DAFTAR ISI
i
30. PNEUMONIA......................................................................................... 124
31. DEMAM BERDARAH DENGUE........................................................... 137
32. PERTUSSIS........................................................................................... 140
ii
Rina Mulya Sari, dr. - 082337973023
GEJALA KLINIS
Awal:
- Polifagi
- Polidipsi
- Poliuri
- Berat badan naik (Fase Kompensasi) turun
- Mual-muntah Ketoasidosis Diabetik.
Kronis:
- Lemah badan
- Semutan
- Kaku otot
- Penurunan kemampuan seksual
- Gangguan penglihatan, dan lain-lain.
LANGKAH DIAGNOSTIK
Keluhan Klinis Diabetes
GDP GDP
≥ < ≥ 110-125 < 100
ata ata
126 126 u
126
u
GDS ≥ < GDS ≥ 140-199 < 140
200 200 200
Ulang GDS atau
GDP
4
Rina Mulya Sari, dr. - 082337973023
“normal” atau regulasi baik (ADA 2005) bila glukosa darah sebelum makan: 90-
130 mg/dl dan puncak glukosa darah sesudah makan < 180 mg/dl.
Urine
Pada orang normal, reduksi urine: negatif. Pemantauan reduksi urine
biasanya 3x sehari dan dilakukan kurang lebih 30 menit sebelum makan. Atau
4x sehari, yaitu 1x sebelum makan pagi, dan yang 3x dilakukan setiap 2 jam
sesudah makan. Pemeriksaan reduksi 3x sebelum makan lebih lazim dan lebih
hemat.
Kriteria Diagnosis DM (Konsensus PERKENI 2002)
Dinyatakan DM apabila terdapat:
1. Kadar glukosa darah sewaktu (plasma vena) ≥ 200 mg/dl, plus gejala
klasik: poliuria, polidipsia dan penurunan berat badan yang tidak jelas
sebabnya atau
2. Kadar glukosa darah puasa (plasma vena) ≥ 126 mg/dl, atau
3. Kadar glukosa plasma ≥ 200 mg/dl pada 2 jam sesudah makan atau
beban glukosa 75 gram pada TTGO. Cara diagnosis dengan kriteria ini
tidak dipakai rutin di klinik. Untuk penelitian epidemiologi pada penduduk
dianjurkan memakai kriteria diagnosis kadar glukosa darah puasa. Untuk
DM Gestasional juga dianjurkan kriteria diagnosis yang sama.
TATALAKSANA
I. INSULIN
Macam-macam insulin:
1. Insulin Konvensional, mengandung komponen a, b, dan c, misalnya: IR =
Insulin Reguler (Novo dan Organon), NPH (Novo), PZI (Novo dan
Organon) dan ada juga campuran IR:PZI = 30:70. Bentuk ini lebih
imunogenik dan alergik, sebetulnya yang mempunyai efek biologis
adalah komponen c saja.
2. Insulin Monokomponen = Insulin MC (Insulin Mono-Component = Highly
Purified Insulin) = hanya mengandung komponen c (insulin murni),
5
Rina Mulya Sari, dr. - 082337973023
6
Rina Mulya Sari, dr. - 082337973023
7
Rina Mulya Sari, dr. - 082337973023
2. Berikan Insulin Reguler Intravena 4 (empat) unit tiap jam sampai kadar
glukosa darah sekitar 200 mg/dl atau reduksi urin positif lemah.
3. Cara RCI: dengan dosis insulin reguler 4 unit/jam intravena, dapat
menurunkan glukosa darah sekitar 50-75 mg/dl setiap jamnya.
Contoh: Pada glukosa darah 450 mg/dl, berikan insulin reguler intravena
4 unit/jam sampai 3 kali (Rumus Minus-Satu), maka akan memperoleh
glukosa darah sekitar 200 mg/dl. Angka 3 kali diperoleh dari: 4 dikurangi
satu (Rumus Minus-Satu). Angka 4 berasal dari 450 mg/dl.
4. Apabila kadar glukosa tersebut sudah tercapai, maka insulin reguler
dapat diteruskan secara subkutan dengan interval 8 jam dengan dosis
3x8 U (Rumus Kali-Dua). Angka 8 berasal dari 4x2 (Rumus Kali-Dua).
Sedangkan angka 4 berasal dari 450 mg/dl.
5. Glukosa 450 mg/dl juga dapat mengikuti rumus 1, 2, 3, 4, 5 untuk
Regulasinya, dan dapat menggunakan Rumus 4, 6, 8, 10, 12 untuk
maintenance subkutannya.
Regulasi Cepat Subkutan (RCS)
Apakah cara RCI atau RCS yang dipilih, sesuaikanlah dengan kondisi,
situasi, dan fasilitas setempat. Tergantung kadar glukosa acak awal yang
diperoleh, maka berikan insulin subkutan dengan dosis awal ekstra, kemudian
maintenance insulin 3x sehari dengan pedoman dosis.
Indikasi RCI dan RCS pada umumnya adalah untuk kasus-kasus yang
memerlukan kadar glukosa darah harus segera diturunkan, bahkan pada DM
kasus biasa (non darurat) yang dirawat inap, misalnya penderita dengan DM-
sepsis pro operasai (gangren, kolesistitis, batu ginjal, dan lain-lain), DM dengan
GPDO (Stroke-CVA), DM pro amputasi, DM dan Infark Miokard Akut, semua
DM rawat inap dengan glukosa darah > 250 mg/dl (agar NPE dapat dimulai),
dan lain-lain.
8
Rina Mulya Sari, dr. - 082337973023
2. HIPOGLIKEMIA RINGAN
KRITERIA DIAGNOSIS
Klinik: riwayat DM sebelumnya, timbul gangguan saraf berupa gelisah sampai
berat berupa koma dengan kejang.
Laboratorium: kadar gula darah < 50 mg/dl
Trias Whipple, yaitu adanya kadar gula darah yang rendah, timbul gejala-gejala,
hilangnya gejala dengan peningkatan kadar glukosa ke level normal.
GEJALA
• Parasimpatis : lapar, mual
• Simpatis : keringat dingin, berdebar-debar
• Gangguan otak ringan : lemah, sulit menghitung
• Gangguan otak berat : koma, dengan/tanpa kejang
TERAPI
• Gula murni 30 g (2 sendok makan), sirup, atau makanan yang
mengandung karbohidrat
• Koma Glukosa 40% IV sebanyak 20-50 cc, setiap 10-20 menit sampai
pasien sadar, disertai infus dextrose 10% 6 jam/kolf
• Bila belum teratasi, dapat diberikan antagonis insulin (adrenalin, kortison,
atau glukagon)
9
Rina Mulya Sari, dr. - 082337973023
3. DEFISIENSI VITAMIN
DEFISIENSI VITAMIN A
KEBUTUHAN VITAMIN A
Pemenuhan kebutuhan vitamin A sangat penting untuk pemeliharaan
kelangsungan hidup secara normal. Kebutuhan tubuh akan vitamin A untuk
orang Indonesia telah dibahas dan ditetapkan dalam Widyakarya Nasional
pangan dan Gizi (2007) dengan mempertimbangkan faktor-faktor khas dari
kesehatan tubuh orang Indonesia.
Daftar Kecukupan Vitamin A
Golongan Umur Kebutuhan Vitamin A
(RE)
Bayi 0 – 6 bulan 350
7 – 12 bulan 350
10
Rina Mulya Sari, dr. - 082337973023
20 – 45 tahun 500
46 – 59 tahun 500
>60 tahun 500
Hamil + 200
11
Rina Mulya Sari, dr. - 082337973023
DEFISIENSI VITAMIN K
12
Rina Mulya Sari, dr. - 082337973023
profilaksis vit K
Frekuensi < 5% pada 0,01-1% 4-10 per 100.000
kelompok resiko (tergantung pola kelahiran (terutama di
tinggi makan bayi) Asia Tenggara)
Lokasi Sefalhematom, GIT, umbilikus, Intrakranial (30-60%),
perdarahan umbilikus, hidung, tempat kulit, hidung, GIT,
intrakranial, suntikan, bekas tempat suntikan,
intraabdominal, sirkumsisi, intrakranial umbilikus, UGT,
GIT, intratorakal intratorakal
Pencegahan -penghentian / -Vit K profilaksis (oral /Vit K profilaksis (im)
penggantian obat im) - asupan vit K yang
penyebab - asupan vit K yang adekuat
adekuat
PENGOBATAN
• Vitamin K1 dosis 1-2 mg/hari selama 1-3 hari
• Fresh frozen plasma (FFP) dosis 10-15 ml/kg
13
Rina Mulya Sari, dr. - 082337973023
4. DISLIPIDEMIA
≥ 240 Tinggi
Kolesterol LDL
< 100 Optimal
100-129 Di atas optimal
200-499 Tinggi
Sangat tinggi
≥ 500
PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Pemeriksaan laboratorium berperan penting untuk menegakkan
diagnosis dislipidemia. Untuk itu diperlukan prosedur cara pemeriksaan dan
cara pelaporan yang baku di semua pusat penelitian, agar data yang diperoleh
dapat dibandingkan dan dianalisis. Parameter yang diperiksa adalah: kadar kol-
total, kol-LDL, kol-HDL, dan TG.
1. Persiapan
Beberapa hal yang perlu diperhatikan:
14
Rina Mulya Sari, dr. - 082337973023
15
Rina Mulya Sari, dr. - 082337973023
PENGELOLAAN DISLIPIDEMIA
Upaya Non-Farmakologis
Perubahan gaya hidup
a. Merokok sigaret: harus segera dihentikan
b. Menurunkan berat-badan: dengan latihan jasmani dan pengaturan
makan
c. Pembatasan asupan alkohol: terutama pada penderita
hipertrigliseridemia.
Pengaturan makan
a. Kurangi asupan lemak total, lemak jenuh, dan kolesterol
b. Tingkatkan proporsi lemak MUFA dan PUFA (Mono dan Poly
Unsaturated Fatty Acid)
Untuk menurunkan kadar trigliserid perlu ditambahkan pengurangan total
kalori, asupan karbohidrat dan alkohol. Evaluasi hasil perubahan gaya hidup
dilakukan setiap 3 bulan untuk mengevaluasi hasil yang telah dicapai.
Derajat penurunan kadar kol-LDL yang dicapai dengan diet bergantung
pada pola makan sebelum dimulainya diet, tingkat kepatuhan, dan respons
biologis secara umum, pasien dengan kadar kolesterol yang tinggi mengalami
penurunan kadar kol-LDL yang besar dibanding yang kadar awalnya rendah.
16
Rina Mulya Sari, dr. - 082337973023
Perlu diingatkan bahwa tempe adalah sumber protein nabati yang baik dan
murah serta dapat menurunkan kadar kol-total, TG, dan juga menaikkan kadar
kol-HDL.
Latihan jasmani
1. Pemanasan dengan peregangan selama 5-10 menit
2. Aerobik sampai denyut jantung sasaran, yaitu 70-85% dari denyut
jantung maksimal (220-umur), selama 20-30 menit
3. Pendinginan dengan menurunkan intensitas secara perlahan-lahan,
selama 5-10 menit.
Frekuensi latihan direkomendasikan 3-4 kali seminggu selama 30-40
menit setiap kalinya. Jenis latihan yang dipilih sebaiknya berkesinambungan
(continuous), berirama (rhytmical), interval, progresif, dan bersifat
meningkatkan daya tahan (endurance). Pada pasein dengan faktor risiko
ringan, kurang olahraga, dan usia lanjut, latihan jasmani berbentuk jalan kaki
cepat cukup efektif untuk memperbaiki dislipidemia.
Upaya Farmakologis
Obat Kol-LDL Kol-HDL TG
Statin ↓ 18-55% ↑ 5-15% ↓ 7-30%
Resin ↓ 15-30% ↑ 3-5% -/↑
Fibrat ↓ 5-25% ↑ 10-20% ↓ 20-50%
Asam nikotinat ↓ 5-25% ↑ 15-35% ↓ 20-50%
17
Rina Mulya Sari, dr. - 082337973023
Golongan Statin
Fluvastatin 20-80 mg malam hari Miopati, peningkatan
Lovastatin 5-40 mg malam hari SGOT/SGPT
Pravastatin 5-40 mg malam hari
Simvastatin 5-40 mg malam hari
Atorvastatin 10-80 mg 1 x/hari
Rosuvastatin 10-40 mg 1 x/hari
Cholesterol Absorption
Inhibitor
Ezotimibe 10 mg, 1x/hari Dispepsia, sakit
kepala/punggung
18
Rina Mulya Sari, dr. - 082337973023
5. OBESITAS
Wilayah Asia Pasifik pada saat ini telah mengusulkan kriteria dan klasifikasi
obesitas sendiri.
Risiko Ko-Morbiditas
Lingkar Perut
< 90 cm (Laki-laki) ≥ 90 cm (Laki-laki)
Klasifikasi IMT (kg/m2)
< 80 cm ≥ 80 cm
(Perempuan) (Perempuan)
Berat Badan < 18,5 Rendah (risiko Sedang
Kurang meningkat pada
masalah klinis lain)
Kisaran Normal 18,5-22,9 Sedang Meningkat
Berat Badan ≥ 23,0
Lebih 23,0-24,9 Meningkat Moderat
Berisiko 25,0-29,9 Moderat Berat
Obes I ≥ 30,0 Berat Sangat berat
Obes II
TATALAKSANA
Terapi penurunan berat badan yang sukses meliputi empat pilar, yaitu
diet randah kalori, aktivitas fisik, perubahan perilaku dan obat-obatan/bedah.
Tujuan Penurunan Berat Badan
Penurunan berat badan harus SMART: Spesific, Measurable, Achieable,
Realistic, and Time limited. Tujuan awal dari terapi penurunan berat badan
adalah untuk mengurangi berat badan sebesar sekitar 10% dari berat awal.
Batas waktu yang masuk akal untuk penurunan berat badan sebesar
10% adalah 6 bulan terapi. Untuk pasien overweight dengan rentang BMI
sebesar 27 sampai 35, penurunan kalori sebesar 300 hingga 500 kkal/hari akan
menyebabkan penurunan berat badan sebesar ½ sampai 1 kg/minggu dan
penurunan sebesar 10 persen dalam 6 bulan.
19
Rina Mulya Sari, dr. - 082337973023
20
Rina Mulya Sari, dr. - 082337973023
21
Rina Mulya Sari, dr. - 082337973023
22
Rina Mulya Sari, dr. - 082337973023
6. LIMFADENITIS TUBERKULOSIS
GAMBARAN KLINIS
- Pembesaran kelenjar getah bening yang lambat
- Tidak nyeri
- Demam
- Fatigue
- Keringat malam
23
Rina Mulya Sari, dr. - 082337973023
24
Rina Mulya Sari, dr. - 082337973023
pada limfadenitis TB. Pada MRI didapatkan adanya massa yang diskret,
konglumerasi, dan konfluens. Fokus nekrotik, jika ada, lebih sering
terjadi pada daerah perifer dibandingkan sentral, dan hal ini bersama-
sama dengan edema jaringan lunak membedakannya dengan kelenjar
metastatik (Bayazit & Namiduru, 2004).
PENATALAKSANAAN
Pengobatan gejala harus dimulai segera seperti pemberian:
a. Analgesik (penghilang rasa sakit) untuk mengontrol nyeri
b. Antipiretik dapat diberikan untuk menurunkan demam
c. Antibiotik untuk mengobati setiap infeksi sedang sampai berat
d. Obat anti inflamasi untuk mengurangi peradangan
e. Kompres dingin untuk mengurangi peradangan dan nyeri
f. Operasi mungkin diperlukan untuk mengeringkan abses.
Hindari pemberian aspirin pada anak karena dapat meningkatkan risiko
sindrom Reye pada anak. Kegagalan untuk mengecil setelah 4-6 minggu dapat
menjadi indikasi untuk dilaksanakan biopsy kelenjar getah bening. Biopsy
dilakukan bila terdapat tanda dan gejala yang mengarahkan kepada
keganasan, kelenjar getah bening yang menetap atau bertambah besar dengan
pengobatan yang tepat, atau diagnosis belum dapat ditegakkan. Secara umum
pengobatan Limfadenitis yaitu :
a. Pengobatan dilakukan dengan tuberkulositik bila terjadi abses, perlu
dilakukan aspirasi dan bila tidak berhasil, sebaiknya dilakukan insisi serta
pengangkatan dinding abses dan kelenjar getah bening yang
bersangkutan.
25
Rina Mulya Sari, dr. - 082337973023
GEJALA KLINIS
Masa tunas P. Vivax dan falciparum antara 10-14 hari, P. Malariae
antara 18 hari sampai 6 minggu. Pada masa prodromal gejala tidak khas:
menggigil, demam, nyeri kepala, nyeri otot (terutama punggung), nafsu makan
menurun, dan cepat lelah.
Gejala khas: serangan berulang paroksismal dari rangkaian gejala
menggigil – demam – berkeringat disusul dengan periode rekonvalesensi.
Pada P. Vivax serangan demam terjadi tiap hari ketiga (malaria tertiana).
P. Falciparum kurang dari 48 jam (malaria tropika/subtertiana) dan P. Malariae
tiap 72 jam (malaria kuartana).
Gejala-gejala lain: ikterus, anemia, hepatomegali, hipotensi postural,
urobilinuria, dan kadang-kadang diare.
DIAGNOSIS
1. Diagnosis per eksklusionum
- Anamnesis:
o Penderita baru bepergian ke daerah endemis malaria.
o Di Jawa Timur pun yang beberapa masa lalu dinyatakan bebas
malaria muncul kembali sebagai reemerging disease.
o Adanya rangkaian gejala: menggigil, demam tinggi, berkeringat
banyak, disusul stasium sembuh, gejala tersebut bersifat serangan
berulang (paroksismal). Air seni berwarna merah seperti teh, nyeri
kepala dan otot (terutama otot punggung), nafsu makan menurun.
26
Rina Mulya Sari, dr. - 082337973023
2. Diagnosis laboratorik
- Air seni berwarna merah seperti air teh karena mengandung urobilin;
anemia hemolitik; pada sediaan darah tipis dan tebal nampak adanya
parasit malaria dalam eritrosit (pengecatan Giemsa atau Wright).
- P. vivax: pada hapusan darah tipis maupun tebal dapat dilihat eritrosit
yang mengandung parasit membesar, terdapat titik Schoeffner dan
sitoplasmanya berbentuk ameboid.
- P. ovale: mirip P. vivax, hanya eritrosit yang mengandung parasit
berbentuk oval.
- P. malariae: pada sediaan tipis, nampak parasit berbentuk pita (band),
skizon berbentuk bunga mawar dan trofozoid bulat kecil-kecil nampak
kompak dengan tumpukan pigmen yang kadang-kadang menutupi
sitoplasma/inti atau keduanya.
- P. falciparum: pada sediaan darah tipis, nampak gametosit berbentuk
pisang; terdapat bentuk maurer.
- Pada sediaan tetes tebal, nampak banyak sekali bentuk cincin kecil-
kecil tanpa bentuk dewasa yang lain (stars in the sky); terdapat
bentukan balon merah di sisi luar gametosit.
- Pemeriksaan QBC (Semi Quantitative Buffy Coat)
- Pemeriksaan imunoserologi, dengan metode RIA atau ELISA.
DIAGNOSIS BANDING
Influenza, gastroenteritis, salmonellosis, dan leptospirosis.
PENATALAKSANAAN
Pengobatan serangan malaria akut (pengobatan radikal).
27
Rina Mulya Sari, dr. - 082337973023
28
Rina Mulya Sari, dr. - 082337973023
29
Rina Mulya Sari, dr. - 082337973023
8. REAKSI ANAFILAKSIS
PENATALAKSANAAN
Pengobatan terhadap anafilaksis seyogyanya mengikuti prinsip-prinsip
resusitasi gawat darurat seperti tabel di bawah ini.
• Segera berikan suntikan Epinefrin 1:1000 0,3 ml intramuskular di daerah
deltois paha lateral (vastus lateralis)
• Hentikan obat-obat atau senyawa yang diduga sebagai pencetus
anafilaksis (obat-obat intravena,antibiotik, media kontras radiografi, produk
yang berasal dari darah, sengat serangga, dll)
• Ukur tekanan darah dan nadi, pertimbangkan tindakan resusitasi
kardiopulmoner
• Bergantung pada derajat keparahan reaksi, respons terhadap pengobatan
dan kondisi masing-masing penderita, berikan:
Terapi oksigen melalui masker atau kanula hidung
Infus cairan garam fisiologis intravena
Diphenhydramine 50 mg intramuskuler atau intravena (secara
perlahan)
Ranitidin 50 mg atau Cimetidine 300 mg intravena (bila diperlukan)
Methylprednisolone 125 mg intravena atau Hydrocortisone 100-200 mg
intravena
• Ulangi pemberian epinefrin tiap 15-20 menit bila diperlukan
• Waspadai kemungkinan hipotensi dan kondisi yang memerlukan intubasi
• Bila tekanan darah darah sistolik < 90 mmHg, lakukan:
Pasang 2 jalur infus dengan diameter besar (18 G)
Berikan cairan garam fisiologis tetasan cepat (diguyur)
Dopamin 400 mg (2 ampul) dalam 500 ml Dextrose 5% tetesan cepat
hingga tekanan darah sistolik > 90 mmHg lalu dititrasi secara
perlahan
Bila tindakan tersebut tidak efektif pertimbangkan Norepinefrin
30
Rina Mulya Sari, dr. - 082337973023
31
Rina Mulya Sari, dr. - 082337973023
32
Rina Mulya Sari, dr. - 082337973023
33
Rina Mulya Sari, dr. - 082337973023
9. TUBERKULOSIS PARU
DEFINISI KASUS
Kasus baru (new case):
Penderita yang belum pernah diobati dengan OAT atau sudah pernah
menelan OAT atau sudah pernah menelan OAT kurang dari 1 bulan.
Kambuh (relaps):
Penderita TB yang sebelumnya pernah mendapat pengobatan TB dan telah
dinyatakan sembuh atau pengobatan lengkap. Kemudian kembali lagi
berobat dengan hasil pemeriksaan dahak BTA positif (hapusan atau kultur).
Gagal pengobatan (treatment after failure):
Penderita yang memulai pengobatan kategori 2 setelah gagal dengan
pengobatan yang sebelumnya.
Yaitu penderita BTA positif yang masih tetap positif atau kembali menjadi
positif pada akhir bulan ke-5 atau lebih. Atau penderita dengan BTA megatif
menjadi positif pada akhir bulan ke-2.
Pengobatan setelah default (treatment after default/drop out):
Penderita yang kembali berobat, dengan hasil bakteriologi positif, setelah
berhenti minum obat 2 bulan atau lebih.
Pindahan (transfer in):
Penderita yang sedang mendapat pengobatan di suatu kabupaten
kemudian pindah ke kabupaten lain. Penderita ini harus membawa surat
rujukan/pindah (form TB 09).
Kasus kronik:
Penderita dengan hasil BTA tetap positif setelah selesai pengobatan ulang
dengan kategori 2.
DIAGNOSIS
Diagnosis tuberkulosis ditegakkan berdasarkan gejala klinis,
pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium, radiologis dan penunjang yang
lain.
34
Rina Mulya Sari, dr. - 082337973023
Gejala
Respiratorik : batuk > 3 minggu, berdahak, batuk darah, nyeri dada, sesak
napas.
Sistemik : demam, keringat malam, malaise, nafsu makan menurun, berat
badan turun.
Penderita dengan gejala tersebut dianggap sebagai curiga TB dan harus
diperiksakan dahaknya. Pemeriksaan dahak dilakukan 3 kali (sewaktu-pagi-
sewaktu/SPS) dengan cara pengecatan.
Pemeriksaan fisik
Tanda fisik penderita TB tidak khas, tidak dapat membantu untuk
membedakan TB dengan penyakit paru lain. Tanda fisik tergantung pada lokasi
kelainan serta luasnya kelainan struktur paru. Dapat ditemukan tanda-tanda
antara lain penarikan struktur sekitar, suara napas bronkial, amforik, ronki
basah, pada efusi pleura didapatkan gerak napas tertinggal, keredupan dan
suara mapas menurun sampai tidak terdengar. Bila terdapat limfadenitis
tuberkulosa didapatkan pembesaran kelenjar linfe, sering di daerah leher,
kadang disertai adanya skrofuloderma.
Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan bakteriologis sangat berperan untuk menegakkan
diagnosis. Spesimen dapat berupa dahak, cairan pleura, cairan serebrospinalis,
bilasan lambung, bronchoalveolar lavage, urin, dan jaringan biopsi.
Pemeriksaan dapat dilakukan secara mikroskopis dan biakan.
Pemeriksaan dahak untuk menemukan basil tahan asam merupakan
pemeriksaan yang harus dilakukan pada seseorang yang dicurigai menderita
tuberkulosis atau suspek. Pemeriksaan dahak dilakukan 3 kali (sewaktu-pagi-
sewaktu/SPS), dengan pewarnaan Ziehl-Nielsen atau Kinyoun Gabbet.
Interpretasi pembacaan didasarkan skala IUATLD atau bronkhorst.
Diagnosis TB paru ditegakkan dengan ditemukannya basil tahan asam
pada pemeriksaan hapusan sputum secara mikroskopis. Hasil pemeriksaan
dinyatakan positif bila sedikitnya 2 dari 3 spesimen dahak ditemikan BTA (+).
35
Rina Mulya Sari, dr. - 082337973023
Bila hanya 1 spesimen yang positif, perlu pemerikaan foto thoraks atau
SPS ulang. Bila foto thoraks mendukung TB maka didiagnosis sebagai TB paru
BTA (+). Bila foto thoraks tidak mendukung TB maka perlu dilakukan
pemeriksaan SPS ulang. Bila SPS ulang hasilnya negatif berarti bukan
penderita TB. Bila SPS-positif, berarti penderita TB BTA (+). Bila foto toraks
mendukung TB tetapi pemeriksaan SPS negatif, maka diagnosis adalah TB
paru BTA negatif rontgen positif.
Foto toraks
Pada kasus di mana pemeriksaan sputum SPS positif, foto toraks tidak
diperlukan lagi. Pada beberapa kasus dengan hapusan positif perlu dilakukan
foto toraks bila:
• Curiga adanya komplikasi (misal: efusi pleura, pneumotoraks)
• Hemoptisis berulang atau berat
• Didapatkan hanya 1 spesimen BTA (+)
Gambaran radiologis yang dicurigai lesi TB aktif:
1. Bayangan berawan/nodualr di segmen apical dan posterior lobus atas
dan segmen superior lobus bawah paru.
2. Kaviti, terutama lebih dari satu, dikelilingi bayangan opak berawan atau
nodular.
3. Bayangan bercak milier.
4. Efusi pleura.
Gambaran radiologis yang dicurigai TB inaktif:
1. Fibrotik, terutama pada segmen apical dan atau posterior lobus atas dan
atau segmen superior lobus bawah.
2. Kalsifikasi
3. Penebalan pleura
Destroyed lung
Gambaran radiologis yang menunjukkan kerusakan jaringan paru yang
berat, biasanya secara klinis disebut luluh paru. Sulit untuk menilai aktiviti
penyakit berdasarkan gambaran radiologis tersebut. Perlu dilakukan
pemeriksaan bakteriologis untuk mengetahui aktivitas penyakit.
36
Rina Mulya Sari, dr. - 082337973023
Luas proses yang ampak pada foto toraks untuk kepentingan pengobatan
dinyatakan sbb:
1. Lesi minimal, bila proses mengenai sebagian dari datu atau dua paru
dengan luas lesi tidak lebih dari volume paru yang terletak di atas
chondrosternal junction dari iga kedua dan prosesus spinosus vertebra
torakalis IV, atau korpus vertebra torakalis V (sela iga ke-2) dan tidak
dijumpai kaviti.
2. Lesi luas, bila proses lebih dari lesi minimal.
Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan darah rutin kurang spesifik. LED penting sebagai indikator
kestabilan penyakit sehingga dapat digunakan untuk evaluasi penyembuhan.
Pemeriksaan serologi dilakukan denagn metode Elisa, Mycodot, PAP
(Peroksidase Anti Peroksidase). Teknik lain untuk mengidentifikasi M.
tuberculosis dengan PCR (polymerase chain reaction), RALF (Restrictive
Fragment Length Polumorphisms), LPM (Light Producing Maycobacterophage).
Pemeriksaan histopatologi jaringan, diperoleh melalui transbronchial lung
biopsy, transthoracal biopsy, biopsi paru terbuka, biopsi pleura, biopsi kelenjar
dan organ lain di luar paru. Diagnosis TB ditegakkan bila jaringan menunjukkan
adanya granuona dengan perkejuan.
PENATALAKSANAAN
Tujuan pengobatan tuberkulosis adalah untuk menyembuhkan penderita,
mencegah kematian, mencegah relaps, menurunkan penularan ke orang lain
dan mencegah terjadinya resistensi terhadap OAT. Untuk itu diperlukan OAT
yang efektif dengan pengobatan jangka pendek. Standarisasi regimen untuk
pengobatan TB didasarkan pada rekomendasi WHO.
Terdapat 4 populasi kuman TB yaitu:
1. “Metabolically active”, yaitu kuman yang terus tumbuh dalam kaviti
2. “Basili inside cell”, misal dalam makrofag
3. “Semi dorman bacili” (persisten)
4. “Dorman bacili”
37
Rina Mulya Sari, dr. - 082337973023
38
Rina Mulya Sari, dr. - 082337973023
Fase lanjutan adalah 4 (HR)3, lama pengobatan 4 bulan, dengan INH dan
rifampisin, diminum 3 kali seminggu.
39
Rina Mulya Sari, dr. - 082337973023
40
Rina Mulya Sari, dr. - 082337973023
41
Rina Mulya Sari, dr. - 082337973023
42
Rina Mulya Sari, dr. - 082337973023
43
Rina Mulya Sari, dr. - 082337973023
10. GASTROENTERITIS
TATALAKSANA
• Nonfarmakologis: istirahat atau tirah baring, makanan lunak, minum
cairan oralit ad libitum
• Rehidrasi dapat per oral pada dehidrasi ringan dan parenteral pada
dehidrasi sedang serta berat
• Untuk diare tipe sekretori dapat diberikan racecadotril 3x1 tablet selama
3 hari
• Farmakologis: pada dehidrasi ringan tindakan rehidrasi dapat diberikan
per oral sedangkan untuk dehidrasi sedang berat, rehidrasi dilakukan
secara parenteral dengan memakai cairan ringer laktat. Pada prinsipnya
jumlah cairan yang diberikan sesuai dengan jumlah cairan yang keluar
dari badan. Kehilangan airan dapat dihitung dengan cara metode
Daldiyono atau berat jenis plasma atau metode Pierce.
Terapi definitif:
Kolera eltor : Tetrasiklin 4x500 mg/hari selama 3 hari
Salmonellosis : Ampisilin 4x1 g/hari selama 10-14 hari
Shigellosis : Ampisilin 4x1 g/hari selama 5 hari
Amebiasis : Metronidazol 4x500 mg/hari selama 3 hari
KOMPLIKASI
• Dehidrasi dan syok hipovolemik
• Gangguan elektrolit, kalium, natrium, klorida, yang dapat menyebabkan
ileus paralitik dan gangguan konduksi jantung
• Gagal ginjal akut
• Asidosis metabolik
KOLERA
Pengobatan
44
Rina Mulya Sari, dr. - 082337973023
Pencegahan
45
Rina Mulya Sari, dr. - 082337973023
46
Rina Mulya Sari, dr. - 082337973023
DIAGNOSIS
Diagnosis semam tifoid ditegakkan berdasarkan gejala klinis, ditunjang
denagn pemeriksaan laboratorium.
Gambaran Klinis
Demam tifoid pada umumnya menyerang penderita kelompok umur 5-30
tahun, laki-laki sama dengan wanita, jarang pada umur di bawah 2 tahun
maupun di atas 60 tahun.
Anamnesis
1. Masa inkubasi: umumnya 3-60 hari
2. Biasanya pada anamnesis, saat masuk rumah sakit didapatkan keluhan
utamanya adalah demam, yang diderita ± 5-7 hari, yang tidak berhasil
diobati dengan antipiretika. Demam bersifat bertahap makin naik setiap
hari (step ladder), disertai dengan lemah badan (lesu), malas, nyeri
kepala, nyeri otot, punggung dan sendi, perut kembung, kadang-kadang
nyeri, obstipasi (kadang-kadang diare), mual, muntah, batuk.
3. Perlu diselidiki apakah penderita berasal dari atau bepergian ke daerah
endemis demam tifoid (wisatawan). Kebiasaan mkan-minum (kerang, ice
cream, air mentah). Perlu ditanya apakah pernah menjalani vaksinasi
demam tifoid.
Manifestasi Klinis
Penderita nampak lesu, letih, wajah “kosong”. Kadang-kadang penderita
nampak gelisah, “delirium” atau koma.
Gejala lain yang dapat dijumpai:
Demam, bradikardi relatif, pendengaran menurun, tifoid tongue, rose
spots, bronchitic chest, tidak enak di perut (abdominal terderness), kembung,
hepatomegali, splenomegali.
Laboratorium
Urine Abiminuria
Tes Diazo positif
47
Rina Mulya Sari, dr. - 082337973023
48
Rina Mulya Sari, dr. - 082337973023
49
Rina Mulya Sari, dr. - 082337973023
TATALAKSANA
1. Penderita dirawat di bangsal umum (tidak perlu di bangsal khusus
“isolasi”)
2. Pada fase akut, diharuskan tirah baring “absolut” dan diet khusus “tifoid
diit”
3. Diberlakukan pembera makanan “Padat Dini” (nasi + lauk pauk sayuran
rendah serat). Pada penderita Demam Tifoid tidak berkomplikasi, yang
terbukti bermanfaat mempercepat penyembuhan (rata-rata dalam waktu
7-10 hari, sedangkan sebelumnya rata-rata 14 hari). Pemberian
suplemen protein oral (“Protein”-bubuk susu kedelai) pada penderita
demam tifoid juga menunjukkan penderita lebih cepat sembuh.
Terapi Medikamentosa
Obat anti tifoid yang dapat digunakn sampai saat ini adalah
Chloramphenicol, tiamphenicol, Cotrimoxazol, Ampicilin, Amoxicyllin,
Cephalosporin generasi-III (misalnya: Ceftriaxon), dan Quinolone golongan 4-
Fluoroquinolone (misalnya: Ciprofloxacin, Norfloxacin, Ofloxacin, Pefloxacin),
dan Azithromycine.
50
Rina Mulya Sari, dr. - 082337973023
“Carrier” kronis
“Carrier” kronis adalah indivisu yang mengeluarkan S. typhi baik dari tinja
(faecal carrier) atau air seninya (urinary carrier) selama 1 tahun atau lebih.
Pada demam tifoid sumber infeksi dari “carrier” kronis adalah kandung empedu
dan ginjal (infeksi kronis, batu, atau kelainan anatomi). Oleh akrena itu apabila
terapi medika-mentosa dengan obat antitifoid gagal harus dilakukan operasi
untuk menghilangkan batu atau memperbaiki kelainan anatominya.
Obat pilihan saat ini:
1. Amoxicillin 3x1000-2000 mg/hari selama 6 minggu
2. Golongan quinolone yaitu Ciprofloxacin 2x500 mg/hari atau Norfloxacin
2x400 mg/hari selama 4 minggu
3. Cotrimoxazole 2x2 tablet (160/800) selama 6 minggu
4. Apabila “urinary carrier” disebabkan karena infeksi dengan cacing
schistosoma, maka perlu ditambah terapi dengan praziquantel
5. Kadang-kadang setelah cholesystectomy, penderita masih tetap menjadi
“carrier”. Untuk ini perlu diberikan pengobatan jangka lama sampai
terbukti tidak mengeluarkan Salmonella typhi lagi.
Demam Tifoid pada Penderita AIDS
1. Terapi demam tifoid pada penderita AIDS sulit, karena sering terjadi
relaps
2. Quinolone merupakan obat pilihan karena mempunyai efek sinergik
dengan antiretroviral Zidovudine. Pemberian Ciprofloxacin 2x500 mg oral
selama 6 minggu, umumnya dapat mengatasi demam tifoid pada
penderita AIDS. Kadang-kadang diberikan sampai 1-8 bulan.
3. Cotrimoxazole merupakan obat pilihan kedua karena obat ini juga dapat
mengobati pneumocystic-carinii pneumonia yang terjadi pada penderita
AIDS.
Sampai saat ini obat pilihan utama untuk demam tifoid di Indonesia adalah
Chloramphenicol. Hal ini disebabkan karena sensitifitasnya masih tinggi, cukup
aman (jarang terjadi efek samping obat) dan murah harganya.
Dosis
51
Rina Mulya Sari, dr. - 082337973023
52
Rina Mulya Sari, dr. - 082337973023
PENCEGAHAN
Orang sehat
1. Pengawasan higiene dan sanitasi lingkungan hidup
a. Perlu adanya WC umum
b. Persediaan air bersih
c. Tempat buangan sampah rumah tangga
2. Pengawasan higiene makanan dan minuman
a. Memasak makanan
b. Merebus air minum
c. Hati-hati minum es (es krim)
d. Cara penyajian makanan
3. Higiene perorangan
a. Cuci tangan
b. Buang air besar dan kecil di tempat khusus (WC)
Vaksinasi
Syarat vaksin: efektif, mudah penggunaannya, aman, dan murah. Dianjurkan
untuk wisatawan ke daerah endemis dan pekerja laboratorium.
1. Acetone inactivated vaccine
a. Kuman mati
b. Ada 2 vaksin: K-acetone inactivated vaccine dan L-heatphenol
inactivated vaccine.
• Efektivitas 51-88%
• Efek samping 32-54% berupa demam, sakit kepala, dan reaksi
lokal tempat suntikan
53
Rina Mulya Sari, dr. - 082337973023
KOMPLIKASI
Perdarahan intestinal, perforasi intestinal, ileus paralitik, renjatan septik,
pyelonefritis, pneumonia, miokarditis.
54
Rina Mulya Sari, dr. - 082337973023
DIAGNOSIS
Diagnosis alergi makanan membutuhkan anamnesis yang menyeluruh
untuk membedakan antara reaksi alergi dengan intoleransi makanan. Beberapa
uji in vivo maupun in vitri dapat diekrjakan untuk membuktikan alergi makanan.
Alur diagnostik yang biasa digunakan adalah seperti tampak pada gambar
berikut ini.
Anamnesis
55
Rina Mulya Sari, dr. - 082337973023
56
Rina Mulya Sari, dr. - 082337973023
gejala tetap tidak membaik dengan eliminasi suatu bahan makanan, maka
bahan makanan tersebut bukanlah penyebabnya.
• Double-blind placebo-controlled food challenge
Uji paparan makanan tersamar ganda merupakan baku emas diagnosis
alergi makanan. Bahan makanan yang dipilih ditentukan berdasarkan
anamnesis, tes tusuk kulit, IgE RAST, dan hasil diet eliminasi. Sebagai
kontrol digunakan bahan makanan yang sangat jarang menimbulkan alergi
atau yang hasil uji tusuk kulitnya negatif. Makanan yang akan diujikan harus
dihindari selama 10-14 hari. Semua jenis pengobatan yang dapat
mengganggu interpretasi (misalnya antihistamin dan kortikosteroid) harus
dihentikan setidaknya sejak 7-14 hari sebelum uji dilaksanakan. Uji paparan
dilakukan dalam keadaan puasa. Makanan yang diujikan diberikan berupa
serbuk yang disamarkan dalam bentuk cairan minuman atau kapsul. Uji
dilaksanakan secara acak menggunakan paparan alergen makanan dan
plasebo yang sama jumlahnya. Jumlah awal yang diberikan umumnya 125-
500 mg, dan selanjutnya sitingkatkan dua kali lipat setiap 15 hingga 60
menit. Gejala yang timbul dicatat dengan sistem skor baku. Hasil uji
dianggap negatif bila penderita dapat menerima 10 gram makanan tanpa
timbul reaksi. Hasil yang diperoleh harus dikonfirmasi lagi dengan paparan
makanan secara terbuka untuk menyingkirkan hasil negatif palsu.
PENATALAKSANAAN
Upaya menghindari alergen makanan
Menghindari alergen merupakan satu-satunya pengobatan alergi
makanan yang telah terbukti hasilnya. Penderita dan keluarganya perlu
mendapatkan penyuluhan untuk menghindari alergen makanan secara ketat,
termasuk sumber-sumber alergen yang tersembunyi (misalnya kacang tanah
yang tersembunyi dalam bumbu sate atau bumbu pecel). Waspadai bahwa
eliminasi makanan secara terus menerus dapat menyebabkan malnutrisi,
karena itu harus selalu disarankan pula bahan makanan alternatif yang dapat
dikonsumsi oleh penderita.
57
Rina Mulya Sari, dr. - 082337973023
Terapi simtomatik
Beberapa jenis obat telah dicoba untuk mengatasi gejala alergi
makanan, antara lain antihistamin H1 dan H2, kromolin oral, ketotifen, dan
antiprostaglandin. Pada umumnya efektivitas obat tersebut rendak atau
memiliki efek samping yang dapat ditolerir. Tidak satupun yang terbukti dapat
mencegah anafilaksis. Imunoterapi pernah dicoba, namun efek sampingya
cukup berat dan kini tidak lagi dianjurkan.
Pencegahan
Mengingat manfiestasi reaksi alergi makanan dapat bervaiasi mulai dari
gejala ringan hingga anafilaksis sistemik yang dapat mengancam jiwa,
sebaiknya diberikan bekal suntikan Epinefrin pada penderita atopik. Penderita
dilatih untuk dapat menyuntikkan sendiri Epinefrin intramuskular di daerah paha
lateral bila sewaktu-waktu timbul gejala alergi akibat paparan yang tidak
disengaja terhadap alergen makanan tertentu. Selanjutnya penderita
disarankan untuk sesegera mungkin menuju ke Unit Gawat Darurat rumah sakit
untuk evaluasi lebih lanjut.
Penelitian terbaru membuktikan bahwa upaya menghindari alergen
makanan oleh ibu dan bayi atopik ternyata dapat menurunkan prevalensi
dermatitis atopik, urtikaria, penyakit gastrointestinal. Ibu atopik sebaiknya
menghindari kacang tanah selama kehamilan trimester terakhir. Bayi atopik
sebaiknya menghindari susu sapi, telur, dan kacang tanah pada usia 1 tahun
pertama. Khusus pada kelompok penderita atopik yang memiliki risiko tinggi
untuk mengalami reaksi alergi, konsensus yang berlaku saat ini adalah anjuran
untuk menghindari susu sapi selama 12 bulan, dan menghindari kacang tanah
selama 3 tahun.
58
Rina Mulya Sari, dr. - 082337973023
TATALAKSANA
Terapi Umum
1. Perbaikan gizi dengan pemberian nutrisi tinggi kalori dan protein
diperkaya dengan multivitamin dan mineral.
2. Karena anemia defisiensi besi merupakan ancaman utama pada infeksi
ankilostomiasis, maka preparat besi dapat diberikan untuk mengatasi
anemianya. Secara oral, sulfat ferosus 3x200 mg/hari dapat diberikan
sampai tanda anemianya hilang. Penderita yang mengalami anemia
berat dengan kadar Hb < 5 g/dl, maka sebelum memulai pemberian
antihelmintik dapat dikoreksi dengan transfusi darah.
Terapi Spesifik
1. Antihistamin untuk mengurangi keluhan gatal-gatal
2. Obat cacing (antihelmintik)
a. Tetrachlorethylene, dosis tunggal 0,1 mg/kgBB diberikan pada waktu
perut
b. Bephenium hydoxynaphthoate (alcopat), dosis tunggal 5 g dan perlu
puasa minimal 2 jam
c. Thiabendazol (Mintezol) diberikan dengan dosis 25 mg/kgBB, 2
kali/hari
d. Mebendazol (vermox) dosis 2x100 mg/hari selama 3 hari berturut-
turut. Mebendazol merupakan obat terpilih untuk pengobatan infeksi
cacing tambang.
e. Pirantel pamoat (combantrin) dosis tunggal 10 mg/kgBB
f. Tretranizole (ascaridil) dosis tunggal 2,5 mg/kgBB
Oleh karena sering dijumpai infeksi campuran dengan cacing lain maka
dianjurkan pemberian kombinasi pirantel pamoat dosis tunggal 10 mg/kgBB
dengan mebendazol 100 mg dua kali sehari selama 3 hari berturut-turut.
PENCEGAHAN
59
Rina Mulya Sari, dr. - 082337973023
60
Rina Mulya Sari, dr. - 082337973023
14. ASKARIASIS
PENGOBATAN
Beberapa obat antihelmintik sekarang ini lebih efektif dengan efek toksik
yang relatif rendah daripada obat-obat dulu yang sudah populer misalnya
santonin, oleum shenopodium serta hexylresorcinol.
Antihelmintik untuk pengobatan ascariasis dapat dipilih beberapa obat di bawah
ini:
1. Pirantel pamoat, diberikan sebagai dosis tunggal 10 mg/kgBB dengan
maksimum pemberian 1 g.
2. Levamisole hydrochloride diberikan sebagai dosis tunggal 2,5-5
mg/kgBB.
3. Garam piperazine, 75 mg/kgBB, maskimum 3,5 g, diberikan 2 hari
sebagai dosis harian tunggal. Merupakan obat pilihan pada obstruksi
intestinal oleh Ascaris lumbricoides, karena obat ini mengakibatkan
paralisis yang flasid pada cacing.
4. Albendazole, untuk orang dewasa dan anak-anak di atas 2 tahun yang
diebrikan dengan dosis tunggal 400 mg.
5. Mebendazole, diberikan dengan dosis 100 mg dua kali per hari selama 3
hari berturut-turut.
6. Cyclobendazole adalah derivat benzimidazole baru yang dapat
membunuh A. lumbricoides.
Obat-obat di atas tidak dieprlukan pencahar ataupun puasa sebelum atau
sesudah pengobatan.
Di samping pengobatan perorangan, perlu dipikirkan pengobatan masal,
karena banyaknya penderita askariasis atau bahkan soil transmitted helminths
yang masih merupakan problem kesehatan masyarakat Indonesia. Pada
pengobatan masal ini harus diperhatikan beberapa hal, antara lain frekuensi
pengobatan, waktu pelaksanaannya, serta lamanya periode pengobatan. Di
Indonesia frekuensi pengobatan masal pada soil transmitted helminths
terutama askariasis berpatokan kepada prevalensi infeksi oleh cacing ini pada
61
Rina Mulya Sari, dr. - 082337973023
suatu daerah, yaitu jika prevalensi lebih dari 30%, pengobatan 3 kali per tahun;
jika prevalensi 20-30%, pengobatan 2 kali per tahun; jika prevalensi 10-20%,
pengobatan 1 kali per tahun, sedangkan jika prevalensi kurang dari 10%,
pengobatan hanya untuk kasus positif (individual).
PENCEGAHAN
Pencegahan askariasis ditujukan untuk memutuskan salah satu mata
rantai dari siklus hidup Ascaris lumbricoides, antara lain dengan melakukan
pengobatan penderita askariasis, dimaksudkan untuk menghilangkan sumber
infeksi; pendidikan kesehatan terutama mengenai kebersihan makanan dan
pembuangan tinja manusia; dianjurkan agar buang air besar tidak di
sembarangan tempat serta mencuci tangan sebelum makan, memasak
makanan, sayuran, dan air dengan baik. Air minum jarang merupakan sumber
infeksi ascariasis.
62
Rina Mulya Sari, dr. - 082337973023
15. TAENIASIS
TAENIASIS SAGINATA
TATALAKSANA
Niklosamid (Yomesan) sangat efektif untuk membunuh skoleks dan
segmen imatur T. saginata. Empat tablet 0,5 gram ditelan dengan bantuan
sedikit air. Pemeriksaan feses perlu dilakukan 3-6 bulan kemudian untuk
evaluasi. Obat terpilih adalah prazikuantel 10 mg/kgBB.
PENCEGAHAN
1. Bila mengonsumsi daging sapi sebaiknya dimasak secara sempurna
dengan pemanasan pada suhu 56oC selama 5 menit dapat
memusnahkan sistiserki. Pendinginan pada suhu minus 10oC selama 9
hari dan pengawetan dengan pemberian garam pada daging juga dapat
memusnahkan sistiserki.
2. Perlunya penentuan adanya sistiserkosis pada sapi yang diduga sakit,
biasanya dilakukan dengan pemeriksaan serologis ELISA.
3. Bila diagnosis sudah dibuat, pasien perlu segera diobati guna mencegah
berlangsungnya rangkaian penularan lebih lanjut.
4. Pengelolaan feses pasien perlu diperhatikan karena potensial
mengandung telur Taenia yang infeksius.
5. Jangan membiarkan sapi memakan rumput yang timbuh di tanah dan
terkontaminasi dengan kotoran limbah. Viabilits telur sekitar 16 hari paa
kotoran limbah dan 159 hari pada rumput.
TAENIASIS SOLIUM
TATALAKSANA
Cacing Dewasa
Perlu pemberian nutrisi tinggi protein, multivitamin, dan mineral. Obat-obatan
yang dapat diberikan adalah:
63
Rina Mulya Sari, dr. - 082337973023
PENCEGAHAN
Mengingat pentingnya kewaspadaan terhadap infeksi maka perlu
diperhatikan usaha untuk higiene dan sanitasi pribadi, menghindari
mengonsumsi sayur-sayuran yang menggunakan pupuk terutama dari pupuk
limbah, pembuangan limbah manusia juga harus terjamin dan memadai, upaya
64
Rina Mulya Sari, dr. - 082337973023
penting yang perlu dilakukan adalah memasak daging babi dan produknya
secara sempurna. Sistiserki dapat terbunuh melalui pemanasan pada suhu
65oC, minimal selama 5 menit. Pengawetan daging dengan garam atau cuka
sering tidak efektif. Perlunya pengawasan daging untuk konsumsi masyarakat.
PROGNOSIS
Prognosis umumnya baik bila sistiserki dapat diambil dengan tindakan
bedak, prognosis kurang baik bila parasit dalam bentuk rasemosa terutama
dalam otak.
65
Rina Mulya Sari, dr. - 082337973023
PENGOBATAN
Pasien perlu istirahat, mencegah-memperbaiki sehidrasi. Penyebab
kematian terutama akibat dehidrasi. Untuk rehidrasi dapat dipakai cairan
intravena/oral, sesuai derajat dehidrasi.
Perbaikan gizi untuk menghilangkan malnutrisi.
Untuk pengobatan antibakterial:
1. Pilihan trimethoprim sulfametoxazole 2x2 tablet selama 5 hari
2. Siprofloxacin 2x500-750 mg
3. Ampisilin 4x500 mg
4. Asam nalidiksik
Pengobatan simtomatis untuk demam (antipiretik), nyeri perut
(antispasmodik), pemakaian obat antimotilitas (misalnya: loperamide) bersifat
kontroversi, dapat mengurangi diare, namun dapat menyebabkan penyakit lebih
berat karena mengurangi pengeluaran bakteri, mempermudah invasi mukosa
serta timbulnya toxic megacolon.
Pada bentuk berat bila tak diobati dini angka kematian shigellosis tinggi.
Infeksi oleh Sh. disentria biasanya berat, penyembuhanlama. Infeksi Sh.
flexnerii angka kematian rendah.
PENCEGAHAN
Pencegahan shigellosis, meliputi penjagaan higienis dan sanitasi
lingkungan, perlu mencuci tangan sebelum makan, persediaan air minum tak
boleh terkontaminasi, pemakaian jamban yang baik, menjaga pembuatan
makanan dan penyimpanannya, belum ada vaksin yang efektif.
66
Rina Mulya Sari, dr. - 082337973023
17. PIELONEFRITIS
TATALAKSANA
Terapi ditujukan untuk mencegah terjadinya kerusakan ginjal yang lebih
parah dan memperbaiki kondisi pasien, yaitu berupa terapi suportif dan
pemberian antibiotika. Antibiotika yang dipergunakan pada keadaan ini adalah
yang bersifat bakterisidal, dan berspektrum luas, yang secara farmakologis
mampu mengadakan penetrasi ke jaringan ginjal dan kadarnya di dalam urin
cukup tinggi. Golongan obat-obatan itu adalah; aminoglikosida yang
dikombinasikan dengan aminopenisilin (ampisilin atau amoksisilin),
aminopenisilin dikombinasi dengan asam klavulanat atau sulbaktam,
karboksipenisilin, sefalosporin, atau fluoroquinolone.
Jika dengan pemberian antibiotika itu keadaan klinis membaik,
pemberian parenteral diteruskan sampai 1 minggu dan kemudian dilanjutkan
dengan pemberian per oral selama 2 minggu berikutnya. Akan tetapi jika dalam
waktu 48-72 jam setelah pemberian antibiotika keadaan klinis tidak
menunjukkan perbaikan, mungkin kuman tidak sensitif terhadap antibiotika
yang diberikan.
67
Rina Mulya Sari, dr. - 082337973023
DIAGNOSIS
Anamnesis
Gejala yang mungkin ditemukan pada penderita bronkhitis akut adalah
batuk secara tiba-tiba dengan atau tanpa dahak, tidak ada tanda-tanda
pneumonia, demam, asma akut atau rasa pahit akut yang disebabkan oleh
bronkhitis kronis (Metlay & Schulz, 1997). Selain itu tanda penting terjadinya
bronkhitis adalah dahaknya akan seperti nanah jika penyebabnya bakteri serta
ronki kering.
Pemeriksaan Fisik
Diagnosis biasanya ditegakkan berdasarkan gejala, terutama dari
adanya lendir, riwayat penyakit dan pemeriksaan fisik. Pada pemeriksaan
menggunakan stetoskop, akan terdengar bunyi pernafasan yang abnormal.
Pemeriksaan dahak maupun rontgen dilakukan untuk membantu menegakkan
diagnose dan untuk menyingkirkan diagnose penyakit lain.
DIAGNOSIS BANDING
• Defisiensi Alpha1-Antitrypsin
• Asma
• Bronkiektasis
• Bronkiolitis
• Brinkhitis kronis
• PPOK
• GERD
• Influenza
• Faringitis bakterial
• Faringitis virus
• Sinusitis akut
68
Rina Mulya Sari, dr. - 082337973023
• Sinusitis kronis
• Infeksi Streptococcus Grup A
PENATALAKSANAAN
Terapi Umum Perawatan
Tindakan perawatan yang paling penting adalah mengontrol batuk dan
mengeluarkan lendir. Berjemur di pagi hari, sering mengubah posisi, banyak
minum, inhalasi, nebulizer serta diberikan minum susu untuk mempertahankan
daya tubuh anak jika muntah.
Terapi Medis
• Antitusif (penekan batuk): DMP (dekstromethorphan) 15 mg, diminum 2-3
kali sehari. Codein 10 mg, diminum 3 kali sehari. Pada penderita bronkitis
akut yang disertai sesak napas, penggunaan antitusif hendaknya
dipertimbangkan dan diperlukan feed back dari penderita. Jika penderita
merasa tambah sesak, maka antitusif dihentikan.
• Ekspektorant: GG (glyceryl guaiacolate), bromhexine, ambroxol, dan lain-
lain.
• Antipiretik (pereda panas): parasetamol (asetaminofen), dan sejenisnya,
digunakan jika penderita demam.
• Bronkodilator (melongarkan napas), diantaranya: salbutamol, terbutalin
sulfat, teofilin, aminofilin, dan lain-lain. Obat-obat ini digunakan pada
penderita yang disertai sesak napas atau rasa berat bernapas.
• Antibiotika. Hanya digunakan jika dijumpai tanda-tanda infeksi oleh kuman
(dahak berwarna kuning atau hijau, demam tetap tinggi setelah minum
antipiretik dan penderita yang sebelumnya memiliki penyakit paru-paru.
Kepada penderita dewasa diberikan Kotrimoksazol. Tetrasiklin 250 – 500
mg 4 x sehari. Eritromisin 250 – 500 mg 4 x sehari diberikan selama 7 – 10
hari.
69
Rina Mulya Sari, dr. - 082337973023
PENCEGAHAN
Lokasi yang dingin, lembab - khususnya dikombinasikan dengan polusi
udara atau asap rokok - dapat membuat seseorang lebih rentan terhadap
bronkitis akut. Beberapa langkah yang dapat dilakukan untuk menurunkan
risiko terjadinya bronkhitis adalah sebagai berikut:
- Hindari merokok dan menjadi perokok pasif. Asap tembakau meningkatkan
risiko bronkitis kronis dan emphysema.
- Menghindari orang-orang yang telah pilek atau flu. Semakin sedikit Anda
terkena virus yang menyebabkan bronkhitis, semakin rendah risiko Anda
mendapatkannya. Hindari kerumunan orang selama musim flu.
- Hindari keluar malam karena saat malam kondisi udara dingin dan sangat
lembab sehingga membuat bronkus mengalami vasokontriksi dan
peningkatan produksi secret.
- Makan makanan yang bergizi untuk meningkatkan daya tahan tubuh.
Misalnya telur, susu, daging dan sebagainya.
- Dapatkan vaksin flu tahunan. Banyak kasus bronkitis akut hasil dari
influenza, virus. Mendapatkan vaksin flu tahunan dapat membantu
melindungi seseorang dari flu, yang pada gilirannya, dapat mengurangi
risiko bronkitis.
- Cuci tangan atau menggunakan sanitizer tangan secara teratur. Untuk
mengurangi risiko terkena infeksi virus, sering mencuci tangan dan
membiasakan menggunakan sanitizer tangan. Dan jangan menggosok
hidung atau mata Anda.
- Ketika praktek, memakai masker.
PROGNOSIS
Bronkhitis akut dianggap sebagai penyakit ringan akan tetapi hanya ada
sedikit data tentang prognosis dan tingkat komplikasi seperti batuk kronis atau
progresi terhadap bronkhitis kronis atau pneumonia. Berdasarkan sejumlah
penelitian yang telah dilakukan, terjadi ketidakjelasan apakah bronkhitis akut
70
Rina Mulya Sari, dr. - 082337973023
71
Rina Mulya Sari, dr. - 082337973023
DIAGNOSIS
Langkah-langkah diagnosis DM dan TGT (cari bagan langkah-langkah
diagnostic DM dan gangguan toleransi glukosa)
Pemeriksaan penyaring perlu dilakukan pada kelompok tersebut di bawah ini
(Committee Report ADA-2006):
1. Kelompok usia dewasa tua (>45 tahun)
2. Obesitas BB (kg) > 100% BB ideal atau IMT > 25 (kg/m 2).
3. Tekanan darah tinggi (>140/90 mmHg)
4. Riwayat DM dalam garis keturunan
5. Riwayat kehamilan dengan BB lahir bayi >4000 gram atau abortus
berulang
6. Riwayat DM pada kehamilan
7. Dislipidemia (HDL < 35 mg/dL dan / atau Trigliserida > 250 mg/dL)
8. Pernah TGT (toleransi glukosa terganggu) atau glukosa darah puasa
terganggu (GDPT)
72
Rina Mulya Sari, dr. - 082337973023
Uji Laboratorium
Darah
Orang normal: Glukosa Darah Puasa (GDP) < 100 mg/dL, 2 jam PP <
140mg/dL, GDP antara 100 dan 126 mg/dL disebut: Glukosa Darah Puasa
Terganggu (GDPT) atau Impaired Fasting Glucose (IFG). Untuk penderita DM:
disebut “normal” atau regulasi baik (ADA, 2005) bila glukosa darah sebelum
makan 90-130 mg/dL dan puncak glukosa darah sesudah makan < 180 mg/dL.
Macam-macam metode pemeriksaan glukosa darah: Hagedorn-Jensen,
Somogyi-Nelson, Autoanalyser, Enzimatis.
73
Rina Mulya Sari, dr. - 082337973023
sesudah makan. Pemeriksaan reduksi 3x sebelum makan lebih lazim dan lebih
hemat.
Kriteria Diagnosis DM (Konsensus PERKENI, 2002)
Dinyatakan DM apabila terdapat:
1. Kadar glukosa darah sewaktu (plasma vena) ≥ 200 mg/dL, plus gejala
klasik: poliuria, polidipsia, dan penurunan berat badan yang tidak jelas
sebabnya atau
2. Kadar glukosa darah puasa (plasma vena) ≥ 126 mg/dL, atau
3. Kadar Glukosa Plasma ≥ 200 mg/dL pada 2 jam sesudah makan atau
beban glukosa 75 gram pada TTGO. Cara diagnosis dengan kriteria ini
tidak dipakai rutin di klinik.
Ketiga kriteria diagnosis tersebut harus dikonfirmasi ulang pada hari yang lain,
atau esok harinya, kecuali untuk keadaan khas hiperglikemia yang jelas tinggi
dengan dekompensasi metabolic akut, seperti ketoasidosis, berat badan yang
menurun cepat.
Kriteria glukosa darah dan puasa sebagai patokan penyaring dan
diagnosis DM (mg/dL)
Kondisi Bukan DM Belum Pasti DM DM
Kadar Glukosa
Darah Sewaktu
Plasma Vena < 100 100-199 ≥ 200
Darah Kapiler < 50 90-199 ≥ 200
Kadar Glukosa
Darah Puasa
Plasma vena < 100 100-125 ≥ 126
Darah kapiler < 90 90-109 ≥ 110
74
Rina Mulya Sari, dr. - 082337973023
1. DM
2. Retinopati Diabetik
3. Proteinuria yang positif tanpa penyebab lain, atau selama 2 kali
pemeriksaan dengan interval 2 minggu apabila penyebab lain
(misalnya infeksi) sudah diatasi.
Diagnosis Banding
1. Untuk kasus-kasus dengan hiperglikemia sesudah makan ( 2 jam PP);
a. Penyakit Hepar (sirosis, hepatitis kronis)
b. Gagal ginjal kronis (GGK)
c. Hipertiroid
2. Untuk kasus-kasus dengan reduksi urine positif:
a. Glukosuria renal (karena nilai ambang ginjal rendah)
b. Galaktosuria pada kehamilan
c. Obat-obatan: vitamin C dosis tinggi, dan lain-lain.
PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan dasar terapi DM meliputi pentalogi terapi DM:
Terapi Primer:
1. Penyuluhan kesehatan masyarakat (PKM) tentang DM
2. Latihan fisik (LF): primer dan sekunder
3. Diet
Terapi Sekunder:
1. Obat hipoglikemia (OHO dan insulin)
2. Cangkok pancreas
75
Rina Mulya Sari, dr. - 082337973023
76
Rina Mulya Sari, dr. - 082337973023
77
Rina Mulya Sari, dr. - 082337973023
78
Rina Mulya Sari, dr. - 082337973023
20. HIPERTENSI
KLASIFIKASI HIPERTENSI
Klasifikasi hipertensi berdasarkan JNC 7 adalah klasifikasi untuk orang
dewasa umur ≥ 18 tahun. Menurut JNC 7, definisi hipertensi adalah jika
didapatkan tekanan darah sistolik (TDS) ≥ 140 mmHg atau Tekanan Darah
Diastolik (TDD) ≥ 90 mmHg. Penentuan klasifikasi ini berdasarkan rata-rata 2
kali pengukuran tekanan darah pada posisi duduk.
Tabel 1. Klasifikasi Tekanan Darah (JNC 7)
Klasifikasi Tekanan TDS TDD
Darah (mmHg) (mmHg)
79
Rina Mulya Sari, dr. - 082337973023
KLASIFIKASI PENYEBAB
Berdasarkan penyebab, hipertensi dibagi menjadi 2, yaitu:
1. Hipertensi primer (esensial), penyebab hipertensi tidak diketahui (90-
95% pasien)
2. Hipertensi sekunder, disebabkan oleh:
a. Gangguan ginjal (2-6% dari seluruh pasien hipertensi):
80
Rina Mulya Sari, dr. - 082337973023
81
Rina Mulya Sari, dr. - 082337973023
EVALUASI PENDERITA
Tujuan evaluasi penderita hipertensi adalah:
1. Untuk mengetahui kebiasaan hidup (lifestyle) serta menemukan factor-
faktor risiko kardiovasculer lainnya atau kelainan-kelainan yang
menyertai, yang bisa mempengaruhi prognosis dan memandu terapi.
2. Untuk menemukan penyebab hipertensi yang bisa diidentifikasi
3. Untuk mengetahui ada atau tidak adanya kerusakan organ target (target
organ damage) dan penyakit kardiovascular.
82
Rina Mulya Sari, dr. - 082337973023
83
Rina Mulya Sari, dr. - 082337973023
Pemeriksaan Fisik
- Kesan umum: misalnya wajah bulat dan obesitas trunkal mengesankan
sindroma Cushing.
- Pemeriksaan TD dan nadi:
1. Bandingkan kanan-kiri, posisi tidur/duduk dan berdiri:
2. Bila pada saat berdiri TDD meningkat mengesankan hipertensi esensial,
bila TDD turun (tanpa terapi antihipertensi) kemungkinan hipertensi
sekunder.
- Catat berat badan dan tinggi badan untuk perhitungan BMI
- Pemeriksaan mata yang teliti : terutama funduskopi untuk
memperkirakan lamanya hipertensi dan prognosis
- Palpasi dan auskultasi a.carotid: mencari kemungkinan oklusi/stenosis
yang mungkin merupakan manifestasi penyakit hipertensi vascular, dan
mungkin juga merupakan bagian dari lesi a.renalis.
84
Rina Mulya Sari, dr. - 082337973023
85
Rina Mulya Sari, dr. - 082337973023
PENGOBATAN
Pengobatan hipertensi tidak hanya berdasarkan pada derajat tekanan darah,
tetapi juga mempertimbangkan terdapatnya factor risiko kardiovaskuler.
Target tekanan darah
Menurut JNC 7, tujuan utama kesehatan masyarakat memberikan terapi
antihipertensi adalah menurunkan morbiditas dan mortalitas penyakit
kardiovaskular dan ginjal. Target TD secara umum adalah < 140/90 mmHg oleh
karena dihubungkan dengan penurunan komplikasi penyakit kardiovascular,
dan < 130/80 mmHg jika didapatkan diabetes dan penyakit ginjal.
Tujuan Terapi JNC 7:
Menurunkan morbiditas dan mortalitas penyakit jantung kardiovaskular
dan ginjal
Terapi tekanan darah hingga < 140/90 mmHg atau tekanan darah
<130/80 mmHg pada penderita dengan diabetes atau penyakit ginjal
kronis
Mencapai target tekanan darah sistolik terutama pada orang berusia ≥
50 tahun.
Modifikasi Gaya Hidup
Disamping pengobatan farmakologis, modifikasi gaya hidup selalu harus
dilakukan pada penatalaksanaan penderita hipertansi. Modifikasi kebiasan
hidup dilakukan pada setiap penderita sebagai cara tunggal untuk setiap derajat
hipertensi, akan tetapi bermanfaat dalam menurunkan tekanan darah,
memperbaiki efikasi obat antihipertensi dan cukup potensial dalam menurunkan
factor risiko kardiovaskuler, disamping murah dan efek samping minimal.
Modifikasi kebiasaan hidup untuk pencegahan dan penatalaksanaan hipertensi
adalah sebagai berikut:
1. Menurunkan berat badan (IMT 18,5-24,9 kg/m 2) diperkirakan
menurunkan TDS 5-20 mmHg/10 kg penurunan berat badan.
86
Rina Mulya Sari, dr. - 082337973023
Pengobatan Farmakologi
Menurut JNC 7, uji klinis dengan menggunakan berbagai obat penurunan
tekanan darah termasuk penghambat-ACE (ACE-I), antagonis angiotensin
(ARB), antagonis Ca (CCB), penyakit beta (beta blocker) dan diuretika
golongan tiazid, ternyata semuanya dapat menurunkan komplikasi hipertensi.
Diuretika golongan tiazid terbukti dapat digunakan untuk prevensi komplikasi
kardiovaskuler pada penderita hipertensi, meningkatkan efikasi obat
antihipertensi yang lain dan harganya lebih terjangkau. Sehingga diuretika
golongan tiazid dianjurkan sebagai pengobatan awal hipertensi, sebagai obat
tunggal atau kombinasi dengan kelas obat yang lain, kecuali jika ada indikasi
untuk menggunakan obat kelas lain sebagai pengobatan awal.
87
Rina Mulya Sari, dr. - 082337973023
88
Rina Mulya Sari, dr. - 082337973023
89
Rina Mulya Sari, dr. - 082337973023
DIAGNOSIS
Kriteria diagnosis arthritis gout akut (primer gout) ACR 1980:
1. Lebih dari 1 kali serangan akut arthritis
2. Keradangan maksimum terjadi dalam 24 jam
3. Serangan akut monoartritis
4. Kemerahan pada sendi
5. MTP I nyeri dan bengkak
6. Serangan arthritis pada MTP I unilateral
90
Rina Mulya Sari, dr. - 082337973023
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan LED, urinalisis, ekskresi asam urat/24 jam, BUN, serum
kreatinin, kadar asam urat dalam darah membantu untuk diagnosis gout
arthritis. Analisis cairan sendi biasanya ditandai dengan inflamasi sendi:
leukosit > 2000 mm3, dengan PMN >75%. Diagnosis pasti didapatkan kristal
monosodium urat pada pemeriksaan dengan mikroskop polarisasi.
Radiologis: pada fase awal hanya didapatkan pembengkakan jaringan
lunak sedangkan pada fase kronis didapatkan erosi sendi, gambaran khas
sering disebut erosi “Punched-out”.
91
Rina Mulya Sari, dr. - 082337973023
92
Rina Mulya Sari, dr. - 082337973023
PENCEGAHAN
Diet rendah purin, turunkan berat badan, hindari alcohol, olah raga
ringan dan teratur, hindari stress, colchisin dosis rendah efektif untuk
menghindari eksaserbasi akut. Colchisin dapat diberikan sampai 6 bulan-1
tahun setelah serangan gout akut. Jika kadar serum asam urat bisa
dipertahankan 5 mg/dL dan tidak ada serangan akut maka pemberian colchicin
untuk maintenance dapat dihentikan. Obat ini cukup toksik, terutama terhadap
ginjal dan hepar, sehingga perlu hati-hati dalam penggunaannya.
93
Rina Mulya Sari, dr. - 082337973023
94
Rina Mulya Sari, dr. - 082337973023
DIAGNOSIS BANDING
1. Anemia karena penyakit kronis
2. Thalassemia
3. Hemoglobinopati
4. Sindrom Mielodisplastik
5. Sindrom Mieloproliferatif
95
Rina Mulya Sari, dr. - 082337973023
PENGOBATAN
1. Memberikan diet yang kaya kalori, protein, dan zat besi.
2. Memberikan preparat besi:
a. Preparat Besi Oral:
Sulfas ferrous: 4 x 1 tab.
Ferrous fumarat: 4 x 1 tab dan Ferrous glukonat: 3 x 1 tab.
Pemberian preparat besi ini dilanjutkan 4-6 bulan sesudah Hb
normal. Obat ini aman digunakan, hanya kadang-kadang dapat
memberikan efek samping berupa nyeri epigastrium, konstipasi, dan
diare.
b. Pemberian Preparat Besi Parenteral:
Hanya dianjurkan pada penderita yang mengalami intoleransi
gastrointestinal berupa mual dan muntah. Preparat besi parenteral
yang lazim digunakan adalah inferno, Jectofer, dan Venofer.
3. Mengatasi Penyebabnya.
96
Rina Mulya Sari, dr. - 082337973023
TERAPI
Umum
a. Turunkan BB, tidur ½ duduk , dan tunggu sampai perut kosong
b. Hindari rokok, kopi, coklat, alcohol, pedas, lemak
c. Pakaian longgar
d. Hindari obat tertentu: theofilin, kafein, dan seterusnya.
Khusus
a. PPP, prokinetik, sitoprotektif, antasida
b. Bedah bila obat gagal
97
Rina Mulya Sari, dr. - 082337973023
24. GASTRITIS
PENGOBATAN
Pengobatan gastritis akibat infeksi kuman Helicobacter pylori bertujuan
untuk melakuka eradikasi kuman tersebut. Pada saat ini indikasi yang telah
disetujui secara universal untuk melakukan eradikasi adalah infeksi kuman
Helicobacter pylori yang ada hubungannya dengan tukak peptic dan yang
berhubungan dengan low grade B cell lymphoma. Sedangkan pasien yang
menderita dyspepsia non tukak, walaupun berhubungan dengan infeksi kuman
Helicobacter pylori eradikasi terhadap kuman tersebut masih menjadi
perdebatan. Mereka yang setuju berpendapat bahwa eradikasi kuman tersebut
ditinjau dari epidemiologi diharapkan dapat menekan kejadian atropi dan
metaplasia pada pasien-pasien yang terinfeksi. Selanjutnya dapat mencegah
tukak peptic, kanker lambung, dan limfoma. Mereka yang tidak setuju
menganggap bahwa belum cukup bukti eradikasi dapat berimplikasi sedemikian
luas. Eradikasi dilakukan dengan kombinasi antara berbagai antibiotic dan
proton pump inhibitor (PPI). Antibiotika yang dianjurkan adalah klaritomisi,
amoksisilin, metronidazol, dan tetrasiklin. Bila PPI dan kombinasi 2 antibiotika
gagal dianjurkan menambahkan bismuth subsalisilat/subsitral.
Tabel 1. Contoh Regimen untuk Eradikasi Infeksi Helicobacter pylori
Obat 1 Obat 2 Obat 3 Obat 4
PPI dosis ganda Klarithomisin Amoksisilin
(2 x 500 mg) (2 x 1000 mg)
PPI dosis ganda Klarithomisin Metronidazol
(2 x 500 mg) (2 x 500 mg )
PPI dosis ganda Tetrasiklin Metronidazol Subsalisilat/subsitral
(4 x 500 mg) ( 2 x 500 mg) l
98
Rina Mulya Sari, dr. - 082337973023
99
Rina Mulya Sari, dr. - 082337973023
25. LEPTOSPIROSIS
MANIFESTASI KLINIS
Pada leptospirosis umumnya terdapat riwayat terpapar hewan terinfeksi,
baik secara langsung/tak langsung. Mungkin mereka bekerja sebagai pekerja
abbatoir, pengepakan, veterinarian (dokter hewan).
Penderita jatuh sakit : 90% bentuk ringan, 5-10% bentuk berat. Masa
inkubasi berlangsung 7-12 hari, disusul fase leptospiremia 4-7 hari. Dijumpai
gejala mirip flu (flu like), bebas 2 hari. Fase imun berlangsung 4-30 hari.
Leptospira tidak ada di darah tetapi ada di ginjal, urine, aquaeou humour.
Dijumpai meningitis, uveitis, gangguan hati, dan ginjal.
Bentuk umum penyakit leptospirosis adalah panas mendadak tinggi,
sakit kepala, nyeri otot, malaise, nyeri perut, vascular collaps.
Fase kedua, demam ringan/negative 1-3 hari. Nyeri kepala tak hilang dengan
analgetika. Nyeri kepala di daerah frontal, bitemporal,retro-orbital, harus
diwaspadai adanya meningitis. Terdapat gejala mialgia, conjungtiva suffusion,
adenopati, hepatosplenomegali, rash, conjunctivitis, ocular pain.
Weil Syndrome
Wei syndrome dilaporkan pertama kali pada tahun 1886, dengan
mortalitas yang tinggi. Gejalanya adalah gejala leptospirosis ditambah ikterus,
perdarahan, gangguan jantung, paru, neurologic.
Penyebab: Severe icterohemorragica, copenhagoni.
Pada permulaan penyakit berjalan seperti biasa: 4-9 hari timbul ikterus,
disfungsi hati, ginjal, ikterus yag kemerahan, (rubinic jaundice), kencing warna
gelap, hepatomegali, bilirubin, dan alkali fosfatase meningkat, peningkatan
ringan SGOT dan SGPT.
Gangguan faal ginjal biasanya berlangsung pada minggu kedua.
DIAGNOSIS
Diagnosis definitive berdasarkan:
100
Rina Mulya Sari, dr. - 082337973023
PENGOBATAN
Leptospirosis perlu diobati sedini mungkin. Untuk pengobatan
leptospirosis dibedakan derajat beratnya: leptospirosis ringan, sedang, atau
berat, dan profilaksis.
Tindakan khusus diperlukan bila ada gagal gnjal atau gagal napas.
Pengobatan simptomatis ditujukan untuk demam dan nyeri.
Dialisis perlu dipertimbangkan bila dijumpai salah satu berikut:
1. Hiperkalemia yang intractable (K>6,5 mmol/l)
2. Asidosis yang sulit dikoreksi
3. Edema paru
4. Ensefalopati uremik
5. Pericarditis uremik
6. Oliguria (produksi urine kurang dari 200 ml/ 12 jam dan BUN lebih dari
100 mg/dL).
PENCEGAHAN
101
Rina Mulya Sari, dr. - 082337973023
PROGNOSIS
Mortalitas 5-20, dipengaruhi oleh terminology leptospirosis, derajat
penyakit, serovar berlainan, usia lanjut, oliguria, renal failure, dyspnue,
respiratory insuficienty, kadar bilirubin tinggi, leukositosis, ECG abnormal,
perubahan status mental, sumber daya, fasilitas.
102
Rina Mulya Sari, dr. - 082337973023
PENGOBATAN
Keracunan ringan-sedang: istirahat di tempat tidur, banyak minum air garam
(oralit), diberikan karbon aktif (norit).
Keracunan berat: sama dengan keracunan ringan-sedang ditambah pasang
infuse RL sampai syok teratasi, dilanjutkan terapi oral (oralit), kalau perlu kirim
ke rumah sakit.
103
Rina Mulya Sari, dr. - 082337973023
104
Rina Mulya Sari, dr. - 082337973023
selama beberapa hari. Pada fase ini gejala prodromal pada umumnya
menghilang. Bila kolestasis menonjol akan terjadi rasa gatal, seperti obstruksi
bilier. Penurunan berat badan yang terjadi selama fase ini dapat disebabkan
oleh adanya anoreksia dan kurangnya asupan makanan.
Pada pemeriksaan fisik bisa didapatkan adanya hepatomegali ringan,
kadang-kadang nyeri, dan pada 10-20% pasien bisa didapatkan pembesaran
limpa (splenomegali). Walaupun jarang bisa didapatkan adanya pembesaran
kelenjar limfe leher. Sedikir spider nevi dan eritema palmaris yang ringan yang
bisa tampak bila fungsi liver sangat terganggu, dan akan menghilang bila fungsi
liver membaik. Perhatian khusus harus diperhatikan untuk menyingkirkan bukti-
bukti secara fisik adanya penyakit hati kronis (hepatomegali, splenomegali
massive, kolateral vena pada perut, tanda-tanda hiper-estrogenism pada pria).
Karena reaktivasi dari dasar penyakit hati kronis dapat tampak dengan suatu
pola laboratorium yang menyerupai hepatitis virus akut.
Selama fase ini, penting untuk mencari tanda-tanda awal adanya
kegagalan hati berat (yang secara klinis ditandai dengan koagulopati,
somnolen, iritabilitas, dan perubahan tingkah laku karena ensefalopati hepatic).
Bila hal tersebut terjadi menunjukkan perkembangan ke arah hepatitis fulminan
dan harus segera dirujuk ke pusat-pusat dengan akses yang siap untuk
transplantasi hati darurat (emergency liver transplantation).
Setelah beberapa minggu, umumnya berkisar 1-4 minggu, gambaran
klinis dan laboratories hepatitis virus akut akan membaik secara nyata, dan
pasien masuk dalam fase pemulihan dalam beberapa minggu. Bila infeksi
disebabkan oleh virus hepatitis A dan virus hepatitis E maka penyembuhannya
adalah sempurna, namun bila penyebabnya adalah virus hepatitis B,D, atau C
dapat terjadi evolusi kea rah kronis.
Fase pemulihan umumnya berakhir dalam 3-6 minggu dan jarang
sampai 12 minggu, dengan penurunan dan hilangnya gejala umum secara
progresif dengan normalisasi hasil laboratorium. Abnormalitas kadar
aminotransferase yang persisten dan replikasi virus pada saat ini menunjukkan
105
Rina Mulya Sari, dr. - 082337973023
infeksi oleh virus hepatitis B, virus hepatitis C, yang menyertai evolusi kronis
dan memerlukan pemeriksaan lebih lanjut, termasuk biopsy hati perkutan.
LABORATORIUM
Hepatitis virus akut ditandai dengan meningkatnya kadar alanin
aminotransferase (ALT=SGPT) dan aspartate aminotransferase (AST=SGOT)
yang kadang-kadang bisa mencapai 100 kali dari harga atas normal. Kadar
SGPT umumnya lebih tinggi daripada SGOT.
Peningkatan aminotransferase adalah cepat dan diikuti
hiperbilirubinemia, terutama yang tidak terkonjugasi (bilirubin indirek). Pada
bentuk yang lebih ringan, khususnya pada anak-anak, bisa didapatkan tidak
adanya peningkatan bilirubin serum yang nyata. Peningkatan bilirubin ini
didapatkan dalam beberapa hari setelah penurunan kadar aminotransferase
serum. Jaundice nyata (bilirubin > 20 mg/dl) yang menetap lebih dari 1 minggu
pada hepatitis virus akut bisa merupakan tanda gagal hati berat dan berkaitan
dengan prognosis yang buruk.
Kadar albumin serum umumnya tidak menurun, kecuali pada kasus sub
akut yang lebih berat setelah minggu pertama penyakit. Prothrombin Time
dapat terganggu, dan pemanjangan ini berkaitan dengan derajat kegagalan
fungsional hati. Indikator prognosis yang lebih dapat dipercaya pada hepatitis
virus akut yang berat adalah pemeriksaan secara serial dari factor koagulasi
(khususnya factor V) dan inhibitor koagulasi (antithrombin III). Penurunan di
bawah 30 sampai 50% dari harga normal umumnya menunjukkan penurunan
yang berat dari massa hati fungsional. Bila juga terjadi trombositopenia
(<100.000/mm3), penurunan kadar protein koagulasi ini dapat merupakan akibat
dari peningkatan konsumsi yang disebabkan oleh koagulasi intravaskuler
diseminata. Trombositopenia dan pemanjangan masa protrombin juga dapat
menunjukkan penyakit hati kronis yang mendasarinya.
Perlu bahan hemositometri sering didapatkan selama perjalanan
hepatitis akut. Leukopenia dengan netropenia dan limfopenia bisa didapatkan
106
Rina Mulya Sari, dr. - 082337973023
pada fase awal infeksi, kemudian akan diikuti dengan relative limfositosis
atipikal seperti yang terlihat pada infeksi mononucleosis.
Lebih dari separuh pasien dengan hepatitis virus akut dapat mengalami
hipoglikemia selama fase simtomatis yang disebabkan oleh berkurangnya
simpanan glikogen hati dan sering diperberat oleh asupan makanan yang
kurang akibat mual dan diet yang tidak cukup.
Pemeriksaan virology memainkan peranan yang penting dalam
menegakkan diagnosis etiologis hepatitis virus akut. Identifikasi yang benar dari
penyebab tidak saja penting untuk menentukan penatalaksanaan dan prognosis
pasien, tetapi juga untuk mengotrol penularan infeksi pada lingkungan.
DIAGNOSIS
Diagnosis hepatitis akut berdasarkan keluhan/gejala dan gambaran
laboratorium seperti diuraikan di atas. Diagnosis virologist (sebagai penyebab)
dengan petanda serologi virus hepatitis:
Hepatitis A : IgM anti HAV (+)
Hepatitis B : HBsAg (+), IgM anti HBc (+)
Hepatitis C : IgM anti HCV (+)
Hepatitis D : IgM anti HDV (+), HBsAg (+)
Hepatitis E : IgM anti HEV (+)
DIAGNOSIS BANDING
Hepatitis yang disebabkan oleh virus nonhepatotropik dapat menyerupai
bentuk ringan dari hepatitis virus akut. Sejumlah obat-obatan yang berkaitan
dengan kerusakan sel hati juga dapat menyerupai hepatitis virus akut. Obat-
obatan yang dapat menyebabkan kerusakan tersebut antara lain adalah
antihipertensi, antiinflamasi nonsteroid, dan obat antituberculosis. Penghentian
obat-obatan ini akan menurunkan gejala. Asetaminofen dapat menyebabkan
gagal hati fulminan bila diminum dalam dosis yang berlebihan. Obat ini akan
menimbulkan masalah khususnya pada alkoholik, dimana akan terjadi
107
Rina Mulya Sari, dr. - 082337973023
kerusakan hati yang berat bila dengan mengkonsumsi secara teratur sedikitnya
5 gram per hari.
Kerusakan hati akibat alcohol sendiri juga harus dipikirkan sebagai
diagnosis banding. Pada hepatitis alkoholik, tidak seperti hepatitis virus akut,
aminotransferase umumnya meningkat kurang dari 10 kali harga atas normal,
dengan peningkatan AST yang tidak proporsional dengan ALT.
Gagal jantung, baik kanan maupun kiri, dapat menyebabkan kerusakan
hati akut sekunder terhadap stasis. Pemeriksaan fisik dapat menolong kita
untuk membedakan penyebab kardiak.
Kolesistitis akut atau obstruksi billier, kadang-kadang dapat dikacaukan
dengan hepatitis virus akut, tetapi adanya nyeri bilier dengan temuan
ultrasonografi dapat untuk membedakan keduanya.
KOMPLIKASI
Hepatitis virus akut dapat memberikan komplikasi berupa: (1) kolesistitis
(2) gagal hati fulminan atau gagal hati subakut, dan (3) hepatitis aplastic
anemia syndrome.
PENATALAKSANAAN
Istirahat baring pada masa masih banyak keluhan, mobilisasi berangsur
dimulai jika keluhan/gejala berkurang, bilirubin dan transaminase serum
menurun.
Pada umumnya, tidak ada terapi khusus untuk hepatitis virus akut tanpa
komplikasi. Sebagian kecil pasien umumnya sangat muda atau sangat tua
memerlukan perawatan di rumah sakit untuk masalah nutrisi atau dehidrasi,
untuk penyakit yang berat dengan perburukan status koagulasi atau
ensefalopati, atau adanya penyakit penyerta lain yang serius.
Diet tidak perlu dibatasi, kecuali pada keadaan kesadaran mulai
menurun diperhatikan jumlah protein yang diberikan. Diet tinggi kalori harus
dipertahankan, meskipun hal ini sulit pada pasien anoreksia dan tidak tahan
terhadap makanan yang mengandung lemak. Bila mual dan muntah lebih
108
Rina Mulya Sari, dr. - 082337973023
PENCEGAHAN
Isolasi ketat untuk penderita tidak mutlak diperlukan, asal penderita,
perawat, dan penghuni serumah atau tamu dapat secara ketat mengikuti
atau melaksanakan enteric & blood precaution, antara lain pemakaian
sarung tangan pada kontak darah/tinja.
Donor darah:
- Uji saring untuk virus B : HbsAg
- Uji saring untuk virus C : IgM anti HCV
Pemakaian jarum / alat suntik yang disposable
Imunoprofilaksis
1. Hepatitis A
Pra-paparan pariwisata ke daerah endemic: globulin serum imun atau
imunisasi pasif 3 bulan 0,02 ml/kg (1 kali); 3 bulan 0,06 ml/kg (setiap
4-6 bulan).
Pasca paparan:Penghuni serumah dan kontak seksual dengan
hepatitis A: 0,02 ml/kg (1 kali, selambatnya 2 minggu setelah kontak).
Vaksinasi hepatitis virus A (imunisasi aktif masih dalam taraf uji coba
klinis).
2. Hepatitis B
Pra-paparan:
Vaksin hepatitis B (imunisasi aktif)
Dewasa : 20 µg (1 ml ) i.m bulan 0, 1, 6,
109
Rina Mulya Sari, dr. - 082337973023
PROGNOSIS
Sebagian besar sembuh sempurna, manifestasi klinik/perjalanan
penyakit bervariasi tergantung umur, virus, gizi, dan penyakit lain yang
menyertai.
Hepatitis B: 90% sembuh sempurna, 5-10% menjadi kronis, jangka panjang
menjadi sirosis atau kanker hati primer.
Hepatitis C: 80-90% menjadi kronis, 60-90% kasus hepatitis pascatransfusi
adalah C.
110
Rina Mulya Sari, dr. - 082337973023
KOMPLIKASI
Urosepsis
PENGOBATAN ISK
Tujuan dari pengobatan ISK:
1. Menghilangkan kuman dan koloni kuman (membuat urine steril)
2. Menghilangkan gejala
3. Mencegah dan mengobati sepsis
4. Mencegah gajala sisa
111
Rina Mulya Sari, dr. - 082337973023
112
Rina Mulya Sari, dr. - 082337973023
113
Rina Mulya Sari, dr. - 082337973023
PENGOBATAN
Berdasarkan pathogenesis yang telah dikemukakan, strategi pengobatan
asma dapat ditinjau dari berbagai pendekatan. Seperti mengurangi respons
saluran napas, mencegah ikatan allergen dengan IgE, mencegah penglepasan
mediator kimia, dan merelaksasi otot-otot polos bronkus.
Mencegah Ikatan Alergen-IgE
a. Menghindari allergen, tampaknya sederhana, tetapi lebih sering sukar
dilakukan
b. Hiposensitisasi, dengan menyuntikkan dosis kecil allergen yang dosisnya
makin ditingkatkan diharapkan tubuh akan membentuk IgG (blocking
antibody) yang akan mencegah ikatan allergen dengan IgE pada sel
mast. Efek hiposensitisasi pada orang dewasa saat ini masih diragukan.
Mencegah Penglepasan Mediator
Premedikasi dengan natrium kromolin dapat mencegah spasme bronkus
yang dicetuskan oleh allergen. Natrium kromolin mekanisme kerjanya diduga
mencegah penglepasan mediator dari mastosit. Obat tersebut tidak dapat
mengatasi spasme bronkus yang telah terjadi, oleh karena itu hanya dipakai
sebagai obat profilaktik pada terapi pemeliharaan.
Natrium kromolin paling efektif untuk asma anak yang penyebabnya
alergi, meskipun juga efektif pada sebagian pasien asma intrinsic dan asma
karena kegiatan jasmani. Obat golongan agonis beta 2 maupun teofilin selain
bersifat sebagai bronkodilator juga dapat mencegah penglepasan mediator.
Melebarkan Saluran Napas dengan Bronkodilator
a. Simpatomimetik :
1) Agonis beta 2 (salbutamol, terbutalin, fenoterol, prokaterol)
merupakan obat-obat terpilih untuk mengatasi serangan asma akut.
Dapat diberikan secara inhalasi melalui MDI (Metere Dosed Inhaler)
atau nebulizer
114
Rina Mulya Sari, dr. - 082337973023
115
Rina Mulya Sari, dr. - 082337973023
116
Rina Mulya Sari, dr. - 082337973023
117
Rina Mulya Sari, dr. - 082337973023
118
Rina Mulya Sari, dr. - 082337973023
119
Rina Mulya Sari, dr. - 082337973023
b) Mengatasi hipoksemia;
c) Mengembalikan fungsi paru kea rah normal secepat mungkin;
d) Mencegah terjadinya serangan berikutnya;
e) Memberikan penyuluhan kepada pasien dan keluarganya mengenai
cara-cara mengatasi dan mencegah serangan asma.
Dalam penatalaksanaan serangan asma perlu diketahui lebih dahulu
derajat beratnya serangan asma baik berdasarkan cara bicara, aktivitas,
tanda-tanda fisis, nilai APE. Hal lain yang juga perlu diketahui apakah
pasien termasuk pasien asma yang berisiko tinggi untuk kematian karena
asma, yaitu pasien yang:
- Sedang memakai atau baru saja lepas dari kortikosteroid sistemik
- Riwayat rawat inap atau kunjungan ke unit gawat darurat karena
asma dalam setahun terakhir
- Gangguan kejiwaan atau psikososial
- Pasien yang tidak taat mengikuti rencana pengobatan
Pengobatan asma akut
Prinsip pengobatan asma akut aalah memelihara saturasi oksigen yang
cukup (SaO2 ≥ 92%) dengan memberikan oksigen, melebarkan saluran napas
dengan pemberian bronkodilator aerosol (agonis beta 2 dan Ipratropium
Bromida) dan mengurangi inflamasi serta mencegah kekambuhan dengan
memberikan kortikosteroid sistemik. Pemberian oksigen 1-3 liter/menit,
diusahakan mencapai SaO2 ≥ 92% sehingga bila pasien telah mempunyai
SaO2 ≥ 92% sebenarnya tidak lagi membutuhkan inhalasi oksigen.
Bronkodilator khususnya agonis beta 2 hirup (kerja pendek) merupakan
obat anti-asma pada serangan asma, baik dengan MDI atau nebulizer. Pada
serangan asma ringan atau sedang pemberian aerosol 2-4 kali setiap 20 menit
cukup memadai untuk mengatasi serangan. Obat-obat anti-asma yang lain
seperti antikolinergik hirup, teofilin, dan agonis beta 2 oral merupakan obat-obat
alternative karena mulai kerjanya yang lama serta efek sampingnya yang lebih
besar. Pada serangan asma yang lebih berat, dosis agonis beta 2 hirup dapat
ditingkatkan. Sebagian peneliti menganjurkan pemberian kombinasi Ipratropium
120
Rina Mulya Sari, dr. - 082337973023
121
Rina Mulya Sari, dr. - 082337973023
30. PNEUMONIA
PENGOBATAN
Pengobatan terdiri atas antibiotic dan pengobatan suportif. Pemberian
antibiotic pada penderita pneumonia sebaiknya berdasarkan data
mikroorganisme dan hasil uji kepekaan, akan tetapi karena beberapa alasan:
1. Pneumonia yang berat dapat mengancam jiwa
2. Kuman pathogen yang berhasil diisolasi belum tentu sebagai penyebab
pneumonia
3. Hasil pembiakan kuman memerlukan waktu maka pada penderita
pneumonia dapat diberikan terapi secara empiris
Secara umum pemilihan antibiotic berdasarkan bakteri penyebab pneumonia
dapat dilihat sebagai berikut:
Penisilin sensitive Streptococcus pneumonia (PSSP)
- Golongan Penisilin
- TMT-SMZ
- Makrolid
Penisilin resisten Streptococcus pneumonia (PRSP)
- Betalaktam oral dosis tinggi (untuk rawat jalan)
- Sefotaksim, seftriakson dosis tinggi
- Makrolid baru dosis tinggi
- Fluorokuinolon respirasi
Pseudomonas aeruginosa
- Aminoglikosida
- Seftazidim, sefoperason, sefepim
- Tiraksilin, Piperasilin
- Karbapenem: meropenem, imipenem
- Siprofloksasin, levofloksasin
Methicillin resistant Staphylococcus aureus (MRSA)
- Vancomisin
- Teikoplanin
122
Rina Mulya Sari, dr. - 082337973023
- Linezolid
Haemophilus influenza
- TMT-SMZ
- Azitromisin
- Sefalosporin generasi 2 atau 3
- Fluorokuinolon respirasi
Legionella
- Makrolid
- Fluorokuinolon
- Rifampisin
Mycoplasma pneumonia
- Doksisilin
- Makrolid
- Fluorokuinolon
Chlamydia pneumonia
- Doksisiklin
- Makrolid
- Fluorokuinolon
KOMPLIKASI
Komplikasi yang dapat terjadi:
- Efusi pleura
- Empiema
- Abses paru
- Pneumotoraks
- Gagal napas
- Sepsis
PNEUMONIA KOMUNITI
123
Rina Mulya Sari, dr. - 082337973023
124
Rina Mulya Sari, dr. - 082337973023
125
Rina Mulya Sari, dr. - 082337973023
Hasil laboratorium/Radiologik
- Analisis gas darah arteri: +30
pH 7,35
- BUN > 30 mg/dL +20
- Natrium < 130 mEq/liter +20
- Glukosa > 250 mg/dL +10
- Hematokrit <30% +10
- PO2 ≤ 60 mmHg +10
- Efusi pleura +10
126
Rina Mulya Sari, dr. - 082337973023
PNEUMONIA NOSOKOMIAL
Pneumonia nosokomial adalah pneumonia yang terjadi pada waktu
penderita dirawat di rumah sakit, yang infeksinya tidak timbul atau tidak sedang
dalam masa inkubasi pada waktu masuk rumah sakit, dan biasanya terjadi
setelah 72 jam pertama masuk rumah sakit. Pneumonia nosokomial merupakan
15% dari seluruh kasus infeksi nosokomial. Diperkirakan dari 1000 penderita
yang dirawat inap di rumah sakit, 5-10 diantaranya mengalami pneumonia
nosokomial dan akan meningkat 6-20 kali pada penderita yang menggunakan
ventilasi mekanik. “Ventilator Associated pneumonia” adalah subgroup dari
pneumonia nosokomial sebagai bentuk penyulit pemasangan ventilator.
Selain meningkatkan 2-3 kali lama perawatan di rumah sakit yang
berakibat menambah biaya perawatan, pneumonia nosokomial juga menjadi
penyebab kematian utama yakni 20-50%. Angka kematian tersebut akan
127
Rina Mulya Sari, dr. - 082337973023
2. Diagnsosis
Menganut kriteria dari the CDC (the Centers for Disease Control),
diagnosi pneumonia nosokomial adalah sebagai berikut:
1. Onset pneumonia timbul kebih dari 72 jam setelah masuk rumah sakit,
yang infeksinya tidak timbul atau tidak sedang dalam masa inkubasi
pada waktu masuk rumah sakit.
2. Pemeriksaan fisik menunjukkan rhonki, kepekaan atau adanya infiltrate
pada foto toraks ditambah adanya satu atau lebih dari gejala berikut ini:
b) Sputum yang purulen
c) Didapatkan isolasi pathogen dari darah, aspirasi trakea, specimen
yang berasal dari biopsy atau sikatan bronkus
d) Titer antibody terhadap suatu pathogen
e) Pemeriksaan histopatologi membuktikan adanya pneumonia
128
Rina Mulya Sari, dr. - 082337973023
129
Rina Mulya Sari, dr. - 082337973023
130
Rina Mulya Sari, dr. - 082337973023
131
Rina Mulya Sari, dr. - 082337973023
132
Rina Mulya Sari, dr. - 082337973023
toraks yang multilobar, kaviti, penyakit berat, dan adanya nekroting kuman
gram negative pneumonia, maka respons pengobatan akan lambat dan
penyembuhan tidak sempurna. Pada suatu penelitian dilaporkan bahwa angka
kesembuhan pneumonia nosokomial 95% bila disebabkan metisilin resisten
Staphylococcus aureus (MRSA) atau H.influenza, untuk kuman-kuman tersebut
dibutuhkan pengobatan antibiotic 7-10 hari.
Prognosis
Angka kematian pada pneumonia nosokomial lebih tinggi disbanding
dengan pneumonia komuniti yaitu sebesar 20-50%. Angka kematian ini akan
meningkat apabila pathogen penyebabnya P.aeruginosa atau Acinetobacter
species. Pada penderita pneumonia yang dirawat di Ruang rawat intensif angka
kematian meningkat 3-10 kali dibandingkan dengan penderita tanpa
pneumonia.
Pencegahan
Prinsip pencegahan terutama ditujukan pada pengendalian factor-faktor risiko,
yaitu:
- Vaksinasi
- Pencegahan proses transmisi pathogen
- Mencegah factor-faktor yang dapat menimbulkan aspirasi
- Mengurangi penggunaan antibiotic yang tidak perlu
- Mempertahankan keasaman lambung
- Sterilisasi yang optimal terutama pada perawatan pra dan post
operasi.
133
Rina Mulya Sari, dr. - 082337973023
DIAGNOSIS
Patokan diagnosis DBD (WHO 1975) berdasarkan gejala klinis dan
laboratorium.
Untuk mendiagnosis DBD ditetap menurut WHO terdiri dari :
Gejala Klinis :
1. Demam tinggi mendadak 2 – 7 hari.
2. Manifestasi perdarahan, termasuk setidak – tidak uji torniqut positif dan
salah satu bentuk lain yakni perdarahan spontan (purpura, petechiae,
epistaksis, perdarahan gusi hematemesis dan melena ).
3. Pembesaran hati.
4. Renjatan yang ditandai olrh nadi lemah, sepat disertai tekanan nadi
menurun (menjadi 20 mmhg atau kurang) tekanan nadi menurun
tekanan sistole menurun sampai 80 mmhg atau kurang disertai kulit yang
teraba dingin dan lembab terutama pada ujung hidung, jari dan kaki,
pemderita menjadi gelisah, timbul sianosis disekitar mulut.
LABORATORIUM
1. Trombositoponia (100.000mm3 atau kurang)
2. Nilai hematokrit meningkat 20 % atau dibandingkan dengan nilai
hematokrit pada masa konvalesen.
Dua kriteria ditambah serta kriteria laboratorium sudah cukup untuk
mendiagnosis DBD.
134
Rina Mulya Sari, dr. - 082337973023
DIAGNOSA BANDING
1. Chikungunya haemoragic Fever (CHF)
2. Idiopatic Trombositopenia
KOMPLIKASI
1. Perdarahan gastrointestinal
2. Encephalopati
3. DIC
4. Efusi pleura
PENATALAKSANAAN
Pada dasarnya bersifat suportif yaitu mengatasi kehilangan cairan
plasma sebagai akibat peningkatan permeabilitas kapiler dan sebagai akibat
perdarahan.
Penatalaksaan DBD terdiri dari
1. Penggantian cairan
2. Pemberian obat-obatan : - obat – obat simptomatik (antipriratik)
- Antibiotik (untuk profilaksis)
3. Perawatan
CAIRAN AWAL
135
Rina Mulya Sari, dr. - 082337973023
5 ml / kg BB / jam 10 ml / kg BB / jam
segar 10 ml / kg BB
Koloid 20 – 30 cc / kg BB
32. PERTUSSIS
PENATALAKSANAAN
Penderita akan dirawat di rumah sakit jika termasuk dalam kategori
penyakit berat. Penderita sebaiknya ditempatkan di kamar yang tenang karena
keributan dapat merangsang serangan batuk. Dapat dilakukan pula pengisapan
lendir dari tenggorokan dan pada kasus yang berat, oksigen dapat diberikan
136
Rina Mulya Sari, dr. - 082337973023
PENCEGAHAN
Penyakit ini dapat dicegah dengan vaksinasi secara rutin. Biasanya,
vaksinasi pertussis dikombinasikan dengan vaksin lainnya dengan tingkat
kekuatan yang berbeda beda seperti difteri, tetanus, dan acellular pertussis
(DTaP). Di AS vaksin booster yang mengandung dosis yang lebih rendah dari
vaksin difteri dan acellular pertussis yang dikombinasikan dengan tetanus
(Tdap) banyak digunakan untuk penderita remaja dan dewasa. Vaksin ini juga
direkomendasikan untuk diberikan setiap 10 tahun sekali pada remaja dan
orang dewasa termasuk orang yang teah berusia lebih dari 65 tahun (CDCP's,
2012).
PROGNOSIS
Untuk remaja dan orang dewasa, prognosis secara umum bersifat baik.
Hal ini membutuhkan waktu beberapa bulan untuk sembuh dari batuk
sepenuhnya. Bagaimanapun, mereka yang memiliki komorbiditas memiliki risiko
yang lebih tinggi terhadap morbiditas dan mortalitas (Kretsinger, Broder, &
Cortese, 2006)
137