Anda di halaman 1dari 11

BAITUL MAL WA TAMWIL ( BMT )

AL ISLAM DAN KEMUHAMMADIYAHAN 4

Dosen pengampu :
Hamron Z, MSi

Disusun Oleh :
Kelas 15 C Akuntansi

1. Nelly Eka Rahayu 15.0102.0154


2. Ana Isnaini 15.0102.0155
3. Era Anida Rizqi 15.0102.0156
4. Yuni Listiawati 15.0102.0158
5. Sarah Devi 15.0102.0164
6. Gea Arafah 15.0102.0165
7. Anisa Pramudia Wardani 15.0102.0166
8. Lenny Rosada 15.0102.0167
9. Febriana Dewi 15.0102.0172

PROGRAM STUDI AKUNTANSI FAKULTAS EKONOMI


UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAGELANG
2018
PENDAHULUAN

Baitul Maal Wat Tamwil merupakan salah satu bentuk lembaga keuangan Syariah non
Bank. Sebuah lembaga keuangan berbasis islam yang hadir ditengah carut-marutnya
perekonomian kapitalis yang diterapkan di Negara Indonesia. BMT menawarkan sistem baru
yang bebas dari riba, bebas dari praktik ketidakadilan dan mengedepankan amanah dan juga
mengemban misi sosial. Perbedaan paling pokok lembaga keuangan konvensional dengan
lembaga keuangan syariah adalah penetapan sistem bagi hasil sebagai alternatif dari sistem
bunga. Bunga dalam Islam secara tegas tidak diperbolehkan. Karena didalam Islam bunga
dianggap sebagai riba dan riba dilarang didalam Islam. Praktik riba dianggap sebagai tambahan
persyaratan yang lebih dari modal asal dan biasanya diterapkan dalam transaksi hutang piutang.
Larangan riba terdapat didalam Q.S Ar-Rum (30) ayat 39 yang artinya “Dan sesuatu riba
(tambahan) yang kamu berikan agar dia bertambah pada harta manusia, maka riba itu tidak
menambah pada sisi Allah. Dan apa yang kamu berikan berupa zakat yang kamu maksudkan
untuk mencapai keridhaan Allah, maka (yang berbuat demikian) inilah orang-orang yang melipat
gandakan pahalanya”.
BMT didalam menjalankan tugasnya mengacu pada perundang-undangan No. 25 Tahun
1992 tentang Perkoperasian dan PP Nomor 9 Tahun 1995 Pelaksanaan Simpan Pinjam Usaha
oleh Koperasi. BMT sebagai salah satu lembaga keuangan alternatif yang dapat memberikan
solusi bagi permasalahan yang dihadapi oleh Para Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM).
Pola pembiayaan yang sering diberikan BMT dibedakan menjadi tiga yaitu produk jual beli,
produk bagi hasil dan produk jasa, dimana setiap produk pembiayaan terdiri dari beberapa akad
yang disesuaikan dengan kebutuhan Nasabah.
BMT dikelola secara profesional sehingga mencapai tingkat efisiensi ekonomi tertentu,
demi mewujudkan kesejahteraan anggota, seiring penguatan kelembagaan BMT itu sendiri. Pada
sudut pandang sosial, BMT berorientasi pada peningkatan kehidupan anggota yang tidak
mungkin dijangkau dengan prinsip bisnis. Stimulan melalui dana ZIS akan mengarahkan anggota
untuk mengembangkan usahanya, sehingga pada akhirnya mampu mengembangkan dana bisnis.
BMT saat ini diharapkan dapat membantu masyarakat dalam meningkatkan taraf hidupnya dan
membantu pemerintahan dalam menyelesaikan perekonomian yang belum bisa terselesaikan
hingga saat ini. BMT sebagai lembaga keuangan syariah non bank dapat dijadikan sebagai
ukuran terhadap kemajuan negara. Semakin besar suatu negara, maka semakin besar peran
lembaga keuangan yang ada sebab akan semakin banyak problematika ekonomi yang dihadapi.

PEMBAHASAN
A. Pengertian Baitul Mal wa Tamwil (BMT)
Baitul mal wa tamwil adalah lembaga keuangan mikro yang dioperasikan dengan prinsip
bagi hasil, menumbuh kembanggangkan bisnis usaha mikro dan kecil dalam rangka mengangkat
martabat dan serta membela kepentingan kaum fakir miskin. Secara konseptual, BMT memiliki
dua fungsi Baitul Tamwil (Bait = Rumah, At Tamwil = Pengembangan Harta). Jadi BMT adalah
balai usaha mandiri terpadu yang isinya berintikan bayt al-mal wa al-tamwil dengan kegiatan
mengembangkan usaha-usaha proktif dan investasi dalam meningkatkan kualitas kegitan
ekonomi pengusaha bawah dan kecil dengan antara lain mendorong kegiatan menabung dan
menunjang pembiayaan kegiatan.
BMT beroperasi mengikuti ketentuan-ketentuan syari’ah Islam khususnya yang
menyangkut tata cara bermuamalat secara Islam. Dalam tata cara bermuamalat itu dijauhi
praktek-praktek yang dikhawatirkan mengandung unsur-unsur riba untuk diisi dengan kegiatan-
kegiatan investasi atas dasar bagi hasil dan pembiayaan perdagangan. Untuk menjamin operasi
bank Islam tidak menyimpang dari tuntunan syari’ah, maka pada setiap bank Islam hanya
diangkat manager dan pimpinan bank yang sedikit banyak menguasai prinsip muamalah
Islam.Nama resmi yang digunakan pemerintah untuk koperasi yang bergerak di bidang keuangan
syariah adalah Koperasi Jasa Keuangan Syariah disingkat KJKS. Namun, istilah BMT masih
populer di kalangan praktisi dan masyarakat Indonesia. BMT dalam simpan-pinjamnya sama
dengan koperasi yakni hanya bagi anggotanya. Akan tetapi hal itu tidak demikian adanya. BMT
yang dikenal saat ini sama dengan bank syariah, yakni, sistem simpan-pinjamnya tidak hanya
terbatas pada anggota BMT.
Sebagai lembaga bisni, BMT lebih mengembangkan usahanya pada sektor keuangan, yakni
simpan pinjam. Usaha ini seperti usaha perbankan, yakni menghimpun dana anggota dan calon
anggota (nasabah) serta menyalurkan kepada sector ekonomi yang halal dan menguntungkan.
Namun demikian, terbuka luas bagi BMT untuk mengembangkan lahan bisnisnya pada sector riil
maupun sektor keuangan lain yang dilarang dilakukan oleh lembaga keuangan bank. Karena
BMT bukan bank, maka ia tidak tunduk pada aturan perbankan.Dapat di simpulkan dari
pengertian diatas, bahwa BMT merupakan oraganisasi bisnis juga berperan sebagai social.
Dilihat dari prospektif sebagai lembaga social, Baitul Mal memiliki kesamaan fungsi dan peran
dengan Lembaga Amil Zakat (LAZ) atau Badan Amil Zakat milik pemerintah, oleh karenanya,
Baitul Mal itu harus didorong untuk mampu berperan secara professional menjadi LAZ yang
mapan. Fungsi tersebut peling tidak meliputi upaya pengumpulan dana zakat, infaq, sedekah,
wakaf, dan sumber dana sosial yang lain, serta upaya pentasyarufan zakat kepada golongan yang
paling berhak sesuai dengan ketentuan delapan Asnab.

B. Sejarah dan Perkembangan BMT di Indonesia


Sejarah BMT ada di Indonesia, dimulai tahun 1984 dikembangkan mahasiswa ITB di
Masjid Salman yang mencoba menggulirkan lembaga pembiayaan berdasarkan syari’ah bagi
usaha kecil. Kemudian BMT lebih di berdayakan oleh ICMI (Ikatan Cendikiawan Muslim
Indonesia) sebagai sebuah gerakan yang secara operasional ditindaklanjuti oleh Pusat Inkubasi
Bisnis Usaha Kecil (PINBUK). BMT membuka kerjasama dengan lembaga pemberi pinjaman
dan peminjam bisnis skala kecil dengan berpegang pada prinsip dasar tata ekonomi dalam agama
Islam yakni saling rela, percaya dan tanggung jawab, serta terutama sistem bagi hasilnya. BMT
terus berkembang. BMT akan terus berproses dan berupaya mencari trobosan baru untuk
memajukan perekonomian masyarakat, karena masalah muammalat memang berkembang dari
waktu ke waktu. Dari semua hal tersebut, jumlah BMT pada tahun 2017 ditaksir 4000-an
tersebar di Indonesia, dan tidak menutup kemungkinan pertumbuhan BMT pun akan semakin
meningkat seiring bertambahnya kepercayaan masyarakat.
Seperti halnya lembaga keuangan syariah yang lainnya BMT dalam kegiatan
operasionalnya menggunakan 3 prinsip, yaitu:
1. Prinsip bagi hasil : Mudharabah, Musyarakah, Muzara’ah, dan
Musaqah
2. Jual beli dengan margin (keuntungan) : Murabah, Ba’i As Salam, dan Ba’i Al Istisna
3. Sistem profit laiinya : giro wadi’ah, tabungan mudharabah, Deposito
investasi mudharabah, Tabungan haji, Tabungan
Qurban.

C. Dasar Hukum BMT


BMT berazaskan Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945 serta berlandaskan syariah
Islam, keimanan, keterpaduan (kaffah), kekeluargaan/koperasi, kebersamaan, kemandirian, dan
profesionalisme. Dengan demikian keberadaan BMT menjadi organisasi yang sah dan legal.
Sebagai lembaga keuagan syariah, tentunya berpegang teguh pada prinsip-prinsip syariah.Secara
Hukum BMT berpayung pada koperasi tetapi sistim operasionalnya tidak jauh berbeda dengan
Bank Syari’ah sehingga produk-produk yang berkembang dalam BMT seperti apa yang ada di
Bank Syari’ah. Sedangkan bank syariah mempunyai landasan yuridis berupa undang-undang
tentang perbankan syariah yakni UU No. 21 tahun 2008 tentang perbankan syariah, sehingga
lahirlah disitu legitimasi hukum yang kuat sebagai naungannya. Oleh karena berbadan hukum
koperasi, maka BMT harus tunduk pada Undang-undang Nomor 25 tahun 1992 tentang
Perkoperasian dan PP Nomor 9 tahun 1995 tentang pelaksanaan usaha simpan pinjam oleh
Koperasi. Juga dipertegas oleh KEP.MEN Nomor 91 tahun 2004 tentang Koperasi Jasa keuangan
syari’ah. Undang-undang tersebut sebagai payung berdirinya BMT (Lembaga Keuangan Mikro
Syari’ah).
Meskipun sebenarnya tidak terlalu sesuai karena simpan pinjam dalam koperasi khusus
diperuntukkan bagi anggota koperasi saja, Koperasi sendiri merupakan bentuk badan usaha yang
relatif lebih dekat untuk BMT, tetapi menurut Undang Undang Perkoperasian kegiatan
menghimpun dana simpanan terbatas hanya dari para anggotanya (Pasal 44 UU. No. 25/ 1992).
Pasal 44 ayat (1) U.U. No. 25 Tahun 1992 mengatur bahwa koperasi dapat menghimpun dana
dan menyalurkannya melalui kegiatan usaha simpan pinjam dari dan untuk anggota koperasi
yang bersangkutan, atau koperasi lain dan/atau anggotanya.
Menurut pasal 16 ayat (1) Undang Undang Nomor 10 tahun 1998, kegiatan menghimpun
dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan hanya dapat dilakukan oleh Bank Umum atau
BPR, kecuali apabila kegiatan itu diatur dengan undang-undang tersendiri. Sebagaimana juga
yang tercantum dalam pasal 46 UU tersebut, BMT seharusnya mendapatkan sanksi karena
menjalankan usaha perbankan tanpa izin usaha. Namun di sisi lain, keberadaan BMT di
Indonesia justru mendapatkan dukungan dari pemerintah, dengan diluncurkan sebagai Gerakan
Nasional pada tahun 1994 oleh Presiden.Badan hukum BMT hingga saat ini yang
memungkinkan adalah berbetuk KJKS atau Koperasi Jasa Keuangan Syariah. Prosedur
perijinannya diajukan melalui Dinas Koperasi setempat berdasarkan aturan dari Dinas
Perokoperasian di wilaya dimana BMT tersebut akan didirikan. Adapun BMT yang telah
memiliki Badan Hukum Koperasi, untuk menjadi KJKS tinggal melaporkan ke pihak Dinas
Koperasi, setelah sebelumnya melakukan perubahan menjadi KJKS dalam Rapat Anggota
Tahunan (RAT).

D. Tujuan dan Fungsi BMT


Lembaga ekonomi mikro ini pada awal pendiriannya memfokuskan diri untuk
meningkatkan kualitas usaha ekonomi untuk kesejahteraan anggota pada khususnya dan
masyarakat pada umumnya melalui pemberian pinjaman modal. Pemberian modal pinjaman
sedapat mungkin dapat mendirikan ekonomi para peminjaman. Dalam rangka mencapai tujuan
tersebut, BMT memainkan peran dan fungsinya dalam beberapa hal:
1. Mengidentifikasi, memobilisasi, mengorganisasi, mendorong dan mengembangkan potensi
ekonomi anggota, kelompok anggota muamalat dan daerah kerjanya.
2. Meningkatkan kualitas SDM anggota menjadi lebih professional dan islami sehingga
semakin utuh dan tangguh dalam menghadapi persaingan global.
3. Menggalang dan memobilisasi potensi masyarakat dalam rangka meningkatkan
kesejahteraan anggota. Setelah itu BMT dapat melakukan penggalangan dan mobilisasi
atas potensi tersebut sehingga mampu melahirkan nilai tambah kepada anggota dan
masyarakat sekitar.
4. Menjadi perantara keuangan antar agniyah sebagai shohibul maal dengan dhu’afah sebagai
mudhorib, terutama untuk dana sosial. BMT dalam fungsi ini bertindak sebagai amil yang
bertugas untuk menerima dana zakat, infaq, sadaqah, dan dana sosial dan kemudian
disalurkan kembali kepada golongan yang membutuhkan.
5. Menjadi perantara keuangan antara pemilik dana, baik sebagai pemodal maupun
penyimpanan dengan pengguna dana untuk pengembangan usaha produktif.

E. Dampak Perkembangan dan Pertumbuhan BMT di Indonesia


1. Membangkitkan usaha mikro di kalangan masyarakat menengah ke bawah.
2. Membantu masyarakat dalam hal simpan pinjam.
3. Meningkatkan taraf hidup melalui mekanisme kerja sama ekonomi dan bisnis
4. Dengan adanya BMT maka tidak terjadi penimbunan uang karena uang terus berputar
5. Memperluas lapangan pekerjaan khususnya didalam sector riil.

F. Kendala
1. BMT masih kurang di kenal oleh masyarakat luas, sehingga jumlah nasabahnya pun tidak
terlalu banyak
2. Kurang promosi terhadap lembaga itu sendiri, maka Kepercayaan masyarakat terhadap
BMT masih kurang
3. Mayoritas orang – orang kota mempunyai rasa gengsi untuk menabung dalam jumlah kecil
4. Minimnya modal yang dimiliki oleh lembaga BMT.

G. Peghimpunan dan Penyaluran Dana BMT


1) Penghimpunan dana
Penghimpunan dana BMT diperoleh melalui simpanan, yaitu dana yang dipercayakan
oleh nasabah kepada BMT untuk disalurkan kesektor produktif dalam bentukk pembiayaan.
Simpanan ini dapat berbentuk tabungan wadi’ah, simpanan mdharabah jangka pendek dan
jangka panjang.

2) Penyaluran dana
Penyaluran dana BMT kepada nasabah terdiri atas dua jenis:
a) Pembiayaan dengan sistem bagi hasil
b) Jual beli dengan pembayaran ditangguhkan
Pembiayaan merupakan penyaluran dana BMT kepada pihak ketiga berdasarkan
kesepakatan pembiayaaan antara BMT dengan pihak lain dengan jangka waktu tertentu dan
nisbah bagi hasil yang disepakati.
Pembiayaan dibedakan menjadi pembiayaan musharabah dan musyarakah. Penyaluran
dana dalam bentuk jual beli dengan pembayaran ditangguhkan adalah penjualan barang dari
BMT kepada nasabah, dengan harga ditetapkan sebesar biaya perolehan ditambah dengan
margin keuntungan yang disepakati untuk keuntungan BMT.

H. Problematika BMT
Dengan segala kekurangan, kelebihan, keunggulan dari BMT, problematika tetap saja ada,
antara lain :
1. Modal
Modal yang relatif kecil menjadi permasalahan yang setiap saat ada pada BMT.
Didukung dengan perputaran modal yang belum tentu kembali 100 % untuk BMT.
Diperlukan adanya suntikan dana yang cukup baik dari pemerintah atau pihak-pihak yang
tertarik untuk berinvestasi di BMT.

2. Kredit Macet
Lambatnya angsuran yang diterima oleh BMT menjadi alasan yang klasik bagi
BMT. Persoalan ini sudah menjadi santapan tiap terjadi akad-akad pembiayaan walaupun
tidak semua peminjam selalu bermasalah.

3. Likuiditas
Dengan modal yang relatif kecil dan diharuskan terjadi perputaran untuk
memperoleh laba, di samping dana pihak ketiga juga ikut diputar agar dana yang
disimpan memperoleh bagi hasil, maka BMT akan mengalami permasalahan likuiditas
jika tidak dapat memenuhi permintaan uang oleh nasabah.

4. Pangsa Pasar
Pasar yang digarap oleh BMT (Dana Mentari) adalah terbatas lingkup kabupaten,
sehingga jika diambil sebuah analisis, di kabupaten Banyumas tidak terdapat industri-
industri yang besar sehingga kurang mendukung adanya BMT sebagai intermediasi.
Selain itu, pangsa pasar di Purwokerto sudah terbatas karena saat ini banyak bank yang
sudah masuk ke dalam kegiatan ekonomi skala kecil

5. Peran BMT Sebagai Lembaga Keuangan Syariah Terhadap Perekonomian


Masyarakat.
Hernandi de Soto dalam bukunya The Mystery of Capital (2001) menggambarkan betapa
besarnya sektor ekonomi informal dalam memainkan perannya dalam aktivitas ekonomi di
negara berkembang. Ia juga mensinyalir keterpurukan ekonomi di negara berkembang
disebabkan ketidakmampuan untuk menumbuhkan lembaga permodalan bagi masyarakatnya
yang mayoritas pengusaha kecil.
Indonesia misalnya, adalah negara berkembang yang jumlah pengusaha kecilnya mencapai
39.04 juta jiwa. Namun para pengusaha kecil tersebut tidak memiliki akses yang signifikan ke
lembaga perbankan, sebagai lembaga permodalan. Lembaga-lembaga perbankan belum bisa
menjangkau kebutuhan para pengusaha kecil, terutama di daerah dan pedesaan.
Belum adanya lembaga keuangan yang menjangkau daerah perdesaan (sektor pertanian
dan sektor informal) secara memadai yang mampu memberikan alternatif pelayanan (produk
jasa) simpan-pinjam yang kompatibel dengan kondisi sosial kultural serta ‘kebutuhan’ ekonomi
masyarakat desa menyebabkan konsep BMT (Baitul Mal wat Tamwil) dapat ‘dihadirkan’ di
daerah kabupaten kota dan bahkan di kecamatan dan perdesaan.
Konsep BMT sebagai lembaga keuangan mikro syari’ah, merupakan konsep pengelolaan
dana (simpan-pinjam) di tingkat komunitas yang sebenarnya searah dengan konsep otonomi
daerah yang bertumpu pada pengelolaan sumber daya di tingkat pemerintahan (administrasi)
terendah yaitu desa.

6. Prinsip dan Produk Inti Baitul Maal Wat Tamwil


Secara ringkas Pusat Pengkajian dan Pengembangan Usaha Kecil (P3UK) menerangkan
prinsip dan produk inti Baitul Maal wat Tamwil sebagai berikut :
1. Prinsip dan Produk Inti Baitul Maal
Baitul Maalyang sudah mengalami penyempitan arti di tengah masyarakat ini hanya
memiliki prinsip sebagai penghimpun dan penyalurdana zakat, infaq, dan shadaqah, dalam arti
bahwa Baitul Maal hanya bersifat “menunggu” kesadaran umat untuk menyalurkan dana zakat,
infaq ,dan shadaqah-nya saja tanpa ada sesuatu kekuatan untuk melakukan pengambilan
/pemungutan secara langsung kepada mereka yang sudah memenuhi kewajibannya tersebut, dan
seandainya aktif pun hanya bersifat seolah-olah meminta dan menghimbau, yang kemudian
setelah itu Baitul Maal menyalurkannya kepada mereka yang berhak untuk menerimanya.Dari
prinsip dasar di atas dapat kita ungkapkan bahwa produk inti dari Baitul Maal terdiri atas:
a. Produk Penghimpunan Dana
Dalam produk penghimpunan dana ini, sebagaimana yang telah diungkapkan di atas,
Baitul Maal menerima dan mencari dana berupazakat, infaq, dan shadaqah, meskipun
selain sumber dana tersebut, Baitul Maal juga menerima dana berupa sumbangan, hibah,
ataupun wakaf sertadana-dana yang sifatnya sosial.
b. Produk Penyaluran Dana
Penyaluran dana yang bersumberkan dari dana Baitul Maal harus bersifat spesifik,
terutama dana yang bersumber dari zakat, karena danazakat ini sarana penyalurannya
sudah ditetapkan secara tegas dalam al-Qur’an, yaitu kepada 8 (delapan) ashnaf antara lain:
fakir, miskin, amil,mu’alaf, fisabilillah, ghorimin, hamba sahaya, dan musafir,
sedangkandana di luar zakat dapat digunakan untuk pengembangan usaha orangmiskin,
pembangunan lembaga pendidikan, masjid maupun biaya-biaya operasional kegiatan sosial
lainnya (termasuk di dalamnya untuk kepentingan kafir dhimmi, yang rela dengan
pemerintahan Islam).

2. Prinsip dan Produk Inti Baitut Tamwil


Baitut Tamwil tidak jauh berbeda dengan prinsip-prinsip yang digunakan Bank Islam. Ada
3 (tiga) prinsip yang dapat dilaksanakan oleh BMT (dalam fungsinya sebagai Baitut Tamwil),
sebagai berikut:
a. Prinsip Bagi Hasil, prinsip ini merupakan suatu sistem yang meliputi tata
carapembagian hasil usaha antara pemodal (penyedia dana) denganpengelola dana.
Pembagian bagi hasil ini dilakukan antara BMTdengan pengelola dana dan antara BMT
dengan penyedia dana(pemyimpan/penabung). Bentuk produk yang berdasarkan prinsip
iniadalah Mudharabah dan Musyarakah.
b. Prinsip Jual Beli dengan Mark-up (keuntungan), prinsip ini merupakan suatu tata
cara jual beli yang dalampelaksanaannya BMT mengangkat nasabah sebagai agen (yang
diberikuasa) melakukan pembelian barang atas nama BMT, kemudian BMTbertindak
sebagai penjual, menjual barang tersebut kepada nasabahdengan harga sejumlah harga beli
ditambah keuntungan bagi BMTatausering disebut margin mark-up. Keuntungan yang
diperoleh BMT akandibagi juga kepada penyedia/penyimpan dana. Bentuk produk
prinsipini adalah Murabahah dan Bai’ BitsamanAjil.13
c. Prinsip non Profit, prinsip ini disebut juga dengan pembiayaan kebajikan,prinsip ini
lebih bersifat sosial dan tidak profit oriented. Sumberdana untuk pembiayaan ini tidak
membutuhkan biaya (non cost ofmoney) tidak seperti bentuk-bentuk pembiayaan tersebut
di atas.Bentuk produk prinsip ini adalah pembiayaan Qardhul Hasan.Qardhul Hasan yaitu
kerja sama usaha antara BMT dengan nasabah. BMT akanmenyertakan modalnya yang
bersumber dari dana sosial, misalnya, infaq, sedekah, zakat, sertasumber lain. Tentu saja
segmen anggotanya sangat terbatas, yakni yang tergolong delapan asnaf.

Adapun mengenai prinsip produk inti dari BMT (sebagai fungsiBaitutTamwil) adalah
sebagai penghimpun dana dan penyaluran dana.
1. Produk Penghimpunan Dana
Yang dimaksud dengan produk penghimpunan dana disini, berupa jenis simpanan yang
dihimpun oleh BMT sebagai sumber dana yang kelak akan disalurkan kepada usaha-usaha
produktif. Jenis simpanan tersebut antara lain:
A) Al-Wadi’ah17
Penabung memiliki motivasi hanya untuk keamananuangnya tanpa mengharapkan
keuntungan dari uang yangditabung. Dengan sistem ini BMT tetap memberikan bagi
hasil,namun nisbah bagi penabung sangat kecil. Landasan (dasar)hukum yang
membolehkan melakukan akad wadi’ah, FirmanAllah dalam al-Qur’an surat An-Nisa
ayat 58 :
“sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang
berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu)apabila menetapkan hukum di antara
manusia supaya kamumenetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran
yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha mendengar lagi Maha
melihat”.
Al-Wadi’ah menurut bahasa adalah sesuatu yang diletakkan pada yang bukan
pemiliknyauntuk dijaga. Barang yang dititipkan disebut ida’, yang menitipkan disebut
mudi’ dan yangmenerima titipan disebut wadi’. Dengan demikian maka pengertian istilah
wadi’ahadalah akadantara pemilik barang (mudi’) dengan penerima titipan (wadi’) untuk
menjaga harta/modal (ida’)dari kerusakan atau kerugian dan untuk keamanan harta.

B) Al-Mudharabah
Penabung memiliki motivasi untuk memperolehkeuntungan dari tabungannya,
karena itu daya tarik dari jenis tabungan ini adalah besarnya nisbah dan sejarah
keuntungan bulan lalu.

C) Amanah
Penabung memiliki keinginan tertentu yang diaqadkan ataudiamanahkan kepada
BMT. Misalnya, tabungan ini dimintakankepadaBMT untuk pinjaman khusus kepada
kaum dhu’afa atauorang tertentu. Dengan demikian tabungan ini sama sekali
tidakdiberikan bagi hasil.

2. Produk Penyaluran Dana


Produk penyaluran dana dalam hal ini merupakan bentuk polapembiayaan yang
merupakan kegiatan BMT dengan harapan dapatmemberikan penghasilan.20 Pola pembiayaan
tersebut adalah :
A) Pembiayaan Mudharabah
Pembiayaan modal kerja yang diberikan oleh BMT kepadaanggota, dimana
pengelolaan usaha sepenuhnya diserahkankepada anggota sebagai nasabah debitur. Dalam
hal inianggota (nasabah) menyediakan usaha dan sistempengelolaannya (manajemennya).
Hasil keuntungsanakandibagi dua sesuai dengan kesepakatan bersama (misalnya70%:30%
atau 65%:35%).

B) Pembiayaan Musyarakah
Pembiayaan berupa sebagian modal yang diberikan kepadaanggota dari modal
keseluruhan. Pihak BMT dapat dilibatkandalamproses pengelolaannya. Pembagian
keuntungan yangproposional dilakukan sesuai dengan perjanjian kedua belahpihak.

C) Pembiayaan Murabahah
Pembiayaan yang diberikan kepada anggota untuk pembelianbarang-barang yang
akan dijadikan modal kerja. Pembiayaanini diberikan untuk jangka pendek tidak lebih dari 6
(enam)sampai 9 (sembilan) bulan atau lebih dari itu. Keuntungan bagiBMT diperoleh dari
harga yang dinaikkan.

D) Pembiayaan Bai’ BitsamanAjil


Pembiayaan ini hampir sama dengan pembiayaan Murabahah,yang berbeda adalah
pola pembayarannya yang dilakukandengan cicilan dalam waktu yang agak panjang.
Pembiayaanini lebih cocok untuk pembiayaan investasi. BMT akanmendapatkan keuntungan
dari harga barang yang dinaikkan.

E) Pembiayaan Al-Qardhul Hasan


Merupakan pinjaman lunak yang diberikan kepada anggotayang benar-benar
kekurangan modal/kepada mereka yangsangat membutuhkan untuk keperluan-keperluan
yang sifatnyadarurat. Nasabah (anggota) cukup mengembalikanpinjamannya sesuai dengan
nilai yang diberikan oleh BMT.
KESIMPULAN

BMT merupakan oraganisasi bisnis juga berperan sebagai social. Dilihat dari prospektif
sebagai lembaga social, Baitul Mal memiliki kesamaan fungsi dan peran dengan Lembaga Amil
Zakat (LAZ) atau Badan Amil Zakat milik pemerintah, oleh karenanya, Baitul Mal itu harus
didorong untuk mampu berperan secara professional menjadi LAZ yang mapan. Fungsi tersebut
peling tidak meliputi upaya pengumpulan dana zakat, infaq, sedekah, wakaf, dan sumber dana
sosial yang lain, serta upaya pentasyarufan zakat kepada golongan yang paling berhak sesuai
dengan ketentuan delapan Asnab.
BMT merupakan organisasi yang sah dan legal. BMT berazaskan Pancasila dan Undang-
undang Dasar 1945 serta berlandaskan syariah Islam, keimanan, keterpaduan (kaffah),
kekeluargaan/koperasi, kebersamaan, kemandirian, dan profesionalisme. Secara Hukum BMT
berpayung pada koperasi (Undang-undang Nomor 25 tahun 1992 tentang Perkoperasian dan PP
Nomor 9 tahun 1995 tentang pelaksanaan usaha simpan pinjam oleh Koperasi) tetapi sistim
operasionalnya tidak jauh berbeda dengan Bank Syari’ah sehingga produk-produk yang
berkembang dalam BMT seperti apa yang ada di Bank Syari’ah. Sebagai lembaga keuagan
syariah, tentunya berpegang teguh pada prinsip-prinsip syariah.
Di Indonesia, BMT dimulai tahun 1984 dikembangkan mahasiswa ITB di Masjid Salman
yang mencoba menggulirkan lembaga pembiayaan berdasarkan syari’ah bagi usaha kecil.
Kemudian BMT lebih di berdayakan oleh ICMI (Ikatan Cendikiawan Muslim Indonesia) sebagai
sebuah gerakan yang secara operasional ditindaklanjuti oleh Pusat Inkubasi Bisnis Usaha Kecil
(PINBUK). BMT membuka kerjasama dengan lembaga pemberi pinjaman dan peminjam bisnis
skala kecil dengan berpegang pada prinsip dasar tata ekonomi dalam agama Islam yakni saling
rela, percaya dan tanggung jawab, serta terutama sistem bagi hasilnya. BMT terus berkembang.
BMT akan terus berproses dan berupaya mencari trobosan baru untuk memajukan perekonomian
masyarakat, karena masalah muammalat memang berkembang dari waktu ke waktu.

Anda mungkin juga menyukai