Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH

“FILSAFAT ILMU”

Dosen Pembimbing : Fachry Amal,S.IP.,M.Kes

Disusun oleh :

Dwi Sandra Astuti Pakombong

PO.71.24.4.16.007

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES JAYAPURA

JURUSAN KEBIDANAN

PRODI D-IV KEBIDANAN

TAHUN 2019
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT Tuhan Semesta Alam, sholawat dan salam semoga tetap

terlantum bagi kekasih-Nya Muhammad SAW, beserta keluarganya yang mulia, sehingga

penulis dapat menyelesaikan Makalah ini merupakan salah satu tugas “FILSAFAT ILMU”.

Dalam penyusunan laporan ini penulis menyadari kemungkinan adanya kekurangan,

oleh karena itu saran dan kritikan yang bersifat membangun sangat penulis harapkan dan

semoga makalah ini dapat memberikan manfaat kepada pembaca.

Jayapura, 5 Mei 2019

Penyusun
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Manusia pada dasarnya adalah makhluk pencari kebenaran. Manusia tidak

pernah puas dengan apa yang sudah ada, tetapi selalu mencari dan mencari kebenaran

yang sesungguhnya dengan bertanya-tanya untuk mendapatkan jawaban. Namun

setiap jawaban-jawaban tersebut juga selalu memuaskan manusia. Ia harus

mengujinya dengan metode tertentu untuk mengukur apakah yang dimaksud disini

bukanlah kebenaran yang bersifat semu, tetapi kebenaran yang bersifat ilmiah yaitu

kebenaran yang bisa diukur dengan cara-cara ilmiah. Perkembangan pengetahuan

yang semakin pesat sekarang ini, tidaklah menjadikan manusia berhenti untuk

mencari kebenaran. Justru sebaliknya, semakin menggiatkan manusia untuk terus

mencari dan mencari kebenaran yang berlandaskan teori-teori yang sudah ada

sebelumnya untuk menguji sesuatu teori baru atau menggugurkan teori sebelumnya.

Sehingga manusia sekarang lebih giat lagi melakukan penelitian-penelitian yang

bersifat ilmiah untuk mencari solusi dari setiap permasalahan yang dihadapinya.

Karena itu bersifat statis, tidak kaku, artinya ia tidak akan berhenti pada satu titik,

tapi akan terus berlangsung seiring dengan waktu manusia dalam memenuhi rasa

keingintahuannya terhadap dunia. Untuk itulah setiap manusia harus dapat berfikir

filosofis dalam menghadapi segala realitas kehidupan ini yang menjadkan filsafat

harus dipelajari. Filsafat merupakan sebuah disiplin ilmu yang terkait dengan perihal

kebijaksanaan. Kebijaksanaan merupakan titik ideal dalam kehidupan manusia,

karena ia dapat menjadikan manusia untuk bersikap dan bertindak atas dasar

pertimbangan kemanusiaan yang tinggi (actus humanus), bukan asal bertindak


sabagaimana yang biasa dilakukan manusia (actus homoni). Kebijaksanaan tidaklah

dapat dicapai dengan jalan biasa, ia memerlukan langkah-langkah tertenu, khusus,

istimewa.

B. Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah dalam makalah ini, yaitu sebagai berikut:

1. Apa yang dimaksud dengan fakta?

2. Apa yang dimaksud dengan kepercayaan?

3. Apa yang dimaksud dengan kebenaran?

4. Apa itu filsafat ilmu alam?

5. Apa itu filsafat ilmu sosial?

6. Adakah perbedaan ilmu alam dengan ilmu sosial?

C. Tujuan

Berdasarkan latar belakang di atas, tujuan dari penulisan makalah ini, yaitu :

1. Mendeskripsikan tentang kebenaran .

2. Mendeskripsikan tentang fakta.

3. Mendeskripsikan kepercayaan.

4. Mengetahui apa itu filsafat ilmu alam

5. Mengetahui apa itu filsafat ilmu sosial

6. Mengetahui perbedaan filsafat ilmu alam dengan ilmu sosial


BAB II

PEMBAHASAN

A. Fakta

Fakta (Latin : factus) ialah segala sesuatu yang tertangkap oleh indra manusia.

Fakta seringkali diyakini oleh banyak orang (umum) sebagai hal yang sebenarnya,

baik karena mereka telah mengalami kenyataan-kenyataan dari dekat maupun karena

mereka dianggap telah melaporkan pengalaman orang lain yang sesungguhnya.

Dalam kamus istilah keilmuan, fakta adalah suatu hasil pengamatan yang objektif dan

dapat dilakukan verifikasi oleh siapapun. Fakta adalah suatu yang ada, apakah setiap

orang berpikir demikian atau tidak. Fakta juga didefinisikan secara luas yaitu segala

sesuatu yang berada di dunia.

Definisi lain tentang fakta adalah apa yang membuat pernyataan itu benar atau

salah. Contoh, jika “Brutus” adalah seorang Romawi dan “Casius” adalah seorang

Romawi maka keduanya menyatakan fakta suatu fakta. Fakta atau kenyataan

memiliki pengertian yang beragam, tergantung dari sudut pandang filosofis yang

melandasinya, diantaranya adalah :

1. Positivistik, berpandangan bahwa sesuatu yang nyata bila ada korespondensi

(hubungan) antara yang satu dengan yang lainnya.

2. Fenomenologik, memiliki dua arah perkembangan mengenai pengertian kenyataan

ini. Pertama, menjurus ke arah teori korespondensi yaitu adanya korespondensi

antara ide dengan fenomena. Kedua, menjurus ke arah koherensi moralitas

kesesuaian antara fenomena dengan sistem nilai.


3. Rasionalitik, menganggap sesuatu sebagai nyata, bila ada koherensi antara empiris

dan skema rasional.

4. Realisme metafisik, berpendapat bahwa sesuatu yang nyata bila ada koherensi

antara empiris dengan obyektif.

5. Pragmatisme, memiliki pandangan bahwa dikatakan kenyataan bahwa yang ada itu

merupakan sesuatu yang berfungsi.

Di sisi lain, seorang pakar yang bernama Lorens Bagus mengungkapkan

tentang fakta obyektif dan fakta ilmiah. Fakta obyektif yaitu peristiwa, fenomena atau

bagian realitas yang merupakan obyek kegiatan atau pengetahuan praktis manusia.

Sedangkan fakta ilmiah merupakan refleksi terhadap fakta obyektif dalam kesadaran

manusia. Yang dimaksud refleksi adalah deskripsi fakta obyektif dalam bahasa

tertentu.

Fakta ilmiah merupakan dasar bagi bangunan teoritis. Tanpa fakta-fakta ini

banguan teoritis itu mustahil. Fakta ilmiah tidak terpisahkan dari bahasa yang

diungkapkan dalam istilah-istilah dan kumpulan fakta ilmiah membentuk suatu

deskripsi ilmiah.

B. Kepercayaan

Manusia itu berdimensi percaya, percaya adalah sifat dan sikap membenarkan

sesuatu atau menganggap sesuatu itu benar. Kepercayaan itu dapat dipahami dengan

suatu keadaan tertentu dari tubuh atau pikiran atau keduanya.

Hubungan antara fakta dan kepercayaan memiliki hubungan yang sangat erat.

Kepercayaan yang merupakan sifat dan sikap membenarkan sesuatu atau menganggap

sesuatu sebagai fakta, sebagai contoh dalam ilmu matematika misalnya, 2 x 2 = 4, jadi
faktanya benar-benar mempunyai hasil yang kebenarannya dapat dibuktikan sehingga

kita mempunyai kepercayaan dengan hal tersebut. Ada beberapa macam kepercayaan:

1. Kepercayaan dalam kehidupan sehari-hari

Contohnya adalah ibu kandung kita, sesungguhnya kita terima status beliau sebagai

ibu kandung kita atas dasar kepercayaan, karena kita merasa tidak perlu

membuktikannya. Kita tidak akan pernah naik motor yng dikemudikan orang lain

bila kita tidak mempunyai kepercayaan atas kendaraan yang kita tumpangi

tersebut. Juga tidak mengetes dan mengecek kemampuan dan kemahiran

pengemudi secara seksama.

2. Kepercayaan dalam ilmu pengetahuan

Para pemula ilmu pengetahuan tertentu pertama-tama akan menerima saja terlebih

dahulu suatu dalil atau aksioma atas dasar kepercayaan. Ilmu pengetahuan dalam

mengemukakan konklusinya bersandarkan kepada postulat-postulat tertentu secara

mutlak yang diterima dengan begitu saja atas dasar kepercayaan semata.

3. Kepercayaan dalam filsafat

Menurut aliran rasionalisme akal manusia itu memang cukuo kuat untuk

memecahkan segala persoalan, cukup kuat untuk mencapai kebenaran yang

terakhir. Dengan penuh keyakinan aliran rasionalisme percaya dalam maksud

“percaya” adalah Esa akan akal manusia sebagai kunci yang membuka segala tabir

rahasia. Rasionalisme yang mengagungkan akal tidak lain adalah semacam suatu

kepercayaan juga, begitu juga dengan aliran idealisme yang percaya bahwa unsur

pokok sarwa yang ada ini adalah ide, dan materialisme yang percaya bahwa unsur

pokok sarwa ini adalah materi, keduanya adalah kepercayaan. Bahkan, atheisme
yang kita kenal sebagai tidak percayaan kepada Tuhan pun pada hakekatnya adalah

semacam kepercayaan juga, yaitu kepercayaan akan tidak adanya Tuhan.

4. Kepercayaan dalam agama

Manusia memerlukan suatu bentuk kepercayaan untuk dapat menjalankan hidup

karena itu adalah kebutuhan. Demikian pula cara berkepercayaan pun harus benar

pula. Menganut kepercayaan yang salah bukan saja dikehendaki akan tetapi bahkan

berbahaya. Disebabkan karena kepercayaan itu diperlukan, maka dalam

kenyataannya kita temui bentuk-bentuk kepercayaan itu berbeda satu sama lainnya,

maka sudah tentu ada 2 kemungkinan, semuanya itu salah atau salah satu

diantaranya benar. Faktor kepercayaan ini mutlak dalam agama. Agama adalah

satu bentuk dan corak kepercayaan (dalam arti sesuatu yang diakui dan diterima

sebagai kebenaran) yang tertinggi, karena kaum yang beragama meyakini sebagai

sesuatu yang diberitahukan oleh yang tak pernah berdusta (Tuhan) atau kepada

yang diberi tugas memberitahukan kebenaran kepada umat manusia.

C. Kebenaran

Benar pada dasarnya adalah persesuaian antara pikiran dan kenyataan.

Kebenaran juga diartikan dengan tidak adanya pertentangan dalam dirinya.

Sedangkan kebenaran adalah persesuaian antara tahu dengan objeknya juga antara

pengetahuan dan objeknya.

Pada setiap jenis pengetahuan tidak sama kriteria kebenarannya karena sifat

dan watak pengetahuan itu berbeda. Pengetahuan alam metafisika tentunya tidak sama

dengan pengetahuan tentang alam fisik. Alam fisik pun memiliki perbedaan ukuran

kebenaran bagi setiap jenis dari bidang pengetahuan.


Problem kebenaran inilah yang memacu tumbuh dan berkembangnya

epistemologi. Telaah epistemologi terhadap kebenaran membawa orang kepada

sesuatu kesimpulan bahwa perlu dibedakan adanya 3 jenis kebenaran, yaitu kebenaran

epistemologi, kebenaran ontologis, dan kebenaran semantis.

Kebenaran epistemologis adalah kebenaran yang berhubungan dengan

pengetahuan manusia, kebenaran dalam arti ontologis adalah kebenaran sebagai sifat

dasar yang melekat pada hakikat segala sesuatu yang ada atau diadakan. Kebenaran

dalam arti semantis adalah kebenaran yang terdapat serta melekat dalam tutur kata

dan bahasa. Namun, dalam pembahasan ini dibahas kebenaran epistemologis karena

kebenaran yang lainnya secara interen akan masuk dalam kategori kebenaran

epistemologis. Teori yang menjelaskan epistemologis adalah sebagai berikut :

1. Teori koherensi

Bagi penganut teori ini, maka suatu pernyataan yang dianggap benar bila

pernyataan tersebut bersifat koheren atau konsisten dengan pernyataan-pernyataan

sebelumnya yang dianggap benar. Misalnya bila kita menganggap bahwa, “semua

manusia akan mati”, adalah sebagai pernyataan yang benar, maka pernyataan

bahwa “Panjul adalah seorang manusia, dan Panjul pasti akan mati” adalah benar

pula, sebab pernyataan kedua adalah konsisten dengan pernyataan pertama.

2. Teori korespondensi

Mengenai teori ini, tentang kebenaran dapat disimpulkan sebagai 2 hal yang sudah

diketahui sebelumnya, yaitu pernyataan dan kenyataan. Menurut teori ini,

kebenaran adalah kesesuaian antara pernyataan tentang sesuatu dengan kenyataan

sesuatu itu sendiri. Sebagaimana contoh dapat dikemukakan : “Jakarta adalah ibu

kota Republik Indonesia”. Pernyataan ini disebut benar karena kenyataannya


Jakarta memang ibukota Republik Indonesia. Kebenaran terletak pada hubungan

antara pernyataan dengan kenyataan. Adapun jika dikatakan Bandung adalah

Ibukota Republik Indonesia, pernyataan itu salah karena tidak sesuai antara

pernyataan dengan kenyataan.

3. Teori pragmatisme

Kadang-kadang teori ini disebut teori kebenaran Inherensi. Menurut filsafat ini

benar tidaknya suatu ucapan, dalil, atau teori semata-mata bergantung kepada asas

manfaat. Sesuatu dianggap benar jika mendatangkan manfaat. Penganut pragmatis

meletakkan ukuran kebenaran dalam salah satu jenis konsekuensi, atau proporsi itu

dapat membantu untuk mengadakan penyesuaian yang memuaskan terhadap

pengalaman, pernyataan itu adalah benar. Misalnya ada orang yang menyatakan

sebuah teori A dalam komunikasi, dan dengan teori A tersebut dikembangkan

teknik B dalam meningkatkan efektifitas komunikasi, maka teori A itu dianggap

benar, sebab teori A ini adalah fungsional atau mempunyai kegunaan.

4. Agama sebagai teori kebenaran

Manusia adalah makhluk pencari kebenaran. Salah satu cara untuk menemukan

suatu kebenaran adalah melalui agama. Agama dengan karakteristiknya sendiri

memberikan jawaban atas segala persoalan asasi yang dipertanyakan manusia, baik

tentang alam, manusia, maupun tentang Tuhan. Kalau ketiga teori kebenaran

sebelumnya lebih mengedepankan akal, budi, rasio, dan reason manusia, dalam

agama yang dikedepankan adalah wahyu yang bersumber dari Tuhan.

5. Teori performatif

Menurut teori ini persyaratan kebenaran bukanlah kualitas atau sifat sesuatu, tetapi

sebuah tindakan (performatif). Untuk menyatakan sesuatu itu benar, maka cukup
melakukan tindakan konsesi (setuju/menerima/membenarkan) terhadap gagasan

yang telah dinyatakan. Jadi, sesuatu itu dianggap benar jika memang dapat

diaktualisasikan dalam tindakan.

D. Filsafat ilmu alam

Ilmu alam, yang dalam bahasa Inggris disebut dengan istilah natural science,

atau ilmu pengetahuan alam adalah istilah yang digunakan yang merujuk pada

rumpun ilmu dimana obyeknya adalah benda-benda alam dengan hukum-hukum yang

pasti dan umum, berlaku kapan pun dimana pun. Ilmu alam mempelajari aspek-aspek

fisik dan non manusia tentang Bumi dan alam sekitarnya. Ilmu-ilmu alam membentuk

landasan bagi ilmu terapan, yang keduanya dibedakan dari ilmu sosial, humaniora,

teologi, dan seni.

Matematika tidak dianggap sebagai ilmu alam, akan tetapi digunakan sebagai

penyedia alat/perangkat dan kerangka kerja yang digunakan dalam ilmu-ilmu alam.

Istilah ilmu alam juga digunakan untuk mengenali “ilmu” sebagai disiplin yang

mengikuti metode ilmiah, berbeda dengan filsafat alam. Di sekolah, ilmu alam

dipelajari secara umum di mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam(biasa disingkat

IPA).

Tingkat kepastian ilmu alam relatif tinggi mengingat obyeknya yang kongkrit,

karena hal ini ilmu alam lazim juga disebut ilmu pasti. Di samping penggunaan secara

tradisional di atas, saat ini istilah “ilmu alam” kadang digunakan mendekati arti yang

lebih cocok dalam pengertian sehari- hari. Dari sudut ini, “ilmu alam” dapat menjadi

arti alternatif bagi biologi, terlibat dalam proses-proses biologis, dan dibedakan dari

ilmu fisik (terkait dengan hukum-hukum fisika dan kimia yang mendasari alam

semesta). Cabang-cabang utama dari ilmu alam, antara laing: Astronomi, Biologi,

Ekologi, Fisika, Geologi, Geografi fisik berbasis ilmu, Ilmu bumi, dan Kimia.
E. Filsafat ilmu sosial

Ilmu sosial (Inggris : social science) atau ilmu pengetahuan sosial adalah

sekelompok disiplin akademis yang mempelajari aspek-aspek yang berhubungan

dengan manusia dan lingkungan sosialnya. Ilmu ini berbeda dengan seni dan

humaniora karena menekankan penggunaan metode ilmiah dalam mempelajari

manusia, termasuk metoda kuantitatif dan kualitatif.

Ilmu sosial, dalam mempelajari aspek-aspek masyarakat secara subjektif,

inter-subjektif, dan objektif atau struktural, sebelumnya dianggap kurang ilmiah bila

dibanding dengan ilmu alam. Namun sekarang, beberapa bagian dari ilmu sosial telah

banyak menggunakan metoda kuantitatif. Demikian pula, pendekatan interdisiplin dan

lintas-disiplin dalam penelitian sosial terhadap perilaku manusia serta faktor sosial

dan 1ingkungan yang mempengaruhinya telah membuat banyak peneliti ilmu alam

tertarik pada beberapa aspek dalam metodologi ilmu sosial. Penggunaan metode

kuantitatif dan kualitatif telah makin banyak diintegrasikan dalam studi tentang

tindakan manusia serta implikasi dan konsekuensinya.

Ilmu-ilmu sosial selama bertahun-tahun telah menjadi arena sejumlah kritik.

Ilmu sosial secara garis besar dianggap sebagai „ilmu yang tidak mungkin‟.

Argumentasi yang ada melihat bahwa gejala sosial adalah terlalu rumit untuk

diselidiki. Ilmu sosial, yang membahas mengenai seluruh seluk beluk kehidupan

manusia, dianggap tak mampu menangkap ke-kompleksitas-annya. Manusia memiliki

gejala dan perilaku yang selalu berubah-ubah, inilah yang mendasari munculnya

argumentasi tersebut. Namun, pandangan ini muncul disebabkan oleh kesalahan pada

pemahaman tentang hakekat ilmu.


F. Perbedaan ilmu alam dan ilmu sosial

Tak dapat disangkal bahwa terdapat perbedaan antara ilmu-ilmu alam dan

ilmu-ilmu sosial, namun perbedaan ini hanyalah bersifat teknis yang tidak menjurus

kepada perbedaan yang fundamental. Dasar ontologis, epistemologis, dan aksiologis

dari kedua ilmu tersebut adalah sama. Metode yang diperguankan untuk mendapatkan

pengetahuannya adalah metode yang sama, tak terdapat alas an yang bersifat

metodologis yang membedakan antar ilmu-ilmu sosial dan ilmu-ilmu alam.Ilmu-ilmu

alam mempelajari dunia fisik yang relatif tetap dan mudah dikontrol. Obyek-obyek

penelaahan ilmu-ilmu alam dapat dikatakan tak pernah mengalami perubahan baik

dalam perspektif waktu maupun tempat. Sebuah batuan yang menjadi obyek

penelaahan kita tetapa merupakan batuan yang mempunyai karakteristik yang sama

diamana dan kapanpun juga. Hal ini sangat berlainan keadaannya dengan manusia

yang menjadi obyek penelaahan ilmu-ilmu sosial. Manusia mempunyai satu

karakteristik yang unik yang membedakan dia dari ujud yang lain. Ia mempunyai

kemampuan untuk belajar dan dan disebabkan oleh faktor belajar itu dia

mengembangkan kebudayaan yang terus berubah dalam kuru zaman. Karakteristik

manusia tidak hanya bervariasi dari waktu ke waktu tetapi juga dari satu tempat ke

tempat lain sesuai dengan kebudayaan yang berhasil dikembangkannya.

Dibandingkan dengan ilmu-ilmu alam yang telah mengalami perkembangan

yang sangat pesat, ilmu-ilmu sosial agak tertinggal di belakang. Beberapa ahli bahkan

berpendapat bahwa ilmu-ilmu sosial takkan pernah menjadi ilmu dalam artian

sepenuhnya. Di pihak lain terdapat pendapat bahwa secara lambat laun ilmu-ilmu

sosial akan berkembang juga meskipun tak akan memcapai derajat keilmuan seperti

apa yang dicapai ilmu alam. Menurut kalangan lain adalah tak dapat disangkal bahwa

dewasa ini ilmu-ilmu sosial masih berada dalam tingkat yang belum dewasa.
Waalapun begitu, mereka beranggapan bahwa penelitian-penelitian di bidang ini akan

mencapai derajat keilmuan yang sama seperti apa yang dicapai ilmu alam. Terdapat

beberapa kesulitan tujuan ini karena beberapa sifat dari obyek yang diteliti ilmu sosial

mempelajari tingkah manusia. Berikut sedikit uraian perbedaan ilmu alam dengan

ilmu sosial :

1. Obyek penelaahan yang kompleks

Gejala sosial adalah lebih kompleks dibandingkan dengan gejala alami. Ahli

ilmu alam berhubungan dengan satu jenis gejala yang bersifat fisik. Gejala sosial

juga memiliki karakteristik fisik, namun diperlukan penjelasan yang lebih dalam

untuk mampu menerangkan gejala tersebut. Untuk menjelaskan hal ini berdasarkan

hukum-hukum seperti yang terdapat dalam ilmu alam dan ilmu hayat adalah tidak

cukup.

Ahli ilmu alam berhubungan dengan gejala fisik yang bersifat umum.

Penelaahannya meliputi beberpa variabel dalam jumalah yang relative kecil yang

dapat diukur secara tepat. Ilmu-ilmu sosial mempelajari manusia baik selaku

perseorangan maupun selaku anggota dari suatu kelompok sosial yang

menyebabkan situasinya bertambah rumit. Variabel dalam penelaahan sosial adalah

relative banyak yang kadang-kadang membingungkan si peneliti. Jika seorang ahli

ilmu alam mempelajari suatu eksplosi kimiawi maka hanya beberapa faktor fisik

yang berhubungan dengan kejadian tersebut. Jika seorang ahli ilmu sosial

mempelajari suatu eksplosi sosial yang berupa huru-hara atau kejahatan maka

terdapat faktor yang banyak sekali dimana diantaranya terdapat faktor-faktor yang

tidak bersifat fisik : senjata yang digunakan, kekuatan dan arah tusukan, urat darah

yang tersayat, si pembunuh yang meluap-luap, dendam kesuamt pertiakaian, faktor

biologis keturunan, kurangnya perlindungan keaamanan, malam yang panas dan


memberonsang, pertikaian dengan orang tua, kemiskinan, dan masalah ketegangan

rasial.

2. Kesukaran dalam pengamatan

Pengamatan langsung gejala sosial sulit dibandingkan dengan gejala ilmu-ilmu

alam. Ahli ilmu sosial tidak mungkin melihat, mendengar, meraba, mencium, atau

mencecap gejal yang sudah terjadi di masa lalu. Seorang ahli pendidikan yang

sedang mempelajari system persekolahan di zaman penjajahan dulu kala tidak

dapat melihat dengan mata kepala sendiri kejadian-kejadian tersebut. Seorang ahli

ilmu fisika atau kimia yang bisa mengulang kejadian yang sama setiap waktu dan

bisa mengamati suatu kejadian tertentu seara langsung. Hal ini berlainan sekali

denagn ahli ilmu jiwa yang tak mungkin mencampurkan ramuan-ramuan ke dalam

tabung reaksi untuk bisa merekonstruksi masa kanak-kanak seorang manusia

dewasa. Hakiki dari gejala ilmu-ilmu sosial tidak memungkinkan pengamatan

secara langsung dan berulang.

Gejala sosial lebih bervariasi dibandingkan dengan gejala fisik. Pada

umumnya pengamatan pada tiap cc dari sejumlah volume asam sulfat

menghasilkan kesimpulan yang tidak berbeda mengenai mutu asam tersebut.

Pengamatan terhadap 30 orang anak kelas 1 Sekolah Menengah Pertama di kota

tertentu lain sekali kesimpulannya dengan pengamatan terhadap jumlah murid dan

sekolah yang sama di kota lain umpamanya ditinjau dari segi umr anak-anak

tersebut. Di dalam situasi tertentu seorang ahli ilmu sosial akan memperlakukan

setiap individu secara sama rata umpamanya dalam tabulasi waktu lahir mereka.

Akan tetapi karena variasi yang nyata dari hakiki manusia maka pengambilan

kesimpulan secara umum dari pengambialn contoh ( sample ) dalam ilmu-ilmu

sosial kadang-kadang adalah berbahaya.


3. Obyek penelaahan yang tidak terulang

Gejala fisik pada umumnya bersifat seragam dan gejala tersebut dapat diamati

sekarang. Gejala sosial banyak yang bersifat unik dan sukar untuk terulang

kembali. Abstraksi secara tepat dapat dilakukan terhadap gejala fisik lewat

perumusan kuantitatif dan hokum yang berlaku secara umum. Masalah sosial

sering kali bersifat spesifik dalam konteks histories tertentu. Kejadian tersebut

bersifat mandiri dimana mungkin saja terjadi pengulangan yang sama dalam waktu

yang berbeda namun tak pernah serupa sebelumnya.

4. Hubungan antara ahli dengan obyek penelaahan

Gejala fisik seperti unsur kimia bukanlah suatu individu melainkan barang

mati. Ahli ilmu alam tidak usah memperhitungkan tujuan atau atau motif palnit dan

lautan. Tetapi ahli ilmu sosial mempelajari manusia yang merupakan mahluk yang

penuh tujuan dalam tingkah lakunya. Karena obyek penelaahan ilmu sosial sangat

dipengaruhi oleh keinginan dan pilihan manusia maka gejala sosial berubah secara

tetap sesuai dengan tindakan manusia yang didasari keinginan dan pilihan tersebut.

Ahli alam menyelidiki prose salami menyusun hokum yang bersifat umum

mengenai proses tadi. Sedangkan ilmu-ulmu sosial tidak bisa terlepas dari jalinan

unsure-unsur kejadian sosial. Kesimpulan umum mengenai suatu gejala sosial bisa

mempengaruhi kegiatan sosial tersebut. Ahli ilmu sosial tidaklah bersikap sebagai

penonton yang menyaksikan suatu proses kejadian sosial. Dia merupakan bagian

integral dari objek kehidupannya ynag ditelaahnya. Ahli ilmu alam mempelajari

fakta dimana dia memusatkan perhatiannya pada keadaan yang terdapat pada alam.

Ahli ilmu sosial juga mempelajari fakta umpamanya mengeani kondisi-kondisi

yang terdapat dalam dalam suatu masyarakat.


BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan penjelasan yang telah dipaparkan di bab sebelumnya, dapat

disimpulkan bahwa :

1. Fakta ialah segala sesuatu yang tertangkap oleh indra manusia. Definisi lain

tentang fakta adalah apa yang membuat pernyataan itu benar atau salah.

2. Kepercayaan itu dapat dipahami dengan suatu keadaan tertentu dari tubuh atau

pikiran atau keduanya. Kepercayaan yang merupakan sifat dan sikap membenarkan

sesuatu atau menganggap sesuatu sebagai fakta.

3. Benar pada dasarnya adalah persesuaian antara pikiran dan kenyataan. Kebenaran

juga diartikan dengan tidak adanya pertentangan dalam dirinya. Sedangkan

kebenaran adalah persesuaian antara tahu dengan objeknya juga antara pengetahua

dan objeknya.

4. Ilmu alam, yang dalam bahasa Inggris disebut dengan istilah natural science, atau

ilmu pengetahuan alam adalah istilah yang digunakan yang merujuk pada rumpun

ilmu dimana obyeknya adalah benda-benda alam dengan hukum-hukum yang pasti

dan umum, berlaku kapan pun dimana pun. Ilmu alam mempelajari aspek-aspek

fisik dan non manusia tentang Bumi dan alam sekitarnya. Ilmu-ilmu alam

membentuk landasan bagi ilmu terapan, yang keduanya dibedakan dari ilmu

sosial, humaniora, teologi, dan seni.

5. Ilmu sosial (Inggris : social science) atau ilmu pengetahuan sosial adalah

sekelompok disiplin akademis yang mempelajari aspek-aspek yang berhubungan

dengan manusia dan lingkungan sosialnya. Ilmu ini berbeda dengan seni dan
humaniora karena menekankan penggunaan metode ilmiah dalam mempelajari

manusia, termasuk metoda kuantitatif dan kualitatif.

6. Perbedaan ilmu alam dengan ilmu sosial, yaitu : obyek penelaahan yang kompleks,

kesukaran dalam pengamatan, obyek penelaahan yang tidak terulang, dan

hubungan antara ahli dan obyek penelaahan.

B. Saran

Saran yang dapat penulis berikan adalah informasi yang penulis masukkan

dalam makalah ini belumlah lengkap dan sempurna secara keseluruhan. Untuk itu

kritik dari pembaca sangat diperlukan agar penulis dapat lebih baik lagi dalam

menyusun makalah di kemudian hari.


DAFTAR PUSTAKA

A. Susanto. Filsafat Ilmu : Suatu Kajian dalam Dimensi Ontologis, Epistemologis, dan

Aksiologis. Jakarta : Sinar Grafika Offset. 2011

Amsal Bakhtiar. Filsafat Agama. Jakarta : Logos. 1997

Amsal Bakhtiar. Filsafat Ilmu. Jakarta : PT. Bumi Aksara. 2012

Dani Vardiansyah. Filsafat Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar. Jakarta : 2008

http://hadikasmajads.blogspot.com/2011/01/filsafat-ilmu-fakta-kepercayaan.html, diakses

tanggal 3 Mei 2019

http://www.sobookk.blogspot.com/2011/05/fakta-kepercayaan-kebenaran.html, diakses

tanggal 3 Mei 2019

I. R. Poedjawijatna. Tahu dan Pengetahuan. Jakarta : PT. Rineka Cipta. 1998

Jujun S. Suria Sumantri. Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer. Jakarta : Pustaka Sinar

Harapan. 2005

Mundiri. Logika. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada. 2001

Surajiyo. Ilmu Filsafat Suatu Pengantar. Jakarta : PT. Bumi Aksara. 2012

Anda mungkin juga menyukai