PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Psikiatri dipenuhi oleh fenomenologi dan penelitian fenomena mental.
Dokter psikiatri harus belajar untuk menguasai observasi yang teliti dan
penjelasan yang mengungkapkan keterampilan termasuk belajar bahasa baru.
Bagian bahasa didalam psikiatri termasuk pengenalan dan definisi tanda dan
gejala perilaku dan emosional.
Kegawatdaruratan Psikiatrik merupakan aplikasi klinis dari psikiatrik pada
kondisi darurat. Kondisi ini menuntut intervensi psikiatriks seperti percobaan
bunuh diri, penyalahgunaan obat, depresi, penyakit kejiwaan, kekerasan atau
perubahan lainnya pada perilaku. Pelayanan kegawatdaruratan psikiatrik
dilakukan oleh para profesional di bidang kedokteran, ilmu perawatan,
psikologi dan pekerja sosial. Permintaan untuk layanan kegawatdaruratan
psikiatrik dengan cepat meningkat di seluruh dunia sejak tahun 1960-an,
terutama di perkotaan. Penatalaksanaan pada pasien kegawatdaruratan
psikiatrik sangat kompleks. Para profesional yang bekerja pada pelayanan
kegawatdaruratan psikiatrik umumnya beresiko tinggi mendapatkan kekerasan
akibat keadaan mental pasien mereka. Pasien biasanya datang atas kemauan
pribadi mereka, dianjurkan oleh petugas kesehatan lainnya, atau tanpa
disengaja. Penatalaksanaan pasien yang menuntut intervensi psikiatrik pada
umumnya meliputi stabilisasi krisis dari masalah hidup pasien yang bisa
meliputi gejala atau kekacauan mental baik sifatnya kronis ataupun akut.
1
B. Tujuan
a.Tujuan umum
Adapun tujuan umum dari pembuatan makalah ini adalah untuk mengetahui
gambaran umum tentang keperawatan gawat darurat psikiatri serta mampu
berperan sebagai perawat jiwa baik di Rumah Sakit atau di komunitas.
b. Tujuan khusus
Setelah menyusun makalah ini diharapkan
1. Memenuhi tugas Keperawatan Gawat Darurat Psikiatri
2. Untuk memperdalam pengetahuan dalam keperawatan Gawat Darurat
Psikiatri
3. Teman-teman mahasiswa mampu menjelaskan pengertian keperawatan
Gadar Psikiatri
4. Teman-teman mahasiswa mampu menjelaskan faktor penyebab
diadakannya keperawatan Gadar Psikiatri
5. Teman-teman mahasiswa mampu menjelaskan tanda dan gejala bunuh diri
6. Teman-teman mahasiswa mampu menjelaskan tanda dan gejala prilaku
kekerasan
7. Teman-teman mahasiswa mampu menjelaskan tanda dan gejala
gaduh/gelisah
8. Teman-teman mahasiswa mampu menjelaskan tanda dan gejala
withdrawal
9. Teman-teman mahasiswa mampu menjelaskan dasar hukum yang
melatarbelakangi keperawatan Gadar Psikiatri
10. Teman-teman mahasiswa mampu menyebutkan adta mengenai psikosis,
neurosis dan NAPZA
C. Sistematika Penulisan
Dalam menyusun makalah ini, penyusunannya dibagi menjadi 3 bab
dengan urutan sebagai berikut :
2
Bab1 : Pendahuluan meliputi latar belakang masalah, tujuan penyusunan,
dan sistematika penulisan.
Bab2 : Tinjauan teoritik terdiri dari konsep dasar mengenai jiwa terdiri dari
definisi, ciri-ciri/ karakteristik jiwa sehat dan sakit, faktor penyebab gangguan
jiwa, tanda dan gejala, pendekatan, peran dan fungsi perawat, perkembangan
keperawatan kesehatan jiwa, pelayanan keperawatan, perkembangan
pelayanan keperawatan jiwa psikiatri, dan perkembangan keperawatan jiwa di
Indonesia.
Bab 3 : Penutup berisi kesimpulan mater
3
BAB II
KONSEP DASAR PSIKIATRIK
A. Definisi
Rangkaian kegiatan praktik keperawatan kegawatdaruratan yang
diberikan oleh perawat yang kompeten untuk memberikan asuhan
keperawatan di ruang gawat darurat.
Keperawatan Kegawat Daruratan (emergency Nursing) Adalah bagian
dari keperawatan dimana perawat memberikan asuhan kepada klien yang
sedang mengalami keadaan yang mengancam kehidupan karena sakit atau
kecelakaan.
Unit Gawat Darurat Adalah tempat/unit di RS yang memiliki tim kerja
dengan kemampuan khusus & peralatan yang memberikan pelayan pasien
gawat darurat, merupakan rangkaian dari upaya penanggulangan pasien
dengan gawat darurat yang terorganisir
Kondisi pada keadaan kegawatdaruratan psikiatrik meliputi percobaan
bunuh diri, ketergantungan obat, intoksikasi alkohol, depresi akut, adanya
delusi, kekerasan, serangan panik, dan perubahan tingkah laku yang cepat dan
signifikan, serta beberapa kondisi medis lainnya yang mematikan dan muncul
dengan gejala psikiatriks umum. Kegawatdaruratan psikiatrik ada untuk
mengidentifikasi dan menangani kondisi ini. Kemampuan dokter untuk
mengidentifikasi dan menangani kondisi ini sangatlah penting.
Keperawatan Gawat Darurat adalah pelayanan profesional yg
didasarkan pada ilmu keperawatan gawat darurat & tehnik keperawatan gawat
darurat berbentuk pelayanan bio-psiko-sosio- spiritual yang komprehensif
ditujukan pada semua kelompok usia yang sedang mengalami masalah
kesehatan yang bersifat urgen , akut dan kritis akibat trauma, proses
kehidupan ataupun bencana.
4
B. Faktor Penyebab Gawat Darurat Psikiatri
Kondisi Kedaruratan Adalah suatu kondisi dimana terjadi gangguan
integritas fisiologis atau psikologis secara mendadak. Semua masyarakat
berhak mendapat perawatan kesehatan gawat darurat, pencegahan, primer,
spesialistik serta kronik. Perawatan GD harus dilakukan tanpa memikirkan
kemampuan pasien untuk membayar. Semua petugas medis harus diberi
kompensasi yang adekuat, adil dan tulus atas pelayanan kesehatan yang
diberikannya. Diperlukan mekanisme pembayaran penggantian atas
pelayanan gratis, hingga tenaga dan sarana tetap tejaga untuk setiap
pelayanan. Ini termasuk mekanisme kompensasi atas penderita yang tidak
memiliki asuransi, bukan penduduk setempat atau orang asing. Semua pasien
harus mendapat pengobatan, tindakan medis dan pelayanan memadai yang
diperlukan agar didapat pemulihan yang baik dari penyakit atau cedera akut
yang ditindak secara gawat darurat.
Tempat rujukan layanan kegawatdaruratan psikiatrik biasanya dikenal
sebagai Psychiatric Emergency Service, Psychiatric Emergency Care Centres,
atau Comprehensive Psychiatric Emergency Programs. Tenaga kesehatan
terdiri dari berbagai disiplin, mencakup kedokteran, ilmu perawatan,
psikologi, dan karya sosial di samping psikiater. Untuk fasilitas, kadang
dirawat inap di rumah sakit jiwa, bangsal jiwa, atau unit gawat darurat, yang
menyediakan perawatan segera bagi pasien selama 24 jam. Di dalam
lingkungan yang terlindungi, pelayanan kegawatdaruratan psikiatrik diberikan
untuk memperoleh suatu kejelasan diagnostik, menemukan solusi alternatif
yang sesuai untuk pasien, dan untuk memberikan penanganan pada pasien
dalam jangka waktu tertentu. Bahkan diagnosis tepatnya merupakan suatu
prioritas sekunder dibandingkan dengan intervensi pada keadaan kritis.
Fungsi pelayanan kegawatdaruratan psikiatrik adalah menilai
permasalahan pasien, memberikan perawatan jangka pendek, memberikan
pengawasan selama 24 jam , mengerahkan tim untuk menyelesaikan
intervensi pada tempat kediaman pasien, menggunakan layanan manajemen
keadaan darurat untuk mencegah krisis lebih lanjut, memberikan peringatan
5
pada pasien rawat inap dan pasien rawat jalan, dan menyediakan pelayanan
konseling lewat telepon.
6
Perubahan kebiasaan makan: kehilangan nafsu makan atau bertambahnya
nafsu makan. Perubahan lain bisa termasuk penambahan atau penurunan
berat badan.
Berkurangnya ketertarikan seksual: perubahan seperti ini bisa mencakup
impotensi, keterlambatan atau ketidakteraturan menstruasi.
Harga diri rendah: gejala bunuh diri ini bisa diperlihatkan melalui emosi
seperti malu, minder atau membenci diri sendiri.
Ketakutan atau kehilangan kendali: seseorang khawatir akan kehilangan
jiwanya dan khawatir membahayakan dirinya atau orang lain.
Kurangnya harapan akan masa depan: tanda bunuh diri lainnya adalah
seseorang merasa bahwa tidak ada harapan untuk masa depan dan segala
hal tidak akan pernah bertambah baik.
Beberapa tanda bunuh diri lainnya meliputi pernah mencoba bunuh diri,
memiliki riwayat penyalahgunaan obat atau alkohol, belanja berlebihan,
hiperaktivitas, kegelisahan dan kelesuan.
2. Perilaku kekerasan
Umumnya klien dengan Perilaku Kekerasan dibawa dengan paksa
ke Rumah sakit Jiwa. Sering tampak klien diikat secara tidak manusiawi
disertai bentakan dan pengawalan oleh sejumlah anggota keluarga bahkan
polisi.
Perilaku kekerasan adalah perilaku individu yang dapat membahayakan
orang diri sendiri baik secar fisik, emosional, dan atau sexua litas ( Nanda,
2005 ).
Perilaku kekerasan atau agresif merupakan suatu bentuk perilaku yang
bertujuan untuk melukai seseorang secara fisik maupun psikologis
(Berkowitz,1993 dalam Depkes, 2000).
Marah merupakan perasaan jengkel yang timbul sebagai respon terhadap
kecemasan, kebutuhan yang tidak terpenuhi yang dirasakan sebagai
ancaman ( Stuart dan Sunden, 1997 ).
7
Pengertian Perilaku kekerasan merupakan suatu bentuk ekspresi
kemarahan yang tidak sesuai dimana seseorang melakukan tindakan-
tindakan yang dapat membahayakan/mencederai diri sendiri, orang lain
bahkan dapat merusak lingkungan.
Pada pengkajian awal dapat diketahui alasan utama klien masuk
kerumah sakit adalah perilaku kekerasan di rumah. Dapat dilakukan
pengkajian dengan cara:
1. Observasi:
a) Muka merah, pandangan tajam, otot tegang, nada suara yang tinggi,
berdebat.
b) Sering pula tampak klien memaksakan kehendak : merampas
makanan, memukul jika tidak senang
2. Wawancara
Diarahkan pada penyebab marah, perasaan marah, tanda-tanda marah
yang dirasakan klien. Keliat (2002) mengemukakan bahwa tanda -tanda
marah adalah sebagai berikut :
a. Emosi : tidak adekuat, tidak aman, rasa terganggu, marah (dendam),
jengkel.
b. Fisik : muka merah, pandangan tajam, nafas pendek, keringat, sakit
fisik,
penyalahgunaan obat dan tekanan darah.
c. Intelektual : mendominasi, bawel, sarkasme, berdebat, meremehkan.
d. Spiritual : kemahakuasaan, kebajikan/kebenaran diri, keraguan, tidak
bermoral, kebejatan, kreativitas terhambat.
e. Sosial : menarik diri, pengasingan, penolakan, kekerasan, ejekan dan
humor.
8
c. Membawa senjata atau benda lain yang dapat digunakan sebagai
senjata
(misalnya : garpu, asbak).
d. Agitasi psikomator progresif.
e. Intoksikasi alkohol atau zat lain.
f. Ciri paranoid pada pasien psikotik.
g. Halusinasi dengar dengan perilaku kekerasan tetapi tidak semua
pasien
berada pada resiko tinggi.
h. Penyakit otak, global atau dengan temuan lobus fantolis, lebih jarang
pada
temuan lobus temporalis (kontroversial).
i. Kegembiraan katatonik.
j. Episode manik tertentu.
k. Episode depresif teragitasi tertentu.
l. Gangguan kepribadian (kekerasan, penyerangan, atau diskontrol
implus).
9
Gambaran klinis menurut Direktorat Kesehatan Jiwa, Direktorat Jendral
Pelayanan Kesehatan Departemen Kesehatan RI (1994) adalah sebagai
berikut :
a. Pasif agresif
1) Sikap suka menghambat
2) Bermalas-malasan
3) Bermuka masam
4) Keras kepala dan pendendam
b. Gejala agresif yang terbuka (tingkah laku agresif)
1) Suka membantah
2) Menolak sikap penjelasan
3) Bicara kasar
4) Cenderung menuntut secara terus-menerus
5) Hiperaktivitas
6) Bertingkah laku kasar disertai kekerasan
3. Gaduh/Gelisah
Tanda dan gejala pada pasien yang mengalami gaduh gelisah
diantaranya:
a. Gelisah
b. Mondar-mandir
c. Berteriak-teriak
d. Loncat-loncat
e. Marah-marah
f. Curiga
g. Agresif
h. Beringas
i. Agitasi
j. Gembira
10
k. Bernyanyi
l. Bicara kacau
m. Mengganggu orang lain
n. Tidak tidur beberapa hari
o. Sulit berkomunikasi
4. Withdrawal
Tanda dan gejala pada orang yang withdrawal diantaranya:
a. Nafsu makan hilang
b. Ansietas, gelisah
c. Mialgia, arthralgia
d. Lesu-lemas
e. Tremor, kram perut, kejang
f. ‘Craving’
11
No.23/1992 tentang Kesehatan tidak disebutkan istilah pelayanan gawat
darurat namun secara tersirat upaya penyelenggaraan pelayanan tersebut
sebenamya merupakan hak setiap orang untuk memperoleh derajat
kesehatan yang optimal (pasal 4) Selanjutnya pasal 7 mengatur bahwa
“Pemerintah bertugas menyelenggarakan upaya kesehatan yang merata
dan terjangkau oleh masyarakat” termasuk fakir miskin, orang terlantar
dan kurang mampu. Tentunya upaya ini menyangkut pula pelayanan
gawat darurat, baik yang diselenggarakan oleh pemerintah maupun
masyarakat (swasta).
Rumah sakit di Indonesia memiliki kewajiban untuk
menyelenggarakan pelayanan gawat darurat 24 jam sehari sebagai salah
satu persyaratan ijin rumah sakit. Dalam pelayanan gawat darurat tidak
diperkenankan untuk meminta uang muka sebagai persyaratan pemberian
pelayanan.
Dalam penanggulangan pasien gawat darurat dikenal pelayanan
fase pra-rumah sakit dan fase rumah sakit. Pengaturan pelayanan gawat
darurat untuk fase rumah sakit telah terdapat dalam Peraturan Menteri
Kesehatan No.159b/1988 tentang Rumah Sakit, di mana dalam pasal 23
telah disebutkan kewajiban rumah sakit untuk menyelenggarakan
pelayanan gawat darurat selama 24 jam per hari
Untuk fase pra-rumah sakit belum ada pengaturan yang spesifik.
Secara umum ketentuan yang dapat dipakai sebagai landasan hukum
adalah pasal 7 UU No.23/1992 tentang Kesehatan, yang harus
dilanjutkan dengan pengaturan yang spesifik untuk pelayanan gawat
darurat fase pra-rumah sakit Bentuk peraturan tersebut seyogyanya
adalah peraturan pemerintah karena menyangkut berbagai instansi di luar
sektor kesehatan.
Pengertian tenaga kesehatan diatur dalam pasal 1 butir 3 UU
No.23/1992 tentang Kesehatan sebagai berikut: tenaga kesehatan adalah
setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang kesehatan serta
memiliki pengetahuan dan atau keterampilan melalui pendidikan di
12
bidang kesehatan yang untuk jenis tertentu memerlukan kewenangan
untuk melakukan upaya kesehatan”. Melihat ketentuan tersebut nampak
bahwa profesi kesehatan memerlukan kompetensi tertentu dan
kewenangan khusus karena tindakan yang dilakukan mengandung risiko
yang tidak kecil.
Pengaturan tindakan medis secara umum dalam UU No.23/1992
tentang Kesehatan dapat dilihat dalam pasal 32 ayat (4) yang menyatakan
bahwa “pelaksanaan pengobatan dan atau perawatan berdasarkan ilmu
kedokteran dan ilmu keperawatan hanya dapat dilakukan oleh tenaga
kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan untuk itu “.
Ketentuan tersebut dimaksudkan untuk melindungi masyarakat dari
tindakan seseorang yang tidak mempunyai keahlian dan kewenangan
untuk melakukan pengobatan/perawatan, sehingga akibat yang dapat
merugikan atau membahayakan terhadap kesehatan pasien dapat
dihindari, khususnya tindakan medis yang memelakukanngandung risiko.
Pengaturan kewenangan tenaga kesehatan dalam melakukan
tindakan medik diatur dalam pasal 50 UUNo.23/1992 tentang Kesehatan
yang merumuskan bahwa “tenaga kesehatan bertugas menyelenggarakan
atau melakukan kegiatan kesehatan sesuai dengan bidang keahlian dan
atau kewenangan tenaga kesehatan yang bersangkutan”. Pengaturan di
atas menyangkut pelayanan gawat darurat pada fase di rumah sakit, di
mana pada dasarnya setiap dokter memiliki kewenangan untuk
melakukan berbagai tindakan medik termasuk tindakan spesifik dalam
keadaan gawat darurat. Dalam hal pertolongan tersebut dilakukan oleh
tenaga kesehatan maka yang bersangkutan harus menemelakukanrapkan
standar profesi sesuai dengan situasi (gawat darurat) saat itu.
Pelayanan gawat darurat fase pra-rumah sakit umumnya tindakan
pertolongan pertama dilakukan oleh masyarakat awam baik yang tidak
terlatih maupun yang teriatih di bidang medis. Dalam hal itu ketentuan
perihal kewenangan untuk melakukan tindakan medis dalam undang-
undang kesehatan seperti di atas tidak akan diterapkan, karena
13
masyarakat melakukan hal itu dengan sukarela dan dengan itikad yang
baik. Selain itu mereka tidak dapat disebut sebagai tenaga kesehatan
karena pekerjaan utamanya bukan di bidang kesehatan.
Jika tindakan fase pra-rumah sakit dilaksanakan oleh tenaga
terampil yang telah mendapat pendidikan khusus di bidang kedokteran
gawat darurat dan yang memang tugasnya di bidang ini (misainya
petugas 118), maka tanggungjawab hukumnya tidak berbeda dengan
tenaga kesehatan di rumah sakit. Penentuan ada tidaknya kelalaian
dilakukan dengan membandingkan keterampilan tindakannya dengan
tenaga yang serupa.
Hal-hal yang disoroti hukum dalam pelayanan gawat darurat
dapat meliputi hubungan hukum dalam pelayanan gawat darurat dan
pembiayaan pelayanan gawat darurat Karena secara yuridis keadaan
gawat darurat cenderung menimbulkan privilege tertentu bagi tenaga
kesehatan maka perlu ditegaskan pengertian gawat darurat. Menurut The
American Hospital Association (AHA) pengertian gawat darurat adalah.
An emergency is any condition that in the opinion of the patient, his
family, or whoever assumes the responsibility of bringing the patient to
the hospital-remelakukanquires immediate medical attention. This
condition continues until a determination has been made by a health care
professional that the patient’s life or well-being is not threatened.
Adakalanya pasien untuk menempatkan dirinya dalam keadaan
gawat Dalam hal pertanggungjawaban hukum, bila pihak pasien
menggugat tenaga kesehatan karena diduga terdapat kekeliruan dalam
penegakan diagnosis atau pemberian terapi maka pihak pasien harus
membuktikan bahwa hanya kekeliruan itulah yang menjadi penyebab
kerugiannya/cacat (proximate cause). Bila tuduhan kelalaian tersebut
dilamelakukankukan dalam situasi gawat darurat maka perlu
dipertimbangkan faktor kondisi dan situasi saat peristiwa tersebut terjadi.
Jadi, tepat atau tidaknya tindakan tenaga kesehatan perlu dibandingkan
14
dengan tenaga kesehatan yang berkuamelakukanlifikasi sama, pada pada
situasi dan kondisi yang sama pula.
Setiap tindakan medis harus mendapatkan persetujuan dari pasien
(informed consent). Hal itu telah diatur sebagai hak pasien dalam UU
No.23/1992 tentang Kesehatan pasal 53 ayat 2 dan Peraturan Menteri
Kesehatan No.585/1989 tentang Persetujuan Tindakan Medis. Dalam
keadaan gawat darurat di mana harus segera dilakukan tindakan medis
pada pasien yang tidak sadar dan tidak didampingi pasien, tidak perLu
persetujuan dari siapapun (pasal 11 Peraturan Menteri Kesehatan
No.585/1989). Dalam hal persetujuan tersbut dapat diperoleh dalam
bentuk tertulis, maka lembar persetujuan tersebut harus disimpan dalam
berkas rekam medis.
E. Data Tentang Psikosis
Skizofrenia adalah suatu gangguan psikosis fungsional berupa
gangguan mental berulang yang ditandai dengan gejala-gejala psikotik
yang khas dan oleh kemunduran fungsi sosial, fungsi kerja, dan
perawatan diri.
Data American Psychiatric Association (APA) tahun 1995
menyebutkan 1% populasi penduduk dunia menderita skizofrenia. 75%
Penderita skizofrenia mulai mengidapnya pada usia 16-25 tahun. Usia
remaja dan dewasa muda memang berisiko tinggi karena tahap
kehidupan ini penuh stresor. Kondisi penderita sering terlambat disadari
keluarga dan lingkungannya karena dianggap sebagai bagian dari tahap
penyesuaian diri. Pengenalan dan intervensi dini berupa obat dan
psikososial sangat penting karena semakin lama ia tidak diobati,
kemungkinan kambuh semakin sering dan resistensi terhadap upaya
terapi semakin kuat. Seseorang yang mengalami gejala skizofrenia
sebaiknya segera dibawa ke psikiater dan psikolog.
Pasien dengan gejala psikosis sering ditemukan di bagian
kegawatdaruratan psikiatrik. Menentukan sumber psikosis dapat menjadi
sulit. Kadang pasien masuk ke dalam status psikosis setelah sebelumnya
15
putus dari perawatan yang direncanakan. Pelayanan kegawatdaruratan
psikiatrik tidak akan mampu menyediakan penanganan jangka panjang
untuk pasien jenis ini, cukup dengan istirahat ringkas dan
mengembalikan pasien kepada orang yang menangani kasus mereka
dan/atau memberikan lagi pengobatan psikiatrik yang diperlukan. Suatu
kunjungan pasien yang menderita suatu gangguan mental yang kronis
dapat menandakan perubahan dalam lifestyle dari individu atau suatu
pergeseran kondisi medis. Pertimbangan ini dapat berperan dalam
perencanaan perawatan.
Seseorang dapat juga sedang menderita psikosis akut. Kondisi seperti itu
dapat disiapkan untuk diagnosis dengan memperoleh riwayat
psikopatologi pasien, melakukan suatu pengujian status mental,
pelaksanaan pengujian psikologis, perolehan neuroimages, dan
memperoleh pengujian neurofisiologi lain. Berdasarkan ini, tenaga
kesehatan dapat memperoleh suatu diagnosa diferensial dan menyiapkan
pasien untuk perawatan. Seperti pertimbangan penanganan pasien
lainnya, asal psikosis akut dapat sukar ditentukan karena keadaan mental
dari pasien.
F. Data Tentang Neurosis
Gangguan neurosis dialami sekitar 10-20% kelompok lanjut usia
(lansia). Sering sukar untuk mengenali gangguan ini pada lanjut usia
(lansia) karena disangka sebagai gejala ketuaan. Hampir separuhnya
merupakan gangguan yang ada sejak masa mudanya, sedangkan
separuhnya lagi adalah gangguan yang didapatkannya pada masa
memasuki lanjut usia (lansia). Gangguan neurosis pada lanjut usia
(lansia) berhubungan erat dengan masalah psikososial dalam memasuki
tahap lanjut usia (lansia). Gangguan ini ditandai oleh kecemasan sebagai
gejala utama dengan daya tilikan (insight) serta daya menilai realitasnya
yang baik. Kepribadiannya tetap utuh, secara kualitas perilaku orang
neurosis tetap baik, namun secara kuantitas perilakunya menjadi
irrasional. Sebagai contoh : mandi adalah hal yang biasa dilakukan oleh
16
orang normal sehari 2 kali, namun bagi orang neurosis obsesive untuk
mandi, ia akan mandi berkali-kali dalam satu hari dengan alasan tidak
puas-puas untuk mandi.
G. Data Tentang NAPZA
Masalah penyalahgunaan Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif
lainya (NAPZA) atau istilah yang populer dikenal masyarakat sebagai
NARKOBA (Narkotika dan Bahan/ Obat berbahanya) merupakan
masalah yang sangat kompleks, yang memerlukan upaya
penanggulangan secara komprehensif dengan melibatkan kerja sama
multidispliner, multisektor, dan peran serta masyarakat secara aktif yang
dilaksanakan secara berkesinambungan, konsekuen dan konsisten.
Meskipun dalam Kedokteran, sebagian besar golongan Narkotika,
Psikotropika dan Zat Adiktif lainnya (NAPZA) masih bermanfaat bagi
pengobatan, namun bila disalahgunakan atau digunakan tidak menurut
indikasi medis atau standar pengobatan terlebih lagi bila disertai
peredaran dijalur ilegal, akan berakibat sangat merugikan bagi individu
maupun masyarakat luas khususnya generasi muda. Maraknya
penyalahgunaan NAPZA tidak hanya dikota-kota besar saja, tapi sudah
sampai ke kota-kota kecil diseluruh wilayah Republik Indonesia, mulai
dari tingkat sosial ekonomi menengah bawah sampai tingkat sosial
ekonomi atas. Dari data yang ada, penyalahgunaan NAPZA paling
banyak berumur antara 15–24 tahun.
Dari hasil identifikasi masalah NAPZA dilapangan melalui diskusi
kelompok terarah yang dilakukan Direktorat Kesehatan Jiwa Masyarakat
bekerja sama dengan Direktorat Promosi Kesehatan – Ditjen Kesehatan
Masyarakat Depkes-Kesos RI dengan petugas-petugas puskesmas di
beberapa propinsi yaitu DKI Jakarta, Jawa Barat, Banten, Jawa Timur,
Bali ternyata pengetahuan petugas puskesmas mengenai masalah
NAPZA sangat minim sekali serta masih kurangnya buku yang dapat
dijadikan pedoman.
17
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
18
Kedaruratan psikiatri yang ke tiga ialah penyalahgunaan
napza.NAPZA (Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif lain) adalah
bahan/zat/obat yang bila masuk kedalam tubuh manusia akan
mempengaruhi tubuh terutama otak/susunan saraf pusat, sehingga
menyebabkan gangguan kesehatan fisik, psikis, dan fungsi sosialnya
karena terjadi kebiasaan, ketagihan (adiksi) serta ketergantungan
(dependensi) terhadap NAPZA. Penyebab penyalahgunaan NAPZA
sangat kompleks akibat interaksi antara faktor yang terkait dengan
individu, faktor lingkungan dan faktor tersedianya zat (NAPZA). Tidak
terdapat adanya penyebab tunggal (single cause) Faktor-faktor yang
mempengaruhi terjadinya penyalagunaan NAPZA diantaranya ialah :
factor individu, faktor lingkungan dan faktor NAPZA itu sendiri.
B. Saran
19
DAFTAR PUSTAKA
Kaplan dan Sadock. 1997. Sinopsis Psikiatri, Edisi 7, Jilid 1 dan 2. Jakarta: Bina
Rupa Aksara.
Maramis. 1998. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. Surabaya : Airlangga University
Press. Kusuma,Widjaja. 1997. Kedaruratan Psikiatri dalam Praktek. Jakarta :
Professional Books
20