Anda di halaman 1dari 16

PERILAKU KERJA DAN MOTIVASI KERJA

A. Perilaku Karyawan

Perilaku karyawan adalah suatu bentuk tindakan yang dilakukan oleh anggota organisasi yang
dapat secara langsung maupun tidak langsung memengaruhi efektifitas kerja suatu organisasi.
Antara satu individu dengan individu yang lainnya memiliki sifat yang berbeda. Ada individu
yang cekatan dalam melaksanakan tugasnya, ada individu yang pintar, tetapi susah berorganisasi,
dan mungkin ada juga individu yang suka membuat alasan agar dapat membolos kerja. Karena
perilaku tiap individu tidak sama, manajer sumber daya manusia harus benar-benar memahami
perilaku masimg-masing karyawannya.
Seorang manajer harus mampu memahami para karyawannya. Pemahaman ini penting karena
berpengaruh terhadap kinerja perusahaan. Untuk memahami kondisi karyawannya, seorang
manajer dapat melihatnya melalui perilaku karyawannya di kantor. Ada tiga bentuk perilaku
karyawan, yaitu perilaku kinerja, perilaku kewargaan organisasi, dan perilaku kontraproduktif.
Tiap manusia memili karakteristik yang berbeda antara satu dengan yang lainnya. Seperi yang
sudah dibahas di atas, ada karyawan yang memilki kinerja yang baik, tetapi merupakan sosok
yang acuh tak acuh. Di sisi lain, ada pula karyawan yang memiliki kinerja yang buruk, tetapi
merupakan sosok yang hangat dan ramah. Itulah sebabnya mengapa manusia itu unik. Keunikan
ini merupakan gambaran dari dua karakteristik dasar manusia, yaitu kepribadian dan sikap dalam
bekerja. Kepribadian adalah serangkaian atribut psikologis yang relative stabil yang
membedakan orang yang satu dengan orang yang lain. Sedangkan sikap adalah pernyataan
terhadap evaluatif terhadap objek, orang atau peristiwa. Ada tiga sikap keja utama yang perlu
diperhatikan, yaitu:
a. Kepuasan Kerja
Kepuasan kerja adalah perasaan positif tentang pekerjaan seseorang yang merupakan hasil dari
evaluasi karakteristik-karakteristiknya.
b. Keterlibatan Pekerjaan
Keteribatan pekerjaan adalah tingkat dimana seseorang memihak sebuah pekejaan,
berpatisipasi secara aktif di dalamnya, dan menganggap kinerja sebagai bentuk penghargaan
diri.
c. Komitmen Organisasional
Komitmen organisasional adalah tingkat dimana seseorang memihak sebuah organisasi dan
berkeinginan untuk mempertahankan keanggotaannya dalam organisasi tersebut.

Motivasi adalah proses yang menjelaskan intensitas, arah, dan ketekunan seorang individu untuk
mencapai tujuannya Tiga elemen utama dalam definisi ini adalah intensitas, arah, dan ketekunan.
Berdasarkan teori hierarki kebutuhan Abraham Maslow, teori X dan Y Douglas McGregor maupun
teori motivasi kontemporer, arti motivasi adalah alasan yang mendasari sebuah perbuatan yang
dilakukan oleh seorang individu. Seseorang dikatakan memiliki motivasi tinggi dapat diartikan
orang tersebut memiliki alasan yang sangat kuat untuk mencapai apa yang diinginkannya dengan
mengerjakan pekerjaannya yang sekarang. Berbeda dengan motivasi dalam pengertian yang
berkembang di masyarakat yang seringkali disamakan dengan semangat, seperti contoh dalam
percakapan "saya ingin anak saya memiliki motivasi yang tinggi". Statemen ini bisa diartikan
orang tua tersebut menginginkan anaknya memiliki semangat belajar yang tinggi. Maka, perlu
dipahami bahwa ada perbedaan penggunaan istilah motivasi di masyarakat. Ada yang mengartikan
motivasi sebagai sebuah alasan, dan ada juga yang mengartikan motivasi sama dengan semangat.

Dalam hubungan antara motivasi dan intensitas, intensitas terkait dengan seberapa giat seseorang
berusaha, tetapi intensitas tinggi tidak menghasilkan prestasi kerja yang memuaskan kecuali upaya
tersebut dikaitkan dengan arah yang menguntungkan organisasi.Sebaliknya elemen yang terakhir,
ketekunan, merupakan ukuran mengenai berapa lama seseorang dapat mempertahankan usahanya.

Sejarah Teori Motivasi

Tahun 1950an merupakan periode perkembangan konsep-konsep motivasi.Teori-teori yang


berkembang pada masa ini adalah hierarki teori kebutuhan, teori X dan Y, dan teori dua
faktor. Teori-teori kuno dikenal karena merupakan dasar berkembangnya teori yang ada hingga
saat ini yang digunakan oleh manajer pelaksana di organisasi-organisasi di dunia dalam
menjelaskan motivasi karyawan.

Pengertian Manajemen Sumber Daya Manusia


Mangkuprawira (2003) mendefinisikan sumber daya manusia sebagai unsur produksi
yang unik dibanding dengan unsur produksi lainnya. Dikatakan unik karena memiliki unsur
kepribadian yang aktif, memiliki emosi, responsif, dan kritis terhadap setiap fenomena yang
dihadapinya. Dengan demikian memanfaatkan manusia sebagai unsur produksi tidak dapat
didekati dari pendekatan mekanis. Manusia tidak dapat dipandang sebagai makhluk yang pasrah
dan akan menerima segala sesuatu tindakan yang dikenakan padanya.
Dessler (1997) menyatakan bahwa manajemen sumber daya manusia merupakan
serangkaian kebijakan dan praktik yang dibutuhkan seseorang untuk menjalankan aspek “orang”
atau sumber daya manusia dari posisi seorang manajemen, meliputi perekrutan, penyaringan,
pelatihan, pengimbalan, dan penilaian. Sedangkan Stoner, J.A.F dan R.E. Freeman (1994)
menyatakan bahwa manajemen sumber daya manusia mencakup tujuh kegiatan dasar yaitu
perencanaan sumber daya manusia, rekrutmen, seleksi, sosialisasi, pelatihan serta pengembangan,
penilaian prestasi, promosi, pemindahan, demosi, dan pemutusan hubungan kerja (PHK).
Manajemen sumber daya manusia merupakan suatu ilmu yang mengatur hubungan dan
peranan tenaga kerja agar efektif dan membantu terwujudnya tujuan perusahaan, karyawan, dan
masyarakat (Hasibuan, 2001). Flippo (1994) mendefinisikan manajemen sumber daya manusia
adalah perencanaan, pengorganisasian, pengarahan serta pengendalian dari pengadaan,
pengembangan, pemberian kompensasi, integrasi, dan pemeliharaan tenaga kerja untuk tujuan
membantu atau menunjang tujuan orang, individu, dan sosial.
Berdasarkan beberapa pendapat ahli diatas pada prinsipnya memiliki perumusan yang
sama terhadap pengertian manajemen sumber daya manusia. Manajemen sumber daya manusia
adalah suatu penerapan fungsi-fungsi manajemen yaitu fungsi-fungsi perencanaan,
pengorganisasian, penentuan staf serta kepemimpinan, dan pengendalian. Sedangkan rumusan
yang menekankan bahwa manajemen sumber daya manusia merupakan suatu seni, disamping
sebagai ilmu, mengandung arti bahwa dalam mencapai tujuan yang diinginkan (organisasi),
seorang pimpinan atau manajer amat tergantung pada kemampuannya untuk mempengaruhi
orang-orang yang ada dibawahnya oleh sebab itu, sering dikatakan bahwa manajemen adalah
seni mempengaruhi orang lain (bawahan).
2.1.2 Prestasi Kerja Karyawan
Prestasi kerja adalah hasil pelaksanaan suatu pekerjaan, baik bersifat fisik/material maupun
non fisik/non material yang dalam melaksanakan tugasnya berdasarkan deskripsi pekerjaan perlu
dinilai hasilnya setelah tenggang waktu tertentu (Nawawi, 2005).
Menurut Hasibuan (2001) prestasi kerja adalah suatu hasil kerja yag dicapai seseorang
dalam melaksanakan tugas-tugas yang dibedakan kepadanya yang didasarkan atas kecakapan,
pengalaman, dan kesungguhan serta waktu.
Hasibuan juga menerangkan bahwa prestasi kerja merupakan gabungan dari tiga
faktor penting, yaitu kemampuan dan minat seorang pekerja, kemampuan dan penerimaan
atas penjelasan delegasi tugas, serta peran dan tingkat motivasi seorang pekerja. Semakin
tinggi ketiga faktor tersebut, maka akan semakin besar prestasi kerja karyawan yang bersangkutan.
Bernardin dan Russel diacu dalam Ruky (2006) mendefinisikan prestasi sebagai suatu
catatan tentang hasil-hasil yang diperoleh dari fungsi-fungsi pekerjaan tertentu selama kurun
waktu tertentu.
Suprihanto (2006) mengatakan bahwa pada dasarnya prestasi kerja adalah hasil kerja
seseorang dalam periode tertentu dibandingkan dengan berbagai kemungkinan misalnya standar,
target/sasaran atau kriteria yang telah ditentukan terlebih dahulu dan telah disepakati bersama.
2.1.3 Penilaian Prestasi Kerja Karyawan
Pencapaian tujuan organisasi dilakukan oleh seluruh anggota dengan melaksanakan tugas yang
sudah ditentukan sebelumnya berdasarkan beban dan volume kerja yang dikelola oleh suatu
manajemen. Dalam melaksanakan tugasnya, setiap anggota yang berfungsi sebagai bawahan perlu
dinilai hasilnya setelah tenggang waktu tertentu melalui suatu program (Istijanto, 2006).
Program/rangkaian usaha ini dapat dikatakan sebagai penilaian terhadap prestasi kerja karyawan.
Sementara Bernadin diacu dalam Ruky (2006) menyatakan bahwa penilaian prestasi merupakan
catatan tentang hasil-hasil yang diperoleh dari fungsi-fungsi pekerjaan tertentu atau kegiatan
tertentu selama kurun waktu tertentu.
Menurut Nawawi (2005), pada hakekatnya penilaian prestasi kerja karyawan yang merupakan
kegiatan manajemen SDM adalah suatu proses pengamatan (observasi) terhadap pelaksanaan
pekerjaan oleh seorang pekerja yang memiliki hak-hak asasi yang dilindungi. Menurut Hasibuan
(2001) penilaian prestasi kerja adalah menilai rasio hasil kerja nyata dengan standar kualitas
maupun kuantitas yang dihasilkan setiap karyawan, menetapkan kebijaksanaan mengenai promosi
atau balas jasanya.
Istijanto (2006) menjabarkan bahwa indikator/tolak ukur/kriteria bawahan dalam melaksanakan
pekerjaan terdiri atas beberapa aspek yaitu kualitas kerja, tanggung jawab terhadap pekerjaan,
kerja sama dengan rekan kerja, orientasi terhadap pelanggan dan inisiatif karyawan.
Pada giliran berikutnya, hasil dari penilaian/pengukuran prestasi kerja karyawan dapat dijadikan
informasi yang berharga bagi para manajer, misalnya dapat melihat apakah pekerja mengerjakan
tugas yang sudah menjadi tanggung jawabnya, memberikan gambaran tentang kekurangan dan
kelebihan pekerja dalam melaksanakan tugasnya, mengetahui keefektifan dan keefisienan
kontribusi pekerja terhadap organisasi, dapat dikaitkan dengan pengambilan keputusan dan
kebijakan manajer, dan dapat dipergunakan untuk berbagai tujuan organisasi/ perusahaan seperti
pengembangan karir (promosi atau pemindahan), suksesi dan kaderisasi, penyusunan program
pengembangan dan pelatihan karyawan, penetapan gaji/upah dan kompensasi tidak langsung,
review strategi bisnis dan lain-lain (Nawawi, 2005).
Menurut Hasibuan (2001), penetapan penilai yang berkualitas harus berdasarkan syarat-
syarat berikut:
1. Jujur, adil, objektif mengetahui pengetahuan yang mendalam tentang unsur-unsur yang akan dinilai
agar penilaiannya sesuai dengan realitas/fakta yang ada.
2. Hendaknya mendasarkan penilaian atas dasar benar/salah, baik/buruk terhadap unsur-unsur yang
dinilai sehingga hasil penilaiannya jujur, adil, dan objektif.
3. Harus mengetahui secara jelas uraian pekerjaan dari setiap karyawan yang akan dinilai agar hasil
penilaiannya dapat dipertangunggjawabkan.
4. Harus mempunyai wewenang formal agar penilai dapat melaksanakan tugas dengan baik.
2.1.4 Teori Motivasi
Kata motivasi (motivation) kata dasarnya adalah motif (motive) yang berarti dorongan,
sebab atau alasan seseorang melakukan sesuatu. Dengan demikian motivasi berarti suatu kondisi
yang mendorong atau menjadi sebab seseorang melakukan suatu perbuatan/kegiatan, yang
berlangsung secara sadar.
Sehubungan dengan uraian di atas, dapat dibedakan dua bentuk motivasi kerja. Kedua
bentuk tersebut adalah sebagai berikut:
1) Motivasi Intrinsik adalah pendorong kerja yang bersumber dari dalam diri pekerja sebagai individu,
berupa kesadaran mengenai pentingnya atau manfaat/makna pekerjaan yang dilaksankannya.
2) Motivasi Ekstrensik adalah pendorong kerja yang bersumber dari luar diri pekerja sebagai individu,
berupa suatu kondisi yang mengharuskannya melaksanakan pekerjaan secara maksimal. Misalnya
berdedikasi tinggi dalam bekerja karena upah/gaji yang tinggi, jabatan/posisi yang terhormat atau
memiliki kekuasaan yang besar, pujian, hukuman dan lain-lain.
Lingkungan suatu organisasi/perusahaan terlihat kecenderungan penggunaan motivasi
ekstrinsik lebih dominan daripada motivasi intrinsik. Kondisi itu terutama disebabkan tidak mudah
untuk menumbuhkan kesadaran dari dalam diri pekerja, sementara kondisi kerja di sekitarnya lebih
banyak menggiringnya pada mendapatkan kepuasan kerja yang hanya dapat dipenuhi dari luar
dirinya.
Manusia merupakan makhluk yang keinginannya tidak terbatas atau tanpa henti, alat
motivasinya adalah kepuasan yang belum terpenuhi serta kebutuhannya berjenjang, artinya jika
kebutuhan yang pertama terpenuhi maka kebutuhan tingkat kedua akan menjadi yang pertama, dan
berlaku seperti itu. Semakin tinggi kedudukan seseorang dalam masyarakat dan organisasi maka
akan semakin tinggi faktor yang dirasakan menjadi kebutuhan orang tersebut.
2.1.4.1 Teori Maslow
Adapun hierarki kebutuhan menurut Maslow adalah sebagai berikut (Hasibuan, 2001):

motivasi kerja

Motivasi adalah proses yang menjelaskan intensitas, arah, dan ketekunan seorang individu untuk
mencapai tujuannya Tiga elemen utama dalam definisi ini adalah intensitas, arah, dan ketekunan.
Berdasarkan teori hierarki kebutuhan Abraham Maslow, teori X dan Y Douglas McGregor maupun
teori motivasi kontemporer, arti motivasi adalah alasan yang mendasari sebuah perbuatan yang
dilakukan oleh seorang individu. Seseorang dikatakan memiliki motivasi tinggi dapat diartikan
orang tersebut memiliki alasan yang sangat kuat untuk mencapai apa yang diinginkannya dengan
mengerjakan pekerjaannya yang sekarang. Berbeda dengan motivasi dalam pengertian yang
berkembang di masyarakat yang seringkali disamakan dengan semangat, seperti contoh dalam
percakapan "saya ingin anak saya memiliki motivasi yang tinggi". Statemen ini bisa diartikan
orang tua tersebut menginginkan anaknya memiliki semangat belajar yang tinggi. Maka, perlu
dipahami bahwa ada perbedaan penggunaan istilah motivasi di masyarakat. Ada yang mengartikan
motivasi sebagai sebuah alasan, dan ada juga yang mengartikan motivasi sama dengan semangat.

Dalam hubungan antara motivasi dan intensitas, intensitas terkait dengan seberapa giat seseorang
berusaha, tetapi intensitas tinggi tidak menghasilkan prestasi kerja yang memuaskan kecuali upaya
tersebut dikaitkan dengan arah yang menguntungkan organisasi.Sebaliknya elemen yang terakhir,
ketekunan, merupakan ukuran mengenai berapa lama seseorang dapat mempertahankan usahanya.
Sejarah Teori Motivasi

Tahun 1950an merupakan periode perkembangan konsep-konsep motivasi.Teori-teori yang


berkembang pada masa ini adalah hierarki teori kebutuhan, teori X dan Y, dan teori dua
faktor. Teori-teori kuno dikenal karena merupakan dasar berkembangnya teori yang ada hingga
saat ini yang digunakan oleh manajer pelaksana di organisasi-organisasi di dunia dalam
menjelaskan motivasi karyawan.
Pengertian Manajemen Sumber Daya Manusia
Mangkuprawira (2003) mendefinisikan sumber daya manusia sebagai unsur produksi
yang unik dibanding dengan unsur produksi lainnya. Dikatakan unik karena memiliki unsur
kepribadian yang aktif, memiliki emosi, responsif, dan kritis terhadap setiap fenomena yang
dihadapinya. Dengan demikian memanfaatkan manusia sebagai unsur produksi tidak dapat
didekati dari pendekatan mekanis. Manusia tidak dapat dipandang sebagai makhluk yang pasrah
dan akan menerima segala sesuatu tindakan yang dikenakan padanya.
Dessler (1997) menyatakan bahwa manajemen sumber daya manusia merupakan
serangkaian kebijakan dan praktik yang dibutuhkan seseorang untuk menjalankan aspek “orang”
atau sumber daya manusia dari posisi seorang manajemen, meliputi perekrutan, penyaringan,
pelatihan, pengimbalan, dan penilaian. Sedangkan Stoner, J.A.F dan R.E. Freeman (1994)
menyatakan bahwa manajemen sumber daya manusia mencakup tujuh kegiatan dasar yaitu
perencanaan sumber daya manusia, rekrutmen, seleksi, sosialisasi, pelatihan serta pengembangan,
penilaian prestasi, promosi, pemindahan, demosi, dan pemutusan hubungan kerja (PHK).
Manajemen sumber daya manusia merupakan suatu ilmu yang mengatur hubungan dan
peranan tenaga kerja agar efektif dan membantu terwujudnya tujuan perusahaan, karyawan, dan
masyarakat (Hasibuan, 2001). Flippo (1994) mendefinisikan manajemen sumber daya manusia
adalah perencanaan, pengorganisasian, pengarahan serta pengendalian dari pengadaan,
pengembangan, pemberian kompensasi, integrasi, dan pemeliharaan tenaga kerja untuk tujuan
membantu atau menunjang tujuan orang, individu, dan sosial.
Berdasarkan beberapa pendapat ahli diatas pada prinsipnya memiliki perumusan yang
sama terhadap pengertian manajemen sumber daya manusia. Manajemen sumber daya manusia
adalah suatu penerapan fungsi-fungsi manajemen yaitu fungsi-fungsi perencanaan,
pengorganisasian, penentuan staf serta kepemimpinan, dan pengendalian. Sedangkan rumusan
yang menekankan bahwa manajemen sumber daya manusia merupakan suatu seni, disamping
sebagai ilmu, mengandung arti bahwa dalam mencapai tujuan yang diinginkan (organisasi),
seorang pimpinan atau manajer amat tergantung pada kemampuannya untuk mempengaruhi
orang-orang yang ada dibawahnya oleh sebab itu, sering dikatakan bahwa manajemen adalah
seni mempengaruhi orang lain (bawahan).
2.1.2 Prestasi Kerja Karyawan
Prestasi kerja adalah hasil pelaksanaan suatu pekerjaan, baik bersifat fisik/material maupun
non fisik/non material yang dalam melaksanakan tugasnya berdasarkan deskripsi pekerjaan perlu
dinilai hasilnya setelah tenggang waktu tertentu (Nawawi, 2005).
Menurut Hasibuan (2001) prestasi kerja adalah suatu hasil kerja yag dicapai seseorang
dalam melaksanakan tugas-tugas yang dibedakan kepadanya yang didasarkan atas kecakapan,
pengalaman, dan kesungguhan serta waktu.
Hasibuan juga menerangkan bahwa prestasi kerja merupakan gabungan dari tiga faktor
penting, yaitu kemampuan dan minat seorang pekerja, kemampuan dan penerimaan atas penjelasan
delegasi tugas, serta peran dan tingkat motivasi seorang pekerja. Semakin tinggi ketiga faktor
tersebut, maka akan semakin besar prestasi kerja karyawan yang bersangkutan.
Bernardin dan Russel diacu dalam Ruky (2006) mendefinisikan prestasi sebagai suatu
catatan tentang hasil-hasil yang diperoleh dari fungsi-fungsi pekerjaan tertentu selama kurun
waktu tertentu.
Suprihanto (2006) mengatakan bahwa pada dasarnya prestasi kerja adalah hasil kerja
seseorang dalam periode tertentu dibandingkan dengan berbagai kemungkinan misalnya standar,
target/sasaran atau kriteria yang telah ditentukan terlebih dahulu dan telah disepakati bersama.
2.1.3 Penilaian Prestasi Kerja Karyawan
Pencapaian tujuan organisasi dilakukan oleh seluruh anggota dengan melaksanakan tugas yang
sudah ditentukan sebelumnya berdasarkan beban dan volume kerja yang dikelola oleh suatu
manajemen. Dalam melaksanakan tugasnya, setiap anggota yang berfungsi sebagai bawahan perlu
dinilai hasilnya setelah tenggang waktu tertentu melalui suatu program (Istijanto, 2006).
Program/rangkaian usaha ini dapat dikatakan sebagai penilaian terhadap prestasi kerja karyawan.
Sementara Bernadin diacu dalam Ruky (2006) menyatakan bahwa penilaian prestasi merupakan
catatan tentang hasil-hasil yang diperoleh dari fungsi-fungsi pekerjaan tertentu atau kegiatan
tertentu selama kurun waktu tertentu.
Menurut Nawawi (2005), pada hakekatnya penilaian prestasi kerja karyawan yang merupakan
kegiatan manajemen SDM adalah suatu proses pengamatan (observasi) terhadap pelaksanaan
pekerjaan oleh seorang pekerja yang memiliki hak-hak asasi yang dilindungi. Menurut Hasibuan
(2001) penilaian prestasi kerja adalah menilai rasio hasil kerja nyata dengan standar kualitas
maupun kuantitas yang dihasilkan setiap karyawan, menetapkan kebijaksanaan mengenai promosi
atau balas jasanya.
Istijanto (2006) menjabarkan bahwa indikator/tolak ukur/kriteria bawahan dalam melaksanakan
pekerjaan terdiri atas beberapa aspek yaitu kualitas kerja, tanggung jawab terhadap pekerjaan,
kerja sama dengan rekan kerja, orientasi terhadap pelanggan dan inisiatif karyawan.
Pada giliran berikutnya, hasil dari penilaian/pengukuran prestasi kerja karyawan dapat dijadikan
informasi yang berharga bagi para manajer, misalnya dapat melihat apakah pekerja mengerjakan
tugas yang sudah menjadi tanggung jawabnya, memberikan gambaran tentang kekurangan dan
kelebihan pekerja dalam melaksanakan tugasnya, mengetahui keefektifan dan keefisienan
kontribusi pekerja terhadap organisasi, dapat dikaitkan dengan pengambilan keputusan dan
kebijakan manajer, dan dapat dipergunakan untuk berbagai tujuan organisasi/ perusahaan seperti
pengembangan karir (promosi atau pemindahan), suksesi dan kaderisasi, penyusunan program
pengembangan dan pelatihan karyawan, penetapan gaji/upah dan kompensasi tidak langsung,
review strategi bisnis dan lain-lain (Nawawi, 2005).
Menurut Hasibuan (2001), penetapan penilai yang berkualitas harus berdasarkan syarat-
syarat berikut:
1. Jujur, adil, objektif mengetahui pengetahuan yang mendalam tentang unsur-unsur yang akan dinilai
agar penilaiannya sesuai dengan realitas/fakta yang ada.
2. Hendaknya mendasarkan penilaian atas dasar benar/salah, baik/buruk terhadap unsur-unsur yang
dinilai sehingga hasil penilaiannya jujur, adil, dan objektif.
3. Harus mengetahui secara jelas uraian pekerjaan dari setiap karyawan yang akan dinilai agar hasil
penilaiannya dapat dipertangunggjawabkan.
4. Harus mempunyai wewenang formal agar penilai dapat melaksanakan tugas dengan baik.
2.1.4 Teori Motivasi
Kata motivasi (motivation) kata dasarnya adalah motif (motive) yang berarti dorongan,
sebab atau alasan seseorang melakukan sesuatu. Dengan demikian motivasi berarti suatu kondisi
yang mendorong atau menjadi sebab seseorang melakukan suatu perbuatan/kegiatan, yang
berlangsung secara sadar.
Sehubungan dengan uraian di atas, dapat dibedakan dua bentuk motivasi kerja. Kedua
bentuk tersebut adalah sebagai berikut:
1) Motivasi Intrinsik adalah pendorong kerja yang bersumber dari dalam diri pekerja sebagai individu,
berupa kesadaran mengenai pentingnya atau manfaat/makna pekerjaan yang dilaksankannya.
2) Motivasi Ekstrensik adalah pendorong kerja yang bersumber dari luar diri pekerja sebagai individu,
berupa suatu kondisi yang mengharuskannya melaksanakan pekerjaan secara maksimal. Misalnya
berdedikasi tinggi dalam bekerja karena upah/gaji yang tinggi, jabatan/posisi yang terhormat atau
memiliki kekuasaan yang besar, pujian, hukuman dan lain-lain.
Lingkungan suatu organisasi/perusahaan terlihat kecenderungan penggunaan motivasi
ekstrinsik lebih dominan daripada motivasi intrinsik. Kondisi itu terutama disebabkan tidak mudah
untuk menumbuhkan kesadaran dari dalam diri pekerja, sementara kondisi kerja di sekitarnya lebih
banyak menggiringnya pada mendapatkan kepuasan kerja yang hanya dapat dipenuhi dari luar
dirinya.
Manusia merupakan makhluk yang keinginannya tidak terbatas atau tanpa henti, alat
motivasinya adalah kepuasan yang belum terpenuhi serta kebutuhannya berjenjang, artinya jika
kebutuhan yang pertama terpenuhi maka kebutuhan tingkat kedua akan menjadi yang pertama, dan
berlaku seperti itu. Semakin tinggi kedudukan seseorang dalam masyarakat dan organisasi maka
akan semakin tinggi faktor yang dirasakan menjadi kebutuhan orang tersebut.
2.1.4.1 Teori Maslow
Kebutuhan-kebutuhan yang disebut pertama (fisiologis) dan kedua (keamanan) kadang-
kadang diklasifikasikan dengan cara lain, misalnya dengan menggolongkannya sebagai kebutuhan
primer, sedangkan yang lainnya dikenal pula dengan klasifikasi kebutuhan sekunder. Terlepas dari
cara membuat klasifikasi kebutuhan manusia itu, yang jelas adalah bahwa sifat, jenis dan intensitas
kebutuhan manusia berbeda satu orang dengan yang lainnya karena manusia merupakan individu
yang unik. Kebutuhan manusia itu tidak hanya bersifat materi, akan tetapi bersifat pskologikal,
mental, intelektual dan bahkan juga spiritual.
2.1.4.2 Teori Herzberg
Herzberg dikutip oleh Umar (1999) mengemukakan teori dua faktor atau sering disebut
sebagai Herzberg two factor motivation theory. Menurutnya pekerja dalam melaksanakan
pekerjaannya dipengaruhi dua faktor utama yang merupakan kebutuhan, yaitu:
1) Maintenance Factor (faktor pemeliharaan atau faktor higinis)
Menurut teori ini terdapat serangkaian kondisi ekstrinsik yaitu keadaan pekerjaan yang
menyebabkan rasa tidak puas di antara karyawan. Kondisi ini adalah faktor yang membuat orang
tidak puas, disebut juga higiene factor, karena faktor tersebut diperlukan untuk mempertahankan
tingkat yang paling rendah, yaitu tingkat tidak ada kepastian. Faktor ini berhubungan dengan
hakikat pekerja yang ingin memperoleh kebutuhan (ketentraman) badaniah. Kebutuhan ini akan
berlangsung terus menerus, karena kebutuhan ini akan kembali pada titik nol setelah dipenuhi.
Faktor pemeliharaan ini meliputi balas jasa (gaji dan upah), kondisi kerja, kebijakan serta
administrasi perusahaan, kepastian pekerjaan, hubungan antar pribadi (atasan dan bawahan),
kualitas supervisi, kestabilan kerja, dan kehidupan pribadi.
2) Motivation Factor (faktor motivasi)
Merupakan faktor motivasi yang menyangkut kebutuhan psikologis yang berhubungan dengan
penghargaan terhadap pribadi yang secara langsung berkaitan dengan pekerjaan. Kebutuhan ini
meliputi serangkaian kondisi intrinsik, kepuasan kerja yang diperoleh dalam pekerjaan akan
mendorong motivasi yang kuat, yang dapat menghasilkan prestasi kerja yang baik. Faktor-faktor
tersebut meliputi prestasi, pengakuan, pekerjaan itu sendiri, tanggung jawab, kemajuan,
pengembangan potensi individu, ruangan yang nyaman, dan penempatan kerja yang sesuai.
2.1.5 Pengertian Motivasi Kerja
Menurut Winardi (2001) motivasi adalah suatu kekuatan potensial yang ada dalam diri
seorang manusia, yang dapat dikembangkannya sendiri atau dikembangkan oleh sejumlah
kekuatan luar yang ada, intinya berkisar sekitar imbalan materi dan imbalan non materi, yang dapat
mempengaruhi hasil kinerjanya secara positif atau secara negatif, dimana tergantung pada situasi
dan kondisi yang dihadapi orang yang bersangkutan. Suatu dorongan jiwa yang membuat
seseorang tergerak untuk melakukan tindakan yang produktif, baik yang berorientasi kerja untuk
menghasilkan uang maupun yang tidak disebut motivasi kerja motivasi kerja yang dimiliki seorang
pekerja berbeda-beda tentunya, dan juga berubah-ubah.
Hasibuan (2001) mengungkapkan bahwa motivasi mempersoalkan bagaimana caranya
mengarahkan daya dan potensi agar mau bekerjasama secara produktif untuk mencapai dan
mewujudkan tujuan yang telah ditentukan, mau bekerja dan antusias mencapai hasil yang optimal.
Sedangkan Manullang (2000) mendefinisikan motivasi sebagai pekerjaan yang dilakukan oleh
seorang manajer memberikan inspirasi, semangat, dan dorongan kepada orang lain. Dalam hal ini
karyawan untuk mengambil tindakan-tindakan. Pemberian dorongan ini bertujuan untuk
menggiatkan karyawan agar mereka bersemangat dan dapat mencapai hasil sebagaimana
dikehendaki oleh orang tersebut.
2.1.6 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Motivasi Kerja
Gellerman dikutip oleh Martharia (1999) menyatakan bahwa faktor-faktor motivasi kerja
yang paling kuat adalah terpenuhinya kebutuhan dasar untuk mempertahankan hidup yaitu makan,
minum, tempat tinggal, dan sejenisnya. Kemudian kebutuhannya meningkat yaitu keinginan
mendapatkan keamanan hidup. Dalam taraf yang lebih maju, bila rasa aman telah terpenuhi mereka
mendambakan barang mewah, status, dan kemudian prestasi.
Untuk meningkatkan kinerja pegawai, organisasi perlu melakukan perbaikan kinerja. Dalam hal
ini, menurut Furtwengler (2003) terdapat sejumlah faktor yang perlu diperhatian oleh suatu
organisasi di dalam melakukan perbaikan kinerja, yaitu faktor kecepatan, kualitas, layanan, dan
nilai. Selain keempat faktor tersebut, juga terdapat faktor lainnya yang turut mempengaruhi kinerja
pegawai, yaitu keterampilan interpersonal, mental untuk sukses, terbuka untuk berubah,
kreativitas, terampil berkomunikasi, inisiatif, serta kemampuan dalam merencanakan dan
mengorganisir kegiatan yang menjadi tugasnya. Faktor-faktor tersebut memang tidak langsung
berhubungan dengan pekerjaan, namun memiliki bobot pengaruh yang sama.
Menurut teori situasi kerja Stoner, J.A.F dan R.E. Freeman (1994), situasi kerja yang dapat
mempengaruhi motivasi kerja adalah:
a. Kebijakan perusahaan, seperti skala upah dan tunjangan pegawai (cuff, pensiun dan tunjangan-
tunjangan), umumnya mempunyai dampak kecil terhadap prestasi individu. Namun kebijaksanaan
ini benar-benar mempengaruhi keinginan karyawan untuk tetap bergabung dengan atau
meninggalkan organisasi yang bersangkutan dan kemampuan organisasi untuk menarik karyawan
baru.
b. Sistem balas jasa atau sistem imbalan, kenaikan gaji, bonus, dan promosi dapat menjadi
motivator yang kuat bagi prestasi seseorang jika dikelola secara efektif. Upah harus dikaitkan
dengan peningkatan prestasi sehingga jelas mengapa upah tersebut diberikan, dan upah harus
dilihat sebagai sesuatu yang adil oleh orang-orang lain dalam kelompok kerja, sehingga mereka
tidak akan merasa dengki dan membalas dendam dengan menurunkan prestasi kerja mereka.
c. Kultur organisasi, meliputi norma, nilai, dan keyakinan bersama anggotanya meningkatkan atau
menurunkan prestasi individu. Kultur yang membantu pengembangan rasa hormat kepada
karyawan, yang melibatkan mereka dalam proses pengambilan keputusan dan yang memberi
mereka otonomi dalam merencanakan dan melaksanakan tugas mendorong prestasi yang lebih
baik dari pada kultur yang dingin, acuh tak acuh, dan sangat ketat.
Berdasarkan uraian di atas, dapat terlihat bahwa secara garis besar faktor-faktor yang
mempengaruhi motivasi kerja sangat bervariasi. Namun secara umum faktor-faktor tersebut dapat
dikelompokan menjadi faktor eksternal dan faktor internal. Faktor internal adalah faktor-faktor
yang dapat mempengaruhi motivasi kerja, yang datangnya dari dalam diri seseorang. Sedangkan
faktor eksternal adalah faktor-faktor yang dapat mempengaruhi motivasi kerja yang bersumber
dari lingkungan kerja perusahaan.
2.1 KERANGKA PEMIKIRAN
2.2.1 Deskripsi dan Bagan
Sumberdaya manusia adalah sebagai faktor unik yang dicirikan oleh sifatnya yang aktif,
responsif, emosi, dan kritis tehadap setiap fenomena yang dihadapi. Termasuk dalam batasan
sumberdaya manusia antara lain tingkat pengetahuan, pendidikan, pengalaman, keterampilan,
kesehatan, dan etos kerja (Mangkuprawira, 2003). Karena itu tidak menutup kemungkinan adanya
perbedaan kepentingan tujuan karyawan dan kepentingan tujuan perusahaan
Dalam upaya mencapai tujuan yang telah ditetapkan oleh perusahaan diperlukan
sumberdaya manusia yang berkualitas. Sumberdaya manusia yang berkualitas adalah manusia
yang memiliki pengetahuan dan keterampilan yang sesuai dengan pekerjaannya sebagai pelaksana
aktivitas perusahaan, memiliki energi, dan bakat serta profesionalitas yang tinggi. Oleh sebab itu
sebuah perusahaan perlu mengetahui seberapa besar keinginan karyawan untuk bekerja dengan
giat guna memenuhi kebutuhannya. Hal ini ditentukan oleh motivasi kerja yang dimiliki masing-
masing karyawan dan lingkungan atau iklim perusahaan, sehingga perusahaan dapat mengambil
keputusan yang bijaksana dalam memenuhi keinginan dan kebutuhan karyawan secara umum dan
tidak merugikan perusahaan.
Melihat pada konteks di atas, maka penulisan ini akan melihat faktor-faktor apa saja yang
dapat mempengaruhi motivasi kerja karyawan serta prestasi kerja karyawan. Pada Gambar. 2
disajikan bagan kerangka berpikir yang berkaitan dengan variabel-variabel.

Motivasi dalam diri seorang karyawan timbul karena adanya faktor internal dan
eksternal. Jenis kelamin, umur, tingkat pendidikan, masa kerja, jumlah tanggungan dalam keluarga
termasuk ke dalam faktor internal seorang karyawan dalam perusahaan dalam melakukan
pekerjaan, kemudian motivasi yang timbul dari faktor eksternal seorang karyawan diantaranya
ialah hubungan atasan dan bawahan, hubungan sesama rekan kerja, peraturan dan kebijakan
perusahaan, kondisi kerja, kompensasi, penunjang kesehatan. Motivasi kerja karyawan akan
mempengaruhi prestasi kerja karyawan. Prestasi kerja karyawan ini dapat dinilai dari kualitas
kerja, tanggung jawab terhadap pekerjaan, kerjasama dengan rekan kerja, orientasi terhadap
konsumen, dan inisiatif karyawan.
Kebutuhan-kebutuhan yang disebut pertama (fisiologis) dan kedua (keamanan) kadang-
kadang diklasifikasikan dengan cara lain, misalnya dengan menggolongkannya sebagai kebutuhan
primer, sedangkan yang lainnya dikenal pula dengan klasifikasi kebutuhan sekunder. Terlepas dari
cara membuat klasifikasi kebutuhan manusia itu, yang jelas adalah bahwa sifat, jenis dan intensitas
kebutuhan manusia berbeda satu orang dengan yang lainnya karena manusia merupakan individu
yang unik. Kebutuhan manusia itu tidak hanya bersifat materi, akan tetapi bersifat pskologikal,
mental, intelektual dan bahkan juga spiritual.
2.1.4.2 Teori Herzberg
Herzberg dikutip oleh Umar (1999) mengemukakan teori dua faktor atau sering disebut
sebagai Herzberg two factor motivation theory. Menurutnya pekerja dalam melaksanakan
pekerjaannya dipengaruhi dua faktor utama yang merupakan kebutuhan, yaitu:
1) Maintenance Factor (faktor pemeliharaan atau faktor higinis)
Menurut teori ini terdapat serangkaian kondisi ekstrinsik yaitu keadaan pekerjaan yang
menyebabkan rasa tidak puas di antara karyawan. Kondisi ini adalah faktor yang membuat orang
tidak puas, disebut juga higiene factor, karena faktor tersebut diperlukan untuk mempertahankan
tingkat yang paling rendah, yaitu tingkat tidak ada kepastian. Faktor ini berhubungan dengan
hakikat pekerja yang ingin memperoleh kebutuhan (ketentraman) badaniah. Kebutuhan ini akan
berlangsung terus menerus, karena kebutuhan ini akan kembali pada titik nol setelah dipenuhi.
Faktor pemeliharaan ini meliputi balas jasa (gaji dan upah), kondisi kerja, kebijakan serta
administrasi perusahaan, kepastian pekerjaan, hubungan antar pribadi (atasan dan bawahan),
kualitas supervisi, kestabilan kerja, dan kehidupan pribadi.
2) Motivation Factor (faktor motivasi)
Merupakan faktor motivasi yang menyangkut kebutuhan psikologis yang berhubungan dengan
penghargaan terhadap pribadi yang secara langsung berkaitan dengan pekerjaan. Kebutuhan ini
meliputi serangkaian kondisi intrinsik, kepuasan kerja yang diperoleh dalam pekerjaan akan
mendorong motivasi yang kuat, yang dapat menghasilkan prestasi kerja yang baik. Faktor-faktor
tersebut meliputi prestasi, pengakuan, pekerjaan itu sendiri, tanggung jawab, kemajuan,
pengembangan potensi individu, ruangan yang nyaman, dan penempatan kerja yang sesuai.
2.1.5 Pengertian Motivasi Kerja
Menurut Winardi (2001) motivasi adalah suatu kekuatan potensial yang ada dalam diri
seorang manusia, yang dapat dikembangkannya sendiri atau dikembangkan oleh sejumlah
kekuatan luar yang ada, intinya berkisar sekitar imbalan materi dan imbalan non materi, yang dapat
mempengaruhi hasil kinerjanya secara positif atau secara negatif, dimana tergantung pada situasi
dan kondisi yang dihadapi orang yang bersangkutan. Suatu dorongan jiwa yang membuat
seseorang tergerak untuk melakukan tindakan yang produktif, baik yang berorientasi kerja untuk
menghasilkan uang maupun yang tidak disebut motivasi kerja motivasi kerja yang dimiliki seorang
pekerja berbeda-beda tentunya, dan juga berubah-ubah.
Hasibuan (2001) mengungkapkan bahwa motivasi mempersoalkan bagaimana caranya
mengarahkan daya dan potensi agar mau bekerjasama secara produktif untuk mencapai dan
mewujudkan tujuan yang telah ditentukan, mau bekerja dan antusias mencapai hasil yang optimal.
Sedangkan Manullang (2000) mendefinisikan motivasi sebagai pekerjaan yang dilakukan oleh
seorang manajer memberikan inspirasi, semangat, dan dorongan kepada orang lain. Dalam hal ini
karyawan untuk mengambil tindakan-tindakan. Pemberian dorongan ini bertujuan untuk
menggiatkan karyawan agar mereka bersemangat dan dapat mencapai hasil sebagaimana
dikehendaki oleh orang tersebut.
2.1.6 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Motivasi Kerja
Gellerman dikutip oleh Martharia (1999) menyatakan bahwa faktor-faktor motivasi kerja
yang paling kuat adalah terpenuhinya kebutuhan dasar untuk mempertahankan hidup yaitu makan,
minum, tempat tinggal, dan sejenisnya. Kemudian kebutuhannya meningkat yaitu keinginan
mendapatkan keamanan hidup. Dalam taraf yang lebih maju, bila rasa aman telah terpenuhi mereka
mendambakan barang mewah, status, dan kemudian prestasi.
Untuk meningkatkan kinerja pegawai, organisasi perlu melakukan perbaikan kinerja. Dalam hal
ini, menurut Furtwengler (2003) terdapat sejumlah faktor yang perlu diperhatian oleh suatu
organisasi di dalam melakukan perbaikan kinerja, yaitu faktor kecepatan, kualitas, layanan, dan
nilai. Selain keempat faktor tersebut, juga terdapat faktor lainnya yang turut mempengaruhi kinerja
pegawai, yaitu keterampilan interpersonal, mental untuk sukses, terbuka untuk berubah,
kreativitas, terampil berkomunikasi, inisiatif, serta kemampuan dalam merencanakan dan
mengorganisir kegiatan yang menjadi tugasnya. Faktor-faktor tersebut memang tidak langsung
berhubungan dengan pekerjaan, namun memiliki bobot pengaruh yang sama.
Menurut teori situasi kerja Stoner, J.A.F dan R.E. Freeman (1994), situasi kerja yang dapat
mempengaruhi motivasi kerja adalah:
a. Kebijakan perusahaan, seperti skala upah dan tunjangan pegawai (cuff, pensiun dan tunjangan-
tunjangan), umumnya mempunyai dampak kecil terhadap prestasi individu. Namun kebijaksanaan
ini benar-benar mempengaruhi keinginan karyawan untuk tetap bergabung dengan atau
meninggalkan organisasi yang bersangkutan dan kemampuan organisasi untuk menarik karyawan
baru.
b. Sistem balas jasa atau sistem imbalan, kenaikan gaji, bonus, dan promosi dapat menjadi
motivator yang kuat bagi prestasi seseorang jika dikelola secara efektif. Upah harus dikaitkan
dengan peningkatan prestasi sehingga jelas mengapa upah tersebut diberikan, dan upah harus
dilihat sebagai sesuatu yang adil oleh orang-orang lain dalam kelompok kerja, sehingga mereka
tidak akan merasa dengki dan membalas dendam dengan menurunkan prestasi kerja mereka.
c. Kultur organisasi, meliputi norma, nilai, dan keyakinan bersama anggotanya meningkatkan atau
menurunkan prestasi individu. Kultur yang membantu pengembangan rasa hormat kepada
karyawan, yang melibatkan mereka dalam proses pengambilan keputusan dan yang memberi
mereka otonomi dalam merencanakan dan melaksanakan tugas mendorong prestasi yang lebih
baik dari pada kultur yang dingin, acuh tak acuh, dan sangat ketat.
Berdasarkan uraian di atas, dapat terlihat bahwa secara garis besar faktor-faktor yang
mempengaruhi motivasi kerja sangat bervariasi. Namun secara umum faktor-faktor tersebut dapat
dikelompokan menjadi faktor eksternal dan faktor internal. Faktor internal adalah faktor-faktor
yang dapat mempengaruhi motivasi kerja, yang datangnya dari dalam diri seseorang. Sedangkan
faktor eksternal adalah faktor-faktor yang dapat mempengaruhi motivasi kerja yang bersumber
dari lingkungan kerja perusahaan.
2.1 KERANGKA PEMIKIRAN
2.2.1 Deskripsi dan Bagan
Sumberdaya manusia adalah sebagai faktor unik yang dicirikan oleh sifatnya yang aktif,
responsif, emosi, dan kritis tehadap setiap fenomena yang dihadapi. Termasuk dalam batasan
sumberdaya manusia antara lain tingkat pengetahuan, pendidikan, pengalaman, keterampilan,
kesehatan, dan etos kerja (Mangkuprawira, 2003). Karena itu tidak menutup kemungkinan adanya
perbedaan kepentingan tujuan karyawan dan kepentingan tujuan perusahaan
Dalam upaya mencapai tujuan yang telah ditetapkan oleh perusahaan diperlukan
sumberdaya manusia yang berkualitas. Sumberdaya manusia yang berkualitas adalah manusia
yang memiliki pengetahuan dan keterampilan yang sesuai dengan pekerjaannya sebagai pelaksana
aktivitas perusahaan, memiliki energi, dan bakat serta profesionalitas yang tinggi. Oleh sebab itu
sebuah perusahaan perlu mengetahui seberapa besar keinginan karyawan untuk bekerja dengan
giat guna memenuhi kebutuhannya. Hal ini ditentukan oleh motivasi kerja yang dimiliki masing-
masing karyawan dan lingkungan atau iklim perusahaan, sehingga perusahaan dapat mengambil
keputusan yang bijaksana dalam memenuhi keinginan dan kebutuhan karyawan secara umum dan
tidak merugikan perusahaan.
Melihat pada konteks di atas, maka penulisan ini akan melihat faktor-faktor apa saja yang
dapat mempengaruhi motivasi kerja karyawan serta prestasi kerja karyawan. Pada Gambar. 2
disajikan bagan kerangka berpikir yang berkaitan dengan variabel-variabel.

Gambar 2. Kerangka Pemikiran Konseptual


Motivasi dalam diri seorang karyawan timbul karena adanya faktor internal dan eksternal.
Jenis kelamin, umur, tingkat pendidikan, masa kerja, jumlah tanggungan dalam keluarga termasuk
ke dalam faktor internal seorang karyawan dalam perusahaan dalam melakukan pekerjaan,
kemudian motivasi yang timbul dari faktor eksternal seorang karyawan diantaranya ialah
hubungan atasan dan bawahan, hubungan sesama rekan kerja, peraturan dan kebijakan perusahaan,
kondisi kerja, kompensasi, penunjang kesehatan. Motivasi kerja karyawan akan mempengaruhi
prestasi kerja karyawan. Prestasi kerja karyawan ini dapat dinilai dari kualitas kerja, tanggung
jawab terhadap pekerjaan, kerjasama dengan rekan kerja, orientasi terhadap konsumen, dan
inisiatif karyawan.

Anda mungkin juga menyukai