atau lebih),

trombositopenia (100.000/mm3 atau kurang)

2. Serologi : uji HI (hemoagutination inhibition test).

3. Rontgen thoraks : effusi pleura

6. Prognosis

Prognosis DHF ditentukan oleh derajat penyakit, cepat tidaknya penanganan

diberikan,umur, dan keadaan nutrisi. Prognosis DBD derajat I dan II umumnya baik.

DBD derajat III dan IV bila dapat dideteksi secara cepat maka pasien dapat ditolong.

angka kematian pada syok yang tidak terkontrol sekitar 40-50 % tetapi dengan terapi

penggantian cairan yang baik bisa menjadi 1-2 %. Penelitian pada orang dewasa di

surabaya,semarang, dan jakartamemperlihatkan bahwa prognosis dan perjalanan

penyakit DHF pada orang dewasa umumnya lebih ringan dari pada anak-anak. pada

16
kasus-kasus DHF yang disertai komplikasi seperti DIC dan ensefalopati prognosisnya

buruk.

Konsep Dasar Keperawatan

1. Pengkajian

a) Identitas Klien.

Nama, umur (Secara eksklusif, DHF paling sering menyerang anak – anak dengan

usia kurang dari 15 tahun. Endemis di daerah tropis Asia, dan terutama terjadi pada

saat musim hujan (Nelson, 1992 : 269), jenis kelamin, alamat, pendidikan, pekerjaan.

b) Keluhan Utama.

Panas atau demam.

c) Riwayat Kesehatan.

a. Riwayat penyakit sekarang.

Ditemukan adanya keluhan panas mendadak yang disertai menggigil dengan

kesadaran kompos mentis. Turunnya panas terjadi antara hari ke 3 dan ke 7 dan

keadaan anak semakin lemah. Kadang disertai keluhan batuk pilek, nyeri telan, mual,

diare/konstipasi, sakit kepala, nyeri otot, serta adanya manifestasi pendarahan pada

kulit

b. Riwayat penyakit yang pernah diderita.

Penyakit apa saja yang pernah diderita klien, apa pernah mengalami serangan ulang

DHF.

c. Riwayat imunisasi.

Apabila mempunyai kekebalan yang baik, maka kemungkinan akan timbulnya

komplikasi dapat dihindarkan.

d. Riwayat gizi.

17
Status gizi yang menderita DHF dapat bervariasi, dengan status gizi yang baik

maupun buruk dapat beresiko, apabila terdapat faktor predisposisinya. Pasien yang

menderita DHF sering mengalami keluhan mual, muntah, dan nafsu makan menurun.

Apabila kondisi ini berlanjut dan tidak disertai dengan pemenuhan nutrisi yang

mencukupi, maka akan mengalami penurunan berat badan sehingga status gizinya

menjadi kurang.

e. Kondisi lingkungan.

Sering terjadi di daerah yang padat penduduknya dan lingkungan yang kurang

bersih ( seperti air yang menggenang dan gantungan baju dikamar ).

d) . Acitvity Daily Life (ADL)

1) Nutrisi : Mual, muntah, anoreksia, sakit saat menelan.

2) Aktivitas : Nyeri pada anggota badan, punggung sendi,

kepala, ulu hati, pegal-pegal pada seluruh

tubuh, menurunnya aktivitas sehari-hari.

3) Istirahat, tidur : Dapat terganggu karena panas, sakit kepala

dan nyeri

4) Eliminasi : Diare / konstipasi, melena, oligouria sampai

anuria.

5) Personal hygiene : Meningkatnya ketergantungan kebutuhan

perawatan diri.

18
2. Pathway

19
Diagnosa Keperawatan

1) Peningkatan suhu tubuh (hipertermi) berhubungan dengan proses infeksi virus.

2) Kekurangan volume cairan berhubungan dengan peningkatan permeabilitas kapiler,

perdarahan, muntah dan demam.

3) Gangguan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan mual,

muntah, anoreksia.

4) Perubahan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan perdarahan.

5) Gangguan rasa nyaman (nyeri) berhubungan dengan keletihan, malaise sekunder

akibat DHF.

4. Rencana Keperawatan

No Diagnosa Tujuan dan Kriteria Intervensi Rasional


Keperawatan Hasil
1. Peningkatan Tujuan : 1. Monitor 1. Perubahan
suhu tubuh Anak menunjukkan temperatur tubuh temperatur dapat
(hipertermi) suhu tubuh dalam 2. 2. Observasi tanda- terjadi pada proses
berhubungan batas normal. tanda vital (suhu, infeksi akut.
Kriteria hasil : tensi, nadi,
dengan proses 2. Tanda vital
a. Suhu tubuh 36- pernafasan tiap 3
infeksi virus. merupakan acuan
37 0C jam atau lebih
untuk mengetahui
b. Pasien bebas dari sering).
demam. 3. Anjurkan pasien keadaan umum
untuk minum pasien.
banyak 1 ½ -2 liter
3. 3. Peningkatan suhu
dalam 24 jam.
tubuh mengakibatkan
4. Berikan kompres
penguapan tubuh
dingin
meningkat sehingga
5. Berikan perlu diimbangi
antipiretik sesuai dengan asupan yang
program tim medis banyak.
4. Menurunkan panas
lewat konduksi.

20
5. Berikan antipiretik
sesuai program tim
medis

2. Kekurangan Tujuan : 1. 1. Kaji keadaan 1. 1. Menetapkan data


volume cairan Anak menunjukkan umum dasar untuk
berhubungan tanda-tanda pasien mengetahui dengan
dengan terpenuhinya 2. 2. Observasi tanda-
cepat penyimpangan
peningkatan kebutuhan cairan. tanda syok (nadi
dari keadaan
permeabilitas Kriteria hasil : lemah dan cepat,
normalnya.
kapiler, a. 1. TTV (nadi, tensi) tensi menurun akral
2. Mengetahui tanda
perdarahan, dalam batas normal.
dingin, kesadaran
muntah,dan b. 2. Turgor kulit syok sedini mungkin
menurun, gelisah)
demam. kembali dalam 1 sehingga dapat segera
3. Monitor tanda-
detik. dilakukan tindakan
c. 3. Ubun-ubun datar. tanda dehidrasi
3. 3. Mengetahui derajat
d. 4. Produksi urine 1 (turgor kulit turun,
dehidrasi (turgor kulit
cc/ ubun-ubun cekung
turun, ubun-ubun
kg/ BB/ jam. produksi urin turun).
45 5. Tidak terjadi syok cekung produksi urin
4. 4. Berikan hidrasi
hipovolemik turun).
peroral secara
5. As 4. upan cairan sangat
adekuat sesuai
diperhatikan untuk
dengan kebutuhan
menambah volume
tubuh.
cairan tubuh.
5. kolaborasi
5. 5. memberikan cairan
pemberian cairan
ini sangat penting bagi
intravena RL,
pasien yang
glukosa 5% dalam mengalami defisit
half strenght NaCl volume cairan dengan
0,9%, Dextran L 40 keadaan umum yang
K. buruk karena cairan
ini langsung masuk ke
pembuluh darah.

21
Pe

3.
22

3. Gangguan Tujuan : 1. Monitor intake 1. memonitor intake


pemenuhan Kriteria hasil : makanan kalori dan
nutrisi kuranga. 1.Adanya minat/ 2. memberikan Infusiensikualitas
dari kebutuhan selera perawatan mulut konsumsimakanan.
berhubungan makan.
sebelum dan sesudah2. 2. Mengurangi rasa
dengan mual, b. 2. Porsi
makan tidak nyaman dan
muntah dan makansesuai
3. sajikan makanan meningkatkan selera
anoreksia. kebutuhan.
c. 3. BB yang menarik, makan.
dipertahankan merangsang selera 3 3. Meningkatkan
sesuai usia. dan dalam suasana selera makan sehingga
d. 4. BB meningkat yang menyenagkan meningkatkan intake
sesuai usia.
4. berikan makanan makanan.
dalam porsi kecil 4. Makan dalam porsi
tapi sering besar/ banyak lebih
5. timbang BB setiap sulit dikonsumsi saat
hari pasien anoreksia.
6. konsul keahli gizi 5. Memonitor
kurangnya BB dan
efektifitas intervensi
nutrisi yang diberikan.
6. Memberikan
bantuan untuk

22
menetapkan diet dan
merencanakan
pertemuan secara
individual bila
diperlukan.

4 Perubahan Tujuan : 1. 1. Kaji dan catat 1. tanda vital


perfusi jaringan
Anak menunjukkan tanda- tanda-tanda vital merupakan acuan
perifer tanda perfusi (kualitas dan untuk mngetahui
berhubungan jaringan perifer yang frekuensi nadi, tensi, penurunan perfusi ke
dengan adekuat. capilary reffil).
jaringan
perdarahan. Kriteria hasil : . 2. Kaji dan catat
2. suhu dingin, warna
a. 1.Suhu ekstrimitas sirkulasi pada
pucat, pada
hangat, tidak ekstrimitas (suhu
lembab, warna kelembaban, dan ekstrimitas
merah muda. warna). menunjukkan
b. 2.Ekstrimitas tidak
Ni 3. nilai kemungkinan sirkulasi darah
nyeri, tidak kematian jaringan kurang adekuat.
ada pembengkakan. pada ekstrimitas
3. mengetahui tanda
c. 3. CRT kembali seperti dingin, nyeri,
kematian jaringan
dalam 1 detik. pembengkakan,
kaki. ekstrimitas lebih
awal dapat berguna
untuk mencegah
kematian jaringan

5
Gangguan rasa nyaman
Tujuan : Rasa nyaman pasien 1. Kaji tingkat nyeri 1. Mengetahui nyeri
(nyeri) terpenuhi dengan yang dialami pasien yang dialami pasien
berhubungan kriteria nyeri dengan memberi sehingga perawat

23
dengan berkurang atau rentang nyeri (0- dapat menentukan
keletihan hilang. 10). cara mengatasinya.
malaise 2. Kaji faktor- 2. Dengan
sekunder akibat faktor mengetahui faktor-
DHF.
yangmempengaruhi faktor tersebut maka
reaksi pasien perawat dapat
terhadap nyeri. melakukan intervensi

c. 3. Berikan posisi yang sesuai dengan


yang nyaman dan masalah klien.
ciptakan suasana 3. Posisi yang
ruanganyang tenang. nyaman dan situasi
d. 4. Berikan suasana
yang tenang dapat
gembira bagi pasien,
membuat perasaan
alihkan perhatian
yang nyaman pada
pasien dari rasa
nyeri dengan pasien.
mainan, membaca 4. Dengan
buku cerita. melakukan
5.Kolaborasi aktifitas lain
pemberian obat-
pasien dapat
obatan analgesik.
sedikit mengalihkan
perhatiannya
terhadap nyeri.
5. Obat analgesik
5. dapat menekankan
rasa nyeri.

24
DAFTAR PUSTAKA

Boedihartono. 1994. Proses Keperawatan di Rumah Sakit. Jakarta.

Burton, J.L. 1990. Segi Praktis Ilmu Penyakit Dalam. Binarupa Aksara : Jakarta

Carpenito, L. J. 1999. Rencana Asuhan keperawatan dan dokumentasi keperawatan,

Diagnosis Keperawatan dan Masalah Kolaboratif, ed. 2. EGC : Jakarta

Suriadi & Yuliani, Rita. 2001. Buku Pegangan Praktek Klinik : Asuhan

Keperawatan pada Anak. Sagung Seto: Jakarta.

Doenges, Marilynn E, dkk, (2000), Penerapan Proses Keperawatan dan Diagnosa

Keperawatan, EGC ; Jakarta.

25

Anda mungkin juga menyukai