A. Perilaku Karyawan
Perilaku karyawan adalah suatu bentuk tindakan yang dilakukan oleh anggota organisasi yang
dapat secara langsung maupun tidak langsung memengaruhi efektifitas kerja suatu organisasi.
Antara satu individu dengan individu yang lainnya memiliki sifat yang berbeda. Ada individu
yang cekatan dalam melaksanakan tugasnya, ada individu yang pintar, tetapi susah berorganisasi,
dan mungkin ada juga individu yang suka membuat alasan agar dapat membolos kerja. Karena
perilaku tiap individu tidak sama, manajer sumber daya manusia harus benar-benar memahami
perilaku masimg-masing karyawannya.
Seorang manajer harus mampu memahami para karyawannya. Pemahaman ini penting karena
berpengaruh terhadap kinerja perusahaan. Untuk memahami kondisi karyawannya, seorang
manajer dapat melihatnya melalui perilaku karyawannya di kantor. Ada tiga bentuk perilaku
karyawan, yaitu perilaku kinerja, perilaku kewargaan organisasi, dan perilaku kontraproduktif.
Tiap manusia memili karakteristik yang berbeda antara satu dengan yang lainnya. Seperi yang
sudah dibahas di atas, ada karyawan yang memilki kinerja yang baik, tetapi merupakan sosok
yang acuh tak acuh. Di sisi lain, ada pula karyawan yang memiliki kinerja yang buruk, tetapi
merupakan sosok yang hangat dan ramah. Itulah sebabnya mengapa manusia itu unik. Keunikan
ini merupakan gambaran dari dua karakteristik dasar manusia, yaitu kepribadian dan sikap dalam
bekerja. Kepribadian adalah serangkaian atribut psikologis yang relative stabil yang
membedakan orang yang satu dengan orang yang lain. Sedangkan sikap adalah pernyataan
terhadap evaluatif terhadap objek, orang atau peristiwa. Ada tiga sikap keja utama yang perlu
diperhatikan, yaitu:
a. Kepuasan Kerja
Kepuasan kerja adalah perasaan positif tentang pekerjaan seseorang yang merupakan hasil dari
evaluasi karakteristik-karakteristiknya.
b. Keterlibatan Pekerjaan
Keteribatan pekerjaan adalah tingkat dimana seseorang memihak sebuah pekejaan,
berpatisipasi secara aktif di dalamnya, dan menganggap kinerja sebagai bentuk penghargaan
diri.
c. Komitmen Organisasional
Komitmen organisasional adalah tingkat dimana seseorang memihak sebuah organisasi dan
berkeinginan untuk mempertahankan keanggotaannya dalam organisasi tersebut.
Motivasi adalah proses yang menjelaskan intensitas, arah, dan ketekunan seorang individu untuk
mencapai tujuannya Tiga elemen utama dalam definisi ini adalah intensitas, arah, dan ketekunan.
Berdasarkan teori hierarki kebutuhan Abraham Maslow, teori X dan Y Douglas McGregor maupun
teori motivasi kontemporer, arti motivasi adalah alasan yang mendasari sebuah perbuatan yang
dilakukan oleh seorang individu. Seseorang dikatakan memiliki motivasi tinggi dapat diartikan
orang tersebut memiliki alasan yang sangat kuat untuk mencapai apa yang diinginkannya dengan
mengerjakan pekerjaannya yang sekarang. Berbeda dengan motivasi dalam pengertian yang
berkembang di masyarakat yang seringkali disamakan dengan semangat, seperti contoh dalam
percakapan "saya ingin anak saya memiliki motivasi yang tinggi". Statemen ini bisa diartikan
orang tua tersebut menginginkan anaknya memiliki semangat belajar yang tinggi. Maka, perlu
dipahami bahwa ada perbedaan penggunaan istilah motivasi di masyarakat. Ada yang mengartikan
motivasi sebagai sebuah alasan, dan ada juga yang mengartikan motivasi sama dengan semangat.
Dalam hubungan antara motivasi dan intensitas, intensitas terkait dengan seberapa giat seseorang
berusaha, tetapi intensitas tinggi tidak menghasilkan prestasi kerja yang memuaskan kecuali upaya
tersebut dikaitkan dengan arah yang menguntungkan organisasi.Sebaliknya elemen yang terakhir,
ketekunan, merupakan ukuran mengenai berapa lama seseorang dapat mempertahankan usahanya.
motivasi kerja
Motivasi adalah proses yang menjelaskan intensitas, arah, dan ketekunan seorang individu untuk
mencapai tujuannya Tiga elemen utama dalam definisi ini adalah intensitas, arah, dan ketekunan.
Berdasarkan teori hierarki kebutuhan Abraham Maslow, teori X dan Y Douglas McGregor maupun
teori motivasi kontemporer, arti motivasi adalah alasan yang mendasari sebuah perbuatan yang
dilakukan oleh seorang individu. Seseorang dikatakan memiliki motivasi tinggi dapat diartikan
orang tersebut memiliki alasan yang sangat kuat untuk mencapai apa yang diinginkannya dengan
mengerjakan pekerjaannya yang sekarang. Berbeda dengan motivasi dalam pengertian yang
berkembang di masyarakat yang seringkali disamakan dengan semangat, seperti contoh dalam
percakapan "saya ingin anak saya memiliki motivasi yang tinggi". Statemen ini bisa diartikan
orang tua tersebut menginginkan anaknya memiliki semangat belajar yang tinggi. Maka, perlu
dipahami bahwa ada perbedaan penggunaan istilah motivasi di masyarakat. Ada yang mengartikan
motivasi sebagai sebuah alasan, dan ada juga yang mengartikan motivasi sama dengan semangat.
Dalam hubungan antara motivasi dan intensitas, intensitas terkait dengan seberapa giat seseorang
berusaha, tetapi intensitas tinggi tidak menghasilkan prestasi kerja yang memuaskan kecuali upaya
tersebut dikaitkan dengan arah yang menguntungkan organisasi.Sebaliknya elemen yang terakhir,
ketekunan, merupakan ukuran mengenai berapa lama seseorang dapat mempertahankan usahanya.
Sejarah Teori Motivasi
Motivasi dalam diri seorang karyawan timbul karena adanya faktor internal dan
eksternal. Jenis kelamin, umur, tingkat pendidikan, masa kerja, jumlah tanggungan dalam keluarga
termasuk ke dalam faktor internal seorang karyawan dalam perusahaan dalam melakukan
pekerjaan, kemudian motivasi yang timbul dari faktor eksternal seorang karyawan diantaranya
ialah hubungan atasan dan bawahan, hubungan sesama rekan kerja, peraturan dan kebijakan
perusahaan, kondisi kerja, kompensasi, penunjang kesehatan. Motivasi kerja karyawan akan
mempengaruhi prestasi kerja karyawan. Prestasi kerja karyawan ini dapat dinilai dari kualitas
kerja, tanggung jawab terhadap pekerjaan, kerjasama dengan rekan kerja, orientasi terhadap
konsumen, dan inisiatif karyawan.
Kebutuhan-kebutuhan yang disebut pertama (fisiologis) dan kedua (keamanan) kadang-
kadang diklasifikasikan dengan cara lain, misalnya dengan menggolongkannya sebagai kebutuhan
primer, sedangkan yang lainnya dikenal pula dengan klasifikasi kebutuhan sekunder. Terlepas dari
cara membuat klasifikasi kebutuhan manusia itu, yang jelas adalah bahwa sifat, jenis dan intensitas
kebutuhan manusia berbeda satu orang dengan yang lainnya karena manusia merupakan individu
yang unik. Kebutuhan manusia itu tidak hanya bersifat materi, akan tetapi bersifat pskologikal,
mental, intelektual dan bahkan juga spiritual.
2.1.4.2 Teori Herzberg
Herzberg dikutip oleh Umar (1999) mengemukakan teori dua faktor atau sering disebut
sebagai Herzberg two factor motivation theory. Menurutnya pekerja dalam melaksanakan
pekerjaannya dipengaruhi dua faktor utama yang merupakan kebutuhan, yaitu:
1) Maintenance Factor (faktor pemeliharaan atau faktor higinis)
Menurut teori ini terdapat serangkaian kondisi ekstrinsik yaitu keadaan pekerjaan yang
menyebabkan rasa tidak puas di antara karyawan. Kondisi ini adalah faktor yang membuat orang
tidak puas, disebut juga higiene factor, karena faktor tersebut diperlukan untuk mempertahankan
tingkat yang paling rendah, yaitu tingkat tidak ada kepastian. Faktor ini berhubungan dengan
hakikat pekerja yang ingin memperoleh kebutuhan (ketentraman) badaniah. Kebutuhan ini akan
berlangsung terus menerus, karena kebutuhan ini akan kembali pada titik nol setelah dipenuhi.
Faktor pemeliharaan ini meliputi balas jasa (gaji dan upah), kondisi kerja, kebijakan serta
administrasi perusahaan, kepastian pekerjaan, hubungan antar pribadi (atasan dan bawahan),
kualitas supervisi, kestabilan kerja, dan kehidupan pribadi.
2) Motivation Factor (faktor motivasi)
Merupakan faktor motivasi yang menyangkut kebutuhan psikologis yang berhubungan dengan
penghargaan terhadap pribadi yang secara langsung berkaitan dengan pekerjaan. Kebutuhan ini
meliputi serangkaian kondisi intrinsik, kepuasan kerja yang diperoleh dalam pekerjaan akan
mendorong motivasi yang kuat, yang dapat menghasilkan prestasi kerja yang baik. Faktor-faktor
tersebut meliputi prestasi, pengakuan, pekerjaan itu sendiri, tanggung jawab, kemajuan,
pengembangan potensi individu, ruangan yang nyaman, dan penempatan kerja yang sesuai.
2.1.5 Pengertian Motivasi Kerja
Menurut Winardi (2001) motivasi adalah suatu kekuatan potensial yang ada dalam diri
seorang manusia, yang dapat dikembangkannya sendiri atau dikembangkan oleh sejumlah
kekuatan luar yang ada, intinya berkisar sekitar imbalan materi dan imbalan non materi, yang dapat
mempengaruhi hasil kinerjanya secara positif atau secara negatif, dimana tergantung pada situasi
dan kondisi yang dihadapi orang yang bersangkutan. Suatu dorongan jiwa yang membuat
seseorang tergerak untuk melakukan tindakan yang produktif, baik yang berorientasi kerja untuk
menghasilkan uang maupun yang tidak disebut motivasi kerja motivasi kerja yang dimiliki seorang
pekerja berbeda-beda tentunya, dan juga berubah-ubah.
Hasibuan (2001) mengungkapkan bahwa motivasi mempersoalkan bagaimana caranya
mengarahkan daya dan potensi agar mau bekerjasama secara produktif untuk mencapai dan
mewujudkan tujuan yang telah ditentukan, mau bekerja dan antusias mencapai hasil yang optimal.
Sedangkan Manullang (2000) mendefinisikan motivasi sebagai pekerjaan yang dilakukan oleh
seorang manajer memberikan inspirasi, semangat, dan dorongan kepada orang lain. Dalam hal ini
karyawan untuk mengambil tindakan-tindakan. Pemberian dorongan ini bertujuan untuk
menggiatkan karyawan agar mereka bersemangat dan dapat mencapai hasil sebagaimana
dikehendaki oleh orang tersebut.
2.1.6 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Motivasi Kerja
Gellerman dikutip oleh Martharia (1999) menyatakan bahwa faktor-faktor motivasi kerja
yang paling kuat adalah terpenuhinya kebutuhan dasar untuk mempertahankan hidup yaitu makan,
minum, tempat tinggal, dan sejenisnya. Kemudian kebutuhannya meningkat yaitu keinginan
mendapatkan keamanan hidup. Dalam taraf yang lebih maju, bila rasa aman telah terpenuhi mereka
mendambakan barang mewah, status, dan kemudian prestasi.
Untuk meningkatkan kinerja pegawai, organisasi perlu melakukan perbaikan kinerja. Dalam hal
ini, menurut Furtwengler (2003) terdapat sejumlah faktor yang perlu diperhatian oleh suatu
organisasi di dalam melakukan perbaikan kinerja, yaitu faktor kecepatan, kualitas, layanan, dan
nilai. Selain keempat faktor tersebut, juga terdapat faktor lainnya yang turut mempengaruhi kinerja
pegawai, yaitu keterampilan interpersonal, mental untuk sukses, terbuka untuk berubah,
kreativitas, terampil berkomunikasi, inisiatif, serta kemampuan dalam merencanakan dan
mengorganisir kegiatan yang menjadi tugasnya. Faktor-faktor tersebut memang tidak langsung
berhubungan dengan pekerjaan, namun memiliki bobot pengaruh yang sama.
Menurut teori situasi kerja Stoner, J.A.F dan R.E. Freeman (1994), situasi kerja yang dapat
mempengaruhi motivasi kerja adalah:
a. Kebijakan perusahaan, seperti skala upah dan tunjangan pegawai (cuff, pensiun dan tunjangan-
tunjangan), umumnya mempunyai dampak kecil terhadap prestasi individu. Namun kebijaksanaan
ini benar-benar mempengaruhi keinginan karyawan untuk tetap bergabung dengan atau
meninggalkan organisasi yang bersangkutan dan kemampuan organisasi untuk menarik karyawan
baru.
b. Sistem balas jasa atau sistem imbalan, kenaikan gaji, bonus, dan promosi dapat menjadi
motivator yang kuat bagi prestasi seseorang jika dikelola secara efektif. Upah harus dikaitkan
dengan peningkatan prestasi sehingga jelas mengapa upah tersebut diberikan, dan upah harus
dilihat sebagai sesuatu yang adil oleh orang-orang lain dalam kelompok kerja, sehingga mereka
tidak akan merasa dengki dan membalas dendam dengan menurunkan prestasi kerja mereka.
c. Kultur organisasi, meliputi norma, nilai, dan keyakinan bersama anggotanya meningkatkan atau
menurunkan prestasi individu. Kultur yang membantu pengembangan rasa hormat kepada
karyawan, yang melibatkan mereka dalam proses pengambilan keputusan dan yang memberi
mereka otonomi dalam merencanakan dan melaksanakan tugas mendorong prestasi yang lebih
baik dari pada kultur yang dingin, acuh tak acuh, dan sangat ketat.
Berdasarkan uraian di atas, dapat terlihat bahwa secara garis besar faktor-faktor yang
mempengaruhi motivasi kerja sangat bervariasi. Namun secara umum faktor-faktor tersebut dapat
dikelompokan menjadi faktor eksternal dan faktor internal. Faktor internal adalah faktor-faktor
yang dapat mempengaruhi motivasi kerja, yang datangnya dari dalam diri seseorang. Sedangkan
faktor eksternal adalah faktor-faktor yang dapat mempengaruhi motivasi kerja yang bersumber
dari lingkungan kerja perusahaan.
2.1 KERANGKA PEMIKIRAN
2.2.1 Deskripsi dan Bagan
Sumberdaya manusia adalah sebagai faktor unik yang dicirikan oleh sifatnya yang aktif,
responsif, emosi, dan kritis tehadap setiap fenomena yang dihadapi. Termasuk dalam batasan
sumberdaya manusia antara lain tingkat pengetahuan, pendidikan, pengalaman, keterampilan,
kesehatan, dan etos kerja (Mangkuprawira, 2003). Karena itu tidak menutup kemungkinan adanya
perbedaan kepentingan tujuan karyawan dan kepentingan tujuan perusahaan
Dalam upaya mencapai tujuan yang telah ditetapkan oleh perusahaan diperlukan
sumberdaya manusia yang berkualitas. Sumberdaya manusia yang berkualitas adalah manusia
yang memiliki pengetahuan dan keterampilan yang sesuai dengan pekerjaannya sebagai pelaksana
aktivitas perusahaan, memiliki energi, dan bakat serta profesionalitas yang tinggi. Oleh sebab itu
sebuah perusahaan perlu mengetahui seberapa besar keinginan karyawan untuk bekerja dengan
giat guna memenuhi kebutuhannya. Hal ini ditentukan oleh motivasi kerja yang dimiliki masing-
masing karyawan dan lingkungan atau iklim perusahaan, sehingga perusahaan dapat mengambil
keputusan yang bijaksana dalam memenuhi keinginan dan kebutuhan karyawan secara umum dan
tidak merugikan perusahaan.
Melihat pada konteks di atas, maka penulisan ini akan melihat faktor-faktor apa saja yang
dapat mempengaruhi motivasi kerja karyawan serta prestasi kerja karyawan. Pada Gambar. 2
disajikan bagan kerangka berpikir yang berkaitan dengan variabel-variabel.