Anda di halaman 1dari 42

BAB I

PENDAHULUAN
1.1.LATAR BELAKANG
DHF adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh virus dengue yang
masuk ke dalam tubuh melalui gigitan nyamuk aedes aegypty. Penyakit ini dapat
menyerang semua orang dan dapat mengakibatkan kematian, terutama anak serta
sering menimbulkan wabah. (Suriadi, 2006: 57). Sampai sekarang penyakit
demam berdarah dengue masih menjadi masalah kesehatan masyarakat
Indonesia. Penyakit dengue hemorrhagic fever tercatat pertama kali di Asia pada
tahun di 1954, sedangkan di Indonesia penyakit demam berdarah dengue pertama
kali ditemukan pada tahun 1968 di Surabaya mencatat 58 kasus DHF dengan 24
kematian (CFR: 41,5%) dan sekarang menyebar keseluruh propinsi di Indonesia.
( Soegijanto, 2006)
Faktor kepadatan penduduk memicu tingginya kasus dengue hemorrhagic
fever, karena tempat hidup nyamuk hampir seluruhnya adalah buatan manusia
mulai dari kaleng bekas, ban bekas hingga bak mandi. Karena itu, 10 kota
dengan tingkat DBD paling tinggi seluruhnya merupakan ibukota provinsi yang
padat penduduknya. Data kementerian kesehatan (Kemenkes) Republik
Indonesia mencatat jumlah kasus Demam Berdarah Dengue (DBD) pada tahun
2009 mencapai sekitar 150 ribu. Angka ini cenderung stabil pada tahun 2010,
sehingga kasus demam berdarah dengue di Indonesia belum bisa dikatakan
berkurang. Demikian juga dengan tingkat kematiannya, tidak banyak berubah
dari 0,89% pada tahun 2009 menjadi 0,87% pada pada 2010. Ini berarti ada
sekitar 1.420 korban tewas akibat demam berdarah dengue pada 2009 dan sekitar
1.317 korban tewas pada tahun 2010. ( Pramudiarja, 2011).
HIV dan AIDS merupakan penyakit yang dapat ditularkan melalui
hubungan seksual dan penggunaan jarum suntik yang sering dikaitkan dengan
kesehatan reproduksi terutama kelompok perempuan. Kerentanan perempuan dan
remaja putri untuk tertular umumnya karena kurangnya pengetahuan dan

1
informasi tentang HIV dan AIDS ataupun kurangnya akses untuk mendapatkan
layanan pencegahan HIV (Kementerian Negara Pemberdayaan Perempuan RI,
2008). Pada tahun 2013 World Health Organization (WHO) mengumumkan 34
juta orang di dunia mengidap virus HIV penyebab AIDS dan sebagian besar dari
mereka hidup dalam kemiskinan dan di negara berkembang. Data WHO terbaru
juga menunjukkan peningkatan jumlah pengidap HIV yang mendapatkan
pengobatan. Tahun 2012 tercatat 9,7 juta orang, angka ini meningkat 300.000
orang lebih banyak dibandingkan satu dekade sebelumnya (WHO, 2013).
Berdasarkan jenis kelamin kasus tertinggi HIV dan AIDS di Afrika adalah
penderita dengan jenis kelamin perempuan hingga mencapai 81,7% terutama
pada kelompok perempuan janda pada usia 60-69 tahun dengan persentase paling
tinggi bila dibandingkan dengan kelompok beresiko lainnya (Boon, 2009). 2
Berdasarkan data Ditjen PP & PL Kemenkes RI tahun 2014, kasus HIV dan
AIDS di Indonesia dalam triwulan bulan Juli sampai dengan September tercatat
kasus HIV 7.335, kasus sedangkan kasus AIDS 176 kasus. Estimasi dan proyeksi
jumlah Orang Dengan HIV dan AIDS (ODHA) menurut populasi beresiko
dimana jumlah ODHA di populasi wanita resiko rendah mengalami peningkatan
dari 190.349 kasus pada tahun 2011 menjadi 279.276 kasus di tahun 2016
(Kemenkes RI, 2013). Dilihat dari prevalensi HIV berdasarkan populasi beresiko
Wanita Pekerja Seks Tidak Langsung (WPSTL) di Indonesia pada tahun 2007
mencapai 4,0% kemudian pada tahun 2009-2013 mengalami penurunan dari
3,1% menjadi 2,6% pada tahun 2011, turun kembali menjadi 1,5% pada tahun
2013 (STBP, 2013). Meningkatnya jumlah kasus HIV dan AIDS di Jawa Tengah
tahun 2011 dan 2012 peringkat ke-6, tahun 2013 peringkat ke-5 dan di tahun
2014 peringkat ke-4 dari 10 Provinsi di Indonesia yaitu DKI Jakarta, Jawa Barat,
Jawa Timur, Papua, Bali, Sumatra Utara, Sulauwesi Selatan, Banten dan
Kalimatan Barat dengan kasus HIV dan AIDS terbanyak bulan Januari-
Desember. Provinsi Jawa Tengah pada tahun 2014 ditemukan kasus HIV dan
AIDS sebanyak 2.498 kasus, dengan perincian kasus HIV 2.069 orang dan AIDS

2
428 orang. Berdasarkan jenis kelamin laki-laki mencapai 61,48% dan perempuan
38,52%. Dilihat dari distribusi kasus AIDS berdasarkan jenis pekerjaan, IRT
dengan HIV dan AIDS dalam beberapa tahun terakhir meningkat mencapai
18,4% dan menduduki peringkat ke-2 (KPAN, 2014).

1.2.RUMUSAN MASALAH
Dari uraian latar belakang diatas dapat disimpulkan bahwa rumusan
masalah yang di dapat adalah asuhan keperawatan DHF dan HIV AIDS.

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. KONSEP DASAR MEDIS


1. Pengertian DHF (Dengue Haemorrhagik Fever)
Dengue Haemorrhagik Fever (DHF) atau Demam Berdarah Dengue
(DBD) adalah penyakit menular yang disebabkan oleh virus dengue yang
ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes Aegypti. (Susilaningrum dkk,
2013).
DHF (Dengue Haemorrhagik Fever) adalah penyakit demam akut yang
dapat menyebabkan kematian dan disebabkan oleh empat serotipe virus dari
genusfalvivirus, virus RNA dari keluarga falviviridae. (Soedarto, 2012).
Demam dengue adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus
dengue dengan manifestasi klinis demam, nyeri otot dan nyeri sendi yang
disertai lekopenia, ruam, limfadenopati, trombositopenia, dan diathesis
hemoragik. (Sudoyo, 2010).
2. Etiologi
Demam dengue disebabkan oleh virus dengue (DEN) yang termasuk
genus falvivirus. Virus yang ditularkan oleh nyamuk ini tergolong RNA
positive-strand virus dari keluarga falviviridae. Terdapat empat serotip virus
DEN yang sifat antigennya berbeda, yaitu virus dengue-1 (DEN 1), virus
dengue-2 (DEN 2), virus dengue-3 (DEN 3), dan virus dengue-4 (DEN 4).
Spesifikasi virus dengue yang dilakukan oleh Albert Sabin pada tahun 1994
menunjukkan bahwa masing-masing serotipe virus dengan memiliki
genotipe yang berbeda antara serotipe-serotipe tersebut. (Soedarto, 2012).
Sifat nyamuk senang tinggal pada air yang jernih dan tergenang,
telurnya dapat bertahan berbulan-bulan pada suhu 20-42oC. Bila kelembaban
terlalu rendah telur ini akan menetas dalam 4 hari, kemudian untuk menjadi

4
nyamuk dewasa ini memerlukan waktu 9 hari. Nyamuk dewasa yang sudah
menghisap darah 3 hari dapat bertelur 100 butir. (Murwani, 2011).
3. Manifestasi Klinik
Gejala klinis utama yaitu demam tinggi mendadak dan terus menerus
selama 2-7 hari dengan sebab yang tidak jelas dan hampir tidak dapat
dipengaruhi oleh antipiretika, manifestasi perdarahan : manipulasi (uji
torniquet positive), spontan (petekie, etomose, perdarahan gusi, hemetemesis
atau melena), pembesaran hati dan syok. Sedangkan kriteria laboratoriknya
adalah trombositopenia : trombosit ≤ 100.000/mm3 dan hemokonsentrasi :
meningginya nilai hematokrit atau Hb ≥ 20% dibandingkan dengan nilai
pada masa kovalesense. (Rampengan, 2007).
Menurut Soedarto (2012), demam dengue menunjukkan gejala-gejala
klinis sebagai berikut :
a. Demam tinggi yang timbul mendadak
b. Sakit kepala yang berat, terutama di kepala bagian depan
c. Nyeri dibelakan mata
d. Sakit seluruh badan
e. Mual dan muntah
4. Patofisiologi
Virus dengue yang telah masuk ketubuh penderita akan menimbulkan
viremia. Hal tersebut akan menimbulkan reaksi oleh pusat pengatur suhu di
hipotalamus sehingga menyebabkan (pelepasan zat bradikinin, serotinin,
trombin, histamin) terjadinya peningkatan suhu. Selain itu viremia
meyebabkan pelebaran pada dinding pembuluh darah yang menyebabkan
perpindahan cairan dan plasma dari intravascular ke intersisiel yang
menyebabkan hipovolemia. Tombositopenia dapat terjadi akibat dari
penurunan produksi trombosit sebagai reaksi dari antibodi melawan virus
(Murwani, 2011).

5
Pada pasien dengan trombositopenia terdapat adanya perdarahan baik
kulit seperti petekia atau perdaraha mukosa di mulut. Hal ini mengakibatkan
adanya kehilangan kemampuan tubuh untuk melakukan mekanisme
hemostatis secara normal. Hal tersebut dapat menimbulkan perdarahan dan
jika tidak tertangani maka akan menimbulkan syok. Masa virus dengue
inkubasi 3-15 hari, rata-rata 5-8 hari. (Soegijanto, 2006).
Menurut Ngastiyah (2005), virus akan masuk ke dalam tubuh melalui
gigitan nyamuk aedes aegypti. Pertama-tama yang terjadi adalah viremia
yang menyebabkan penderita mengalami demam, sakit kepala, mual, nyeri
otot, pegal-pegal diseluruh tubuh, ruam atau bitik-bintik merah pada kulit,
hiperemia tenggorokan dan hal lain yang mungkin terjadi pembesaran
kelenjar getah bening, pembesaran hati (hepatomegali).
Kemudian virus bereaksi dengan antibodi dan terbentuklah kompleks
virus antibodi. dalam sirkulasi dan akan mengativasi sistem komplemen.
Akibat aktivasi C3 dan C5 akan akan di lepas C3a dan C5adua peptida yang
berdaya untuk melepaskan histamin dan merupakanmediator kuat sebagai
faktor meningkatnya permeabilitas dinding kapilerpembuluh darah yang
mengakibtkan terjadinya pembesaran plasma keruang ekstraseluler.
Pembesaran plasma ke ruang eksta selulermengakibatkan kekurangan
volume plasma, terjadi hipotensi,hemokonsentrasi dan hipoproteinemia serta
efusi dan renjatan (syok). Hemokonsentrasi (peningatan hematokrit >20%)
menunjukan ataumenggambarkan adanya kebocoran (perembesan) sehingga
nilaihematokrit menjadi penting untuk patokan pemberian cairan intravena.
(Noersalam, 2005).
Adanya kebocoran plasma ke daerah ekstra vaskuler di buktikandengan
ditemukan cairan yang tertimbun dalam rongga serosa yaiturongga
peritonium, pleura, dan pericardium yang pada otopsi ternyatamelebihi
cairan yang diberikan melalui infus. Setelah pemberian cairanintravena,
peningkatan jumlah trombosit menunjukan kebocoran plasmatelah teratasi,

6
sehingga pemberian cairan intravena harus di kurangikecepatan dan
jumlahnya untuk mencegah terjadi edema paru dan gagaljantung, sebaliknya
jika tidak mendapat cairan yang cukup, penderita akanmengalami
kekurangan cairan yang akan mengakibatkan kondisi yangburuk bahkan bisa
mengalami renjatan. Jika renjatan atau hipovolemikberlangsung lam akan
timbul anoksia jaringan, metabolik asidosis dankematian apabila tidak segera
diatasi dengan baik (Murwani, 2011).
Pelepasanzat anafilaktoksin, histamin dan serotonin serta aktivitas dari
sistem kalikreinmenyebabkan peningkatan permeabilitas dinding
kapiler/vaskuler sehinggacairan dari intravaskuler keluar ke ekstravaskuler
atau terjadinyaperembesaran plasma akibat pembesaran plasama terjadi
pengurangan volumeplasma yang menyebabkan hipovolemia, penurunan
tekanan darah,hemokonsentrasi, hipoproteinemia, efusi dan renjatan. Selain
itu sistemreikulo endotel bisa terganggu sehingga menyebabkan reaksi
antigen anti bodiyang akhirnya bisa menyebabkan anaphylaxia (Price dan
Wilson, 2000).
Plasma merembes sejak permulaan demam dan mencapai puncaknyasaat
renjatan. Pada pasien dengan renjatan berat, volume plasma dapatberkurang
sampai 30% atau lebih. Bila renjatan hipovolemik yang terjadiakibat
kehilangan plasma yang tidak dengan segera diatasi maka akan
terjadianoksia jaringan, asidosis metabolik dan kematian. Terjadinya
renjatan inibiasanya pada hari ke-3 dan ke-7 (Sudoyo, 2000).
Akibat lain dari virus dengue dalam peredaran darah akanmenyebabkan
depresi sumsum tulang sehingga akan terjadi trombositopenia,yang berlanjut
akan menyebabkan perdarahan karena gangguan trombosit dankelainan
koagulasi dan akhirnya sampai pada perdarahan. Reaksi perdarahanpada
pasien DHF diakibatkan adanya gangguan pada hemostasis yangmencakup
perubahan vaskuler, trombositopenia (trombosit <
100.000/mm3),menurunnya fungsi trombosit dan menurunnya faktor

7
koagulasi (protrombin,faktor V, IX, X dan fibrinogen). Perdarahan yang
terjadi seperti peteke,ekimosis, purpura, epistaksis, perdarahan gusi, sampai
perdarahan hebat padatraktus gastrointestinal Pembekuan yang meluas pada
intravaskuler (DIC) jugabisa menyebabkan terjadi saat renjatan (Price dan
Wilson, 2000).
5. Pemeriksaan Diagnostik
Langkah - langkah diagnose medik pemeriksaan menurut(Murwani, 2011):
a. Pemeriksaan hematokrit (Ht) : ada kenaikan bisa sampai 20%,
normal:pria 40-50%; wanita 35-47%
b. Uji torniquit: caranya diukur tekanan darah kemudian diklem
antaratekanan systole dan diastole selama 10 menit untuk dewasa dan 3-
5menit untuk anak-anak. Positif ada butir-butir merah (petechie)
kurang20 pada diameter 2,5 inchi.
c. Tes serologi (darah filter) : ini diambil sebanyak 3 kali denganmemakai
kertas saring (filter paper) yang pertama diambil pada waktupasien
masuk rumah sakit, kedua diambil pada waktu akan pulang danketiga
diambil 1-3 mg setelah pengambilan yang kedua. Kertas inidisimpan pada
suhu kamar sampai menunggu saat pengiriman.
d. Isolasi virus: bahan pemeriksaan adalah darah penderita atau jaringan-
jaringanuntuk penderita yang hidup melalui biopsy sedang untukpenderita
yang meninggal melalui autopay. Hal ini jarang dikerjakan
6. Prognosis
Renjatan yang terjadi pada saat demam, prognosisnya buruk. Dengan
sifatnya yang self-limiting disease, angka kematian (mortality rate) DF
kurang dari 1%. Angka kematian untuk kasus DHF yang tertangani medis
adalah 2-5 %. Bila DHF tidak diobati, angka kematiannya meningkat sampai
50%. Penderita yang sembuh biasanya tanpa sekuele dan tubuhnya akan
membuat imunitas terhadap serotipe virus yang menjangkitinya.

8
2.2. KONSEP DASAR KEPERAWATAN
1. Pengkajian
1) Identitas pasien
Terdri nama, umur (pada DBD tersering menyerang anak dengan usia
kurang 15 tahun), jenis kelamin, alamat, nama orang tua, pendidikan orang
tua, pekerjaan orang tua.
2) Riwayat kesehatan
a. Keluhan utama
Keluhan yang menonjol pada pasien DBD untuk datang ke rumah sakit
adalah panas tinggi dan anak lemah.
b. Riwayat kesehatan sekarang
Didapatkan adanya keluhan panas mendadak yang disertai menggigil.
Turunnya panas terjadi antara hari ke-3 dan ke-7, anak anak semakin
lemah. Kadang – kadang disertai dengan keluhan batuk, pilek, nyeri
telan, mual, muntah anoreksia, diare atau konstipasi, sakit kepala, nyeri
oto dan persendian, nyeri ulu hati dan pergerakkan bola mata terasa
pegal, serta adanya manifestasi perdarahan pada kulit, gusi (grade III,
IV), melena atau hematemesis.
c. Riwayat kesehatan dahulu
Penyakit apa saja yang pernah diderita. Pada DBD, anak biasanya
mengalami serangan ulangan DBD dengan tipe virus yang lain.
d. Riwayat gizi
Status gizi anak yang menderita DBD dapat bervariasi. Semua anak
dengan status gizi baik maupun buruk dapat beresiko, apabila terdapat
beberapa faktor predisposisinya. Anak yang menderita DBD sering
mengalami keluhan mual, muntah, dan nafsumakan menurun. Apabila
kondisi ini berlanjut dan tidak disertai dengan pemenuhan nutrisi yang
mencukupi, maka akan dapat mengalami penurunan berat badan
sehingga status gizinya menjadi kurang.

9
3) Kondisi lingkungan
Sering terjadi didaerah yang padat penduduknya dan lingkungan yang
kurang bersih (seperti air yang menggenang dan gantungan baju kamar)
4) Pola kebiasaan
a) Nutrisi dan metabolisme
Frekuensi, jenis, pantangan, nafsu makan berkurang.
b) Eliminasi alvi (buang air besar)
Anak mengalami diare atau konstipasi. Sementara pada DBD grade IV
bisa terjadi melena.
c) Eliminasi urin (bang air kecil)
Pada anak DBD akan mengalami urine output sedikit. Pada DBD grade
IV sering terjadi hematuria.
d) Tidur dan istirahat
Nyamuk Aedes Aegypti biasanya menggigit pada siang hari jam 10.00-
12.00 dan sore hari pada jam 16.00-18.00. Anak biasanya sering tidur
pada siang hari dan pada sore hari ,tidak memakai kelambu dan tidak
memakai lotion anti nyamuk.
e) Kebersihan
Upaya keluarga untuk menjaga kebersihan diri dan lingkungan
cenderung kurang terutama untuk memebersihkan tempat sarang
nyamuk aedes aegypti, dan tidak adanya keluarga melakukan 3m plus
yaitu menutup, mengubur, menguras dan menebar bubuk abate.
5) Pemeriksaan fisik
Meliputi inspeksi, palpasi, auskultasi, dan perkusi dari ujung rambut sampai
ujung kaki. Pemeriksaan fisik secara umum :
a) Tingkat kesadaran
Biasanya ditemukan kesadaran menurun, terjadi pada grade III dan
grade IV karena nilai hematokrit meningkat menyebabkan darah
mengental dan oksigen ke otak berkurang.

10
b) Keadaan umum
Lemah
c) Tanda-tanda vital (TTV)
Tekanan nadi lemah dan kecil (grade III), nadi tidak teraba (grade IV),
tekanan darah menurun (sistolik menurun sampai 80 mmHg atau
kurang), suhu tinggi (diatas 37,5oC)
d) Kepala
Kepala terasa nyeri, muka tampak kemerahan karena demam.
e) Mata
Konjungtiva anemis
f) Hidung
Hidung kadang mengalami perdarahan (epistaksis) pada grade II, III,
g) Telinga
Terjadi perdarahan telinga (pada grade II, III, IV)
h) Mulut
Pada mulut didapatkan bahwa mukosa mulut kering, terjadi perdarahan
gusi, dan nyeri telan. Sementara tenggorokkan mengalami hyperemia
pharing
i) Leher
Kelenjar getah bening dan kelenjar tiroid tidak mengalami pembesaran
j) Dada/thorak
Inspeksi : Bentuk simetris, kadang-kadang tampak sesak.
Palpasi : Biasanya fremitus kiri dan kanan tidak sama
Perkusi : Bunyi redup karena terdapat adanya cairan yang tertimbun
pada paru
Asukultasi : Adanya bunyi ronchi yang biasanya terdapat pada grade
III, dan IV.

11
k) Abdomen
Inspeksi : Abdomen tampak simetris dan adanya asites.
Palpasi : Mengalami nyeri tekan, pembesaran hati (hepatomegali)
Perkusi : Terdengar redup
Asukultasi : Adanya penurunan bising usus
l) Sistem integument
Adanya petekia pada kulit spontan dan dengan melakukan uji tourniket.
Turgor kulit menurun, dan muncul keringat dingin, dan lembab.
Pemeriksaan uji tourniket dilakukan dengan terlebih dahulu menetapkan
tekanan darah anak. Selanjutnya diberikan tekanan antara sistolik dan
diastolic pada alat ukur yang dipasang pada tangan. Setelah dilakukan
tekanan selama 5 menit, perhatikan timbulnya petekie di bagian volar
lengan bawah (Soedarmo, 2008 dalam Fauzia 2017).
m) Genitalia
Biasanya tidak ada masalah
n) Ekstremitas
Akral dingin, serta terjadi nyeri otot, sendi serta tulang. Pada kuku
sianosis/tidak

12
2. Penyimpangan KDM

13
3. Diagnosa Keperawatan
a. Hipertermia berhubungan dengan dehidrasi, peningkatan laju metabolisme.
b. Resiko perdarahan berhubungan dengan trombositopenia
c. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan aktif,
kegagalan mekanisme regulasi.
d. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera.
e. Resiko syok berhubungan dengan kebocoran plasma darah
4. Intervensi Keperawatan
No Diagnosa NOC NIC

1 Hipertermia Setelah dilakukan Perawatan Demam


tindakan keperawatan 1. Pantau suhu dan
Defenisi : diharapkan tandatanda vital
peningkatan suhu termoregulasi normal lainnya
tubuh diatas dengan kriteria hasil: 2. Monitor warna kulit
kisaran normal a) Tidak ada dan suhu
peningkatan suhu 3. Berikan obat atau
tubuh cairan IV (misalnya,
Batasan
b) Tidak ada antipiretik,
karakteristik :
hipertermia agenantibakteri, dan
a. Kunvulsi c) Tidak ada sakit agen anti menggil)
b. Kulit kepala 4. Monitor penurunan
kemerahan d) Tidak ada sakit otot tingkat kesadaran
c. Peningkatan e) Tidak ada perubahan 5. Tutup pasien dengan
suhu tubuh warna kulit selimut atau pakaian
diatas kisaran f) Tidak ada dehidrasi ringan, tergantung
normal pada fase demam (
d. Kejang yaitu: memberikan
e. Takhikardi selimut hangat untuk

14
f. Takhipnea fase dingin,
g. Kulit terasa menyediakan pakaian
hangat atau linen tempat
tidur untuk demam
6. Dorong konsumsi
cairan g) Fasilitasi
Faktor yang
istirahat
berhubungan
dengan :

a. Anastesia
b. Penurunan
respirasi
c. Dehidrasi
d. Pemajanan
lingkungan
yang panas
e. Penyakit
f. Peningkatan
laju
metabolism
2 Resiko Setelah dilakukan Pencegahan
perdarahan tindakan keperawatan Perdarahan
diharapkan keparahan 1. Monitor ketat
Definisi : kehilangan darah tandatanda
beresiko tidak terjadi dengan perdarahan
mengalami kriteria hasil : 2. Catat nilai Hb dan
penurunan volume a. Tidak ada Ht sebelum dan
darah yang dapat kehilangan darah sesudah terjadinya

15
mengganggu yang terlihat perdarahan
kesehatan b. Tidak ada hematuria 3. Monitor nilai labor
c. Tidak ada keluar 4. Monitor status
darah dari anus cairan yang meliputi
Faktor resiko :
d. Tidak ada intake dan ouput
a. Aneurisme hematemesis 5. Observasi adanya
b. Defisiensi e. Tidak ada darah dalam sekresi
pengetahuan penurunan tekanan cairan tubuh
darah sistolik 6. Instruksikan pasien
f. Tidak ada untuk meningkatkan
penurunan tekanan makanan yang kaya
darah diastolik vitamin K
7. Instruksikan
keluarga untuk
Setelah dilakukan
memonitor
tindakan keperawatan
tandatanda
diharapkan koagulasi
perdarahan dan
darah membaik
mengambil tindakan
dengan kriteria hasil:
yang tepat jika
a. Tidak ada deviasi terjadi perdarahan
dari kisaran normal (misalnya: lapor
pembentukan kepada perawat)
bekuan
b. Tidak ada deviasi
dari kisaran normal
waktu prtrombin
(PT)
c. Tidak ada deviasi

16
dari kisaran
normalwaktu parsial
tromboplastin
(PTT)
d. Tidak ada deviasi
dari kisaran normal
hematokrit (Hct)
e. Tidak ada deviasi
dari kisaran normal
hemoglobin (Hb)
f. Tidak ada
peradarahan
g. Ringan petekie
h. Tidak ada ekimosis
i. Tidak ada BAB
berdarah
j. Tidak ada hematuria
k. Tidak ada
hematemesis
l. Tidak ada gusi
darah
3 Kekurangan Setelah dilakukan Manajemen cairan
volume cairan tindakan keperawatan 1. Pertahankan catatan
diharapkan terjadi intake dan output
Definisi : keseimbangan cairan yang akurat
penurunan cairan dengan kriteria hasil : 2. Monitor status
intravaskular, 1. Tekanan darah tidak hidrasi (misalnya
interstisial, dan terganggu membrane mukosa

17
atau intraseluler. 2. Keseimbangan lembab, denyut nadi
Ini mengacu pada intake dan output adekuat, dan
dehidrasi. tidak terganggu tekanan darah)
3. Berat badan stabil 3. Monitor vital sign
Faktor risiko : tidak terganggu 4. Monitor masukan
a. Perubahan 4. Turgor kulit tidak atau cairan dan
status mental terganggu hitung intake kalori
b. Penurunan 5. Hematokrit sedikit harian
tekanan darah terganggu 5. Monitor status
c. Penurunan nutrisi
tekanan nadii Setelah dilakukan 6. Dorong pasien untuk
d. Penurunan tindakan keperawatan menambah asupan
volume nadi diharapkan hidrasi oral (misalnya,
e. Penurunan tidak terjadi dengan memberikan
turgor kulit kriteria hasil : sedotan,
f. Membran 1. Turgor kulit tidak menawarkan cairan
mukosa kering terganggu diantara waktu
g. Kulit kering 2. Membran mukosa makan)
h. Peningkatan lembab tidak 7. Tawari makanan
suhu tubuh terganngu ringan(misalnya
3. Intake cairan tidak minuman ringan dan
terganggu buahan segar/ jus
Faktor yang
4. Output urin tidak buah)
berhubungan
terganggu 8. Kolaborasi
dengan :
5. Perfusi jaringan tidak pemberian cairan IV
a. Kehilangan terganggu 9. Monitor hasil
cairan aktif 6. Tidak ada haus laboratorium
b. Kegagalan 7. Tidak ada

18
mekanisme peningkatan
regulasi hematokrit
8. Tidak ada nadi cepat
dan lemah
4 Nyeri akut Setelah dilakukan Manajemen nyeri
tindakan keperawatan 1. Lakukan pengkajian
Defenisi : diharapkan tingkat nyeri secara
pengalaman nyeri berkurang komprehensif
sensori dan dengan kriteria hasil: termasuk lokasi,
emosional yang 1. Tidak ada nyeri yang karakteristik, durasi,
tidak dilaporkan frekuensi, kualitas
menyenangkan 2. Tidak ada mengerang dan faktor
yang muncul aibat dan menangis presipitasi
kerusakan jaringan 3. Tidak ada 2. Observasi reaksi
yang aktual atau menyeringit non verbal dari
potensial atau 4. Tidak ada ketegangan ketidaknyamanan
digambarkan otot 3. Gunakan teknik
dalam hal 5. Tidak ada kehilangan komunikasi
kerusakan nafsu makan terapeutik untuk
sedemikian rupa 6. Tidak ada Ekspresi mengetahui
wajah nyeri pengalaman nyeri
Batasan pasien
karakteristik : Setelah dilakukan 4. Kaji kultur yang
a. Perubahan tindakan keperawatan mempengaruhi
selera makan diharapkan kontrol respon nyeri
b. Perubahan nyeri teratasi dengan 5. Evaluasi
tekanan darah kriteria hasil : pengalaman nyeri
c. Perubahan masa lampau

19
frekuensi 1. Sering menunjukkan 6. Evaluasi bersama
jantung mengenali kapan pasien dan tim
d. Perubahan nyeri terjadi kesehatan lain
frekuensi 2. Secara konsisten tentang
pernapasan menunjukkan ketidakefektifan
e. Mengekspresi menggambarkan kontrol nyeri masa
kan perilaku faktor nyeri lampau
f. Masker wajah 3. Sering menunjukkan 7. Bantu pasien dan
g. Gangguan menggunakan keluarga untuk
tidur tindakan mencari dan
pengurangan (nyeri) menemukan
Faktor yang tanpa analgetik dukungan
berhubungan 4. sering menunjukkan 8. Kontrol lingkungan
dengan : agen melaporkan yang dapat
cedera ( misal perubahan terhadap mempengaruhi nyeri
biologis, zat kimia, gejala nyeri pada seperti suhu
fisik, psikologis) professional ruangan,
kesehatan pencahayaan dan
kebisingan
9. Kurangi faktor
presipitasi nyeri
10. Pilih dan lakukan
penanganan nyeri
(farmakologi,non
farmakologi dan
inter personal)
11. Kaji tipe dan sumber
nyeri untuk

20
menentukan
intervensi
12. Berikan analgetik
untuk mengurangi
nyeri
13. Evaluasi keefektifan
kontrol nyeri
14. Dukung tingkatkan
istirahat/ tidur yang
adekuat untuk
membantu
penurunan nyeri
15. Kolaborasikan
dengan dokter jika
ada keluhan dan
tindakan nyeri tidak
berhasil
Pemberian analgetik
1. Tentukan lokasi,
karakteristik,kualita
s,da n derajat nyeri
sebelum pemberian
obat
2. Cek instruksi dokter
tentang jenis
obat,dosis,dan
frekuensi
3. Cek riwayat alergi

21
4. Pilih analgesik
yang diperlukan
atau kombinasi dari
analgesik ketika
pemberian lebih
dari satu
5. Tentukan pilihan
analgesik
tergantung tipe dan
beratnya nyeri
6. Tentukan analgesic
pilihan, rute
pemberian,dan dosis
optimal
7. Pilih rute pemberian
secara IV,IM untuk
pengobatan nyeri
secara teratur
8. Monitor vital sign
sebelum dan
sesudah pemberian
anlgesik pertama
kali
9. Berikan analgesik
tepat waktu
terutama saat nyeri
hebat
10. Evaluasi efektifitas

22
analgesic,tanda dan
gejala (efek
samping)
5 Resiko syok Setelah dilakukan Manajemen
tindakan keperawatan hipovolemi
Defenisi : diharapkan keparahan 1. Monitor status
berisiko terhadap syok: hipovolemik hemidinamik,
ketidakcukupan tidak terjadi dengan meliputi nadi,
aliran darah ke kriteria hasil: tekanan darah.
jaringan tubuh, 1. Tidak ada penurunan 2. Monitor adanya
yang dapat tekanan nadi perifer tandatanda dehidrasi
mengakibatkan 2. Tidak ada penurunan (misalnya: turgor
disfungsi seluler tekanan darah sistolik kulit buruk,
yang mengancam 3. Tidak ada penurunan capillary refill
jiwa tekanan darah terlambat, nadi
diastolik lemah, membrane
Faktor resiko : 4. Tidak ada mukosa kering, dan
a. Hipotensi melambatnya waktu penurunan urin
b. Hipovolemia pengisian kapiler output
c. Hipoksemia 5. Tidak ada nadi lemah 3. Monitor adanya
d. Hipoksia dan halus sumbersumber
e. Infeksi 6. Tidak ada akral perdarahan
f. Sepsis dingin, kulit lembab/ (misalnya:
g. Sindrom basah perdarahan, muntah,
respons 7. Tidak ada penurunan keringat yang
inflamasi tingkat kesadaran berlebihan)
sistemi 4. Monitor adanya
Setelah dilakukan bukti laboratorium

23
tindakan keperawatan terkait dengan
diharapkan tanda- kehilangan darah
tanda vital dalam (misalnya:
rentang normal hemoglonin,
dengan kriteria hasil: hematoktrit,
1. Tekanan darah trombombosit)
sistolik tidak ada 5. Dukung asupan
deviasi dari kisaran cairan oral
normal (misalnya: berikan
2. Tidak ada deviasi cairan lebih dari 24
dari kisaran normal jam dan berikan
tekanan darah cairan dengan
diastolic makanan), jika tidak
3. Tidak ada deviasi ada kontraindikasi
dari kisaran normal 6. Berikan cairan IV
tekanan nadi isotonic (misalnya
4. Tidak ada deviasi cairan normal saline
dari kisaran normal atau Ringer Laktat)
tingkat dan irama untuk rehidrasi
pernapasan ekstraseluler dengan
tetesan aliran yang
tepat
7. Instruksikan pada
pasien dan/atau
keluarga untuk
mencatat intake dan
output, dengan tepat
8. Instruksikan pada

24
pasien dan/atau
keluarga tindakn-
tindakan yang
dilakukan untuk
mengatasi
hopivolemi

Monitor tanda-tanda
vital

1. Minitor tekanan
darah, nadi, suhu,
dan status
pernapasan
2. Inisiasi dan
pertahankan
perangkat
pemantauan suhu
tubuh secara
terusmenerus
dengan tepa
3. Monitor warna kulit,
suhu dan
kelembaban
4. Monitor sianosis
sentral dan perifer
5. Identifikasi
kemungkinan

25
penyebab perubahan
tanda-tanda vital

2.3 KONSEP DASAR MEDIS HIV AIDS

1. Definisi
AIDS adalah sindroma yang menunjukkan defisiensi imun seluler pada
seseorang tanpa adanya penyebab yang diketahui untuk dapat menerangkan
tejadinya defisiensi, tersebut seperti keganasan, obat-obat supresi imun,
penyakit infeksi yang sudah dikenal dan sebagainya.
Acquired : didapat
Immune : system kekebalan tubuh
Deficiency : kekurangan
Syndrome : kumpulan gejala-gejala penyakit
Jadi, AIDS atau Acquired Immune Deficiency Sindrome merupakan
kumpulan gejala penyakit akibat menurunnya system kekebalan tubuh. AIDS
adalah suatu kumpulan kondisi klinis tertentu yang merupakan hasil akhir dari
infeksi oleh HIV (Sylvia, 2006).
2. Etiologi
Retrovirus HIV-1 merupakan agen etiologi yang primer yang ditemukan
pada tahun 1983. Dan pada tahun 1986 di Afrika ditemukan lagi retrovirus baru
yang kurang patogen disebut HIV-2. Penularan terjadi melalui kontak dengan
darah atau cairan tubuh dan berkaitan dengan perilaku resiko tinggi yang bisa
dikenali. Keadaan ini secara kurang proporsional tergambar pada :
a. Laki-laki homoseksual dan biseksual
b. Para Pemakai obat IV

26
c. Neonatus dari ibu yang terinfeksi
d. Resipien atau produk darah yang terkontaminasi
e. Pasangan heteroseksual pada individu yang masuk pada kelompok
sebelumnya
3. Patofisiologi
Riwayat alami AIDS dimulai dengan infeksi oleh retrovirus HIV yang
hanya bias diketahui melalui pemeriksaan laboratorium,dan kemudian berakhir
dengan kematian.Data-data yang berhasil dikumpulkan selama 20 tahun
menunjukkan bahwa HIV tidak ditularkan melalui pekerjaan rumah tangga
yang biasa ataupun kantak sosial .virus HIV masuk kedalam tubuh melalui
salah satu dari beberapa jalur yang melibatkan transmisi darah atau cairan darah
seperti:
a. Inokulasi langsung pada hubungan intim,khususnya jika hubungan intim
tersebut berupa anl sex yang menimbulkan trauma pada mukosa rectum
b. Transfuse darah atau produk darah yang terkontaminasi (risiko ini dapat
dikurangi dengan pemeriksaan rutin terhadap semua produk darah)
c. Penggunaan bersamaan jarum suntik yang tercemar
d. Penularan transplasenta atau pascapartum dari ibu yang terinfeksi kepada
janin ( melalui kontak serviks atau darah pada saat pelahiran dan dalam air
susu ibu)

Hiv menyerang sel T helper yang membawa antigen CD4+.Pada


keadaan terinfeksi HIV,antigen yang dalam keadaan normal merupakan
reseptor untuk molekul MHC (major histocompatibility complex) akan menjadi
reseptor untuk retrovirus dan memungkinkan virus tersebut masuk ke dalam
sel.Pengikatan virus juga memerlukan keberadaan koreseptor (yang diyakini
berupa reseptor kemokin CCR5) pada permukaan sel .Virus tersebut juga dapay
menginfeksi sel-sel yang membawa antigen CD4+pada traktus GL,serviks
uteri,dan neuroglia.

27
Seperti halnya retrovirus lain.HIV akan mengopi materi genetiknya
secara terbalik bila dibandingkan dengan virus dan sel-sel lain.melalui kerja
enzim reverse transcriptase,HIV memproduksi DNA dari RNA virusnya
.Transkripsi ini sering berlangsung sangat buruk sehingga terjadi mutasi yang
sebagian diantaranya membuat virus tersebut resisten terhadap obat-obat
antivirus.DNA virus memasuki nucleus sel dan kemudian menyatu dengan
DNA sel hospes .Di sini ,DNA tersebut akan transkripsi menjadi lebih banyak
RNA virus .Jika sel hospes mengadakan reproduksi ,maka reproduksi ini
melipatgandakan DNA virus bersama DNA sel itu sendiri dan kemudian
mewariskan kepada sel-sel keturunannya .Karena itu ,jika diaktifkan ,sel-sek
hospes tersebut membawa informasi ini dan bila diaktifkan ,akan menghasilkan
replikasi virus.Enzim virus,protease,menyusun komponen struktur dan RNA
menjadi partikel virus yang berpindah ke bagian perifer sel hospes tempat virus
tersebut bertunas dan muncul dari sel hospes .Dengan demikian ,virus tersebut
kini bebas bermigrasi dan menginfeksi sel-sel lain.

Replikasi HIV dapat menyebabkan kematian sel atau membuat infeksi


virus tersebut menjadi laten.Infeksi HIV menimbulkan perubahan patologi yang
biasa terjadi lansung melalui destruksi sel-sel CD4+ ,sel-sel imun lain dan sel-
sel neuroglia ,atau tidak secara langsung melalui efek sekunder disfungsi sel T
CD$+ dan imunosuoresi yang diakibatkan proses infeksi HIV berlangsung
dalam tiga bentuk :

a. Imunodefisiensi(infeksi oportunis dan penyakit kanker yang tidak lazim)


b. Autoimunitas (pneumonitas interstisial
limfoid,arthritis,hipergamaglobulinemia,dan produksi autoimun)
c. Disfungsi neurologi.
4. Manifestasi Klinik
a. Periode jendela. Lamanya 4 minggu sampai 6 bulan setelah infeksi. Tidak
ada gejala.

28
b. Fase infeksi HIV primer akut. Lamanya 1-2 minggu dengan gejala flu likes
illness.
c. Infeksi asimtomatik. Lamanya 1-15 atau lebih tahun dengan gejala tidak ada.
d. Supresi imun simtomatik. Diatas 3 tahun dengan gejala demam, keringat
malam hari, BB menurun, diare, neuropati, lemah, rash, limfadenopati, lesi
mulut.
e. AIDS. Lamanya bervariasi antara 1-5 tahun dari kondisi AIDS pertama kali
ditegakkan. Didapatkan infeksi oportunis berat dan tumor pada berbagai
system tubuh, dan manifestasi neurologist.
5. Pemeriksaan Diagnostik
a. Tes untuk diagnosa infeksi HIV :
1) ELISA
2) Western blot
3) P24 antigen test
4) Kultur HIV
b. Tes untuk deteksi gangguan system imun.
1) Hematokrit.
2) LED
3) CD4 limfosit
4) Rasio CD4/CD limfosit
5) Serum mikroglobulin B2
6) Hemoglobulin
6. Prognosis
Penderita HIV yang tidak mendapatkan penanganan, memiliki prognosis
yang buruk, dengan tingkat mortalitas > 90%. Rata-rata jangka waktu sejak infeksi
hingga kematian adalah 8-10 tahun (tanpa intervensi ARV).
Terapi ARV membantu mengontrol dan mengurangi replikasi HIV hingga
aktivitas virus (viral load) tidak terdeteksi dalam darah melalui pemeriksaan
laboratorium, sehingga memberi kesempatan untuk tubuh melakukan restorasi dari

29
sistem imun hingga mencapai tingkat aman dan menghindari progresifitas HIV.
Terapi ARV juga mengurangi tingkat transmisi dan penularan dari HIV, terutama
melalui paparan darah maupun hubungan seksual.
Tanpa pemberian terapi ARV, penderita infeksi HIV akan dapat mengalami
penurunan sistem imun secara konstan sehingga dapat mencapai kondisi yang
dikenal sebagai AIDS (Acquired Immunodeficiency Syndrome) yang umumnya
ditandai dengan timbulnya berbagai infeksi oportunistik dan dengan kadar sel CD4
<200/µl
2.4 Konsep Dasar Keperawatan Pada HIV/AIDS
1. Pengkajian

a. Identitas klien, Merupakan biodata klien yang meliputi : nama, umur, jenis
kelamin, agama, suku bangsa/ras, pendidikan, bahasa yang dipakai,
pekerjaan, penghasilan dan alamat. Serta jenis kelamin pasien
b. Keluhan utama
c. Riwayat
1) Riwayat penyakit sekarang
2) Riwayat penyakit dahulu
3) Riwayat penyakit keluarga
4) Riwayat psikososial
d. Aktivitas dan Istirahat
Gejala:
Mudah lelah, berkurangnya toleransi terhadap aktivitas biasanya,
progresi kelelahan/malaise, perubahan pola tidur
Tanda:
Kelemahan otot, menurunnya masa otot. Respons fisiologis terhadap
aktivitas seperti perubahan dalam td, frekuensi jantung, pernapasan.
e. Sirkulasi
Gejala:

30
Proses penyembuhan luka yang lambat (bila anemia), perdarahan lama
pada cedera (jarang terjadi)
Tanda:
Takikardia, perubahan TD postural. Menurunnya volume nadi perifer.
Pucat/sianosis; perpanjangan pengisian kapiler
f. Integritas ego
Gejala:
1) Faktor stres yang berhubungan dengan kehilangan, misal dukungan
keluarga, hubungan dengan orang lain, penghasilan, gaya hidup
tertentu, dan distres spiritual
2) Mengkuatirkan penampilan; alopesia, lesi cacat, dan menurunnya BB
3) Mengingkari diagnosa, merasa tidak berdaya, putus asa, tidak
berguna, rasa bersalah, kehilangan kontrol diri, dan depresi
Tanda:
1) Mengingkari, cemas, depresi, takut, menarik diri
2) Perilaku marah, postur tubuh mengelak, menangis, dan kontak mata
yang kurang.
3) Gagal menepati janji atau banyak janji untuk periksa dengan gejala
yang sama
g. Eliminasi
Gejala:
1) Diare yang intermiten, terus menerus, sering dengan/tanpa disertai
keram abdominal.
2) Nyeri panggul, rasa terbakar saat miksi.
Tanda:
1) Feses encer dengan/tanpa disertai mukus atau darah.
2) Diare pekat yang sering.
3) Nyeri tekan abdominal.
4) Lesi/abses rektal, perianal

31
5) Perubahan dalam jumlah, warna, dan karakteristik urine.
h. Makanan/cairan
Gejala:
1) Tidak nafsu makan, perubahan dalam kemampuan mengenali makan,
mual/muntah.
2) Disfagia, nyeri retrosternal saat menelan.
3) Penurunan BB yang cepat atau progresif.
Tanda:
1) dapat menunjukan adanya bising usus hiperaktif
2) Penurunan BB: perawakan kurus, menurunnya lemah subkutan/masa
otot.
3) Turgor kulit buruk.
4) Lesi pada rongga mulut, adanya selaput putih dan perubahan warna.
5) Kesehatan gigi/gusi yang buruk, adanya gigi yang tanggal.
6) Edema (umum, dependen)
i. Higiene
Gejala: tidak dapat menyelesaikan AKS
Tanda:
1) Memperlihatkan penampilan yang tidak rapi.
2) Kekurangan dalam banyak atau semua perawatan diri,aktivitas
perawatan diri.
j. Neurosensori
Gejala:
1) Pusing/pening,sakit kepala.
2) Perubahan status mental,kehilangan ketajaman atau kemampuan diri
untuk mengatasi masalah,tidak mampu mengingat dan konsentrasi
menurun.
3) Kerusakan sensasi atau indera posisi dan getaran.
4) Kelemahan otot, tremor, dan perubahan ketajaman penglihatan.

32
5) Kebas, kesemutan pada ekstremitas (kaki tampak menunjukan
perubahan paling awal).
Tanda:
1) Perubahan status mental dengan rentang antara kacau mental sampai
dimensia, lupa, konsentrasi buruk, tingkat kesadaran menurun, apatis,
reterdasi psikomotor/respon melambat.
2) Ide paranoid, ansietas yang berkembang bebas, harapan yang tidak
realistis.
3) Timbul refleks yang tidak normal, menurunnya kekuatan otot, dan
gaya berjalan ataksia.
4) Tremor pada motorik kasar/halus, menurunnya motorik fokalis;
hemiparesis, kejang.
5) Hemoragi retina dan eksudat (renitis cmv)
k. Nyeri/kenyamanan
Gejala:
1) Nyeri umum atao lokal, sakit, rasa terbakar pada kaki.
2) Sakit kepala (keterlibatan ssp)
3) Nyeri pada pleuritis
Tanda:
1) Pembengkakan pada sendi, nyeri pada kelenjar, nyeri tekan.
2) Penurunan rentang gerak, perubahan gaya berjalan atau pincang
3) Gerak otot melindungi bagian yang sakit
l. Pernapasan
Gejala:
1) ISK sering, menetap
2) Napas pendek yang progresif
3) Batuk (mulai dari sedang sampai parah), produktif/non-produktif
sputum (tanda awal dari adanya PCP mungkin batuk spasmodik saat
napas dalam)

33
4) Bendungan atau sesak pada dada
Tanda:
1) Takipnea, distres pernapasan
2) Perubahan pada bunyi napas/bunyi napas adventisius.
3) Sputum: kuning (pada pneumonia yang menghasilkan sputum)
m. Keamanan
Gejala:
1) Riwayat jatuh, terbakar,pingsan, luka yang lambat proses
penyembuhannya.
2) Riwayat menjalani transafusi darah yang sering/berulang (mis.
Hemofilia, operasi vaskuler mayor, insiden traumatis)
3) Riwayat penyakit defisiensi imun, yakni kanker tahap lanjut.
4) Riwayat atau berulangnya infeksi dengan phs
5) Demam berulang; suhu rendah, peningkatan suhu
intermiten/memuncak; berkeringat malam
Tanda:
1) Perubahan integritas kulit; terpotong, ruam, mis. Eksema, eksantem,
psoriasis, perubahan warna, perubahan ukuran/warna mola; mudah
terjadi memar yang tidak bisa dijelaskan sebabnya.
2) Rektum, luka-luka perianal atau abses
3) Timbulnya nodul-nodul, pelebaran kelenjar limfe pada dua area
tubuh atau lebih (mis. Leher, ketiak, paha)
4) Menurunnya kekuatan umum, tekanan otot, perubahan pada gaya
berjalan.
n. Seksualitas
Gejala:
1) Riwayat perilaku berisiko tinggi yakni mengadakan hubungan
seksual dengan pasangan yang positiv HIV, pasangan seksual
multiple, aktivitas seksual yang tidak terlindungi, dan seks anal.

34
2) Menurunnya libido, terlal sakit untuk melakukan hubungan seks.
3) Penggunaan kondom yang tidak konsisten.
4) Menggunakan pil pencegah kehamilan (meningkatkan kerentanan
terhadap virus pada wanita yang diperkirakan dapat terpajan karena
peningkatan kekeringan/friebilitas vagina)
Tanda:
1) Kehamilan atau resiko terhadp hamil
2) Genital: manifestasi kulit (mis. Herpes, kutil); rabas.
o. Interaksi sosial
Gejala:
1) Masalah yang ditimbulkan oleh diagnosis, mis. Kehilangan
kerabat/orang terdekat, teman, pendukung. Rasa takut untuk
mengungkapkannya pada orang lain, takut akan
penolakkan/kehilangan pendapatan.
2) Isolasi, kesepian, teman dekat ataupun pasangan seksual yang
meninggal karena aids
3) Mempertanyakan kemampuan untuk tetap mandiri, tidak mampu
membuat rencana.
Tanda:
1) Perubahan pada interaksi keluaga/orang terdekat
2) Aktivitas yang tak terorganisasi, perubahan penyusunan tujuan.
p. Penyuluhan/pembelajaran
Gejala:
1) Kegagalan untuk mengikuti perawatan, melanjutkan perilaku berisiko
tinggi (mis. Seksual ataupun penggunaan obat-obatan iv)
2) Penggunaan/penyalahgunaann obat-obatan iv, saat ini merokok,
penyalahgunaan alkohol.
3) Pertimbangan rencana pemulangan:
4) Drg menunjukan rerata lama dirawat 10,2 hari

35
5) Memerlukan bantuan keuangan, obat-obatan/tindakan, perawatan
kulit/luka, peralatan/bahan; transportasi, belanja makanan dan
persiapan ; perawatan diri, prosedur keperawatan teknis, tugas
perawatan/pemeliharaan rumah, perawatan anak; perubahan fasilitas
hidup.
2. Penyimpangan KDM

36
3. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang muncul adalah :

a. Resiko tinggi infeksi (kontak pasien) berhubungan dengan infeksi HIV.


b. Intolerans aktivitas berhubungan dengan kelemahan, pertukaran oksigen,
malnutrisi, kelelahan.
c. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake
yang kurang, meningkatnya kebutuhan metabolic, dan menurunnya
absorbsi zat gizi.
d. Diare berhubungan dengan infeksi GI
e. Tidak efektif koping keluarga berhubungan dengan cemas tentang keadaan
yang orang dicintai.
4. Intervensi

Diagnosa Perencanaan Keperawatan


Keperawatan
Tujuan dan criteria hasil Intervensi Rasional

Resiko tinggi Infeksi HIV tidak 1. Anjurkan 1.Pasien dan


infeksi (kontak ditransmisikan, tim pasien atau keluarga mau
pasien) kesehatan orang penting dan
berhubungan memperhatikan lainnya memerlukan
dengan infeksi universal precautions metode informasikan ini
HIV, adanya dengan kriteriaa kontak mencegah
infeksi pasien dan tim transmisi
nonopportunisitik kesehatan tidak terpapar HIV dan
yang dapat HIV, tidak terinfeksi kuman
ditransmisikan. patogen lain seperti patogen
2.Mencegah
TBC. lainnya.
transimisi
2. Gunakan
infeksi HIV ke

37
darah dan orang lain
cairan tubuh
precaution
bial merawat
pasien. 3.Untuk
3. Gunakan perlindungan
masker bila diri
perlu.
Intolerans Setelah diberikan askep 1. Monitor 1.Respon
aktivitas 3 x 24 jam diharapkan respon bervariasi dari
berhubungan pasien berpartisipasi fisiologis hari ke hari
dengan dalam kegiatan, dengan terhadap
kelemahan, kriteria bebas dyspnea aktivitas
pertukaran dan takikardi selama 2. Berikan 2.Mengurangi

oksigen, aktivitas. bantuan kebutuhan

malnutrisi, perawatan energi

kelelahan. yang pasien


sendiri tidak
3.Ekstra istirahat
mampu
perlu jika
3. Jadwalkan
karena
perawatan
meningkatkan
pasien
kebutuhan
sehingga tidak
metabolik
mengganggu
isitirahat.
Perubahan nutrisi Setelah diberikan askep 1. Monitor 1.Intake menurun
kurang dari x 24 jam diharapkan kemampuan dihubungkan
kebutuhan tubuh pasien mempunyai mengunyah dengan nyeri

38
berhubungan intake kalori dan protein dan menelan tenggorokan
dengan intake yang adekuat untuk dan mulut
yang kurang, memenuhi kebutuhan
2.Menentukan
meningkatnya metaboliknya dengan 2. Monitor BB,
data dasar
kebutuhan kriteria mual dan intake dan
metabolic, dan muntah dikontrol, ouput
menurunnya pasien makan TKTP, 3.Mengurangi
absorbsi zat gizi. serum albumin dan 3. Atur muntah
protein dalam batas n antiemetik
ormal, sesuai order

4. Rencanakan
4.Meyakinkan
diet dengan
bahwa makanan
pasien dan
sesuai dengan
orang penting
keinginan
lainnya.
pasien

Diare Setelah diberikan askep 1. Kaji 1.Mendeteksi


berhubungan 3 x 24 jam pasien konsistensi adanya darah
dengan infeksi GI merasa nyaman dan dan frekuensi dalam feses
menngontrol diare, feses dan
2.Hipermotiliti
komplikasi minimal adanya darah.
mumnya dengan
dengan kriteria perut 2. Auskultasi
diare
lunak, tidak tegang, bunyi usus
feses lunak dan warna
normal, kram perut
hilang, 3. Atur agen
3.Mengurangi
antimotilitas
motilitas usus,

39
dan psilium yang pelan,
(Metamucil) emperburuk
sesuai order perforasi pada
4. Berikan intestinal
ointment A
4.Untuk
dan D, vaselin
menghilangkan
atau zinc
distensi
oside
Tidak efektif Setelah diberikan askep 1. Kaji koping 1.Memulai suatu
koping keluarga 3 x 20 diharapkan keluarga hubungan dalam
berhubungan keluarga atau orang terhadap sakit bekerja secara
dengan cemas penting lain pasein dan konstruktif
tentang keadaan mempertahankan suport perawatannya dengan keluarga.
yang orang sistem dan adaptasi
2.Mereka tak
dicintai. terhadap perubahan 2. Biarkan
menyadari bahwa
akan kebutuhannya keluarga
mereka berbicara
dengan kriteria pasien mengungkapk
secara bebas
dan keluarga ana perasaan
berinteraksi dengan cara secara verbal
yang konstruktif 3. Ajarkan 3.Menghilangkan
kepada kecemasan
keluaraga tentang transmisi
tentang melalui kontak
penyakit dan sederhana.
transmisinya.

40
BAB III
PENUTUP

3.1.Kesimpulan
Demam dengue adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus dengue
dengan manifestasi klinis demam, nyeri otot dan nyeri sendi yang disertai
lekopenia, ruam, limfadenopati, trombositopenia, dan diathesis hemoragik.
(Sudoyo, 2010).
AIDS atau Acquired Immune Deficiency Sindrome merupakan kumpulan
gejala penyakit akibat menurunnya system kekebalan tubuh. AIDS adalah suatu
kumpulan kondisi klinis tertentu yang merupakan hasil akhir dari infeksi oleh
HIV (Sylvia, 2006).
3.2.Saran
Berdasarkan kesimpulan di atas, penulis menyarankan agar para pembaca
khususnya kepada mahasiswa untuk dapat meningkatkan pemahamannya darah
guna terwujudnya pelaksanaan proses belajar yang baik.

41
Daftar Pustaka

Doenges, EM. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta :EGC


Sundaru, Heru. 2001. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi Ketiga. Jakarta :
Balai Penerbit FKUI.

Mansjoer, Arif, dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi 3. Jilid 2. Penerbit :
Media
Kowalak, Jennifer P. 2011. Buku Ajar Fatofisiologi. Jakarta EGC.

Fauziah. 2017, Asuhan Keperawatan Pada An. H Dan An. N Dengan Demam
Berdarah Dengue (Dbd) Di Rsi Ibnu Sina Padang. Poltekkes Kemenkes Padang

Mulyo, 2015. Transfusi Trombosit Profi laksis pada Demam Berdarah Dengue:
Bermanfaat atau Merugikan?, (42)(12) 1-5

42

Anda mungkin juga menyukai