LP Febry 2
LP Febry 2
A. Definisi
1. Febris Convulsi adalah ganguan sementara yang terjadi pada anak-anak yang ditandai dengan demam (Wong, D.T.
1999: 182)
2. Febris Convulsi adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (Rectal di atas 38 C) yang
disebabkan oleh proses ekstrakranium
3. Kejang adalah terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu rektal di atas 38C) Sering dijumpai pada anak usia 6 bulan
sampai 4 tahun
B. Penyebab
Penyebab dari penyakit kejang convulsi ini adalah: Infeksi yang mengenai jaringan ekstrakranial seperti tonsilitis,otitis
media akut, bronkitis
D. Patofisiologi
E. Pemeriksaan Diagnostik
1. Elektro enchephalograpy
Pemeriksaan EEG dibuat 10-14 hari setelah bebas panas tidak menunjukan kelainan likuor. Gelombang EEG lambat
didaerah belakang dan unilateral menunjukan Febris Convulsi kompleks. Pemeriksaan EEG penting untuk
menegakkan diagnosa ini. EEG juga diperlukan untuk menentukan prognosis pada bayi cukup bulan. Bayi yang
menunjukkan EEG latar belakang abnormal dan terdapat gelombang tajam multifokal atau dengan brust supresion
atau bentuk isoelektrik, mempunyai prognosis yang tidak baik dan hanya 12 % diantaranya mempunyai atau
menunjukkan perkembangan normal. Pemeriksaan EEG dapat juga digunakan untuk menentukan lamanya pengobatan
2. Pemeriksaan EKG dapat mendekteksi adanya hipokalsemia
3. Dilakukan pemerikaan gram bakteri serta pemeriksaan penunjang lain untuk mengetahui jenis mikroorganisme yang
menjadi penyebab infeksi. Pemeriksaan ini bertujuan untuk memilih jenis antibiotik yang cocok diberikan pada pasien
anak dengan Febris Convulsi.
F. Komplikasi
Menurut Lumbantobing ( 1995: 31) Dan Staff Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI (1985: 849-850). Komplikasi
Febris Convulsi yang lebih dari 15 menit adalah :
1. Kerusakan otak
Terjadi melalui mekanisme eksitotoksik neuron saraf yang aktif sewaktu kejang melepaskan glutamat yang mengikat
resptor MMDA ( M Metyl D Asparate ) yang mengakibatkan ion kalsium dapat masuk ke sel otak yang merusak sel
neuoran secara irreversible.
2. Retardasi mental
Dapat terjadi karena deficit neurolgis pada demam neonatus
G. Penatalaksanaan
1. Penatalaksaan yang dilakukan saat pasien dirumah sakit
a. Farmakologi
1) Saat timbul kejang maka penderita diberikan diazepam intravena secara perlahan dengan panduan dosis untuk BB <
10 kg dosisnya 0,5 - 0,75 mg/kgBB, diatas 20 kg 0,5 mg/kgBB. Dosis rata-rata yang diberikan 0,3 mg/kgBB/kali
pemberian dengan maksimal dosis pemberian 5 mg pada anak kurang dari 5 tahun dan maksimal 10 mg pada anak
yang berumur > 5 tahun. Pemberian tidak boleh melebihi 50 mg per suntikan. Jika pemberian pertama masih timbul
kejang 15 menit kemudian dapat diberikan injeksi diazepam secara intravena dengan dosis yang sama. Apabila masih
kejang maka tunggu 15 menit lagi kemudian diberikan injeksi diazepam ketiga dengan dosis yang sama secara
intramuskuler.
2) Pemberian cairan intravena untuk mencukupi kebutuhan dan memudahkan dalam pemberian terapi intravena. Dalam
pemberian cairan intravena diperlukan pemantauan intake dan output cairan selama 24 jam karena pada penderita
yang beresiko terjadinya peningkatan tekanan intrakranial kelebihan cairan dapat memperberat penurunan kesadaran.
3) Apabila terjadi peningkatan tekanan intra kranial diberikan obat untuk mengurangi edema otak seperti dexametason
0,5-1 ampul setiap 6 jam sampai keadaan membaik. Posisi kepala hiperekstensi tetapi lebih tinggi dari anggota tubuh
yang lain dengan menaikkan tempat tidur bagian kepala kurang lebih 15°.
4) Setelah pasien terbebas dari kejang paska pemberian diazepam, maka perlu diberikan obat fenobarbital dengan dosis
30 mg pada neonatus, 50 mg pada anak usia 1 bulan sampai 1 tahun, 75 mg pada anak usia 1 tahun ke atas dengan
teknik pemberian intra muskular, dengan pemberian fenobarbital dosis pertama 8-10 mg/kgBB/hari (terbagi dalam 2
kali pemberian), hari berikutnya 4-5 mg/kgBB/hari yang terbagi dalam 2 kali pemberian.
b. Non Farmakologi
1) Pemberian oksigen, untuk membantu kecukupan perfusi jaringan.
2) Pembebasan jalan napas dengan cara kepala dalam posisi hiperekstensi miring, pakaian dilonggarkan, dan
penghisapan lendir. Bila tidak membaik dapat dilakukan intubasi endotrakeal atau trakeostomi.
Gambar 1 : Hiperekstensi
3) Pemberian kompres air hangat untuk membantu menurunkan suhu tubuh dengan metode konduksi yaitu perpindahan
panas dari derajat yang tinggi ( suhu tubuh) ke benda yang mempunyai derajat yang lebih rendah (kain kompres).
Letak bagian yang dikompres pada kelenjar limfe di ketiak, leher, lipatan paha, serta area pembuluh darah yang besar
seperti di leher.
4) Untuk pemantauan kebutuhan cairan
Tabel 1 Kebutuhan Cairan berdasarkan Umur
Umur BBkg Kebutuhan cairan/kgBB
0-13 hari 3 150
3-10 hari 3,5 125-150
3 bulan 5 140-160
6 bulan 7 135-155
9 bulan 8 125-145
1 tahun 9 120-135
2 tahun 11 110-120
4 tahun 16 100-110
6 tahun 20 85-100
10 tahun 28 70-85
14 tahun 35 50-60
Sumber: Riyadi,Sujono. Asuhan Keperawatan Pada Anak, 2009
2. Penatalaksanaan di rumah:
Tindakan awal pada anak yang mengalami Febris Convulsi:
a. Saat timbul serangan kejang segera pindahkan anak ke tempat yang lebih aman seperti di lantai yang diberi alas
lunak tapi tipis, jauh dari benda-benda berbahaya seperti gelas, pisau.
b. Posisikan kepala hiperekstensi, pakaian dilonggarkan, berikan tongue spatel yang dibungkus kassa atau modifikasi
dengan sendok yang dibalut kassa untuk mencegah lidah tertekuk atau tergigit.
BAB II
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK DENGAN FEBRIS CONVULSI
A. Pengkajian
1. Riwayat Penyakit
Pada anak Febris Convulsi riwayat yang menonjol adalah adanya demam yang dialami oleh anak. Demam ini
dilatarbelakangi adanya penyakit lain yang terdapat pada luar kranial seperti tonsdilitis,faringitis. Anak masih
menjalani aktifitas sehari-hari seperti biasa misalya bermain dengan teman sebaya, pergi sekolah.
2. Pengkajian Fungsional
Yang sering mengalami gangguan adalah terjadinya
a. Penurunan kesadaran anak dengan tiba-tiba sehingga dibuktikan dengan pengukuran Glasgow Coma Skala hasilnya
berkisar 5 sampai 10 dengan tingkat kesadaran dari apatis sampai somnolen atau mungkin koma.
b. Kemungkinan ada gangguan jalan nafas yang dibuktikan dengan peningkatan frekuensi pernafasan >30x/menit
dengan irama yang cepat dan dangkal.
c. Lidah terlihat menekuk menutup faring.
d. Untuk pengkajian pola kebutuhan atau fungsi yang lain kemungkinan belum terjadi gangguan kalau ada mungkin
sebatas ancaman seperti penurunan personal hygine, aktifitas, intake nutrisi.
3. Pengkajian Tumbuh Kembang Anak
Secara umum kejang demam ini tidak menggangu pertumbuhan dan perkembangan anak. Jika terjadi komplikasi
lanjut dari Febris Convulsi maka akan terjadi gangguan tumbuh kembang. Berikut ini adalah bentuk dari gangguan
tumbuh kembang yang dapat terjadi pada anak dengan Febris Convulsi:
a. Keterlambatan pertumbuhan berat badan yang kurang, tinggi badan yang kurang akibat penurunan asupan mineral.
b. Anak juga dapat mengalami gangguan perkembangan seperti penurunan kepercayaan diri akibat sering kambuhnya
penyakit, sehingga anak lebih diam bersama ibunya.
c. Sulit berinteraksi dengan teman sebayanya. Saat dirawat dirumah sakit anak terlihat diam, sulit berinteraksi, jarang
menyetuh mainan.
d. Selain itu dapat mengalami gangguan penurunan kempuan motorik kasar seperti meloncat, berlari.
B. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa yang sering muncul pada anak dengan kejang demam meliputi:
a. Resiko cidera (terjatuh, terkena benda tajam) berhubungan dengan penurunan respon terhadap lingkungan
b. Resiko asfiksia berhubungan dengan penutupan faring oleh lidah, spasme otot bronkus.
c. Resiko gangguan perfusi jaringan cerebral berhubungan penurunaan oksigen darah.
d. Hipertermi berhubungan dengan infeksi kelenjar tonsil, telinga, bronkus.
e. Resiko gangguan pertumbuhan (berat badan rendah) berhubungan dengan penurunan asupan nutrisi.
C. Perencanaan
Sebagian besar kejang demam sudah berhenti pada saat anak dibawa ke RS. Akan tetapi, jika kejang ini terus berlanjut,
terapi yang duberikan terdiri atas pengendalian kejang dengan pemberian Diazepam dan penurunan suhu dengan
pembrian Asitaminofen. Pada anak-anak yang mengalami kejang biasa, tetapi profilaksis antileptik tidak dianjurkan.
a. Resiko cidera (terjatuh, terkena benda tajam) berhubungan dengan penurunan respon terhadap lingkungan
Tujuan keperawatan yang hendak diatasi adalah pasien terhindar dari jatuh setelah dilakukan tindakan keperawatan
selama ... x 24 jam
Rencana tindakan:
1. Observasi tanda – tanda vital meliputi tekanan darah, suhu, nadi dan RR.
Rasional : perubahan lingkungan yang akan berdampak dan berpengaruh terhadap respon klien yang terlihat dari
perubahan tanda – tanda vital.
2. Tempatkan anak pada tempat tidur yang lunak dan rata seperti bahan matras
Rasional: menjaga posisi tubuh lurus yang dapat berdampak pada lurusnya
jalan nafas
3. Pasang pengaman dikedua sisi tempat tidur
Rasional: mencegah anak terjatuh
4. Jaga jarak saat timbul serangan kejang
Rasional: menjaga jalan nafas dan mencegah anak jatuh.
5. Jelaskan kepada orang tua untuk memberikan tempat yang luas dan menjauhkan dari benda yang tajam
Rasional: Dengan di tingkatkan pengetahuan orangtua dapat mencegah resiko cidera
6. Libatkan keluarga untuk menjaga anak.
Rasional : pentingnya penjagaan kepada anak, mengurangi resiko terjadinya cidera.
b. Resiko asfiksia berhubungan dengan penutupan faring oleh lidah, spasme otot bronkus
Tujuan yang diharapkan: Pasien terhindar dari gangguan asfiksia setelah dilakukan tindakan keperawatan selama ... x
24 jam
Rencana Tindakan:
1. Monitor kepatenan jalan nafas, frekuensi pernafasan, irama pernafasan Rasional: frekuensi meningkat dengan irama
pernafasan yang cepat sebagai salah satu indikasi sumbatan jalan nafas yang cepat sebagai salah satu indikasi
sumbatan jalan nafas oleh benda asing, contohnya cacing.
2. Tempatkan anak pada posisi kepala hiperekstensi
Rasional: posisi ini menurunkan tahanan tekanan intraabdomial terhadap paru-paru. Hiperekstensi ini membuat jalan
nafas dalam posisi luar dan bebas hambatan.
3. Pasang tongue spatel di lidah saat timbul serangan kejang.
Rasional: menjaga lidah tertekuk yang dapat menutup jalan nafas.
4. Bebaskan anak dari pakaian yang ketat.
Rasional: mengurangi tekanan pada rongga thorak sehinngga terjadi keterbatasan pengembangan paru.
5. Edukasikan pada pasien pentingnya mengatur posisi agar tidak terjadi obstruksi jalan nafas.
Rasional : menambah pengetahuan pasien tentang penyakit terkait.
6. Kolaborasi pemberian anti kejang. Contoh: pemberian diazepam dengan dosisi rata-rata 0,3 mg/kgBB/kali pemberian.
Rasional: diazepam bekerja menurunkan tingkat fase depolarisasi yang cepat di sistem persyarafan pusat sehingga
dapat terjadi penurunan spasme pada otot dan persyarafan perifer.
c. Resiko gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan oksigen darah.
Tujuan yang diharapkan: pasien terhindar dari ganguan perfusi jaringan setelah dilakukan tindakan keperawatan
selama ... x 24 jam
Rencana Tindakan:
1. Kaji tingkat pengisian kapiler perifer.
Rasional: kapiler kecil mempunyai volume darah yang relatif kecil dan sensitif sebagai tanda terhadap penurunan
oksigen darah.
Pemberian oksigen dengan memakai masker atau nasal bicanul denagn dosis rata-rata 3 liter/menit.
Rasional: oksigen tabung memepunyai tekanan yang lebih tinggi dari oksigen lingkungan sehingga mudah masuk ke
paru-paru. Pemberian dengan masker karena mempunyai prosentase sekitar 35% yang dapat masuk ke saluran
pernafasan..
2. Hindarkan anak dari rangsangan yang berlebihan baik suara, mekanik maupun cahaya.
Rasional: rangsangan akan meningkatkan fase eksitasi persyarafan yang dapat menaikan kebutuhan oksigen jaringan.
3. Tempatkan pasien pada ruangan dengan sirkulasi udara yang baik (ventilasi memenuhi ¼ dari luas ruangan).
Rasional: meningkatkan jumlah udara yang masuk dan mencegah hipoksemia jaringan.
4. Edukasikan pentingnya pembatasan aktivitas yang dapat meningkatkan tekanan intra kranial.
Rasional : aktivitas yang membuat pasien lelah dan aktivitas yang berat akan meningkatkan tekanan intra kranial dan
akan mempengaruhi tekanan darah pasien.
5. Kolaborasi pemberian terapi oksigen dengan memakai masker atau nasal bekanul dengan dosis rata – rata 3
liter/menit.
Rasional : oksigen tabung mempunyai tekanan yang lebih tinggi dari oksigen lingkungan sehingga mudah masuk ke
paru – paru. Pemberian dengan masker karena mempunyai prosentase sekitar 35% yang dapat masuk ke saluran
pernafasan.
d. Hipertermi berhubungan infeksi kelenjar tonsil, telinga, bronkus atau pada tempat lain.
Hasil yang diharapkan: pasien terhindar dari hipertermi setelah dilakukan tindakan keperawatan selama ... x 24 jam
Rencana tindakan:
1. Pantau suhu tubuh anak tiap setengah jam atau sesuai kondisi pasien
Rasional: Peningkatan suhu tubuh yang melebihi 39°C dapat beresiko terjadinya kerusakan saraf pusat karena akan
DAFTAR PUSTAKA
Chynthia M.Taylor. 2002. Diagnosis Keperawatan dengan Rencana Asuhan edisi 10.Jakarta: EGC
Hidayat, Aziz Alimul, 2006. Pengantar Ilmu Keperawatan Anak,Buku 2,Jakarta, Salemba Medika
Hassan,Rusepno,2007. Buku Kuliah Ilmu Kesehatan anak 2, Cetakan Kesebelas,Jakarta. Bagian Kesehatan Anak
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
Lumbantobing,1996. Penatalaksaan Mutlak Mutakir Kejang Pada Anak,Jakarta.FKUI
Riyadi,Sujono Sukimin, 2009. Asuhan Keperawatan Pada Anak,Yogyakarta,Graha Ilmu
http://www.clicdokter.ac.id/