PENDAHULUAN
1
pada kegiatan yang efektif dan efisien sehingga menghasilkan profit,
ditambah dengan kemudahan dalam memperoleh dana atau modal, secara
logis perolehan laba akan lebih meningkat lagi.
2
BAB II
PEMBAHASAN
3
mengarahkan dan mengelola bisnis serta aktivitas perusahaan ke arah
peningkatan pertumbuhan bisnis dan akuntabilitas perusahaan.
4
dan perangkatnya sebagai regulator, dunia usaha sebagai pelaku pasar, dan
masyarakat sebagai pengguna produk dan jasa dunia usaha. Prinsip dasar yang
harus dilaksanakan oleh masing-masing pilar adalah:
5
Bersikap dan berprilaku yang memperlihatkan kepatuhan dunia usaha
dalam melaksanakan peraturan per Uuan
Mencegah terjadinya KKN
Meningkatkan kualitas struktur pengelolaan dan pola kerja perhsahaan
yang didasarkan pada asas GCG secara berkesinambungan.
3. Masyarakat
Melakukan kontrol sosial dengan memberikan perhatian dan kepedulian
terhadap pelayanan masyarakat yg dilakukan penyelenggara negara serta
terhadap kegiatan dan produk atau jasa yang dihasilkan oleh dunia usaha,
melalui penyampaian pendapat secara objektif dan bertanggungjawab.
Melakukan komunikasi dengan penyelenggara negara dan dunia usaha
dalam mengekspresikan pendapat dan keberatan masyarakat.
6
Implementasi corporate governance di perusahaan sebagai sebuah
sistem dapat menggunakan pendekatan Model 7s dari Mc Kinsey. Model
ini terdiri dari 2 (dua) aspek yang merupakan dasar atau fondasi untuk
menetapkan mekanisme corporate governance sebagai sebuah sistem,
sebaagai berikut.
7
b. Syle (gaya kepemimpinan), merupakan gaya kepemimpinan
manajemen puncak untuk mendukung pencapaian tujuan
organisasi.
c. Staff (staf), merupakan kemampuan bekerja sama dari
manajemen puncak dan personel lainnya.
d. Shared value (nilai-nilai bersama), merupakan nilai-nilai yang
dipegang oleh para pemangku kepentingan (stakeholders)
perusahaan yang membentuk perilaku anggota organisasi.
8
kelancaran proses-proses dalam organisasi serta ketaatan anggota
perusahaan terhadap kebijakan dan sistem yang dirancang untuk
melaksanakan untuk prinsip-prinsip GCG. Sistem dan struktur ini menjadi
pedoman teknis untuk melaksanakan kegiatan sehari-hari agar tidak
menyimpang dari prinsip-prinsip GCG.
9
Undang-undang BUMN dirancang untuk menciptakan sistem
pengelolaan dan pengawasan berlandaskan pada prinsip efisiensi dan
produktivitas guna meningkatkan kinerja dan nilai (value) BUMN,
serta menghindarkan BUMN dari tindakan-tindakan
pengeksploitasian di luar asas tata kelola perusahaan yang baik.
Undang-undang ini juga dirancang untuk menata dan mempertegas
peran lembaga dan posisi wakil pemerintah sebagai pemegang
saham/pemilik modal BUMN, serta mempertegas dan memperjelas
hubungan BUMN selaku operator usaha dengan lembaga pemerintah
sebagai regulator.
10
2.1.4.2 Tujuan Corporate Governance menurut Kementerian BUMN
Sesuai pasal 4 Peraturan Menteri Negeri BUMN No. PER –01/MBU/2011
tanggal 1 Agustus 2011 tentang Penerapan Tata Kelola Perusahaan yang Baik
(Good Corporate Governance) pada BUMN, penerapan GCG pada BUMN
bertujuan untuk:
Mengoptimalkan nilai-nilai BUMN agar perusahaan memiliki daya
saing yang kuat, baik secara nasional maupun internasional,
sehingga mampu mempertahankan keberadaannya dan hidup
berkelanjutan untuk mencapai maksud dan tujuan BUMN.
Mendorong pengelolaan B UMN secara profesional, efisien dan
efektif, serta memberdayakan fungsi dan meningkatkan kemandirian
Organ Persero/Organ Perum.
Mendorong agar Organ Persero/Organ Perum dalam membuat
keputusan dan menjalankan tindakan dilandasi nilai moral yang
tinggi dan kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan, serta
kesadaran akan adanya tanggung jawab sosial BUMN terhadap
pemangku kepentingan maupun kelestarian lingkungan di sekitar
BUMN.
Meningkatkan kontribusi BUMN dalam perkonomian nasional.
Meningkatkan iklim yang kondusif bagi perkembangan investasi
nasional.
11
Khusus untuk BUMN yang telah go public, dengan diterapkannya
prinsip-prinsip GCG dapat meningkatkan minat investor untuk
membeli saham BUMN tersebut.
12
(accountability), pertanggungjawaban (respobility), independensi
(indepedency), dan kewajaran (fairness). Dalam ketentuan yang mulai
berlaku sejak diterbitkan tnggal 30 Januari 2006 ini, setiap bank
diwajibkan melakukan penilaian mandiri (self assessment) atas
pelaksanaan GCG, menyusun laporan pelaksanaan GCG tersebut secara
berkala, dan kemudian akan dinilai oleh Bank Indonesia.
13
organisasi. Adapun bagi BPR kecil, penerapan tata kelola lebih
mengedepankan terlaksananya fungsi tata kelola dengan baik.
Selaku komisaris independen dan pihak independen, anggota komite
harus dapat terlepas dari konflik kepentingan (conflict of interest).
Dalam rangka medukung pelaksanaan tata kelola, pemegang saham
BPR dapat menunjuk wakil untuk duduk sebagai anggota dewan
komisaris guna menjalankan tugas pengawasan terhadap BPR.
Pada pasal 2 peraturan OJK tersebut, BPR wajib menerapkan tata
kelola dalam setiap kegiatan usahanya pada seluruh tingkatan atau
jenjang organisasi. Penerapan tata kelola diwujudkan dalam bentuk
sebagai berikut :
a. Pelaksanaan tugas dan tanggung jawab direksi.pelaksanaan
tugas dang tanggung jawab dewan komisaris
b. Kelengkapan dan pelaksanaan tugas atau fungsi komite.
c. Penangan konflik kepentingan.
d. Penerapan fungsi kepatuhan, audit intern, dan audit ekstern.
e. Penerapan manajemen risiko, termasuk sistem pengendalian
intern.
f. Batas maksimum pembelian kredit.
g. Rencana bisnis BPR.
h. Transparansi kondisi keuangan dan non-keuangan.
14
c. Kepemilikan saham mayoritas dan hak-hak suara dengan adanya
keterbukaan, para investor mendapatkan informasi yang
berhubungan dengan hak-hak mereka sebagai pemilik saham.
d. Anggota dewan komisaris serta penghasilannya.
e. Faktor-faktor risiko akan datang, material informasi lainnya
yang penting adalah tentang risiko yang sekiranya dapat diduga.
f. Isu-isu berhubungan dengan para karyawan dan pihak yang
berkepentingan lainnya.
g. Struktur dan kewajiban governance.
2. Informasi harus disiapkan, siaudit, dan diuangkapan sesuai sesuai
dengan standar kualitas yang tinggi dibidang akuntansi,
pengungkapan keuangan dan non-keuangan, serta audit.
3. Pemeriksaan tahunan haru dilaksanakan oleh auditor independen
untuk menyediakan jaminan keyakinan eksternal yang objektif
tentang cara penyiapan laporan keuangan.
4. Jalur penyebaran informasi harus mencerminkan keadilan, ketepatan
waktu, dan efesiensi biaya agar informasinya yang dihasilkan
relevan.
15
1. Akuntabilitas Individual
Merujuk kepada hubungan akuntabilitas dalam konteks atasan-
bawahan.
2. Akuntabilitas Tim
Merujuk kepda adanya akuntabilitas yang ditanggung bersama oleh
suatu kelompok kerja atas kondisi dari kinerja yang tercapai.
3. Akuntabilitas Korporasi
Merujuk kepada akuntabilitas perusahaan dalam menjalankan
perannya sebagai entitas bisnis.
16
Serikat, Negara-negara Eropa (Austria, Belgia, Denmark, Irlandia,
Prancis, Jerman, Yunani, Italia, Luksemburg, Belanda, Norwegia,
Polandia, Portugal, Swedia, Swiss, Turki, dan Inggris) serta Negara-
negara asia pasifik (Austria, Jepang, Korea, dan Selandia Baru), telah
mengembangkan The OECD of Principle governance pada April 1998.
Prinsip-prinsip corporate governance yang dikembangkan oleh OECD
meliputi 5 (lima) hal, sebagai berikut:
1. Perlindungan terhadap hak-hak pemegang saham (the rights of
stakeholders).
Kerangka yang dibangun dalam corporate governance harus mampu
melindungi hak-hak para pemegang saham, termasuk pemegang
saham minoritas. Hak-hak tersebut mencakup hak dasar pemegang
saham, yaitu:
a. Menjamin keamanan metode pendaftaran kepemilikan
b. Mengalihkan atau memindahkantangankan kepemilikan saham
c. Memperoleh informasi yang relevan tentang perusahaan secara berkala
dan teratur
d. Ikut berpartisipasi dan memberikan suara dalam Rapat Umum Pemegang
Saham (RUPS)
e. Memilih anggota dewan komisaris dan direksi
f. Memperoleh pembagian laba (profit) perusahaan
2. Perlakuan yang sama terhadap seluruh pemegang saham (the equitable
treatment of shareholders)
Kerangka yang dibangun dalam corporate governance harus menjamin
perlakuan yang sama terhadap sekuruh pemegang saham, termasuk
pemegang saham minoritas dan asing. Prinsip ini melarang adanya praktik
perdagangan berdasarkan informasi orang dalam (insider trading) dan
transaksi dengan diri sendiri (self dealing). Selain itu peinsip ini
mengaharuskan anggota dewan komisaris untuk terbuka ketika menemukan
transaksi-transaksi yang mengandung konflik kepentingan.
3. Peranan pemangku kepentingan yang terkait dengan perusahaan (the role of
the stakeholders)
17
Kerangka yang dibangun dalam corporate governance harus memberikan
pengakuan terhadap hak-hak pemangku kepentingan, seperti ditentukan oleh
undang-undangdan mendorong kerjasama yang aktif antara perusahaan dan
pemangku kepentingan dalm rangka menciptakan lapangan kerja,
kesejahteraan, serta kesinambungan usaha (going concern)
4. Pengungkapan dan transparansi (disclosure and transparency)
Kerangka yang dibangun dalam corporate governance harus menjamin
adanya pengungkapan yang tepat waktu dan akurat untuk setiap permasalahn
yang berkaitan dengan perusahaan. Pengungkapan tersebut meliputi
informasi mengenai kondisi keuangan, kinerja, kepemilikan, dan pengelolaan
perusahaan. Informasi yang diungkapkan harus disusun, diaudit, dan
disajikan sesuai dengan standar ayng berkualitas tinggi. Manajemen juga
diharuskan meminta auditor eksternal ( kantor akuntan publik) melakukan
audiy yang bersifat independen atas laporan keuangan.
5. Akuntabilitas dewan komisaris/direksi (the responsible of the board)
Kerangka yang dibangun dalam corporate governance harus menjamin
adanya pedoman strategis perusahaan, pengawasan yang efektif terhadap
manajemen oleh dewan komisaris, serta pertanggungjawaban dewan
komisaris terhadap perusahaan dan pemegang saham. Prinsip ini juga memuat
kewenangan-kewenangan serta kewajiban-kewajiban profesioanl dewan
komisaris kepada pemegang saham dan pemangku kepentinagn lainnya.
18
2. Akuntabilitas (accountability), yaitu kejelasan fungsi dan pelasanaan
pertanggungjawaban organ bank sehunggga pengelolaannya berjalan secara
efektif.
3. Pertanggungjawaban (responsibility), yaitu kesesuaian pengelolaan bank
dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan prinsip pengelolaan
bank yang sehat.
4. Independensi (independency), yaitu pengelolaan bank secara profesional
tanpa pengaruh/tekanan dari pihak manapun , dan
5. Kewajaran (fairness), yaitu keadilan dan kesetaraan dalam memenuhi hak-
hak pemangku kepentingan yang timbul berdasarkan perjanjian dan
peratuaran perundang-undangan yang berlaku.
19
5. Kewajaran (fairness), yaitu keadilan dan kesetaraan dalam memenuhi hak-
hak pemangku kepentingan yang timbul sebagai akibat dari perjanjian dan
peratuaran perundang-undangan yang berlaku.
20
d. Kebijakan bank harus tertulis dan dikomunikasikan kepada pemangku
kepentinagn dan yang berhak memperoleh informasi tentang kebijakan
tersebut.
2. Akuntabilitas (accountability)
a. Bank harus menetapkan tangggung jawab yang jelas dari masing-masing
organ organisasi yang selaras dengan vis, misi, sasaran usaha, dan
strategi perusahaan.
b. Bank harus meyakini bahwa semua organ organisasi bank mempunyai
kompetensi sesuai tanggung jawabnya dan memahami perannya dalam
pelaksanaan GCG.
c. Bank harus memastikan terdapatnya check and balance system dalam
pengelolaan bank.
d. Bank harus memiliki ukuran knerja dari semua jajaran bank berdasarkan
ukuran-ukuran yang dispakati konsisten dengan nilai perusahaan
(corporate value), sasaran usaha dan strategi bank, serta memiliki sistem
penghargaan dan pemberian hukuman (rewards and punishment system).
3. Tanggung jawab (responposibility)
a. Untuk menjaga kelangsungan usahanya, bank harus berpegang pada
prinsip kehati-hatian (prudential banking practices) dan menjamin
dilaksanakannya ketenttuan yang berlaku.
b. Bank harus bertindak sebagai good corporate citizen (perusahaan yang
baik) termasuk perduli terhadap lingkungan dan melaksanakan tanggung
jawab sosial.
4. Independensi (independency)
a. Bank harus menghindari terjadinya dominasi yang tidak wajar oelh
pemangku kepentingan mana pun dan tidak terpengaruh oleh
kepentingan sepihak serta bebas dari konflik kepentingan.
b. Bank dalam mengambil keputusan harus objektif dan bebas dari segala
tekanan dari pihak manapun.
5. Kewajaran (fairness)
21
a. Bank harus senantiasa memeprhatikan kepentingan seluruh pemangku
kepentingan berdasarkan asas kesetaraan dan kewajaran (equal
treatment)
b. Bank harus memberikan kesemoatan kepada seluruh pemangku
kepentingan untuk memebrikan masukan dan menyampaikan pendapat
bagi kepentingan bank serta mempunyai akses terhadap informasi
dengan prinsip keterbukaan.
22
2.5.1 RUPS menurut UU Perseroan Terbatas
Berdasarkan pasal 75 dan 76 UU NO. 40 tahun 2007 tentang perseroan
terbatas, diatur terkait RUPS, sebagai berikut.
RUPS mempunyai wewenang yang tidak diberikan kepada direksi atau
dewan komisaris, dalam batas yang ditentukan dalam undang-undang ini
dan/atau angggaran dasar.
Dalam forum RUPS, pemegang saham berhak memperoleh keterangan yang
berkaitan dengn perseroan dari direksi dan/atau dewan komisaris, sepanjang
berhubungan dengan mata acara rapat dan tidak bertentangan dengan
kepentingan perseroan.
RUPS dalam mata acara lain-lain tidak berhak mengambil keputusan, kecuali
semua pemegang saham hadir dan/atau diwakili dalam RUPS dan menyutui
penambahan mata acara rapat.
Keputusan atas mata acara rapat ayng ditambahkan harus disetujui dengan
suara bulat.
RUPS diadakan ditempat kedudukan perseroan atau ditempat perseroan
melakukan kegiatan usahanyayang utama sebagaimana ditetapkan dalam
anggaran dasar.
RUPS perseroan terbuka dapat diadakan di tempat kedudukan bursa di marsa
saham perseroan dicatatkan.
Tempat RUPS harus terletak di wilayah negara Republik Indonesia.
Jika dalam RUPS hadir dan/atau diwakili semua pemegang saham dan semua
pemegang saham menyetujui diadakannya RUPS dengan agenda tertentu,
RUPS dapat diadakan dimanapun dengan memeperhatikan ketentuan
sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
RUPS sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dapat mengambil keputusan
tersebut disetujui dengan suara bulat.
23
Setiap pemegang saham berhak memperoleh penjelasan lengkap dan
informasi akurat berkenaan dengan penyelenggaran RUPS, di antaranya
a. Panggilan untuk RUPS, termasuk informasi mengenai setiapmata acara
dalam agenda RUPS, termasuk ususl yang direncanakan oelh direksi
diajukan dalam RUPS, dengan ketentuan apabila informasi tersebut
belum tersedia saat dilakukannya panggilan untuk RUPS, maka
informasi dan/atau ususl-usul itu harus disediakan di kantor perseroan
sebelum RUPS diselenggarakan;
b. Metode perhitungan dan penentuan gaji/honorarium, fasilitas dan/atau
tunjangan lain bagi setiap anggota dewan komisaris dan direksi, serta
rincian mengenai gaji/honorarium, fasilitas dan/atau tunjangan lain yang
diterima oleh anggota dewan komisaris dan direksi yang sedang
menjabat, khusus dalam RUPS menegenai laporan tahunan;
c. Informasi mengenai rincian rencana kerja dan anggaran perusahaan dan
hal-hal lain yang direncanakan untuk dilaksanakan oleh persero, khusus
untuk RUPS Rencana Jangka Panjang (RJP) dan Rencana Kerja dan
Anggaran Perusahaan (RKAP);
d. Informasi keuangan mauoun hal-hal lainnya yang menyangkut persero
yang dimuat dalam laporan tahunan dan laporan keuangan;
e. Penjelasan lengakap dan informasi yang akurat mengenai hal-hal yang
berkaitan dengan angenda RUPS yang diberikan sebelum dan/atau pada
saat RUPS sedang berlangsung;
RUPS dalam mata acara lain-lain berhak mengambil keputusan sepanjang
semua pemegang saham hadir dan/atau diwakili dalam RUPA dan menyetujui
tambahan mata acara RUPS.
Keputusan atas mata acara tambahan, ahrus disetujui denag suara bulat.
Setiap penyelenggaran RUPS wajib dibuatkan risalah RUPS yang sekurang-
kurangnya memuat waktu, agenda, peserta, pendapat-pendapat yang
berkemabng dalam RUPS, dan keputusan RUPS.
Risalah RUPS wjib ditandatangani oleh ketua RUPS dan paling sedikit 2
(satu) pemegang saham yang ditunjuk dari dan oleh peserta RUPS.
24
Tanda tangan tidak diisyaratkan apabila risalah RUPS tersebut dibuat dengan
akta notaris.
Setiap pemegang saham berhak untuk memperoleh salinan risalah RUPS.
Pemegang saham dapat mengambil keputusan diluar RUPS, dengan syarat
semua pemegang saham dengan hak suara menyetujui secara tertulis dengan
menandatangani keputusan yang dimaksud.
Keputusan pemegang saham, mempunyai kekuatan hukum yang mengikat
yang sama dengan keputusan RUPS secara fisik.
25
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Corporate governance dapat didefinisikan sebagai suatu sistem
pengendalian internal perusahaan yang memiliki tujuan utama mengelola
risiko yang signifikan guna memenuhi tujuan bisnisnya melalui pengamanan
aset perusahaan dan meningkatkan nilai investasi pemegang saham dalam
jangka panjang.
Implementasi corporate governance di perusahaan sebagai sebuah
sistem dapat menggunakan pendekatan Model 7s dari Mc Kinsey. Model ini
terdiri dari 2 (dua) aspek yang merupakan dasar atau fondasi untuk
menetapkan mekanisme corporate governance yaitu, Aspek keras (hard
component) yag terdiri dari strategy, structure dan system. Serta Aspek
lunak (soft component) yang terdiri dari skill, style, staff, dan shared value.
Adapun prinsip-prisip corporate governance secara umum adalah
sebagai berikut, Transparansi (tansparency);Akuntabilitas (accountabilitity);
Responsibilitas (Responsibility); independensi dan kesetaraan.
3.2 Saran
Menyadari bahwa penulis masih jauh dari kata sempurna, kedepannya
penulis akan lebih fokus dan details dalam menjelaskan tentang makalah di
atas dengan sumber-sumber yang lebih banyak yang tentunga dapat di
pertanggung jawabkan.
26
DAFTAR PUSTAKA
Effendi, Muh. Arief. 2016. The Power of Good Governance: Teori dan
Implementasi. Jakarta: Salemba Empat
https://www.jainiloen.com/2016/01/makalah-corporate-governance.html diakses
pada tanggal 30 September pukul 13.11
https://diaryintan.wordpress.com/2010/11/15/good-corporate-governance-gcg/
diakses pada tanggal 3 Oktober pukul20.39
27
LAMPIRAN
28