Anda di halaman 1dari 13

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Demensia ( demensia senil, sindroma otak kronis ) lebih merupakan
gejala dan bukanlah suatu kondisi penyakit yang jelas. Biasanya bersifat
progesif dan ireversibel dan bukan merupakan bagian normal dari proses
penuaan. Ditandai dengan penurunan umum umum fungsi intelektual yang
bisa meliputi kehilangan ingatan, kemampuan penalaran abstrak,
pertimbangan dan bahasa, terjadi perubahan keperibadian dan kemampuan
menjalankan aktifitas hidup sehari-hari semakin memburuk.

Gejala biasanya tidak jelas pada saat awitan dan kemudian


berkembang secara perlahan sampai akhirnya menjadi sangat jelas dan
mengganggu. Tiga jenis demensia nonreversibel yang paling sering adalah
penyakit Alzheimer, demensia multi infark, dan campuran penyakit
Alzheimer dan demensia multi infark.

Penyakit Alzheimer adalah suatu penyakit progesif yang ditandai oleh


kematian luas neuron-neuron otak terutama didaerah otak yang disebut
nukleus basalis. Saraf-saraf dari daerah ini biasanya berproyeksi melalui
kemusfer serebrum ke daerah-daerah otak yang bertanggung jawab untuk
ingatan dan pengenalan. Saraf-saraf ini mengeluarkan asetikolin, yang penting
peranannya dalam membentuk ingatan jangka pendek di tingkat biokimiawi.

Penyakit Alzheimer kadang disebut sebagai demensia degeneratif


primer atau demensia senil jenis Alzheimer, dibandingkanmerekan yang
meninggal akibat sebab-sebab lain, pada otak pasien yang meninggal akibat
penyakit Alzheimer terjadi penurunan sampai 90% kadar enzim yang berperan
dalam pembentukan asetikolin, kolin asetiltransferase. Dengan demikian,
dengan tidak adanya asetilkolin paling tidak ikut berperan menyebabkan
penyakit Alzheimer seperti : mudah lupa dan mengalami penurunan fungsi
kognitif. Pada para pengiap penyakit ini, neurotransmitter lain juga
tampaknya berkurang.

Penyakit Alzheimer biasanya timbul pada usia setelah 65 tahun dan


menimbulkan demensia senilis. Namun penyakit ini dapat muncul lebih dini
dan menyebabkan demensia prasenilis. Tampaknya terdapat predisposisi
genetik untuk penyakit ini, terutama pada penyakit awitan dini. Pada 1%
sampai 10% kasus, biasanya diderita 0 % bayi, angka prevalensi berhubungan
erat dengan usia. Bagi individu diatas 65 tahun penderita dapat mencapai
10%, sedang usia 85 tahun angka ini meningkat mencapai 47,2%. Dengan
meningkatnya populasi lansia, maka penyakit Alzheimer menjadi penyakit
yang bertambah banyak.

Sampai sekarang belum diketahui secara pasti penyebab terjadinya


penyakit ini, tetapi ada 3 teori utama mengenai penyebabnya : virus lambat,
proses otoimun, dan keracunan aluminium. Akhir-akhir ini teori yang paling
populer (meskipun belum terbukti) adalah yang berkaitan dengan virus
lambat. Virus-virus ini mempunya masa intubasi 2 – 30 tahun; sehingga
transmisinya sulit dibuktikan. Teori otoimun berdasarkan pada adanya
peningkatan kadar antibodi-antibodi reaksi terhadap otak pada penderita
penyakit Alzheimer. Teori keracunan aluminium menyatakan bahwa karena
aluminium bersifat neuro toksik, maka dapat menyebabkan perubahan
neurofibrilar pada otak. Deposit aluminium telah di identifikasi menyertai
penyakit ini berbeda dengan yang terlihat pada kercunan aluminium.
B. Perumusan Masalah

A. Pengertian Alzheimer

B. Etiologi

C. Patofisiologi

D. Epidemiologi

E. Terapi

F. Mekanisme kerja obat Alzheimer


BAB II
PEMBAHASAN

A. KONSEP DASAR PENYAKIT ALZHEIMER


a. Pengertian

Alzheimer merupakan penyakit kronik, progresif, dan merupakan


gangguan degeneratif otak dan diketahui mempengaruhi memori, kognitif dan
kemampuan untuk merawat diri. (Brunner &,Suddart, 2002 ).

Alzheimer merupakan penyakit degeneratif yang ditandai dengan


penurunan daya ingat, intelektual, dan kepribadian. Tidak dapat disembuhkan,
pengobatan ditujukan untuk menghentikan progresivitas penyakit dan
meningkatkan kemandirian penderita. (Dr. Sofi Kumala Dewi, dkk, 2008)

Alzheimer adalah penyakit yang merusak dan menimbulkan


kelumpuhan, yang terutama menyerang orang berusia 65 tahun keatas (patofi
siologi : konsep klinis proses- proses penyakit, juga merupakan penyakit
dengan gangguan degeneratif yang mengenai sel-sel otak dan menyebabkan
gangguan fungsi intelektual, penyakit ini timbul pada pria dan wanita dan
menurut dokumen terjadi pada orang tertentu pada usia 40 tahun. (Perawatan
Medikal Bedah : jilid 1 hal 1003) Sehingga dengan demikian Alzheimer
adalah penyakit kronik, degeneratif yang ditandai dengan penurunan daya
ingat, intelektual, kepribadian yang dapat mengakibatkan berkurangnya
kemampuan merawat diri. Penyakit ini menyerang orang berusia 65 tahun
keatas.
B. ETIOLOGI

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada penyakit Alzheimer terjadi akibat


kehilangan sel saraf otak di area yang berkaitan dengan fungsi daya ingat,
kemampuan berpikir, serta kemampuan mental lainnya. Hal diperburuk oleh
penurunan zat neurotransmiter, yaitu suatu zat yang berfungsi untuk
menghantarkan sinyal dari satu sel saraf ke sel saraf lainnya. Kondisi inilah yang
mengakibatkan gangguan pada proses berpikir dan mengingat pada penderita.
Penyebab yang pasti belum diketahui. Beberapa alternatif penyebab yang telah
dihipotesa adalah intoksikasi logam, gangguan fungsi imunitas, infeksi virus,
polusi udara/industri, trauma, neurotransmiter, defisit formasi sel-sel filament,
presdiposisi heriditer. Dasar kelainan patologi penyakit alzheimer terdiri dari
degenerasi neuronal, kematian daerah spesifik jaringan otak yang mengakibatkan
gangguan fungsi kognitif dengan penurunan daya ingat secara progresif. Adanya
defisiensi faktor pertumbuhan atau asam amino dapat berperan dalam kematian
selektif neuron. Kemungkinan sel-sel tersebut mengalami degenerasi yang
diakibatkan oleh adanya peningkatan calcium intraseluler, kegagalan metabolisme
energi, adanya formasi radikal bebas atau terdapatnya produksi protein abnormal
yang non spesifik. Penyakit alzheimer adalah penyakit genetika, tetapi beberapa
penelitian telah membuktikan bahwa peran faktor genetika, tetapi beberapa
penelitian telah membuktikan bahwa peran faktor non-genetika (lingkungan) juga
ikut terlibat, dimana faktor lingkungan hanya sebagai pencetus factor genetika.

Beberapa faktor risiko yang dapat meningkatkan kemungkinan seseorang


untuk menderita Alzheimer: Umur, Kemungkinan menderita Alzheimer meningkat
dua kali lipat tiap lima tahun setelah umur 65 tahun. Setelah umur 85 tahun, resiko
meningkat hingga 50%.Riwayat Keluarga, Penelitian menunjukkan bahwa
seseorang yang mempunyai orangtua, saudara atau anak yang menderita
Alzheimer, lebih berisiko untuk terkena Alzheimer dibandingkan dengan orang
yang tidak mempunyai riwayat keluarga.Cedera kepala, Ada hubungan yang erat
antara cedera kepala yang berat dan peningkatan resiko terjadinya
Alzheimer.Hubungan jantung-otak, Setiap kerusakan/gangguan pada jantung dan
pembuluh darah akan meningkatkan risiko terjadinya Alzheimer Gaya hidup, Gaya
hidup yang baik biasanya akan menghasilkan otak yang sehat dan memberikan
perlindungan terhadap kemungkinan berkembangnya Alzheimer.

C. PATOFISIOLOGI

Patologi anatomi dari Penyakit Alzheimer meliputi dijumpainya


Neurofibrillary Tangles (NFTs), plak senilis dan atropi serebrokorteks yang
sebagian besar mengenai daerah asosiasi korteks khususnya pada aspek medial
dari lobus temporal.Meskipun adanya NFTs dan plak senilis merupakan
karakteristik dari Alzheimer, mereka bukanlah suatu patognomonik. Sebab, dapat
juga ditemukan pada berbagai penyakit neurodegeneratif lainnya yang berbeda
dengan Alzheimer, seperti pada penyakit supranuklear palsy yang progresif dan
demensia pugilistika dan pada proses penuaan normal.

Distribusi NFTs dan plak senilis harus dalam jumlah yang signifikan dan
menempati topograpfik yang khas untuk Alzheimer. NFTs dengan berat molekul
yang rendah dan terdapat hanya di hippokampus, merupakan tanda dari proses
penuaan yang normal. Tapi bila terdapat di daerah medial lobus temporal, meski
hanya dalam jumlah yang kecil sudah merupakan suatu keadaaan yang
abnormal.Selain NFTs dan plak senilis, juga masih terdapat lesi lain yang dapat
dijumpai pada Alzheimer yang diduga berperan dalam gangguan kognitif dan
memori, meliputi :

(1) Degenerasi granulovakuolar Shimkowich

(2) Benang-benang neuropil Braak , serta

(3) Degenerasi neuronal dan sinaptik.


Berdasarkan formulasi di atas, tampak bahwa mekanisme patofisiologis yang
mendasari penyakit Alzheimer adalah terputusnya hubungan antar bagian-bagian
korteks akibat hilangnya neuron pyramidal berukuran medium yang berfungsi
sebagai penghubung bagian-bagian tersebut, dan digantikan oleh lesi-lesi
degeneratif yang bersifat toksik terhadap sel-sel neuron terutrama pada daerah
hipokampus, korteks dan ganglia basalis. Hilangnya neuron-neuron yang bersifat
kolinergik tersebut, meneyebabkan menurunnya kadar neurotransmitter asetilkolin
di otak. Otak menjadi atropi dengan sulkus yang melebar dan terdapat peluasan
ventrikel-ventrikel serebral.
D. EPIDEMIOLOGI

Penyakit Alzheimer mengenai sekitar 5 juta orang di Amerika Serikat dan


lebih dari 30 juta orang di seluruh dunia. Peningkatan jumlah penderita penyakit
Alzheimer di negara-negara industri adalah seiring dengan peningkatan angka
harapan hidup usia tua yang kian pesat di negara-negara tersebut. Beberapa hal
yang berkaitan dengan epidemiologi :

a. Faktor Demografi

Insiden demensia meningkat sesuai umur, dimana mengenai 15-20 %


individu di atas usia 65 tahun, dan 45 % di atas usia 80 tahun. Berdasarkan
gender, terdapat perbedaan frekuensi etiologi dimana untuk pria terdapat angka
yang tinggi untuk demensia yang disebabkan oleh kelainan vaskular dibanding
yang disebabkan oleh penyakit Alzheimer. Secara keseluruhan frekuensi
demensia adalah sama pada wanita dan pria, meski beberapa studi menunjukkan
bahwa resiko untuk terkena Alzheimer adalah lebih tinggi pada wanita
dibanding pria oleh karena hilangnya efek neurotropik dari estrogen pada
wanita di usia menopause.

b. Tren

Secara dramatis, peningkatan angka harapan hidup juga meningkatkan


angka penyakit demensia. Mereka yang memiliki keluarga dekat yang
menderita demensia, memiliki kecendruangan lebih tinggi untuk terkena
demensia dibandingkan populasi lainnya. Dan mereka yang menderita Down
Syndrome cenderung untuk terkena Demensia Alzheimer suatu saat nanti.
E. TERAPI

Pendekatan terapi pada penyakit Alzheimer didasarkan pada teori yang


berkembang sesuai patogenesis dan patofisiologis penyakit dan kebutuhan untuk
memperbaiki gejala-gejala kognitif dan tingkah laku yang mengalami gangguan,
meskipun hingga saat ini belum ada terapi yang benar-benar secara meyakinkan
mencegah Alzheimer ataupun memperlambat perjalanannya. Terapi medis untuk
Alzheimer meliputi :

a. Obat-obatan Psikotropik dan intervensi perilaku


b. Berbagai intervensi farmakologis dan perilaku dapat memperbaiki gejala
klinik penyakit Alzheimer, seperti : kecemasan, agitasi dan perilaku psikotik,
yang memang pendekatan terbaiknya adalah secara simptomatis saja. Obat-
obatan ini sangat berguna meski keefektifannya sedang dan bersifat sementara
saja dan tidak mampu untuk mencegah perkembangan penyakit dalam jangka
waktu yang lama.
c. Intervensi perilaku meliputi pendekatan patient centered ataupun melalui
pelatihan tenaga yang siap memberikan bantuan perawatan terhadap pasien.
Intervensi-intervensi ini dikombinasikan dengan farmakoterapi seperti
penggunaan anxiolytic untuk anxietas dan agitasi, neuroleptik untuk keadaan
psikotiknya dan anti depressan untuk keadaan depresinya.
d. Cholinesterase Inhibitors (ChEIs).  Beberapa obat psikotik yang dianjurkan
untuk digunakan oleh banyak praktisi adalah : haloperidol, risperidone,
olanzapine dan quetiapine. Obat-obatan ini diberikan dalam dosis minimal
yang masih efektif untuk meminimalisir efek samping, oleh karena sebagian
besar pasien adalah mereka yang berusia lanjut
e. Strategi yang digunakan secara luas untuk mengatasi gejala-gejala alzheimer
adalah mengganti kehilangan neurotransmitter asetilkolin di korteks serebri.
Seperti diketahui, pada penyakit Alzheimer terdapat kehilangan yang
substansial dari asetilkolin, penurunan jumlah enzim asetiltransferase (enzim
untuk biosintetis asetilkolin) dan hilangnya neuron-neuron kolinergik di
daerah subkortikal (nukleus basalis dan hippokampus).yang memiliki serabut
projeksi ke korteks
f. Observasi ini menghasilkan teori bahwa manifestasi klinis dari alzheimer
timbul sebagai akibat dari hilangnya persarafan kolinergik ke korteks serebri.
Akibatnya, dikembangkanlah berbagai senyawa yang mampu menggantikan
defek kolinergik ini dengan cara mengintervensi proses degradasi asetilkolin
oleh asetilkolinesterase sinaptik (spesifik), ataupun oleh asetilkolinesterase
non sinaptik (non spesifik) yang sering disebut sebagai butyrylkolinesterase
(BuChE)
g. Obat-obatan yang dianjurkan diantaranya adalah tacrine (cognex), donepezil
(aricept), rivastigmine (exelon) dan galantamine (reminyl). Hanya tacrin dan
rivastigminlah yang juga menghambat BuChE. Hal ini penting untuk
kemanjuran terapi, sebab dalam perjalanan penyakit Alzheimer, BuChE akan
meninggi dan di sintesis oleh berbagai lesi Alzheimer termasuk oleh plak
senilis. Efek obat-oabtan ini antara lain : (1) Memperbaiki fungsi kognitif
pada fase yang lanjut (2) Memperbaiki gangguan perilaku (3) Menolong
pasien dengan demensia akibat gangguan vaskuler yang sering muncul
bersamaan dengan Alzheimernya
h. Obat-obatan yang dianjurkan diantaranya adalah tacrine (cognex), donepezil
(aricept), rivastigmine (exelon) dan galantamine (reminyl). Hanya tacrin dan
rivastigminlah yang juga menghambat BuChE. Hal ini penting untuk
kemanjuran terapi, sebab dalam perjalanan penyakit Alzheimer, BuChE akan
meninggi dan di sintesis oleh berbagai lesi Alzheimer termasuk oleh plak
senilis. Efek obat-oabtan ini antara lain : (1) Memperbaiki fungsi kognitif
pada fase yang lanjut (2) Memperbaiki gangguan perilaku (3) Menolong
pasien dengan demensia akibat gangguan vaskuler yang sering muncul
bersamaan dengan Alzheimernya
i. Obat-obatan ini hanya berefek sementara sebab tidak memperbaiki penyebab
dasar dari hilangnya asetilkolin di korteks, yakni degenerasi neuron yang tetap
berlangsung secara progresif
j. Antagonis N-methyl-D-aspartate (NMDA). Merupakan obat generasi baru
yang amat berguna pada Alzheimer fase lanjut. Kombinasi dengan
asetilkolinesterase inhibitor terbukti lebih manjur. Mamantine adalah contoh
obat golongan ini, yang juga dapat digunakan untuk keadaan neurodegeneratif
lainnya seperti huntington disease, demensia terkait AIDS dan demensia
vascular
k. Anti radikal bebas. Dapat digunakan tocopherol (vitamin E) yang berfungsi
memperbaiki kerusakan oksidatif akibat radikal bebas yang memberi
kontribusi sebagai penyebab dari Alzheimer
l. Anti radikal bebas. Dapat digunakan tocopherol (vitamin E) yang berfungsi
memperbaiki kerusakan oksidatif akibat radikal bebas yang memberi
kontribusi sebagai penyebab dari Alzheimer
m. Agen anti inflamasi (nonsteroid). Pemberian agen ini berdasarkan postulat
bahwa berbagai lesi Alzheimer seperti plak senilis, membutuhkan suatu
keadaan inflamasi agar dapat berkembang menjadi fase yang lebih berat.
Berbagai studi menunjukkan adanya perbaikan dan perlambatan
perkembangan Alzheimer setelah pemberian singkat obat anti inflamasi ini.
Contoh obat adalah rofecoxib (vioxx) dan naproxen (aleve)
n. Antibiotik. Obat ini berguna untuk mengurangi deposisi amiloid otak pada
pasien Alzheimer
o. Estrogen. Amat berguna pada wanita menopause dimana produksi
estrogennya mulai menurun. Seperti kita ketahui estrogen merupakan suatu
neurotropik dan membantu melindungi otak dari proses-proses degenerative
p. Aktivitas dan sikap hidup yang sehat. Aktivitas-aktivitas fisik dan mental
sangat direkomendasikan pada pasien-pasien Alzheimer dengan
memperlambat perkembangan penyakit dan mencegah proses kemunduran
lebih lanjut. Pada tahap perkembangan demensia Alzheimer yang dini, sikap
hidup yang sehat, baik fisik maupun psikologis mampu memberikan
perlindungan dan daya tahan dari otak terhadap lesi yang mulai muncul
dengan cara membangkitkan kompensasi dari bagian otak yang masih sehat
dan melindunginya dari perkembangan penyakit yang progresif

F Mekanisme kerja obat Alzheimer

Pada umumnya, obat berinteraksi dengan reseptor pada permukaan sel atau
enzim (yang mengatur laju reaksi kimia) dalam sel. Reseptor dan molekul enzim
memiliki struktur tiga-dimensi khusus yang memungkinkan hanya zat yang cocok
tepat untuk melampirkan itu. Ini sering disebut sebagai kunci dan model tombol.
Kebanyakan obat bekerja dengan mengikat situs reseptor target, dapat memblokir
fungsi fisiologis protein, atau meniru efek itu. Jika obat menyebabkan reseptor
protein untuk merespon dengan cara yang sama sebagai zat alami, maka obat ini
disebut sebagai suatu agonis. Contoh agonis adalah morfin, nikotin, fenilefrin, dan
isoproterenol. Antagonis adalah obat yang berinteraksi secara selektif dengan
reseptor tetapi tidak menyebabkan efek yang diamati. Sebaliknya mereka
mengurangi aksi agonist sebuah di situs reseptor yang terlibat. antagonis reseptor
dapat diklasifikasikan sebagai reversibel atau ireversibel. Reversible antagonis
mudah memisahkan dari reseptor mereka. antagonis ireversibel membentuk ikatan
kimia yang stabil dengan reseptor mereka (misalnya, dalam alkilasi). Contoh obat
antagonis adalah: beta-blocker, seperti propranolol. Alih-alih reseptor, obat
beberapa enzim target, yang mengatur laju reaksi kimia. Obat yang enzim target
diklasifikasikan sebagai inhibitor atau aktivator (induser). Contoh obat yang enzim
target: aspirin, cox-2 inhibitor dan inhibitor protease HIV
BAB III
PENUTUP

A.Kesimpulan
Alzheimer adalah penyakit yang merusak dan menimbulkan
kelumpuhan, yang terutama menyerang orang berusia 65 tahun keatas (patofi
siologi : konsep klinis proses- proses penyakit, juga merupakan penyakit
dengan gangguan degeneratif yang mengenai sel-sel otak dan menyebabkan
gangguan fungsi intelektual, penyakit ini timbul pada pria dan wanita dan
menurut dokumen terjadi pada orang tertentu pada usia 40 tahun. (Perawatan
Medikal Bedah : jilid 1 hal 1003) Sehingga dengan demikian Alzheimer
adalah penyakit kronik, degeneratif yang ditandai dengan penurunan daya
ingat, intelektual, kepribadian yang dapat mengakibatkan berkurangnya
kemampuan merawat diri. Penyakit ini menyerang orang berusia 65 tahun
keatas.

Anda mungkin juga menyukai