Anda di halaman 1dari 5

Prosiding Seminar Nasional Tahunan Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Medan Tahun 2017 Vol. 1 No.

1 2017, Hal. 73-77

MEMBANGUN PENDIDIKAN KARAKTER DAN BUDAYA LOKAL BANGSA MELALUI


PEMBELAJARAN IPS DI SEKOLAH DASAR

Sri Asmita
Mahasiswa Pendidikan Dasar, Pascasarjana Universitas Negeri Medan
Corresponding author: sriasmita6@gmail.com

Abstrak
Pendidikan pada dasarnya merupakan suatu upaya sadar untuk mengembangkan potensi peserta didik secara optimal.
Pendidikan karakter, yaitu; membentuk pribadi anak, supaya menjadi manusia yang baik, warga masyarakat, dan warga negara
yang baik, sehingga mampu mengantisipasi gejala krisis moral dan berperan dalam rangka pembinaan generasi muda.
Pendidikan nasional Indonesia saat ini masih menghadapi berbagai masalah. Pembelajaran di sekolah belum mampu
membentuk secara utuh pribadi lulusan yang mencerminkan karakter dan budaya bangsa. Karakter dan budaya bangsa yang
dikembangkan di sekolah harus diselaraskan dengan karakter dan budaya lokal, regional, dan nasional. Pendidikan IPS adalah
mata pelajaran yang mengkaji kehidupan sosial yang bahannya didasarkan pada kajian sejarah, geografi, ekonomi, sosiologi,
antropologi dan tata negara. Melalui pembelajaran ilmu pengetahuan sosial dapat di masukkan nilai-nilai pendidikan karakter
dengan mengintegrasikan materi dalam pembelajaran ilmu pengetahuan sosial tersebut. Pembelajaran ilmu sosial menjadi salah
satu alternatif dalam upaya mengembangkan budaya lokal, membina karakter dan menjadikan martabat bangsa yang dapat
dibanggakan di hadapan bangsa lain.

Kata kunci: Pendidikan Karakter, Budaya Lokal, Pembelajaran IPS.

PENDAHULUAN
Pendidikan merupakan suatu usaha sadar yang dilakukan masyarakat dan bangsa untuk mempersiapkan generasi
mudanya bagi keberlangsungan kehidupan masyarakat yang lebih baik di masa depan. Munculnya gagasan program pendidikan
karakter di Indonesia, bisa dimaklumi. Sebab, selama ini dirasakan, proses pendidikan dirasakan belum berhasil membangun
manusia Indonesia yang berkarakter. Dalam era globalisasi saat ini dunia terasa sangat kecil, dengan perkembangan teknologi
yang begitu cepat membuat manusia dapat begitu mudah memperoleh informasi. Persoalan budaya dan karakter bangsa kini
menjadi sorotan tajam masyarakat. Persoalan yang muncul di masyarakat seperti korupsi, kekerasan, kejahatan seksual,
perusakan, perkelahian massa, kehidupan ekonomi yang konsumtif, kehidupn politik yang tidak produktif, dan sebagainya
menjadi topik pembahasan hangat di media massa, seminar, dan di berbagai kesempatan. Alternatif lain yang banyak
dikemukakan untuk mengatasi, paling tidak mengurangi, masalah budaya dan karakter bangsa yang dibicarakan itu adalah
pendidikan. Karakter merupakan aktualisasi dari soft skill seseorang, yang mana karakter merupakan cara berpikir dan perilaku
yang menunjukkan ciri khas dari seseorang dan bekerjasama dengan orang lain dan mampu bertanggungjawab dengan apa
yang menjadi keputusannya. Pentingnya membangun karakter ini nampak dari adanya perhatian pemerintah dalam membangun
peradaban bangsa, salah satunya dapat dilihat dari pidato Menteri Pendidikan Nasional menyebutkan bahwa "pitihan tema yang
diambil dalam peringatan HARDIKNAS tahun 2010 adalah "Pendidikan Karakter untuk Membangun Peradaban Bangsa.
Pemilihan tema ini menjadi tepat dengan perkembangan dan perubahan aspirasi masyarakat yang sangat dinamis.
Pembentukan karakter sebagai upaya meningkatkan perilaku siswa dilaksanakan secara berkesinambungan yang melibatkan
aspek knowledge, feeling, dan acting (Tadkiroatun Musfiroh, 2008: 31). Tetapi yang terjadi sekarang adalah pola pendidikan
yang masih berorientasi pada pengembangan aspek kognitif dan kurang memperhatikan pengembangan aspek afektif, dan
psikomotorik. Mata pelajaran yang berkaitan dengan pendidikan karakter pada prakteknya lebih menekankan pada aspek
kognitif tingkat rendah (hanya sekedar tahu saja). Selain itu, sistem pendidikan yang terfokus pada aspek kognitif bersifat
abstrak, serta diikuti dengan proses belajar siswa yang pasif, kaku, dan kurang menyenangkan. Identitas budaya terdiri atas
perangkat konsep dan nilai-nilai yang mengatur hubungan antara manusia dan Tuhan, antar sesama manusia serta antara
manusia dan alam semesta. Munculnya gagasan program pendidikan karakter di Indonesia, bisa dimaklumi. Sebab, selama ini
dirasakan, proses pendidikan dirasakan belum berhasil membangun manusia Indonesia yang berkarakter. Bahkan, banyak yang
menyebut, pendidikan telah gagal, karena banyak lulusan sekolah atau sarjana yang piawai dalam menjawab soal ujian, berotak
cerdas, tetapi mental dan moralnya lemah. Selama ini, mata pelajaran yang materi ajarnya berkaitan langsung dengan

http://semnastafis.unimed.ac.id ISSN: 2598-3237 (media cetak)


ISSN: 2598-2796 (media online)

73
Prosiding Seminar Nasional Tahunan Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Medan Tahun 2017 Vol. 1 No. 1 2017, Hal. 73-77

pendidikan karakter adalah mata pelajaran Pendidikan Agama, Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) dan Ilmu pengetahuan
Sosial. Dalam praktiknya, pendidikan karakter yang diberikan melalui dua mapel tersebut baru menyentuh pada tingkatan
pengenalan norma atau nilai-nilai, dan belum pada tingkatan internalisasi dan tindakan nyata dalam kehidupan sehari-hari.
Padahal pendidikan karakter seharusnya membawa peserta didik ke pengenalan nilai secara kognitif, penghayatan nilai secara
afektif, dan akhirnya ke pengamalan nilai secara nyata. Untuk itu, upaya pembangunan karakter bangsa masih membutuhkan
kerja keras yang persisten dan konsisten sehingga mampu mengatasi ketertinggalan. Sinergi segenap komponen bangsa dalam
melanjutkan pembangunan karakter bangsa terus diperkuat dalam rangka mewujudkan bangsa yang berkarakter, maju, berdaya
saing, dan mewujudkan bangsa Indonesia yang bangga terhadap identitas nasional yang dimiliki,seperti nilai budaya dan
bahasa. Berbagai upaya telah dilakukan untuk revitalisasi dan reaktualisasi nilai budaya serta pranata sosial kemasyarakatan,
diantaranya melalui pendidikan, salah satunya adalah pendidikan IPS. Sebagai salah satu Ilmu yang mempelajari masyarakat,
Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) memiliki momentum tersendiri untuk menghadirkan pendekatan baru dalam beragam disiplin
yang ada di dalamnya. Ilmu ekonomi, sosiologi, sejarah, antropologi, geografi, politikologi, dan lain sebagainya.

PEMBAHASAN
Pendidikan Karakter
Kata karakter, secara etimologis menurut Ryan & Bohlin (1999: 5) berasal dari bahasa Yunani yaitu “charassein” yang
mempunyai makna “to engrave” apabila diterjemahkan berarti mengukir, melukis, memahatkan atau menggoreskan (Echols &
Shadily, 1995: 214). Sementara Lickona (2004: 14) mendefinisikan karakter “... what you do when no body’s looking” (apa yang
kamu lakukan ketika tidak ada orang lain yang melihat). Pendidikan karakter menurut Lickona mengandung tiga unsur pokok,
yaitu mengetahui kebaikan (knowing the good), mencintai kebaikan (desiring the good), dan melakukan kebaikan (doing the
good) (Lickona, 1991: 51). Menurut Frye (2002: 2) pendidikan karakter didefinisikan sebagai, “A national movement creating
schools that foster ethical, responsible, and caring young people by modeling and teaching good character through an emphasis
on universal valuesthat we all share”. Ryan berpendapat bahwa “good character is about knowing the good, loving the good and
doing the good”. Artinya bahwa karakter yang baik adalah tentang suatu pengetahuan yang baik, kasih sayang, cinta kasih yang
baik dan melakukan atau bertindak yang baik. Pendapat tersebut diperkuat oleh Lickona (1992: 51) yang menjalaskan tentang
pengertian dan menawarkan satu cara memaknai karakter dalam pembelajaran, sebagai berikut: Character consist of operative
values, values in action. Character conceived has three interrelated parts: moral knowing, moral feeling and moral behavior.
Good character consists of knowing the good, desiring the good and doing the good-habits of the mind, habits of the heart and
habits of action.
Pernyataan di atas dapat dijelaskan bahwa karakter terdiri dari nilai-nilai tindakan. Karakter yang dipahami mempunyai
tiga komponen saling berhubungan yaitu pengetahuan moral, perasaan moral dan perilaku moral. Karakter yang baik terdiri dari
pengetahuan yang baik, menginginkan yang baik dan melakukan kebiasaan yang baik pula dari pikiran, kebiasaan dan tindakan.
Wahab (20l0) mengemukakan bahwa salah satu kebijakan penting dalam pembangunan pendidlkan nasional jangka menengah
adalah adanya penekanan pendidikan karakter. Karena pendidikan karakter dapat menjadikan individu "smart and good".
Menurutnya pendidikan karakter bukanlah suatu proses yang linier, melainkan suatu proses dinamis. Pendidikan karakter
membutuhkan suatu lingkungan yang aman, positif dan teratur. Demikian pula membutuhkan "condusive school ond home
climate". Dari uraian di atas jelaslah bahwa pendidikan merupakan upaya yang dapat ditempuh untuk mewujudkan karakter
bangsa yang berbudaya dan berkarakter. Menurut Rivasintha (2014) bahwa pendidikan karakter di sekolah yang dapat berjalan
sebagaimana mestinya, akan mengantarkan setiap peserta didik bukan hanya berkembang dalam hal perilaku moral atau
karakternya saja tetapi berdampak juga pada perkembangan akademisnya. Pernyataan ini didasari pada dua alasan. Pertama,
jika program pendidikan karakter di sekolah mengembangkan kualitas hubungan antara guru dan peserta didik, serta hubungan
antara peserta didik dengan orang lain, maka secara tidak langsung akan tercipta lingkungan yang baik untuk mengajar dan
belajar. Kedua, pendidikan karakter juga mengajarkan kepada peserta didik tentang kemampuan dan kebiasaan bekerja keras
serta selalu berupaya untuk melakukan yang terbaik dalam proses belajar mereka. Pendidikan karakter pada intinya bertujuan
membentuk bangsa yang tangguh, kompetitif, berakhlak mulia, bermoral, bertoleran, bergotong royong, berjiwa patriotik,
berkembang dinamis, berorientasi ilmu pengetahuan dan teknologi yang semuanya dijiwai oleh iman dan takwa kepada Tuhan
yang Maha Esa berdasarkan Pancasila. Berikut prinsip-prinsip yang digunakan dalam pengembangan pendidikan budaya dan
karakter bangsa.
1. Berkelanjutan; mengandung makna bahwa proses pengembangan nilai-nilai budaya dan karakter
bangsa merupakan sebuah proses panjang, dimulai dari awal peserta didik masuk sampai selesai dari suatu satuan
pendidikan. Sejatinya, proses tersebut dimulai dari kelas 1 SD atau tahun pertama dan berlangsung paling tidak sampai

http://semnastafis.unimed.ac.id ISSN: 2598-3237 (media cetak)


ISSN: 2598-2796 (media online)

74
Prosiding Seminar Nasional Tahunan Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Medan Tahun 2017 Vol. 1 No. 1 2017, Hal. 73-77

kelas 9 atau kelas akhir SMP. Pendidikan budaya dan karakter bangsa di SMA adalah kelanjutan dari proses yang telah
terjadi selama 9 tahun.
2. Melalui semua mata pelajaran, pengembangan diri, dan budaya sekolah;mensyaratkan bahwa proses pengembangan
nilai-nilai budaya dan karakter bangsa dilakukan melalui setiap mata pelajaran, dan dalam setiap kegiatan kurikuler dan
ekstrakurikuler.
3. Nilai tidak diajarkan tapi dikembangkan; mengandung makna bahwa materi nilai budaya dan karakter bangsa bukanlah
bahan ajar biasa; artinya, nilai-nilai itu tidak dijadikan pokok bahasan yang dikemukakan seperti halnya ketika mengajarkan
suatu konsep, teori, prosedur, ataupun fakta seperti dalam mata pelajaran agama, bahasa Indonesia, PKn, IPA, IPS,
matematika, pendidikan jasmani dan kesehatan, seni, dan ketrampilan. Materi pelajaran biasa digunakan sebagai bahan
atau media untuk mengembangkan nilai-nilai budaya dan karakter bangsa. Oleh karena itu, guru tidak perlu mengubah
pokok bahasan yang sudah ada, tetapi menggunakan materi pokok bahasan itu untuk mengembangkan nilai-nilai budaya
dan karakter bangsa. Juga, guru tidak harus mengembangkan proses belajar khusus untuk mengembangkan nilai. Suatu hal
yang selalu harus diingat bahwa satu aktivitas belajar dapat digunakan untuk mengembangkan kemampuan dalam ranah
kognitif, afektif, dan psikomotor. Konsekuensi dari prinsip ini, nilai-nilai budaya dan karakter bangsa tidak ditanyakan dalam
ulangan ataupun ujian. Walaupun demikian, peserta didik perlu mengetahui pengertian dari suatu nilai yang sedang mereka
tumbuhkan pada diri mereka. Mereka tidak boleh berada dalam posisi tidak tahu dan tidak paham makna nilai itu.
4. Proses pendidikan dilakukan peserta didik secara aktif dan menyenangkan; prinsip ini menyatakan bahwa proses
pendidikan nilai budaya dan karakter bangsa dilakukan oleh peserta didik bukan oleh guru. Guru menerapkan prinsip ”tut
wuri handayani” dalam setiap perilaku yang ditunjukkan peserta didik. Prinsip ini juga menyatakan bahwa proses pendidikan
dilakukan dalam suasana belajar yang menimbulkan rasa senang dan tidak indoktrinatif. Diawali dengan perkenalan
terhadap pengertian nilai yang dikembangkan maka guru menuntun peserta didik agar secara aktif. Hal ini dilakukan tanpa
guru mengatakan kepada peserta didik bahwa mereka harus aktif, tapi guru merencanakan kegiatan belajar yang
menyebabkan peserta didik aktif merumuskan pertanyaan, mencari sumber informasi, dan mengumpulkan informasi dari
sumber, mengolah informasi yang sudah dimiliki, merekonstruksi data, fakta, atau nilai, menyajikan hasil rekonstruksi atau
proses pengembangan nilai, menumbuhkan nilai-nilai budaya dan karakter pada diri mereka melalui berbagai kegiatan
belajar yang terjadi di kelas, sekolah, dan tugas-tugas di luar sekolah.

BUDAYA LOKAL
Pengembangan budaya adalah suatu proses meningkatkan atau mempertahankan kebiasaan yang ada pada masyarakat dalam
kajian pengembangan masyarakat yang menggambarkan bagaimana budaya dan masyarakat itu berubah dari waktu ke waktu
yang banyak ditunjukkan sebagai pengaruh global. Pengembangan budaya dikembangkan secara luas melalui
kepentingan transnasional. Segala bentuk kesenangan ikut terlibat dalam upaya pengembangan budaya ini. Untuk
menghadapi globalisasi budaya, sangat sulit bagi masyarakat untuk melestarikan budaya lokal mereka sendiri yang menjadi
keunikan wilayahnya, namun globalisasi budaya ini merupakan komponen penting dalam pengembangan masyarakat
wilayahnya sendiri. Dalam konteks Pengembangan masyarakat, pengembangan budaya memiliki empat komponen yaitu,
1. Melestarikan dan menghargai budaya lokal
Tradisi budaya lokal merupakan bagian penting dalam menanamkan rasa bermasyarakat, dan membantu memberikan rasa
identitas kepada mereka. Oleh karenanya pengembangan masyarakat akan berupaya mengidentifikasi elemen-elemen penting
dari budaya lokal dan melestarikannya. Tradisi ini meliputi sejarah lokal dan peninggalan berharga, kerajinan yang berbasis
lokal, makanan lokal atau hal lainnya. Pengaruh eksternal dapat memisahkan tradisi-tradisi budaya lokai ini, dan strategi
masyarakat yang cermat diperlukan jika tradisi tersebut ingin dilestarikan. Masyarakat perlu mengidentifikasi apa komponen
yang unik dan signifikan dari warisan budayanya, dan untuk menentukan komponen mana yang hendak dipertahankan. Oleh
karena itu, sebuah rencana dapat disusun tentang bagaimana mencapainya, misalnya kegiatan di balai masyarakat,
membangun industi lokal yang berbasis budaya lokal.
2. Melestarikan dan menghargai budaya asli atau pribumi
Ketika dikemukakan bahwa budaya asli hanyalah kasus tertentu dalam budaya lokal, dinamika yang berbeda yang
mengelilingi budaya asli berarti budaya asli ini diperlakukan sebagai hal yang terpisah. Ada dua hal utama yang mendasarinya
yaitu, pertama klaim istimewa yang dimiliki orang-orang pribumi terhadap lahan atau daerah dan terhadap struktur
komunitas tradisional yang berkembang seleras dengan lahan atau daerah selama periode waktu jauh lebih lama
daripada kolonisasi baru. Komunitas merupakan hal penting bagi kelangsungan budaya dan kelangsungan spritual, dalam arti
penting kelesetarian budaya tradisionalmerupakan kebutuhan yang lebih penting bagi orang-orang pribumi daripada orang lain
kebanyakan.

http://semnastafis.unimed.ac.id ISSN: 2598-3237 (media cetak)


ISSN: 2598-2796 (media online)

75
Prosiding Seminar Nasional Tahunan Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Medan Tahun 2017 Vol. 1 No. 1 2017, Hal. 73-77

3. Multikulturalisme
Kata ini lazimnya menunjukkan pada kelompok etnis yang berbeda yang tinggal di satu masyarakat tetapi
mempertahankan identitas budaya yang berbeda. Oleh karena itu, fokus ini yaitu pada etnisitas dan fitur budaya dari kelompok-
kelompok etnis yang berbeda. Kebiasaan-kebiasaan dalam budaya yang relatif homogen tampak hilang, masyarakat harus
sampai pada kehidupan bermasyarakat yang multikultural. Bagi beberapa orang, hal ini terjadi karena ketakutan, ancaman,
kerugian dan raisal serta ketegangan budaya dan pengucilan. Keanekaragama latarbelakang budaya merupakan realitas bagi
banyak masyarakat, dan oleh karena itu merupakan aspek yang penting dari pembangunan masyarakat. Benturan nilai-nilai
budaya dan problem-problem yang dialami oleh perseorangan dan keluarga memberikan suasana ketidakstabilan dan
kecemasan selama mereka berusaha menemukan sebuah cara melalui konflik ini. Strategi yang digunakan dalam
keadaan multikulturalisme yaitu mencakup bekerja dengan pemuka-pemuka masyarakat, meningkatkan kesadaran penduduk,
dan menghadapi rasisme.
4. Budaya partisipatori
Aktivitas budaya merupakan fokus penting untuk identitas masyarakat, partisipasi, interaksi sosial dan pengembangan
masyarakat. Satu cara untuk mendorong masyarakat yang sehat yaitu dapat mendorong partisipasi yang luas dalam aktivitas
budaya, sehingga seni, musik, teater, tarian dan olahraga menjadi sesuatu yang mereka lakukan, bukan yang mereka
tonton. Hal ini telah menjadi fokus dari banyak program pengembangan budaya masyrakat; partisipasi budaya dapat dilihat
sebagai cara penting untuk membangun modal sosial, memperkuat masyarakat dan menegaskan identitas. Aktivitas-aktivitas
yang mungkin dilakukan akan berbeda-beda tergantung pada budaya lokal, budaya lokal dan faktor-faktor lain. Budaya parsipatif
juga memiliki potensi untuk mencapai lebih dari memperkuat modal sosial dan bangunan masyrakat. Partisipasi dalam aktivitas
budaya merupakan bagian penting untuk membantu orang-orang dari suatu masyarakat untuk memperoleh kembali budaya
mereka sendiri dan menolak ikut campur dari pihak di luar mereka. Pengembangan budaya dalam penyesuaian manusia (1)
Penyesuaian Biologis adalah Kondisi alam yang telah semakin berubah seiring dengan perusakan lingkungan sebagai akibat
dari global ekonomi. Membuat manusia sulit untuk menyesuaikan dirinya secara biologis terhadap budaya yang berkembang
seperti perkembangan budaya yang bertentangan dengan nilai dan norma masyarakat sebelumnya. (2) Penyesuaian sosial
adalah Pengembangan budaya yang bertele-tele dan terlalu di luar ambang batas norma dan nilai sosial yang ada sebelumnya,
akan terasa sedikit sulit untuk disesuaikan dengan kondisi sosial masyarakatnya.

PEMBELAJARAN IPS
Keberadaan ilmu pengetahuan, termasuk dalam hal ini ilmu sosial selain memiliki tujuan akademik, sekaligus juga harus
memiliki fungsi humanis. Dimana keberadaan ilmu sosial dapat menjadi jembatan bagi masyarakat untuk menyadari perannya
sebagai mahluk manusia yang tentunya berdimensi ganda. Terlebih lagi dengan perkembangan ekonomi global dewasa ini
menyebabkan keberadaan ilmu sosial semakin penting diantara tantangan dan perlunya pengembangan kecakapan hidup. Mata
pelajaran IPS dirancang untuk mengembangkan pengetahuan, pemahaman, dan kemampuan analisis terhadap kondisi sosial
masyarakat dalam memasuki kehidupan bermasyarakat yang dinamis. Mata pelajaran IPS disusun secara sistematis,
komprehensif, dan terpadu dalam proses pembelajaran menuju kedewasaan dan keberhasilan dalam kehidupan di masyarakat.
Dengan pendekatan tersebut diharapkan peserta didik akan memperoleh pemahaman yang lebih luas dan mendalam pada
bidang ilmu yang berkaitan. Definisi Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) di Indonesia merupakan kesepakatan dari para ahli untuk
menunjuk istilah lain dari Social Studies. Karena itu mata pelajaran (mapel) IPS tidak dapat dilepaskan dari sejarah munculnya
mata pelajaran Social Studies di Amerika Serikat tahun 1962-an. Berangkat dari pemahaman dan kajian serta bagaimana peran
mata pelajaran Social Studies itu, di Indonesia kemudian diperkenalkan dan dikembangkan mata pelajaran IPS. Di dalam
penjelasan UU No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dijelaskan bahwa IPS merupakan bahan kajian yang
wajib dimuat dalam kurikulum pendidikan dasar dan menengah yang antara lain mencakup ilmu bumi, sejarah, ekonomi,
kesehatan, dan lain sebagainya yang dimaksudkan untuk mengembangkan pengetahuan, pemahaman, dan kemampuan
analisis peserta didik terhadap kondisi sosial masyarakat.
Oleh karena itu, pada setiap jenjang pendidikan, mulai dari pendidikan dasar (SD/MI), desain kurikulum pembelajaran
IPS harus dirancang dan diselenggarakan secara sistematis. Karena pada dasarnya, dalam proses pendidikan, sekolah dasar
menempati posisi yang sangat vital dan strategis. Kekeliruan dan ketidaktepatan dalam melaksanakan pendidikan di tingkat
dasar akan berakibat fatal pada pendidikan tingkat selanjutnya. Sebaliknya, keberhasilan pendidikan pada tingkat ini akan
membuahkan keberhasilan pendidikan tingkat lanjutan. Maka pendidikan IPS harus dipersiapkan, dilaksanakan, dan dievaluasi
dengan mengintegrasikan pendidikan karakter di dalamnya. Materi-materi pada pembelajaran IPS di sekolah dasar, sarat
dengan berbagai nilai-nilai karakter. Kemampuan tersebut diperlukan untuk memasuki kehidupan masyarakat yang dinamis.
Mapel IPS di SD disusun secara sistematis, komprehensif, dan terpadu dalam proses pembelajaran menuju kedewasaan dan

http://semnastafis.unimed.ac.id ISSN: 2598-3237 (media cetak)


ISSN: 2598-2796 (media online)

76
Prosiding Seminar Nasional Tahunan Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Medan Tahun 2017 Vol. 1 No. 1 2017, Hal. 73-77

keberhasilan dalam kehidupan di masyarakat. Dengan pendekatan tersebut diharapkan peserta didik akan memperoleh
pemahaman yang lebih luas dan mendalam pada bidang ilmu yang berkaitan.
Tujuan utama mata pelajaran IPS adalah untuk mengembangkan potensi peserta didik agar peka terhadap masalah
sosial yang terjadi di masyarakat, memiliki sikap mental positif terhadap perbaikan segala ketimpangan yang terjadi, dan
terampil mengatasi setiap masalah yang terjadi sehari-hari baik yang menimpa dirinya sendiri maupun yang menimpa
masyarakat. Tujuan yang lain adalah membentuk sikap yang diperlukan untuk tingkah laku berfikir (intellectual behavior) dan
tingkah laku sosial (social behavior). Tujuan-tujuan tersebut bermuara pada tujuan utama IPS yaitu untuk melatih siswa untuk
bertanggung jawab sebagai warga Negara yang baik serta mempersiapkan generasi muda untuk menjadi seorang humanis,
rasional, berpartisipasi dalam kehidupan dunia dan menjadi meningkat kesadaran untuk saling membutuhkan dalam hidupnya.

SIMPULAN
Pendidikan IPS dalam membangun budaya dan karakter bangsa, semakin urgen. Mata pelajaran IPS sebagai program kurikuler
di lembaga pendidikan formal, berperan sebagai wahana penanaman budaya dan karakter bangsa pada siswa sebagai generasi
muda. Penyiapan dan pembekalan siswa sesuai dengan potensinya agar menjadi warganegara yang cerdas dan baik (smart
and good citizen). Pemikiran ini didasari oleh asumsi bahwa untuk mendidik anak menjadi warganegara yang cerdas dan baik
harus dilakukan secara sadar dan terencana dalam suatu proses pembelajaran agar mereka secara aktif mengembangkan
potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta
keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Untuk membangun karakter bangsa yang berbudaya dan
berkarakter jelas memerlukan upaya dan penguatan budaya dan karakter bangsa itu sendiri, sebab disamping sebagai modal,
kebudayaan juga merupakan unsur pembentuk identitas nasional yang meliputi akal budi, peradaban dan pengetahuan.
Identitas nasional suatu bangsa memiliki karakteristik tertentu yang membedakannya dengan bangsa yang lain. Indonesia
sebagai salah satu bangsa di dunia, juga memiliki identitas nasional yang membedakannya antara bangsa Indonesia dengan
bangsa lain, baik secara fisik maupun nilai-nilai (values), sedangkan karakter bangsa merupakan internalisasi nilai-nilai yang
semula berasal dari lingkungan menjadi bagian dari kepribadiannya. Agar budaya dan karakter bangsa Indonesia dapat
dipelihara dan jangan sampai pudar terlebih lagl akbibat dampak dari globalisasi, maka diperlukan berbagai upaya untuk
mempertahankannya, diantaranya melalui proses pendidikan, terlebih lagi IImu Pengetahuan Sosial (IPS), hal ini mengingat IPS
bertujuan untuk mempersiapkan anak untuk menjadi Warga Negara yang baik, mengajarkan anak tentang bagaimana berfikir,
dan menyampaikan warisan kebudayaan kepada anak, yang ruang lingkupnya meliputi aspek-aspek sistem sosial budaya,
manusia, tempat dan lingkungan, perilaku ekonomi dan kesejahteraan, waktu, keberlanjutan dan perubahan, serta sistem
berbangsa dan bernegara.

REFERENSI
Akbar, Aulia, Pengembangan Nilai-Nilai Karakter Melalui Pembelajaran IPS Sekolah Dasar. Jurnal Universitas Yogyakarta.
Barth, James. L., Methods of Instruction in Social Studies Education, New York: University Press of America, 1990.
Depdiknas, Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2003, tentang Sistem Pendidikan Nasional, Jakarta: Depdiknas, 2003.
Ellis. A.K., Teaching and Learning Elementary Social Studies, Boston: Allyn & bacon A Viacom Company, 1997.
Hamid Darmadi, Konsep Dasar Pendidikan Moral, Bandung: Alfabeta, 2007.
Horton, Paul B, Sosiologi, Jakarta: Erlangga, 1987.
Ife, Jim, Community Development, Australian: Longman, 2002.
Lickona, T., Educating for Character, How Our Schools Can Teach Respect - Respect and Responsibility, New York: Bantam
Books, 1992.
Musfiroh, Tadkiratun, Character Building, Yogyakarta: Tiara Wacana, 2008.
Sumantri, Numan, Menggagas Pembelajaran Pendidikan IPS, Bandung: Remaja Rosdakarya, 2001.
Tesoriero, Frank, Jim Ife, Community Development, Yogyakarta: Pustaka Belajar, 2006.
Zuhdi, Darmiyati, Humanisasi Pendidikan: Menemukan kembali Pendidikan yang Manusiawi, Jakarta: Bumi Aksara, 2008.

http://semnastafis.unimed.ac.id ISSN: 2598-3237 (media cetak)


ISSN: 2598-2796 (media online)

77

Anda mungkin juga menyukai