Anda di halaman 1dari 20

1

BAB I
PENDAHULUAN

Senyawa organik pada umumnya dihasilkan oleh organisme hidup. Dalam tubuh
makhluk hidup, senyawa organik disintesis melalui proses biosintesis dan dikatalisis oleh
biokatalis yg disebut enzim. Enzim ini tentu saja sangat spesifik. Biosintesis atau lebih
dikenal dengan istilah metabolisme (dengan proses in vivo tentunya) sehingga produk
sintesisnya dikenal dengan nama metabolit. Ada dua jenis produk metabolisme yaitu
metabolit primer dan sekunder.
Kandungan senyawa organik dalam metabolit sekunder pada makhluk hidup relatif
rendah, padahal kebutuhan akan senyawa-senyawa organik terus meningkat, sehingga ahli
kimia organik berusaha mensintesis senyawa yang sama, mirip atau berfungsi mirip di
laboratorium (in vitro). Meniru proses in vivo di laboratorium tentu sangat sulit sehingga
prosesnya lebih tepat bila disebut sebagai proses semisintetik (Sitorus : 2008). Proses
semisintetik mencakup transformasi metabolit primer dan sekunder menjadi senyawa lain
yang lebih bermanfaat.
Di laboratorium kimia organik tentu saja ahli kimia organik sintetik sangat intens
melakukan penelitian semisintetik. Demikian juga halnya ahli kimia industri telah banyak
menghasilkan produk sintetik seperti : bahan-bahan farmasi, berbagai surfaktan, pupuk kimia,
polimer, zat warna, pewangi dan masih banyak yang lainnya. Berbagai cara telah dilakukan
oleh para ahli agar sintesis senyawa organik semakin maksimal dan semakin banyak jenis
senyawa organik melalui proses sintetik. Dewasa ini telah berkembang suatu metode sintesis
organik melalui pendekatan pemutusan (diskoneksi) atau pendekatan sinton atau retrosintesis.
2

BAB II
PENDEKATAN RETROSINTESIS

2.1 Pengertian Retrosintesis


Retrosintesis adalah proses pembelahan molekul target sintesis menuju ke material
start yang tersedia melalui serangkaian pemutusan ikatan (diskoneksi) dan perubahan gugus
fungsi atau interkonversi gugus fungsional (IGF).
Retrosintesis merupakan teknik pemecahan masalah untuk mengubah struktur dari
molekul target sintesis menjadi bahan-bahan yang lebih sederhana melalui jalur yang berakhir
pada suatu material start yang sesuai dan mudah didapatkan untuk keperluan sintesis.
Dengan cara ini, struktur molekul yang akan disintesis ditentukan terlebih dahulu yang
dikenal sebagai molekul target (MT). Selanjutnya MT dipecah/dipotong/diputus dengan seri
diskoneksi.
Diskoneksi merupakan operasi balik suatu reaksi melalui suatu pembelahan yang
dibayangkan dari suatu ikatan agar memutus molekul ke dalam material start yang mungkin.
Diskoneksi seringkali tidak mudah dilaksanakan, tetapi ikatan yang diputuskan haruslah
berhubungan dengan reaksi-reaksi yang dipercaya serta metodenya dapat dikerjakan di
laboratorium. Dari hasil diskoneksi, akan didapatkan bahan awal (Starting Material) atau
sinton yang tersedia atau disediakan melalui suatu reaksi Interkonversi Gugus Fungsi (IGF).

2.2 Pedoman pendekatan diskoneksi


Pedoman yang sangat penting untuk menciptakan suatu sintesis dengan pendekatan
diskoneksi adalah sebagai berikut :
1. Analisis :
a. Mengenal gugus fungsional dan molekul target (MT)
b. Melakukan diskoneksi dengan metode yang berhubungan dengan reaksi-reaksi yang
mungkin.
c. Memastikan bahwa reagen pereaksi hasil pemutusan (sinton) tersedia sebagai
starting Material.
2. Sintesis :
a. Membuat rencana berdasarkan analisis Starting Material dan kondisi sintesis.
b. Bila tidak berhasil dalam sintesis dilakukan pengkajian ulang analisis.
Dengan demikian hal yang mutlak harus dipahami agar sukses dalam melakukan
sintesis dengan pendekatan diskoneksi adalah memahami reaksi-reaksi senyawa organik
3

maupun jenis-jenisnya serta mekanismenya. Ada kalanya pada waktu melakukan analisis
terhadap bahan awal (Starting Material) hasil diskoneksi harus diperoleh dari suatu hasil
sintetik yang dikenal dengan IGF tadi, karena reaksi senyawa organik tidak lain dan tidak
bukan adalah transformasi gugus fungsional.

2.3 Contoh pendekatan diskoneksi


Pada kesempatan ini kita akan menggunakan analisis retrosintetik untuk menguraikan
senyawa alkohol (1) dibawah ini sebagai molekul target :

Gambar 1. 1,5-difenil-1-pentanol(1)
Sering kali terdapat lebih dari satu analisis yang “benar” untuk sintesis suatu senyawa.
Begitu pula pada senyawa (1) diatas, terdapat sedikitnya 6 cara berbeda untuk menguraikan
molekul tersebut. Melalui keenam metode ini, akan dijelaskan prinsip-prinsip analisis
retrosintesis serta keunggulan masing-masing jalur.

1. Analisis retrosintetik I
Dalam analisis retrosintesis, hal pertama yang dilakukan ialah melakukan pemutusan
(diskoneksi) ikatan, kemudian memberi muatan positif pada salah satu ujung ikatan yang
diputuskan dan muatan negatif pada fragmen yang lain.

Gambar 2. Analisis Retrosintetik 1 untuk alkohol (1)


Diskoneksi dinyatakan dengan garis bergelombang melintasi ikatan yang akan
diputus. Panah retrosintetik menyatakan alur mundur dari molekul target ke sepasang fragmen
4

bermuatan. Fragmen bermuatan tersebut disebut dengan sinton. Pereaksi ekuivalen sinton
dinyatakan dengan tanda garis datar tiga.
Secara teoritis diskoneksi ini dapat menghasilkan dua pasang fragmen bayangan. Jika
belum yakin dalam meletakkan muatan positif dan negative pada kedua fragmen, maka
sebaiknya tuliskan kedua pasang fragmen dengan muatan yang berbeda.
Pada kasus ini, karena oksigen lebih bersifat elektronegatif daripada karbon, maka
tidaklah mudah mendapatkan pereaksi sederhana dari sinton pada jalur A. sebaliknya pada
jalur B, tersedia pereaksi Grignard. Oleh karena itu, dari analisis ini tampak bahwa senyawa
(1) dapat disintesis secara langsung melalui reaksi sebagai berikut :

Gambar 3. Sintesis I untuk senyawa (1)


2. Analisis retrosintetik II
Analisis retrosintetik lain juga mungkin untuk senyawa (1) melibatkan diskoneksi
ikatan karbon-karbon :

Gambar 3. Analisis Retrosintesis II untuk alkohol (1)


Pada proses ini juga terdapat dua pasang fragmen terionkan yang mungkin, namun hanya
jalur D yang terdapat pereaksi ekuivalen yang sederhana, yaitu pereaksi Grignard dan
aldehida. Jalur sintesisnya ditunjukkan sebagai berikut :

Gambar 4. Sintesis 2 untuk alkohol (1)


3. Analisis Retrosintetik III
Pada retrosintetik kali ini dan berikutnya, tidak lagi dimunculkan dua pasang sinton,
namun tetap dipertimbangkan ketika memilih jalur yang tepat untuk sintesis molekul target.
5

Retrosintetik senyawa (1) dapat dinyatakan seperti gambar di bawah ini, dengan pereaksi
epoksida dan pereaksi Grignard.
Analisis Retrosintetik:

Gambar 5. Analisis Retrosintetik III


Sintesis

Gambar 6. Sintesis III senyawa (1)


4. Analisis Retrosintetik IV
Pendekatan berbeda untuk sintesis (1) dapat didasarkan pada pengetahuan bahwa
keton dapat dengan mudah direduksi menjadi alkohol sekunder dengan pereaksi seperti
natrium borohidrida atau litium aluminium hidrida. Interkonversi gugus fungsi (IGF) adalah
istilah yang digunakan dalam analisis retrosintetik untuk menggambarkan proses mengubah
(mengonversi) satu gugus fungsi ke gugus fungsi lain, misalnya dengan oksidasi atau reduksi.
Proses ini dinyatakan menggunakan tanda dengan ‘IGF’ diatasnya. Oleh karena itu bila
alkohol (1) diubah menjadi keton terlebih dahulu, maka pasangan sintonnya dapat ekuivalen
dengan adisi enolat dari asetofenon pada halida. Perlu diingat bahwa proton α dari gugus
karbonil bersifat asam dapat ditarik oleh basa sehingga menghasilkan suatu enolat. Analisis
retrosintetik

Gambar 7. Analisis Retrosintetik IV


Sintesis

Gambar 8. Sintesis IV senyawa (1)


6

5. Analisis Retrosintetik V
Analisis lebih lanjut untuk alkohol (1) melibatkan lagi interkonversi gugus fungsi
dari alkohol ke keton sebelum pemutusan ikatan karbon-karbon. Analisis ini menghasilkan
sinton yang bermuatan positif pada posisi β terhadap karbonil dan sinton nukleofil karbon.
Analisis Retrosintetik

Gambar 9. Analisis Retrosintetik V


Sintesis

Gambar 10. Sintesis V senyawa (1)

6. Analisis Retrosintetik VI
Analisis retrosintetik ini juga memerlukan interkonversi gugus fungsi dari alkohol ke
keton diikuti IGF kedua untuk membentuk keton tak jenuh-α,β. Adisi litium difenilkuprat
pada dienon menghasilkan kerangka karbon yang diperlukan. Analisis retrosintetik

Gambar 11. Analisis Retrosintetik VI


Sintesis

Gambar 12. Sintesis VI senyawa (1)


7

Keunggulan keenam jalur sintesis senyawa (1)

Ringkasan retrosintetik

Penentuan metode sintesis yang terbaik


Diskoneksi yang lebih dekat dengan pusat molekul biasanya menghasilkan
penyederhanaan terbaik, karena itu metode 1, 2 dan 4 lebih disukai. Jumlah tahap sintesis
harus dibuat sesedikit mungkin kecuali terdapat keuntungan bila digunakan IGF, yakni dapat
membantu pembentukan ikatan karbon-karbon dengan rendemen yang tinggi.
Ekivalen sintetik untuk sinton-sinton lazim.
Sinton Ekivalen sintetik
R+ R-Br, R-I, R-OMs, R-OTs
R=alkil, bukan aril
R- RMgBr, RLi, LiCuR2
8

Pada suatu rantai hidrokarbon, pola berselang-seling antara posisi elektrofilik dan nukleofilik
dapat berlanjut sepanjang rantai hidrokarbon tak jenuh dengan syarat ikatanikatan rangkap
berada dalam keadaan terkonjugasi dengan gugus karbonil. Penulisan pola berselang-seling
muatan bayangan atau ‘kepolaran laten’ pada molekul target dapat sangat membantu dalam
mengenali sinton potensial. Kepolaran laten pada senyawa alkohol (1) ditunjukkan sebagai
berikut :

Pada molekul target yang memiliki lebih dari satu substituent atau gugus fungsi, sintesis harus
dirancang dengan mempertimbangkan posisi akhir dari gugus fungsi tersebut. Untuk senyawa
1,3-disubstitusi dan 1,5-disubstitusi, kepolaran laten terhadap kedua gugus fungsi tersebut
berimpit. Hubungan yang bersesuaian di antara kepolaran-kepolaran laten yang berimpit ini
dikenal sebagai pola konsonan. Hal yang demikian dapat mempermudah dalam analisis
retrosintesisnya.
9

Contoh :

Analisis retrosintesisnya :

Namun pada senyawa 1,4-dikarbonil, pola muatan laten tidak saling berimpit. Hubungan ini
disebut disonan. Oleh karena itu kita memerlukan pereaksi yang tidak mengikuti kepolaran
normal. Istilah bahasa Jerman umpolung digunakan untuk menggambarkan keadaan semacam
ini, yakni ketika kita harus menggunakan sinton dengan kepolaran yang berlawanan dengan
kepolaran normal dari gugus fungsi yang diperlukan.
Analisis retrosintesisnya :
10

Beberapa pereaksi ekuivalen yang dapat digunakan dalam kasus ini ialah :
a) Epoksida

b) α-haloketon atau α-haloester

c) 1,3-ditiana

d) Adisi sianida

2.4 Pendekatan Diskoneksi Beberapa Golongan Senyawa Organik


Berikut ini akan dibahas sintesa beberapa golongan senyawa organik (golongan
berdasarkan gugus fungsional) dengan pendekatan diskoneksi. Ulasan ini dapat digunakan
sebagai pedoman untuk sintesa senyawa golongan lain yang tidak dikemukakan dalam
pembahasan ini.
11

1. Senyawa Aromatik
Reaksi terhadap senyawa aromatic khususnya derivate benzene adalah substitusi
elektrofilik, sehingga analisis didasarkan pada reaksi tersebut.
Contoh: Molekul Target (MT) adalah sebagai berikut.

Bahan awal (starting material) p-amino benzoate adalah tidak lazim dan diskoneksi (C--NH2)
juga tidak ada. Maka untuk mendapatkan bahan awal yang tersedia harus dilakukan IGF
sebagai berikut:

Berdasarkan IGF di atas maka diskoneksi (C----NO2) adalah sesuatu yg logis dan umum
dilakukan.
12

Analisis II:

Berdasarkan kedua analisis di atas maka di susun rencana sintesis sebagai berikut:

2. Senyawa Organo Halida


Terdapat dua macam senyawa organo halida yaitu organo halida aromatic (Ar-X) dan
halida alifatik (R-X). untuk halida arimatik maka sintesanya adalah berdasarkan reaksi
substitusi elektrofilik seperti (1), yaitu melalui halogenasi (X2) yang pada umumnya adalah
Cl2 dan Br2 dengan katalis AlX3 atau FeX3. Sedangkan untuk halida alifatik reaksi sintesanya
lazim melalui reaksi substitusi nukleofilik. Walaupun halida adalah nukleofil yang realatif
lemah namun dengan penggunaan katalis akan dapat mengganti gugus (-OH) dari suatu
alkohol.
Reaktivitas alkohol adalah tersier > sekunder > primer. Katalis yang biasa digunakan
adalah asam yang akan memprotonasi gugus (-OH), menjadi H2O+ yang merupakan suatu
gugus pergi yang sangat baik.
Contoh : Molekul target (MT) adalah t-butil klorida (CH3)3-C-Cl

Analisis:

Sintesa:
(CH3)3-C-OH + HCl (CH3)3-C-Cl (MT) + (HOBF3)H+ (fasa air)
13

3. Senyawa Alkohol
Alkohol lazim disintesa dengan mereaksikan senyawa karbonil dengan pereaksi
Grignard (R-Mg X) dengan reaksi umum sebagai berikut.
Formaldehid + R –MgX → Alkohol 1o
Aldehid + R – MgX → Alkohol 2o
Keton + R – MgX → Alkohol 3o
Untuk alkohol 1o maka gugus samping (-R) dari alcohol tergantung dari pereaksi Grignard,
sedangkan untuk alkohol 2o dan 3o tergantung pada pereaksi Grignard serta aldehid dan
ketonnya.

Jalur lain untuk sintesa alkohol adalah dengan cara substitusi nukleofilik (Sn) organo halogen
dengan basa kuat (OH-) dengan reaksi umum sebagai berikut. R-X + OH- R-OH + X
Dengan melakukan analisis dan sintesa terhadap suatu MT tertentu maka pendekatan
diskoneksi dapat diaplikasikan pada sintesa alcohol lewat jalur Sn ini.

4. Senyawa Eter dan Tioeter (Eter sulfida)


Golongan eter (R-O-R) atau tioeter (R-S-R) mempunyai struktur yang mirip karena
baik O maupun S berada pada satu golongan SPU yaitu golongan VIA. Sintesa eter paling
lazim adalah melalui mekanisme Sn yang dikenal dengan sintesa Williamson dengan (RO =
alkoksi atau PhO = Fenoksi) sebagai nukleofil.
14

Bahan awal (sinton) Me – Y adalah suatu reagenpengasilisasi fenol dan dimetil sulfat (MeO)2
SO2 lazim digunakan untuk metilasi fenol

Untuk eter alifatik maka nukleofilnya adalah alkoksi (RO) dan pereaksi yang umum, juga
adalah senyawa organo halide dengan reaksi umum sebagai berikut (Sintesa Williamson).
R-X + R’O R-O-R’ + X-

5. Senyawa Karbonil
Senyawa karbonil adalah merupakan turunan atau derivate asam karboksilat melalui jalur
sintesa sebagai berikut:
15

Reaksi derivatisasi di atas adalah merupakan dasar sintesis dengan MT senyawa karbonil
melalui pendekatan diskoneksi.

6. Senyawa Alkena
Sintesa alkena adalah melalui jalur eliminasi dan yang umum adalah eliminasi air dari suatu
alcohol (dehidrasi) atau dehidrohalogenasi (eliminasi HX ). Sesuai dengan Hukum Sayitz
maka alkena yang banyak subtituennya akan lebih muda terbentuk (Stabilitas termodinamika)
Contoh :
a. Molekul Target
16

b. Molekul target
17

2. reduksi senyawa bergugus fungsi jamak alkena dan karbonil.

Dalam hal ini perlu selektivitas reduktor agar tidak terjadi reduksi kedua gugus tidak jenuh
seperti berikut.

Pada prakteknya kemoselektivitas ini dilakukan dengan cara melindungi gugus yang tidak
dikehendaki untuk bereaksi dengan suatu gugus pelindung (protecting group). Pada akhir
reaksi gugus pelindung dilepaskan dengan suatu pereaksi tertentu. ada tiga persyaratan yang
harus dipenuhi oelh suatu gugus pelindung sebagai berikut:
1. mudah dimasukkan dan dikeluarkan
2. resisten terhadap reagen yang akan menyerang gugus fungsional yang tidak
terlindungi.
3. resisten terhadap semua jenis reagen lain yang mirip, yang dapat menyerang gugus
yang tidak terlindungi.

Contoh : reduksi terhadap ketoester

Reduksi terhadap ketoester diatas secara teoritis akan menghasilkan dua jenis reaktan sebagai
molekul target (MT). Agar reaksi kemoselektif maka gugus keton harus dilindungi sehingga
diperoleh hasil selektif 4-keto pentanol (sebagai molekul target).
Untuk gugus keton (karbonil) digunakan gugus pelindung dengan dasar reaksi sebagai
berikut:
1. reaksi antara aldehid dan keton akan menghasilkan asetal.
18

2. reaksi antara alkohol dan keton akan menghasilkan ketal.

Dengan demikian molekul target di atas harus disintesa dengan gugus pelindung melalui jalur
berikut.

Beberapa gugus pelindung untuk gugus fungsional senyawa organic dan cara
mengeluarkannya, ketahanan dan reaksinya adalah seperti pada table dibawah ini:
Tabel beberapa gugus pelindung (GP)
gugus GP Penambahan Penghilangan Ketahanan GP GP bereaksi
dengan
Aldehida Asetal R-OH, H+ H2O/H+ Nukleofil, basa, Elektrofil,
reduktor oksidator
Keton Ketaal R-OH, H+ H2O/H+ Nukleofil, basa, Elektrofil,
reduktor oksidator
Asam Ester Alkohol H2O/H+, OH- Basa lemah, Basa kuat,
elektrofil nukleofil,
reduktor
Alkohol/fenol eter basa hidrogenasi nukleofil elektrofil
(sumber: Sitorus, 2008)
19

BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Diskoneksi pada hakekatnya adalah merupakan kebalikan langkah sintetik atau reaksi
senyawa organic. Ikatan yang didiskoneksi adalah yang diyakini reaksi tersebut dapat
berlangsung berdasarkan kaedah – kaedah dan jenis-jenis reaksi yang mungkin.
Diskoneksi merupakan operasi balik suatu reaksi melalui suatu pembelahan yang
dibayangkan dari suatu ikatan agar memutus molekul ke dalam material start yang mungkin.
Diskoneksi seringkali tidak mudah dilaksanakan, tetapi ikatan yang diputuskan haruslah
berhubungan dengan reaksi-reaksi yang dipercaya serta metodenya dapat dikerjakan di
laboratorium. Dari hasil diskoneksi, akan didapatkan bahan awal (Starting Material) atau
sinton yang tersedia atau disediakan melalui suatu reaksi Interkonversi Gugus Fungsi (IGF).
Pedoman yang sangat penting untuk menciptakan suatu sintesis dengan pendekatan
diskoneksi adalah analisis dan sintesis.
Hal yang mutlak harus dipahami agar sukses dalam melakukan sintesis dengan
pendekatan diskoneksi adalah memahami reaksi-reaksi senyawa organik maupun
jenisjenisnya serta mekanismenya. Ada kalanya pada waktu melakukan analisis terhadap
bahan awal (Starting Material) hasil diskoneksi harus diperoleh dari suatu hasil sintetik yang
dikenal dengan IGF tadi, karena reaksi senyawa organik tidak lain dan tidak bukan adalah
transformasi gugus fungsional.
20

DAFTAR PUSTAKA

Sitorus, Marham, 2008, Kimia Organik Fisik, Graha Ilmu, Yogyakarta.

Willis, C.L., 2004, Sintesis Organik, Penerjemah : Marcellino Rudyanto, Airlangga


University Press, Surabaya.

Anda mungkin juga menyukai