Anda di halaman 1dari 28

LAPORAN PRAKTIKUM

KIMIA FISIK

JUDUL PERCOBAAN :
ADSORPSI PADA LARUTAN
Disusun oleh
Kelompok 6
1. Synta Mutiara B. W. 24030116130068
2. Lista Ariyani 24030116130113
3. Aulia Ekadenti 24030116140114
4. Harizzatuz Zakiyyah 24030116140115
5. Hirla Adelia S. 24030116130116
6. Audry Fahmi D 24030116140117

Nama Asisten : Faisal Aprialdi


NIM Asisten : 24030114130115
Hari, Tanggal Praktikum : Kamis, 26 April 2018

DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2018
Abstrak

Telah dilakukan percobaan yang berjudul “ Adsorpsi pada Larutan” yang


bertujuan untuk mengamati peristiwa adsorbsi suatu larutan pada suhu tetap oleh
padatan. Adsorbsi adalah peristiwa penyerapan zat cairan pada permukaan zat
penyerap (adsorbsi). Metode yang digunakan dalam percobaan ini adalah
pengenceran dan titrasi. Prinsip percobaan ini adalah gaya van der waals yang
merupakan gaya tarik menarik antara atom atau molekul yang diungkapkan dalam
suku a/v2. Hasil yang diperoleh adalah pada konsentrasi 0.015 volume rata-rata
titrasi adalah 1.75 mL, konsentrasi 0.03 volume rata-rata titrasi adalah 3.8 mL,
konsentrasi 0.06 volume rata-rata titrasi adalah 8.65 mL. konsentrasi 0.09 volume
rata-rata titrasi adalah 13.6 mL, konsentrasi 0.12 volume rata-rata titrasi adalah
17.8 mL, dan konsentrasi 0.15 volume rata-rata titrasi adalah 22.7 mL. Dapat
diketahui pula nilai konstanta Langmuir (5,94 x 10-3) dan Nm dari konsentrasi
terendah 0,015 N; 0,03 N; 0,06 N; 0,09 N; 0,12 N; 0,15 N secara berturut-turut
adalah 1,38 x 10-3 mol; 2,84 x 10-3 mol; 5,89 x 10-3 mol; 9,32 x 10-3 mol; 13,57 x
10-3 mol; 18,2 x 10-3 mol. Maka, dapat disimpulkan, semakin besar konsentrasi
maka volume yang dibutuhkan untuk titrasi semakin banyak pula.

Kata kunci : Absorpsi, titrasi, CH3COOH


Abstract

Experiments have been conducted entitled "Adsorption on Solution"


which aims to observe the adsorbtion event of a solution at a fixed temperature by
solids. Adsorbtion is the event of the absorption of a liquid substance on the
surface of an absorbent agent (adsorption). The method used in this experiment is
dilution and titration. The principle of this experiment is the van der Waals forces
are attractive forces between atoms or molecules that are expressed in parts a/v 2.
The result is a concentration of 0.015 on the average titration volume was 1.75 mL
, the concentration of 0.03 average titration volume was 3.8 mL , the
concentration of 0.06 average titration volume was 8.65 mL, the concentration of
0.09 average titration volume was 13.6 mL, the concentration of 0.12 average
titration volume was 17.8 mL, and the concentration of 0.15 average titration
volume was 22.7 mL. . And also known Langmuir constant value (5.94 x 10-3)
and Nm of the smallest concentration of 0.015 N; 0.03 N; 0.06 N; 0.09 N; 0.12 N;
0.15 N respectively are 1.38 x 10-3 mol; 2.84 x 10-3 mol; 5.89 x 10-3 mol; 9.32 x
10-3 mol; 13.57 x 10-3 mol; 18.2 x 10-3 mol. Thus, it can be concluded, the greater
the concentration so the volume required to titrate the more .

Keyword : titration, adsorption, CH3COOH


PERCOBAAN 2
ADSORPSI PADA LARUTAN

I. TUJUAN PERCOBAAN
I.1 Mengamati peristiwa adsorpsi suatu larutan pada suhu tetap oleh
padatan

II. DASAR TEORI


II.1 Adsorpsi
Adsorpsi merupakan suatu proses yang terjadi ketika suatu fluida (cairan
maupun gas) terikat pada padatan dan akhirnya membentuk suatu lapisan tipis
pada permukaan tersebut. Partikel sol padat ditempatkan dalam zat cair atau
gas, maka partikel zat cair atau gas akan terakumulasi, fenomena tersebut
merupakan adsorpsi. Jadi, terkait dengan penyerapan partikel pada permukaan
zat. Partikel koloid sol memiliki kemampuan untuk mengadsorpsi partikel
pendispersi pada permukaannya. Berbeda dengan absorpsi, dimana fluida
terserap oleh fluida lainnya dengan membran suatu larutan (Robert, 1981).
Adsorpsi banyak dijumpai dalam keidupan sehari-hari. Adapun contoh
dan peristiwa adsorpsi seperti pada penjernihan air, pemulihan gula,
kromatografi, dan dalam bentuk kosmetik, seperti ammonium klorida yang
digunakan untuk bahan deodorant yang berfungsi mengadsorpsi protein dalam
keringat sehingga menghambat produk dari kelenjar keringat (Underwood,
1994).
II.2 Adsorpsi Fisika dan Kimia
Adsorpsi fisika terjadi apabila gaya intermolekuler lebih besar dari gaya
tarik antar molekul atau gaya tarik menarik yang relative lemah antara
adsorbat dengan permukaan adsorben. Gaya ini disebut gaya Van Der Waals,
sehingga adsorbat dapat bergerak dari satu bagian permukaan ke bagian
permukaan lain dari adsorben. Panas adsorpsi rendah, berlangsung cepat, dan
kesetimbangan adsorpsi bersifat reversible (dapat bereaksi balik), dan dapat
membentuk lapisan jamak (multilayer). Contoh : adsorpsi gas pada choncoal
(Sukardjo, 1997).
Adsorpsi kimia terjadi karena adanya reaksi antara molekul-molekul
adsorbat dengan adsorben, dimana terbentuk ikatan kovalen dengan ion.
Adsorbsi ini bersifat tidak reversible dan hanya membentuk lapisan
(monolayer). Umumnya terjadi pada temperatur tinggi, sehingga panas
adsorpsi tinggi. Adsorpsi ini terjadi dengan pembentukan senyawa kimia,
hingga ikatannya lebih kuat. Contoh : adsorpsi O2 pada Hg, HCl, Pt, C
(Sukardjo, 1997).
II.3 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Adsorpsi
2.3.1 Adsorben
Tiap jenis adsorben punya karakteristik tersendiri, artinya sifat
dasar dari adsorben yang berperan penting. (Alberty, 1987)
2.3.2 Adsorbat
Dapat berupa zat padat elektrolit maupun non-elektrolit. Untuk
zat elektrolit adsorpsinya besar,karena mudah mengion, sehingga
antara molekul-molekulnya saling tarik menarik, untuk zat non-
elektrolit adsorpsinya sangat kecil. (Alberty, 1987)
2.3.3 Konsentrasi
Makin tinggi konsentrasi larutan, kontak antara adsorben dan
adsorbat akan makin besar, sehingga adsorpsinya juga makin besar.
(Alberty, 1987)
2.3.4. Luas Permukaan
Semakin luas permukaan adsorben, gaya adsorpsi akan besar
sebab kemungkinan zat untuk diadsorpsi juga makin luas. Jadi,
semakin halus suatu adsorben, maka adsorpsinya makin besar.
(Alberty, 1987)
2.3.5 Temperatur
Temperatur tinggi, molekul adsorbat bergerak cepat, sehingga
kemungkinan menangkap atau mengadsorpsi molekul-molekul
semakin sulit. (Alberty, 1987)
II.4 Adsorbsi Larutan, Zat Padat dan Zat Padat Berpori
2.4.1. Adsorpsi Larutan
Adsorpsi larutan zat terlarut dan larutan oleh permukaan
padatan, biasanya hanya membuat monolayer. Pembentukan
multilayer pada adsorpsi semacam ini, jarang ditemukan. Adsorben
polar cenderung untuk mengadsorpsi adsorbat polar secara kuat dan
mengadsorpsi adsorbat nonpolar secara lemah.
Baik Isoterm Langmurr maupun Isotherm Frendish dapat
diterapkan pada jenis adsorpsi itu. Bentuk kedua persamaan itu adalah
sebagai berikut :

= k.

x
() max .a.C
x m

m 1.t.a.C
Dimana,
X = jumlah zat terlarut yang teradsorbsi padatan bermassa m
C = konsentrasi larutan pada kesetimbangan
a,n,k = konstanta

max = kapasitas monolayer (Alberty, 1987)

2.4.2. Adsorpsi oleh Zat Padat


Adsorpsi terjadi pada permukaan zat padat, karena adanya
gaya tarik atom atau molekul pada prmukaan zat padat. Energi
potensial permukaan dan molekul turun dengan mendekatnya molekul
ke permukaan. Molekul yang teradsorpsi dapat dianggap membentuk
fase dua dimensi. Dalam fasa dua dimensi molekul dapat
mempertahankan dua derajat kebebasan. (Alberty, 1987)
2.4.3. Adsorpsi Pada Zat Padat Berpori
Adsorpsi berpori dapat terjadi, apabila adsorben dapat
berkondensasi dalam pori-pori. Proses ini dapat disebut kondensasi
kapiler dan bila terjadi, maka akan tampak histens dalam isotherm
adsorbsinya. Suatu cairan terkondensasi dalam kapiler pada tekanan
yang kurang dari tekanan uap adsorben pada suhu percobaan adsorpsi.
(Alberty, 1987)
II.5 Isoterm Adsorpsi, Isoterm Langmuir, Persamaan Freundlich
2.5.1 Isoterm Adsorpsi
Gas bebas dan gas terabsorpsi berada dalam kesetimbangan
dinamika dan penutupan terfraksi permukaan, bergantung pada
tekanan gas pelapis. Ketergantungan Q pada tekanan dan temperature
tertentu, disebut isotherm adsorpsi. (Atkins, 1997)
Zat yang diadsorpsi mempunyai ukuran partikel yang sama,
memiliki permukaan yang tetap per-unit berat, diharapkan bahwa
jumlah adsorbannya pada konsentari yang tetap dan temperature akan
tepat untuk massa dari zat yang diadsorpsi yaitu x per-unit dari massa
adsorpsi massa m.

Maka, untuk menentukan adsorben dengan pada konsentrasi

tetap dan temperatur yang pasti. Kurva resultannya disebut “Adsorpsi


isotherm”, sedangkan untuk adsorpsi gas tingkat adsorpsinya sesuai
dengan tingkat adsorpsinya sesuai dengan tingkat adsorpsi.
K1 P(1-Q) = tingkat adsorpsi
Dengan Q adalah fraksi dari permukaan yang diisi, tingkat
permurnian adsorpsi akan sesuai dengan Q.

Q=

(Harrizul, 1950)
2.5.2 Isoterm Langmuir
Persamaan adsorpsi dicapai dengan cara kinetik, tergantung
persamaan laju kondensasi dan penguapan molekul teradsorpsi dengan
permukaan pada kinetic derivative, yang mendukung adalah Langmuir
tahun 1918 tertulis terpisah pada tingkat evaponasi dan kondensasi.
Sumber terbagi atas bagian dari S yaitu Si dan So = S - Si adalah

bebas, tingkat evaporasi Si Si . Ki dan Ki . Si = K 2 . P . So = K 2 . P .

C . S.

persamaan fraksi dari permukaan dapat dituliskan sebagai

berikut : �= (Atkins, 1997)

Langmuir Isoterm dalam bentuk Eg, umumnya lebih sukses


dalam menginterprestasikan data daripada isotherm Freundlich. Jika
hanya sebuah monolayer terbentuk. Plot dari � versus p seperti grafik
berikut:

Pada tekanan rendah, Kp<<1 dan � = Kp, sehingga � meningkat

linier terhadap tekanan. Pada tekanan tinggi, Kp>>1 sehingga � 1.

Permukaan ini hamper seluruhnya tertutup oleh monomolekuler, layer


pada tekanan tinggi, mengakibatkan perubahan tekanan yang
membuat sedikit perubahan jumlah zat. (Robert, 1981)

2.5.3 Persamaan Freundlich


Salah satu cara mudah untuk mendeskripsikan adsorpsi isotherm
dalam persamaan matematika adalah dengan persamaan Freundlich :
Y=K.C

Dimana Y mol adsorbat per massa adsorben, C konsentrasi


(mol/L) serta dan n adalah tetapan adsorbansi. (Atkins, 1997)
II.6 Senyawa yang Berfungsi Sebagai Adsorben
2.6.1. Karbon Aktif
Karbon aktif merupakan adsorben terbaik dalam sistem adsorpsi
dikarenakan karbon aktif memiliki luas permukaan yang besar dan
daya adsorpsi yang tinggi sehingga pemanfaatannya dapat optimal.
Karbon aktif yang baik harus memiliki luas permukaan yang besar
sehinggadaya adsoprsinya juga besar (Prabowo, 2009). Karbon aktif
adalah material berpori denga kandungan karbon 87%-97% dan
sisanya berupa hidrogen, oksigen, sulfur, dan material lain. Karbon
aktif merupakan karbon yang telah diaktivasi sehingga terjadi
pengembangan struktur pori menyebabkan ukuran molekul teradsorpsi
terbatas, sedangkan bila ukuran partikeltidak berpengaruh, kuantitas
bahan yang diserap dibatasi oleh luas permukaan karbon aktif (Austin,
1996)
2.6.2. Zeolit
Zeolit merupakan adsorben yang memiliki ukuran pori yang
sangat kecil dan seragam jika dibandingkan dengan adsorben karbon
aktif dan silika gel, sehingga zeolit hanya mampu menyerap molekul-
molekul yang berdiameter lebih sama atau lebih kecil dari diameter
celah rongga, sedangkan molekul yang diameternya lebih besar dari
pori zeolit akan tertahan dan hanya melintasi antar partikel. Dalam
keadaan normal ruang hampa dalam kristal zeolit terisi oleh molekul
air yang berada di sekitar kation. Zeolit yang dipanaskan dapat
berfungsi sebagai penyerap gas atau cairan (Khairinal, Trisuroryanti,
W., 2000). Kemampuan zeolit mengadsorpsi sangat bergantung pada
rasio Si/Al. Rasio Si/Al rendah, zeolit bersifat hydrophilic mempunyai
afinitas tinggi terhadap air dan senyawa polar lainnya. Sebaliknya, jika
rasio Si/AL tinggi, maka zeolit bersifat hydrophilic dan mengadsorpsi
senyawa non-polar (Yuliusman, dkk, (2013). Sifat-sifat zeolit secara
langsung berasal dari karakteristik tertentu, struktur kristalnya,
sehingga memiliki luas permukaan yang cukup besar. Zeolit dikenal
sebagai adsorben yang selektif dan mempunyai efektivitas yang tinggi
(Neuran, 1991).
2.6.3. Silika Gel
Silika gel merupakan salah satu adsorben oleh mudahnya silika
diproduksi dan sifat permukaan (struktur geometri pori dan sifat kimia
pada permukaan) dan dapat dengan mudah dimodifikasi (Fahmiati
dkk, 2004). Silika gel merupakan suatu bentuk dari silika yang
dihasilkan melalui penggumpalan sol natrium silikat (NaSiO2). Sol
mirip agar-agar ini dapat didehidrasi sehingga berubah menjadi
padatan atau butiran mirip kaca yang bersifat tidak elastis. Sifat ini
menjadikan silika gel dimanfaatkan sebagai zat penyerap, pengering,
dan penopang katalis (Dunkels, 2008)
2.6.4. Perbedaan karbon aktif, zeolit dan silika gel
Sifat zeolit sebagai penukar ion menyebabkan zeolit mempunyai
keefektivan adsorpsi lebih tinggi dari karbon aktif dan silika gel karena
adanya kation logam, di mana kation tersebut bergerak secara bebas
dalam struktur zeolit yang berongga dan dapat bertukar dengan kation
ion logam lain dalam jumlah yang sama dalam penyerapan logam
(Nugroho, dkk, 2013). Selain itu juga struktur pori zeolit berupa kristal
yang menyebabkan ukuran pori spesifik dan lebih berongga, jika
dibandingkan dengan struktur pori karbon aktif dan silika gel yang
berupa amorforus yang memiliki banyak mikropori sehingga dapat
menghambat molekul-molekul dalam proses adsorpsi. Selain itu
karbon aktif memiliki sifat adsorben yang dapat mengadsorpsi secara
selektif (Nugroho, dkk, 2013), sedangkan silika gel diketahui memiliki
kemampuan polarisabilitas rendah, maka dari itu silika gel cenderung
berinteraksi dengan logam berat yang berkemampuan polarisabilitas
tinggi dan secara teoritis relatif tidak begitu kuat, untuk itu silika gel
harus dimodifikasi jika akan digunakan untuk mengadsorpsi logam
berat (Giri, dkk, 2014).
II.7 Analisa Bahan
2.7.1 NaOH
Sifat fisik : padatan putih, TL 3180C, TD 1340C
Sifat kimia : Bersifat higroskopis dan korosif, larutan dalam air
bersifat basa. (Daintith, 1994)
2.7.2 CH3COOH
Sifat fisik : Larutan tak berwarna, TD 118,50C, TL 170C
Sifat kimia : Bersifat asam lemah. (Daintith, 1994)
2.7.3 Aquades
Sifat fisik : Cairan jernih tak berwarna, TL 00C, TD 1000C,
densitas 1g/mol
Sifat kimia : Pelarut universal dan bersifat polar.(Mulyono,
2005)
2.7.4 Karbon aktif
Sifat fisik : Bentuk berpori dari karbon yang dihasilkan
melalui jalan penyaringan destritif bahan organik
Sifat kimia : Sebagai penyerap gas dan menjernihkan.
(Daintith, 1994)
2.7.5 Phenolphtalein
Sifat fisik : Trayek pH 8,5 – 11
Sifat kimia : Tidak berwarna dalam larutan asam dan berwarna
merah dalam larutan basa, larut dalam alkohol dan sebagai
indikator asam basa. (Mulyono, 2005)
III. METODE PERCOBAAN
III.1 Alat dan bahan
III.1.1 Alat
- Erlenmeyer - Kertas saring
- Buret - Labu ukur
- Corong - Statif/Klem
- Gelas ukur - Gelas Beker
- Pipet
III.1.2 Bahan
 Larutan CH3COOH
 Larutan standar NaOH
 Indikator PP
 Karbon aktif

III.2 Gambar Alat

Buret Erlenmeyer Gelas Ukur

Labu Ukur Corong Pipet Tetes


Statif dan klem Kertas Saring Gelas Beker

III.3 Skema Kerja


3.3.1 Pengenceran

CH3COOH 1 N
Gelas Beker
Pengenceran menjadi konsentrasi
0,15 N; 0,12 N; 0,09 N; 0,06 N ;
0,03 N ; dan 0,015
Hasil
3.3.2 Pengadsopsian dan Penitrasian

100 mL CH3COOH 0,15 N;0,12 N;0,09 N; 0.06 N; 0.03 N;0.015.


Erlenmeyer

Penambahan 1 gram karbon aktif

Pengocokan selama 20 menit

Pendiaman selama 40 menit


Filtrat 25 mL Penyaringan Residu

Penambahan indicator PP 3 tetes


Penitrasian dengan NaOH 0,1 N dan dilakukan secara
duplo

Hasil

IV. DATA PENGAMATAN


Konsentrasi
No V1 V2 V CH3COOH
CH3COOH
1 0,015 N (kontrol) 2,4 mL 2,5 mL 25 mL
2 0,015 N 1,8 mL 1,7 mL 25 mL
3 0,03 N 3,5 mL 4,1 mL 25 mL
4 0,06 N 8,5 mL 8,8 mL 25 mL
5 0,09 N 13,5 mL 13,6 mL 25 mL
6 0,12 N 17,8 mL 17,8 mL 25 mL
7 0,15 N 22,7 mL 22,7 mL 25 mL
V. HIPOTESIS

Percobaan ini dilakukan untuk mempelajari secara kuantitatif sifat-sifat


adsorpsi dari suatu bahan adsorpsi. Pada percobaan 2 yang berjudul,
“Adsorpsi pada Larutan”, bertujuan untuk mempelajari secara kuantitatif sifat-
sifat adsorpsi dari suatu bahan adsorpsi. Adsorpsi merupakan peristiwa
penyerapan pada permukaan suatu adsorben, sehingga dapat diketahui volume
adsorben, kemudian dapat dihitung konsentrasinya. Semakin besar
konsentrasi, makin banyak zat yang diadsorpsi, dengan menggunakan rumus
sebagai berikut:
VI. PEMBAHASAN
Percobaan yang berjudul “adsorpsi pada larutan” bertujuan untuk
mengamati peristiwa adsorpsi suatu larutan pada suhu tetap oleh padatan.
Prinsip percobaan ini adalah gaya Van der Waals dan penyerapan larutan atau
adsorbsi. Metode yang digunakan adalah pengenceran dan titrasi.
Pada percobaan ini juga menggunakan larutan kontrol dari pengenceran
CH3COOH 1N menjadi konsentrasi 0,015 N. Tujuan digunakannya larutan
kontrol adalah sebagai pembanding antara larutan yang diberi karbon aktif
dengan larutan yang tidak diberi karbon aktif, sehingga dapat diketahui
pengaruh karbon aktif dalam larutan. Perlakuan awal pada percobaan ini
larutan CH3COOH 1N diencerkan menjadi 0,15 N ; 0,12 N; 0,09 N; 0,06 N;
0,03 N; 0,015 N dalam 100 mL.. Tujuan pengenceran CH3COOH 1N ini
untuk mendapatkan CH3COOH dengan berbagai konsentrasi agar dapat
diketahui pengaruh konsentrasi terhadap massa zat yang teradsorpsi.
Kemudian memasukkan 1 gram karbon aktif ke dalam larutan pada
Erlenmeyer. Larutan digojog secara periodik selama 20 menit. Tujuan dari
penggojogan adalah agar terjadi kontak antara asam asetat dengan permukaan
karbon aktif, sehingga asam asetat terserap ke dalam pori-pori karbon aktif.
Kemudian larutan didiamkan selama 40 menit yang bertujuan untuk terjadinya
kesetimbangan antara adsorbsi dan larutan. Pendiaman ini dilakukan supaya
adsorpsi terjadi secara sempurna. Proses adsorpsi pada CH 3COOH terjadi
karena adanya kontak permukaan padatan dari karbon aktif (adsorben) dengan
larutan CH3COOH. Permukaan karbon aktif cenderung dapat mengikat
CH3COOH karena adanya gaya van der waals (Atkins, 1995).
Setelah pendiaman selama 40 menit, dilakukan penyaringan bertujuan
untuk memisahkan karbon aktif dengan asam asetat. Karbon aktif sebagai
residu dan asam asetat sebagai filtratnya. Kemudian filtrat sebagai titrat
diambil 25 ml untuk dititrasi dengan NaOH 0,1 N sebagai titran. Titrasi
dilakukan bertujuan untuk menentukan konsentrasi dari asam asetat setelah
diadsorpsi. Sebelum dilakukan titrasi, larutan asam asetat terlebih dahulu
ditambah dengan indikator pp yang bertujuan untuk mngetahui titik ekuivalen
telah tercapai dengan terjadinya perubahan warna, yaitu dari bening menjadi
merah muda. Digunakan indikator pp karena memiliki trayek pH antara 8,3-
10, sehingga pada saat diteteskan ke larutan asam asetat akan tidak berwarna,
tetapi setelah penambahan NaOH (basa) setelah titrasi menjadi berwarna
merah muda.
Mekanisme yang terjadi pada saat perubahan warna indicator pp yaitu:

. Semua larutan pada percobaan ini dititrasi sebanyak dua kali atau duplo,
tujuannya agara hasil yang didapatkan akurat.
Dari percobaan ini diperoleh volume setiap larutan setelah dititrasi, mulai
dari konsentrasi terendah larutan kontrol; 0,015 N; 0,03 N; 0,06 N; 0,09 N;
0,12 N; 0,15 N secara berturut-turut 2,45 ml; 1,75 ml; 3,8ml; 8,65 ml; 13,6
ml; 17,8 ml; 22,7 ml. Dari data tersebut dapat digunakan untuk mencari
jumlah mol yang diperlukan untuk membuat lapisan tunggal pada karbon
aktif (Nm), dengan menggunakan persamaan teoritis dari adsorpsi Langmuir :
C/N = C/Nm + (1/K x N)
di mana :
C = konsentrasi akhir dari asam (mol/L)
N = mol asam yang teradsorpsi per gram karbon aktif
K = konstanta Langmuir (5,94x10-3)
Nm = jumlah mol yang diperlukan untuk membuat lapisan tunggal pada
karbon aktif
Dalam percobaan kali ini kami menggunakan perhitungan dengan Isoterm
Langmuir yang didasarkan asumsi bahwa Adsorben yang kami gunakan
mempunyai permukaan yang homogen dan hanya dapat mengadsorpsi satu
molekul adsorbat untuk setiap molekul adsorbennya. kemudian, Tidak ada
interaksi antara molekul-molekul yang terserap. Semua proses adsorpsi dilakukan
dengan mekanisme yang sama, kami hanya menggunakan variasi pada konsentrasi
dan Hanya terbentuk satu lapisan tunggal saat adsorpsi maksimum.

Diperoleh grafik hubungan antara N vs C/N

Berdasarkan grafik di atas, dapat dilihat bahwa grafik mengalami


kenaikan, walau terjadi sedikit penurunan pada konsentrasi akhir 0,01022 N
dan kemudian naik lagi pada konsentrasi akhir 0,01273 N. Sehingga dapat
disimpulkan semakin tinggi konsentrasi, semakin banyak mol yang
teradsorpsi. Dan diperoleh persamaan garis y = 154,38x + 5,4864 dengan R 2
sebesar 0,7679, di mana nilai R hampir mendekati 1 yang artinya grafik ini
linier.
Dari persamaan tersebut didapatkan Nm dari konsentrasi terendah 0,015
N; 0,03 N; 0,06 N; 0,09 N; 0,12 N; 0,15 N secara berturut-turut 1,38 x 10-3
mol; 2,84 x 10-3 mol; 5,89 x 10-3 mol; 9,32 x 10-3 mol; 13,57 x 10-3 mol; 18,2
x 10-3 mol. Sehingga dapat disimpulkan, semakin besar konsentrasi, maka
semakin banyak zat yang teradsorpsi.
VII. PENUTUP
VII.1 Kesimpulan
VII.1.1 Semakin tinggi konsentrasi, adsorpsi yang terjadi juga semakin
besar.
VII.1.2 Adsorpsi akan cepat terjadi apabila ada pengaruh yang kuat
dari adsorbannya seperti konsentrasi, temperatur, luas
permukaan, dan adsorben.
VII.1.3 Dari data yang diperoleh didapatkan persamaan garis melalui
perhitungan manual yaitu y : 154.383 x + 5.48636 dan
persamaan garis melalui perhitungan excel yaitu y: 154.38 x +
5.4864
VII.2 Saran
VII.2.1 Praktikan diharapkan lebih teliti lagi ketika pengenceran.
VII.2.2 Praktikan diharapkan lebih teliti saat melihat perubahan warna
larutan yang dititrasi.
DAFTAR PUSTAKA

Alberty, R.A., 1987, Physical Chemistry, 7th, John wiilley and Sons
Atkins, P.W., 1997, Kimia Fisik II, edisi keempat, Erlangga, Jakarta
Austin, G. T., 1996. Industri Proses Kimia. Jilid 1. Edisi Kelima. Penerbit
Erlangga. Jakarta.
Daintith, J., 1994, Kamus Kimia Lengkap, Erlangga, Jakarta
Harrizul, R., 1955, Asas Pemeriksaan Kimia, UI. Press, Jakarta
Khairinal, dan Trisunaryanti, W., 2000, Dealuminasi Zeolit Alam Wonosari
dengan Perlakuan Asam dan Proses Hidrotermal, Prosiding Seminar Nasional
Kimia VIII, Yogyakarta.
Mulyono, H.A.M., 2005, Kamus Kimia, Ganesindo, Jakarta
Nugroho, W., & Purwoto, S. 2013. Removal Klorida, TDS, dan Besi Pada Air
Payau Melalui Penukaran Ion dan Filtrasi Campuran Zeolit Aktif dengan
Karbon Aktif. Jurnal Teknik Waktu 11(01):47-59.
Prabowo E., 2009. Laporan Praktikum Kimia Dasar. Universitas Lambung
Mangkurat. Banjar baru.
Robert, 1981, Physical Chemistry, Academic Press, USA
Sukardjo. 1997. Kimia Fisika. Rineka Cipta. Yogyakarta.
Underwood, A.L.,. Day,. R.A.,. 1994. Analisa. Kimia. Kuantitatif, edisi ke-4,
Erlangga, Jakarta
Yuliusman, Widodo Wahyu Purwanto, dan Yulianto Sulistyo Nughoro. 2013.
“Pemilihan Adsorben Untuk Penjerapan Karbon Monoksida Menggunakan
Model Adsorpsi Isotermis Langmuir.” Reaktor 14(3): 225–33.

LEMBAR PENGESAHAN
Semarang, 26 April 2018

Praktikan

Synta Mutiara Bunga W Lista Ariyani Aulia Ekadenti


24030116130068 24030116130113 24030116140114

Harizatuz Zakiyyah Hirla Adelia S.N Audry Fahmi Dewi


24030116140115 24030116130116 24030116140117

Mengetahui,
Asisten

Faisal Aprialdi
24030114130115
LAMPIRAN

Konsentrasi (N) V titrasi 1 (ml) V titrasi 2 (ml) V rata-rata (ml)


Kontrol (0.015) 2.4 2.5 2.45
0.015 1.8 1.7 1.75
0.03 3.5 4.1 3.8
0.06 8.5 8.8 8.65
0.09 13.6 13.6 13.6
0.12 17.8 17.8 17.8
0.15 22.7 22.7 22.7

Konsentrasi Mol CH₃COOH Mol CH₃COOH Mol CH₃COOH


(N) teradsopsi (mol) awal (mol) akhir (mol)
Kontrol
(0.015) - - -
0.015 0.001325 0.0015 0.000175
0.03 0.00262 0.003 0.00038
0.06 0.005135 0.006 0.000865
0.09 0.00764 0.009 0.00136
0.12 0.01022 0.012 0.00178
0.15 0.01273 0.015 0.00227

N CH₃COOH setelah
Konsentrasi (N) N CH₃COOH akhir C/N
di titrasi
Kontrol (0.015) - - -
0.015 0.007 0.001325 5.28302
0.03 0.0152 0.00262 5.80153
0.06 0.0346 0.005135 6.73807
0.09 0.0544 0.00764 7.12042
0.12 0.0712 0.01022 6.96673
0.15 0.0908 0.01273 7.13276
LAMPIRAN
1). Perhitungan pengenceran
a. CH3COOH 0,015 N d. CH3COOH 0,09 N
V1. N1 = V2 . N2 V1. N1 = V2 . N2
100 ml . 0,015 N = V2 . 1 M 100 ml . 0,09 N = V2.1M
V2 = 1,5 ml V2 = 9ml

b. CH3COOH 0,03 N e. CH3COOH 0,12 N


V1. N1 = V2 . N2 V1. N1 = V2 . N2
100 ml . 0,03 N = V2 . 1 M 100 ml . 0,03 N = V2 . 1 M
V2 = 3 ml V2 = 3 ml

c. CH3COOH 0,06 N f. CH3COOH 0,15 N


V1. N1 = V2 . N2 V1. N1 = V2 . N2
100 ml . 0,06 N = V2 . 1 M 100 ml . 0,06 N = V2 . 1 M
V2 = 6 ml V2 = 6 ml
2). Perhitungan konsentrasi asam asetat sebelum dan sesudah adsorpsi
a) CH3COOH 0,015 N

Mol CH3COOH awal = [CH3COOH] awal x 0,1 L


= 0,015 mol/L x 0,1 L
= 0,0015 mol
Mol CH3COOH akhir = [CH3COOH]akhir x 0,025 L
= 0,007 mol/L x 0,025 L
= 0,000175 mol
Mol CH3COOH teradsorpsi = mol awal – mol akhir
= 0,0015 mol – 0,000175 mol
= 0,001325 mol

C/N = 0,007 mol/L / 0,001325 mol/gr


C/N = 5,28302 gr
b) CH3COOH 0,03 N

Mol CH3COOH awal = 0,03 mol/L x 0,1 L


= 0,03 mol
Mol CH3COOH akhir = 0,0152 mol/L x 0,025 L
= 0,00038 mol
Mol teradsorpsi = 0,003 mol – 0,00038 mol
= 0,00262 mol

C/N = 0,0152 mol/gr / 0,00262 mol/gr


C/N = 5,80153 gr

c) CH3COOH 0,06 N
N CH3COOH = 8,65 ml x 0,1 N
25 ml
= 0,0346 N
Mol CH3COOH awal = 0,06 mol/L x 0,1L
= 0,006 mol
Mol CH3COOH akhir = 0,0346 mol/L x 0,025L
= 0,000865 mol
Mol teradsorpsi = 0,006 mol – 0,000865 mol
= 0,005135 mol
N CH3COOH akhir = 0,005135 mol
1 gram
= 0,00513 mol/gram
C= 0,0346 mol/L
N 0,005135 mol/gram
= 7,12042 gram

d) CH3COOH 0,09 N
N CH3COOH = 13,6ml x 0,1 N
25 ml

Mol CH3COOH awal = 0,09 mol/L x 0,1 L


= 0,009 mol
Mol CH3COOH akhir = 0,0544 N x 0,025 L
= 0,00136 mol
Mol teradsorpsi = 0,009 mol – 0,00136 mol
= 0,00764 mol
N CH3COOH akhir = 0,00764 mol
1 gram
= 0,00764 mol/gram
C = 0,0544 mol/ L
H 0,00764 mol/ gram
= 7,12042 gram
e) CH3COOH 0,12 N
N CH3COOH = 17,8 ml x 0,1 N
25 ml
= 0,0712 N
Mol CH3COOH awal = 0,12 mol/L x 0,1 L
= 0,012 mol
Mol CH3COOH akhir = 0,0712 mol/L x 0,025 L
= 0,00178 mol
Mol teradsorpsi = 0,012 mol – 0,00178 mol
= 0,01022 mol
N CH3COOH akhir = 0,01022 mol
1gram
= 0,01022 mol/gram
C = 0,0712 mol/L
H 0,07022 mol/gram
= 6,96673 gram
f) CH3COOH 0,15 N
N CH3COOH = 22,7 ml x 01 N
25 ml
= 0,015 N
Mol CH3COOH awal = 015 mol/L x 0,1 L
= 0,015 mol
Mol CH3COOH akhir = 0,0908 mol/L x 0,025 L
= 0,00227 mol
Mol teradsorpsi = 0,015 mol – 0,00227 mol
= 0,01273 mol
N CH3COOH akhir = 0,01273 mol
1gram
= 0,01273 mol/gram
C = 0,0908 mol/L
H 0,01273mol/gram
= 7,13276 gram

3) Perhitungan Nm pada berbagai konsentrasi CH3COOH

Rumus : C = C + 1 xN
N Nm k

a) CH3COOH 0,015 N
5,28302 = 0,007 + 1 x 0,001325
Nm 5,94 x 10-3

5,28302 = 0,007 + 0,22306


Nm
5,05995 = 0,007
Nm
Nm = 0,00138 mol = 1,38 x 10 -3mol

b) CH3COOH 0,03 N
5,80153 = 0,0152 + 1 x 0,00262
Nm 5,94 x 10-3

5,80153 = 0,0152 + 0,44108


Nm
5,05995 = 0,0152
Nm
Nm = 0,00284 mol = 2,84 x 10-3mol

c) CH3COOH 0,06 N
6,73807 = 0,0346 + 1 x 0,005135
Nm 5,94 x 10-3

6,73807 = 0,0346 + 0,86448


Nm
5,87359 = 0,0346
Nm
Nm = 0,00589 mol = 5,89 x 10-3mol

d) CH3COOH 0,09 N
7,12042 = 0,0544 + 1 x 0,00764
Nm 5,94 x 10-3

7,12042 = 0,0544 + 1,2862


Nm
5,83422 = 0,0544
Nm
Nm = 0,00932 mol = 9,32 x 10-3mol

e) CH3COOH 0,12 N
6,96673 = 0,0712 + 1 x 0,01022
Nm 5,94 x 10-3

6,96673 = 0,0712 + 1,72054


Nm
5,24619 = 0,0712
Nm
Nm = 0,01357 mol = 13,57 x 10-3mol
f) CH3COOH 0,15 N
7,13276 = 0,0908 + 1 x 0,01273
Nm 5,94 x 10-3

7,13276 = 0,0908 + 2,1431


Nm
4,98966 = 0,0908
Nm
Nm = 0,0182 mol = 18,2 x 10-3mol

Mencari m dan c :
No N akhir (x) C/N (y) xy x^2
1 0.00133 5.283 0.007 1.75563 x 10⁻⁶
2 0.00262 5.8015 0.0152 6.8644 x 10⁻⁶
3 0.00514 6.7381 0.0346 2.63682 x 10⁻⁵
4 0.00764 7.1204 0.0544 5.83696 x 10⁻⁵
5 0.01022 6.9667 0.0712 1.04448 x 10⁻⁴
6 0.01273 7.1328 0.0908 1.62053 x 10⁻⁴
Jumlah 0.03967 39.043 0.2732 3.59859 x 10⁻⁴
Rata-rata 0.00661 6.5071 0.04553 5.99765 x 10⁻⁵

M = n x ƩXY - ƩX x ƩY
n x ƩX² - (ƩX)²
M = 6 x 0.2732 - 0.03967 x 39.04253
6 x (3.59859 x 10⁻⁴) - (0.03967)²
M = 1.6392 - 1.5488
0.002159155 - 0.001573709
M= 0.0904
0.0006
M= 154.38

C => y=mx+C
6.5071 154.383 x (0.006612) + C
6.5071 1.02073 + C
C= 5.48636

Anda mungkin juga menyukai