Anda di halaman 1dari 2

PEMBAHASAN

Pada praktikum yang dilaksanakan pada hari Sabtu tanggal 4 Nopember 2018 dengan judul “
STUDI ABSORPSI IN SITU” dilakukkan dengan cara hewan percobaan tikus jantan dengan berat
antara 150 -170 gram, dipuasakan sehari ( kira kira 24 jam). Mengapa harus mencit yang
digunakan untuk percobaan karena mencit merupakan mamalia yang memiliki organ
terlengkap sebagai mamalia. Dipilih mencit jantan karena sistem imun pada mencit jantan
cendeng lebih tidak dipengaruhi oleh hormon reproduksi. Hal ini disebabkan karena hormon
esterogen pada mencit jantan relatif rendah dibanding mencit betina dan adanya stes akut
dapat menyebabkan penurunan kadar obat. Lalu mencit jantan dianastesi dengan iso furan
sebanyak 0,5 ml dan ketamin injeksi sebanyak 0,05ml bila tikus masih sadar bisa ditambah
dosisnya secara bertahap sampai tikus benar benar tidak sadar tetapi masih dalam kondisi
hidup. Karena memang yang diharapkan tikus dalam kondisi hidup sehingga ketika waktu
larutan obat dialirkan pada bagian usus masih bisa menyerap obat yang dialiri pada usus.
Setelah teranastesi (perlu waktu 45 50 menit) , tikus tersebut dibuka rongga perutnya menurut
arah linea media dengan gunting bedan dan pinset.

Settelah dibuka dicari bagian lambung dan di ukur ke arah kanal kira kira 15 cm dari
lambung dengan pertolongan benang, disitu dengan hati-hati dibuat lubang ke I dan selang
dimasukkan dan ditali dengan benang. Pemasangan selang sedemikian rupa sehingga ujungnya
mengarah ke bagian anal. Dari ujung selang ini usus diukur lagi dengan pertolongan benang ke
arah a nal sepanjang 20 cm dan di situ dibuat lubang ke II(dua). Pemilihan dan pengambilan
organ usus sepanjang 20 cm karena absorpsi obat melalui saluran cerna pada umumnya
berlangsung secara difusi pasif sehingga absopsi obat mudah terjadi bila obat dalam bentuk
non ion dan mudah larut dalam lemak(lipid soluble) . absorpsi obat pada usus selalu lebih cepat
daripada lambung. Selain itu, lambung dilapisi oleh lapisan mukus yang tebal dan tahan listrik
tinggi. Menurut Ansel (1986) dengan adanya variasi onset dan durasi dari tiap-tiap cara
pemberian dapat disebabkan oleh beberapa hal, meliputi:

1. Kondisi hewan uji dimana masing-masing hewan uji sangat bervariasi yang meliputi
produksi enzim, berat badan dan luas dinding usus, serta proses absorpsi pada saluran
cerna
2. Faktor teknis yang meliputi ketetapan pada tempat penyuntikan dan banyaknya volume
pemberian obat pada hewan uji.

Selanjutnya dipasang pula selang ke dua dengan ujung selang infus mengarah ke bagian oral
usus dengan benang. Selang pertama dihubungkan dengan reservpir (botol infus ) larutan dapar
fosfat dengan pH yang dikehendaki melalui selang dan selang ke dua dihubungkan dengan
penampung melalui selang pula. Botol infus dipasang pada selang untuk mengalirkan larutan
pada kecepatan 5 cc per menit. Cairan dari botol infus dijalankan, sehingga kotoran yang
terdapat pada usus bersih dengan cara menampung larutan dapar yang keluar dari selang
kedua selama waktu tertentu 5, 10, 20, 30, 40, 50, 60 dan 90, kemuidan mengukur volumenya
denagn kecepatan alir melalui intestin ditentukan 5 cc per menit. Selanjutnya larutan dapar
diganti dengan larutan obat dan aliran diteruskan. Lama pengaliran larutan bahan obat ini 60
menit, lalu kadar obat dalam larutan ditentukan secara spektofotometer, sehingga diperoleh
data kadar sebelumnya dan sesudah dialirkan melalui intestin.

Data lain yang perlu dicatat adalah panjang usus dan diameter usus. Hal ini dapat dilakukan
dengan memotong usus antara kedua ujung kanul, satu sisi usus ujungnya ditali benang setelah
diisi cairan baru kemudian panjang dan dia meter usus dapat ditentukan.

Setelah dari percobaan yang dilakukan diperoleh data dan dilakukanperhitungan kadarnya
diperoleh hasil Papp asam=-0.005137 ml/cm2 menit dan Papp basa=-0.0102ml/cm2 menit

Anda mungkin juga menyukai