Makalah
Akuntansi Sektor Publik
Dosen Pengampu :
Veni Soraya Dewi, S.E., M.Si.
Disusun Oleh :
Akuntansi 15C
Organisasi sektor publik sering kali dipandang sebagai organisasi yang dianggap tidak
efisien dan jauh tertinggal dengan kemajuan dan perkembangan yang terjadi di sektor swasta,
sehingga kedudukannya dianggap lebih rendah dan tertinggal jauh dibandingkan dengan sektor
swasta. Ketidakefisienan dan lambatnya perkembangan organisasi disebabkan oleh manajemen
organisasi pada kebanyakan organisasi sektor publik masih lemah, dan bahkan dianggap tidak
pentng. Hal ini bisa jadi dikarenakan organisasi sektor publik merupakan milik masyarakat
umum atau masyarakat di wilayah tertentu, sehingga kemajuan dan perkembangan organisasi
tergantung dari kesadaran dan perhatian masyarakat tersebut terhadap manajemen organisasi
termasuk praktik akuntansinya. Kondisi ini juga terjadi pada organisasi perbadatan (tempat
ibadah).
Selama ini, tempat ibadah hanya dijadikan sebagai tempat untuk melakukan atau
melayani aktivitas ritual peribadatan, seperti solat, sembahyang, berdoa, menyembah, berzikir,
dan lain sebagainya. Namun, sebenarnya tempat ibadah apabila disadari sebagai salah satu
bentuk organisasi memiliki peranan yang sangat strategis dalam peningkatan kesejahteraan
masyarakat, bahkan tidak kalah strategisnya dengan jenis organisasi publik lainnya. Namun,
sebenarnya tempat ibadah dapat dijadikan sebagai pusat aktivitas dari masyarakat sesuai
dengan agama masing-masing. Pusat aktivitas meliputi berbagai bidang, seperti pendidikan,
ekonomi, sosial, budaya, dan hukum. Jika hal ini mampu dijalankan oleh tempat ibadah, maka
akan menciptakan kesejahteraan msyarakat yang menyeluruh yaitu kesejahteraan lahir dan
kesejahteraan batin. Oleh karena itu, tempat ibadah harus disadari dan dimaknai sebagai sebuah
organisasi, karena setiap organisasi pasti memiliki tujuan yang akan dicapai. Untuk mencapai
tujuan tersebut diperlukan alat organisasional, seperti dalam hal pengelolaan keuangan adalah
akuntansi.
Salah satu permasalahan mendasar yang dihadapi oleh kalangan organisasi pengelola
zakat saat ini adalah standarisasi sistem akuntansi dan audit, yang bertujuan untuk menciptakan
transparansi keuangan sekaligus memperbaiki kualitas pelayanan keuangan kepada
masyarakat. Selama ini organisasi pengelola zakat ketika diaudit, mengalami permasalahan
karena adanya istilah-istilah yang menurut tim audit tidak begitu jelas. Karena memang tidak
di temukan dalam standar akuntansi keuangan system standar akuntansi keuangan syariah yang
telah ada. Oleh karena salah satu hasil Musyawarah Nasional Forum Zakat (MUNAS FOZ) ke
4 di Asrama Haji Pondok Gede Jakarta Timur, pengurus FOZ periode 2006-2009 diantaranya
adalah merumuskan pedoman setandart akuntansi keuangan zakat. Dalam proses penyusunan
pedoman standart akuntansi keuangan zakat tersebut Forum zakat bekerjasama dengan Ikatan
Akuntan Indonesia (IAI), karena memang yang berhak mengeluarkan pedoman standart
akuntansi keuangan secara umum.
Kita mengetahui bahwa diantara kunci kesuksesan suatu organisasi pengelola zakat
sangat ditentukan oleh tingkat kepercayaan publik terhadap kekuatan finansial untuk
mendukung program-program yang digulirkannya. Selain itu, tingkat kepercayaan masyarakat
juga ditentukan oleh tingkat kesesuaian operasional organisasi pengelola zakat dengan sistem
syariah Islam. Kepercayaan ini terutama kepercayaan yang diberikan oleh para muzakky dan
mustahik, dimana keduanya termasuk stakeholder utama sistem perzakatan saat ini.
Salah satu sumber utama untuk meraih kepercayaan publik adalah tingkat kualitas
informasi yang diberikan kepada publik, dimana organisasi pengelola zakat harus mampu
meyakinkan publik bahwa ia memiliki kemampuan dan kapasitas di dalam mencapai tujuan-
tujuan pemberdayaan maupun tujuan-tujuan program yang sesuai dengan syariat Islam. Karena
itu, membangun sebuah sistem akuntansi dan audit yang bersifat standar merupakan sebuah
keniscayaan dan telah menjadi kebutuhan utama yang harus dipenuhi. Tanpa itu, mustahil
organisasi pengelola zakat dapat meningkatkan daya saingnya dengan kalangan (Lembaga
Swadaya Masyarakat) LSM konvensional. Bahkan jika kita melihat pada Al-Quran, maka
kebutuhan pencatatan transaksi dalam sebuah sistem akuntansi yang tertata merupakan suatu
hal yang sangat penting. Hal ini sebagaimana dinyatakan dalam QS Al-Baqarah : 282, dimana
Allah SWT berfirman :
Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermuamalah tidak secara tunai untuk
waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya. Dan hendaklah seorang penulis
diantara kamu menuliskannya dengan benar. Dan janganlah penulis enggan menuliskannya
sebagaimana Allah telah mengajarkannya, maka hendaklah ia menulis, dan hendaklah orang
yang berhutang itu mengimlakkan (apa yang akan ditulis itu), dan hendaklah ia bertakwa
kepada Allah Tuhannya, dan janganlah ia mengurangi sedikitpun daripada hutangnya…
Tentu saja, kalau kita kaitkan ayat tersebut dengan konteks kelembagaan (terutama
zakat), maka memiliki sistem akuntansi yang sistematis, transparan, dan bertanggungjawab,
merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari ajaran Islam.
Pada awalnya, karakteristik organisasi pengelola zakat bisa dikategorikan sebagai
organisasi nirlaba dan bisa menggunakan standar akuntansi keuangan untuk nirlaba yaitu
PSAK No. 45. Namun, karakteristik LAZ dan BAZ tidak bisa disamakan persis dengan
organisasi nirlaba lainnya. Untuk itu, perlu ada penyesuaian-penyesuaian dalam pelaporan
keuangannya.
Makalah ini bertujuan untuk mengetahui proses penentuan kebijakan akuntansi pada
organisasi pengelola zakat; mengetahui dan menilai penerapan akuntansi zakat pada organisasi
pengelola zakat; serta mengetahui dan menilai kemampuan PSAK No. 45 dalam memenuhi
kebutuhan akuntansi zakat pada organisasi pengelola zakat.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Akuntansi Masjid
1. Tempat Ibadah Sebagai Entitas: Karakteristik dan Lingkungan
Organisasi tempat ibadah juga disebut oleh Bastian (2007) dengan organisasi
keagamaan. Secara etimologi, organisasi keagamaan dapat diartikan sebagai organisasi
yang fokus gerakannya terkait dengan agama tertentu,yang menyangkut permasalahan
ibadah atau menjalankan segala kewajiban Tuhan terkait agama atau kepercayaan
tertentu. Jika didasarkan pada definisi tersebut, organisasi keagamaan mengacu pada
organisasi dalam sebuah tempat peribadatan seperti Masjid, Mushola, Gereja, Kapel,
Kuil, Klenteng, Wihara maupun Pura. Karena salah satu yang menyebabkan kurangnya
kesadaran akan pentingnya akuntansi dalam pengelolaan keuangan tempat ibadah adalah
adanya anggapan bahwa akuntansi merupakan produk ilmu pengetahuan manusia yang
tidak ada dalam cakupan ajaran agama.
Organisasi peribadatan tidak bermotif untuk mencari laba dan bertujuan untuk
melayani ritual ibadah umat,maka organisasi peribadatan termasuk dalam kategori
organisasi nirlaba.pada organisasi masjid, ukuran keberhasilan disesuaikan dengan
beberapa aspek, seperti misalnya aspek kebersihan tidak hanya diukur dari kenyamanan
maupun kepuasan umat muslim yang beribadah di masjid tersebut, tetapi juga
kesesuaianya dengan yang diajarkan oleh agama tentang tata cara bersuci dan seluk beluk
tentang kotoran dan najis. Hal ini akan mempengaruhi keberhasilan dan standar
pelayanan, yang nantinya mempengaruhi kewajaran penggunaan dana yang
dialokasikan.
2. Tujuan Organisasi Peribadatan
Meskipun tujuannya adalah untuk pelayanan umat,bukan berarti organisasi
keagamaan tidak memiliki tujuan keuangan (Bastian, 2007). Tujuan keuangan ditujukan
untuk mendukung terlaksananya tujuan pelayanan peribadatan yang memadai yang
memenuhi standar sesuai dengan aturan dalam agama tersebut, serta menunjang tujuan
lainnya seperti tujuan sosial kemasyarakatan dan pendidikan. Tujuan keuangan ini bukan
untuk memperoleh keuntungan berupa profit, tetapi lebih ke arah bagaimana membiayai
kebutuhan peribadatan umat dalam tempat ibadah dan fungsi sosial keagamaan lainnya.
Untuk mencapai tujuan keuangan ini juga tidak boleh melanggar ketentuan-katentuan
yang dilarang oleh ajaran agama, atau justru keberadaan tempat ibadah tersebut
memberatkan masyarakat sekitarnya.
3. Fungsi dan Peran Organisasi Peribadatan
Masjid sebagai pusat pendidikan, budaya islam, pusat sosial kemasyarakatan
maupun pusat ekonomi masih dijalankan. Maka organisasi peribadatan berfungsi
sebagai:
a. Tempat beribadat dan mendekatkan diri kepada Allah swt
b. Tempat pembinaan kesadaran dalam beragama bagi umat agama
c. Tempat bermusyawarah untuk memecahkan permasalahan umat muslim
d. Tempat berkumpulnya umat muslimin
e. Tempat membina kerukunan dan gotong royong antar umat muslim dengan
memperkokoh ikatan batin dan rasa persaudaraan sehingga dapat mewujudkan
kesejahteraan bersama
f. Pusat pendidikan dan pengajaran agama islam bagi umat muslim di sekitarnya
4. Manajemen Organisasi Peribadatan
Struktur organisasi pada organisasi peribadatan, termasuk masjid, tidak terlalu
formal dan sederhana. Biasanya pada organisasi masjid dikenal pengurusnya dengan
sebutan ta’mir masjid yang terdiri dari pelindung, ketua, wakil ketua, sekretaris dan
wakilnya, bendahara dan wakilnya, seksi-seksi, dan pembantu umum. Pelindung
biasanya dijabat oleh kepala desa atau dusun dan seorang tokoh agama, ketua dan
wakilnya biasanya dari kalangan tokoh agama atau tokoh masyarakat setempat. Badan
organisasi tersebut biasanya disebut dengan “Badan Kesejahteraan Masjid (BKM) “ atau
“Remaja Masjid” yang memiliki struktur organisasi sendiri, namun masih menjadi
bagian dari organisasi masjid secara keseluruhan.
5. Manajemen Keuangan Organisasi Peribadatan
Kedudukan Akuntansi dalam Manajemen Keuangan Organisasi Masjid
Bukti
Tambahan
“Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu
membersihkan dan mensucikan mereka dan mendoalah untuk mereka. Sesungguhnya
doa kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka. Dan Allah Maha Mendengar
lagi Maha Mengetahui.” (QS. At-taubah: 103)
ۡ ٱّللِ فَأ ُ ْو َٰلَٓئِ َك ُه ُم ۡٱل ُم
٣٩ َض ِعفُون َّ ََو َما ٓ َءاتَ ۡيتُم ِمن زَ َك َٰو ٖة ت ُ ِريدُونَ َو ۡجه
“…. Dan apa yang kamu berikan berupa zakat yang kamu maksudkan untuk
mencapai keridhaan Allah, maka (yang berbuat demikian) itulah orang-orang yang
melipat gandakan (pahalanya).” (QS. Ar-Rum :39)
2) Zakat Sapi/Kerbau
Nisab Sapi Banyaknya Zakat
30-39 ekor 1 sapi jantan atau betina umur 1 tahun
40-59 ekor 1 sapi betina umur 2 tahun
60 ekor 2 sapi jantan atau betina umur 1 tahun
70 ekor 1 sapi jantan 1 tahun dan 1 sapi betina 2 tahun
80 ekor 2 sapi betina umur 2 tahun
90 ekor 3 sapi jantan umur 1 tahun
100 ekor 2 sapi janta 1 tahun dan 1 sapi betina 2 tahun
3) Zakat Kambing/Domba
Nisab Kambing/Domba Banyaknya Zakat
1-39 ekor 0
40-120 ekor 1 ekor kambing
121-200 ekor 2 ekor kambing
201-300 ekor 3 ekor kambing
Selanjutnya setiap kenaikan 100 ekor Akan ditambah 1 ekor kambing
b) Kerugian dan pengurang dana amil, jika disebabkan oleh kelalaian amil
Jurnal:
Kerugian Penurunan nilai – dana amil xxx
Asset nonkas xxx
4) Zakat yang disalurkan kepada mustahik diakui sebagai pengurang dana zakat
dengan keterangan sesuai dengan kelompok mustahik termasuk jika disalurkan
kepada amil, sebesar:
a) Jumlah yang diserahkan, jika pemberian dilakukan dalam bentuk kas.
Jurnal:
Penyaluran zakat – dana amil xxx
Penyaluran zakat – mustahik – non amil xxx
Kas xxx
5) Amil berhak mengambil bagian dari zakat untuk menutup biaya operasional
dalam menjalankan fungsinya.
Jurnal:
Beban – dana fisabilillah xxx
Kas xxx
6) Beban penghimpunan dana dan penyaluran zakat harus diambil dari porsi amil.
Jurnal:
Beban – dana amil xxx
Kas xxx
7) Zakat dikatakan telah disalurkan kepada mustahik – non – amil hanya bila telah
diterima oleh mustahik – nonamil tersebut. Apabila zakat disalurkan oleh amil
lain diakui sebagai piutang penyaluran dan bagi amil yang menerima diakui
sebagai liabilitas penyaluran. Piutang dan liabilitas penyaluran akan berkurang
ketika zakat disalurkan. Amil lain tidak berhak mengambil bagian dari dana
zakat, namun dapat memperoleh ujrah dari amil sebelumnya.
Jurnal penyaluran zakat melalui amil lain:
Piutang penyaluran zakat xxx
Kas xxx
8) Amil harus mengungkapkan hal-hal berikut terkait dengan transaksi zakat, tetapi
tidak terbatas pada:
a) Kebijakan penyaluran zakat, seperti penentuan sekala prioritas penyaluran
zakat dan mustahik nonamil.
b) Kebijakan penyaluran zakat untuk amil dan mustahiq nonamil, seperti
persentase pembagian, alasa, dan konsistensi kebijakan.
c) Metode penentuan nilai wajar yang digunakan untuk penerimaan zakat
berupa asset non kas
d) Rincian jumlah penyaluran dana zakat untuk masing-masing mustahik
e) Penggunaan dana zakat dalam bentuk asset kelolaan yang masih
dikendalikan oleh amil atau pihak lain yang dikendalikan amil, jika ada,
diungkapkan jumlah dan presentase terhadap seluruh penyaluran dana zakat
serta alasannya.
f) Hubungan pihak-pihak berelasi antara amil dan mustahik yang meliputi:
(1) Sifat hubungan istimewa
(2) Jumlah dan jenis asset yang disalurkan
(3) Persentase dari setiap asset yang disalurkan tersebut dari total penyaluran
selama periode
g) Keberadaan dana nonhalal, jika ada, diungkapkan mengenai kebijakan atas
penerimaan dan penyaluran dana, alasa, dan jumlahnya
h) Kinerja amil atas penerimaan dan penyaluran dana zakat dan dana
infak/sedekah
b. Akuntansi untuk Infak/Sedekah
1) Penerimaan infak/sedekah diakui pada saat kas atau asset nonkas diterima dan
diakui sebagai penambah dana infak/sedekah terikat atau tidak terikat sesuai
tujuan pemberiannya.
Jika diterima dalam bentuk kas, diakui sebesar jumlah yang diterima tetapi tidak
dalam bentuk nonkas sebesar nilai wajar.
Untuk penerimaan asset nonkas dapat dikelompokkan menjadi asset lancar atau
asset tidak lancar. Asset lancar adalah asset yang harus segera disalurkan, dan
dapat berupa bahan habis pakai seperti bahan makan atau barang yang memiliki
manfaat jangka panjang misalnya mobil untuk ambulan. Asset nonkas lancar
dinilai sebesar nilai perolehan.
Jurnal:
Kas xxx
Asset nonkas (nilai perolehan) - lancar xxx
Penerimaan infak/sedekah xxx
2) Asset tidak lancar yang diterima dan diamanahkan untuk dikelola oleh amil
dinilai sebesar nilai wajar dan diakui sebagai asset tidak lancar infak/sedekah.
Penyusutan dari asset tersebut diperlakukan sebagai pengurang dana
infak/sedekah terikat apabila penggunaan atau pengelolaan asset tersebut sudah
ditentukan oleh pemberi.
Jurnal:
Asset nonkas (nilai wajar) – tidak lancar xxx
Penerimaan infak/sedekah xxx
Penyaluran infak/sedekah – beban depresiasi xxx
Akumulasi depresiasi xxx
b) Kerugian dan pengurang dana amil, jika disebabkan oleh kelalaian amil.
Jurnal:
Kerugian penurunan nilai – dana amil xxx
Asset nonkas xxx
b) Nilai tercatat asset yang diserahkan, jika dalam bentuk asset nonkas
Jurnal:
Penyaluran infak/sedekah xxx
Asset nonkas xxx
PT A
Laporan Perubahan Ekuitas
Untuk Tahun yang berakhir 31 Desember 2007
(dalam Rp)
Neraca Komparatif
PT A
Per 31 Desember 2006 dan 2007
Catatan:
1. Utang jangka pendek untuk mendanai asset jangka pendek dan uang jangka panjang
untuk mendanai asset jangka panjang.
2. Asset tetap bertambah berasal dari pembelian peralatan baru senilai Rp 189.000.000
dan tanah senilai Rp 100.000.000 dan menjual tanah lain senilai Rp 30.000.000 (harga
perolehan Rp 10.000.000) dan adanya penyusutan untuk tahun berjalan sebesar Rp
27.500.000.
3. Pembelian tanah didanai dengan penerbitan obligasi senilai Rp 100.000.000, sedangkan
peralatan didanai dari uang tunai sebesar Rp 165.000.000 dan utang jangka pendek
sebesar Rp 24.000.000.
4. Utang jangka panjang bertambah karena adanya penerbitan obligasi senilai Rp
100.000.000, pembayaran utang jangka panjang Rp 40.000.000 dan utang jangka
panjang senilai Rp 5.000.000 yang digunakan untuk mendanai asset lancar.
5. Adanya pembayaran dividen tunai di tahun 2007 sebesar Rp 35.000.000.
BAB III
KESIMPULAN
Tempat ibadah sebenarnya tidak hanya bertujuan untuk menjadi tempat beribadah ritual
umat beragama yang sifatnya rutin. Namun, apabila tempat ibadah dapat dikelola dengan
konsep organisasi yang modern dapat berkembang menjadi organisasi yang berperan dan
berfungsi melebihi tujuan utamanya, yaitu melayani peribadatan umat. Tujuan-tujuan yang
sifatnya sosial kemasyarakatan, pendidikan, dan pengembangan budaya dapat dikembangkan
melalui organisasi tempat ibadah atau organisasi peribadatan atau organisasi keagamaan.
Untuk menciptakan akuntabilitas yang baik diperlukan sarana untuk mewujudkannya,
yaitu dengan menerapkan akuntansi pada organisasi keagamaan. Penerapan akuntansi biaya
dan akuntansi manajemen dapat membantu pengurus masjid untuk mengelola dnegan efektif
dan efisien. Efektivitas pengelolaan dana terkait dengan kesesuaian alokasi dan penggunaan
dana dengan tujuan organisasi, dan efisiensi terkait dengan kewajaran besaran dana yang
digunakan untuk membiayai sebuah aktivitas atau kegiatan organisasi.
Dalam proses membuat laporan keuangan lembaga amil zakat harus menggunakan
standar akuntansi zakat dengan sistem pembukuan yang benar dan transparan seperti dalam
PSAK No. 109 yang menjadi standar akuntansi zakat dalam membuat laporan keuangan.
Adapun proses penyusunan laporan keuangan ini tidak lepas dari proses pengumpulan bukti
seperti bukti pembayaran, bukti penerimaan dan yang lainnya kemudian bukti tersebut dicatat
didalam jurnal, buku besar dan dibuat laporan keuangan untuk masing-masing jenis dana.
DAFTAR PUSTAKA
Nurhayati, dan Wasilah. 2015. Akuntansi Syariah di Indonesia Edisi 4. Jakarta. Salemba
Empat.
http://www.puskasbaznas.com/publications/officialnews/425-ketentuan-dan-tata-cara-
penghitungan-zakat-profesi-penghasilan