Anda di halaman 1dari 16

ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN ABORTUS

A. Pengertian
Abortus adalah penghentian atau berakhirnya suatu kehamilan sebelum janin
viabel (dalam konteks ini, usia kehamilan 20 minggu). Diperkirakan antara 10 hingga
20% dari kehamilan berakhir dengan abortus spontan dan sebagian besar peristiwa ini
terjadi dalam usia 12 minggu pertama.

B. Sebab-sebab Abortus Spontan


1. Abnormalitas embrio atau janin merupakan penyebab paling sering untuk abortus
dini dan kejadian ini kerapkali disebabkan oleh cacat kromosom.
2. Abnormalitas uterus yang mengakibatkan kalinan kavum uteri atau halangan
terhadap pertumbuhan dan pembesaran uterus, misalnya fibroid, malformasi
kongenital, prolapsus atau retroversio uteri.
3. Kerusakan pada serviks akibat robekan yang dalam pada saat melahirkan atau
akibat tindakan pembedahan (dilatasi, amputasi).
4. Penyakit-penyakit maternal dan penggunaan obat: penyakit mencakup infeksi
virus akut, panas tinggi dan inokulasi, misalnya pada vaksinasi terhadap penyakit
cacar. Nefritis kronis dan gagal jantung dapat mengakibatkan anoksia janin.
Kesalahan pada metabolisme asam folat yang diperlukan untuk perkembangan
janin akan mnegakibatkan kematian janin. Obat-obat tertentu, khususnya preparat
sitotoksik, kaan mengganggu proses normal pembelahan sel yang cepat.
Prostaglandin akan menyebabkan abortus dengan merangsang kontraksi uterus.
5. Trauma, tapi biasanya jika terjadi langsung pada kavum uteri. Hubungan seksual,
khususnya kalau terjadi orgasme, dapat menyebabkan abortus pada wanita
dengan riwayat kegugran yang berkali-kali.
6. Faktor-faktor hormonal, misalnya penurunan sekresi progesteron diperkirakan
sebagai penyebab terjadinya abortus pada usia kehamilan 10-12 minggu, yaitu
saat plasenta mengambil alih fungsi korpus luteum dalam produksi hormon.
7. Sebab-sebab psikosomatik: sters dan emosi yang kuat diketahui dapat
mempengaruhi fungsi uterus lewat sistem hipotalamus-hipofise. Banyak dokter
obsetri yang melaporkan kasus-kasus abortus spontan dengan riwayat sters, dan
biasanya mereka juga menyebutkan kehamilan yang berhasil baik (pada wanita
dengan riwayat stres berat) setelah kecemasan dihilangkan.
C. Tipe-tipe Abortus Spontan
Ada empat tipe yang termasuk abortus spontan:
1. Abortus Iminens
Pada tipe ini terlihat perdarahan pervaginam. Pada 50% kasus, perdarahan
tersebut hanya sedikit serta berangsur-angsur akan berhenti setelah berlangsung
beberapa hari, dan kehamilan berlangsung secara normal. Meskipun demikian,
wanita yang mengalaminya mungkin tetap merasa khawatir akan akibat
perdarahan pada bayi. Biasanya kekhawatirannya akan dapat diatasi dengan
menjelaskan kalau janin mengalami gangguan, maka kehamilannya tidak akan
berlanjut; upaya perawat untuk meminta dokter membantu menenteramkan
kekhawatiran pasien merupakan tindakan yang bijaksana. Terapi yang
dianjurkan pada abortus iminens adalah tirah baring dan penggunaan sedatif
selama paling sedikit 48 jam dengan observasi yang cermat terhadap warna dan
jenis darah atau jaringan yang keluar dari dalam vagina. Preparat enema dan
laksatif tidak boleh diberikan. Pemeriksaan USG terhadap uterus dikerjakan
pada stadium ini dan kemudian bisa diulangi lagi 2 minggu kemudian.
Pasangan suami-istri dianjurkan untuk tidak melakukan senggama selama
periode ini.
Wanita yang mengalami keguguran dan dirawat di rumah sakit dianjurkan
untuk membuang hajat dengan pispot dan tidak ke WC. Semua kassa pembalut
yang digunakan harus diperiksa sebelum dibuang jika perdarahan tetap
berlangsung serta disertai rasa nyeri sera dilatasi serviks, abortus tersebut
kemudian diklasifikasikan sebagai abortus insipiens.

2. Abortus Insipiens
Abortus insipiens ditandai oleh kehilangan darah sedang hingga berat,
kontraksi uterus yang menyebabkan nyeri kram pada abdomen bagian bawah
dan dilatasi serviks. Penatalaksanaannya terdiri atas:
1) Tirah baring total
2) Tindakan dan observasi yang cermat terhadap semua bahan yang keluar
dari vagina. Untuk memisahkan setiap bekuan darah guna melihat apakah
bekuan tersebut mengandung jaringan janin atau tidak, harus digunakan
pinset. Semua bahan yang keluar dari vagina disimpan dan dikirim ke
laboratorium untuk diperiksa.
3) Pengawasan sering dan akurat terhadap tanda-tanda vital (suhu, tubuh,
denyut nadi, frekuensi respirasi, tekanan darah)
4) Peredaan rasa nyeri
5) Makanan dan mungkin pula minuman, tidak boleh diberikan karena pada
keadaan ini dapat dipelukan anestesi umum.
6) Ergometrin dapat diberikan untuk menimbulkan kontraksi uterus.
7) Darah diambil untuk pemeriksaan Hb, golongan darah dan pencocokan
silang (cross-matching)
Jika abortus tidak terjadi dalam waktu 24 jam, uterus harus dikosongkan
dengan menggunakan forseps ovum, alat kuret dan kanula pengisap; semua
bahan yang diperoleh pada tindakan ini dikirim untuk pemeriksaan histologi.
Antibiotik sering diberikan pada stadium ini.
Sementara memenuhi semua aspek jasmaniah yang penting dalam
perawatan pasien abortus insipiens, perhatian terhadap kebutuhan emosional
dari wanita yang mengalami abortus dan suaminya juga tidak boleh terlupakan.
Privasi dan beberapa kelonggaran pada rutinitas di rumah sakit harus sudah
diatur untuk memungkinkan pasangan suami-isteri tersebut berada bersama
selama menghadapi saat-saat sulit ini.

3. Abortus Kompletus
Abortus kompletus terjadi kalau semua produk pembuahan – janin, selaput
ketuban dan plasenta sudah keluar. Perdarahan dan rasa nyeri kemudian akan
berhenti, serviks menutup dan uterus mengalami involusi.

4. Abortus Inkompletus
Abortus inkompletus berkaitan dengan retensi sebagian produk pembuahan
(hampir selalu plasenta) yang tidak begitu mudah terlepas pada kehamilan dini
seperti halnya pada kehamilan aterm. Dalam keadaan ini, perdarahan tidak
segera berkurang sementara serviks tetap terbuka.
Terapi asuhan keperawatan dan observasi pada abortus ini dilakukan sama
seperti pada abortus insipiens. Namun demikian, evakuai uterus harus segera
dikerjakan setelah diagnosis ditegakkan untuk mencegah perdarahan lebih
lanjut. Perhatian khusus diberikan pada higiene vulva. Pada sebagian kasus,
supresi laktasi mungkin diperlukan. Preparat gamaglobulin anti-D diberikan
pada wanita dengan Rh-negatif.

5. Missed Abortion
Missed abortion terjadi kalau sesudah mengalami abortus iminens,
perdarahan pervaginam berhenti namun produk pembuahan meninggal dan
tetap berada dalam rahim. Tanda-tanda kehamilan berkurang, yaitu: payudara
menjadi lebih kecil dan lebih lunak, pertumbuhan uterus terhenti, dan wanita
tersebut tidak lagi merasa hamil. Sesudah beberapa minggu, sekret kecokelatan
dapat terlihat keluar dari dalam vagina dan tanda-tanda eksternal kehamilan
menghilang. Hipofibrinogenemia dapat terjadi. Bekuan darah dari perdarahan
plasenta kadang-kadang memenuhi uterus untuk membentuk mola karneosa.
Evakuasi spontan akhirnya terjadi pada sekitar usia kehamilan 18 minggu dan
sebagian dokter beranggapan bahwa tindakan yang lebih aman pada missed
abortion adalah menunggu evakuasi spontan. Namun demikian, wanita yang
mengalami kejadian ini biasanya akan meminta dokter untuk mengeluarkannya
secepat mungkin setelah menyadari bahwa bayinya sudah meninggal (hal ini
bisa dimengerti). Keadaan ini memberikan situasi yang sulit.
Terapi. Jika ukurannya kurang dari 14 minggu, uterus dapat dikosongkan
dengan tindakan suction curettage yang kemudian diikuti oleh pemberian
ergometrin intravena. Kalau ukuran melebih 14 minggu, prostaglandin atau
oksitosin dapat diberikan untuk menginduksi persalinan.

6. Abortus akibat inkompletensi serviks


Abortus akibat inkompletensi serviks biasanya terjadi di sekitar usia
kehamilan 20 minggu. Serviks berdilatasi tanpa rasa nyeri dan kantong janin
menonjol. Pada kehamilan berikutnya, abortus dapat dicegah dengan membuat
jahitan seperti tali pada mulut kantong (purse-string suture) yang dilakukan
dengan pembiusan di sekeliling serviks pada titik temu antara rugae vagina dan
serviks yang licin (jahitan Shirodkar). Jahitan tersebut dibiarkan sampai
kehamilan berusia 38 minggu dan pada saat ini, jahitan dipotong sehingga
persalinan spontan diharapkan akan mulai terjadi. Angka keberhasilan jahitan
Shirodkar mencapai 80% pada kasus-kasus inkompetensi serviks murni.
Kalau terapi tersebut tidak berhasil atau tidak cocok, jahitan yang lebih sulit
dengan menggunakan benang polivinil dapat dilakukan pada ostium interna
ketika wanita itu tidak hamil. Jahitan semacam ini tidak bisa dilepas sehingga
wanita tersebut harus menjalani sectio Caesarea untuk melahirkan bayi
berikutnya.

7. Abortus Habitualis
Istilah ini digunakan kalau seorang wanita mengalami tiga kali atau lebih
abortus spontan yang terjadi berturut-turut. Penyebab abortus habitualis lebih
dari satu (multipel) dan sering terdapat lebih dari satu faktor yang terlibat.
Kesehatan umum yang jelek, penyakit atau infeksi yang kronis, ansietas,
inkompetensi serviks dan gangguan hormonal semuanya merupakan unsur
penyebab yang bisa menimbulkan abortus habitualis. Kalau penyelidikan yang
cermat dapat menyingkirikan salah satu dari faktor-faktor ini saja, kehamilan
berikutnya kerapkali akan berlangsung dengan baik hingga aterm. Istirahat
yang tidak dipaksa akan membawa hasil terbaik.

8. Abortus Septik
Infeksi dapat mempersulit setiap jenis abortus karena resistensi normal
saluran genitalia pada hakekatnya tidak terdapat saat ini. Abortus kriminalis
(abortus illegal yang dilakukan secara “gelap”) masih menjadi penyebab infeksi
yang paling sering karena tidak dilakuakn secara aseptik. Faktor lain yang
terlibat adalah keberadaan produk pembuahan, yaitu jaringan plasenta yang
mati di dalam rahim. Infeksi dapat menyerang endometrium dan menyebar ke
bagian lain secara langsung atau tidak langsung untuk menyebabkan peritonitis,
salpingitis, dan septikemia.
Gejala. Keluhan tidak enak badan, panas yang tinggi, takikardia dan sakit
kepala biasanya ditemukan. Sekret vagina yang berbau dapat dijumpai tetapi
tidak selalu. Pemeriksaan panggul menyebabkan rasa nyeri.
Penatalaksanaan. Pemeriksaan swab tingga pada vagina dilakukan untuk
kultur dan terapi antibiotik dimulai. Produk yang tertahan dikosongkan dengan
kuretase (atau jika usia kehamilan sudah lebih dari 12 minggu, dengan infus
oksitosin); namun, kuretase baru akan dilakukan 12-14 jam kemudian untuk
menunggu kerja, kecuali jika terdapat pula perdarahan yang hebat. Tindakan ini
akan mengurangi risiko masuknya mikroorganisme ke dalam aliran darah yang
dapat menyebabkan syok bakteremia (endotoksik) atau koagulasi diseminata
intravaskular. Kedua keadaan ini merupakan komplikasi yang serius dan sering
membawa kematian pada abortus septik.

D. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
Jika selama kehamilan ditemukan perdarahan, identifikasi:
a. Lama kehamilan
b. Kapan terjadi perdarahan, berapa lama, banyaknya, dan aktivitas yang
memengaruhi
c. Karakteristik darah: merah tenang, kecokelatan, adanya gumpalan darah,
dan lendir
d. Sifat dan lokasi ketidaknyamanan seperti kejang, nyeri tumpul atau tajam,
mulas, serta pusing
e. Gejala-gejala hipovolemia seperti sinkop
2. Diagnosa Keperawatan
Kemungkinan diagnosa yang muncul adalah sebagai berikut:
a. Kurangnya volume cairan yang berhubungan dengan kehilangan vaskular
dalam jumlah berlebihan.
b. Perubahan perfusi jaringan yang berhubungan dengan hipovolemia.
c. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan, penurunan sirkulasi.
d. Nyeri yang berhubungan dengan kerusakan kerusakan jaringan intra uteri,
dilatasi serviks, trauma jaringan, dan kontraksi uterus.
e. Ketakutan yang berhubungan dengan kurangnya pengetahuan, ancaman
kematian pada diri sendiri dan janin.
f. Risiko syok (hipovolemik) berhubungan dengan perdarahan pervaginam.
g. Risiko tinggi terjadi infeksi yang berhubungan dengan penahanan hasil
konsepsi.

3. Intervensi Keperawatan
a. Diagnosis 1: Kurangnya volume cairan yang berhubungan dengan kehilangan
vaskular yang berlebihan.
Kriteria hasil:
Mendemonstrasikan kestabilan/perbaikan keseimbangan cairan yang dibuktikan
oleh tanda-tanda vital stabil, pengisian kapiler cepat, sensorium tapat, serta
pengeluaran dan berat jenis urine adekuat secara individual.
Rencana Intervensi Rasional
Mandiri
1. Evaluasi, laporkan, serta catat Perkirakan kehilangan darah membantu
jumlah dan sifat kehilangan membedakan diagnosis. Setiap gram
darah, lakukan perhitungan peningkatan berat pembalut sama
pembalut, kemudian timbang dengan kehilangan kira-kira 1 mil
pembalut. darah.
2. Lakukan tirah baring, Perdarahan dapat berhenti dengan
instruksikan ibu untuk reduksi ativitas. Peningkatan tekanan
menghindari valsava manuver abdomen atau orgasme dapat
koitus. merangsang perdarahan.
3. Posisikan ibu dengan tepat, Menjamin keadekuatan darah yang
telentang dengan panggul tersedia untuk otak, peninggian panggul
ditinggikan atau semi fowler. menghindari kompresi vena kaya.
Posisi semifowler memungkinkan janin
bertindak sebagai tampon.
4. Catat tanda-tanda vital, Membantu menentukan beratnya
pengisian kapiler pada dasar kehilangan darah, meskipun sianosis
kuku, warna membran mukosa dan perubahan pada tekanan darah dan
atau kulit dan suhu. Ukur nadi adalah tanda-tanda lanjut dari
tekanan vena sentral bila ada. kehilangan volume sirkulasi.
5. Pantau aktivitas uterus, status Membantu menentukan sifat hemoragi
janin, dan adanya nyeri tekan dan kemungkinan akibat dari peristiwa
pada abdomen. hemoragi.
6. Hindari pemeriksaan rektal atau Dapat meningkatkan hemoragi.
vagina.
7. Pantau masukan/keluaran Menentukan luasnya kehilangan cairan
cairan dan menunjukkan perfusi ginjal.
Dapatkan sampel urine setiap
jam, ukur berat jenis.
8. Auskultasi bunyi napas. Bunyi napas adventitus menunjukkan
ketidaktepatan/kelebihan pergantian.
9. Simpan jaringan atau hasil Dokter perlu mengevaluasi
konsepsi yang keluar. kemungkinan retensi jaringan,
pemeriksaan histologi mungkin
diperlukan.
Kolaborasi:
10. Dapatkan pemeriksaan darah Menentukan jumlah darah yang hilang
cepat: HDL jenis dan dan dapat memberikan informasi
pencocokan silang, titer Rh, mengenai penyebab harus
kadar fibrinogen, hitung dipertahankan di atas 30% untuk
trombosit, APTT, dan kadar mendukung transpor oksigen dan
LCC. nutrien.
11. Pasang kateter. Haluaran kurang dari 30ml/jam
menandakan penurunan perfusi ginjal
dan kemungkinan terjadinya nekrosis
tubuler. Keluaran yang tepat ditentukan
oleh derajat defisit individual dan
kecepatan penggantian.
12. Berikan larutan intravena, Meningkatkan volume darah sirkulasi
ekspander plasma, darah dan mengatasi gejala-gejala syok.
lengkap, atau sel-sel kemasan
sesuai indikasi.

b. Diagnosis 2: Perubahan perfusi jaringan yang berhubungan dengan hipovolemia.


Kriteria hasil: perfusi jaringan adekuat dibuktikan dengan denyut jantung janin
(DJJ) dalam batas normal.
Rencana Intervensi Rasional
Mandiri:
1. Perhatikan status fisiologi ibu, Kejadian perdarahan potensial merusak
status sirkulasi, dan volume hasil kehamilan. Kemungkinan
darah. menyebabkan hipovolemia atau
hipoksia uteroplasenta.
2. Auskultasi dan laporkan DJJ. Mengkaji berlanjutnya hipoksia janin,
Catat bradikardia atau takikardi. pada awalnya janin berespons pada
Catat perubahan pada aktivitas penurunan kadar oksigen dengan
janin. takikardi dan peningkatan gerakan. Bila
tetap defisit, bradikardi dan penurunan
aktivitas terjadi.
3. Catat kehilangan darah ibu Bila kontraksi uterus disertai dilatasi
karena adanya kontraksi uterus. serviks, tirah baring dan medikasi
mungkin tidak efektif dalam
mempertahankan kehamilan.
Kehilangan darah ibu secara berlebihan
menurunkan perfusi plasenta.
4. Catat tinggi fundus uterus. Menghilangkan tekanan pada vena kava
inferior dan meningkatkan sirkulasi
plasenta/janin dan pertukaran oksigen.
5. Anjurkan tirah baring pada Meningkatkan ketersediaan oksigen
posisi miring. untuk janin. Janin mempunyai beberapa
kepastian perlengkapan untuk
mengatasi hipoksia, di mana disosiasi
Hb janin lebih cepat daripada Hb orang
dewasa dan jumlah eritrosit janin lebih
besar dari dewasa, sehingga kapasitas
oksigen yang dibawa janin meningkat.
Kolaborasi:
6. Berikan suplemen oksigen pada Mengevaluasi dengan menggunakan
ibu. Lakukan sesuai indikasi. Doppler respons DJJ terhadap gerakan
janin, bermanfaat dalam menentukan
janin apakah janin dalam keadaan
asfiksia.
7. Ganti kehilangan darah/ cairan Mempertahankan volume sirkulasi yang
ibu. adekuat untuk transpor oksigen.
Hemoragi maternal memengaruhi
transpor oksigen uteroplasenta secara
negatif, menimbulkan kemungkinan
kehilangan kehamilan atau
memburuknya status janin. Bila
penyimpangan oksigen menetap, janin
akan kehilangan tenaga untuk
melakukan mekanisme koping dan
kemungkinan susunan saraf pusat
rusak, sehingga janin dapat meninggal.
8. Bantu dengan ultrasonografi Menentukan maturasi janin dan usia
dan amniosentesis. gestasi. Membantu menentukan
viabilitas dan perkiraan hasil secara
realistis.
9. Daptkan tes darah ibu untuk Membedakan darah ibu dari darah janin
mengevaluasi serum ibu, darah dalam cairan amnion menunjukkan
Hb, atau produk lavase implikasi terhadap pemberian oksigen
lambung. serta kebutuhan ibu terhadap injeksi
imunoglobulin Rh (RhIgG) bila
kelahiran terjadi.
10. Siapkan ibu untuk intervensi Pembedahan perlu dilakukan bila
bedah dengan tepat. terjadi pelepasan plasenta yang berat
atau bila perdarahan berlebihan, terjadi
penyimpanan oksigen janin, dan
kelahiran melalui vagina tidak mungkin
seperti pada kasus plasenta previa total,
di mana pembedahan mungkin perlu
idiindikasikan untuk mneyelamatkan
hidup janin.

c. Diagnosis 3: Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan, penurunan


sirkulasi.
Diagnosa NOC NIC
Intoleransi  Energy 1. Bantu klien mengidentifikasi
aktivitas conservation aktivitas yang mampu dilakukan.
berhubungan  Activity 2. Bantu untuk memilih aktivitas
dengan tolerance konsisten yang sesuai dengan
kelemahan,  Self care kemampuan fisik, psikologis, dan
penurunan Kriteria hasil: sosial.
sirkulasi.  Berpartisipasi 3. Bantu untuk mengidentifikasi dan
dalam aktvitas mendapatkan sumber yang
fisik tanpa diperlukan untuk aktivitas yang
disertai diinginkan.
peningkatan 4. Sediakan penguatan positif bagi
tekanan darah, yang aktif beraktivitas
nadi, RR. 5. Bantu pesien mengembangkan
 Mampu motivasi diri dan penguatan.
melakukan 6. Monitor respon fisik, emosi,
aktivitas sehari- sosial, dan spiritual.
hari sevara
mandiri.
 Tanda-tanda
vital normal.
 Status
kardiopulmonar
i adekuat
 Status sirkulasi
baik

d. Diagnosis 4: Nyeri yang berhubungan dengan kerusakan kerusakan jaringan intra


uteri, dilatasi serviks, trauma jaringan, dan kontraksi uterus.
Diagnosa NOC NIC
Nyeri yang  Derajat nyeri Pain management
berhubungan  Mengontrol 1. Lakukan pengkajian nyeri secara
dengan nyeri komprehensif termasuk lokasi,
kerusakan  Derajat karakteristik, durasi, frekuensi,
kerusakan kenyamanan kualitas dan faktor presipitasi.
jaringan intra Kriteris hasil 2. Observasi reaksi nonverbal dari
uteri, dilatasi  Mampu ketidaknyamanan.
serviks, trauma mengontrol 3. Gunakan tindakan komunikasi
jaringan, dan nyeri (tahu terpeutik untuk mengetahui
kontraksi uterus. penyebab nyeri, pengalaman nyeri pasien.
mampu 4. Kaji kultur yang memengaruhi
menggunakan respon nyeri.
teknologi 5. Evaluasi pengalaman nyeri masa
nonfarmakologi lampau.
untuk 6. Ajarkan tentang teknik non
mengurangi farmakologi.
nyeri, mencari 7. Kolaborasikan dengan dokter jika
bantuan) ada keluhan dan tindakan nyeri
 Melaporkan tidak berhasil.
bahwa nyeri Analgesik Administration
berkurang 1. Tentukan lokasi, karakteristik,
dengan kualitas, dan derajat nyeri sebelum
menggunakan pemberian obat.
manajemen 2. Cek instruksi dokter tentang jenis
nyeri. obat, dosis, dan frekuensi.
 Mampu 3. Cek riwayat alergi.
mengenali nyeri 4. Pilih analgesik yang diperlukan
(skala, atau kombinasi dari analgesik
intensitas, ketika pemberian lebih dari satu.
frekuensi, dan 5. Tentukan pilihan analgesik
tanda nyeri) tergantung tipe dan beratnya nyeri.
 Menyatakan 6. Tentukan analgesik pilihan, rute
rasa nyaman pemberian, dan dosis optimal.
setelah nyeri 7. Pilih rute pemberian secara IV, IM
berkurang. untuk pengobatan nyeri secara
teratur.
8. Monitor vital sign sebelum dan
sesudah pemberian analgesik
pertama kali.
9. Berikan analgesik tepat waktu
terutama saat nyeri hebat.
10. Evaluasi efektivitas analgesik,
tanda dan gejala.

e. Diagnosis 5: Ketakutan berhubungan dnegan ancaman kematian pada diri sendiri


dan janin.
Kriteria hasil: Ibu mendiskusikan ketakutan mengenai diri janin dan masa depan
kehamilan, juga mengenai ketakutan yang sehat dan tidak sehat.
Rencana Intervensi Rasional
Mandiri:
1. Diskusikan tentang situasi dan Memberikan informasi tentang reaksi
pemahaman tentang situasi individu terhadap apa yang terjadi.
dengan ibu dan pasangan.
2. Pantau respons verbal dan Menandai tingkat rasa takut yang
norverbal ibu dan pasangan. sedang dialami ibu/pasangan.
3. Dengarkan masalah ibu dnegan Meningkatkan rasa kontrol terhadap
saksama. situasi dan memberikan kesempatan
pada ibu untuk mengembangkan solusi
sendiri.
4. Berikan informasi dalam bentuk Pengethuan akan membantu ibu untuk
verbal dan tertulis, serta beri mengatasi apa yang sedang terjadi
kesempatan klien untuk dengan lebih efektif. Informasi
mengajukan pertanyaan. sebaiknya tertulis, agar nantinya
memungkinkan ibu untuk mengulang
informasi akibat tingkat stres, ibu
mungkin tidak dapat mengasimilasi
informasi. Jawaban yang jujur dapat
meningkatkan pemahaman dengan
lebih baik serta menurunkan rasa takut.
5. Libatkan ibu dalam Menjadi mampu melakukan sesuatu
perencanaan dan berpartisipasi untuk membantu mengontrol situasi
dalam perawatan sebanyak sehingga dapat menurunkan rasa takut.
mungkin.
6. Jelaskan prosedur dan arti Pengetahuan dapat membantu
gejala. menurunkan rasa takut dan
meningkatkan rasa kontrol terhadap
situasi.

f. Diagnosis 6: Risiko syok (hipovolemik) berhubungan dengan perdarahan


pervaginam.
Diagnosa NOC NIC
Risiko syok  Pencegahan Pencegahan Syok
(hipovolemik) syok 1. Monitor sirkulasi tekanan darah,
berhubungan  Manajemen warna kulit, suhu kulit, denyut
dengan syok jantung, irama pernapasan dan
perdarahan Kriteria hasil: ritme.
pervaginam.  Nadi dalam 2. Monitor tanda inadekuat
batas yang oksigenasi jaringan
diharapkan. 3. Monitor suhu dan pernapasan
 Irama jantung 4. Monitor input dan output
dalam batas 5. Pantau nilai laboratorium: Hb,
yang HT, AGD, dan elektrolit.
diharapkan. 6. Monitor haemodinamik invasi
 Frekuensi napas yang sesuai.
dalam batas 7. Monitor tanda awal syok.
yang 8. Tempatkan pasien pada posisi
diharapkan. supine, kaki elevasi untuk
 Irama peningkatan preload dengan tepat.
pernapasan 9. Ajarkan keluarga dan pasien
dalam batas tentang tanda dan gejala
yang datangnya syok.
diharapkan. 10. Ajarkan keluarga dan pasien
 Natrium serum tentang langkah untuk mengatasi
normal. syok.
 Kalium serum Manajemen Syok
normal. 1. Monitor tekanan nadi
 Klorida serum 2. Monitor status cairan, input output
normal. 3. Catat gas darah arteri dan oksigen
 Kalsium serum di jaringan
normal. 4. Monitor nilai hasil pemeriksaan
 Magnesium laboratorium.
serum normal.
 PH darah serum
normal.
Hidrasi
Indikator :
 Mata cekung
tidak ditemukan
 Demam tidak
ditemukan
 Tekanan darah
dalam batas
normal
 Hematokrit
dalam batas
normal

g. Diagnosis 7: Risiko tinggi terjadi infeksi yang berhubungan dengan penahanan


hasil konsepsi.
Diagnosa NOC NIC
Risiko tinggi  Status imun Kontrol Infeksi
terjadi infeksi  Pengetahuan 1. Bersihkan lingkungan setelah
yang mengenai dipakai pasien lain
berhubungan kontrol infrksi 2. Pertahankan teknik asepsis pada
dengan  Kontrol risiko pasien yang berisiko
penahanan hasil Kriteria hasil 3. Inspeksi kulit membran mukosa
konsepsi  Klien bebas dari terhadap kemerahan, panas
tanda dan gejala drainase.
infeksi 4. Inspeksi kondisi luka/insisi bedah.
 Mendeskripsika 5. Dorong masukkan nutrisi yang
n penularan cukup
penyakit, faktor 6. Dorong masukan cairan.
yang 7. Ajarkan pasien dan keluarga
mempengaruhi mengenai tanda dan gejala infeksi
penularan serta 8. Ajarkan cara menghindari infeksi
penatalaksanaan 9. Laporkan kecurigaan infeksi.
nya.
 Menunjukkan
kemampuan
untuk mencegah
timbulnya
infeksi.
 Jumlah leukosit
dalam batas
normal.
 Menunjukkan
perilaku hidup
sehat.

4. Implementasi Keperawatan
Implementasi merupakan tindakan yang sesuai dengan yang telah
direncanakan, mencakup tindakan mandiri dan kolaborasi.
Tindakan mandiri adalah tindakan keperawatan berdasarkan analisis dan kesimpulan
perawat, dan bukan atas petunjuk data petugas kesehatan lain.
Tindakan kolaborasi adalah tindakan keperawatan yang didasarkan oleh hasil
keputusan bersama seperti dokter atau petugas kesehatan lain.

5. Evaluasi Keperawatan
Merupakan hasil perkembangan ibu dengan berpedoman kepada hasil dan
tujuan yang hendak dicapai.

Anda mungkin juga menyukai