Elips
Elips
Pendahuluan .................................................................................................................................... 2
Pengertian Elips.............................................................................................................................................2
Definisi Elips....................................................................................................................................3
Translasi Elips...............................................................................................................................................7
Daftar Pustaka..............................................................................................................................................12
1
A. PENDAHULUAN
Matematika merupakan ilmu yang sangat penting untuk dipelajari. Bagaimana tidak,
matematika bisa diterapkan hampir di segala ilmu pengetahuan yang lain. Pada kesempatan kali
ini, penulis akan membahas mengenai penerapan matematika pada bidang astronomi. Sebelum
membahas bagaimana penerapan matematika dalam bidang astronomi, penulis akan membahas
secara singkat mengenai irisan kerucut berbentuk elips. Karena dengan mempelajari elips,
seorang astronom bisa mengukur berapa panjang orbit Bumi maupun planet-planet yang lain,
berapa panjang kecepatan evolusi Bumi terhadap Matahari, dan sebagainya. Tanpa adanya
matematika lebih khususnya materi irisan kerucut berbentuk elips, astronom tidak akan bisa
mengukur panjang garis edar benda ruang angkasa maupun kecepatan mengorbitnya. Oleh
karena itu, astronom bisa memprediksi kapan benda ruang angkasa seperti: komet, asteroid, dan
sebagainya mendekati orbit Bumi sehingga bisa membahayakan Bumi.
Elips, Hiperbola, dan Parabola ketiganya dikelompokkan bersama di dalam irisan kerucut
atau conic section, karena ketiganya dapat terbentuk dari irisan sebuah bidang datar dengan
sebuah kerucut (right circular cone). (Bocher, 1915). Namun pada bahasan kali ini, penulis
hanya akan mengulas mengenai irisan kerucut elips.
Penulis menggunakan kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan 2006 atau yang biasa disebut
KTSP. Berikut dituliskan Standard Kompetensi dan Kompetensi dasarnya.
Standard Kompetensi:
7. Menerapkan konsep irisan kerucut dalam memecahkan masalah.
Kompetensi Dasar:
7.3 Menyelesaikan model matematika dari masalah yang berkaitan dengan elips.
C. PENGERTIAN ELIPS
Dalam memahami geometri irisan kerucut, sebuah kerucut dianggap memiliki dua kulit atau
selimut yang membentang sampai tak hingga di kedua arah. Sebuah generator adalah sebuah
garis yang dapat dibuat pada selimut kerucut, dan semua generator saling berpotongan di satu
titik yang disebut verteks kerucut.
2
Jika sebuah bidang mengiris kerucut sejajar dengan satu dan hanya satu generator, maka
irisannya adalah parabola. Jika bidang pengiris sejajar dengan dua generator, maka irisannya
akan memotong kedua kulit dan membentuk sebuah hiperbola. Sebuah elips terjadi jika bidang
pengiris tidak sejajar dengan generator mana pun. (Leithold, 1981).
Berikut akan dijelaskan mengenai definisi dari sebuah elips:
“An Ellipse is the locus of a point which moves in a plane so that the sum of its distances
from two fixed points of the plane, called the foci, is a constant greater than the distance
between the foci.” (Bocher, 1915, hal. 109).
Definisi di atas dapat diartikan bahwa sebuah Elips adalah tempat kedudukan titik-titik pada
bidang yang jumlah jaraknya terhadap kedua titik fokus pada bidang adalah konstan dan lebih
dari jarak antara kedua fokus. Garis yang melewati kedua titik fokus disebut sebagai focal axis.
Titik yang berada pada focal axis dan berada tepat di tengah antara kedua fokus disebut sebagai
center. Sedangkan titik yang terbentuk dari perpotongan elips dengan focal axis disebut dengan
vertex.
Selain itu, untuk suatu elips, jarak terjauh antara dua titik pada elips disebut sumbu mayor.
Sedangkan ruas garis yang tegak lurus dan membagi sumbu mayor menjadi dua bagian yang
sama disebut sumbu minor.
Sumbu mayor
b
a
Sumbu minor
Gambar 2: Sumbu mayor dan sumbu minor elips
3
Dari gambar 2, terlihat bahwa 𝑎 > 𝑏, sehingga 2𝑎 merupakan sumbu mayor sedangkan 2𝑏
merupakan sumbu minornya. Jika dilihat dari panjang 𝑎 dan 𝑏, akan terjadi dua kasus berbeda,
yakni:
Jika 𝑎 > 𝑏, sumbu mayornya horizontal (sejajar dengan sumbu-x) dengan panjang 2𝑎,
dan sumbu minornya vertikal dengan panjang 2𝑏.
Jika 𝑎 < 𝑏, sumbu mayornya vertikal (sejajar dengan sumbu-y) dengan panjang 2𝑏, dan
sumbu minornya horizontal dengan panjang 2𝑎.
Dari pengertian elips pada pembahasan sebelumnya, kita tahu bahwa jumlah jarak titik-titik
pada elips dengan kedua titik fokusnya adalah konstan. Dengan memisalkan 𝐹1 dan 𝐹2 sebagai
titik-titik fokusnya, dan 𝑃 merupakan sebarang titik pada elips, maka didapat 𝑑1 merupakan
jarak antara titik 𝑃 dan 𝐹1 , dan 𝑑2 merupakan jarak antara titik 𝑃 dan 𝐹2 . Sehingga didapat 𝑑1 +
𝑑2 = konstan untuk setiap titik 𝑃 pada elips.
𝑑1 + 𝑑2 = 𝑘𝑜𝑛𝑠𝑡𝑎𝑛
Dari penjelasan di atas, kita dapat menggambar elips menggunakan sebuah pensil, seutas
benang, dan dua pushpin. Letakkan benang tersebut di seputar pushpin yang dinamai dengan 𝐹1
dan 𝐹2 dan tarik benang yang telah dihubungkan dengan pensil sehingga benang tersebut
kencang, kemudian gerakkan pensil hingga membentuk suatu elips. Kedua pushpin tersebut
mewakili kedua titik fokus suatu elips, dan guratan pensil sebagai titik yang dijalankan dengan
syarat 𝑑1 + 𝑑2 = konstan.
4
Untuk lebih jelasnya, lihat ilustrasi pada gambar 4 di bawah ini!
Untuk menemukan persamaan suatu elips, kita akan menggunakan definisi yang telah diulas
pada pembahasan sebelumnya. Untuk sebarang 𝑎 dan 𝑐 konstan, dengan 𝑎 > 𝑐 ≥ 0, diberikan
𝐹1 (−𝑐, 0) dan 𝐹2 (𝑐, 0) sebagai kedua titik fokusnya. Maka suatu elips adalah himpunan titik-
titik 𝑃(𝑥, 𝑦) sedemikian hingga
𝑃𝐹1 + 𝑃𝐹2 = 2𝑎.
5
𝑎√(𝑥 + 𝑐)2 + 𝑦 2 = 𝑎2 + 𝑐𝑥 Disederhanakan
Persamaan elips 𝑥 2 /𝑎2 + 𝑦 2/𝑏 2 = 1 adalah bentuk umum dari persamaan elips yang
berpusat di (0,0) dengan sumbu-𝑥 sebagai focal axis. Sedangkan sebuah elips degan pusat (0,0)
dengan sumbu-𝑦 sebagai focal axis, maka persamaannya menjadi
𝑦2 𝑥2
+ =1
𝑎2 𝑏 2
Berikut akan disajikan tabel tentang elips yang berpusat di (0,0),
Elips dengan Pusat (𝟎, 𝟎)
Persamaan 𝑥2 𝑦2 𝑦2 𝑥2
+ =1 + =1
𝑎2 𝑏2 𝑎2 𝑏 2
Focal axis Sumbu-x Sumbu-y
Titik Fokus (±𝑐, 0) (0, ±𝑐)
Vertices (±𝑎, 0) (0, ±𝑎)
Panjang Sumbu Semimayor 𝑎 𝑎
Panjang Sumbu Semiminor 𝑏 𝑏
Gambar 6: Elips dengan pusat (0,0)dengan kedua fokusnya berada di (a) Sumbu-x dan (b) Sumbu-y
6
F. TRANSLASI ELIPS
Ketika sebuah elips dengan pusat (0,0) ditranslasikan secara horizontal sejauh ℎ satuan dan
secara vertikal sejauh k satuan, maka pusat dari elips berpindah dari (0,0) ke (ℎ, 𝑘). Namun
panjang sumbu mayor dan minor suatu elips tetap, karena translasi tidak mengubah panjang dari
sumbu mayor dan minor.
Gambar 7: Elips dengan pusat (ℎ, 𝑘) dan kedua fokus berada pada (a) 𝑦 = 𝑘 dan (b) 𝑥 = ℎ.
7
G. ORBIT PLANET DAN EKSENTRISITAS
Hukum Kepler 1 yaitu tentang pergerakan planet, yang dipublikasikan pada tahun 1609
menegaskan bahwa orbit dari suatu planet menyerupai sebuah elips dengan Matahari berada
pada salah satu fokusnya. Asteroid, komet, dan benda ruang angkasa lainnya mengelilingi
Matahari dengan orbit yang berbentuk elips. Titik terdekat dengan Matahari disebut dengan
perihelion, dan titik terjauh dengan Matahari disebut dengan aphelion. Bentuk dari sebuah elips
akan bergantung pada eksentrisitasnya. (Shupe, 1992)
Pada definisi elips, terdapat syarat 𝑎 > 𝑐 ≥ 0. Dengan membagi pertidaksamaan tersebut dengan
𝑎, maka pertidaksamaan tersebut menjadi 0 ≤ 𝑒 < 1. Jadi eksentrisitas sebuah elips berkisar
antara 0 dan 1.
Eksentrisitas digunakan untuk mengukur seperti apa bentuk suatu elips. Misalkan orbit
komet Halley memiliki eksentrisitas 𝑒 ≈ 0.97. Artinya adalah, orbit komet Halley memiliki
eksentrisitas mendekati 1, sehingga orbit komet Halley berbentuk elips yang sangat pipih.
8
Sedangkan orbit planet Venus yang memiliki eksentrisitas 𝑒 ≈ 0.0068, atau dengan kata lain
mendekati 0, akan memiliki bentuk orbit yang mendekati lingkaran.
1. Berdasarkan data pada Tabel 1, buktikan bahwa planet yang memiliki eksentrisitas
paling besar pada suatu waktu akan lebih dekat dengan Matahari daripada planet yang
memiliki eksentrisitas paling kecil.
Penyelesaian:
1. Planet yang memiliki eksentrisitas paling besar adalah planet kerdil Pluto.
Data planet kerdil Pluto:
Sumbu semimayor (𝑎) = 5900 𝐺𝑚
Eksentrisitas (𝑒) = 0.2484 𝐺𝑚
9
Solusi:
𝑐
𝑒=
𝑎
𝑐 =𝑒×𝑎
𝑐 = 0.2484 × 5900 = 1465.56 𝐺𝑚
Jarak terdekat (perihelion) Pluto dengan Matahari adalah
𝑎 − 𝑐 = 5900 − 1465.56 = 4434.44 𝐺𝑚
Planet yang memiliki eksentrisitas paling kecil adalah planet Neptunus
Data planet Neptunus:
Sumbu semimayor (𝑎) = 4497 𝐺𝑚
Eksentrisitas (𝑒) = 0.0050 𝐺𝑚
Solusi:
𝑐
𝑒=
𝑎
𝑐 =𝑒×𝑎
𝑐 = 0.0050 × 4497 = 22.485 𝐺𝑚
Jarak terdekat (perihelion) Neptunus dengan Matahari adalah
𝑎 − 𝑐 = 4497 − 22.485 = 4474.515 𝐺𝑚
Karena jarak terdekat Pluto dengan Matahari lebih kecil daripada jarak terdekat
Neptunus dengan Matahari, maka planet yang memiliki eksentrisitas paling besar pada
suatu waktu akan lebih dekat dengan Matahari daripada planet yang memiliki
eksentrisitas paling kecil.
2. Diketahui:
Sumbu semimayor (𝑎) = 1427 𝐺𝑚
Eksentrisitas (𝑒) = 0.0560 𝐺𝑚
Solusi:
𝑐
𝑒=
𝑎
𝑐 =𝑒×𝑎
𝑐 = 0.0560 × 1427 = 79.912 𝐺𝑚
Jarak terdekat (perihelion) Saturnus dengan Matahari adalah
𝑎 − 𝑐 = 1427 − 79.912 = 1347.088 𝐺𝑚
10
Jarak terjauh (aphelion) Saturnus dengan Matahari adalah
𝑎 + 𝑐 = 1427 + 79.912 = 1506.912 𝐺𝑚
3. Diketahui:
Panjang sumbu mayor komet Halley (2𝑎) = 36.18 AU
Panjang sumbu minor komet Halley (2𝑏) = 9.12 AU
Solusi:
𝑎 = 18.09 AU
𝑏 = 4.56 AU
𝑐 √𝑎2 − 𝑏 2
𝑒= =
𝑎 𝑎
√18.092 − 4.562
𝑒=
18.09
√327.2481 − 20.7936
𝑒=
18.09
√306.4545
𝑒=
18.09
17.506
𝑒=
18.09
𝑒 ≈ 0.97
11
Bibliography
Bocher, M. (1915). Plane Analytic Geometry. New York: Henry Holt and Company.
Leithold, L. (1981). The Calculus with Analytic Geometry. Ney York: Harper & Row.
Shupe, e. a. (1992). National Geographic Atlas of the World (rev. 6th ed.). Wahington, DC:
National Geographic Society.
12