Anda di halaman 1dari 16

ASUHAN KEPERAWATAN

PASIEN DENGAN HIPERPITUITARY

Oleh :

1. Aan Nurdiyanto
2. Dadang
3. Hidayatullah
4. Liulin Nuha
5. Puguh K
6. Titin Supriyatin

PROGRAM STUDI S 1 KEPERAWATAN PROGRAM B


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURABAYA
2012

1
BAB I
TINJAUAN TEORI

1. Definisi

Hiperpituitary adalah suatu kondisi patologis yang terjadi akibat tumor atau
hiperplasi hipofisisme sehingga menyebabkan peningkatkan sekresi salah satu hormone
hipofise atau lebih.
Hormon – hormon hipofisis lainnya sering dikeluarkan dalam kadar yang lebih
rendah. (Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Kelenjar Hipofise) (Hotma
Rumahardo, 2000 : 36).
Hiperpituitary adalah suatu keadaan dimana terjadi sekresi yang berlebihan satu
atau lebih hormone- hormone yang disekresikan oleh kelenjar pituitary{ hipofise}
biasanya berupa hormone- hormone hipofise anterior.
(http://www.askep.hiperpituitaryi.com/2008).
Sekresi yang berlebihan satu atau beberapa hormon yang dikeluarkan oleh
kelenjar pituitari.
Disebabkan oleh hormon sekresi yang meningkat sebagai akibat dari adanya
benigna adenoma
Sindrom hiperpituitari: cusshing’s syndrome, acromegali, amenorrhea,
galactorrhea, hipertiroidism, hipergonadism pada laki-laki

2. Etiologi

Hiperpituitari dapat terjadi akibat malfungsi kelenjar hipofisis atau hipotalamus,


penyebab mencakup :
1. Adenoma primer salah satu jenis sel penghasil hormone, biasanya sel
penghasil GH, ACTH atau prolakter.
2. Tidak ada umpan balik kelenjar sasaran, misalnya peningkatan kadar
TSH terjadi apabila sekresi HT dan kelenjar tiroid menurun atau tidak
ada.
(Buku Saku Patofisiologis, Elisabeth, Endah P. 2000. Jakarta : EGC)

2
3. Manifestasi klinis

1. Perubahan bentuk dan ukuran tubuh serta organ – organ dalam (seperti
tangan, kaki, jari – jari tangan, lidah, rahang, kardiomegali)
2. Impotensi
3. Visus berkurang
4. Nyeri kepala
5. Perubahan siklus menstruasi (pada klien wanita), infertilitas
6. Libido seksual menurun

7. Kelemahan otot, kelelahan dan letargi


(Hotman Rumahardo, 2000 : 39).

4. Fisiologi Kelenjar Hipofisis ( Pituitari

Letak : di dasar tengkorak ( sela tursica)


Kelenjarnya kecil, garis tengahnya < 1 cm
Berat : 0,5 – 1 gram
Dihubungkan dengan hipotalamus oleh tangkai pituitari atau infundibulum
hipotalami

 Terdiri dari 2 lobus :

1. LOBUS ANTERIOR (ADENOHIPOFISE)

1. Hormon somatotropik hormon pertumbuhan (HGH)


2. Hormon tirotropik : = TSH= Thyroid Stimulating Hormon
3. ACTH=Adrenocorticotrophic hormon mengatur kegiatan korteks
adrenal dan pelepasan kortikosteroid
4. Gonadotrofik : - FSH
- LH
- LTH /Luteotrofik Hormon & Prolactin (PRL)

 Pelepasan hormon hipifisis anterior diatur oleh hipotalamus  melalui


mekanisme umpan balik
 HGH (Human Growth Hormone)
- Kurang : hambatan pertumbuhan

3
- Berlebihan : gigantisme, akromegali
- HGH dilepaskan 4x dlm 24 jam .setiap pelepasan HGH
menyebabkan Hati melepaskan Somatomedin (zat perangsang
pertumbuhan jangka panjang). Pelepasan HGH diatur oleh
Somatostatin (faktor penghambat penglepasan hipotalamus)
 TSH : mengatur kegiatan kelenjar tiroid
 ACTH : mengatur kegiatan korteks adrenal dan pelepasan
kortikosteroid sprti kortisol (hidrokortison) dan kortison
 Hormon gonadotrofik : mengatur kegiatan gonad

2. LOBUS POSTERIOR (NEUROHIPOFISE)

1. ADH/Anti Diuretik Hormon (VASOPRESIN/adiuretin) : mengatur


reabsorbsi air dari tubulus ginjal

2. Oksitosin/oksitosik: kontraksi uterus, penyemprotan susu

5. Patofisiologi

Hiperfungsi hipofise dapat terjadi dalam beberapa bentuk bergantung pada


klien dimana salah satu sel – sel hipofisis yang mengalami hiperfungsi kelenjar
biasanya mengalami perbesaran, disebut adenoma makrokospik (diameter > 10
mm) atau adenoma mikrokospik (diameter < 10 mm).
Prolaktin dan GH merupakan hormone yang sering terjadi hipersekresi
dengan adanya adenoma.
Selanjutnya prolaktin meningkat dalam darah dan terjadi akromegali
(akro = akral / ekstremitas, megali = besar).
Akromegali terjadi karena GH bekerja cepat menyebabkan pertumbuhan
cepat/gingantism.

6. Efek sistemik akibat tumor:


a. Produksi GH tidak normal
b. Sekresi susu yang berlebihan (galactorrhea)

4
c. STIMULASI berlebihan pada beberapa organ target misalnya pada kelenjar
tiroid
d. Prolaktinoma (adenoma laktotropin) biasanya adalah tumor kecil, jinak
yang terdiri atas sel-sel pensekresi prolaktin.
e. Adenoma somatotropik terdiri atas sel-sel yang mensekresi hormon
pertumbuhan. Biasanya terjadi gigantisme pada klien prepubertas, dan
terjadi akromegali pada klien yang mengalami postpubertas.
f. Kelebihan hormon pertumbuhan menyebabkan gangguan metabolik, seperti
hiperglikemia dan hiperkalsemia
g. Adenoma kortikotropik terdiri atas sel-sel pensekresi ACTH, kebanyakan
tumor ini adalah mikroadenoma yang secara klinis dikenal dengan tanda
khas penyakit Chausing’s.

7. Beberapa keterangan mengenai Gigantisme, Akromegali


Gigantisme
Kadang-kadang sel-sel penghasil hormon pertumbuhan hipofisis anterior
menjadi aktif berlebihan dan kadang-kadang malahan terdapat tumor sel
hormon pertumbuhan sel asidofilik pada kelenjar ini. Sebagai akibatnya,
dihasilkan hormon pertumbuhan dalam jumlah besar. Semua jaringan tubuh
tumbuh cepat, termasuk tulang, dan bila epifisis tulang panjang belum bersatu
dengan batang tulang, tinggi badan bertambah sehingga orang tersebut menjadi
seperti raksasa dengan tinggi sebesar 8 sampai 9 kaki.

5
Akromegali
Akromegali adalah pertumbuhan berlebihan akibat pelepasan hormon
pertumbuhan yang berlebihan.
PENYEBAB
Pelepasan hormon pertumbuhan berlebihan hampir selalu disebabkan
oleh tumor hipofisa jinak (adenoma).

GEJALA
Pada sebagian besar kasus, pelepasan hormon pertumbuhan yang
berlebihan mulai terjadi pada usia 30-50 tahun, lama setelah ujung piringan
tulang menutup. Karena itu tulang mengalami kelainan bentuk, bukan
memanjang.
Gambaran tulang wajah menjadi kasar, tangan dan kakinya membengkak.
Penderita memerlukan cincin, sarung tangan, sepatu dan topi yang lebih besar.
Perubahan ini terjadi secara perlahan, sehingga biasanya selama bertahun-
tahun tidak disadari oleh penderitanya

6
Rambut badan semakin kasar sejalan dengan menebal dan bertambah
gelapnya kulit. Kelenjar sebasea dan kelenjar keringat di dalam kulit
membesar, menyebabkan keringat berlebihan dan bau badan yang menyengat.

Pertumbuhan berlebih pada tulang rahang (mandibula) bisa


menyebabkan rahang menonjol (prognatisme). Tulang rawan pada pita suara
bisa menebal sehingga suara menjadi dalam dan serak.

Lidah membesar dan lebih berkerut-kerut. Tulang rusuk menebal


menyebabkan dada berbentuk seperti tong.

Sering ditemukan nyeri sendi; setelah beberapa tahun bisa terjadi artritis
degeneratif yang melumpuhkan.
Jantung biasanya membesar dan fungsinya sangat terganggu sehingga
terjadi gagal jantung. Kadang penderita merasakan gangguan dan kelemahan
di tungkai dan lengannya karena jaringan yang membesar menekan persarafan.
Saraf yang membawa sinyal dari mata ke otak juga bisa tertekan,
sehingga terjadi gangguan penglihatan, terutama pada lapang pandang sebelah
luar. Hampir semua penderita wanita memiliki siklus menstruasi yang tidak
teratur.
Beberapa penderita wanita bahkan menghasilkan air susu meskipun
tidak sedang dalam masa menyusui (galaktore) karena terlalu banyaknya
hormon pertumbuhan maupun hormon prolaktin. Sepertiga penderita pria
menjadi impoten.
Hiperpituitarisme dapat terjadi dalam beberapa bentuk tergantung pada
sel-sel hipofisis yang mengalami hiperfungsi. .
Kebanyakan tumor yang terjadi terdiri atas sel-sel laktotropik
(prolaktinomas). Sedangkan tumor yang kurang umum terjadi adalah adenoma
somatotropik dan kortikotropik.

8. Pemeriksaan Penunjang

1. Kadar prolaktin serum ; ACTH, GH


2. CT – Scan / MRI
3. Pengukuran lapang pandang

7
4. Pemeriksaan hormon
5. Angiografi
6. Tes toleransi glukosa
7. Tes supresi dengan dexamethason

(Hotman Rumahardo, 2000 : 39).

9. Penatalaksanaan

1. Hipofisektomi melalui nasal atau jalur transkranial (pembedahan)


2. Kolaborasi pemberian obat – obatan seperti bromokriptin (parlodel)
3. Observasi efek samping pemberian bromokriptin
4. Kolaborasi pemberian terapi radiasi
5. Awal efek samping terapi radiasi. (Nelson, 2000 : 227)

8
BAB II
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN HIPERPITUITARY

1. Pengkajian

a. Kaji riwayat penyakit, manifestasi klinis tumor hipofise baik dari


peningkatan prolaktin, GH dan ACTH yang mulai dirasakan.
b. Kaji usia, jenis kelamin dan riwayat penyakit yang sama dalam keluarga.
c. Pemeriksaan fisik mencakup ;

 Amati bentuk wajah, khas apabila ada hipersekresi GH seperti bibir dan
hidung besar, dagu menjorok ke depan.
 Amati adanya kesulitan mengunyah dan geligi yang tidak tumbuh
dengan baik.
 Pemeriksaan ketajaman penglihatan akibat kompresi saraf optikus, akan
dijumpai penurunan visus.
 Amati perubahan pada persendian dimana klien mengeluh nyeri dan sulit
bergerak.
 Peningkatan perspirasi pada kulit menyebabkan kulit basah karena
berkeringat.
 Suara membesar karena hipertropi laring.
 Pada palpasi abdomen, didapat hepatomegali dan splenomegali
 Hipertensi
 Disfagia akibat lidah membesar
 Pada perkusi dada dijumpai jantung membesar.

2. DIAGNOSA

1. Perubahan citra tubuh yang berhubungan dengan perubahan penampilan


fisik.
2. Disfungsi seksual yang berhubungan dengan penurunan libido ; infertilitas
impotent.
3. Nyeri kepala yang berhubungan dengan penekanan jaringan oleh tumor.

9
4. Perubahan sensori perseptual (penglihatan) yang berhubungan dengan
gangguan transmisi impuls akibat kompresi tumor pada nervus optikus.

3. Intervensi

1. Perubahan citra tubuh yang berhubungan dengan perubahan penampilan fisik.


1. Dorong klien agar mau mengungkapkan pikiran dan perasaannya terhadap
perubahan.

Rasional : Agar perawat dapat mengetahui apa yang dirasakan oleh klien
sehubungan perubahan tubuhnya.

2. Bantu klien mengidentifikasi kekuatannya serta segi – segi positif yang


dapat dikembangkan oleh klien.

Rasional : Agar klien mampu mengembangkan dirinya kembali.

3. Yakinkan klien bahwa sebagioan gejala dapat berkurang dengan pengobatan


(ginekomastia, galaktorea)

Rasional : agar klien tetap optimis dan berfikir positif selama pengobatan.

2. Disfungsi seksual yang berhubungan dengan penurunan libido ; infertilitas


impotent.

1. Identifikasi masalah spesifik yang berhubungan dengan pengalaman pada


klien terhadap fungsi seksualnya.

Rasional : agar perawat dapat mengetahui masalah seksual klien dan lebih
terbuka kepada perawat.

2. Dorong klien agar mau mendiskusikan masalah tersebut dengan


pasangannya.

Rasional : agar klien mendapat hasil mufakat bersama pasangannya.

3. Kolaborasi pemberian obat – obatan bromokriptin.

10
4. Perubahan sensori perseptual (penglihatan) yang berhubungan dengan
gangguan transmisi impuls akibat kompresi tumor pada nervus optikus.
5. Dorong klien agar mau melakukan pemeriksaan lapang pandang.

Rasional : agar perawat mengetahui jarak lapang klien.

3. Nyeri kepala yang berhubungan dengan penekanan jaringan oleh tumor.

1. Dorong klien agar mau mengungkapkan apa yang dirasakan.

Rasional : agar perawat mengetahui apa yang dirasakan klien.

2. Kaji skala nyeri

Rasional : untuk mengetahui intensitas dari nyeri dan untuk menentukan


intervensi selanjutnya.

3. Berikan tehnik relaksasi dan distraksi

Rasional : pengalihan perhatian dapat mengurangi rasa nyeri.

4. Kolaborasi pemberian analgetik untuk mengurangi rasa nyeri.

Rasional : pemberian obat analgetik untuk mengurangi nyeri.

4. Pemberian Obat-Obatan

1. Kolaborasi pemberian obat-obatan seperti : Bromokriptin (parlodel).


Merupakan obat pilihan pada kelebihan prolaktin. Juga diberikan pada klien
dengan akromegali, untuk mengurangi ukuran tumor.

2. Observasi efek samping pemberian bromokriptin

3. Kolaborasi pemberian terapi radiasi. terapi radiasi tidak diberikan pd


hiperpituitarisme akut.

4. Awasi efek samping terapi radiasi.

5. Kolaborasi tindakan pembedahan.

11
5. TINDAKAN PEMBEDAHAN
 Hipofisektomi adalah tindakan pengangkatan adenoma hipofise melalui
pembedahan.
 Prosedur operasi tersebut mencakup tindakan transpenoidal hipofisektomi
dengan narkose.
 Insisi pada lapisan dalam bibir atas dan masuk ke sella tursika melalui sinus
spenoidalis. Yang kedua adalah transfrontal kraniotomi yaitu dengan
membuka rongga kranium melalui tulang frontal

5.1. Perawatan Preoperasi :


• Menjelaskan maksud dan tujuan tindakan yang dilakukan.
• Menjelaskan penggunaan tampon hidung selama 2-3 hari pasca operasi.
Anjurkan klien bernafas melalui mulut selama pemasangan tampon.
• Menjelaskan penggunaan balut tekan yang ditempatkan dari bawah hidung,
menggosok gigi, batuk, bersin, karena hal ini dapat menghambat
penyembuhan luka.
• Menjelaskan berbagai prosedur diagnostik yang diperlukan sebagai
persiapan operasi seperti pemeriksaan neurologik, hormonal, lapang
pandang, swab tenggorok untuk pemeriksaan kultur dan sensitivitas.
• Pendidikan kesehatan dilakukan sebelum tindakan pembedahan
dilaksanakan. Setelah tindakan transpenoidal hipofisektomi, perawat
menjelaskan agar klien menghindari aktifitas yang dapat menghambat
penyembuhan seperti mengejan, batuk, dll.
• Juga jelaskan agar klien mengindahkan faktor-faktor yang dapat mencegah
obstipasi seperti makan makanan tinggi serat, minum air yang cukup,
pelunak feses bila diperlukan.

5.2. Perawatan Pascaoperasi :

• Amati respon neurologik klien dan catat perubahan penglihatan,


disorientasi dan perubahan kesadaran serta penurunan kekuatan motorik
ekstrimitas.

• Amati pula komplikasi pascaoperasi yang lazim terjadi seperti transient


insipidus (diabetes insipidus sesaat)

12
• Anjurkan klien untuk melaporkan pada perawat bila terjadi pengeluaran
sekret dari hidung.

• Tinggikan posisi kepala 30-45 derajat.

• Kaji drainase nasal baik kualitas maupun kuantitas.

• Hindari batuk, ajarkan klien bernafas dalam, lakukan hygiene oral secara
teratur.

• Kaji tanda-tanda infeksi.

• Kolaborasi pemberian gonadotropin, kortisol ; sebagai dampak


hipofisektomi.

6. Manajemen perawatan pasien operasi

Pengkajian
1. Pengkajian Psikososial

 Kaji ketakutan, sikap skeptis

 Kaji reaksi klien terhadap diagnosis

 Kaji harapan terhadap pembedahan

 Kaji kebutuhan pendidikan kesehatan

 Kaji kebutuhan support

2. Pengkajian Fisik

a. Vital sign

b. Kaji status neurologi:

• Pupil (kesamaan kiri-kanan terhadap cahaya)

• Tingkat kesadaran

• Orientasi waktu, temapt, orang dan situasi

• Kesesuaian respons dan stimulus

• Ketajaman dan lapang pandang

13
3. Diagnosis,
Rencana dan Implementasi Keperawatan
1. Kurang Pengetahuan.
Klien perlu memahami tentang mekanisme dan implikasi dari tindakan
operasi
Tujuan;
• Klien memahami rencana operasi dan hasil operasi:
– jelaskan proses operasi dan hasil operasi yang diharapkan
• Gunakan gambar otak untuk menjelaskan proses yang akan dlakukan
• Jelaskan pentingnya dilakukan pemasangan kateter, intravena dll
• Jelaskan bahwa pasien akan dipantau TTV selama op
• siapkan dan ajrkan pasien nafas dalam dan bantu pasien bgm mencatat
intak - output
2. Risiko injuri b.d komplikasi pasca operasi
Tujuan; injuri tidak terjadi dari proses operasi, tidak terdapat krisis tambahan,
intake dan output cairan seimbang, tidak terdpat manifestasi peningkatan TIK,
TTV normal,

Implementasi:
• Segera setelah pembedahan kaji manifestasi edema serebral dan
peningkatan TIK ( TD, nadi, pupil dan perubahan pola nafas)
• Jika terjadi DI karena defisiensi ADH (hitung intake output dengan ketat)
• Kaji dg cermat manifestasi meningitis/kaku kuduk, sakit kepal, iritabilitas,
suhu.
• Lakukan oral hygiene dengan lembut : berikan pelembab pada bibir,
pasien tidak sikat gigi selama 2 minggu
• Selama pemasangan NGT, rhinorrhea/ sekresi cairan dari hidung berlebih
sbg indikasi gangguan CSS
• Drainage post nasal
• Periksa cairan tsb pasien jangan batuk
• Ada kemungkinan kerusakan tempat pembedahan, mungkinterjadi
kerusakan CSS dan bersin
• Hindari luka dari gerakan tangan klien

14
3. Risiko tidak efektif penatalaksanaan individu di rumah

Tujuan:

• Pasien memahami tentang administrasi pengobatan sendiri yang


ditunjukan dengan ungkapan pasien kemampuan untuk mengikuti
petunjuk medication regimen.

• Tidak terdapat manifestasi hipopituitarism

Implementasi:

• Pemberian kortison

• Anjurkan pasien istirahat untuk mengefektifkan kerja untuk menghindari


iritasi gastik, konsumsi kortison

• Anjurkan bersama dengan minum susu, makan, dan pemberian antasid

• Anjurkan pasien untuk mengenali tanda-tanda gastritis, adanya darah pada


stool, dan konstipasi
• Kemudian laporkan pada perawat
Implementasi
Pada pasien dengan pemberian tiroid dan hormon seks dan ADH untuk
merepresi di- anjurkan

15
DAFTAR PUSTAKA

Nelson, Ilmu Kesehatan Anak. 2001. Bag.3. Penerbit Buku Kedokteran Elisabeth J.
Corwin, patofisiologi.

Editor Francis S. 2002. Endrokinologi Dasar Dan Klinik. Greenipan Smeltzer Dan
Base Keperawatan Medikal Bedah. Penerbit Buku Kedokteran Vol. 2.

Elisabeth j. Corwin. 2000. Buku Saku Patofisiologis. Jakarta : EGC.


Doengoes, Marlyn. 2002. Rencana Asuhan Keperawatan Edisi 3. Jakarta : EGC.
Hotman Rumahardo. 2002. Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Sistem
Endrokin. Jakarta : EGC.

16

Anda mungkin juga menyukai