A. Pengertian
Abortus adalah penghentian atau berakhirnya suatu kehamilan sebelum janin
viabel (dalam konteks ini, usia kehamilan 20 minggu). Diperkirakan antara 10 hingga
20% dari kehamilan berakhir dengan abortus spontan dan sebagian besar peristiwa ini
terjadi dalam usia 12 minggu pertama.
2. Abortus Insipiens
Abortus insipiens ditandai oleh kehilangan darah sedang hingga berat,
kontraksi uterus yang menyebabkan nyeri kram pada abdomen bagian bawah
dan dilatasi serviks. Penatalaksanaannya terdiri atas:
1) Tirah baring total
2) Tindakan dan observasi yang cermat terhadap semua bahan yang keluar
dari vagina. Untuk memisahkan setiap bekuan darah guna melihat apakah
bekuan tersebut mengandung jaringan janin atau tidak, harus digunakan
pinset. Semua bahan yang keluar dari vagina disimpan dan dikirim ke
laboratorium untuk diperiksa.
3) Pengawasan sering dan akurat terhadap tanda-tanda vital (suhu, tubuh,
denyut nadi, frekuensi respirasi, tekanan darah)
4) Peredaan rasa nyeri
5) Makanan dan mungkin pula minuman, tidak boleh diberikan karena pada
keadaan ini dapat dipelukan anestesi umum.
6) Ergometrin dapat diberikan untuk menimbulkan kontraksi uterus.
7) Darah diambil untuk pemeriksaan Hb, golongan darah dan pencocokan
silang (cross-matching)
Jika abortus tidak terjadi dalam waktu 24 jam, uterus harus dikosongkan
dengan menggunakan forseps ovum, alat kuret dan kanula pengisap; semua
bahan yang diperoleh pada tindakan ini dikirim untuk pemeriksaan histologi.
Antibiotik sering diberikan pada stadium ini.
Sementara memenuhi semua aspek jasmaniah yang penting dalam
perawatan pasien abortus insipiens, perhatian terhadap kebutuhan emosional
dari wanita yang mengalami abortus dan suaminya juga tidak boleh terlupakan.
Privasi dan beberapa kelonggaran pada rutinitas di rumah sakit harus sudah
diatur untuk memungkinkan pasangan suami-isteri tersebut berada bersama
selama menghadapi saat-saat sulit ini.
3. Abortus Kompletus
Abortus kompletus terjadi kalau semua produk pembuahan – janin, selaput
ketuban dan plasenta sudah keluar. Perdarahan dan rasa nyeri kemudian akan
berhenti, serviks menutup dan uterus mengalami involusi.
4. Abortus Inkompletus
Abortus inkompletus berkaitan dengan retensi sebagian produk pembuahan
(hampir selalu plasenta) yang tidak begitu mudah terlepas pada kehamilan dini
seperti halnya pada kehamilan aterm. Dalam keadaan ini, perdarahan tidak
segera berkurang sementara serviks tetap terbuka.
Terapi asuhan keperawatan dan observasi pada abortus ini dilakukan sama
seperti pada abortus insipiens. Namun demikian, evakuai uterus harus segera
dikerjakan setelah diagnosis ditegakkan untuk mencegah perdarahan lebih
lanjut. Perhatian khusus diberikan pada higiene vulva. Pada sebagian kasus,
supresi laktasi mungkin diperlukan. Preparat gamaglobulin anti-D diberikan
pada wanita dengan Rh-negatif.
5. Missed Abortion
Missed abortion terjadi kalau sesudah mengalami abortus iminens,
perdarahan pervaginam berhenti namun produk pembuahan meninggal dan
tetap berada dalam rahim. Tanda-tanda kehamilan berkurang, yaitu: payudara
menjadi lebih kecil dan lebih lunak, pertumbuhan uterus terhenti, dan wanita
tersebut tidak lagi merasa hamil. Sesudah beberapa minggu, sekret kecokelatan
dapat terlihat keluar dari dalam vagina dan tanda-tanda eksternal kehamilan
menghilang. Hipofibrinogenemia dapat terjadi. Bekuan darah dari perdarahan
plasenta kadang-kadang memenuhi uterus untuk membentuk mola karneosa.
Evakuasi spontan akhirnya terjadi pada sekitar usia kehamilan 18 minggu dan
sebagian dokter beranggapan bahwa tindakan yang lebih aman pada missed
abortion adalah menunggu evakuasi spontan. Namun demikian, wanita yang
mengalami kejadian ini biasanya akan meminta dokter untuk mengeluarkannya
secepat mungkin setelah menyadari bahwa bayinya sudah meninggal (hal ini
bisa dimengerti). Keadaan ini memberikan situasi yang sulit.
Terapi. Jika ukurannya kurang dari 14 minggu, uterus dapat dikosongkan
dengan tindakan suction curettage yang kemudian diikuti oleh pemberian
ergometrin intravena. Kalau ukuran melebih 14 minggu, prostaglandin atau
oksitosin dapat diberikan untuk menginduksi persalinan.
7. Abortus Habitualis
Istilah ini digunakan kalau seorang wanita mengalami tiga kali atau lebih
abortus spontan yang terjadi berturut-turut. Penyebab abortus habitualis lebih
dari satu (multipel) dan sering terdapat lebih dari satu faktor yang terlibat.
Kesehatan umum yang jelek, penyakit atau infeksi yang kronis, ansietas,
inkompetensi serviks dan gangguan hormonal semuanya merupakan unsur
penyebab yang bisa menimbulkan abortus habitualis. Kalau penyelidikan yang
cermat dapat menyingkirikan salah satu dari faktor-faktor ini saja, kehamilan
berikutnya kerapkali akan berlangsung dengan baik hingga aterm. Istirahat
yang tidak dipaksa akan membawa hasil terbaik.
8. Abortus Septik
Infeksi dapat mempersulit setiap jenis abortus karena resistensi normal
saluran genitalia pada hakekatnya tidak terdapat saat ini. Abortus kriminalis
(abortus illegal yang dilakukan secara “gelap”) masih menjadi penyebab infeksi
yang paling sering karena tidak dilakuakn secara aseptik. Faktor lain yang
terlibat adalah keberadaan produk pembuahan, yaitu jaringan plasenta yang
mati di dalam rahim. Infeksi dapat menyerang endometrium dan menyebar ke
bagian lain secara langsung atau tidak langsung untuk menyebabkan peritonitis,
salpingitis, dan septikemia.
Gejala. Keluhan tidak enak badan, panas yang tinggi, takikardia dan sakit
kepala biasanya ditemukan. Sekret vagina yang berbau dapat dijumpai tetapi
tidak selalu. Pemeriksaan panggul menyebabkan rasa nyeri.
Penatalaksanaan. Pemeriksaan swab tingga pada vagina dilakukan untuk
kultur dan terapi antibiotik dimulai. Produk yang tertahan dikosongkan dengan
kuretase (atau jika usia kehamilan sudah lebih dari 12 minggu, dengan infus
oksitosin); namun, kuretase baru akan dilakukan 12-14 jam kemudian untuk
menunggu kerja, kecuali jika terdapat pula perdarahan yang hebat. Tindakan ini
akan mengurangi risiko masuknya mikroorganisme ke dalam aliran darah yang
dapat menyebabkan syok bakteremia (endotoksik) atau koagulasi diseminata
intravaskular. Kedua keadaan ini merupakan komplikasi yang serius dan sering
membawa kematian pada abortus septik.
D. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
Jika selama kehamilan ditemukan perdarahan, identifikasi:
a. Lama kehamilan
b. Kapan terjadi perdarahan, berapa lama, banyaknya, dan aktivitas yang
memengaruhi
c. Karakteristik darah: merah tenang, kecokelatan, adanya gumpalan darah,
dan lendir
d. Sifat dan lokasi ketidaknyamanan seperti kejang, nyeri tumpul atau tajam,
mulas, serta pusing
e. Gejala-gejala hipovolemia seperti sinkop
2. Diagnosa Keperawatan
Kemungkinan diagnosa yang muncul adalah sebagai berikut:
a. Kurangnya volume cairan yang berhubungan dengan kehilangan vaskular
dalam jumlah berlebihan.
b. Perubahan perfusi jaringan yang berhubungan dengan hipovolemia.
c. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan, penurunan sirkulasi.
d. Nyeri yang berhubungan dengan kerusakan kerusakan jaringan intra uteri,
dilatasi serviks, trauma jaringan, dan kontraksi uterus.
e. Ketakutan yang berhubungan dengan kurangnya pengetahuan, ancaman
kematian pada diri sendiri dan janin.
f. Risiko syok (hipovolemik) berhubungan dengan perdarahan pervaginam.
g. Risiko tinggi terjadi infeksi yang berhubungan dengan penahanan hasil
konsepsi.
3. Intervensi Keperawatan
a. Diagnosis 1: Kurangnya volume cairan yang berhubungan dengan kehilangan
vaskular yang berlebihan.
Kriteria hasil:
Mendemonstrasikan kestabilan/perbaikan keseimbangan cairan yang dibuktikan
oleh tanda-tanda vital stabil, pengisian kapiler cepat, sensorium tapat, serta
pengeluaran dan berat jenis urine adekuat secara individual.
Rencana Intervensi Rasional
Mandiri
1. Evaluasi, laporkan, serta catat Perkirakan kehilangan darah membantu
jumlah dan sifat kehilangan membedakan diagnosis. Setiap gram
darah, lakukan perhitungan peningkatan berat pembalut sama
pembalut, kemudian timbang dengan kehilangan kira-kira 1 mil
pembalut. darah.
2. Lakukan tirah baring, Perdarahan dapat berhenti dengan
instruksikan ibu untuk reduksi ativitas. Peningkatan tekanan
menghindari valsava manuver abdomen atau orgasme dapat
koitus. merangsang perdarahan.
3. Posisikan ibu dengan tepat, Menjamin keadekuatan darah yang
telentang dengan panggul tersedia untuk otak, peninggian panggul
ditinggikan atau semi fowler. menghindari kompresi vena kaya.
Posisi semifowler memungkinkan janin
bertindak sebagai tampon.
4. Catat tanda-tanda vital, Membantu menentukan beratnya
pengisian kapiler pada dasar kehilangan darah, meskipun sianosis
kuku, warna membran mukosa dan perubahan pada tekanan darah dan
atau kulit dan suhu. Ukur nadi adalah tanda-tanda lanjut dari
tekanan vena sentral bila ada. kehilangan volume sirkulasi.
5. Pantau aktivitas uterus, status Membantu menentukan sifat hemoragi
janin, dan adanya nyeri tekan dan kemungkinan akibat dari peristiwa
pada abdomen. hemoragi.
6. Hindari pemeriksaan rektal atau Dapat meningkatkan hemoragi.
vagina.
7. Pantau masukan/keluaran Menentukan luasnya kehilangan cairan
cairan dan menunjukkan perfusi ginjal.
Dapatkan sampel urine setiap
jam, ukur berat jenis.
8. Auskultasi bunyi napas. Bunyi napas adventitus menunjukkan
ketidaktepatan/kelebihan pergantian.
9. Simpan jaringan atau hasil Dokter perlu mengevaluasi
konsepsi yang keluar. kemungkinan retensi jaringan,
pemeriksaan histologi mungkin
diperlukan.
Kolaborasi:
10. Dapatkan pemeriksaan darah Menentukan jumlah darah yang hilang
cepat: HDL jenis dan dan dapat memberikan informasi
pencocokan silang, titer Rh, mengenai penyebab harus
kadar fibrinogen, hitung dipertahankan di atas 30% untuk
trombosit, APTT, dan kadar mendukung transpor oksigen dan
LCC. nutrien.
11. Pasang kateter. Haluaran kurang dari 30ml/jam
menandakan penurunan perfusi ginjal
dan kemungkinan terjadinya nekrosis
tubuler. Keluaran yang tepat ditentukan
oleh derajat defisit individual dan
kecepatan penggantian.
12. Berikan larutan intravena, Meningkatkan volume darah sirkulasi
ekspander plasma, darah dan mengatasi gejala-gejala syok.
lengkap, atau sel-sel kemasan
sesuai indikasi.
4. Implementasi Keperawatan
Implementasi merupakan tindakan yang sesuai dengan yang telah
direncanakan, mencakup tindakan mandiri dan kolaborasi.
Tindakan mandiri adalah tindakan keperawatan berdasarkan analisis dan kesimpulan
perawat, dan bukan atas petunjuk data petugas kesehatan lain.
Tindakan kolaborasi adalah tindakan keperawatan yang didasarkan oleh hasil
keputusan bersama seperti dokter atau petugas kesehatan lain.
5. Evaluasi Keperawatan
Merupakan hasil perkembangan ibu dengan berpedoman kepada hasil dan
tujuan yang hendak dicapai.