Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH

“PERLINDUNGAN TERHADAP HAK PEMEGANG SAHAM”

Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah


Good Corporate Governance

Disusun oleh:
Mahfud Fitrianto NIM C1C115024
Muhammad Jecky NIM C 1C115202

S-1 Akuntansi
Fakultas Ekonomi Bisnis
Universitas Lambung Mangkurat
2018
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat-Nya
sehingga makalah ini dapat tersusun hingga selesai . Tidak lupa kami juga
mengucapkan banyak terimakasih atas bantuan dari pihak yang telah berkontribusi
dengan memberikan sumbangan baik materi maupun pikirannya.
Dan harapan kami semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan
pengalaman bagi para pembaca, Untuk ke depannya dapat memperbaiki bentuk
maupun menambah isi makalah agar menjadi lebih baik lagi.
Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman kami, Kami yakin masih
banyak kekurangan dalam makalah ini, Oleh karena itu kami sangat
mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari pembaca demi
kesempurnaan makalah ini.

Banjarmasin 18 Maret 2018

Penyusun

2
DAFTAR ISI

Kata Pengantar .................................................................................................... 2


Daftar Isi ..................................................................................................... 3
Bab I Pendahuluan
1.1 Latar Belakang Masalah .............................................................. 4
1.2 Rumusan Masalah ....................................................................... 6
1.3 Tujuan Penulisan ......................................................................... 6
Bab II Pembahasan
2.1 Hak Pemegang Saham................................................................. 7
2.2 Perlakuan Adil Terhadap Hak Pemegang Saham ....................... 12
2.3 Perlindungan Pemegang Saham .................................................. 13
2.4 Kasus PT Matahari ...................................................................... 16
2.5 Penyelesaian Kasus PT Matahari ................................................ 17
Bab III Penutup
3.1 Kesimpulan ................................................................................. 20
Daftar Pustaka ..................................................................................................... 21

3
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Sejak krisis keuangan Asia 1997, tatakelola perusahaan (corporate
governance) mulai gencar diperbincangkan. Beberapa isu yang dibahas
diantaranya adalah perbedaan kepentingan antara pemilik/pemegang
saham dengan manajer pada perusahaan dengan struktur kepemilikan
tersebar, pencideraan hak-hak pemegang saham minoritas oleh pemegang
saham mayoritas pada perusahaan dengan struktur kepemilikan terpusat,
perbedaan kepentingan antara pemegang saham dengan pemberi pinjaman
(debtholder), dan masih banyak masalah lainnya. Intinya, permasalahan
yang muncul adalah principal-agent problem namun dengan pemeran
yang berbeda-beda.
Struktur kepemilikan perusahaan terbuka di Indonesia sebagian
besar adalah terpusat pada seseorang atau kelompok tertentu. Terpusat
yang dimaksud adalah terpusat pengendaliannya maupun hak atas arus
kas. Negara lain di Asia pun mempunyai struktur yang mirip. Claessens, et
al., 1999, menyatakan bahwa dengan sruktur terpusat, peluang terjadinya
ekspropriasi pemegang saham minoritas mudah terjadi karena pengendali
utama tidak/sedikit mempunyai cashflow rights. Ditambah lagi dengan
undang-undang perlindungan investor yang lemah, kesempatan untuk
melakukan ekspropriasi semakin besar. La Porta et al., 2010, menyatakan
bahwa perlindungan terhadap investor di negara yang menerapkan code
law, salah satunya Indonesia, lebih rendah dibandingkan negara yang
menerapkan common law.
Para individu/kelompok pengendali tersebut mempunyai berbagai
cara untuk mengendalikan perusahaan yang tidak dimilikinya secara
langsung, yakni melalui struktur piramida dimana perusahaan yang
dikendalikannya mempunyai control atas perusahaan lainnya. Di
Indonesia banyak terdapat perusahaan dengan struktur tersebut. Bahkan

4
karena rumitnya, kita mungkin tidak akan pernah tahu siapa pemilik
sesungguhnya (ultimate owner). Hal yang dikhawatirkan adalah terjadinya
ekspropriasi oleh ultimate owner tersebut yang dapat menguntngkan
dirinya sendiri sementara mengabaikan kepentingan para pemeang saham
lainnya, terutama pemegang saham minoritas.
Hal yang akan disoroti di sini adalah bagaimana kerangka regulasi
di Indonesia dalam mencegah/mengatasi ekspropriasi. Namun
sebelumnya, perlu dibedakan tujuan investor dalam membeli saham. Pada
dasarnya ada dua tujuan investasi yakni tujuan jangka pendek dan tujuan
jangka panjang. Tujuan investasi jangka pendek lebih berfokus pada
pergerakan harga saham sehingga investor mendapat keuntungan yang
berasal dari capital gain, hal ini disebut juga dengan trading. Tujuan
investasi jangka panjang berupa pengendalian atas perusahaan untuk
meningkatkan performa. Imbal hasil yang diperoleh adalah dividen.
Sebagian besar investor publik yang mempunyai kepemilikan yang tidak
signifikan mempunyai tujuan jangka pendek, hanya untuk trading.
Beberapa investor lainnya, dengan kepemilikan sekitar 5% atau lebih
dianggap mempunyai tujuan jangka panjang. Investor inilah yang
dianggap sebagai pemegang saham minoritas karena dia akan berusaha
memperjuangkan haknya bila dicederai, sementara investor lain akan
mengalami kesulitan menempuh jalur hukum sehingga lebih memilih
untuk menjual sahamnya.
Pemilik utama (ultimate owner) mempunyai insentif untuk
melakukan ekspropriasi karena dia tidak memilki cash flow rights atas
perusahaan yang dikendalikannya. Selain itu, banyak pula perusahaan
induk yang mempunyai berbagai usaha (diversifikasi) baik berkaitan
maupun tidak berkaitan sehingga risiko pemilik utama menjadi lebih kecil
akibat diversifikasi tersebut. Ekspropriasi dapat terjadi seperti berupa
tunneling. Johnson et al., 2000, mendefinisikannya sebagai transfer
kekayaan antarperusahaan dalam suatu struktur piramida agar
menguntungkan pihak pengendali, dalam hal ini pemilik utama.
Permasalahannya adalah pemegang saham minoritas tidak mempunyai

5
cukup bargaining power untuk mencegah hal tersebut. Prinsip one man
one vote yang melekat pada saham yang dimiliki membuatnya selalu kalah
dalam hal pengabilan suara untuk menentukan keputusan.
La Porta et al., 1999b, menunjukkan bahwa perlunya cash flow
rights yang tinggi bagi pemilik utama sebagai komitmen untuk mencegah
ekspropriasi di negara dengan perlindungan pemegang saham yang lemah.
Dengan adanya kepemilikan cash flow rights, maka tindakan ekspropriasi
akan merugikan dirinya sendiri juga secara langsung sehingga pemilik
utama akan mengurangi/tidak melakukan ekspropriasi.
Jika ekspropriasi sangat mungkin terjadi di perusahaan-perusahaan
Indonesia, lalu bagaimanakah dengan kerangka regulasi yang ada? Apakah
perlindungan terhadap pemegang saham minoritas sangat lemah?
Di Indonesia, perusahaan publik yang terdaftar di Bursa Efek
Indonesia harus mentaati Undang-Undang Perseroan Terbatas (UU PT)
tahun 2007 dan Peraturan Bapepam-LK.

1.2 Rumusan Masalah


1) Apa saja hak-hak pemegang saham suatu perusahaan?
2) Bagiamana kerangka hukum perlindungan terhadap hak pemegang
saham di Indonesia?

1.3 Tujuan Penulisan


1) Mengidentifikasi hak-hak pemegang saham suatu perusahaan
2) Mendeskripsikan kerangka hukum perlindungan terhadap hak
pemegang saham di Indonesia?

6
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Hak Pemegang Saham


Berdasarkan ciri-ciri khusus pemegang saham perseroan terbatas
dapat digolongkan menjadi beberapa kategori, yaitu :
1) Penggolongan pertama pemegang saham dilakukan berdasarkan
jumlah saham yang mereka miliki. Berdasarkan jumlah saham yang
mereka miliki pemegang saham dapat dibedakan menjadi pemegang
saham minoritas dan pemegang saham mayoritas.
2) Pemegang saham juga dapat dibedakan menjadi pemegang saham
orang perorangan dan pemegang saham institusional. Kategori pemegang
saham institusional, antara lain dana pensiun, perusahaan asuransi, bank
dan perusahaan reksa dana.
3) Berdasarkan kebangsaannya pemegang saham dibedakan menjadi
pemegang saham nasional dan pemegang saham asing.
Tujuan investasi pemegang saham yang satu dan yang lain
mungkin tidak sama. Dengan demikian apabila harus mempertimbangkan
tujuan investasi semua pemegang saham, proses pengambilan keputusan
pengelolaan kegiatan bisnis perusahaan sehari-hari menjadi sangat
komplek.
Untuk perusahaan publik di kebanyakan negara (termasuk negara
anggota OECD) hak dasar tersebut dimuat dalam undang-undang tentang
perseroan dan ketentuan yang dikeluarkan badan pengawas pasar modal
setempat sehingga wajib dipatuhi perusahaan dan semua pemegang
sahamnya. Dalam rapat-rapat pemegang saham, pemegang saham
mayoritas dapat mendominasi keputusan rapat, tanpa mengindahkan
kepentingan pemegang saham minoritas.
Di samping itu, pemegang saham mayoritas juga dapat
mendominasi fungsi pengawasan terhadap Dewan Pengurus dan

7
manajemen perusahaan. Hak-hak dasar pemegang saham dapat
dikelompokkan menjadi dua golongan, yaitu :
1) Hak yang Berkaitan dengan Kepemilikan Perusahaan
Karena memiliki saham, pemegang saham ikut memiliki perusahaan. Hak-
hak pemegang saham yang berkaitan dengan kepemilikan perusahaan
terdiri dari :
a. Mendapat jaminan saham mereka didaftarkan di lembaga
pemerintah yang berwenang (di Indonesia lembaga
pemerintah adalah Departemen Kehakiman),
b. Hak memindahtangankan saham perusahaan yang ikut
mereka miliki,
c. Memperoleh laporan tentang kondisi dan perkembangan
usaha dan keuangan perusahaan secara regular, akurat,
diungkapkan secara transparan dan tepat waktu,
d. Menghadiri rapat umum pemegang saham dan secara
prorata ikut melakukan pemungutan suara (voting),
e. Secara prorata mendapat pembagian keuntungan
perusahaan dalam bentuk dividen, dan
f. Ikut memilih dan mengganti anggota Dewan Komisaris
(Board of Directors) dan Direksi.
2) Hak Ikut Memutuskan Hal-hal Penting
Untuk pengambilan keputusan penting yang menyangkut kelangsungan
hidup perusahaan, para pemegang saham mempunyai hak mengajukan
pendapat dan ikut memutuskannya. Termasuk dalam keputusan penting
tersebut adalah :
a. Perubahan isi dokumen penting seperti akta pendirian,
anggaran dasar dan anggaran rumah tangga perusahaan,
b. Perubahan hak para pemegang saham, Merjer dan akuisisi,
dan
c. Penjualan atau pembelian harta tetap perusahaan yang
tinggi nilainya.

8
Sebagai contoh rencana merger dan akuisisi membutuhkan
persetujuan mayoritas pemegang saham. Persetujuan tersebut diberikan
dalam rapat umum pemegang saham. Untuk mendapatkan persetujuan itu
manajemen perusahaan wajib mengajukan rencana merger atau akuisisi.
Dalam rencana tersebut dicantumkan antara lain:
a. Nama perusahaan yang akan bergabung atau diambil alih,
b. Alasan direncanakannya penggabungan atau pengambil
alihan perusahaan,
c. Manfaat (secara kuantitatif dan kualitatif) yang diharapkan
dari merger atau akuisisi,
d. Jenis dan nilai biaya dan pengorbanan merger atau akuisisi,
e. Konversi saham masing-masing perusahaan dalam kasus
merjer,
f. Konsekuensi penggabungan harta dan utang perusahaan
setelah terjadinya merger atau pengambilalihan perusahaan,
g. Perubahan anggaran dasar dan anggaran rumah tangga
perusahaan setelah merger atau akuisisi.
Menurut KNKG (2006) hak dan tanggung jawab pemegang saham
sebagai berikut :
1. Hak dan Tanggungjawab Pemegang Saham
1.1. Hak pemegang saham harus dilindungi dan dapat
dilaksanakan sesuai peraturan perundang-undangan dan anggaran
dasar perusahaan. Hak pemegang saham tersebut pada dasarnya
meliputi:
a. Hak untuk menghadiri, menyampaikan pendapat, dan
memberikan suara dalam RUPS berdasarkan ketentuan satu
saham memberi hak kepada pemegangnya untuk
mengeluarkan satu suara;
b. Hak untuk memperoleh informasi mengenai perusahaan
secara tepat waktu, benar dan teratur, kecuali hal-hal yang
bersifat rahasia, sehingga memungkinkan pemegang saham

9
membuat keputusan mengenai investasinya dalam
perusahaan berdasarkan informasi yang akurat;
c. Hak untuk menerima bagian dari keuntungan perusahaan
yang diperuntukkan bagi pemegang saham dalam bentuk
dividen dan pembagian keuntungan lainnya, sebanding
dengan jumlah saham yang dimilikinya;
d. Hak untuk memperoleh penjelasan lengkap dan informasi
yang akurat mengenai prosedur yang harus dipenuhi
berkenaan dengan penyelenggaraan RUPS agar pemegang
saham dapat berpartisipasi dalam pengambilan keputusan,
termasuk keputusan mengenai hal-hal yang mempengaruhi
eksistensi perusahaan dan hak pemegang saham;
e. Dalam hal terdapat lebih dari satu jenis dan klasifikasi
saham dalam perusahaan, maka: (i) setiap pemegang saham
berhak mengeluarkan suara sesuai dengan jenis, klasifikasi
dan jumlah saham yang dimiliki; dan (ii) setiap pemegang
saham berhak untuk diperlakukan setara berdasarkan jenis
dan klasifikasi saham yang dimilikinya.
1.2. Pemegang saham harus menyadari tanggung jawabnya
sebagai pemilik modal dengan memperhatikan peraturan
perundang-undangan dan anggaran dasar perusahaan. Tanggung
jawab pemegang saham tersebut pada dasarnya meliputi:
a. Pemegang saham pengendali harus dapat: (i)
memperhatikan kepentingan pemegang saham minoritas
dan pemangku kepentingan lainnya sesuai peraturan
perundang-undangan; dan (ii) mengungkapkan kepada
instansi penegak hukum tentang pemegang saham
pengendali yang sebenarnya (ultimate shareholders) dalam
hal terdapat dugaan terjadinya pelanggaran terhadap
peraturan perundang-undangan, atau dalam hal diminta oleh
otoritas terkait;

10
b. Pemegang saham minoritas bertanggung jawab untuk
menggunakan haknya dengan baik sesuai dengan peraturan
perundang-undangan dan anggaran dasar;
c. Pemegang saham harus dapat: (i) memisahkan kepemilikan
harta perusahaan dengan kepemilikan harta pribadi; dan (ii)
memisahkan fungsinya sebagai pemegang saham dengan
fungsinya sebagai anggota Dewan Komisaris atau Direksi
dalam hal pemegang saham menjabat pada salah satu dari
kedua organ tersebut;
d. Dalam hal pemegang saham menjadi pemegang saham
pengendali pada beberapa perusahaan, perlu diupayakan
agar akuntabilitas dan hubungan antar-perusahaan dapat
dilakukan secara jelas.
2. Tanggungjawab Perusahaan terhadap Hak dan Kewajiban
Pemegang Saham
2.1. Perusahaan harus melindungi hak pemegang saham sesuai
dengan peraturan perundang-undangan dan anggaran dasar
perusahaan.
2.2. Perusahaan harus menyelenggarakan daftar pemegang
saham secara tertib sesuai dengan peraturan perundang-undangan
dan anggaran dasar.
2.3. Perusahaan harus menyediakan informasi mengenai
perusahaan secara tepat waktu, benar dan teratur bagi pemegang
saham, kecuali hal-hal yang bersifat rahasia.
2.4. Perusahaan tidak boleh memihak pada pemegang saham
tertentu dengan memberikan informasi yang tidak diungkapkan
kepada pemegang saham lainnya. Informasi harus diberikan
kepada semua pemegang saham tanpa menghiraukan jenis dan
klasifikasi saham yang dimilikinya.
2.5. Perusahaan harus dapat memberikan penjelasan lengkap
dan informasi yang akurat mengenai penyelenggaraan RUPS.

11
2.2 Perlakuan Adil Terhadap Semua Pemegang Saham
Perlakuan adil terhadap semua golongan pemegang saham,
termasuk pemegang saham minoritas dan pemegang saham asing, menjadi
salah satu daya tarik bagi para investor menanamkan dananya di
perusahaan-perusahaan yang bersangkutan. Agar investor tertarik membeli
saham, mereka harus yakin dana yang mereka tanam di perusahaan
manapun terlindungi dari penyalahgunaan manajemen perusahaan. Dalam
setiap perusahaan selalu ada resiko Dewan Pengurus atau pemegang
saham mayoritas menggunakan dana yang ditanam pemegang saham
minoritas atau asing, untuk mendanai kepentingan mereka sendiri. Resiko
penyalahgunaan dana pemegang saham di atas dapat diperkecil dengan
jalan memperlakukan para pemegang saham secara adil. Di banyak negara
anggota dan non-anggota OECD perlakuan adil kepada seluruh pemegang
saham dilakukan dengan jalan yang berikut:
1) Hak yang sama.
Banyak perusahaan menerbitkan saham yang berbeda jenis dan tingkatnya,
misalnya saham biasa dan saham preferen. Saham preferen adalah saham
dengan hak-hak tertentu, misalnya hak menduduki jabatan Komisaris atau
Direksi, atau menerima dividen dengan jumlah tetap. Sebelum
memutuskan membeli saham hendaknya investor diberi penjelasan tentang
hak-hak mereka. Selanjutnya, kecuali pemegang saham yang bersangkutan
menyetujuinya, hak mereka tidak dapat dirubah, bahkan oleh rapat umum
pemegang saham sekalipun.
2) Perlindungan pemegang saham minoritas.
Contoh penyalahgunaan kedudukan tersebut adalah menentukan gaji,
bonus dan jaminan sosial yang terlalu tinggi bagi anggota Komisaris,
Direksi atau karyawan yang menjadi anggota keluarga atau asosiasi
bisnisnya. Resiko penyalahgunaan kedudukan oleh pemegang saham
mayoritas tersebut di atas dapat dikurangi, antara lain dengan jalan
penerapan prinsip pengungkapan informasi tentang perusahaan secara
transparan (disclosures and tranparency).
3) Larangan Insider Trading.

12
Para pemegang saham wajib diberitahu bahwa insider share trading tidak
diperbolehkan.Yang dimaksud dengan insider trading adalah transaksi jual
beli saham oleh mereka yang sebelum transaksi dilakukan memperoleh
informasi penting tentang perubahan kondisi perusahaan yang dapat
mempengaruhi harga saham perusahaan tersebut di bursa efek. Insider
trading biasanya merugikan para pemegang saham, termasuk investor
institusional.

2.3 Perlindungan Terhadap Hak Pemegang Saham


Pada dasarnya, pemegang saham berhak mempertahankan haknya
sehubungan dengan saham yang dimilikinya dengan cara menggugat
segala tindakan perseroan yang merugikan kepentingannya dalam
perseroan yang bersangkutan. Tindakan perseroan tersebut dapat berupa
tindakan RUPS, Komisaris dan atau Direksi (lihat ps.61 (1) Undang-
undang No.40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas atau UUPT).
Salah satu efek dari struktur kepemilikan melalui saham adalah
terciptanya struktur pemegang saham mayoritas dan minoritas. Pada
dasarnya masing-masing mempunyai hak yang sama. Terutama terhadap
hak suara. Yaitu 1 saham adalah 1 suara. Ketentuan tambahan terhadap
hak suara dapat diatur secara tegas-tegas sehubungan dengan klasifikasi
saham. Dengan mekanisme pemilikan yang demikian, pemegang saham
mayoritas menjadi pihak yang diuntungkan dengan sendirinya. Semakin
banyak saham yang dimilikinya, maka makin dapat berkuasa ia dalam
menentukan keputusan mengenai keberadaan dan jalannya suatu perseroan
terbatas.
Persoalannya adalah bagaimana melindungi kepentingan pemegang
saham minoritas yang berisiko dirugikan oleh kekuasaan pemegang saham
mayoritas. Ini beberapa pasal yang dapat berusaha mengatur kepentingan
pemegang saham baik mayoritas dan minoritas:
1. Tindakan Derivatif : Ketentuan ini mengatur bahwa Pemegang
saham dapat mengambil alih untuk mewakili urusan perseroan

13
demi kepentingan perseroan, karena ia menganggap Direksi dan
atau Komisaris telah lalai dalam kewajibannya terhadap perseroan.
a) Pemegang saham dapat melakukan tindakan-tindakan atau
bertindak selaku wakil perseoran dalam memperjuangkan
kepentingan perseroan terhadap tindakan perseroan yang
merugikan, sebagai akibat kesalahan atau kelalaian yang
dilakukan oleh anggota Direksi dan atau pun oleh komisaris
(lihat ps.97 (6) jo. ps.114 (6) UUPT).
b) Melalui ijin dari Ketua Pengadilan Negeri yang daerah
hukumnya meliputi kedudukan perseroan, pemegang saham
dapat melakukan sendiri pemanggilan RUPS (baik RUPS
tahunan maupun RUPS lainnya) apabila direksi ataupun
komisaris tidak menyelenggarakan RUPS atau tidak melakukan
pemanggilan RUPS (lihat ps.80 UUPT).
2. Hak Pemegang Minoritas: Pada dasarnya ketentuan-ketentuan di
bawah ini terutama ditujukan untuk melindungi kepentingan
pemegang saham minoritas dari kekuasaan pemegang saham
mayoritas.
a) Hak Menggugat: Setiap pemegang saham berhak mengajukan
gugatan terhadap perseroan melalui Pengadilan Negeri yang
daerah hukumnya meliputi kedudukan perseroan, bila tindakan
perseroan merugikan kepentingannya (ps. 61 UUPT)
b) Hak Atas Akses Informasi Perusahaan: Pemegang saham dapat
melakukan pemeriksaan terhadap perseroan, permintaan data
atau keterangan dilakukan apabila ada dugaan bahwa perseroan
dan atau anggota direksi atau komisaris melakukan perbuatan
melawan hukum yang merugikan pemegang saham atau pihak
ketiga (lihat ps.138 UUPT).
c) Hak Atas Jalannya Perseroan: Pemegang saham dapat
mengajukan permohonan kepada Pengadilan Negeri untuk
membubarkan perseroan (lihat ps.146 UUPT).

14
d) Hak Perlakuan Wajar: Pemegang saham berhak meminta
kepada perseroan agar sahamnya dibeli dengan harga yang
wajar apabila yang bersangkutan tidak menyetujui tindakan
perseroan yang merugikan pemegang saham atau perseroan,
berupa:
(1) perubahan anggaran dasar perseroan;
(2) penjualan, penjaminan, pertukaran sebagian besar atau
seluruh kekayaan perseroan; atau
(3) penggabungan, peleburan atau pengambilalihan perseroan.
(lihat pasal 62 ayat 1 UUPT)
Perlindungan hak pemegang saham minoritas juga terdapat pada
Undang-Undang Pasar Modal (UU PM) terkait dengan kewajiban
keterbukaan informasi sebagaiana tertuang pada pasal 100. Selain itu,
pasal 101 mengatur pelaporan kepemilikan direktur dan komisaris serta
pengungkapan pihak-pihak yang memiliki minimal 5% kepemilikan.
Selain itu, dalam peraturan Bapepam-LK nomor X.K.6 tahun 2012
mengatur megenai kewajiban pengungkapan identitas pemegang saham
utama atau pengendali hingga lapis indvidu tertentu dalam laporan
keuangan tahunan. Pengungkapan tersebut disajikan dalam bentuk skema
atau diagram. Meskipun peraturan ini tidak mewajibkan pengungkapan
hingga beneficial utimate owner, namun setidaknya dengan ketentuan ini
para pengguna laporan keuangan dapat mengetahui transaksi afiliasi dan
melakukan penelusuran ultimate owner secara mandiri. Regulasi ini sangat
vital untuk kondisi perusahaan seperti di Indonesia dimana struktur
kepemilikan berbentuk piramida dan terdapat cross-shareholding.
Peraturan Bapepam-LK lainnya adalah terkait keterbukaan
informasi yang harus segera diumumkan seperti diatur pada peraturan
Bapepam-LK nomor X.K.1. Informasi yang dimaksud berupa fakta
material yang dapat mempengaruhi harga saham dan keputusan investor
seperti: penggabungan usaha, pembelian saham, peleburan usaha,
pemecahan saham, pembagian dividen, dan lain-lain.

15
2.4 Kasus PT Matahari Putra Prima Tbk
PT Matahari Department Store Tbk. adalah salah satu perusahaan
ritel terkemuka di Indonesia yang menyediakan perlengkapan pakaian,
aksesoris, produk-produk kecantikan dan rumah tangga dengan harga
terjangkau. Matahari berubah nama menjadi PT Matahari Department
Store Tbk (MDS) sesudah menjadi entitas terpisah dari PT Matahari Putra
Prima Tbk (MPP) pada tahun 2009. Asia Color Company Limited, anak
Perseroan CVC Capital Partners Asia menjadi pemegang saham mayoritas
Matahari pada bulan April 2010 sebesar 98,15% (90.76% dibeli dari PT
Matahari Putra Prima Tbk dan 7.24% dibeli dari PT. Pasific Asia Holding
Ltd) dan sisanya 1,85% dimiliki oleh publik dan lain-lain.
Pada Januari 2010 Matahari Putra Prima melakukan
pendandatanganan sales purchase agreement dengan PT CVC Capital
Partner. CVC akan melakukan akuisisi terhadap anak perusahaan MPP
yakni Matahari Department Store dengan total kepemilikan sebesar
90,76% melalui anak perusahaanya yakni Meadow Asia Company Limited.
Kemudian pada 5 Maret 2010, Matahari Putra Prima berniat menggelar
RUPS dengan agenda persetujuan penjualan saham tersebut. MAC
mengalokasikan Rp 7,16 triliun untuk membeli 90,76% saham Matahari
Putra Prima di Matahari Department Store. MPP akan menerima
pembayaran tunai sebesar Rp. 5.28 triliun, piutang sebesar Rp. 1 triliun,
20% saham biasa MAC, 20,72% saham preferen MAC, dan 8 juta warrant
dengan total transaksi sebesar Rp. 7,16 triliun. Selain membeli saham
MPP yang ada pada MDS, MAC juga berencana membeli saham Pasific
Asia Holding Ltd sebesar 7,24% sehingga total kepemilikan saham MAC
pada MDS adalah sebesar 98,15%.
Sementara seperti telah diketahui dari profil perusahaan tersebut,
MAC merupakan perusahaan patungan (joint venture) antara Matahari
Putra Prima dan CVC Capital Partners. Dimana MPP memiliki
kepemilikan saham sebesar 20% pada MAC dan CVC memiliki
kepemilikan sebesar 80%. Hal ini tentu mengindikasikan adanya insider

16
trading yang dilakukan oleh MPP dan juga terindikasi adanya praktek
korporasi guna menaikan harga saham MDS.
Transaksi yang mengandung benturan kepentingan (conflict of
interest) mendapatkan pengaturan secara ekspliit dalam hukum pasar
modal Indonesia. Transaksi benturan kepentingan diatur dalam Pasal 82
ayat (2) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 Tentang Pasar Modal
(UUPM). Pasal 82 ayat (2) UUPM menentukan bahwa Badan Pengawas
Pasar Modal (Bapepam) dapat mewajibkan emiten atau persahaan publik
untuk memperoleh mayoritas pemegang saham independen apabila emiten
atau perusahaan publik melakukan transaksi dimana kepentingan
ekonomis emiten atau perusahaan publik tersebut berbenturan dengan
kepentingan ekonomis pribadi direktur, komisaris atau pemegang saham
utama emiten atau pemegang saham dimaksud. Berkaitan dengan
penjualan saham MDS oleh MPP kepada MAC, pada hari Jumat tanggal 9
April 2010 pihak menejemen MPP telah mendapat persetujuan dari RUPS
sehingga secara yuridis MAC sebagai perusahaan joint venture anatara
CVC dengan MPP telah berdiri sekaligus berkedudukan sebagai pemegang
saham pengendali dari MDS.
Kembali pada bahasan mengenai transaksi yang mengandung
benturan kepentingan, transaksi ini diatur secara lebih tegas dalam
Peraturan Bapepam No.IX.E.1 sebagaimana telah diperbarui dengan
Keputusan Ketua Bapepam LK No: Kep-412/BL/2009. Berdasakan Pasal
1 huruf e peraturan tersebut, benturan kepentingan adalah perbedaan
antara kepentngan ekonomis perusahaan dengan kepentingan ekonomis
pribadi anggota direksi, anggota dewan komisaris atau pemegang saham
utama yang dapat merugikan perusahaan dimaksud.
2.5. Penyelesaian Kasus PT Matahari Putra Prima Tbk
Menganggapi isu tersebut, Bapepam-LK selaku badan pengawas
pasar modal di Indonesia melakukan penyelidikan terhadap transaksi
tersebut. Kemudian Bapepam-LK menyelenggarakan pertemuan dengan
pihak menejemen MPP. Pada pertemuan tersebut Bapepam LK meminta
kepada pihak menejemen MPP untuk memberikan penjelasan secara lebih

17
rinci kepada publik mengenai transaksi yang bernilai triliunan rupiah
tersebut.
Setelah pertemuan yang pertama dengan menejemen MPP tersebut,
Bapepam LK kembali meminta kepada pihak manajemen MPP uuntuk
memberikan penjelasan kepada publik mengenai segala bentuk utang yang
dimiliki MPP dan juga rencana penggunaan dana hasil penjualan saham
MDS sebesar Rp 7,16 triliun. Dan kemudian memperoleh hasil bahwa
hasil penjualan tersebut akan digunakan untuk melunasi hutang MPP
kepada PT. Multipolar dan juga untuk membagikan dividen yang
sebagian juga mengalir ke PT. Multipolar.
Selanjutnya karena hasil keterangan tersebut oleh Bapepam-LK
dirasa kurang jelas, Bapepam-LK pun meminta MPP untuk menunda
pelaksanaan RUPS dan membuat bussines plan mengenai penggunaan
dana hasil penjualan tersebut dan ditampilkan dalam bentuk public expose
guna menjamin transparansi agar pihak pemegang saham minoritas pun
dapat mengetahui tujuan dari penjualan saham tersebut.
Pada akhirnya Bapepam-LK tetap mengalami kesulitan untuk
mengumpulkan bukti-bukti penyimpangan transaksi penjualan yang
dilakukan MDS. Hal tersebut dikarenakan transaksi yang terjadi dan
pihak-pihak yang melakukan hanya sedikit jumlahnya. Walaupun analisa
Bapepam-LK menemukan indikasi transaksi mencurigakan, tetapi untuk
melakukan proses hukum memerlukan bukti yang materiil.
Kamis 18 Februari 2010, PT Bursa Efek Indonesia (BEI)
mengumumkan bahwa mereka tidak berniat menindaklanjuti kasus
penjualan saham PT Matahari Department Store Tbk (LPPF), anak usaha
PT Matahari Putra Prima Tbk (MPPA). Otoritas bursa memaklumi
tindakan Matahari menjual saham Matahari Department Store untuk
membayar sebagian utang dan memperkuat bisnisnya. Eddy menjelaskan,
pihaknya telah bertemu dengan manajemen Matahari dan CVC Capital
Partners beberapa waktu lalu. Perseroan menjelaskan mengenai rencana
penjualan, skema pembayaran, serta hal lain tentang penjualan saham itu.
Menurut Eddy, Matahari mengakui bahwa pihaknya tengah menjajaki

18
beberapa peluang bisnis untuk meningkatkan usaha yang sudah ada.
Pendanaan akan dipenuhi dari hasil penjualan saham Matahari Department
Store. Selain itu, Matahari berniat mengalokasikan sebagian dana
penjualan saham untuk mengurangi utang.
Dan kemudian tanggal 26 Maret 2010 dilaksanakanlah RUPS guna
membahas rencana penjualan saham MDS kepada MAC dan semua
shareholder menyetujui rencana penjualan tersebut. PT. Matahari Putra
Prima pun secara resmi menjual 90,7% saham PT. Matahari Department
Store kepada PT. Meadow Asia Company.

19
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Pada dasarnya, perangkat hukum di Indonesia telah berusaha untuk
melindungi pemegang saham minoritas. Akan tapi satu hal yang perlu
diperhatikan adalah terkait usaha untuk menempuh jalur hukum tersebut.
Misalnya dengan harus mengumpulkan 1/10 hak suara agar dapat
melakukan tuntutan hukum dirasa terlalu berat mengingat para pemegang
saham dengan jumlah yang tidak signifikan justru sangat banyak
jumlahnya. Hal ini belum menimbang biaya yang hars dikeluarkan dan
siapa yang harus menanggungnya. Kadang pula para pemegang saham
minoritas hanya berorientasi pada keuntungan sesaat seperti perubahan
harga saham sementara tidak begitu peduli dengan aktivitas perusahaan.
Dengan situasi yang ada saat ini, agaknya benar kesimulan La Pota et al.,
2010, bahwa perlindungan investor di negara code law lebih rendah
dibandingkan di negara common law. Dalam pembuatan regulasi kadang
juga melibatkan isu politis dimana beberapa orang berkepentingan
mempunyai peranan di sana, sementara seharusnya regulasi dibuat untuk
kepentingan publik. Kasus ekspropriasi pemegang saham minoritas akan
terus terjadi jika situasi ini tidak berubah, jika kerangka hukum yang ada
tidak diperbaiki.
Peran vital pemerintah, melalui UU PT, adalah memastikan bahwa
para seluruh pemegang saham mendapatkan haknya dan tidak tercederai
oleh pemegang saham mayoritas dalam berbagai mekanisme yang berjalan
di perseroan seperti RUPS, pengambilan kebijakan strategis, dan
sebagainya. Sementara itu, peran Bapepam LK adalah terkait regulasi
pengungkapan informasi sehingga tidak terdapat asymmetric information.
Kerangka regulasi internal berupa kebijakan perusahaan seperti whistle
blower system juga perlu dikembangkan untuk mendukung terwujudnya
tatakelola perusahaan yang baik (good corporate governance).

20
DAFTAR PUSTAKA

BAPEPAM. 2009. Peraturan No.IX.E.1 Tentang Transaksi Afiliasi dan Benturan


Kepentingan. Jakarta: Departemen Keuangan dan Bapepam RI.

Brooks, Robert. 2016. Kasus Pt Matahari Putra Prima Tbk. Diambil dari:
https://www.scribd.com/doc/299291548/Kasus-Pt-Matahari-Putra-Prima-
Tbk. (Diakses pada tanggal 9 Oktober 2017)

Fauzi, Abdul Wahid. 2010. Bapepam Turut Periksa Kasus Saham Matahari.
Diambil dari: http://investasi.kontan.co.id/news/bapepam-turut-periksa-
kasus-saham-matahari. (Diakses pada tanggal 9 Oktober 2017)

Putra, Aditiya. Perlindungan Terhadap Pemegang Saham. 2006. Diambil dari:


http://www.hukumonline.com/klinik/detail/cl1017/perlindungan-terhadap-
pemegang-saham. (Diakses pada tanggal 9 Oktober 2017)

Putri, Asri Dwija, dan Agung Ulupui. 2017. Pengantar Corporate Governance.
Denpasar: CV Sastra Utama.

Wibowo, Arianto. 2010. BEI Tak Ungkit Lagi Kasus Matahari. Diambil dari:
http://www.viva.co.id/berita/bisnis/130667-bei-tak-ungkit-lagi-kasus-
matahari. (Diakses pada tanggal 9 Oktober 2017)

21

Anda mungkin juga menyukai