Anda di halaman 1dari 14

A.

Judul Penelitian : Pengaruh pemberian isolate Trichoderma terhadap


benih padi variates lokal.

B. Bidang Kajian : Fisiologi Tumbuhan

C. Latar Belakang
Beras merupakan bahan pangan pokok bagi lebih dari 95 persen penduduk
Indonesia. Usahatani padi menyediakan lapangan pekerjaan dan sebagai sumber
pendapatan bagi sekitar 21 juta rumah tangga pertanian. Selain itu, beras juga
merupakan komoditas politik yang sangat strategis, sehingga produksi beras dalam
negeri menjadi tolak ukur ketersediaan pangan bagi Indonesia Oleh karena itu,
tidaklah mengherankan jika campur tangan pemerintah Indonesia sangat besar
dalam upaya peningkatan produksi dan stabilitas harga beras. Kecukupan pangan
(terutama beras) dengan harga yang terjangkau telah menjadi tujuan utama
kebijakan pembangunan pertanian. Kekurangan pangan bisa menyebabkan
kerawanan ekonomi, sosial, dan politik yang dapat menggoyahkan stabilitas
nasional (Suryana, 2002).
Produksi padi selama tiga tahun terakhir menunjukkan perkembangan yang
fluktuatif. Produksi padi tahun 2013 naik sebesar 0,32 persen (11.735 ton)
dibanding produksi tahun 2012 namun di tahun 2014 produksi padi turun sebesar
2,58 persen (96.210 ton) dibanding tahun 2013. Angka Ramalan I (ARAM I)
produksi padi pada tahun 2015 sebesar 3.816.655 ton GKG, naik sebesar 185.616
(5,11%) ton dibanding produksi ATAP tahun 2014. Kenaikan produksi disebabkan
kenaikan luas panen sebesar 31.545 hektar atau 4,40 persen dan hasil per hektar
naik sebesar 0,35 ku/ha atau 0,69 persen dibanding tahun 2014 namun di tahun
2015 produksi padi naik sebesar 11,40 persen (413.790 ton) dibanding tahun 2014
(BPS Provinsi Sumatera Utara, 2016).
Kebutuhan beras sebagai salah satu sumber pangan utama penduduk Indonesia
terus meningkat, karena selain penduduk terus bertambah dengan peningkatan
sekitar 2 % per tahun, juga adanya perubahan pola konsumsi penduduk dari non
beras ke beras. Terjadinya penciutan lahan sawah irigasi subur akibat konversi
lahan untuk kepentingan non pertanian, dan munculnya fenomena degradasi
kesuburan menyebabkan peningkatan produktivitas padi sawah irigasi cenderung
melandai sehingga tidak mampu mengimbangi laju peningkatan penduduk
(Andriani, 2008).
Peningkatkan produktivitas dan produksi padi harus terus dilakukan untuk
meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan petani serta menjamin ketahanan
pangan. Penggunaan varietas unggul padi yang berpotensi hasil tinggi dan semakin
membaiknya mutu usahatani seperti pengolahan tanah, pemupukan dan cara tanam
telah berhasil meningkatkan produktivitas padi (Irawan, 2004).

D. Rumusan Masalah
1. Apa saja jenis bakteri yang diisolasi dari tumbuhan Adaleh berdasarkan analisis
sekuen gen 16S rRNA?
2. Bagaimana hubungan kekerabatan bakteri yang di isolasi dari tanaman Andaleh
dengan bakteri lain?

E. Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui jenis bakteri yang diisolasi dari tunbuhan Andaleh berdasarkan
analisis sekuen gen 16S rRNA.
2. Untuk mengetahui hubungan kekerabatan bakteri yang diisolasi dari tumbuhan
andaleh dengan bakteri lain.

F. Manfaat Penelitian
1. Manfaat bagi peneliti yaitu untuk mengaplikasikan ilmu yang diperoleh selama
menempuh pendidikan di perguruan tinggi.
2. Menambah wawasan dan pengalaman khususnya di bidang bioteknologi.
3. Memberikan informasi jenis bakteri yang terdapat pada tumbuhan Andaleh.
4. Mengetahui bakteri yang mampu menghasilkan senyawa aktif yang bermanfaat
dalam dunia pengobatan.
5. Sebagai informasi dan bahan acuan awal untuk penelitian selanjutnya.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Tumbuhan Andaleh
Morus merupakan salah satu genus yang termasuk kedalam family moraceae.
Tumbuhan morus dapat ditemukan didaerah beriklim sedang dan sub-tropis dibelahan
bumi utara, serta di daerah tropis dari belahan bumi selatan, karena dapat tumbuh
diberbagai iklim, kondisi topografi dan tanah. Di Indonesia hanya terdapat dua jenis
tumbuhan morus yaitu, M. alba dan M. macroura, yang termasuk kedalam spesies
langka dan endemik untuk Indonesia. Tumbuhan ini banyak ditemukan didaerah
Sumatra Barat yang di kenal dengan nama daerah “Andaleh” (Soekamto, 2003 dan
Imran, 2010).

Tumbuhan morus termasuk pohon, dengan tinggi 15-60 m, batang bergetah


putih. Daun berbentuk bulat telur (ovatus) sampai jantung (cordatus). Bunga tersusun
atas bunga majemuk berbentuk bulir atau untai bewarna hijau. Tumbuhan andalas
bersifat dioceous; bunga betina mempunyai 4 sepal dan 1 putik (pistil), 1 kepala putik
(stigma) yang terbelah dan satu bakal buah. Bunga jantan mempunyai 4 sepal yang
membungkus 4 stamen. Jumlah bunga dalam satu rangkaian bunga majemuk 0,3-1,5
cm dengan ditutupi bulu-bulu halus putih (pubesecent) (Syamsuardi, 2015).

Morus merupakan tumbuhan yang memiliki nilai ekonomi dan obat yang
sangat penting. Beberapa jenis tanaman morus merupakan makanan yang di butuhkan
cacing sutra, dan kulit akar dari beberapa jenis tanaman morus telah lama digunakan
sebagai obat tradisional di china untuk mengobati diabetes, radang sendi, rematik,
dan jenis gangguan lain (Yang, 2014). Kajian mengenai manfaat kandungan tanaman
andaleh telah dilakukan dengan mengekstraksi dan mengidentifikasi senyawa aktif
yang terkandung di dalamnya. Penelitian mengenai andaleh menunjukkan tanaman
ini mengandung senyawa turunan stilben, yaitu lunularin, oksiresveratrol, dan
andalisin a, bersama sama dengan satu turunan 2-arilbenzofuran, morasin M, satu
turunan kumarin, umbelliferon, dan β-rerosilaldehid. Beberapa senyawa aktif tersebut
dilaporkan memiliki aktifitas antiphlogistik, antiinflamasi, dan antibakteri (Soekamto
dkk, 2003 dan Syah dkk, 2000).

Keberadaan andalas saat ini menjadi langka, sementara, usaha pelestarian


andalas mengalami hambatan. Hal ini disebabkan factor endogen (dioceous) yang
mana sulit melakukan perbanyakan secara generative dan factor eksogen (lingkungan
yang kritis dan ekstrim) yang menyebabkan sulitnya pertumbuhn dan
perkembangannya (Swandra dkk, 2012). Kayunya yang kuat dan tahan terhadap
serangga sehingga banyak dipakai dalam pembuatan rumah juga menjadi factor
menurunnya populasi dari tumbuhan ini (Syah dkk, 2000).

B. Bakteri Endofit
Endofit merupakan mikroorganisme yang hidup dalam jaringan tanaman
diantaranya pada biji, ovula, buah, batang, akar, umbi akar dan daun tetapi tidak
menimbulkan penyakit pada tanaman tersebut (Zulkifli, 2016). Endofit umumnya
berasal dari golongan bakteri dan jamur. Dalam satu tanaman bisa saja terdapat
beberapa spesies bacteri endofit baik gram positif maupun gram negatif, sedangkan
jamur endofit biasanya memiliki inang yang spesifik meskipun ada beberapa genus
yang memiliki inang yang cukup luas seperti Phomopsis, Phoma, Colletotrichum, dan
Phullosticta (Yulianti 2012).

Endofit dapat diisolasi dari permukaan jaringan tanaman yang telah steril atau
diekstraksi dari jaringan tumbuhan bagian dalam. Bakteri endofit gram positif dan
gram negatif telah banyak diisolasi dari beberapa jaringan tumbuhan. Bakteri endofit
mesuk kedalam jaringan tumbuhan terutama melalui akar dan bagian tumbuhan lain
yang terpapar udara seperti bunga, batang, dan kotiledon. Secara khusus, bakteri
endofit masuk ke jaringan melalui akar yang berkecambah, stomata, maupun jaringan
yang rusak. Mikroba endofit didalam tanaman dapat berkelompok pada satu titik pada
tanaman atau tersebar keseluruh tanaman. Mikroba ini dapat berada didalam sel,
ruang antar sel, atau dalam system vascular (Zinneal dkk, 2002)

Bakteri endofit dapat menghasilkan senyawa metabolit sekunder yang sama


dengan inangnya. Kemampuan tersebut diduga sebagai akibat koevolusi atau transver
genetic (genetic rekombination) dari tanaman inang (Tan dan Zhou, 2001). Senyawa
yang dihasilkan bermanfaat bagi manusia sebagai antibakteri, antikanker, antivirus,
antidiabetes, antimalaria, antioksidan, dan antiimunosupresif (Strobel dan Bryn,
2003).

Mikroba endofit merupakan bagian dari microflora alamiah dari tumbuhan


yang sehat. Strobel dan Bryn (2003), menyatakan bakteri endofit berperan dalam
kesehatan tanaman dalam hal: (1) antagonism langsung atau penguasaan relung atas
pathogen, (2) menginduksi imun sistemik dan (3) meningkatkan toleransi tanaman
terhadap tekanan lingkungan. Karena sifat sifat tersebut bakteri endofit telah
terbukti dapat dimanfaatkan sebagai pengendali hayati penyakit tanaman bahkan
dapat mengurangi serangan hama tanaman.
Beberapa ahli telah berhasil mengisolasi dan meneliti bakteri endofit dari
berbagai tumbuhan. Penelitian yang dilakukan oleh Purwanto (2014), berhasil
mengisolasi 14 isolat bakteri dari tumbuhan sirih hijau, dan beberapa di antaranya
mampu menghamat pertumbuhan S. aureus. Kemudian penelitian yang dilakukan
Kusumawati (2014), berhasil mengisolasi 22 isolat bakteri endofit yang mampu
menghampat bakteri patogen E. coli dan S. aureus.

C. Identifikasi Molekullar Menggunakan Gen 16S rRNA


Identifikasi bakteri dapat dilalukan dengan metode konvensional dan
molekullar. Metode konvensional dilakukan dengan pemeriksaan karakteristik
fisiologi dan biokimia. Namun, metode ini membutuhkan waktu yang lama terlebih
lagi pada bakteri yang sulit untuk dibiakkan seperti mykobakterium. Saat ini
dikembangkan identifikasi secara molekuler yang lebih cepat dengan tingkat
sensitivitas dan spesifisitas yang tinggi, yaitu dengan analisis gen 16S rRNA (16S
ribosomal Ribonucleic acid), gen ini sangat lestari dalam satu spesies dan antar
spesies dalam satu genus yang sama (Rinanda,2011 dan Lau dkk, 2002).

Identifikasi dengan metode mollekullar lebih sering digunakan untuk


penentuan spesies pada bakteri. Metode ini juga memungkinkan menganalisis
spesies-spesies yang tidak dapat dikulturkan dilaboratorium. Kemajuan teknologi
memungkinkan mengisolasi DNA atau RNA langsung dari sampel yang di peroleh
langsung dari lingkungan, sehingga dapat diperoleh gambaran yang menyeluruh
untuk suatu komunitas. Ribosomal RNA paling banyak digunakan sebagai penanda
molecular (Pangastuti, 2006).

Pada prokariotik terdapat tiga jenis ribosomal RNA, yaitu 5S, 16S, dan 23S
rRNA. Molekul 5S rRNA memiliki urutan basa terlalu pendek, sehingga tidak cocok
digunakan untuk analisi statistika, sementara molekul 23S rRNA memiliki struktur
sekunder dan tersier yang cukup panjang, sehingga menyulitkan analisis. Oleh karena
itu, molekul 16S rRNA yang paling tepat di gunakan untuk identifikasi bakteri dan
menjadi prosedur baku untuk menentukan hubungan filogenetik dan menganalisis
suatu ekosistem (Pangastuti, 2006).

Urutan molekul 16S rRNA memiliki Panjang sekitar 1.550 bp dan terdiri dari
daerah yang memiliki urutan basa yang konservatif dan daerah dengan urutan basa
variative (Clarridge, 2004). Daerah dengan urutan basa konservatif memiliki porsi
sekuens rRNA yang sama dari organisme yang memiliki jarak kekerabatan tertentu,
sehingga berguna untuk mengkonstruksi pohon filogenetik universal. Sedangkan
daerah dengan urutan basa variative dapat digunakan untuk melacak keragaman dan
menempatkan galur galur dalam satu spesies (Stackebrandt dan Goebel, 1995)

Metode identifikasi berdasarkan profil genomic berkembang pesat sejak


ditemukannya instrument-instrumen biologi molecular, khususnya instrument PCR
(Polymerase Chain Reaction). PCR ditemukan oleh Kary Mullis, peneliti di sebuah
perusahaan bioteknologi the Cetus Corporation-California, padantahun 1893,
menjadikan proses penggandaan fragmen DNA target menjadi lebih cepat dan
sederhana (Dwiyitno, 2010). Teknik PCR dapat digunakan untuk mengamplifikasi
segmen DNA dalam jumlah jutaan kali hanya dalam beberapa jam. Dengan
ditemukannya teknik PCR dan teknik-teknik lain seperti sekuensing DNA, telah
merevolusi bidang sains dan teknologi khususnya dibidang diagnose penyakit
genetic, kedokteran forensic, dan evolusi molecular (Handoyo dan Ari, 2001).

Analisis gen 16S rRNA dapat dilakukan dengan teknik sekuensing yang
memungkinkan untuk mengidentifikasi bakteri endofit dengan cepat dan dengan
tingkat sensitivitas dan spesifisitas yang tinggi. Sekuensing merupakan sutau metode
yang bertujuan untuk mengurutkan susunan basa nitrogen (A, T, G, dan C) suatu
sampel DNA. Salah satu contoh aplikasi ambisius teknologi sekuensing DNA yaitu
pengurutan genom manusia yang di kenal dengan proyek Human Genome Projekt.
Dalam ilmu pengobatan sekuensing DNA berguna untuk mengidentifikasi,
mendiagnosis, dan mengembangkan pengobatan penyakit genetik (Tasma, 2015).
Sekuensing DNA merupakan modifikasi dari amplifikasi DNA pada PCR.
Yang membedakannya adalah penggunaan dideoxyribonuklease Triphosphat
(ddNTPs) berlabel untuk elongasi DNA. Sebelum dilakukan sekuensing, produk PCR
dimurnikan untuk menghilangkan kontaminan berupa sisa pereaksi PCR maupun
primer. Hasil dari proses sekuensing berupa kromatogram dari nukleotida fragmen
DNA target. Analisis terhadap kromatogram sekuens dapat dilakukan dengan bantuan
perangkat lunak seperti Bionumerics, ChromasPro, dan BioEdit untuk menentukan
fragmen DNA yang diinginkan. Indeks kemiripan (similarity index) selanjutnya
dievaluasi dengan cara membandingkan terhadap sekuens pembanding dari data base
yang tersedia secara online seperti melalui GenBank (www.ncbi.nlm.nih.gov) dengan
teknik BLAST (Basic Local Aligment Search Tool) (Dwiyitno, 2010).

Basic Local Alignmet Searh Tool (BLAST) merupakan program untuk


penjajaran dan membandingkan sekuans informasi biologi. Melalui pencarian
BLAST, seseorang dapat membandingan suatu urutan DNA atau asam amino dengan
data yang ada di NCBI (data perpustakaan). Berdasarkan perbandingan tersebut,
BLAST dapat dgunakan untuk mencapai beberapa tujuan seperti identifikasi spesies,
lokasi domain, pemetaan DNA, dan anotasi (Donkor, 2014).

D. Analisis Filogenetik
Untuk mengkonstruksi pohon filogenetik dan melihat hubungan kekerabatan
dari bakteri dapat dilakukan dengan analisis gen 16S rRNA. Gen ini sangat lestari
dalam satu spesies dan antar spesies dalam satu genus yang sama, karenanya dapat
digunakan sebagai standar emas baru untuk spesifikasi bakteri, mempelajari filogeni
dan taksonomi suatu bakteri (Suardana, 2014).

Analisis filogenetik dilakukan dengan melihat sejarah evolusi biologis.


Evolusi merupakan suatu proses pada organisme yang memungkinkan spesies
sederhana menjadi lebih kompleks melalui akumulasi perubahan dari beberapa
generasi. Sejarah evolusi dapat diidentifikasi dari perubahan karakternya. Karakter
yang sama adalah dasar untuk menganalisis suatu spesies dengan spesies yang lain.
Filogenetik berguna sebagai model untuk mempresentasikan sekitar hubungan nenek
moyang organisme, sekuen molekul, atau keduanya. Salah satu tujuan dari
penyusunan filogenetik adalah untuk mengkonstruksi dengan tepat houngan antar
organisme (Dharmayanti, 2011).

Analisis filogenetik dilakukan dengan mengkombinasikan teknik biologi


molekular dengan statistik untuk merekonstruksi hubungan filogenetik. Paling sedikit
ada tiga tahap penting dalam analisis filogenetik molecular, yaitu sequence aligment,
rekonstruksi pohon filogenetik dan evaluasi pohon filogenetik dengan ujistatistik.
Tahap sequence alignment (penjajaran sikuen) bertujuan untuk menentukan apakah
suatu sekuen DNA adalah homolog dengan sekuen yang lain. Penjajaran sekuen yang
melibatkan dua sekuen yang homolog disebut pairwise alignment, sedangkan
penjajaran sekuen yang melibatkan banyak homolog disebut multiple alignment.
Keberhasilan analisis filogenetik sangat tergantuk bada akurasi proses alignment.
Saat ini banyak program computer gratis yang memudahkan kita dalam melakukan
penjajaran sekuen, misalnya ClustalX (Hidayat dan Adi, 2006)

Dalam mengkonstruksi pohon filogenetik dapat diklasifikasikan menjadi dua


kategori yang digunakan sebagai strategi untuk menghasilkan pohon filogenetik
terbaik. Kategori pertama adalah memeriksa semua atau sejumlah besar kemungkinan
pohon filogenetika dan memilih satu yang terbaik dalam kriteria-kriteria tertentu.
Metode maximum parsimony, fitch margoliash dan maximum likehood termasuk
kedalam metode ini. Kriteria yang kedua adalahmemeriksa hubungan topologi local
dari pohon dan mengkonstruksi pohon terbaik dengan langkah demi langkah. Salah
satu yang termasuk kedalam kategori yang kedua ini adalah metode neighbor-joining.
Metode neighbor-joining adalah metode yang digunakan untuk mengkonstruksi
pohon filogenetik dengan memilih sekuen yang jika digabungkan akan memberikan
estimasi terbaik dari panjang cabang yang paling dekat merefleksikan jarak yang
nyata diantara sikuen (Dharmayanti, 2011). Pada gambar.2 menunjukkan pohon
filogenetik yang dikonstruksi dengan metode neighbor-joining. Semua tahap untuk
membangun pohon filogenetik ini sudah tersedia dalam satu set program dengan
berbagai macam versi, salah satunya MEGA 7.0.21.

BAB III
METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif dengan mengidentifikasi
secara molekuler dan menganalisis filogenetik bakteri yang telah diisolasi dari
tumbuhan Andaleh (Morus macroura miq.).
B. Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Novenmber 2017 sampai July 2018 di
Laboratorium Penelitian dan Laboratorium Bioteknologi Jurusan Biologi FMIPA
UNP.

C. Alat dan Bahan


1. Alat

Alat yang digunakan: alumunium foil, wrapping, autoclaf, cawan petri, lampu
bunsen, jarum ose, kompor listrik, tabung reaksi, vortex, erlemeyer, beaker glass,
timbangan analitik, shaker incubator, water bath, tabung eppendorf, mikropipet,
sentrifuge, mesin PCR, mesin elektroforesis, dan gel doc elektroforesis (UVITEC
FIREREADER V10).

2. Bahan

Bahan yang digunakan: isolate dengan kode……………. yang telah diisolasi


dari tumbuhan Andaleh, medium NA, medium LB, aquades, primer rifers, primer
forward, mix, TAE 1X, EtBr, Marker λ HindIII, loading dye.

D. Prosedur Penelitian
1. Persiapan Penelitian
a) Sterilisasi Alat

Semua alat dan bahan untuk percobaan penelitian disterilisasi dengan


autoclave pada suhu 121º C dengan tekanan 15 psi (per square inchi) selama 15
menit.

Daftar Pustaka

Castillo, U. d. (2003). Kakadumycins, novel antibiotics from Streptomyces sp. NRRL


30566, an endophyte of Grevillea pteridifolia. FEMS Microbiology Letters,
183-190.
Claridge, J. E. (2004). Impact of 16S rRNA Gene Sequence Analysis for
Identification of Bacteria on Clinical Microbiology and Infectious Diseases.
Clinical Microbiology Review, 840-846.

Dharmayanti, N. L. (2011). Filogenetika Molekuler: Metode Taksonomi Organisme


Berdasarkan Sejarah Evolusi. Wartazoa, 21(1).

Donkor, E. S. (2014). Bioinformatics with basic local alignment search tool (BLAST)
dan fast alignment (FASTA). Journal of Bioinformatics and Sequence
Analysis, 1-6.

Dwiyitno. (2010). Identifikasi Bakteri Patogen Pada Produk Perikanan Dengan


Teknik Molekular. Squalen, 67-78.

Handoyo, D. d. (2001). Prinsip Umum dan Pelaksanaan Polymerase Chain Reaction


(PCR). Unitas, 17-29.

Hidayat, T. d. (n.d.). Sistematika dan Filogenetika Molekular. Kursus Singkat


Aplikasi Perangkat Lunak PAUD dan MrBayes untuk Penelitian Filogenetika
Molekuler SITH-ITB.

Imran, M. H. (2010). Komposisi Kimia dan Aktivitas Antioksidan spesies Morus


tertentu. J Zhejiang Univ-Sci B, 973-980.

Kusumawati, D. E. (2014). Aktivitas antibakteri isolat bakteri endofit dari tanaman


miana (Coleus scutellariodes [L.] Benth.) terhadap Staphylococcus aureus dan
Escherichia coli. Current Biochemistry, 45-50.

Lau, S. K. (2002). Identification by 16S ribosomal RNA gene sequencing of


Arcobacter butzleri bacteraemia in a patient with acute gangrenous
appendicitis. J Clin Pathol, 182-185.

Pangastuti, A. (2006). Definisi Spesies Prokaryota Berdasarkan Urutan Basa Gen


Penyandi 16S rRNA dan Gen Penyandi Protein. Biodiversitas, 292-296.
Purwanto, U. M. (2014). Isolasi Bakteri Endofit dari Tanamn Sirih Hijau (Piper betle
L.) dan Potensinya sebagai Penghasil Senyawa Antibakteri. Current
Biochemistry, 51-57.

Rinanda, T. (2011). Analisis Sekuensing 16S rRNA di Bidang Mikrobiologi. Journal


Kedokteran Syiah Kuala, 172-177.

Sasongko, H. (2014). Uji Resistensi Bakteri Escherichia coli dari Sungai Boyong
Kabupaten Sleman terhadap Antibiotik Amoksilin, Kloramfenikol,
Sulfametoxasol, dan Streptomisin. Jurnal Bioedukatika, 25-29.

Soekamto, N. H. (2003). Beberapa Senyawa Fenol dari Tumbuhan Morus macroura


Miq. Jurnal Matematika dan Sains, 35-40.

Stackebrandt, E. d. (1994). Taxonomic Note: A Place for DNA-DNA Reassociation


and 16S rRNA Sequence Analysis in the Present Species Definition in
Bacteriology. International Journal Of Systematic Bacteriology, 846-849.

Strobel, G. a. (2003). Bioprospecting for Microbial Endophytes and Their Natural


Products. Microbiology And Molekular Biology Reviews, 491-502.

Suardana, I. W. (2014). Analysis of Nucleotide Sequences of the 16S rRNA Gene of


Novel Escherichia coli Strains Isolated from Feces of Human And Bali Cattle.
Journal of Nucleic Acids, 1-7.

Swandra, E. M. (2012). Multiplikasi Tunas Andalas (Morus macroura Miq. var.


macroura) dengan Menggunakan Thidiazuron dan Sumber Eksplan Berbeda
secara In Vitro. Jurnal Biologi Universitas Andalas, 63-68.

Syah, Y. M. (2000). Andalisin A, a new stilbene dimer from Morus macroura.


Fititerapia, 630-635.

Syamsuardi. (2015). Diversitas Morpologis & Genetik Pohon Andalas (Morus


Macroura Miq.), Flora Identitas Sumatera Barat, dan Pemanfaatannya Secara
Berkelanjutan. Prosiding Workshoop. Improving Appre Prosiding Workshoop
Ciation and Awareness On Concervation Of High Value Indi. ITTO project.
PD. 710/ 13 REV.1. Pekanbaru: 23 April 2005.

Tan, R. X. (2001). Endophyte: a rich source of functional metabolites. Nat. Prod.


Rep, 448-459.

Tasma, I. M. (2015). Pemanfaatan Teknologi Sekuensing Genom Untuk


Mempercepat Program Pemuliaan Tanaman. Journal Litbang Pertanian, 159-
168.

Yang, Y. Y.-X.-Y. (2014). The latest review on the polyphenols and their
bioactivities of Chinese Morus Plants. Journal of Asian Natural Products
Research, 690-702.

Yulianti, T. (2012). Menggali Potensi Endofit untuk Meningkatkan Kesehatan


Tanaman Tebu Mendukung Peningkatan Produksi Gula. Jurnal Perspektif,
111-122.

Zinniel, D. K. (2002). Isolation and Characterization of Endophytic Colonizing


Bacteria from Agronomic Crops and Prairie Plants. Applied and
Environmental Microbiology, 2198-2208.

Zulkifli, L. D. (2016). Isolasi Bakteri Endofit Dari Sea Grass Yang Tumbuh Di
Kawasan Pantai Pulau Lombok Dan Potensinya Sebagai Sumber Antimikroba
Terhadap Bakteri Patogen. Jurnal Biologi Tropis, 80-93.

Anda mungkin juga menyukai