Anda di halaman 1dari 18

MODEL DESKRIPTIF DALAM PENGAMBILAN

KEPUTUSAN

NAMA : Pune Padu Tegar


NPM : 19320013
DOSEN : Wa Ode Suwarni, SE, M.Sc

PROGRAM STUDI AKUNTANSI


FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS DAYANU IKHSANUDDIN
BAUBAU 2021
Kata Pengantar

Puji syukur kita panjatkan kepada Tuhan yang Maha Esa, Atas Berkat dan
karunianya makalah yang berjudul “ Model Deskriptif Dalam Pengambilan Keputusan “
ini dapat ditulis dengan baik.
Adapun maksud dan tujuan dalam penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi
tugas dosen pada Akuntansi Keperilaku selain itu makalah ini juga bertujuan untuk
menambah wawasan tetang topik sebuah dalam Keperilakuan dalam Akuntansi baik
sipenulis dan sipembaca.
Kami mengucapkan terimakasih pada semua pihak khususnya dosen matakuliah
Akuntansi Keperilakuan yang telah memberikan tugas sehingga bisa menambah wawasan
dan nilai-nilai yang dapat memberikan manafaat untuk kehidupan.
Kami menyadari, makalah yang saya tulis ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh
karena itu, kritik dan saran yang membangun kami harapkan dapat memberi petunjuk
nantinya untuk makalah ini agar lebih baik.

ii | P a g e
Daftar Isi
Sampul Pertama.....................................................................................................................
Kata Pengantar.......................................................................................................................
Daftar Isi................................................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN
1.1 latarbelakang....................................................................................................................
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Model Deskriftif Dalam Pengambilan Keputusan...........................................................
2.2 Pembingkaian Informasi..................................................................................................
2.3 Fungsi Nilai Dan Pembobotan.........................................................................................
2.4 Akuntansi Mental.............................................................................................................
2.5 Bagaimana Dengan Akuntansi.........................................................................................
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan......................................................................................................................
Daftar Pustaka........................................................................................................................

iii | P a g e
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latarbelakang

Jay Russo menerbitkan sebuah studi lapangan tentang pengaruh skema harga
satan di supermarket. Dalam studi ini, Russo menemukan beberapa hal menarik tentang
cara orang berbelanja. Pertama Ketika label rak termasuk informasi harga satuan,
pembeli menyimpan rata-rata 1 persen dalam biaya per unit. Cara mereka menyimpan
uang ini hampir selalu dengan membeli ukuran yang lebih besar dari produk dari pada
membeli merek yang lebih murah. Kedua, Russo menemukan bahwa Ketika supermarket
membandingkan daftar harga satuan dari berbagai merek, pembeli menyimpan rata-rata
tiga persen per unit. Cara utama pembeli menyimpan uang dalam kasus ini adalah beralih
ke dalam toko bermerek dan produk lain yang lebih murah. Temuan terakhir ini agak
mengejutkan, karena perbandingan harga satuan tidak menembahkan informasi baru,
melainkan hanya mencantumkan harga satuan yang sudah ditampilkan di samping
masing-masing merek. Russo menemukan bahwa penyajian daftar harga satuan memiliki
efek signifikan terhadap konsumen. Saat unit harga untuk berbagai merek muncul
Bersama-sama pada satu lembar, pembeli cenderung membeli merek yang lebih murah.
Dengan daftar info harga, supermarket mampu mempengaruhi pilihan konsumen.

1|Page
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Model Deskriptif Dalam Pengambilan Keputusan

Menurut Plous (1993) ada beberapa model deskriptif dalam pengambilan keputusan:

2.1.1 Model Kepuasan

Seorang yang membuat suatu keputusan biasanya lebih mengutamkan kepuasan


dibandingkan suatu yang optimal. Dalam teori utilitas harapan, pembuat keputusan
diasumsikan memiliki informasi yang lengkap ngenai peluang dan kosekuesi yang
melekat pada setiap alternatif Tindakan. Untuk mendapatkan kepuasan tersebut adalah
dengan cara memilih satu cara yang dianggap memuaskan, sesuatu yang dibutuhkan
meskipun pilihan tersebut mungkin tidak ideal atau optimal. Pada kenyataanya, informasi
mengenai alternatif tidak sepenuhnya tersedia dan mengandung ketidak pastia. Dengan
demikian, walaupun utilitas harapan berguna sebagai model normatif dari pembuatan
keputusan, utilitas harapan tidak berguna sebagai model deskriftif. Salah satu alternatif
terbaru adalah seperti yang diusulkan Herert Simon (1956). Simon mengusulkan bahwa
seorang merasa puas ketimbang optimis Ketika membuat keputusan. Untuk merasa puas,
maka harus memilih jalan yang memenuhi kebutuhan tersebut. Contohnya, apabila
seorang membeli apartemen yang sesuai dengan standar kepuasannya seperti harga,
lokasi, dan keamanan meskipun nantinya tidak memberikan nilai jual Kembali yang
tinggi.

2.1.2 Teori Prospek

Teori ini dikembangkan oleh Kahneman dan Tversky (1974). Teori ini berbeda
dari teori ekspektasi kegunaan dalam jumlah tanggapan penting. Pada teori ini, kata
kegunaan pada teori utilitas yang diinginkan diganti dengan “nilai”, dimana nilai tersebut
didefinisikan pada laba dan rugi walupun nilai untuk keuntungan berbeda dengan nilai
kerugian. Teori prospek memprediksi bahwa suatu keputusan tergantung pada bagimana
suatu masalah disusun. Jika suatu nilai referensi didefinisikan sebagai suatu pengeluaran
yang terlihat sebagai sebuah keuntungan, maka nilai fungsi akan mejadi cekung dan

2|Page
pembuat keputusan akan menolak mangambil risiko. Di sisi lain, jika nil ai referensi
didefinisikan sebagai pengeluaran yang terlihat sebagai kerugian, maka nilai fungsi
menjadi cembung dan pembuat keputusan akan mengambil keputusan untuk mengambil
resiko.

2.1.3 Dampak Kepastian

Ketika seorang telah yakin akan nilai referensi yang mereka dapatkan dari
prospek, maka pembuat keputusan akan berusaha akan menghilangkan atau menghindari
resiko secara keseluruhan dibandingkan hanya mengurangi resiko itu.

2.1.4 Pseudocertainty

Untuk model pengambilan keputusan ini, pengambilan keputusan membuat suatu


kebijakan di mana kebijakan tersebut tidak terlihat jelas atau tidak terlihat langsung
dampaknya. Misalnya, Ketika suatu perusahaan ingin menurunkan harga untuk menarik
lebih banyak konsumen, pembuat keputusan lebih memilih untuk memberikan satu jasa
layanan gratis ketiak konsumen Ketika konsumen telah menggunakan jasa sejumlah
tertentu dibandingkan memberikan diskon tertentu. Pemberian diskon ataupun pemberian
jasa layanan gratis sebenarnya sama merupakan strategi penurunan harga, hanya saja
pemberian suatu layanan gratis tidak terlalu jelas terlihat.

2.1.5 Teori Regret

Teori penyelesaian berbasis di mana teori ini didapat berdasarkan Ketika


seseorang membandingkan kualitas dari keputusan mereka dengan apa yang akan terjadi
jika mereka membuat keputusan yang berbeda. Teori penyesalan berasal dari dua asumsi
mendasar. Pertama, bahwa banyak pengalaman orang-orang yang merasakan suatu
sensasi penyesalan dan kegembiraan dan kedua, bahwa dalam membuat keputusan bahwa
ketidakpastian, maka mereka mencoba untuk mengantisipasi dan mengindahkan sensasi-
sensasi di atas. Teori ini memiliki risiko prediksi yang sama dengan teori kemungkinan,
hanya saja teori penyesalan memprediksi pilihan dengan menambahkan variable baru,
penyesalan, ke fungsi kegunaan normal.

3|Page
2.1.6 Pilihan Beragam Sifat

Di banyak situasi, hasil tidak dapat di ukur dengan satuan ukuran tertentu seperti
uang risiko lain. Sebagian besar hasil penelitian, pilihan beragam sifat lebih fokus pada
“bagimana” dibandingkan “seberapa baik” orang-orang membuat keputusan. Orang-
orang menggunakan sejulah strategi keputusan berbedauntuk membuat pilihan beragam
sifat dan strategi-strategi ini sangat tergantung pada jenis masalah. Ketika pembuat
keputusan dihadapkan pada pilihan sederhana antara dua alternatif, mereka sering
menggunakan sesuatu yang dikenal sebagai “strategi pengganti”. Strategi pengganti
menjual nilai rencah pada suatu dimensi melawan nilai tinggi di dimensi lain.

Strategi lainya adalah “model linear”. Dalam model linear, setiap dimensi ditimbang berdasarkan
kepentingan dan pertimbangan nilai disimpulkan pada bentuk indeks keseluruhan nilai. Strategi
pengganti lain dikenal sebagai “model tambahan berbeda” model ini mirip dengan model linear,
kecuali bahwa pada model linear. Setiap alternatif dievaluasi pada semua dimensi lalu
dibandingkan dengan alternatif lain, dimana pada model tambahan berbedasetiap dimensi,
pertama-tama, di evaluasi satu demi satu dengan tiap alternatif dan hanya perbedaan di antara
alternatif ditimbang dan dijumlah kan Bersama.

2.1.7 Strategi Non-Kompensasi

Ketika seseorang bertemu dengan pilihan yang rumit di antara sejumlah alternatif
mereka terbiasa menggunakan “strategi tanpa pengganti”. Pembuat keputusan tanpa
konjungktif, mengeliminasi berbagai alternatif yang berada diluar batas sebelum definisi.
Di sisi lain, seoranag pembuat keputusan memakai aturan disjungtif dimana setiap
alternatif dievaluasi pada syarat-syarat sifat terbaik.

Strategi ketiga dari strategi tanpa pengganti adalah lexicographic. Pembuat keputusan strategi ini
di mulai dari mengidentifikasi dimensi yang paling penting untuk diperbandingkan dan dipilih
sebuah alternatif yang paling diperlukan.

4|Page
Strategi keempat adalah strategi yang dikenal dengan “eliminasi oleh aspek-aspek”. Berdasarkan
strategi ini, setiap aspek perbandingan diseleksi dengan proporsi kemungkinan ke pentingan.
Berbagai alternatif, pertama-tama dibandingkan dengan tanggapan dari aspek yang terseleksi,
alternatif inferior lalu dieliminasi, aspek lain yang dipertimbangkan diseleksi, alternatif
tambahan dielimianasi dan sampai pada hanya satu alternatif.

2.1.8 Dimensi Paliang Penting

Hipotesisnya adalah memberi pilihan di antara dua alternatif yang sama. Orang-
orang akan memilih alternatif yang superior pada dimensi yang paling penting. Jadi
konsep ini mengatakan ini adalah “hipotesis dimensi yang paling penting”.

Pembuat keputusan dapat ditelah dari segi normatif ataupun dari segi deskriftif. Pendekatan
normatif menitiberatkan apa yang seharusnya dilakukan oleh si pembuat keputusan agar
keputusan nya bersifat rasional. Sementra pendekatan deskriptif menggambarkan apa yang telah
dilakukan oleh si pengambil keputusan. Pembuat keputusan juga dapat dikaji dari dua sudut,
yakni keputusan yang dibuat, dalam susunan tanap risiko ataupun keputusan yang dibuat dalam
susunan yang mengandung risiko.

2.2 Pembingkaian Informasi

Pembingkain informasi atau sering disebut farming adalah efek pada penilain
yang kita buat karena cara penyampian informasi. Inforamsi yang sama jika disampikan
dengan cara berbeda akan menimbulkan penilain yang berbeda. Misalnya teman anda
mengatakan kepada anda bahwa pacarnya kurang ajar. Ia menyampikan hal itu dua kali.
Pertama dengan cara bergurau sambil makan Bersama anda. Kedua anda menyampaikan
nya sembari menangis terisak-isak.

Pada penyampian pertama, anda kurang memperhatikan sehingga menilai pacar teman anda
sedikit keterlaluan. Namun pada penyampian kedua, boleh jadi anda sudah menilai pacar anda
telah kelewatan batas dan sangat kurang ajar. Secara umum, jika informasi sifatnya positif yang
diberikan pertama kali baru kemudian negatif, maka anda akan menilai lebih positif. Jika anda
menerima berita bahwa joko telah mendirikan panti asuhan, mendirikan Yayasan untuk kaum
miskin, mendonor ginjal pada orang miskin dan telah korupsi, maka anda menilai joko lebih
positif. Sedangkan jika urutan beritanya dibalik, yakni korupsi, mendonorkan ginjal, mendirikan
5|Page
Yayasan untuk kaum miskin, dan mendirikan panti asuhan, boleh jadi penilai anda tetang joko
akan lebih negatif.

Dalam penelitian mengenai pembuat keputusan, biasanya subjek diberi sejumlah masalah
hipotesis. Setiap masalah mencangkup:

1. Sejumlah alternatif-alternatif atau Tindakan-tindakan yang harus dipilih.


2. Hasil-hasil dari dari alternatif tersebut atau konsekuensi-konsekuensi daripada Tindakan-
tidakan tersebut.
3. Dan probabilitas atau kontijensi yang menghubungkan hasil-hasil dengan Tindakan-
tindakan tadi. Respon seorang-terhadap masalah-masalah hipotesis tersebut diharapkan
dapat mengungkap sikap dasar orang tersebut terhadap nilai dan risiko.

Misalnya, orang diminta untum memilih salah satu dari dua perolehan, yakni menang
Rp 800 , secara pasti atau 35% peluang untuk menang Rp 1.000 dan 15% peluang untuk
tidak menang sama sepeser pun. Dalam contoh diatas, nilai harapan dari perolehan yang
pasti adalah sebesar Rp 800, sedangkan nilai harapan dari perolehan yang tidak pasti
adalah sebesar Rp 850 (dari 85% x Rp 1.000 ditambahi 15% x Rp 0,00). Jika seorang
memilih menerima Rp 800 secara pasti, maka orang tersebut dinilai cenderung
menghindari risiko, sebaliknya jika seseorang tersebut memilih lebih menyukai untuk
menerima 85% peluang mendapatkan Rp 1000, maka orang tersebut dianggap cenderung
mengambil risiko. Dalam teori prospek berikut ini, akan terlihat penting nya “decision
frame” yakni kosep pembuat keputusan terhadap Tindakan-tidakan, hasil-hasil, serta
kontijensi yang berkatian dengan satu masalah hipotesis.

2.2.1 Masalah Satu

Membayangkan disuatu negara sedang bersiga menghadapi berjangkitnya


penyakit asia yang luar biasa, yang diperpirakan akan mematikan 600 orang. Dua
program alternatif untuk mengurangi penyakit itu telah diajukan. Andaikan bahwa
taksiran ilmiah yang pasti mengenai konsekuensi dari program-program tersebut adalah
sebagai berikut.

Jika program A dipakai, 200 orang akan diselamatkan.

6|Page
Jika program B dipakai, ada 1/3 kemungkinan bahwa 600 orang akan diselamatkan, dan 2/3
kemungkinan bahwa tidak ada orang yang akan diselamatkan.

Dari kedua program itu mana yang anda sukai?

Masalah di atas disajikan kepada 152 orang. Dalam menghadapi masalah. Mayoritas subjek
memperlihatkan tingkah laku menghindari risiko, yakni dengan memilih program A (72%) dari
pada program B (28%). Program A yang dengan pasti dapat menyelamatkan 200 orang
dipandang lebih menarik daripada program B yang mengandung risiko, kendati alternatif B juga
memiliki nilai harapan yang sama, yakni menyelamatkan 200 orang (dari 1/3 dikalikan 600
orang).

2.2.2 Masalah Dua

Masalah 1 di atas juga disajikan kepada sekelompok subjek lainnya (N=155),


hanya saja formulasi daripada konsekuensi program-program A dan B adalah sebagai
berikut.

Jika program c dipakai, 400 orang akan meninggal.

Jika program D dipakai, ada 1/3 kemungkinan bahwa tak seorang pun akan mati, dan 2/3
kemungkinan bahwa 600 orang akan mati.

Dari kedua program itu mana yang anda sukai?

Dalam masalah 2, mayoritas subjek (78%) memilih program D, dan hanya 22% memilih
program C. Artinya, mayoritas subjek bersikap mengambil risiko, yaitu mereka mengangap
bahwa kepastian meninggalnya 400 orang kurang bisa diterima daripada 2/3 kemungkinan
meninggalnya 600 orang. Kalau dilihat secara teliti, sebenarnya masalah 1 dan 2 adalah identic,
yakni program A identik dengan program C, sedangkan program B identik dengan program D.
bedanya, masalah 1diformulasikan dengan menggunakan istilah “orang diselamatkan” sedang
masalah 2 mengunakan istilah “orang akan meninggal”. Istilahnya beda, padahal esensinya sama.

Mayoritas subjek memberikan respons yang bertentangan terhadap dua masalah yang identik
tersebut. Subjek cenderung menghindari risiko jika masalah dirumuskan dengan menggunakan

7|Page
“orang akan diselamatkan”, sedangkan jika masalah dirumuskan dengan bersikap mengambil
risiko. Dalam hal ini, prinsip invariant telah dilanggar.

2.2.3 Masalah Tiga

Pilihan di antara:

1. 23% kemungkinan memenangkan Rp 240, 75% kemungkinan kalah Rp 760.


2. 25% kemungkinan memenangkan Rp240, 75% kemungkinan kalah Rp750.

Masalah ke-3 diberikan kepada 86 subjek. Hasilnya menunjukan bahwa semua subjek memilih
“b” atau pilih “b” mendominasi “a”.

2.2.4 Masalah Empat

Bayangkan bahwa anda menghadapi sepasang keputusan yang bersamaan seperti di bawah ini.
Pertama tertililah kedua keputusan tersebut, lalu tunjukan pilihan yang anda sukai.

Keputusan (i), pilihan di antara:

1. Perolehan secara pasti Rp240.


2. 25% kemungkinan memperoleh Rp1000 dan 75% kemungkinan tak memperoleh apa-apa.
Keputusan (ii), pilihan di antara:
1. Kehilangan secara pasti Rp750
2. 75% kemungkinan kehilangan Rp1000 dan 25% kemungkinan tidak kehilangan apa-apa.

Masalah ke-4 diberikan kepada 150 subjek. Mereka 84% memilih prospek A daripada B dan
87% memilih prospek D daripada C. Artinya dalam keputusan (i) mayoritas subjek bersikap
menghindari risiko, sedangkan dalam keputusan (ii) mayoritas memilih untuk mengambil risiko.
Oleh karena dua keputusan yang harus dipilih (i dan ii) disajikan secara simultandalam masalah
4, maka sesungguhnya mayoritas subjek mengekspresikan pilihan bahwa A dan D lebih disukei
8|Page
daripada B dan C. Jikalau perolehan secara pasti Rp240 (alternatif A) ditambahkan pada
alternatif D, maka hasilnya dapat dirumuskan sebagai 25% kemungkinan memenangkan Rp240
dan 75% kemungkinan kalah %760. Sesungguhnya, alternatif E dalam masalah. Jika kehilangan
secara pasti Rp750 (alternatif C) ditambahkan pada alternatif B, maka hasilnya dapat dirumuskan
sebagai 25% kemungkinan memenangkan Rp250 dan 75% peluang kalah Rp750. Alternatif hasil
gabungan C dan D ini sebenarnya. Adalah alternatif F dalam masalah 3. Seperti diketahui, dalam
masalah 3 mayoritas subjek dalam masalah 4 memilih A dan D (kalua digabungkan jadi
alternatif E) daripada B dan C (kalau digabungkan jadi alternatif F), maka prinsip dominan
telah dilanggar.

2.3 Fungsi Nilai Dan Pembobotan

Kahneman dan Tversky (1979) mencoba memberikan penjelasan atas kecenderungan


subjek dalam menghadapi masalah-masalah di atas penjelasan-penjelasan tersebut
merupakan ciri-ciri teori prospek.

1. Hasil-hasil diekspresikan dalam bantuk deviasi positif atau deviasi negatif dari satu titik
referensi netral yang dianggap bernilai nol.
2. Mengikuti jejak Bernoulli, Kahneman dan Tversky (1979) menegaskan bahwa dalam
mengevaluasi suatu prospek orang tidak menggunakan hasil-hasil objektif prospek
tersebut, akan tetapi orang mengembangkan penilaian subjektif terhadap hasil-hasil dari
prospek tadi. Khususnya, fungsi nilai memiliki bentuk S, bersifat cekung di atas titik
referensi. Misalnya perbedaan nilai subjektif antara perolehan Rp 100 dengan Rp 200
dirasa lebih besar daripada perbedaan nilai subjektif antara Rp 1100 dengan Rp 1200.
Sama halnya dengan perolehan perbedaan antara kehilangan Rp 200 dengan Rp 100
secara subjektif dirasakan lebih besar daripada perbedaan antara kehilangan Rp 1200
dengan Rp 1100. Tambahan lagi, respon terhadap kehilangan lebih ekstrim daripada
respon terhadap perolehan, sehingga kurva untuk kehilangan lebih curam daripada respon
terhadap perolehan. Artinya, rasa akibat kehilangan uang dalam jumlah tertentu biasanya
lebih besar daripada rasa senang karena mendapatkan uang yang besarnya sama.
3. Dalam teori-teori pengambilan keputusan yang normatif misalnya expected utility theory,
maka nilai dari hasil dibobot berdasarkan probabilitasnya. Akan tetapi, dalam teori
prospek, satu hasil dikalikan dengan bobot keputusan. Bobot keputusan merupakan suatu
9|Page
fungsi monotonik dari probabilitas namun ia bukan merupakan satu funsgi probabilitas.
Fungsi pembobotan memiliki ciri-ciri sebagai berikut: (a) kejadian-kejadian yang
mustahil dibuang (0=0 dan (1) = 1 dan (b) untuk probabilitas-probabilitas rendah (p) = p,
namun (p)+(1-p) < 1. Jadi, probabilitas-probabilitas rendah cenderung dilebih tinggikan,
sedangkan probabilitas-probabilitas rendah sedangkan dan tinggi cenderung dilebihren.

Kecenderungan subjek untuk menghindari risiko dalam pilihan yang mengandung perolehan
serta kecendrungan subjek untuk mengambil risiko dalam pilihan yang mengandung kerugian
dapat didistribusikan kepada sifat-sifat fungsi nilai dan fungsi pembobotan.

2.4 Akuntansi Mental

“Farming” juga dapat ditempatkan pada pilihan terhadap alternatif-alternatif yang


mempunyai banyak atribut. Dalam mengevaluasi satu pilihan yang mempunyai banyak
altribut, maka orang biasanya mengembangkan banyak mengembangkan satu
perhitungan mental dengan cara merinci keuntungan dan kerugian dari alternatif tersebut
jika dibandingkan dengan satu referensi. Masalah-masalah dibawah ini dipakai dalam
menerangkan akuntansi mental. Masalah-masalah dibawah ini merupakan implementasi
dari farming (Hastjarjo, 1991).

2.4.5 Masalah lima

Banyangkan bahwa anda akan membeli sebuah jaket seharga Rp125 dan sebuah
kalkulator seharga Rp15. Penjual kalkulator tersebut memberitahu anda bahwa kalkulator
yang anda ingin beli sedang dijual secara obral seharga Rp10 di cabang took lain, yang
lokasinya dapat ditempuh dengan kendaraan selama 20 menit. Maukah anda
mengunjungi toko tersebut?

Dalam menghadapi masalah diatas, maka orang menghadapi satu alternatif yang
menggkombinasikan ketidak enakan (harus mengadakan perjalanan selama 20 menit) dan
keuntungan finasial (harga lebih murah). Keuntungan finansial dapat “framed” dalam kategori,
minimal, topical, atau comprehensive accounts. Dalam perhitungan minimal, maka keuntungan
untuk melakukan perjalanan ke toko lain dinilai sebagai suatu perolehan sebesar Rp5. Dalam
perhitungan topical, maka konsekuensi dari satu pilihan dikaitkan dengan satu referensi
berdasarkan konteks keputusan tersebut. Dalam masalah diatas, topik (konteks) yang relevan
10 | P a g e
adalah pembelian kalkulator dan keuntungan dari kunjungan ke tokolain itu dinilai sebagai
pengurangan harga dari Rp15 menjadi Rp10. Oleh karena penghematan uang hanya dikaitkan
dengan pembelain kalkolator, maka harga jaket tidak dimasukan dalam strategi secara topical.
Sedangkan menurut perhitungan yang konprehensif, harga jaket dan pengeluaran-pengeluaran
lainya akan dimasukkan. Tambahan lagi, penghematan tersebut akan dihubungkan misalnya
dengan belanja bulanan.

Kahneman dan Tversky menyatakan bahwa orang akan menggunakan perhitungan topical dalam
membuat keputusan. Dalam contoh di atas perhitungan topica memiliki implikasi bahwa
kesedian orang untuk mengadakan perjalanan ke toko lain untuk menghemat Rp5 dalam
pembelian kalkulator akan berbanding terbalik dengan harga kalkulator tersebut dan tidak akan
dipengaruhi oleh harga jaket tapi. Untuk mengetes prediksi ini maka versi yang berbeda dari
masalah lima disajikan kepada subjek. Dalam versi tersebut disajikan harga kalkulator di toko
pertama sebesar Rp125 dan di toko lain sebesar Rp120, sementara harga jaket adalah Rp15.
Seperti yang telah diprediksi, maka dalam masalah lime versi pertama 68% dari 88 subjek
bersedia mengadakan perjalanan ke toko lain untuk menghemat Rp5 dari harga kalkulator yang
Rp15 sedangkan dalam masalah lima versi ke dua hanya 29% dari 96 subjek bersedia
mengunjungi toko lain untuk menghemat Rp5 dari harga kalkulator yang Rp125 satu caontoh
lain juga akan menggmbarkan akuntansi mental.

2.4.6 Masalah Enam

Banyangkan bahwa anda telah memutuskan untuk menonton sandiwara dan telah
membayar karcis tanda masuk seharga Rp10. Ketika akan memasuki Gedung
pertunjukan, anda akan menemukan bahwa anda telah kehilangan karcis tersebut. Tempat
duduk tidak diberi tanda, dan karcis tanda masuk tidak dapat diketemukan Kembali.
Maukah anda membayar Rp10 untuk satu tiket lain?

Masalah enam disajikan kepada 200 subjek: 46% menyatakan mau membeli tiket lagi,
sedangakan 54% persen tidak mau mengeluarkan Rp10 untuk membeli tiket lain.

2.4.7 Masalah Tujuh

Bayangkan bahwa anda telah memutusakan untuk menonton sebuah sandiwara yang
karcis masuk nya seharga Rp10. Ketika anda memasuki gedung pertunjukan, anda
11 | P a g e
menemukan bahwa anda telah kehilangan Rp10. Maukah anda tetap membayar Rp10
untuk satu karcis tanda masuk sandiwara itu?

Masalah ke-7 diberikan kepada 183 subjek, 88% diantranya menyatakan mau tetap membeli tiket
seharga Rp10, sedangkan sisanya (12%) menyatakan tidak mau membeli tiket. Mengapa respon
subjek kepada masalah enam dan tujuh berbeda meskipun dalam masalah tersebut orang pada
akhirnya akan sama-sama mengeluarkan Rp20? Kahneman dan Tversky menyatakan bahwa
perbedaan respon tersebut diakibatkan oleh perhitungan mental secara topical. Menonton
sandiwara dipandang sebagai salah satu transaksi dimana biaya pembelian satu tiket ditukarkan
dengan pengalaman menonton sandiwara tersebut. Dalam masalah enam, pembelian satu tiket
baru digabungkan dengan pembelian tiket lain. Menurut perhitungan ini maka biaya yang
dibutuhkan untuk menonton sandiwara tersebut meningkat menjadi Rp20. Hal ini dipandang
Sebagian besar subjek sebagai kurang bisa diterima. Sebaliknya, dalam masalah tujuh hilangnya
uang yang terjadi sebelum orang membeli karcis tidak dimasukan ke dalam perhitungan biaya
menonton sandiwara. Jadi, pengaruh kehilangan uang tersebut terhadap biaya pembelian satu
tiket sangatlah kecil. Subjek hanya merasa lebih miskin Rp20.

2.5 Bagaimana Dengan Akuntansi

Teori prospek merupakan teori, yang bersifat deskriftif dibandingkan normatif


dalam pengambilan keputusan yang mengandung unsur ktidak pastina. Investor akan
sangat menyukai suatu pola laba tertentu, yang merupakan bentuk dari fungsi nilai teori
pospek yang nenyebabkan manajemen akan melakukan sesuatu kreasi teradap laba yang
dilaporkan. Berikut ilustrasi penerapan teori prospek.

Bayangkan ada dua perusahan yang identik dalam melaporkan labanya. Kedua perusahan laba 11
persen per saham tahun untuk 2 tahun. Akan tetapi, perusahan A laba 2 sen per saham untuk
tahun 1 dan 9 persen saham untuk tahun 2, sedangkan perusahan B 2 sen rugi tahun 1 dan 13 sen
untuk tahun ke-2. Jika perusahan B tidak mengelola labanya, dengan menggunakan teori
prospek, dan asumsi semua dianggap sama, investor tentu saja akan memilih perusahan .
preferesni ini muncul karena nilai subjektif investor diturunkan dari kombinasi dari +2sen dan 11
sen yang lebih tinggi dibandingkan -2 sen dan +13 sen.

12 | P a g e
Kecenderungan investor kea rah perilaku menjual saham lebih di nilai saham winner dan
menahan lebih lama saham loser merupakan suatu untuk bias psikologis para investor di pasar
modal. Kerugian atas kekayaan para investor terjadi karena saham winner yang mereka juga
cenderung terus bekerja baik, sementara saham loser yang mereka tahan ternyata terus berkinerja
buruk. Bias psikologis ini terjadi secara sistematis dan berulang-ulang di pasar modal. Fenomena
ini dikenal dengan disposison error.

Fenomena disposition error merugikan tingkat kekayaan investor. Mengapa fenomena ini
terjadi? Esensi penjelasannya dapat dilakukan dengan teori prospek. Penjelasan teori prospek
lebih memberikan tekanan pada askep konitif investor. Lebih lanjut, menurut pangeran (2007)
penjelasan teori prospek tentang fenomena disposition error terus mengalami tantangan dari
temuan empiris. Temuan empiris mengindikasikan fakta yang berlawanan dengan prediksi teor
prospek tidak membedakan antara opsi yang dipilih dan tidak dipilih. Teori prospek tidak
membandingkan perbedaan antara kinerja portofolio seseorang dan kinerja portofolio pasar.

Seperti yang dipaparkan sebelumnya, esensi dari teori penyesalan adalah individu akan
mengalami sensasi-sensasi yang disebut penyesalan. Ia akan merasa menyesal atas suatu hasi;
buruk akibat pilihan yang salah. Perasaan menyesal atau suatu hasil buruk akibat pilihan yang
salah. Persaaan menyesal itu berasal dari dua sumber, yaitu perasan menyesal akibat bertindak
dan akibat tidak bertindak. Dalam konteks investasi investor akan sangat menyesal sebelum nya
mendorong seorang investor bersikap pasif selama dibawah kondisi ketidak pastina.

Keputusan untuk menjual saham lebih dini saham winner sering disebabkan oleh
sikap yang terburu-buru, khwatir akan lenyapnya keuntungan yang sudah ditangan.
Selain itu, keputusan untuk menahan untuk lebih lama saham loser juga disebabkan oleh
adanya harapan harga akan naik Kembali serta keengganan untuk mengakui kesalahan
investasi yang dilakukan. Berdasarkan pada penjelesan teori penyesalan, investor
memiliki emosi penyesalan yang intens atas hasil negative sebagai akibat bertindak
dalam keputusan investasi. Investor yang takut akan munculnya penyesalan atas hasil
negative akibat dari Tindakan serupa cenderung lebih lama saham loser walaupun harga
saham terus menurun. Dipihak lain, investor akan memiliki persaan penyesalan yang
intens atas hasil buruk positif sebagai akibat tak bertindak dalam keputusan.

13 | P a g e
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Model deskriftif dalam pengambilan keputusan menurut plous ada delapan model
yaitu model kepuasan , teori prospek, dampak kepasatian, psedocertainly, teori regret,
pilihan beragam sifat, strategi non-kompensasi, dan dimensi paling penting. Pembuat
keputusan dapat ditelah baik dari segi normatif atau pun dari segi dekskriftif. Pendekatan
normatif menitiberatkan apa yang seharusnya dilakukan oleh si pembuat keputusan agar
keputusan nya bersifat rasional. Sementara, pendekatan dekskritif menggambarkan apa
yang telah dilakukan oleh si pembuat keputusan. Pembuat keputusan juga dapat dikaji
dari dua sudut, yakni keputusan yang dibuat dalam suasana tanap risiko atau pun
keputusan yang dibuat dalam suasana yang mengandung risiko.

14 | P a g e
Daftar Pustaka

Arfan ikhsan Lubis. Akuntansi Keperilakuan. Edisi 2.Salemba Empat. 2010

https://pdfcoffee.com/model-deskriftif-dalam-pengambilan-keputusan

15 | P a g e

Anda mungkin juga menyukai