Anda di halaman 1dari 12

AKUNTANSI UNTUK ENTITAS TEMPAT IBADAH:

STUDI PADA AKUNTANSI MASJID


Matkul : AKUNTANSI SEKTOR PUBLIK
Dosen : WA ODE SUWARNI, SE., M.Sc

Disusun Oleh:

PUNE PADU TEGAR 19 320 013

PROGRAM STUDI AKUNTANSI


FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS DAYANU IKHSANUDDIN
BAUBAU
2021
Kata Pengantar

Puji syukur kita panjatkan kepada Tuhan yang Maha Esa, Atas
Berkat dan karunianya makalah yang berjudul “Akuntansi Untuk Entitas
Tempat Ibadah“ ini dapat ditulis dengan baik.
Adapun maksud dan tujuan dalam penulisan makalah ini adalah
untuk memenuhi tugas dosen pada akuntansi sektor publik , selain itu
makalah ini juga bertujuan untuk menambah wawasan tetang opic sebuah
perakuntansian didalam sektor publik baik sipenulis dan sipembaca.
Kami mengucapkan terimakasih pada semua pihak khususnya
dosen matakuliah akuntansi sektor publik yang telah memberikan tugas
sehingga bisa menambah wawasan dan nilai-nilai yang dapat memberikan
manafaat untuk kehidupan.
Kami menyadari, makalah yang saya tulis ini masih jauh dari kata
sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun kami
harapkan dapat memberi petunjuk nantinya untuk makalah ini agar lebih
baik.

i|Page
Daftar Isi
Sampul.............................................................................................................
Kata Pengantar.................................................................................................
Daftar Isi..........................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latarbelakang...........................................................................................

BAB II PEMBAHASAN
2.1 Tempat Ibadah Sebagai Entitas; Karakteristik dan Lingkungan................
2.2 Akuntabilitas Pada Organisasi Peribatan...................................................
2.3 Peran Strategi Akuntansi Pada Organisasi Peribatan................................
2.4 Implementasi Akuntansi pada organisasi Tempat Peribadatan...................

BAB III PENUTUP


Kesimpulan......................................................................................................

Daftar Pustaka..................................................................................................

ii | P a g e
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latarbelakang
Berdasarkan ukuran kepemilikannya, organisasi dibagi menjadi dua, yaitu
organisasi sektor privat dan swasta dan organisasi sektor publik. Organisasai sektor privat
merupakan organisasi yang kepemilikannya lebih didomonasi oleh kepemilikan satu atau
sekelompok investor saja, sedangkan organisai sektor publik adalah organisasi yang
dimiliki oleh publik atau masyarakat. Artinya, organisasi sektor publik memiliki wilayah
dan kompleksitas yang lebih besar dibandingkan organisasi sektor privat. Keluasan
wilayah organisasi sektor publik tidak hanya disebabkan luasnya jenis dan bentuk
organisasi yang berada didalamnya, akan tetapi juga karena kompleksnya lingkungan
yang mempengaruhi lembaga publik tersebut. Sering kali, organisasi sektor publik
merujuk pada organisasi pemerintah atau Negara.
Namun, adanya perbedaan antara organisasi sektor privat dengan organisasi
sektor publik dengan menggunakan pendekatan kepublikan. Kepublikan suatu organisasi
dapat dinilai dari tiga dimensi, yaitu dimensi lingkungan, dimensi, transaksional, dan
dimensi organisasional. Dimensi lingkungan merupakan faktor-faktor di luar yang
mempengaruhi organisasi. Dimensi transaksional merupakan hubungan organisasi pada
satuan-satuan dalam lingkungannya. Dimensi organisasional terkati dengan proses
organisasional yang terjadi di dalam organisasi. Dengan pendekatan dimensional ini lah,
yang menjadikan organisasi sektor publik tidak lagi sinonim dengan lembaga
pemerintahan saja, melainkan juga dapat meliputi yayasan, organisasi partai politik dan
organisasi massa, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), universitas, dan organisasi
nirlaba lainnya termasuk organisasi tempat ibadah atau organisasi peribatan.
Organisasi sektor publik sering kali dipadang sebagai organisasi yang dianggap
tidak efisien dan jauh tertinggal dengan kemajuan dan perkembangan yang terjadi di
sektor swasta, sehingga kedudukanya dianggap tidak lebih rendah dan tertinggal jauh
dibandingkn dengan sektor swasta. Ketidakefisiennan dan lamanya oerkembangan
organisasi disebabkan oleh manajemen organisasi pada kebanykan organisasi sektor
publik masih lemah, dan bahkan dianggap tidak penting. Hal ini bisa jadi dikarenakan
organisasi sektor publik merupakan milik masyarakat umum atau masayarakat diwilayah
tertentu, sehingga kemajuan perkembangan organisasi tergantung dari kesadaran dan
perhatian masayarakat tersebut terhadap manajemen organisasi termasuk praktik
akuntansi. Kondisi ini juga terjadi pada organisasi peribadatan.

1|Page
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Tempat Ibadah Sebagai Sebuah Entitas: Karakteristik dan Lingkungan


Organisasi ibadah juga disebut dengan organisasi keagamaan. Secara etimologis,
organisasi keagamaan dapat diartikan sebagai organisasi yang fokus gerakannya terkait
dengan agama tertentu, yang menyangkut juga permasalahan idahan atau menjalankan
segala kewajiban Tuahan terkait agama atau kepercayaan tertentu. Dengan kata lain,
organisasi keagaaman dijalankan oleh sebuah lembaga atau organisasi yang muncul atas
kesadaran akan berjalanya visi dan misi agama tertentu .
Salah satu penyebab kurangnya kesadaran akan pentinnya akuntansi dalam pengelolaan
keuangan tempat ibadah adalah adanya anggapan bahwa akuntansi merupakan produk
ilmu pengetahuan manusia yang tidak ada dalam cakupan ajaran agama. Oleh karena itu,
peran penting akuntansi akan terlihat jika tempat ibadah diposisikan sebagai entitas atau
satuan organisasi.
Organisasi peribadatan tidak bermotif untuk mencari laba dan bertujuan untuk
melayani ritual ibadat umat, maka organisasi peribadatan termasuk dalam kategori
oerganisasi nirlaba. Kebanyakan organisasi nirlaba menggunakan beberpa parameter
tunggal sebagai ukuran keberhasilanya, seperti jumlah dana sumbangan yang diperoleh,
pertumbuhan jumlah anggota, jumlah pengunjung, jumlah orang yang dilayani, dan biaya
overhead yang mampu diminimalisasikanya. Pada organisasi masjid, tentu ukuran
keberhasilan disesuaikan dengan beberapa aspek, seperti misalnya aspek keberhasilan
tidak hanya diukurdari kenyamanan maupun kepuasan umat muslim yang beribadat di
masjid tersebut, tetapi jika kesesuian nya dengan yang disajikan oleh agama tetang tata
cara bersuci dan seluk-beluk tentang kotoran atau najis. Untuk itu, dalam organisasi
keagamaan kesesuaian dengan ajaran agama juga mempengaruhi ukuran keberhasilan dan
standar pelayanan, yang nantinya juga mempengaruhi kewajaran penggunaan dana yang
dialokasikan.

2.1.1 Tujuan organisasi peribadatan


Setiap organisasi pasti memiliki tujuan spesifik yang ingin dicapai, karena
organisasi peribadatan termasuk organisasi nirlaba , maka tujuan bukalah untuk mencari
laba sebagiamana organisasi privat atau swasta. Bastian (2007) menyatakan bahwa tujuan
utama dari organisasi peribatan atau kegamaan adalah untuk memberikan pelayanan dan
menyelenggarakan seluruh aktivitas yang dibutuhkan maupaun yang telah menjadi ritual
ibdah rutin didalam organisasi keagamaan yang bersangkutan. Jadi, inti tujuan dari semua
organisasi keagamaan adalah untuk melayani umat atau pengiktu agamanya.
Meskipun tujuan utamanya adalah untuk pelayanan umat, bukan berarti
organisasi keagamaan tidak memiliki tujuan keuangan Bastian(2007). Tujuan keuangan
ditujukan untuk mendukung terlaksannya tujuan pelaksanaan peribadatan yang memadai
yang memenuhi standar sesuai dengan aturan ajaran agam tersebut, serta menunjang
tujuan lainya seperti tujuan sosial kemasyarakatan dan pendidikan. Tentunya tujuan
keuangan ini bukan untuk memperoleh keuntungan beribadah umat dalam tempat ibadah
dan fungsi sosial keagamaan lainya. Untuk mencapai tujuan keuangan ini juga tidak
boleh melanggaran ketentuan-ketentuan yang dilanggar oleh ajaran agama, atau justru
keberadaan tempat ibadah tersebut memberatkan masyarakat sekitarnya.
Seperti organisasi atau lemabag publik lainya, organisasi keagamaan juga tengah
mengalami tekananuntuk lebih efisien, memperhitungkan biaya ekonomis dan biaya
sosial, serta dampak positif dan negative dari aktivitas yang dilakukan. Semestinya
berbagai tuntutan tersebut dapat menyebabkan akuntansi diterima dengan cepat dan
diakui sebagai ilmu yang dibutuhkan untuk mengelola urusan-urusan publik, termasuk
lembaga atau organisasi di lingkungan organisasi keagamaan yang belum menyadari
pentingnya mencitakan tata kelola yang baik. Salah satu usaha untuk menciptakan tata

2|Page
kelola yang bak adalah dengan menciptakan akuntabilitas yang baik dengan
menyelenggarkan praktik akuntansi. Akuntansi pada organisasi kegamaan merupakan
aktivitas yang tidak dapat dipisahkan delam rangakain pengelolaan kegiatan, dalam
bentuk lengkap apapun secara sederhana sekalipun.

2.1.2 Fungsi dan peran organisasi peribadatan


Dalam konteks saat ini, masjid tidak mungkin lagi menjadi pusat kegiatan sebagaimana
jaman Nabi Muhammad saw. Namun, masjid sebagai pusat pendidikan, budaya islam,
pusat sosial kemasyarakatan maupun pusat ekonomi masih mungkin dijalankan.
Berdasarkan penjelasan tersebut, maka organisasi peribatan, dalam konteks ini
dicontohkan organisasi masjid, dapat berfungsi sebagai berikut:
1. Tempat beribadat dan mendekatkan diri kepada Allah swt.
2. Tempat pembinaan kesadaran dalam beragama bagi umat agama tersebut
3. Tempat bermusyawarah untuk memecahkan permasalahan umat muslim
4. Tempat berkumpul umat muslimin
5. Tempat membina kerukunan dan gotong royong antar umat muslim dengan
memperkokoh ikatan batin dan rasa persaudaraan seiman sehingga dapat
mewujudkan kesejahteraan bersama.
6. Pusat pendidikan dan pengajaran agama islam bagi umat muslim di sekitarnya
7. Tempat mengumpulkan dana, menyimpan, dan mengelolanya
8. Tempat melaksanakan pengaturan dan pengawasan sosial
Sementara, berdasarkan tujuan-tujuan dan fungsi-fungsi dari organisasi masjid, maka
paling tidak masjid memiliki dua peranan besar, yaitu sebagai pusat ibadah dan pusat
pembinaan umat.

2.1.3 Manajemen organisasi peribatan


Pengelolaan dan pengurusan atau manajemen tempat peribadatan biasanya berada
pada satu tokoh agama yang disegani. Tokoh atau kelompok yang berpengaruh ini
biasanya mengarahkan semua kebijakan dan pengelolaan organisasi. Tipologi pemimpin
atau tokoh termasuk pilihan dan orientasi kebijakanya akan sangat berpengaruh dalam
menentukan menejerialnya, termasuk penyusunan struktur organisasi. Kondisi ini juga
terjadi pada organisasi masjid. Bahkan, untuk masjid didesa-desa tokoh tersebut, biasanya
seorang ulama, dapat menajalankan beberapa peran, seperti merangkap sebagai imam,
khatib, panitia zakat, penyelenggaran jenazah.
Biasanya struktur organisasi pada peribadatan, termasuk masjid, tidak tidak
formal dan sederhana. Biasanya pola oragnisasi masjid dikenal pengurusanya dengan
sebutan ta’mir masjid yang berdiri dari pelindung, ketua, wakil ketua, sekretaris, dan
wakilnya, bendahara dan wakilnya, seksi-seksi, dan pembantu umum. Pelindung
biasanya dijabat oleh kepala desa atau dusun dan seorang tokoh agama, ketua dan
wakilnya biasanya dari kalangan-kalangan pemuda setempat. Selain pengurusan masjid,
juga ada satu atau lebih organisasi di luar pengurus inti ta’mir masjid , namun masih
memiliki hubungan koordinatif dengan atau berada dibawah ketua ta’mir. Badan
organisasi tersebut biasanya disebut Badan Kesejahteraan Masjid (BKM) atau “Remaja
Masjid” yang memiliki struktur organisasi sendiri, namun masih menjadi bagaian dari
organisasi masjid secara keseluruhan.
Oleh karena itu seringkali kemajuan sebuah masjid tergantung dari kapasitas sosioreligius
dan organisasional tokoh agama yang menjadi panutan tersebut. Semakin tinggi wawasan
tokoh tersebut tentang manajemen dan sosioreliginya, maka semakin besar kesadaran
akan penting nya organisasi masjid dikelola dengan kaidah-kaidah organisasi moderen,
sehingga masjid dapat berperang dan berfungsi lebih besar untuk kemaslahatan umat.
Namun,fakta yang ada adalah kesadaran dan kemampuan berorganisasi pengurus masjid
relatif masih rendah, apalagi kesadaran untuk menerapkan akuntansi pada organisasi

3|Page
masjid. Pada sesi selanjutnya akan dibahas tentang peran strategi akuntansi dalam
pengembangan manajemen masjid.

2.1.4 Manajemen keuangan organisasi peribatan


Dalam konteks organisasi peribatan, manajemen keuangan organisasi peribatan
adalah usaha yang dilakukan pengelola tempat peribatan dalam menggunakan dana umat
sesuai dengan ketentuan dalam ajaran agama dan kepentingan umat beragama, serta
bagaimana meperoleh dana dari umat dengan cara-cara yang dibenarkan oleh ajaran
agama.
Berdasarkan pengertian tersebut, maka dalam manajemen keuangan terdapat dua fungsi:
1. Fungsi mendapatkan dana
2. Fungsi menggunakan dana
Dalam fungsi pertama adalah bagaimana mengelola organisasi peribatan dalam
mendapatkan dana yang sesuai dengan ajaran agama dan tidak meberatkan umat.
Sedangkan, fungsi kedua adalah bagimana menggunakan dana secara efektif dan efisien.
Pada fungsi yang kedua, juga mencangkup pertanggungjawaban pengelola dana. Alat
untuk melaksanakan manajemen keuangan adalah tata usaha. Tata usaha dibagi menjadi
dua kelompok, yaitu tata usaha umum atau administarasi dan tata usaha keuangan.
Akuntansi merupakan tata usaha keuangan. Jadi, akuntansi untuk organisasi keagamaan
merupakan tata usaha keuangan organisasi keagamaan. Pada organisasi masjid, umumnya
sebagian bersar sumber dana berasal dari umat muslim, walaupun tidak menutup
kemungkinan bantuan dari pihak luar atau pinjaman. Namun, ksusus untuk pinjaman
biasanya dihindari oleh pengurus atau pengelola organisasi masjid, kecuali ada yang
menjamin secara pribadi. Organisasi majid memiliki sumber dana dari umat yang bisa
dalam berbagai bentuk seperti inflak, sedekah, zakat, fidyah, dan lain-lain sesuai ajaran
islam. Sedangkan alokasi dana masjid selain untuk pemeliharaan bangunan berserta
seluruh perlengkapannya secara berkala, juga dialokasikan untuk berbagai kegiatan
lainyaseperti pengajian rutin atau yang bersifat incidental,TPQ atau pengajian anak-anak,
bazaar, maupun kegiatan hari-hari besar islam.
Adapun dalam konteks pola pertanggungjawaban, jika organisasi sektor swasta
bertanggung jawab kepada pemilik usaha atau krediturnya, maka pertanggungjawaban
organisasi keagamaan dilakukan kepada seluruh umat yang telah memberikan
amanahnya, dan merupakan bagian terpenting dalam menciptakan kredibilitas
pengelolaan yang dijalankan. Apabila elem pertanggungjawaban ini tidak dapat dipenuhi,
maka implikasinya dapat berwujud ketidak percayaan, ketidak puasanatau bahkan finah
(Bastian,2007).

2.2 Akuntabilitas Pada Organisasi Peribatan Pentingkah?


Pada organisasi pubik termasuk organisasi keagamaan, pengelola organisasi
bertanggungjawab kepada umat atau pengikut agama yang disampaikan dalam sebuah
pertemuan perwakilan umat/warga atau rapat dengan warga masyarakat yang
menggunakan organisasi keagamaan. Pertemuan ini dilakukan secara berkala atau dalam
waktu tertentu.
Dalam konteks organisasi masjid, pengelolaan keuangan dan administrasi
merupakan hal yang penting dalam mengelola masjid. Kalau pengelolaan keuangan
masjid adalah orang yang dapat dipercaya dan bertanggung jawab. Akan tetapi kalau
pengelolaan keuangan dilaksanakan dengantidak baik, maka akan berakibat timbulnya
fitnah dan pengurusnya akan dinilai sebagai orang tidak dapat dipercaya dan tidak
bertanggung jawab.
Dibeberapa masjid, kebiasaan menyusun dan membuat laporan
pertanggungjawaban yang tertib dan teratur berjalan dengan baik. Laporan
pertanggungjawaban itu biasanya berupa laporan keuangan sederhana dan laporan atas
suatu aktivitas atau kegiatan tertentu, seperti kegiatan penyembelihan dan kegiatan

4|Page
pendistribusian hewan kurban. Laporan itu biasanya dilaporakan sekali dalam sebulan
yang biasanya disampaikan pada waktu salat jumat.
Pengurus majid yang bertanggungjawab dan dapat dipercaya tentunya tidak akan
melalaikan tugasnya. Apalagi, jika diingat bahwa keuangan masjid diperoleh dari sedekah
jamaah. Tanpa pertanggungjawaban keuangan yang jelas dan rinci, otomatis nama baik
pengurusa berhadapan dengan resiko yang tinggi. Selain itu citra masjid juga bisa ikut
tercemar. Memelihara citra masjid memang tidak mudah, memngingat manusia memiliki
banyak kelemahan, tidak terkecuali para jamaah dan pengurus masjid. Oleh karena itu,
akuntabilitas penting dalam organisasi masjid dan harus dijalankan dengan baik.

2.3 Peran Strategi Akuntansi Dalam Organisasi Peribadatan


Sistem akuntansi dapat menghasilkan informasi yang berguna, baik bagi
manajemen maupun pihak ekternal. Bagi manajemen, informasi akuntansi dapat
digunakan sebagai dasar mengalokasikan dana yang diperoleh dan menentukan nilai
ekonomis aktivitas-aktivitas yang ada dalam organisasi peribadatan. Sedangkan, bagi
pihak eksternal, akuntansi dapat disajikan sarana untuk menilai pertanggungjawaban atas
dana yang dikelola oleh pengurus masjid.
Manfaat yang dihasilkan oleh informasi akuntansi akan mempengaruhi seberapa
strategisnya peranan akuntansi dalam pengelolaan organisasi masjid. Tujuan keuangan ini
akan menjadi pendukung dan penunjang tercapainya tujuan utama kegiatan organisasi
keagamaan, yaitu melayani ritual ibadah umat didalam tempat ibadah tujuan-tujuan
tersebut pasti diperlukan pembiayaan atau pendanaan untuk membiayai kegiatan-kegiatan
yang dapat mendukung tercapainya tujuan tersebut. Akuntansi dapat dijadikan sebagai
alat untuk mengembangkan fungsi dan peran masjid selain untuk tempat peribatan,
misalnya untuk peran mencerdasakan umat. Dengan menerapkan sistem informasi
akuntansi yang baik, diharapkan akan tercipta pengendalian internal yang baik pula.
Sehingga pengurusa masjid tidak mudah untuk melakukan penyimpangan , dari tujuan
organisasi maupun penyimpangan karena adanya faktor moral bazard.
Oleh karena itu, akuntansi dapat membantu pengelola masjid dalam
memakmurkan masjid sehingga keberadaan masjid menjadi penting dalam memberikan
manfaat besar bagi kehidupan sosial kemasyarakat. Selain itu, akuntansi dapat membantu
pengelola untuk mengelola dana masjid secara lebih akuntabel, lebih transparan, lebih
amanah, dan lebih terarah.

2.4 Implementasi Akuntansi Pada Organisasi Tempat Ibadah


Untuk perlakuan akuntansi dan pelaporan keuangannya mengacu pada PSAK
Nomor 45 tentang Standar Akuntansi untuk Entitas Nirlaba.
Ayub (1996) menyatakan bahwa faktanya laporan keuangan masjid masih dibuat dalam
bentuk dua lajur, yaitu lajut pemasukan dan pengeluaran. Laporan keuangan masjid
memuat dari mana saja sumber dana diperoleh dan untuk apa saja dana tersebut
dikeluarkan. Pada setiap minggu atau akhir bulan kedua lajur tersebut kemudian
dijumlahkan dan dibandingkan sehingga menghasilkan selisih. Sering kali menjadi selisih
plus , dan jarang sekali yang minus. Namun, kenyataan yang ada saldo dana masjid
semakin besar dan sering kali masih banyak yang tidak dipergunakan. Padahal apabila
dimanfaatkan dapat memberikan manfaat yang besar bagi kesejahteraan umat. Agar
pemanfaatannya benar, efektif, dan efisien diperlukan alat untuk menghasilkan informasi
yang akurat dan relevan, yaitu sistem akuntansi.Praktik pembukuan atau akuntansi yang
ada masih menggunakan sistem tata buku tunggal dan berbasis kas. Padahal single entry
memiliki kelemahan yaitu informasi yang dihasilkan tidak komprehensif dan tidak
integral. Untuk itu sistem pembukuan yang diterpakan perlu diubah menjadi sistem
akuntansi berbasis akrual dan menggunakan double entry. Dengan begitu, informasi yang
dihasilkan dapat lebih berguna bagi pengambil keputusan manajemen dan
pertanggungjawaban manajemen.

5|Page
Pada umunya, siklus akuntansi pada organisasi nirlaba termasuk organisasi masjid,
dikelompokkan dalam tiga tahap adalah sebagai berikut:
1. Tahap pencatatan, terdiri dari kegiatan pengidentifikasian dan pengukuran
dalam bentuk transaksi dan buku pencatatan, kegiatan pencatatan bukti transaksi
ke dalam buku jurnal, dan memindahbukukan dari jurnal berdasarkan kelompok
atau jenisnya ke dalam akun buku besar.
2. Tahap pengikhtisaran, dari penyusunan neraca saldo berdasarkan akun-akun
buku besar, pembuatan ayat jurnal penyesuian, penyusutan kertas kerja,
pembuatan ayat jurnal penutup, membuat neraca saldo setelah penutupan,
membuat ayat jurnal pembalik.
3. Tahap pelaporan, yanh terdiri dari laporan surplus-defisit, laporan arus kas,
neraca, dan catatan atas laporan keuangan.
Untuk dapat menjalankan siklus akuntansi tersebut dengan dengan baik diperlukan
sumber daya yang kompeten dalam bidan akuntansi dan pengelolaan keuangan. Hal ini
sesuai dengan pendaapat Ayub(1996) bahwa untuk mengembalikan peran masjid dalam
masyarakat sebagaimana pada zaman Nabi Muhammad saw, maka perlu ada perubahan
dalam manajemen organisasi masjid, antara lain perlunya spesialisasi paran dalam
organisasi dan peran dalam operasionalisasi organisasi masjid, dan perlu dijalankan oleh
sumber daya manusia yang berkompeten, terutama dalam bidang administrasi dan
keuangan.

6|Page
BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
Tempat ibadah sebenarnya tidak hanya bertujuan untuk menjadi tempat beribadah
ritual umat beragama yang sifatnya rutin. Namun, apabila tempat ibadah dapat dikelola
dengan konsep organisasi yang modern dapat berkembang menjadi organisasi yang
berperan dan berfungsi melebihi tujuan utamanya, yaitu melayani peribatan umat.
Tujuan-tujuan yang sifatnya sosial kemasyarakatan, pendidikan, dan pengembangan
budaya dapat dikembangkan melalui organisasi tempat ibadah atau organisasi peribatan
atau organisasi keagamaan. Keberadan masjid juga tidak bisa dilepaskan dari pengelolaan
dana yang berasal dari amal atau sumbangan umat yang tidak mengharapkan imbalan
apapun dari organisasi tersebut. Namun demikian, tidak berarti masyarakat tidak
memperhatikan pertanggungjawaban dari pengurus organisasi keagamaan, misalnya
ta’mir masjid, terkait pengelolaan dana amal masjid. Untuk itu, akuntabilitas tetap
penting dalam organisasi keagamaan.
Pola pertanggungjawaban di organisasi keagmaan dapat bersifat vertikal maupun
horizontal. Pertanggungjawaban vertikal adalah pertanggungjawaban atau pengelolaan
dana kepada otoritas yang lebih tinggi, seperti kepada Pembina apabila organisasi
keagmaan tersebut memakai sistem structural. Dengan kata lain, dalam konteks yang
lebih jauh lagi, pertanggungjawaban secara vertikal juga berarti pertanggungjawaban
kepada Tuhan, meskipun tidak ada dalam bentuk materi maupun fisik. Namun, agama
mengajarkan bahwa setiap tindakan manusia nantinya akan dipertanggungjawabkan
dihadapan Tuhan. Hal ini dapat menimbulkan motivasi intrinsik seseorang untuk
menyusun laporan pertanggungjawaban secara jujur, benar, objektif, dan adil. Dengan
menyusun pertanggungjawaban yang baikakan memberikan ketenangan batin pada
pengurusnya. Sedangkan pertanggungjawaban horizontal adlah pertanggungjawaban
kepada masyarakat luas, khsusnya pengguna atau penerima layanan organisasi
keagamaan yang bersangkutan. Kedua pola pertanggungjawaban tersebut merupakan
elemen penting dari proses akuntabilitas publik. Pertanggungjawaban manajemen
merupakan bagian penting untuk menciptakan kredibilitas manajemen organisasi
keagamaan. Tidak dipenuhinya prisip pertanggungjawaban dapat menimbulkan implikasi
yang luas.
Untuk menciptakan akuntabilitas yang baik diperlukan sarana untuk
mewujudkannya, yaitu dengan menerapkan akuntansi pada organisasi keagamaan.
Seberapa besar akuntansi dalam organisasi keagamaan diukur disri seberapa besar
manfaat akuntansi pada organisasi keagamaan tersebut.
Palin tidak ada tiga manfaat akuntansi, yaitu:
1. Meyediakan informasi akurat dan andal
2. Menciptakan akuntabilitas publik.
3. Untuk pengendalian manajemen.
Informasi yang akurat dan andal berguna bagi pengurus organisasi keagamaan untuk
mengambil keputusan manajerial. Penerapan akuntansi biaya dan akuntansi manajemen
dapat membantu pengurus untuk mengelola organisasi keagamaan dengan efektif dan
efisien. Efektivitas pengelolaan dana terkait dengan kesesuian alokasi dan penggunaan
dana dengan tujuan organisasi, dan efisiensi terkait dengan kewajaran besaran dana yang
digunakan untuk membiayai sebuah aktivitas atau kegiatan organisasi. Oleh karena itu
juga, akuntansi dapat bermanfaat sebagai pengendalian manajemen. Sedangkan keperluan
akuntabilitas publik, pengurus perlu menerapkan akuntansi keuangan. Tentunya,
akuntansi keuangan yang sesuai dengan organisasi keagamaan adalah akuntansi untuk
entitas nirlaba sebagaimana yang diatur dalam PSAK Nomor 45 tentang Strandar
Akuntansi Entitas Nirlaba. Berasarkan PSAK Nomor 45, laporan keuangan yang harus

7|Page
disajikan oleh manajemen adalah laporan surplus-defisit, laporan arus kas, neraca, dan
catatan atas laporan keuangan.

8|Page
Daftar Pustaka
Abdul Halim dan Syam Kusufi. 2012. Akuntansi Sektor Publik, Salema empat.
Jakarta Selatan.

9|Page

Anda mungkin juga menyukai