Anda di halaman 1dari 38

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Indonesia sejak awal berdirinya, memilih menerapkan paham demokrasi dalam

sistem politiknya. Demokrasi menurut Abraham Lincoln berarti ‘kekuasaan dari rakyat,

oleh rakyat dan untuk rakyat’. Berarti, rakyat menjadi pemilik kekuasaan tertinggi dalam

negara yang didiaminya. Untuk menjamin kekuasaan rakyat agar tidak absolut,

kekuasaan dalam negara harus dibagi. Pemisahan kekuasaan (separation of power) ke

dalam tiga lembaga menurut Mostesqueiu yaitu legislative,eksekutif, dan yudikatif.

Rakyat mempunyai kewenangan untuk memilih orang-orang untuk duduk di lembaga

tersebut. Orang-orang yang duduk dalam ketiga lembaga tersebut menjadi pelayan yang

bekerja demi kesejahteraan rakyat.

Ketika Indonesia memilih paham demokrasi, maka dipahami juga bahwa

kedaulatan berada ditangan rakyat. Pen yaluran kedaulatan rakyat secara langsung

dilakukan melalui pemilihan umum untuk memilih pemimpin eskekutif (presiden,

gubernur, bupati dan walikota) dan perwakilan yang duduk di legislatif. Sejak

berlakuknya UU no 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, maka pengisian jabatan

kepala daerah dilakukan dengan pemilihan umum yang dipilih langsung oleh rakyat.

Dalam keberjalanannya, pemerintah membuat UU no 10 tahun 2016 tentang pemilihan

kepala daerah serentak yang pelaksanaannya secara bersama-sama di sebagian daerah

yang masa jabatan kepala daerah habis dalam periode yang sama. Dalam pelaksanakan

pilkada, setiap pasangan calon mendaftar kepada peyelenggara pemilu sesuai dengan

1
2

kriteria yang ada, untuk kemudian dipilih langsung oleh masyarakat. Lalu, yang

mendapatkan suara terbanyak ditetapkan sebagai pemenang pilkada. Hal ini apabila

dilihat dari perspektif desentralisasi, Pilkada langsung tersebut merupakan sebuat

terobosan baru yang bermakna bagi proses konsolidasi demokrasi di tingkat lokal.

Pilkada langsung akan membuka ruang partisipasi yang lebih luas bagi masyarakat dalam

proses demokrasi untuk menentukan kepemimpinan politik di tingkat lokal.

Pemilu merupakan sarana yang tidak terpisahkan dari kehidupan politik negara

demokrasi. Sebab, pemilu merupakan implementasi paling dasar dalam demokrasi 1 .

Tujuan pelaksanaan pemilu/pilkada selain untuk mengisi jabatan publik kepala daerah,

juga sebagai sarana legitimasi dari masyarakat terhadap pemerintah yang sedang

berkuasa. Selain itu, pemilihan umum menjadi langkah untuk melembagakan kedaulatan

rakyat secara efektif2. Pemilu menjadi roh dari demokrasi, sebab ketika pemilu berhasil,

maka pemerintah mempunyai legitimasi untuk melaksanakan kekuasaannya. Namun,

sebaliknya ketika pemilu gagal, maka stabilitas sosial politik negara akan terguncang dan

memundurkan demokratisasi di negara tersebut. Sekalipun demikian, disadari bahwa

pemilu tidak merupakan satu-satunya tolak ukur dan perlu dilengkapi dengan pengukuran

beberapa kegiatan lain yang lebih bersifat berkesinambungan, seperti partisipasi dalam

kegiatan politik dan lobbying3.

Pada tahun 2017, Komisi Pemilihan Umum (KPU) melaksanakan Pilkada

Serentak 2017. Sesuai dengan dasar hukum UU Nomor 1 Tahun 2015 tentang Pemilihan

Gubernur, Bupati, dan Wali Kota, pemerintah melaksanakan pemilihan umum kepala

1
Kristin Samah. 2014. Berpolitik Tanpa Partai. Jakarta : Gramedia hlm 65
2
http://library.fes.de/pdf-files/bueros/indonesien/06392.pdf diakses pada 25 November 2017 pukul 15:43
3
Miriam Budiharjo. 2008. Dasar Dasar Ilmu Politik. Jakarta : Gramedia
3

daerah secara serentak. Pilkada serentak sendiri mengakomodir keinginan masyarakat

yang menginginkan pelaksanaan pemilu (pemilihan umum) yang efisien dan hemat dari

sisi pendanaan pelaksanaannya 4. Di tahun 2017, pilkada serentak dilaksanakan di 101

daerah yang terdiri dari 7 provinsi, 76 kabupaten dan 18 kota5. Ini merupakan pilkada

serentak yang kedua kalinya, setelah dilaksanakan pertamakali pada tahun 2015. Dari 101

daerah yang menyelenggarakan Pilkada Serentak 2017, penulis membahas pilkada

serentak di Provinsi DKI Jakarta, sebab DKI Jakarta menjadi daerah yang paling menarik

dan paling disorot oleh publik sebab petahana yang dari survey kepuasan publiknya

tinggi secara mengejutkan kalah.

Pilkada DKI Jakarta 2017 diikuti oleh tiga pasangan calon. Menariknya, ketiga

calon gubernur yang berkonstelasi tidak ada yang merupakan kader partai pengusung.

Tabel 1.1 Daftar Kandidat Calon Gubernur-Wakil Gubernur Pada

Pemilukada DKI Jakarta 2017

Pasangan Calon Partai Pengusung

Agus Harimurti Yudhoyono – Silvyana Demokrat, PAN, PKB

Murni (Agus-Silvy)

Basuki Tjahaja Purnama – Djarot Saiful PDI-P, Golkar, Nadsdem, Hanura,


PPP

4
http://www.kpud-bintankab.go.id/html/Berita-KPU-Bintan/arief-tujuan-pilkada-serentak-untuk-terciptanya-
efektivitas-dan-efisiensi-anggaran.html diakses pada 25 November 2017 pukul 14:30
5
http://pilkada.liputan6.com/read/2436435/ini-101-daerah-yang-gelar-pilkada-serentak-2017 diakses pada 24
November 2017 pukul 14:45
4

Hidayat (Basuki-Djarot)

Anies Rasyid Baswedan – Sandiaga Gerindra, PKS

Salahudin Uno ( Anies-Sandi )

Sumber : pilkada2017.kpu.go.id diakses pada 25 November 2017 pukul 19:45

Basuki-Djarot merupakan petahana dalam konstelasi Pilkada DKI Jakarta 2017.

Basuki menjadi gubernur pada tahun 2014 menggantikan Joko Widodo yang terpilih

menjadi presiden. Challenger atau penantang dalam konstelasi ini adalah Agus-Silvy dan

Anies-Sandi. Terkhusus untuk Provinsi DKI Jakarta, menurut Pasal 11 Undang-undang

Nomor 29 Tahun 2007 tentang Pemerintahan Provinsi DKI Jakarta Sebagai Ibu Kota

NKRI, syarat untuk terpilih menjadi gubernur-wakil gubernur adalah mengantongi

50%+1 suara sah.

Putaran pertama Pilkada DKI Jakarta 2017, jumlah pemilih yang mempunyai hak

suara dan terdaftar di daftar pemilih tetap oleh KPU berjumlah 7.108.589 yang tersebar di

13.023 TPS6. Pada putaran pertama yang dilaksanakan pada 15 Februari 2017, hasilnya

adalah Basuki-Djarot berada di posisi teratas, kemudian diikuti oleh Anies-Sandi dan

Agus-Silvy. Berikut tabel perolehan suara ketiga pasangan calon

TABEL 1.2 HASIL PENGHITUNGAN SUARA PILKADA DKI JAKARTA

2017 PUTARAN PERTAMA

Agus-Silvy Basuki-Djarot Anies-Sandi

6
www.jakarta.kpu.go.id (diakses pada 26 November 2017 pukul 18:26)
5

Jakarta Pusat 101.524 // 17,8% 244.581 // 43% 222.933 // 39,2%

Jakarta Timur 309.293 // 19,4% 617.621 // 38,8% 664.296 // 41,7%

Jakarta Utara 141.836 // 16,5% 415.633 // 48,4% 301.077 // 35,1%

Jakarta Selatan 177.543 // 14,8% 462.246 // 38,7% 556.890 // 46,5%

Jakarta Barat 202.374 // 16,1% 610.172 // 48,6% 443.483 // 35.3%

Kepulauan Seribu 3.891 // 27,2% 5532 // 38,8% 4851 // 34.0%

Total 936.461 // 17,06% 2.357.785 // 42,96% 2.193.530 // 39,97%

Sumber : pilkada2017.kpu.go.id diakses pada 25 November 2017 pukul 19:45

Dari hasil putaran pertama tidak ada pasangan calon yang memenuhi minimal 50%+1

suara sah, maka dua pasangan calon dengan suara tertinggi mengikuti pilkada putaran

kedua.

TABEL 1.3 HASIL PENGHITUNGAN SUARA PILKADA DKI JAKARTA

PUTARAN KEDUA

Basuki-Djarot Anies-Sandi

Jakarta Pusat 243.574 // 42,3% 332.803 // 57,7%

Jakarta Timur 612.630 // 38,2 % 992.946 // 61,8%

Jakarta Barat 611.801 // 47,2% 685.079 // 52,8%

Jakarta Utara 418.096 // 47,3% 466.568 // 52,7%


6

Jakarta Selatan 459.753 // 37,9% 754.140 // 62,1%

Kepulauan Seribu 5.391 // 38% 8.796 // 62%

Total Suara 2.351.245 // 42,05% 3.240.332 // 57,95%

Di Pilkada DKI Jakarta putaran kedua, jumlah pemilih mengalami peningkatan 109.665

pemilih menjadi 7.218.254 dan ada penambahan jumlah TPS dari 13.023 menjadi 13.034.

Pada putaran kedua 9 April 2017, perolehan suaranya adalah pasangan Basuki-Djarot

dengan 2.351.245 suara atau 42,05% dan Anies-Sandi dengan 3.240.332 suara atau

57,95% 7 . Anies-Sandi unggul dalam putaran kedua dan ditetapkan sebagai pemenang

Pilkada DKI Jakarta 2017 melalui SK KPU No : 95/Kpts/KPU-Prov-010/2017

mengalahkan petahana Basuki-Djarot. Anies-Sandi berhasil menang di seluruh wilayah

administratif di DKI Jakarta, termasuk Jakarta Utara dan Jakarta Barat yang pada putaran

pertama merupakan kantong suara yang cukup besar bagi Basuki-Djarot. Jakarta Selatan

dan Jakarta Timur yang merupakan daerah permukiman padat gagal dimaksimalkan oleh

tim pemenangan Basuki-Djarot sehingga kalah cukup telak yaitu 37,9% di Jakarta

Selatan dan 38,2% di Jakarta Timur.

Pilkada DKI Jakarta 2017 diwarnai dengan menguatnya sentimen identitas

bernuansa SARA (suku, agama, ras dan antar golongan). Selama masa pelaksanaan

Pilkada DKI Jakarta 2017, tercatat terdapat 4 kali aksi bela islam yaitu Aksi 411, Aksi

212, Aksi 112 dan Aksi 313. Aksi ini dilakukan sebagai respon terhadap pernyataan

7
https://pilkada2017.kpu.go.id/hasil/2/t1/dki_jakarta
7

Gubernur Basuki Tjahaja Purnama ketika berada di Kepulauan Seribu pada 27 September

2016 yang diklaim menghina Islam dengan menyinggung Surat Almaidah 518.

Kekalahan Basuki-Djarot dalam konstelasi Pilkada DKI Jakarta 2017

mengejutkan sejumlah pihak sekaligus menarik. Pertama, dari berbagai hasil survey yang

dilakukan oleh lembaga survey, masyarakat DKI Jakarta merasa puas dengan kinerja

Basuki-Djarot. Menurut suvey LSI yang dimuat di Kompas, 15 Desember 2016, 74%

warga DKI Jakarta menyatakan puas dengan kinerja Basuki-Djarot. Kemudian, survey

dari Charta Politika yang dimuat di Kompas, 1 Februari 2017, 65,8% warga DKI merasa

puas dengan kinerja Basuki-Djarot. Terakhir, survey dari LSI Denny JA tertanggal 13

April 2017 menyatakan 73% warga puas dengan kinerja Basuki-Djarot. Dari ketiga

lembaga survey yang melakukan survey dengan rentang waktu 5 bulan menunjukan

tingkat kepuasan warga yang relatif tinggi terhadap petahana.

Dalam memimpin DKI Jakarta, terdapat beberapa hal yang membuat mayoritas

masyarakat DKI Jakarta puas dengan kinerja petahana. Petahana berhasil menaikan

Indeks Pembangunan Manusia yang pada tahun 2012 diangka 77,5 dan pada 2015 berada

pada 79,19. Menurut data yang dikeluarkan oleh portal liputan6.com, pada masa Basuki-

Djarot diterapkan e-budgeting, dimana APBD DKI Jakarta dikelola secara online

sehingga akan sulit untuk disalahgunakan oleh oknum-oknum yang tidak

bertanggungjawab. Ini sekaligus komitmen Basuki-Djarot untuk memerangi korupsi di

birokrasi. Pada tahun 2016, pasangan Basuki-Djarot berhasil mengurangi pengangguran

di Jakarta menjadi 5,77 persen, kemiskinan menjadi 3,75 persen, inflasi 2,04 dan gini

8
http://nasional.republika.co.id/berita/nasional/hukum/17/05/10/opp5r4330-ini-4-rangkaian-aksi-bela-islam-
sebelum-ahok-divonis-2-tahun-penjara
9
Jakarta.bps.go.id diakses pada 26 November 2017 pukul 20:11
8

ratio 0,41 persen. Hal tersebut adalah pencapaian Basuki-Djarot dalam bidang ekonomi.

Untuk bidang pelayanan transportasi, Basuki-Djarot mempunyai program Transjakarta

dengan total armada mencapai 1.347 bus dan memiliki 77 rute. Jumlah penumpang

Transjakarta perbulannya rata-rata adalah 11,58 juta. Lalu, menurut dari BNPB DKI

Jakarta, pada tahun 2012 titik genangan banjir di Jakarta mencapai 2.200 titik, namun

pada tahun 2017 tersisa 54 titik saja10. Pencapaian inilah yang membuat masyarakat DKI

Jakarta merasa cukup puas dengan kinerja petahana. Namun, indeks kepuasan masyarakat

tidak selaras dengan perolehan suara petahana saat pilkada.

Kedua, pasangan Basuki-Djarot didukung oleh koalisi PDI-P, Golkar, Hanura,

Nasdem dan PPP kubu Djan Faridz. Jumlah kursi koalisi Basuki-Djarot di DPRD DKI

Jakarta mencapai 62 kursi atau 58% dari seluruh kursi di DPRD. Jumlah yang banyak

tersebut seharusnya dapat dimaksimalkan oleh petahana untuk memobilisasi pemilih

untuk memilih dirinya. Bandingkan dengan jumlah kursi partai politik pendukung Anies-

Sandi yaitu Gerindra dan PKS yang hanya berjumlah 26 kursi namun mampu

memenangkan kosntelasi. PDI-P sebagai pemenang pemilu legislatif dan pemilu presiden

di DKI Jakarta gagal memanfaatkan momentum kemenangan di 2014 untuk kembali

memenangkan petahana pada pilkada 2017. Kader partai politik pendukung Basuki-

Djarot cenderung gagal turun hingga akar rumput (grass root) untuk mengkampanyekan

visi misi petahana dan gagal mencounter kampanye negatif dari lawan. Menurut studi

tentang demokrasi dan kekuasaan politik oleh Gordon & Landa (2009:1481), ia melihat

bahwa untuk bertarung kembali, petahana mempertimbangkan beberapa sumber daya

seperti keuntungan memegang jabatan atau disebut juga diskon kampanye sehingga

10
http://pilkada.liputan6.com/read/2913055/inilah-pencapaian-ahok-djarot-kala-memimpin-ibu-kota diakses pada
27 November 2017 pukul 21:10
9

pembiayaan kampanye lebih sedikit dibanding penantangnya. Selain itu, La Venia

(2011:9) yang menyebutkan sebagai pemegang kekuasaan politik, petahana memiliki

banyak keuntungan untuk maju ke pemilihan umum berikutnya. Seharusnya, Basuki-

Djarot dapat unggul dalam Pilkada DKI Jakarta 2017.

Oleh karena itu, penulis ingin mengetahuif faktor apa saja yang menyebabkan

kekalahan pasangan Basuki Tjahaja Purnama-Djarot Saiful Hidayat ada Pilkada DKI

Jakarta 2017. Mengingat Basuki-Djarot adalah petahana yang secara kinerja dinilai baik

oleh mayoritas masyarakat DKI Jakarta dan didukung oleh 5 partai politik, terbanyak

dibanding kandidat yang lain. Untuk itu peneliti memulai penelitian ini dengan judul

ANALISIS KEKALAHAN PETAHANA PASANGAN BASUKI TJAHAJA PURNAMA-DJAROT

SAIFUL HIDAYAT PADA PILKADA DKI JAKARTA 2017 PUTARAN KEDUA.

1.2 Rumusan Masalah

Dari penjelasan pada latar belakang masalah diatas maka permasalahan yang terjadi

adalah seberapa kuat modal Basuki-Djarot yang merupakan petahana Gubernur DKI

Jakarta sehingga menyebabkan kekalahan yang cukup jauh pada putaran kedua Pilkada

DKI Jakarta 2017. Lalu, penulis juga ingin mengetahui seberapa efektif komunikasi

politik tim pemenangan sehingga tak mampu membuat pasangan Basuki-Djarot

memangkan konstelasi Pilkada DKI Jakarta 2017. Rumusan mas alah yang dapat menjadi

bahan penelitian adalah :

1. Mengapa pasangan Basuki-Djarot mengalami kekalahan pada Pemilihan Kepala

Daerah DKI Jakarta 2017 ?


10

2. Bagaimana komunikasi politik tim pemenangan dan kandidat sehingga tidak mampu

memenangkan Basuki-Djarot pada konstelasi Pemilukada DKI Jakarta 2017 ?

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penulisan ini adalah untuk menganalisis faktor-faktor yang

menyebabkan pasangan Basuki-Djarot mengalami kekalahan pada Pemilihan Kepada

Daerah DKI Jakarta 2017. Kemudian, untuk mendapatkan gambaran proses komunikasi

politik dari tim pemenagan Basuki-Djarot pada Pemilihan Kepada Daerah DKI Jakarta

2017.

1.4 Kegunaan Penelitian

a. Kegunaan teoritis

Penelitian ini dapat memberika sumbangsih bagi khasanah pengetahuan di ilmu

politik. Lalu, penelitian ini dapat memunculkan argumen ilmiah baru dalam melihat

faktor-faktor apa saja yang menyebabkan kekalahan calon petahana dalam pilkada.

b. Kegunaan praktis

Penelitian ini dapat digunakan sebagai acuan tim pemenangan dalam melakukan

komunikasi politik guna memenangkan pasangan calon yang diusungnya. Lalu,

penelitian ini dapat dijadikan referensi oleh tim pemenangan dan calon untuk dapat

meningkatkan elektabilitasnya di kemudian hari sehingga diharapkan selaras dengan

perolehan suara pada pemilu.


11

1.5 Literatur Review

1.5.1 Penelitian Terdahulu

Nama,Judul Teori Metode Hasil


Bakti Saputra, perilaku pemilih, Metode Perilaku pemilih berdasarkan
Analisis Kekalahan demokrasi dan penelitian pendekatan sosiologis merupakan
Tobroni Harun – pilkada kulitatif faktor kekalahan yang dilihat dari
deksriptif penilaian usia, agama dan etnis. Pada
Komarunizar dalam
pendekatan psikologis, pasangan
Pilkada Bandar
Tobroni-Komarunizar belum mampu
Lampung 2015,
dianggap sebagai figur yang
Universitas
ditokohkan oleh masyarakat Bandar
Lampung.
Lampung. Masyarakat juga belum
mendapatkan informasi yang jelas
mengenai visi, misi dan program
kerja yang akan dijalankan. Serta,
terdapat konflik internal di PAN
sebagai partai pengusung.
Asar Abidin, Komunikasi Politik Metode Kekalahan disebabkan karena strategi
Analisis Kekalahan dan Kampanye penelitian pemenangan yang kurang optimal
Kandidat Calon Politik kualitatif dalam pelaksanaannya sehingga
Bupati Wakil deksriptif target sasaran dan pesan politik yang
Bupati dari Partai disampaikan kurang maksimal.
Golkar pada Pilkada Selain itu, kandidat dari Partai
Kabupaten Polewali Golkar adalah seorang challenger
Mandar 2008-2013, yang melawan incumbent dengan
Universitas modal politik dinasti di Kabupaten
Hasanudin. Polewali Mandar.
Sofa Navarawal, Kampanye Politik, Metode Hasilnya, pasangan Siti-Wuwuh yang
Analisis Kekalahan Pilkada, Petahana penelitian menjadi petahana mengalami
Petahana Pasangan kualitatif kekalahan karena sikapnya yang
Siti Ambar deskriptif terlalu percaya diri serta strategi
Fathonah – Wuwuh politik yang tidak dijalankan dengan
maksimal serta mesin politik lawan
Beno Nugroho pada
yang lebih kuat.
Pilkada Kabupaten
Semarang 2010
Yondi Hendri, strategi politik, Metode Penilaian masyarakat yang kurang
Analisis Kekalahan kampanye politik penelitian positif dari kierja petahana yang
Petahana Gusmal- kualitatif banyak tidak menempati janji
Edrizon dalam deskriptif politiknya selama menjabat.
Pilkada Kabupaten Kemudian, tidak memaksimalkan
Solok 2010, fungsi media pada masa kampanye
Universitas pilkada sehingga banyak informasi
12

Andalas. dan kampanye yang tidak


tersampaikan pada masyarakat
sebagai pemilih. Strategi politik yang
dijalankan oleh petahana juga
cenderung ofensif dan bertahan.

1.5.2 Landasan Teori

1.5.2.1 Komunikasi Politik

Terdapat dua konsep yang mengusung jika berbicara tentang komunikasi politik,

yaitu komunikasi dan politik. Komunikasi politik adalah sebuah keilmuan yang dibangun

atas perpaduan berbagai macam ilmu, utamanya mencakup hubungan erat antara proses

komunikasi dan proses poltik, ia merupakan wilayah pertarungan dan dimeriahkan oleh

persaingan teori, pendekatan, agenda dan konsep dalam membangun jatidiri11.

Pengertian Komunikasi Politik Menurut Nimmo, Politik berasal dari kata polis‖

yang berarti negara, kota, yaitu secara totalitas merupakan kesatuan antara negara (kota)

dan masyarakatnya. Kata polis ini berkembang menjadi politicos‖ yang artinya

kewarganegaraan. Dari kata politicos‖ menjadi‖politera‖ yang berarti hak-hak

kewarganegaraan. Definisi Komunikasi Politik - Secara definitif, ada beberapa pendapat

sarjana politik, diantaranya Nimmo, mengartikan politik sebagai kegiatan orang secara

kolektif yang mengatur perbuatan mereka di dalam kondisi konflik sosial. Dalam

berbagai hal orang berbeda satu sama lain – jasmani, bakat, emosi, kebutuhan, cita-cita,

inisiatif , perilaku, dan sebagainya. Lebih lanjut Nimmo menjelaskan, kadang-kadang

perbedaan ini merangsang argumen, perselisihan, dan percekcokan. Jika mereka

11
Cangara, Hafied. 2016. Komunikasi Politik Konsep, Teori dan Strategi. Jakarta : Kencana hlm 53
13

menganggap perselisihan itu serius, perhatian mereka dengan memperkenalkan masalah

yang bertentangan itu, dan selesaikan; inilah kegiatan politik12.

Bagi Lasswell, ilmu politik adalah ilmu tentang kekuasaan. Berbeda dengan

David Easton dalam Sumarno, mendefinisikan politik sebagai berikut: Political as a

process those developmental processes through which person acquire political

orientation and patterns of behavior” Dalam definisi ini David Easton menitikberatkan

bahwa politik itu sebagai suatu proses di mana dalam perkembangan proses tersebut

seseorang menerima orientasi politik tertentu dan pola tingkah laku.

Dari definisi tentang komunikasi dan politik para ahli diatas, dapat ita rumuskan

bahwa komunikasi politik adalah komunikasi yang diarahkan kepada pencapaian suatu

pengaruh sedemikian rupa, sehingga masalah yang dibahas oleh jenis kegiatan

komunikasi ini, dapat mengikat semua warganya melalui suatu sanksi yang ditentukan

bersama oleh lembaga-lembaga politik.

Michael Rush dan Philip Adolf mendefinisikan komunikasi politik sebagai suatu

proses dimana infomrasi politik yang relevan diteruskan dari satu bagian sistem politik

kepada bagian lainnya, dan diantaranya sisten-sistem sosial dengan sistem poitik. Proses

ini terjadi secara berkesinambungan dan mencakup pola pertukaran informasi di antara

individu dengan kelompok di semua tingkatan13.

Lasswell, memandang orientasi komunikasi politik telah menjadikan dua hal

sangat jelas: pertama, bahwa komunikasi politik selalu berorientasi pada nilai atau

12
Dan nimmo, komunikasi politik, khalayak dan efek, (bandung: remaja karya (cv 1989) diakses di
http://digilib.uinsby.ac.id/11149/5/bab%202.pdf
13
Venus. 2012. Manajemen Kampanye. Bandung : Simbiosa Rekatama Media hlm 81
14

berusaha mencapai tujuan; nilai-nilai dan tujuan itu sendiri dibentuk di dalam dan oleh

proses perilaku yang sesungguhnya merupakan suatu bagian; dan kedua, bahwa

komunikai politik bertujuan menjangkau masa depan dan bersifat mengantisipasi serta

berhubungan dengan masa lampau dan senantiasa memperhatikan kejadian masa lalu.

Dilihat dari tujuan politik, maka hakikat komunikasi politik adalah upaya

kelompok manusia yang mempunyai orientasi pemikiran politik atau ideology tertentu

dalam rangka menguasai dan atau memperoleh kekuasaan, dengan kekuatan mana tujuan

pemikiran politik dan ideology tersebut dapat diwujudkan. Komunikasi politik

merupakan salah satu fungsi dari partai politik yang dapat dilakukan secara pribadi

maupun antar kelompok yang berkaitan dengan isu, informasi dan gagasan yang berjalan

secara dua arah. Posisi partai politik sebagai tim pemenangan disini adalah perantara

antara yang memerintah dengan yang diperintah. Peran partai politik dalam pemilihan

umum juga menjadi sentral karena berfungsi menyampaikan visi misi gagasan dari

kandidat kepada masyarakat sebagai pemilih.

Terdapat 3 jenis teori dasar komunikasi politik ;

a. Teori Jarum Hipodermik

Teori jarum hipodermik menjelaskan bahwa pesan yang disampaikan oleh komunikator

(politisi, professional dan aktivis) diterima dan dengan mudah mempengaruhi penerima14.

Teori jarum suntik berpendapat bahwa khalayak sama sekali tidak memiliki kekuatan

untuk menolak informasi setelah ditembakkan melalui media komunikasi. Khalayak

14
Hafid Cangara. 2014. Komunikasi Politik : Konsep, Teori, dan Strategi. Jakarta : PT Kencana
15

terlena seperti kemasukan obat bius melalui jarum suntik sehingga tidak bisa memiliki

alternative untuk menentukan pilihan lain, kecuali apa yang disiarkan oleh media.

Berdasarkan teori tersebut, komunikator politik (politisi, professional, dan aktivis) selalu

memandang bahwa pesan politik apa pun yang disampaikan kepada khalayak, apalagi

jika melalui media massa, pasti menimbulkan efek yang positif berupa citra yang baik,

penerimaan atau dukungan. Ternyata asumsi tersebut tidak benar seluruhnya, karena efek

sangat tergantung pada situasi dan kondisi penerima, di samping daya tarik isi, dan

kualitas komunikator. Dari berbagai hasil penelitian membuktikan bahwa media massa

memiliki pengaruh lebih dominan dalam tingkat kognitif saja, tetapi kurang mampu

menembus pengaruh pada sikap dan perilaku. Ditemukan bahwa sesungguhnya khalayak

itu tidak pasif dalam menerima pesan.

Dengan demikian, asumsi bahwa khalayak tak berdaya dan media perkasa, tidak terbukti.

Meskipun demikian, teori jarum hipodermik tidak runtuh sama sekali karena tetap

diaplikasikan untuk menciptakan efeksivitas dalam komunikasi politik. Namun, hal ini

tergantung kepada sistem politik, sistem organisasi dan situasi, terutama yang dapat

diterapkan dalam sistem politik yang otoriter, dengan bentuk kegiatan seperti indoktrinasi,

perintah, instruksi, penugasan, dan pengarahan. Itulah sebabnya teori ini tetap relevan

dan mampu menciptakan komunikasi yang efektif. Teori ini juga lebih memusatkan

perhatian kepada efek afektif dan behavioral.

b. Teori Khalayak Kepala Batu

Teori khalayak kepala batu dikembangkan oleh Raymond Bauer (1964), seorang pakar

psikologi. Teori ini dilandasi pemahaman psikologi bahwa dalam diri individu, ada
16

kemampuan untuk menyelek siapa saja yang berasal dari luar dan tidak direspons begitu

saja. Teori kepala batu menolak teori jarum suntik atau teori peluru dengan alasan jika

suatu informasi ditembakkan dari media, mengapa khalayak tidak berusaha berlindung

untuk menghindari tembakan informasi itu. Masyarakat atau khalayak memiliki hak

untuk memilih informasi yang mereka perlukan dan informasi yang mereka tidak

perlukan. Manusia adalah makhluk yang sangat rasional dan sangat aktif, dinamis dan

selektif. Kemampuan untuk menyeleksi informasi terdapat pada khalayak menurut

perbedaan individu, persepsi, dan latar belakang social budaya

a. Teori Empati

Secara sederhana dapat disebutkan bahwa empati adalah kemampuan menempatkan diri

pada situasi dan kondisi orang lain. Dalam hal ini K. berlo (1960) memperkenalkan teori

yang dikenal dengan nama influence theory of emphaty (teori penurunan dari penempatan

diri kedalam diri orang lain). Artinya, komunikator mengandaikan diri, bagaimana kalau

ia berada pada posisi komunikan. Dalam hal ini individu memiliki pribadi khayal

sehingga individu-individu yang berinteraksi dapat menemukan dan mengidentifikasi

persamaan-persamaan dan perbedaan masing-masing, yang kemudian menjadi dasar

dalam mmelakukan penyesuaian.

Dalam komunikasi politik, kemampuan memproyeksikan diri sendiri kedalam titik

pandang dan empati orang lain memberi peluang kepada seorang politikus utnuk berhasil

dalam pembicaraan politiknya. Akan tetapi, menempatkan diri sendiri sebagai orang lain

itu memang sangat tidak mudah. Justru itu, empati dapat dtingkatkan atau dikembangkan
17

oleh seorang politikus melalui komunikasi social dan komunikasi politik yang sering

dilakukan.

Dengan demikian, empati dalam komunikasi politik adalah sifat yang sangat dekat

dengan citra seseorang politikus tentang diri dan tentang orang lain. Itulah sebabnya

empati dapat dinegosiasikan atau dimantapkan melalui komunikasi antarpersonal.

b. Teori Informasi dan Non Verbal

Teori informasi telah digunakan oleh B. Aubrey Fisher untuk menjelaskan paradigma

pragmatis, yang intinya adalah bertindak sama dengan berkomunikasi, artinya smeua

tindakan politik dapat dipandang sebagi komunikasi politik yang bersifat non verbal.

Sering juga dikatakan bahwa tidak ada komunikasi (verbal), tetapi ada komunikasi

(nonverbal).

Dalam teori informasi menurut B. Abrey, informasi diartikan sebagai pengelompokkan

peristiwa-peristiwa dengan fungsi untuk menghilangkan ketidakpastian. Informasi dapat

disebut sebagai konsep yang absolut dan relatif karena informasi diartikan bukan sebagai

pesan, melainkan jumlah, benda dan energi. Jika dikaitkan dengan teori relativitas,

bertindak pun merupakan sebuah informasi dalam arti sebuah kemungkinan alternatif

yang dapat diprediksi berdasarkan pola (peristiwa dari waktu ke waktu).

Informasi dalam komunikasi politik dapat berarti sikap politik, dan pendapat politik,

media politik, kostum partai politik, dan temu kader partai politik. Menurut teori

informasi, komunikasi politik adalah semua hal harus dianalisis sebagai tindakan politik

(bukan pesan) yang mengandung sebuah kemungkinan alternatif. Jadi, bertindak


18

(melakukan tindakan politik) sama dengan berkomunikasi (melakukan komunikasi

politik).

Sesungguhnya komunikasi nonverbal adalah merupakan tindakan dalm peristiwa

komunikasi politik yang dapat ditafsirkan secara berbeda-beda oleh khalayak. Justru itu

tindakan itu harus diamati dari waktu ke waktu sehingga dapat ditemukan polanya. Jika

pesan nonverbal itu berlangsung berulang-ulang, terbentuklah pola tindakan. Pola itu

kemudian menjadi pedoman untuk melakukan prediksi pada masa depan. Artinya

prediksi dilakuakan berdasarkan pola. Jika suatu saat terjadi tindakan di luar pola, maka

terjadilah kejutan.

Dalam sistem pemerintahan politik demokrasi, pemilu menjadi salah satu unsur utama

penentu sukses tidaknya suatu negara demokrasi dalam mencapai kedaulatan rakyat.

Josep Schumpeter, seorang ahli ilmu politik berpendapat,“Democracy is not just a system

in which elites acquire the power to rule through a competitive struggle for the people’s

vote. It also a political system in which government must be held accountable to the

people and in which mechanisms must exist for making it responsive to their passions,

preference and interests.”. Jadi, dalam konteks komunikasi politik, pemilihan umum

merupakan bentuk komunikasi dua arah antara partai dan kandidat politik dengan rakyat

atau konstituen. Kedua entitas tersebut mempersuasi para calon pemilih dengan cara

menawarkan program politik bahwa mereka sangat layak dipilih untuk memimpin

pemerintahan mendatang.

Skema proses terjadinya komunikasi politik dapat digambarkan sebagai berikut :


19

Komunikator Pesan Politik Media Komunikan

Feedback

1.5.2.2 Pemilukada

Pemilukada merupakan perjalanan politik panjang yang diwarnai tarik-menarik

antara kepentingan elit politik dan kehendak politik, kepentingan pusat dan daerah,

bahkan kepentingan nasional dan internasional 15. Mengingat esensi pemilukada adalah

pemilihan umum, dimana secara prosedural dan substansial adalah manifestasi dari

prinsip demokrasi dan penegakkan kedaulatan, maka pemilukada sebagaimana pemilihan

umum layak mendapatkan pengaturan khusus sehingga derajat akuntabilitas dan kualitas

demokratisnya dapat terpenuhi dengan baik. Pemilukada juga merupakan instrumen

penting bagi demokratisasi di level lokal atau daerah yang pada akhirnya menjadi pilar

demokrasi bagi nasional.

Landasan hukum pelaksanaan pemilukada adalah UU No 10 tahun 2016 tentang

perubahan kedua atas UU no 1 tahun 2015 tentang penetapan peraturan pemerintah

pengganti undang undang nomor 1 tahun 2014 tentang pemilihan gubernur, walikota dan

bupati menjadi undang undang. Pemilukada menjadi harapan baru untuk dapat

melahirkan pemimpinan yang dekat dan menjadi idaman bagi masyarakat di daerah.

Selain itu, pemilukada menjadi pembelajaran dan pendidikan politik langsung kepada

15
[ Suharizal. 2011. Pemilukada : Regulasi, Dinamika, dan Konsep Mendatang. Jakarta : Rajawali Press. Hlm 34.]
20

masyarakat. Pemilukada pun sesuai dengan inti dari demokrasi yaitu kedaulatan berada di

tangan rakyat yang diaplikasikan melalui pemilihan.

Pemilihan kepala daerah secara langsung mendatangkan optimisme dan

pesimisme tersendiri16. Pemikukada dinilai sebagai perwujudan pengembalian hak dasar

masyarakat di daerah dengan memberikan kewenangan yang utuh dalam rangka

rekrutmen pemimpin di daerah. Keberhasilan pemilukada melahirkan kepemimpinan

daerah yang demokratis, sesuai kehendak dan tuntutan rakyat, walau bergantung pada

tingkat kritis dan rasionalitas konstituen. Pemilukada memberikan peluang kepada

masyarakat untuk ikut dalam berpartisipasi politik agar terciptanya iklim demokrasi.

Masyarakat memilih langsung orang-orang yang dianggap kompeten dan mampu

mewakili mereka dalam menjalankan pemerintahan.

1.5.2.2.1 Indikator Pemilukada

Pelaksanann pemilukada akan disebut demokratis apabila memenuhi beberapa

indikator. Menurut pendapat Robert Dahl, Samuel Hutington dan Powel (1978), indikator

untuk mengamati terwujudnya suatu demokrasi apabila :

a. Menggunakan mekanisme pemilihan umum yang teratur

Rekrutmen jabatan publik harus dilakukan dengan pemilihan umum yang

diselenggarakan secara teratur dengan jeda waktu yang jelas, kompetitif, jujur dan

adil. Pemilukada merupakan tahap pertama yang harus dilewati karena dengan

16
Prihatmoko. 2005. Pemilihan Kepala Daerah Langsung. Yogyakarta : Pustaka Pelajar. Hlm 2
21

pemilukada, lembaga demokrasi dapat dibentuk. Penilaian terhadap kinerja

pejabat publik ketika sudah terpilih akan digunakan sebagai bekal untuk

memberikan reward and punishment dalam pemilihan mendatang. Pejabat yang

tidak dapat memenuhi janji janjinya akan dihukum dengan cara tidak dipilih,

sebaliknya pejabat yang berkenan di hati masyarakat akan dipilih kembali.

b. Memungkinkan terjadinya rotasi kekuasaan

Rotasi kekuasaan merupakan indikator demokratis tidaknya suatu

rekrutmen pejabat publik. Rotasi kekuasaan mengandaikan bahwa kekuasaan

tidak bisa dipegang terus menerus oleh seseorang. Dengan kata lain, demokrasi

memberikan peluang rotasi kekuasaan jabatan publik secara teratur dari individu

atau partai politik satu ke yang lain.

c. Mekanisme rektrutmen dilakukan secara terbuka

Demokrasi membuka peluang untuk mengadakan kompetisi karena semua

orang mempunyai hak yang sama. Dalam mengisi jabatan politik, sudah

seharusnya peluang terbuka untuk semua orang yang memenuhi syarat dengan

kompetisi yang wajar sesuai dengan aturan yang disepakati.

Sistem pemilihan, walaupun terlihat hanya suatu mekanisme untuk menentukan

komposisi pemerintah selama beberapa tahun kemudian, namun sesungguhnya

merupakan sarana utama bagi partisipasi politik individu dalam masyarakat yang luas dan

kompleks 17 . Boleh jadi pemilukada merupakan kunci untuk menentukan suatu sistem

17
Nimatul Huda. 2017. Penataan Demokrasi dan Pemilu DI Indonesia. Jakarta : Prenada Media. Hlm 170
22

yang demokratis. Seperti yang diungkap Abdul Asri (Harahap 2005: 122), mengatakn

bahwa :

“Pemilukada merupakan tonggak demokrasi terpenting di daerah, tidak hanya

terbatas pada mekanisme pemilihannya yang lebih demokratis dan berbeda

dengan sebelumnya, tetapi merupakan ajang pembelajaran politik terbaik dan

perwujudan dari kedaulatan rakyat. Melalui pemilukada rakyat semakin

berdaulat, dibandingkan dengan mekanisme sebelumnya dimana kepalda

daerah ditentukan oleh DPRD. Sekarang, seluruh rakyat yang mempunyai hak

dipilih dan dapat menggunakan hak suaranya secara langsung dan terbuka

untuk emmilih kepada daerahnnya sendiri. Inilah esensi dari semokrasi dimana

kedaulatan ada sepenuhnya ditangan rakyat, sehingga berbagi distorsi

demokrasi dapat ditekan seminimal mungkin.”

Berdasarkan beberapa pendapat diatas, pemilukada berperan untuk

mengaktualisasikan kedaulatan rakyat untuk memilih pemimpinnya yang diharapkan

dapat membuat perubahan bagi daerah. Ini merupakan suatu cara dari kedaulatan rakyat

yang menjadi esensi dari demokrasi Oleh karena itu, esensi demokrais yang melekat pada

pemilukada hendaknya disambut masyarakat secara sadar dan cerdas.

1.5.2.3 Petahana

Pemilihan umum apapun skala dan jenisnya baik pemilu kepala daerah, legislatif

dan pemilihan presiden menjadi suatu ajang bagi aktor-aktor pencari kekuasaan yang

legitimate, termasuk petahana yang hendak mengamankan jabatannya dari ancaman

serangan lawan. Petahana menjadi lawan yang sulit untuk ditumbangkan oleh pesaingnya.
23

Hal tersebut dikarenakan petahana diikuti oleh berbagai keuntungan yang memberikan

dirinya peluang untuk memenangkan pertarungan, keadaan tersebut membuat sang

petahana percaya diri akan terpilih kembali.

Secara umum petahana merupakan istilah yang digunakan dalam pemilihan

umum yang ditujukan kepada seseorang yang memegang jabatan publik yang bertarung

lagi dalam pemilihan umum dengan tujuan mempertahankan jabatannya. Dalam

perkembangan studi tentang petahana, ternyata terdapat pertentangan antar ilmuan

mengenai keikutsertaan kembali petahana untuk bertarung dalam pemilihan umum.

Sebagian berpendapat bahwa petahana diperbolehkan ikut kembali, sedangkan yang lain

mengatakan tidak diperkenankan dengan alasan petahana merupakan kandidiat yang

buruk karena menggunakan dan memanfaatkan jabatannya, sehingga akan menimbulkan

kontestasi yang lemah pada saat pemilihan umum dilangsungkan.

Sedikit telah disinggung tadi bahwa petahana memiliki tingkat kepercayaan diri

yang tinggi serta sangat santai dalam memutuskan untuk maju lagi dalam pemilihan

umum yang kedua kalinya. Keadaan yang demikian dikarenakan tidak sedikitnya peluang

yang dimiliki oleh sang petahana sebagai pemegang kekuasaan pada masa

pemerintahannya, yang nantinya akan mempengaruhi nasibnya dalam pemilihan umum

yang selama ini cenderung ramah terhadap petahana18.

Peluang yang dimiliki oleh petahana yaitu mesin mobilisasi.. Peluang ini dimiliki

oleh petahana karena posisinya sebagai pemegang jabatan politik. Tentunya memiliki

hubungan yang erat dengan kelompok kepentingan yang berpengaruh, dan birokrat, serta

18
William A. Gamson. 1992. Talking Politics. Dalam Eriyanto. 2002. Analisis Framing. Yogyakarta : LKiS.Hal
218-221
24

elit-elit yang dihormati. Hal tersebut akan secara langsung mempengaruhi perilaku

petahana.

Kecenderungan studi-studi akademis selama ini memang menunjukan bahwa

petahana memiliki resiko kekalahan yang kecil, dikarenakan si petahana memanfaatkan

pengaruh media dan dukungan kondisi ekonomi 19 . Sementara itu petahana memiliki

popularitas yang tidak diragukan lagi yang akan membuat penantang kerepotan20.

Gordon dan Landa (2005) yang menjelaskan model peluang petahana yang

tercipta pada saat petahana menjalan kekuasaannya dan dapat dimanfaatkan pada

pemilihan umum dalam studinya melihat terdapatnya melihat sumber-sumber peluang

yang dimiliki oleh petahana dengan mengklasifikasikan ke dalam tiga model. Pertama,

terdapatnya jalinan hubungan yang baik dengan kelompok kepentingan dan elit di daerah,

kemudian dikenal dengan model direct officeholder. Kedua, model ini dinamai oleh

Gordon dan Landa sebagai model campaign discount. Pada model ini, petahana tidak

perlu mengeluarkan uang banyak untuk membuat ia terpilih lagi dalam pemilihan dan

model ini menunjukan nama besar yang dimiliki petahana. Sedangkan model yang ketiga

adalah district partisan bias.21

Berkaitan dengan pertanyaan apa yang membuat tingginya tingkat keterpilihan

kembali, mereka melihat karakteristik kualitas seperti kualitas pribadi dan kinerja selama

memimpin. Tingginya tingkat keterpilihan kembali para petahana dalam ini disebabkan

19
George A Boyne,dkk. 2009. “Democracy and Government Performance:Holding Incumbent Accountable In
English Local Government”, The Journal of Politics, Volume 71, hal 123-128
20
Calum M Carmichael. 1990. “Economic Conditions and the Popularity of the Incumbent Party in Canada”.
Canadian Journal of Political Science, Volume 23, hal 73-76
21
Sanford C Gordon dan Dimitri Landa. 2009. “Do The Advanteges Of Incumbency, Advantage
Incumbent?”. The Journal of Politics, Vol. 71, No. 4. pp. 140
25

karena pemilih puas dengan perwakilan mereka. Pengaruh kualitas bekerja secara tidak

langsung dengan mempengaruhi prospek pemilihan kembali petahana ini dan akan

langsung dengan sendirinya mengubah perolehan suara terhadap petahana tersebut22

Walau petahana memiliki peluang yang berimpah, tetapi ternyata petahana tidak

selalu beruntung. Argumen tersebut diperkuat oleh studi yang dilakukan oleh Lestari

yang mempertanyakan kekalahan petahana yang didukung oleh partai pemenang

pemilihan legislatif. Ia menemukan bahwa split ticket voting yang disulut oleh lemahnya

identifikasi kepartaian dan figur yang bertanding serta isu yang diangkat tidak dapat

menarik pemilih sehingga kekalahanlah yang dialami si petahana23.

1.6 Definisi Operasional

Dari teori yang penulis cantumkan yang berasal dari berbagai sumber, penulis

mendefinisikan beberapa konsep teori sebagai berikut :

1.6.1 Komunikasi Politik : komunikasi yang melibatkan pesan-pesan politik dan aktor-

aktor politik, atau berkaitan dengan kekuasaan, pemerintahan, dan kebijakan

pemerintah.

1.6.2 Pemilukada : pemilihan yang dilakukan untuk memilih pemimpin di tingkat

daerah atau lokal sebagai implementasi asas demokrasi.

22
Wlater J Stone,dkk. 2010. “Incumbency Reconsidered: Prospects, Strategic Retirement, and
Incumbent Quality in U.S. House Elections”. The Journal of Politics, Vol. 72, No. 1, pp. 178-190 dalam Jurnal Unnes
2016 (1) oleh Suyatno berjudul Pemilihan Kepala Daerah dan Tantangan Demokrasi (Lokal) Indonesia

23
Linayati lestari. 2011. Kekalahan Lalu Serinata-Husni Djibril Pada Pilkada Nusa Tenggara Barat Tahun 2008.
Jurnal Universitas Gadjah Mada. Diakses pada 8 Desember 2017 pukul 18:23
26

1.6.3 Petahana : kontestan yang tengah memegang jabatan politik dan mencalonkan diri

kembali dalam pemilihan umum berikutnya, untuk mempertahankan jabatan yang

telah didudukinya.

1.7 Operasionalisasi Konsep

Petahana Komunikasi Politik

Pemilukada 42,05%

Dalam melakukan operasionalisasi konsep, penulis memiliki beberapa indikator, yaitu :

1. Petahana : kandidat yang akan mengikuti konstelasi pemilukada yang tengah

memegang jabatan publik pada tataran yang sama dan berniat mempertahankan

jabatan yaitu Basuki-Djarot.

2. Komunikas politik : penyampaian pesan yang dilakukan oleh tim pemenangan

petahana Basuki-Djarot pada masa kampanye dalam rangka memenangkan pemilukada.

3. Pemilukada : pemilihan Gubernur DKI Jakarta 2017

Dengan teori yang sudah dijelaskan dan kerangka berpikir diatas, maka penulis ingin

meneliti komunikasi politik petahana, dalam hal ini Basuki-Djarot selama Pemilukada DKI

Jakarta sehingga dapat mengalami kekalahan.


27

1.8 Metode Penelitian

Metode penelitian merupakan cara ilmiah untuk mendapatkan data dengan tujuan dan

kegunaan tertentu. Cara ilmiah berarti kegiatan penelitian itu didasarkan pada ciri - ciri keilmuan

yaitu rasionalitas,emipiris,dan sistematis. Rasionalitas berarti kegiatan penelitian itu dilakukan

dengan cara - cara yang masuk akal,sehingga terjangkau oleh nalar dan pikiran manusia. Empiris

berarti cara - cara yang dilakukan itu dapat diamati oleh indera manusia,sehingga orang lain

dapat mengamati dan mengetahui cara yang digunakan. Sistematis artinya proses yang

digunakan dalam penelitian menggunakan langkah - langkah tertentu yang bersifat logis24

Dalam metode penelitian,terdapat berbagai jenis dan opsi yang dapat diambil.

Pertama,observasi adalah peneliti langsung turun ke lapangan utuk mengamati perilaku dan

aktivitas individu di lokasi penelitian. Dalam pengamatan ini, peneliti mencatat setiap aktivitas di

lokasi penelitian. Kedua, wawancara yang dilakukan oleh peneliti dengan melakukan face-to-

face interview (wawancara berhadap - hadapan) dengan partisipan, mewawancarai mereka

dengan telepon dan terlibat dalam focus group interview (wawancara dalam kelompok tertentu).

wawancara ini membutuhkan pertanyaan tidak terstruktur dan bersifat terbuka yang dirancang

untuk memunculkan pandangan dan opini darii para partisipan. Ketiga, adalah mengumpulkan

dokumen yang berupa dokumen publik seperti koran, majalah, laporan atau dokumen privat

berupa buku harian,diari surat dan email25.

Salah satu jenis penelitian kualitatif deskriptif adalah berupa penelitian dengan metode

atau pendekatan studi kasus (Case Study). Penelitian ini, memusatkan diri secara intensif pada

24
Sugiyono. 2008. Metode Penelitan Kualitatif. Bandung : Alfabeta hlm 46
25
Cresswel. Pendekatan Metode Kualitatif, Kuantiatif, dan Campuran. Yogyakarta : Pustaka Pelajar
28

satu obyek tertentu yang mempelajarinya sebagai suatu kasus. Data studi kasus dapat diperoleh

dari semua pihak yang bersangkutan, dengan kata lain data dalam studi ini dikumpulkan dari

berbagai sumber (Nawawi, 2003). Sebagai sebuah studi kasus maka data yang dikumpulkan

berasal dari berbagai sumber dan hasil penelitian ini hanya berlaku pada kasus yang diselidiki.

Lebih lanjut Arikunto (1986) mengemukakan bahwa metode studi kasus sebagai salah satu jenis

pendekatan deskriptif, adalah penelitian yang dilakukan secara intensif, terperinci dan mendalam

terhadap suatu organisme (individu), lembaga atau gejala tertentu dengan daerah atau subjek

yang sempit.

Penelitian ini menggunakan pendekatan case study yang dimaksudkan untuk mempelajari

secara intensif tentang latar belakang masalah keadaan dan posisi suatu peristiwa yang sedang

berlangsung saat ini, serta interaksi lingkungan unit sosial tertentu yang bersifat apa adanya

(given). Subjek penelitian dapat berupa individu, kelompok, institusi atau masyarakat.

Penelitian case study merupakan studi mendalam mengenai unit sosial tertentu dan hasil

penelitian tersebut memberikan gambaran luas serta mendalam mengenai unit sosial tertentu.

Subjek yang diteliti relatif terbatas, namun variabel-variabel dan fokus yang diteliti sangat luas

dimensinya (Danim, 2002 )

Setiap penelitian mempunyai tujuan dan kegunaan tertentu. Secara umum,tujuan

penelitian ada tiga macam yaitu bersifat penemuan,pembuktian dan pengembangan. Penemuan

berarti data yang diperoleh dari penelitian itu adalah data yang betul - betul baru yang

sebelumnya belum pernah diketahui. Pembuktian berarti data yang diperoleh itu digunakan untuk

membuktikan adanya keragu - raguan terhadap informasi atau pengetahuan tertentu,dan

pengembangan berarti memperdalam dan memperluas pengetahuan yang ada.


29

1.8.1 Desain Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif. Penelitian kualitatif merupakan

metode untuk mengeksplorasi dan memahami makna yang dianggap berasal dari masalah

sosial 26 . Jadi,penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif karena peneliti akan

mengeksplorasi dan memahami analisis kekalahan petahana Basuki-Djarot pada Pemilukada

DKI Jakarta 2017.

1.8.2 Situs Penelitian

Situs penelitian adalah lokasi dimana data - data didapatkan,baik data primer atau data

sekunder. Pada penelitian ini dilakukan di Provinsi DKI Jakarta sebagai daerah yang

menyelenggarakan Pemilukada DKI Jakarta 2017.

1.8.3 Subyek Penelitian

Subyek penelitian adalah individu dan kelompok yang mampu memberikan informasi

yang dibutuhkan peneliti untuk melakukan penelitian27. Peneliti menggunakan jenis purposive

samping. Purposive sampling adalah teknik pengambilan sampel sumber data dengan

pertimbangan tertentu,dalam hal ini menilai bahwa individu atau kelompok tersebut dianggap

paling tahu tentang apa yang diteliti oleh peneliti dan dapat memudahkan peneliti menjelajahi

obyek yang diteliti.Informan dan responden yang dipilih dalam penelitian ini adalah :

1. Tim Pemenangan DPD PDIP Provinsi DKI Jakarta

2. Tim Pemenangan DPD Golkar Provinsi DKI Jakarta

26
Creswel. Pendekatan Metode Kualitaif, Kuantitatif, dan Campuran. Yogyakarta : Pustaka Pelajar
27
Arikunto, Suharsimi. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta : Rineka Cipta. Hlm 145
30

3. Relawan Teman Ahok

1.8.3 Jenis Data

Jenis data yang digunakan berupa data kualitaif dengan bentuk :

1. Sumber tertulis

2. Wawancara

3. Dokumentasi foto

1.8.6 Sumber Data

A. Data Primer

Sumber data primer merupakan sumber data yang langsung memberikan data

kepada pengumpul data. Data primer dalam penelitian ini bersumber pada wawancana

dengan tim pemenangan Basuki-Djarot, baik dari partai pengusung maupun relawan.

B. Data Sekunder

Sumber data sekunder merupakan sumber data yang diperoleh dengan cara

membaca,mempelajari dan memahami melalui media lain yang bersumber pada

literatur,buku dan dokumen. Data sekunder ini digunakan untuk mendukung informasi

data prime. Data sekunder dalam penelitian ini bersumber pada buku-buku yang

berkaitan dengan Pemilukada DKI Jakarta 2017.

1.8.6 Teknik Pengumpulan Data

A. Wawancara
31

Wawancara adalah percakapan yang dilakukan oleh dua belah pihak yaitu pewawancara

yang mengajukan pertanyaan dan terwawancara yang memberikan jawaban. Tehnik

wawancara yang digunakan dalam penelitian kualitatif adalah wawancara mendalam.

Wawancara mendalam (in–depth interview) adalah proses memperoleh keterangan untuk

tujuan penelitian dengan cara tanya jawab sambil bertatap muka antara pewawancara dengan

informan atau orang yang diwawancarai, dengan atau tanpa menggunakan pedoman (guide)

wawancara. Pihak yang diwawanca adalah tim pemenangan DPD PDI-P DKI Jakarta,

Relawan Teman Ahok serta pemilih.

B. Studi Pustaka

Studi pustaka adalah teknik pengumpulan data dengan mengadakan studi penelaahan

terhadap buku - buku,literatur, dan laporan yang ada hubungannya dengan masalah yang

dipecahkan. Studi pustaka dalam penelitian ini melalui buku,jurnal,media cetak yang

berkaitan dengan analisis kekalahan petahana.

C. Dokumentasi

Dokumentasi merupakan cara pemberian atau pengumpulan bukti dan keterangan

seperti gambar, kutipan, artikel dan referensi lain. Dokumen yang digunakan adalah

artikel selama pelaksanaan Pemilukada DKI Jakarta 2017

1.8.7 Analisis dan Intepretasi Data


32

Analisis yang digunakan adalah analisis data kualitatif. Proses analisis data pada

penelitian kualitatif keseluruhan melibatkan usaha memaknai data yang berupa teks atau

gambar28, sedangkan tahap analisis data kualitatif adalah sebagai berikut :

A. Raw Data

Merupakan data yang didapatkan selama penelitian. Raw data berisi fakta informasi. Raw

data dalam penelitian ini berupa hasil wawancara dengan subyek penelitian,catatan lapangan saat

penelitian berlangsung.

B. Mengolah dan mempersiapkan data untuk dianalisis

Tahap ini berisi persiapan data dengan cara mengolah data mentah dan memilah milah

serta menyusun ke dalam jenis yang berbeda yang tergantung pada sumber informasi.

C. Membaca keseluruhan data

Tahap ini meliputi membaca semua data yang ada untuk memperoleh makna tersebut

secara umum yang dapat merefleksikan makna secara keseluruhan.

D. Mencoding data

Tahap ini merupakan pemeriksaan teks hasil wawancara,kemudian mengelompokan

kalimat ke dalam kategori dan memberikan label terhadap kategori tersebut dengan

menggunakan istilah yang berasal dari bahsa asli para partisipan. Dalam penelitian ini coding

dilakukan untuk menandai hasil wawancara yang berkaitan.

E. Coding Deskripsi

28
Creswel. Pendekatan Metode Kualitaif, Kuantitatif, dan Campuran. Yogyakarta : Pustaka Pelajar
33

Melalukan coding untuk mendeskripsikan setting dan orang - orang dan kategori yang akan

dianalisis. Deskripsi ini melibatkan usaha penyampaian informasi secara detail mengenai

orang,lokasi dan peristiwa dalam penelitian ini.

F. Coding tema

Menerapkan coding untuk membuat sejumlah kecil tema atau kategori.

1.8.8 Kualitas Data

Untuk mengetahui keabsahan data, peneliti akan menggunakan metode triangulasi.

Triangulasi digunakan untuk memeriksa data dari berbagai sumber dengan berbagai cara dan

waktu.triangulasi juga digunakan sebagai pembanding terhadap data yang telah diperoleh.

Triangulasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah triangulasi sumber data, triangulasi

metode dan triangulasi teori.

A. Triangulasi sumber data

Triangulasi sumber data digunakan untuk menguji kredibilitas data yang dilakukan dengan cara

mengecek data diperoleh melalui beberapa sumber. Dalam penelitian ini sumber data terdiri dari

sumber data primer dan sumber data sekunder. Dimana dari kedua sumber data tersebut akan

menghasilkan data yang tidak bisa dirata - ratakan. Oleh karena itu triangulasi sumber dilakukan

untuk mendeskripsikan, mengkategorisasikan persamaan dan perbedaan, dan spesifikasi data

yang diperoleh dari kedua sumber data tersebut. 29.

B. Triangulasi Teori

29
Creswel. Pendekatan Metode Kualitaif, Kuantitatif, dan Campuran. Yogyakarta : Pustaka Pelajar
34

Dalam triangulasi teori, hasil akhir penelitian kualitatif berupa sebuah rumusan informasi

atau thesis statement. Informasi tersebut selanjutnya dibandingkan dengan perspektif teori yang

televan untuk menghindari bias individual peneliti atas temuan atau kesimpulan yang dihasilkan.

Selain itu, triangulasi teori dapat meningkatkan kedalaman pemahaman asalkan peneliti

mampu menggali pengetahuan teoretik secara mendalam atas hasil analisis data yang telah

diperoleh.

C. Triangulasi Metode

Triangulasi metode dilakukan dengan cara membandingkan informasi atau data dengan

cara yang berbeda. Dalam penelitian kualitatif peneliti menggunakan metode wawancara,

obervasi, dan survei. Untuk memperoleh kebenaran informasi yang handal dan gambaran yang

utuh mengenai informasi tertentu, peneliti bisa menggunakan metode wawancara dan obervasi

atau pengamatan untuk mengecek kebenarannya. Selain itu, peneliti juga bisa menggunakan

informan yang berbeda untuk mengecek kebenaran informasi tersebut. Triangulasi tahap ini

dilakukan jika data atau informasi yang diperoleh dari subjek atau informan penelitian diragukan

kebenarannya.
35

DAFTAR PUSTAKA

Arikanto, Suharsinimi. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta : Rineka

Cipta

Budiharjo, Miriam. 2008. Dasar Dasar Ilmu Politik. Jakarta : Gramedia

Cangara, Hafied. 2016. Komunikasi Politik Konsep, Teori dan Strategi. Jakarta : Kencana

Creswel. Pendekatan Metode Kualitaif, Kuantitatif, dan Campuran. Yogyakarta : Pustaka Pelajar

Eriyanto. 2002. Analisis Framing. Yogyakarta : LKIS

Huda, Nimatul. 2017. Penataan Demokrasi dan Pemilu di Indonesia. Jakarta : Prenada Media

Kristin, Samah. 2014. Berpolitik Tanpa Partai. Jakarta : Gramedia

Prihatmoko. 2005. Pemilihan Kepala Daerah Langsung. Yogyakarta : Pustaka Pelajar

Sugiyono. 2008. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung : Alfabeta

Suharizal. 2011. Pemilukada : Regulasi, Dinamika, dan Konsep Mendatang. Jakarta : Rajawali

Venus. 2012. Manajemen Kampanye. Bandung : Simbiosa Rekatama Media Press


36

JURNAL

Calum M Carmichael. 1990. “Economic Conditions and the Popularity of the Incumbent Party in

Canada”. Canadian Journal of Political Science, Volume 23,

George A Boyne,dkk. 2009. “Democracy and Government Performance:Holding Incumbent

Accountable In English Local Government”, The Journal of Politics, Volume 71

Linayati lestari. 2011. Kekalahan Lalu Serinata-Husni Djibril Pada Pilkada Nusa Tenggara Barat

Tahun 2008. Jurnal Universitas Gadjah Mada. Diakses pada 8 Desember 2017 pukul 18:23

Sanford C Gordon dan Dimitri Landa. 2009. “Do The Advanteges Of Incumbency, Advantage

Incumbent?”. The Journal of Politics, Vol. 71, No. 4.

Wlater J Stone,dkk. 2010. “Incumbency Reconsidered: Prospects, Strategic Retirement, and

Incumbent Quality in U.S. House Elections”. The Journal of Politics, Vol. 72, No. 1 dalam Jurnal

Unnes 2016 (1) oleh Suyatno berjudul Pemilihan Kepala Daerah dan Tantangan Demokrasi

(Lokal) Indonesia

SITUS

http://library.fes.de/pdf-files/bueros/indonesien/06392.pdf diakses pada 25 November 2017

pukul 15:43

http://www.kpud-bintankab.go.id/html/Berita-KPU-Bintan/arief-tujuan-pilkada-serentak-untuk-

terciptanya-efektivitas-dan-efisiensi-anggaran.html diakses pada 25 November 2017 pukul 14:30


37

http://pilkada.liputan6.com/read/2436435/ini-101-daerah-yang-gelar-pilkada-serentak-2017

diakses pada 24 November 2017 pukul 14:45

jakarta.kpu.go.id

http://pilkada2017.kpu.go.id/hasil/2/dki_jakarta

jakarta.bps.go.id

http://pilkada.liputan6.com/read/2913055/inilah-pencapaian-ahok-djarot-kala-memimpin-ibu-

kota

Dan nimmo, komunikasi politik, khalayak dan efek, (bandung: remaja karya (cv 1989) diakses di

http://digilib.uinsby.ac.id/11149/5/bab%202.pdf
ANALISIS KEKALAHAN PETAHANA PASANGAN BASUKI TJAHAJA PURNAMA -

DJAROT SAIFUL HIDAYAT PADA PEMILUKADA DKI JAKARTA 2017 PUTARAN

KEDUA

Proposal Skripsi

Diajukan Guna Ujian Komprehensif

Dosen Pembimbing : Neny Marlina, SIP. MA

Dosen Wali : Dra. Pudji Astuti, MSi.

Nama : Arya Parama Widya

NIM : 14010115130091

DEPARTEMEN POLITIK DAN PEMERINTAHAN

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS DIPONEGORO

2018

Anda mungkin juga menyukai