Anda di halaman 1dari 6

ANALISIS JURNAL PENELITIAN

GUILLAIN-BARRE SYNDROME FOLLOWING DENGUE FEVER IN ADULT


PATIENT

Oleh :

RESQI TIMOR PRIA L

(131420130490097)

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN 6B

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN HARAPAN BANGSA

PURWOKERTO

2016
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Sindroma Guillain-Barre (GBS) atau disebut juga dengan radang polineuropati
demyelinasi akut (AIDP), poliradikuloneuritis idiopatik akut, polyneuritis idiopatik
akut, Polio Perancis, paralisis asendens Landry, dan sindroma Landry Guillain Barre
adalah suatu penyakit autoimun yang menyerang sistem saraf perifer; dan biasanya
dicetuskan oleh suatu proses infeksi yang akut. GBS termasuk dalam kelompok
penyakit neuropati perifer.
GBS tersebar diseluruh dunia terutama di negara–negara berkembang dan
merupakan penyebab tersering dari paralysis akut. Insiden banyak dijumpai pada
dewasa muda dan bisa meningkat pada kelompok umur 45-64 tahun. Lebih sering
dijumpai pada laki – laki dari pada perempuan. Puncak yang agak tinggi terjadi pada
kelompok usia 16-25 tahun, tetapi mungkin juga berkembang pada setiap golongan
usia. Sekitar setengah dari korban mempunyai penyakit febris ringan 2-3 minggu
sebelum awitan. Infeksi febris biasanya berasal dari pernapasan atau gastrointestinal.
Angka kejadian penyakit ini berkisar 1,6 iga puluh persen% penderita ini
membutuhkan mesin bantu pernafasan untuk bertahan hidup, sementara 5% pesampai
1,9/100.000 penduduk per tahun lebih dari 50% kasus biasanya didahului dengan
infeksi saluran nafas atas. Tnderita akan meninggal, meskipun dirawat di ruang
perawatan intensif. Sejumlah 80% penderita sembuh sempurna atau hanya menderita
gejala sisa ringan, berupa kelemahan ataupun sensasi abnormal, seperti halnya
kesemutan atau baal. Lima sampai sepuluh persen mengalami masalah sensasi dan
koordinasi yang lebih serius dan permanen, sehingga menyebabkan disabilitas berat;
10% diantaranya beresiko mengalami relaps.
Penatalaksanaan fisioterapi berupa terapi fisik pada penderita GBS harus
dimulai sejak awal, yaitu sejak kondisi pasien stabil. Oleh karena perjalananan
penyakit GBS yang unik, ada dua fase yang perlu diperhatikan dalam memberikan
fisioterapi. Yang pertama adalah fase ketika gejala masih terus berlanjut hingga
berhenti sebelum kondisi pasien terlihat membaik. Pada fase tersebut yang diperlukan
adalah mempertahankan kondisi pasien, meskipun kondisi pasien akan terus menurun.
Sedangkan yang kedua adalah pada fase penyembuhan, ketika kondisi pasien
membaik. Pada fase ini pengobatan fisioterapi ditujukan pada penguatan dan
pengoptimalan kondisi pasien.

B. TUJUAN
Tujuan pembuatan makalah ini adalah untuk mengaplikasikan jurnal
“Guillain-Barre Syndrome Following Dengue Fever in Adult Patient” untuk
mendukung kegiatan belajar-mengajar jurusan keperawatan khususnya pada mata
kuliah keperawatan kritis 1.

C. RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana hubungan Guilliain Barre Syndrome dengan demam berdarah yang
menyerang pada pasien dewasa ?
BAB III

ANALISIS JURNAL

A. STRENGTH
Dari jurnal yang saya dapatkan yaitu aspek yang paling penting dari
manajemen GBS adalah berkualitas baik perawatan intensif . Beberapa uji klinis acak
menunjukkan bahwa pertukaran plasma lebih efektif daripada terapi suportif saja
dalam mengurangi waktu rata-rata yang diambil bagi pasien untuk recoveri.
Imunoglobulin intravena muncul sebagai efektif sebagai pertukaran plasma dan bisa
menjadi lebih unggul dengan sedikit efek. Kortikosteroid sendiri tidak mengubah
hasil GBS, dan ada cukup bukti bahwa penggunaannya dalam kombinasi dengan
immunoglobulin efektif .

B. WEAKNESS
Dari hasil penelitian jurnal diatas didapatkan bahwa timbulnya GBS terjadi
setelah pemulihan infeksi awal. Mekanisme untuk pasca dengue GBS tidak
sepenuhnya diketahui. Ada bukti bahwa ini adalah penyakit neurologis proinflamasi
imun zat yang berpartisipasi dalam respon imun virus dengue, mungkin memiliki
peran penting dalam patogenesis GBS yang dapat membangun hubungan antara dua
respon kekebalan. Demam berdarah pada gilirannya bereaksi silang dengan
komponen saraf perifer karena berbagi crossreactive epitop (molekul mimikri).
Respon imun ini dapat diarahkan pada myelin atau akson perifernerves.

C. OPPORTUNITY
Pengobatan lain seperti filtrasi CSF tetap eksperimental dan unproven. Dalam
kasus ini, tes dengue positif antibodi spesifik IgM adalah bukti infeksi aktif atau baru
mengakuisisi penyakit. Manifestasi neurologis, temuan CSF yang khas dan pola studi
elektrofisiologi konsisten dengan diagnosis GBS. GBS berkembang sekitar seminggu
setelah manifestasi awal dengue. Pasien dirawat dengan pemberian imunoglobulin
intravena.
D. TREATH
Hambatannya berupa insiden gejala neurologis dan komplikasi antara pasien
dengue bervariasi. Beberapa kasus pasca dengue GBS dilaporkan dua kasus pada
kalangan orang dewasa. Kasus pertama mereka adalah seorang wanita 43 tahun
dengan GBS parah menyajikan dengan tetraparesis dan pernapasan kesulitan. Dia
diperlukan bantuan ventilasi dan pengobatan immunomodulation. Sedangkan kasus
kedua adalah laki-laki berusia 51 tahun dengan palsy wajah bilateral dan mati rasa
dari ekstremitas tapi tidak ada kelemahan. Dia sembuh tanpa pengobatan. Dilain sisi
ada yang melaporkan pria 24 tahun yang mengalami acute flaccid paralysis kedua
tungkai bawah berikut dengue. Pasien dirawat dengan imunoglobulin intravena dan
memiliki penyembuhan cepat dan lengkap.
DAFTAR PUSTAKA

Dr. Nazmul Kabir Qureshi, MD (EM), 2012. Guillain-Barre Syndrome Following Dengue
Fever in Adult Patient. Bangladesh

Anda mungkin juga menyukai