Anda di halaman 1dari 6

LAKSATIF

Obat pencahar atau laksansia adalah zat-zat yang dapat menstimulasi gerakan peristaltik usus
sebagai refleks dari rangsangan langsung terhadap dinding usus dan dengan demikian menyebabkan
atau mempermudah buang air besar (defekasi) dan meredakan sembelit (OOP, page 300).
Sasaran terapi konstipasi yaitu: (1) massa feses, (2) refleks peristaltic dinding kolon. Tujuan terapinya
adalah menghilangkan gejala, artinya pasien tidak lagi mengalami konstipasi atau proses defekasi/
BAB (meliputi frekuensi dan konsistensi feses) kembali normal. Strategi terapi dapat menggunakan
terapi farmakologis maupun non-farmakologis. Terapi non-farmakologis digunakan untuk
meningkatkan frekuensi BAB pada pasien konstipasi, yaitu dengan menambah asupan serat sebanyak
10-12 gram per hari dan meningkatkan volume cairan yang diminum, serta meningkatkan aktivitas
fisik/ olahraga. Sumber makanan yang kaya akan serat, antara lain: sayuran, buah, dan gandum. Serat
dapat menambah ‘volume’ feses (karena dalam saluran pencernaan manusia ia tidak dicerna),
mengurangi penyerapan air dari feses, dan membantu mempercepat feses melewati usus sehingga
frekuensi defekasi/ BAB meningkat (Dipiro, et al, 2005).
Sedangkan terapi farmakologis dengan obat laksatif/ pencahar digunakan untuk meningkatkan
frekuensi BAB dan untuk mengurangi konsistensi feses yang kering dan keras. Secara umum,
mekanisme kerja obat pencahar meliputi pengurangan absorpsi air dan elektrolit, meningkatkan
osmolalitas dalam lumen, dan meningkatkan tekanan hidrostatik dalam usus. Obat pencahar ini
mengubah kolon, yang normalnya merupakan organ tempat terjadinya penyerapan cairan menjadi
organ yang mensekresikan air dan elektrolit (Dipiro, et al, 2005). Obat pencahar sendiri dapat
dibedakan menjadi 3 golongan, yaitu: (1) pencahar yang melunakkan feses dalam waktu 1-3 hari
(pencahar bulk-forming, docusates, dan laktulosa); (2) pencahar yang mampu menghasilkan feses
yang lunak atau semicair dalam waktu 6-12 jam (derivat difenilmetan dan derivat antrakuinon), serta
(3) pencahar yang mampu menghasilkan pengluaran feses yang cair dalam waktu 1-6 jam (saline
cathartics, minyak Obat pencahar sendiri dapat dibedakan menjadi 4 golongan, yaitu:
1. Pencahar rangsang
2. Pencahar garam dan pencahar osmotik
3. Pencahar pembentuk massa
4. Pencahar emolien
Mekanisme kerja
1. Pencahar rangsang
Pencahar rangsang (stimulant chatartics) merangsang mukosa, saraf intramural atau otot polos
usus sehingga meningkatkan peristaltis dan sekresi lender usus. Pencahar rangsang dapat
menghambat Na+,K+-ATPase yang mungkin merupakan sebagian dari kerjanya sebagai
pencahar. Banyak diantara pencahar rangsang juga meningkatkan sintesis prostaglandin dan siklik
AMP, dan kerja ini meningkatkan sekresi air dan elektrolit.
a. Minyak jarak (Castrol Oil-oleum Ricini)
Mekanisme kerja: Minyak jarak dimetabolisme dalam saluran cerna menjadi asam risinoleat
yang merangsang proses sekresi, mengurangi absorpsi glukosa dan meningkatkan motilitas
saluran cerna terutama usus halus. Efek pencahar terlihat setelah 3 jam
b. Difenilmetan
 Derivat difenilmetan yang biasa digunakan adalah bisakodil dan fenolpatein.
 Senyawa-senyawa ini merangsang sekresi cairan dan saraf pada mukosa kolon yang
mengakibatkan kontraksi kolon sehingga terjadi pergerakan usus (peristaltik) dalam
waktu 6-12 jam setelah diminum, atau 15-60 menit setelah diberikan melalui rektal.
 Bersifat karsinogen.
 Mekanisme kerja. Bekera langsung di usus dengan meningkatkan aktivitas motor;
mengiritasi plexus intramural kolon, menstimuli PG, cAMP, sintesa vasoaktif polipeptida.
 Farmokokinetik.
Absorbsi : sedikit diabsorbsi. Onset 6-8 jam (oral), 15-60 menit (rectal)
Distribusi : tractus gastrointestinal
Metabolisme : menjadi metabolit aktif desacetyl bis (p-hy-droxyphenyl) piridyl methane
oleh enzim dari bakteri dan usus.
Ekskresi : terutama melalui feses dan yang terabsorbsi melalui urin.
2. Pencahar garam dan pencahar osmotik
Contoh obat dri golongan ini ialam garam magnesium, garam natrium, dan laktulosa. Peristaltik
meningkat disebabkan pengaruh tidak langsung karena daya osmotiknya. Air ditarik ke lumen
usus dan tinja menjadi lembek setelah 3-6 jam.
a. (MgSO)4 (garam Epsom, garam Inggris)
Mekanisme kerja: Meningkatkan sekresi cairan di usus, menurunkan pelepasan
acethylcholine pada neuromuscular junction, memperlambat kecepatan impuls SA node, dan
memperpanjang waktu konduksi.
Farmakokinetik. Diabsorbsi melalui usus kira-kira 20%, di ekskresi melalui ginjal.
b. Laktulosa
Mekanisme kerja:
- agen hiperosmotik meningkatkan isi air tinja, melunakkan tinja, meningkatkan peristaltik,
dan mengurangi konsentrasi ammonioa darah
- ensefalopati sistemik portal: pemecahan laktulosa menjadi asam organik oleh bateria
kolon yang mengasamkan isi kolon, sehingga selanjutnya menghambat difusi amonia
kembali ke darah; agen juga memicu difusi NH3 dari darah ke usus, dimana itu diubah
menjadi NH4
Farmakokinetik.
Absorbsi : Bioavailability : <3% terserap, Onset: 24-48 jam
Distribusi : ke traktus gastrointestinal
Metabolisme : laktulosa yang diserap tidak dimetabolisme; lactulose yang tidak diserap secara
ekstensif dimetabolisme menjadi asam organik oleh bakteri kolon
Ekskresi : melalui feses dan urine dalam bentuk utuh
3. Pencahar pembentuk massa
Pencahar penambah volume mencakup koloid hidrofilik (berasal dari buah-buahan dan sayur-
sayuran yang tak tercernakan). Obat ini membentuk jeli di dalam usus besar, menyebabkan
retensi air dan distensi intestinal, dengan demikian meningkatkan aktivitas peristaltik. Contoh
obat pencahar pembentuk massa adalah Psylium.
Mekanisme kerja: Adsorbsi cairan di usus, meningkatkan masa feses, merangsang peristaltik, dan
menurunkan waktu transit di GIT.
Farmakokinetik:
Absorbsi : umumnya tidak diabsorbsi. Onset 12-24 jam.
Distribusi : traktus gastrointestinal.
Metabolisme: tidak mengalami metabolisme.
Ekskersi : melalui feses dan yang terabsorbsi melalui urine dalam bentuk utuh.
4. Pencahar emolien
Obat yang termasuk golongan ini memudahkan defekasi dengan jalan melunakkan tinja tanpa
merangsang peristaltis usus, baik langsung maupun tidak langsung.
a. Dioktilnatrium sulfosuksinat
Mekanisme kerja: Menurunkan tegangan permukaan, sehingga mempermudah penetrasi air
dan lemak ke dalam masa tinja, tinja menjadi lunak setlah 24-48 jam.
Farmakokinetik. Ekskresi melalui tinja.
b. Parafin cair
Mekanisme kerja. Mengurangi reabsorbsi air dari tinja, sehingga tinja melunak.
Farmakokinetik. Tidak dicerna, hanya sedikit diabsorbsi, eksresi melalui tinja.

ABSORBEN
Adsorben yang merupakan salah satu jenis dari obat diare dapat dibedakan menjadi beberapa jenis,
antara lain :

 Campuran Kaolin dan Pektin (Kaopektolin)


Campuran kaolin (hydrated aluminum silicate) dan pektin (senyawa hidrofilik organik polimer)
dan berfungsi sebagai pembentuk bulk. Bulk dapat terbentuk dengan cara mengikat air yang
berada di dalam usus sehingga feses yang lunak menjadi lebih padat.
Farmakokinetik:

- Absorbsi : Aksinya lokak dan tidak diabsorbsi secara sistemik


- Distribusi : tidak diketahui
- Metabolisme : pectin mengalami dekomposisi dalam saluran GI
- Waktu paruh : tidak diketahui

 Attapulgit
Attapulgit (magnesium aluminum disilicate) bekerja dengan menyerap kelebihan cairan di dalam
feses dan menyerap toksin dari bakteri yang menyebabkan diare. Attapulgit mampu mengikat air
delapan kali dari masa senyawa keringnya. Mekanisme aksi attapulgite: aksi penyerap, menyerap
cairan dalam usus dan mengurangi likuiditas tinja

Farmakokinetik: Onset: 12-19.5 jam; Metabolisme : tidak diserap dari saluran pencernaan

 Polikarbofil
Polikarbofil merupakan senyawa hidrofilik poliakrilik resin yang mampu mengikat air enam puluh
kali dari masa senyawa keringnya. Mekanisme aksi : laksatif memproduksi massal yang
mengembalikan tingkat kelembaban normal

Farmakokinetik:

- Absorbsi: penyerapan sistemik minimal


- Onset: 12-72 jam
- Metabolisme : dimetabolisme secara lembab
- Eksresi : melalui feces

Mekanisme kerja absorben secara umum

1. Permukaan adsorben memiliki kemampuan untuk mengadsorbsi toksin danmikroorganisme


yang menyebabkan diare.
2. Dalam penggunaannya, adsorben tidak diadsorbsi dari GIT, sehingga seluruh toksin dan
mikroorganisme yang telah diadsorpsi dieksresi bersama feses.
3. Beberapa adsorben khususnya hydrophilic organic polymers seperti pectin dan bulk-forming
agents, mengikat air dalam usus sehingga feses yang lunak menjadi lebih padat. Contoh bulk-
forming agents adalah ispaghula, methylcellulose dan sterculla, yang merupakan produk
polisakarida yang berasal dari tanaman dan dapat mengabsorbsi air dan menambah massa
feses. Adsorben tersebut dapat digunakan sebagai bulk laksatif pada konstipasi dan
menangani diare ringan.
4. Adsorben memiliki kerja yang tidak spesifik, sehingga akan mengadsorbsi nutrisi, obat lain,
dan getah pencernaan. Oleh karena itu, penggunaannya bersamaan dengan obat lain akan
mengurangi bioavailabilitas obat tersebut.
ANTISPASMODIK

A. Definisi
Antispasmodik adalah zat atau obat-obat yang digunakan untuk mengurangi atau melawan
kejang-kejang otot, yang sering mengakibatkan nyeri perut (saluran pencernaan). Obat golongan
ini mempunyai sifat sebagai relaksan otot polos. Termasuk senyawa yang memiliki efek anti
kolinergik, lebih tepatnya anti muskarinik. Meskipun dapat mengurangi spasme usus tapi
penggunaannya dalam sindrom usus pencernaan hanya bermanfaat sebagai pengobatan tambahan.
B. Klasifikasi
Klasifikasi dari antispasmodic diantaranya:
1. Anti muskarinik
Asetilkolin antagonis yang berkompetisi dengan asetilkolin pada reseptor muskarinik, yang
terletak di kelenjar eksokrin, jantung dan otot polos ganglia, intramural neuron. Hasilnya
memblok efek muskarinik dan menurunkan motilitas GIT dan aktivitas sekresi.
2. Anti spasmodic lain
a. Anti spasmodic lain yang dimaksud adalah golongan alkaloid opium yang diindikasikan
untuk kolik kandungan empedu dan ginjal dimana dibutuhkan relaksasi pada otot, emboli
perifer dan mesenteric, contoh obat ini adalah mebeverine, papaverine dan pramiverine.
b. Indikasinya kejang otot polos yang nyeri dan kolik pada saluran cerna, saluran empedu,
saluran kemih, dismenore, nyeri pasca bedah dan kateterisasi.
C. Mekanisme Kerja
Mekanisme Aksi: parasympatholytic, efek atropin seperti, terutama perifer: blok aksi asetilkolin
di situs parasimpatik di otot polos, kelenjar sekretori dan SSP
Absorbsi:
- Bioavailability : tab(100%), SR (81%)
- Onset : IV/IM/SC (2-3 menit), SL (sampai 4 jam), SR (12 jam)
- Durasi : IV/IM/SC/tab/SR 12 jam
- Peak plasma time: Tab/SR (2.5 jam)
Distribusi:
- Protein terikat : 50%
- Volume distribusi: 1.2-1.9 L/kg (dewasa); 1.1-3.7 L/kg (anak usia 4-16 tahun)
Metabolisme: dihati
Ekskresi: melalui urine
DAFTAR PUSTAKA

Goodman, L., Gilman, A., Brunton, L., Lazo, J., & Parker, K. (2006). Goodman & Gilman's the
pharmacological basis of therapeutics. New York: McGraw-Hill.

Lüllmann, H. (2005). Color atlas of pharmacology (1st ed.). Stuttgart: Thieme.

Wells, B., DiPiro, J., Matzke, G., Posey, L., & Schwinghammer, T. (2009). Pharmacotherapy
Handbook (7th Edition). New York, USA: McGraw-Hill Professional Publishing.

MIMS, 2009. MIMS edisi Bahasa Indonesia, volume 10. Penerbit PT Bhuana ilmu popular (kelompok
Gramedia). Jakarta

Tjay, T. H., & Rahardja, K., 2002, Obat-Obat Penting, Khasiat, Penggunaan dan Efek-Efek
Sampingnya Edisi kelima, Jakarta, PT Elex Media Komputindo Kelompok Gramedia.

Anda mungkin juga menyukai