Disusun Oleh:
Puji syukur kita panjatkan kepada Tuhan yang Maha Esa, Atas
Berkat dan karunianya makalah yang berjudul “Akuntansi Untuk Entitas
Tempat Ibadah“ ini dapat ditulis dengan baik.
Adapun maksud dan tujuan dalam penulisan makalah ini adalah
untuk memenuhi tugas dosen pada akuntansi sektor publik , selain itu
makalah ini juga bertujuan untuk menambah wawasan tetang opic sebuah
perakuntansian didalam sektor publik baik sipenulis dan sipembaca.
Kami mengucapkan terimakasih pada semua pihak khususnya
dosen matakuliah akuntansi sektor publik yang telah memberikan tugas
sehingga bisa menambah wawasan dan nilai-nilai yang dapat memberikan
manafaat untuk kehidupan.
Kami menyadari, makalah yang saya tulis ini masih jauh dari kata
sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun kami
harapkan dapat memberi petunjuk nantinya untuk makalah ini agar lebih
baik.
i|Page
Daftar Isi
Sampul.............................................................................................................
Kata Pengantar.................................................................................................
Daftar Isi..........................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latarbelakang...........................................................................................
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Tempat Ibadah Sebagai Entitas; Karakteristik dan Lingkungan................
2.2 Akuntabilitas Pada Organisasi Peribatan...................................................
2.3 Peran Strategi Akuntansi Pada Organisasi Peribatan................................
2.4 Implementasi Akuntansi pada organisasi Tempat Peribadatan...................
Daftar Pustaka..................................................................................................
ii | P a g e
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latarbelakang
Berdasarkan ukuran kepemilikannya, organisasi dibagi menjadi dua, yaitu
organisasi sektor privat dan swasta dan organisasi sektor publik. Organisasai sektor privat
merupakan organisasi yang kepemilikannya lebih didomonasi oleh kepemilikan satu atau
sekelompok investor saja, sedangkan organisai sektor publik adalah organisasi yang
dimiliki oleh publik atau masyarakat. Artinya, organisasi sektor publik memiliki wilayah
dan kompleksitas yang lebih besar dibandingkan organisasi sektor privat. Keluasan
wilayah organisasi sektor publik tidak hanya disebabkan luasnya jenis dan bentuk
organisasi yang berada didalamnya, akan tetapi juga karena kompleksnya lingkungan
yang mempengaruhi lembaga publik tersebut. Sering kali, organisasi sektor publik
merujuk pada organisasi pemerintah atau Negara.
Namun, adanya perbedaan antara organisasi sektor privat dengan organisasi
sektor publik dengan menggunakan pendekatan kepublikan. Kepublikan suatu organisasi
dapat dinilai dari tiga dimensi, yaitu dimensi lingkungan, dimensi, transaksional, dan
dimensi organisasional. Dimensi lingkungan merupakan faktor-faktor di luar yang
mempengaruhi organisasi. Dimensi transaksional merupakan hubungan organisasi pada
satuan-satuan dalam lingkungannya. Dimensi organisasional terkati dengan proses
organisasional yang terjadi di dalam organisasi. Dengan pendekatan dimensional ini lah,
yang menjadikan organisasi sektor publik tidak lagi sinonim dengan lembaga
pemerintahan saja, melainkan juga dapat meliputi yayasan, organisasi partai politik dan
organisasi massa, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), universitas, dan organisasi
nirlaba lainnya termasuk organisasi tempat ibadah atau organisasi peribatan.
Organisasi sektor publik sering kali dipadang sebagai organisasi yang dianggap
tidak efisien dan jauh tertinggal dengan kemajuan dan perkembangan yang terjadi di
sektor swasta, sehingga kedudukanya dianggap tidak lebih rendah dan tertinggal jauh
dibandingkn dengan sektor swasta. Ketidakefisiennan dan lamanya oerkembangan
organisasi disebabkan oleh manajemen organisasi pada kebanykan organisasi sektor
publik masih lemah, dan bahkan dianggap tidak penting. Hal ini bisa jadi dikarenakan
organisasi sektor publik merupakan milik masyarakat umum atau masayarakat diwilayah
tertentu, sehingga kemajuan perkembangan organisasi tergantung dari kesadaran dan
perhatian masayarakat tersebut terhadap manajemen organisasi termasuk praktik
akuntansi. Kondisi ini juga terjadi pada organisasi peribadatan.
1|Page
BAB II
PEMBAHASAN
2|Page
kelola yang bak adalah dengan menciptakan akuntabilitas yang baik dengan
menyelenggarkan praktik akuntansi. Akuntansi pada organisasi kegamaan merupakan
aktivitas yang tidak dapat dipisahkan delam rangakain pengelolaan kegiatan, dalam
bentuk lengkap apapun secara sederhana sekalipun.
3|Page
masjid. Pada sesi selanjutnya akan dibahas tentang peran strategi akuntansi dalam
pengembangan manajemen masjid.
4|Page
pendistribusian hewan kurban. Laporan itu biasanya dilaporakan sekali dalam sebulan
yang biasanya disampaikan pada waktu salat jumat.
Pengurus majid yang bertanggungjawab dan dapat dipercaya tentunya tidak akan
melalaikan tugasnya. Apalagi, jika diingat bahwa keuangan masjid diperoleh dari sedekah
jamaah. Tanpa pertanggungjawaban keuangan yang jelas dan rinci, otomatis nama baik
pengurusa berhadapan dengan resiko yang tinggi. Selain itu citra masjid juga bisa ikut
tercemar. Memelihara citra masjid memang tidak mudah, memngingat manusia memiliki
banyak kelemahan, tidak terkecuali para jamaah dan pengurus masjid. Oleh karena itu,
akuntabilitas penting dalam organisasi masjid dan harus dijalankan dengan baik.
5|Page
Pada umunya, siklus akuntansi pada organisasi nirlaba termasuk organisasi masjid,
dikelompokkan dalam tiga tahap adalah sebagai berikut:
1. Tahap pencatatan, terdiri dari kegiatan pengidentifikasian dan pengukuran
dalam bentuk transaksi dan buku pencatatan, kegiatan pencatatan bukti transaksi
ke dalam buku jurnal, dan memindahbukukan dari jurnal berdasarkan kelompok
atau jenisnya ke dalam akun buku besar.
2. Tahap pengikhtisaran, dari penyusunan neraca saldo berdasarkan akun-akun
buku besar, pembuatan ayat jurnal penyesuian, penyusutan kertas kerja,
pembuatan ayat jurnal penutup, membuat neraca saldo setelah penutupan,
membuat ayat jurnal pembalik.
3. Tahap pelaporan, yanh terdiri dari laporan surplus-defisit, laporan arus kas,
neraca, dan catatan atas laporan keuangan.
Untuk dapat menjalankan siklus akuntansi tersebut dengan dengan baik diperlukan
sumber daya yang kompeten dalam bidan akuntansi dan pengelolaan keuangan. Hal ini
sesuai dengan pendaapat Ayub(1996) bahwa untuk mengembalikan peran masjid dalam
masyarakat sebagaimana pada zaman Nabi Muhammad saw, maka perlu ada perubahan
dalam manajemen organisasi masjid, antara lain perlunya spesialisasi paran dalam
organisasi dan peran dalam operasionalisasi organisasi masjid, dan perlu dijalankan oleh
sumber daya manusia yang berkompeten, terutama dalam bidang administrasi dan
keuangan.
6|Page
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Tempat ibadah sebenarnya tidak hanya bertujuan untuk menjadi tempat beribadah
ritual umat beragama yang sifatnya rutin. Namun, apabila tempat ibadah dapat dikelola
dengan konsep organisasi yang modern dapat berkembang menjadi organisasi yang
berperan dan berfungsi melebihi tujuan utamanya, yaitu melayani peribatan umat.
Tujuan-tujuan yang sifatnya sosial kemasyarakatan, pendidikan, dan pengembangan
budaya dapat dikembangkan melalui organisasi tempat ibadah atau organisasi peribatan
atau organisasi keagamaan. Keberadan masjid juga tidak bisa dilepaskan dari pengelolaan
dana yang berasal dari amal atau sumbangan umat yang tidak mengharapkan imbalan
apapun dari organisasi tersebut. Namun demikian, tidak berarti masyarakat tidak
memperhatikan pertanggungjawaban dari pengurus organisasi keagamaan, misalnya
ta’mir masjid, terkait pengelolaan dana amal masjid. Untuk itu, akuntabilitas tetap
penting dalam organisasi keagamaan.
Pola pertanggungjawaban di organisasi keagmaan dapat bersifat vertikal maupun
horizontal. Pertanggungjawaban vertikal adalah pertanggungjawaban atau pengelolaan
dana kepada otoritas yang lebih tinggi, seperti kepada Pembina apabila organisasi
keagmaan tersebut memakai sistem structural. Dengan kata lain, dalam konteks yang
lebih jauh lagi, pertanggungjawaban secara vertikal juga berarti pertanggungjawaban
kepada Tuhan, meskipun tidak ada dalam bentuk materi maupun fisik. Namun, agama
mengajarkan bahwa setiap tindakan manusia nantinya akan dipertanggungjawabkan
dihadapan Tuhan. Hal ini dapat menimbulkan motivasi intrinsik seseorang untuk
menyusun laporan pertanggungjawaban secara jujur, benar, objektif, dan adil. Dengan
menyusun pertanggungjawaban yang baikakan memberikan ketenangan batin pada
pengurusnya. Sedangkan pertanggungjawaban horizontal adlah pertanggungjawaban
kepada masyarakat luas, khsusnya pengguna atau penerima layanan organisasi
keagamaan yang bersangkutan. Kedua pola pertanggungjawaban tersebut merupakan
elemen penting dari proses akuntabilitas publik. Pertanggungjawaban manajemen
merupakan bagian penting untuk menciptakan kredibilitas manajemen organisasi
keagamaan. Tidak dipenuhinya prisip pertanggungjawaban dapat menimbulkan implikasi
yang luas.
Untuk menciptakan akuntabilitas yang baik diperlukan sarana untuk
mewujudkannya, yaitu dengan menerapkan akuntansi pada organisasi keagamaan.
Seberapa besar akuntansi dalam organisasi keagamaan diukur disri seberapa besar
manfaat akuntansi pada organisasi keagamaan tersebut.
Palin tidak ada tiga manfaat akuntansi, yaitu:
1. Meyediakan informasi akurat dan andal
2. Menciptakan akuntabilitas publik.
3. Untuk pengendalian manajemen.
Informasi yang akurat dan andal berguna bagi pengurus organisasi keagamaan untuk
mengambil keputusan manajerial. Penerapan akuntansi biaya dan akuntansi manajemen
dapat membantu pengurus untuk mengelola organisasi keagamaan dengan efektif dan
efisien. Efektivitas pengelolaan dana terkait dengan kesesuian alokasi dan penggunaan
dana dengan tujuan organisasi, dan efisiensi terkait dengan kewajaran besaran dana yang
digunakan untuk membiayai sebuah aktivitas atau kegiatan organisasi. Oleh karena itu
juga, akuntansi dapat bermanfaat sebagai pengendalian manajemen. Sedangkan keperluan
akuntabilitas publik, pengurus perlu menerapkan akuntansi keuangan. Tentunya,
akuntansi keuangan yang sesuai dengan organisasi keagamaan adalah akuntansi untuk
entitas nirlaba sebagaimana yang diatur dalam PSAK Nomor 45 tentang Strandar
Akuntansi Entitas Nirlaba. Berasarkan PSAK Nomor 45, laporan keuangan yang harus
7|Page
disajikan oleh manajemen adalah laporan surplus-defisit, laporan arus kas, neraca, dan
catatan atas laporan keuangan.
8|Page
Daftar Pustaka
Abdul Halim dan Syam Kusufi. 2012. Akuntansi Sektor Publik, Salema empat.
Jakarta Selatan.
9|Page