Anda di halaman 1dari 149

MAKALAH AKUNTANSI ORGANISASI NIRLABA PENDIDIKAN

NAMA KELOMPOK :

1. AYU LESTARI (4201614043)


2. CINDY NURPITA SARI (4201614013)
3. RIFKI SYABADWIRA (4201614001)
4. SUSI SUSANTI (4201614021)

POLITEKNIK NEGERI PONTIANAK

2018/2019
KATA PENGANTAR

Kami panjatkan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah


melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada kami,
sehingga kami dapat menyelesaikan makalah akuntansi organisasi
nirlaba pendidikan ini.

Makalah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan


bantuan dari berbagai sumber sehingga dapat memperlancar
pembuatan makalah ini. Untuk itu kami menyampaikan banyak terima
kasih kepada pihak penyedia sumber di buku maupun di internet yang
telah berkontribusi dalam pembuatan makalah ini.

Terlepas dari semua itu, Kami menyadari sepenuhnya bahwa masih


ada kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya.
Oleh karena itu dengan tangan terbuka kami menerima segala saran
dan kritik dari pembaca agar kami dapat memperbaiki makalah ini.

Akhir kata kami berharap semoga makalah akuntansi organisasi


nirlaba pendidikan ini dapat memberikan manfaat maupun inpirasi
terhadap pembaca.

Pontianak, September 2018

Penyusun
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .............................................................................. ii


DAFTAR ISI ............................................................................................. iii
BAB I. PENDAHULUAN ........................................................................ 1
A. LATAR BELAKANG ................................................................... 1
B. PERUMUSAN MASALAH .......................................................... 2
C. TUJUAN ........................................................................................ 2
D. BATASAN MASALAH ................................................................ 2
BAB II. PEMBAHASAN ......................................................................... 3
A. LANDASAN TEORI .................................................................... 3
1. PERNYATAAN STANDAR AKUNTANSI
KEUANGAN (PSAK) No. 45 .................................................. 3
2. PENDIDIKAN TINGGI DAN RUANG LINGKUPNYA ....... 3
3. AKUNTANSI PENDIDIKAN TINGGI .................................. 4
B. AKUNTANSI ORGANISASI NIRLABA .................................... 12
B.1 DASAR PEMIKIRAN AON .................................................. 19
B.2 TUJUAN LAPORAN KEUANGAN
ORGANISASI NIRLABA ..................................................... 20
B.3 PAJAK ORGANISASI NIRLABA ........................................ 21
B.4 SIKLUS AKUNTANSI ORGANIASI NIRLABA ................. 29
B.5 SISTEM PENGENDALIAN INTERN ................................... 33
B.6 KARAKTERISTIK TATA KELOLA
KEUANGAN NIRLABA ....................................................... 40
C. AKUNTANSI ORGANISASI NIRLABA
SEKTOR PENDIDIKAN .............................................................. 45
C.1 DASAR HUKUM PENYELENGGARAAN
PENDIDIKAN DI INDONESIA ............................................ 47
C.2 PERAN DAN FUNGSI AKUNTANSI
DALAM PENDIDIKAN ........................................................ 49
C.3 SIKLUS AKUNTANSI PENDIDIKAN ................................. 50
C.4 METODE PENCATATAN JURNAL .................................... 51
C.5 LAPORAN KEUANGAN DAN KOMPONENNYA ............ 51
C.6 SISTEM AKUNTANSI BIAYA
SD, SMP, SMU, DAN PT ...................................................... 52
C.7 SISTEM AKUNTANSI BIAYA PENDIDIKAN
UNTUK SISWA SD, SLTP, DAN SMU ............................... 52
C.8 PEMBIAYAAN PENDIDIKAN ............................................ 53
C.9 SUMBER-SUMBER PEMBIAYAAN PENDIDIKAN ......... 54
C.10 ARTI PENTING AKUNTANSI PENDIDIKAN ................. 54
C.11 ETIKA PROFESI AKUNTAN PENDIDIKAN .................. 55
C.12 ETIKA PROFESI DALAM
PERTANGGUNG JAWABAN ............................................ 58
C.13 PENGELOLAAN KEUANGAN
PADA PERSEKOLAHAN .................................................. 65
C.14 PROSES PENGELOLAAN KEUANGAN SEKOLAH ...... 68
C.15 PENGAWASAN KEUANGAN PENDIDIKAN ................. 73
D. JENIS-JENIS JENJANG PENDIDIKAN ..................................... 75
D.1 BHPADU ................................................................................ 75
D.2 BHPDM .................................................................................. 78
D.3 BHPT ...................................................................................... 80
E. AKUNTANSI PENDIDIKAN SEBAGAI
YAYASAN DAN BLU ................................................................. 83
E.1 YAYASAN PENDIDIKAN .................................................... 83
E.2 BADAN LAYANAN UMUM (BLU) .................................... 90
F. PERBEDAAN MASING-MASING LAPORAN
KEUANGAN UNIVERSITAS ..................................................... 93
G. LAPORAN KEUANGAN SEKTOR PUBLIK ............................. 118
G.1 KOMPONEN-KOMPONEN LAPORAN
KEUANGAN SEKTOR PUBLIK .......................................... 118
G.2 ANALISIS LAPORAN KEUANGAN SEKTOR PUBLIK ... 120
H. JENIS DAN BENTUK LAPORAN KEUANGAN ...................... 122
H.1 JENIS LAPORAN KEUANGAN SEKTOR PUBLIK .......... 122
H.2 JENIS LAPORAN KEUANGAN SEKTOR SWASTA ......... 123
H.3 PERBEDAAN LAPORAN KEUANGAN SEKTOR
PUBLIK & SWASTA ............................................................ 125
I. MANAJEMEN KEUANGAN PUBLIK ....................................... 126
J. MANAJEMEN KEUANGAN UNIVERSITAS ........................... 136
K. PENCAPAIAN TUJUAN KUALITAS PENDIDIKAN ............... 140
BAB III. PENUTUP ................................................................................. 143
A. KESIMPULAN ............................................................................. 143
B. SARAN ......................................................................................... 143
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................... 144
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pendidikan sangat berperan dalam membentuk baik atau buruknya


pribadi manusia menurut ukuran normatif. Menyadari akan hal
tersebut, pemerintah sangat serius menangani bidang pendidikan,
sebab dengan sistem pendidikan yang baik diharapkan muncul
generasi penerus bangsa yang berkualitas dan mampu menyesuaikan
diri untuk hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Reformasi
pendidikan merupakan respon terhadap perkembangan tuntutan global
sebagai suatu upaya untuk mengadaptasikan sistem pendidikan yang
mampu mengembangkan sumber daya manusia untuk memenuhi
tuntutan zaman yang sedang berkembang. Melalui reformasi
pendidikan, pendidikan harus berwawasan masa depan yang
memberikan jaminan bagi perwujudan hak-hak azasi manusia untuk
mengembangkan seluruh potensi dan prestasinya secara optimal guna
kesejahteraan hidup di masa depan.

Organisasi nirlaba yang bergerak dalam dunia pendidikan saat ini


sangat penting peranannya. Situasi masyarakat Indonesia yang
kebanyakan tidak dapat merasakan pendidikan karena ekonomi yang
tidak mencukupi, maka dengan kehadiran organisasi nirlaba
membantu masyarakat untuk dapat menikmati dunia pendidikan.
Organisasi non profit menjadikan sumber daya manusia sebagai asset
yang paling berharga, karena semua aktivitas organisasi ini pada
dasarnya adalah dari, oleh, dan untuk manusia. Sumber dana
organisasi nirlaba ini biasanya tidak hanya dari pelayanan jasa yang
diberikan melainkan juga dari para donatur yang rela menyumbangkan
penghasilannya bagi orang lain. Secara garis besar tujuan organisasi
nirlaba yang bergerak dalam dunia pendidikan dapat dibedakan
menjadi dua, yaitu: memperoleh laba (bisnis), sedangkan yang lainnya
adalah nirlaba. Baik itu lembaga pendidikan swasta maupun yang
didirikan oleh pemerintah.

Lembaga Pendidikan Tinggi bersifat nirlaba, sehingga memiliki


karakteristik yang berbeda dengan karakteristik akuntansi bisnis. Oleh
karena itu, laporan keuangan yang disusun memperhatikan
karakteristik yang spesifik pada akuntansi untuk organisasi nirlaba,
khususnya yang berlaku bagi organisasi pemerintah sehingga
penyusunan laporan keuangan mengacu pada sistem akuntansi
pemerintah serta sistem akuntansi yang diterapkan pada lembaga
pendidikan yang bersangkutan dan memperhatikan standar akuntansi
keuangan Indonesia. Sebagai lembaga yang bersifat nirlaba, pelaporan
keuangan disusun berdasarkan Pernyataan Standar Akuntansi
Keuangan No.45.
Pelaporan keuangan di sektor pendidikan dimaksudkan untuk
menyajikan dan mengungkapkan secara penuh aktivitas lembaga
pendidikan termasuk unit-unit di dalamnya dan sumber daya ekonomi
yang dipercayakan oleh para penyumbang, anggota organisasi
lembaga pendidikan tersebut, kreditur dan pihak lain serta untuk
mempertanggung jawabkannya sesuai dengan peraturan perundang-
undangan yang berlaku dengan memperhatikan prinsip-prinsip
akuntabilitas dan transparansi.

B. Rumusan Masalah
1. Apa itu akuntansi organisasi nirlaba dalam pendidikan?
2. Apa itu akuntansi sektor pendidikan?
3. Apa saja pembagian akuntansi untuk badan hukum pendidikan ?
4. Apa itu akuntansi pendidikan sebagai BLU dan Yayasan?
5. Apa itu akuntansi pendidikan tinggi ?
6. Apa perbedaan masing-masing laporan keuangan setiap universitas ?

C. Tujuan
1. Mengetahui akuntansi organisasi nirlaba dalam pendidikan
2. Mengetahui akuntansi sektor pendidikan
3. Mengetahui pembagian akuntansi untuk badan hukum pendidikan ?
4. Mengetahui akuntansi pendidikan sebagai BLU dan Yayasan?
5. Mengetahui akuntansi pendidikan tinggi ?
6. Mengetahui perbedaan masing-masing laporan keuangan setiap
universitas ?

D. Batasan Masalah
Agar penelitian ini dapat dilakukan lebih fokus, maka penulis
memandang permasalahan penelitian yang diangkat perlu dibatasi.
Oleh sebab itu, penulis membatasi hanya berkaitan dengan akuntansi
orgaanisasi nirlaba dalam pendidikan, akuntansi sektor pendidikan,
pembagian akuntansi untuk badan hukum pendidikan, akuntansi
pendidikan sebagai BLU dan Yayasan, akuntansi pendidikan tinggi
dan perbedaan masing-masing laporan keuangan setiap universitas.
BAB II
PEMBAHASAN

A. LANDASAN TEORI

1. Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) Nomor


45
PSAK No. 45 tentang Pelaporan Keuangan Organisasi Nirlaba
diterbitkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia untuk memfasilitasi
seluruh organisasi nirlaba nonpemerintah. Dalam PSAK
karakteristik entitas nirlaba ditandai dengan perolehan sumbangan
untuk sumber daya utama (aset), penyumbang bukan pemilik entitas
dan tak berharap akanhasil, imbalan, atau keuntungan komersial.

Entitas nirlaba juga dapat berutang dan memungkinkan pendapatan


dari jasa yang diberikan kepada publik,
walaupun pendapatannya tidak dimaksud untuk memperoleh laba.
Dengan demikian, entitas nirlaba tidak pernah membagi laba dalam
bentuk apapun kepada pendiri/pemilik entitas Laporan keuangan
entitas nirlaba bertugas mengukur jasa atau manfaat entitas dan
menjadi sarana pertanggungjawaban pengelola entitas dalam bentuk
pertanggungjawaban harta-utang (neraca), pertanggungjawaban kas
(Arus Kas), dan Laporan Aktivitas.

Terikat dengan misi entitas, maka pendapatan utama disajikan bruto,


sedang pendapatan investasi disajikan secara neto setelah dikurangi
beban investasi. Informasi tercapainya program amat penting dalam
laporan keuangan, yang menggambarkan efektivitas beban dan
manfaat yang dirasakan penikmat jasa utama entitas. Arus kas amat
penting menggambarkan kualitas prrtanggungjawaban manajemen
keuangan di mata para donatur.

Begitu pentingnya donatur sehingga sumbangan bukan kas perlu


dipaparkan dalam Catatan Atas Laporan Keuangan (CALK), yang
memberi harkat khusus CALK dalam laporan keuangan nirlaba
setara dengan Neraca dan Laporan Kegiatan.

Menurut PSAK 45, organisasi nirlaba perlu menyusun setidaknya 4


jenis laporan keuangan sebagai berikut :
1. Laporan posisi keuangan (neraca) pada akhir periode laporan
2. Laporan aktivitas untuk suatu periode pelaporan
3. Laporan arus kas untuk suatu periode pelaporan
4. Catatan atas laporan keuangan

2. Pendidikan Tinggi dan Ruang Lingkupnya


Undang-undang No. 12 Tahun 2012 tentang pendidikan tinggi
mengungkapkan pendidikan tinggi adalah jenjang pendidikan diatas
pendidikan menengah yang mencakup diploma, sarjana, pascasarjana,
magister, doctor, dan profesi yang diselenggarakan oleh perguruan tinggi
berdasarkan kebudayaan Indonesia. Sedangkan dalam Peraturan
Pemerintah (PP No. 61 Tahun 1999), pendidikan tinggi adalah
pendidikan di jalur pendidikan sekolah yang jenjangnya lebih tinggi
daripada pendidikan menengah.
Selain itu perguruan tinggi dibagi menjadi dua macam yaitu perguruan
tinggi negeri dan perguruan tinggi swasta. Perguruan Tinggi Negeri yang
selanjutnya disingkat PTN adalah Perguruan Tinggi yang didirikan atau
diselenggarakan oleh Pemerintah. Sedangkan Perguruan Tinggi Swasta
yang selanjutnya disingkat PTS adalah Perguruan Tinggi yang didirikan
atau diselenggarakan oleh masyarakat.

3. Akuntansi Pendidikan Tinggi


Akuntansi pendidikan tinggi merupakan proses pencatatan,
pengikhtisaran, dan pelaporan keuangan dalam lembaga perguruan tinggi
sebagai tolok ukur kinerja, media akuntabilitas dan transparansi public
guna untuk pegambilan keputusan oleh pihak-pihak yang terkait. Aturan
mengenai tujuan, prinsip, sumber pendanaan, dan pengelolaan keuangan
pendidikan tinggi sebagian kecil diatur juga dalam Undang-undang
nomor 12 tahun 2012 tentang pendidikan tinggi.

Terkait dengan pertimbangan Menteri Pendidikan Nasional Ikatan


Akuntansi Indonesia perlu meneliti ulang kebutuhan penyusunan standar
akutansi badan hukum pendidikan tinggi. Pihak-pihak yang bertanggung
jawab adalah bagian keuangan dan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
Standar akuntansi untuk penggabungan dua atau lebih BHPT disusun atas
dasar prinsip akuntansi ekonomi atau peristiwa yang lebih penting
daripada formalitas legalnya (substance over form).

PENGERTIAN ORGANISASI
Organisasi didefinisikan secara bervariasi oleh para ahli yang dilihat
dari berbagai sudut pandang diantaranya :

Menurut Gibson, Ivancevich, dan Donelly


Organisasi sebagai wadah yang memungkinkan masyarakat dapat
meraih hasil yang sebelumnya tidak dapat dicapai oleh individu secara
sendiri-sendiri. Definisi ini lebih menekankan pada upaya peningkatan
pencapaian tujuan bersama secara lebih efektif dan efisien melalui
koordinasi antar unit organisasi.

Menurut Stepen P. Robbins


Organisasi merupakan kesatuan (Entity) sosial yang dikoordinasikan
secara sadar, dengan sebuah batasan yang relatif dapat diidentifikasi
untuk mencapai suatu tujuan bersama. Definisi ini menekankan bahwa
organisasi adalah suatu sistem sosial yang perlu
dikoordinasikan/perlunya manajemen, batasan organisasi akan
berubah sebagaimana tuntutan lingkungannya sehingga dikatakan
“relatif”.
Menurut Oteng Sutisna
Organisasi merupakan mekanisme yang mempersatukan kegiatan-
kegiatan untuk menyelesaikan pekerjaan. Defnisi ini menekankan
pada mekanisme kerja dalam organisasi untuk mencapai tujuan.

Dari berbagai definisi diatas dapat disimpulkan bahwa Organisasi


adalah suatu sistem interaksi antar orang yang ditujukan untuk
mencapai tujuan organisasi, dimana sistem tersebut memberikan
arahan perilaku bagi antar anggota organisasi dengan lingkungannya
agar tujuan organisasi dapat tercapai secara efektif dan efisien.

ASPEK-ASPEK ORGANISASI
Aspek-aspek dalam organisasi adalah komponen-komponen yang
harus ada dalam suatu organisasi. Keberadaan komponen ini sebagai
pilar dari suatu organisasi. Artinya jika salah satu komponen
organisasi tidak berfungsi, maka organisasi akan berjalan pincang
atau sama sekali tidak berjalan. Dalam pandangan sistem organisasi
mengalami entrophy, yaitu kondisi dimana organisasi dikategorikan
hancur (dalam tanaman digambarkan sebagai kondisi layu).

O’Connor, T. Mengungkapkan bahwa organisasi setidaknya harus


memiliki empat komponen utama, yaitu: mission (misi), goals (tujuan-
tujuan), objectives (sasaran-sasaran), dan behavior (perilaku).
Keempat komponen ini dapat digambarkan sebagai berikut.
1. Mission adalah alasan utama keberadaan suatu organisasi.
2. Goals adalah tujuan-tujuan umum/divisi fungsional organisasi
yang dihubungkan dengan stakeholder organisasi.
3. Objectives adalah hasil/sasaran yang spesifik, terukur dan terkait
dengan tujuan.
4. Behavior mengacu pada produktivitas dari tugas-tugas rutin
pegawai, pertanggungjawaban perilaku dalam pencapaian tujuan
merupakan fungsi personalia.

Jika suatu organisasi tidak memiliki misi dan objek yang akan
dilaksanakan maka setiap anggota akan kebingungan dalam mencapai
tujuan organisasinya, hal ini menunjukan bahwa empat komponen
organisasi tersebut saling berkaitan satu sama lain sehingga tidak akan
berfungsi suatu organisasi jika salah satu komponennya hilang.

JENIS-JENIS ORGANISASI
Pekemabangan kajian organisasi diawali dari kajian organisasi sebagai
organisasi formal, yaitu organisasi yamg didesain untuk mencapai
tujuan bersama. Perkembangan ini terus berlangsung dan berbagai
studi keorganisasian terus dilakukan. Perkembangan inilah pada
akhirnya memunculkan organisasi informal sebagai implikasi dari
adanya organisasi formal.

A. Organisasi formal
Organisasi formal adalah organisasi yang dicirikan oleh struktur
organisasi. Keberadaan struktur organisasi menjadi pembeda utama
anatra organisasi formal dan informal. Struktur dalam organisasi
formal dimaksudkan untuk menyediakan penugasan kewajiban dan
tanggung jawab kepada personil dan untuk membangun hubungan
tertentu diantara orang-orang pada berbagai kedudukan.
(Oteng Sutisna, 1993:207). Sekolah dasar merupakan contoh sebuah
organisasi formal.

Struktur dalam organisaasi formal memperlihatkan unsur-unsur


administratif berikut :
1) Kedudukan struktur menggambarkan letak/posisi setiap orang
dalam organsasi tanpa kecuali. Kedudukan seorang dalam struktur
oragnisasi mencerminkan sejumalah kewajiban sebagai bagian dari
upaya pencapaian tujuan dan hak-hak yang dimiliki secara formal
dalam posisi yang didudukinya. Sebagai contoh, kepala sekolah
adalah salah satu contoh kedudukan dalam struktur organisasi sekolah.
Kedudukan sebagai kepala sekolah ini mencerminkan adanya
sejumlah kewajiban yang harus dilakukan pemangku jabatan sebagai
pimpinan dan manajer sekolah, juga mempelihatkan adanya hak-hak
yang diterima secar formal manakala seseorang menjabat sebagai
kepala sekolah.

2) Hierarki/kekuasaan. Struktur digambarkan sebagai suatu rangkaian


hubungan antara satu orang dengan orang lainnya dalam suatu
organisasi. Rangkaian hubungan ini mencerminkan suatu hirarki
kekuasaan yang inheren dalam setiap kedudukan. Tanggung jawab
merupakan suatu istilah yang melekat dalam setiap kedudukan dan
hirarki kekuasaan di dalam organisasi. Adanya hirarki kekuasaan
menunjukan bahwa pecapaian organisasi dibagi kepada berbagai
komponen organisasi diimplementasikan secara sinergi melalui hirarki
kekuasaan masing-masing yang dikoordinasikan dan dipimpin oleh
manajer puncak. Dalam organisasi persekolahan, hirarki kekuasaan
tertinggi adalah kepala sekolah.

3) Kedudukan garis dan staf. Organisasi garis menegaskan struktur


pengambilan keputusan, jalan permohonan dan saluran komunikasi
resmi untuk melaporkan informasi dan mengeluarkan instruksi,
perintah, dan petunjuk pelakasanaan. Kedudukan garis ialah
kedudukan yang diserahi kekuasaan administrative umum dalam arus
langsung dari tempat paling atas ke tempat paling bawah. Kedudukan
staf mewakili keahlian-keahlian khusus yang diperlukan bagi
berfungsinya kedudukan garis tertentu dengan pasti. (Sutisna,
1993:208).

Organisasi Informal
Interaksi antara orang dalam organisasi formal pasti akan
menghasilkan sebuah perkembangan hubungan yang tidak saja
hubungan struktural, terlebih pada organisasi persekolahan, dimana
kekeluargaan menjadi salah satu landasan perilakunya. Perkembangan
hubungan dari interaksi orang dalam organisasi ini akan mengikat
secara kuat sentiment dan komitmen setiap orang, sehingga muncul
empati da simpati satu sama lain. Hubungan inilah yang terus tumbuh
selama organisasi formal itu ada yang dinamakan organisasi informal.
Hubungan interaksi ini tidak berstruktur sebagaimana struktur
organisasi formal.

Walaupun sulit mengidentifikasi keberadaannya secara kasat mata,


namun keberadaan organisasi informal ini dapat dilihat dari tiga
karakteristik, yaitu norma perilaku, tekanan untuk menyesuaikan diri,
dan kepemimpinan informal (Sutisna, 1993 : 221). Norma perilaku
adalah standar perilaku yang diharapkan menjadi perilaku bersama
yang ditetapkan oleh kelompok (orang-orang dalam organisasi) dalam
sebuah kesepakatan sosial, sehingga sangsinya pun sangsi sosial.
Norma perilaku dalam organisasi informal tidak tertulis sebagaimana
organisasi formal, tetapi menjadi kesepakatan bersama diantara orang-
orang di dalam organisasi.

Tekanan untuk menyesuaikan diri akan muncul apabila seseorang


akan bergabung dengan suatu kelompok informal. Menggabungkan
diri dengan suatu kelompok tidak sekedar bergabung secara fisik
dalam suatu kumpulan, tetapi melibatkan sosial-emosional individu-
individu dalam organisasi informal tersebut. Karena itu organisasi
informal sering muncul dalam bentuk kelompok-kelompok yang tidak
terlalu besar , karena syarat keberterimaan sebagai bagian dari
organisasi informal ini tidak saja keanggotaan dalam organisasi
formalnya, tetapi lebih spesifik pada kesamaan antar individu
(kesamaan daerah agama, nilai yang dianut, hobi dan sebagainya).

Kepemimpinan informal dalam organisasi informal menjadi salah satu


komponen yang kuat mempengaruhi anggota di dalam organisasi,
bahkan memungkinkan melebihi pengaruh pemimpin organisasi
formal. Pemimpin informal muncul dari kelompok dan membimbing
serta mengarahkan melalui persuasi dan pengaruh. Kepemimpian
dalam organisasi informal sangat kuat pengaruhnya, karena inilah
kepemimpinan yang sesungguhnya, dimana seseorang dipatuhi bukan
karena memiliki jabatan, tetapi ada kelebihan yang secara alamiah dan
mampu mempengaruhi orang lain tanpa paksaan.

DIMENSI ORGANISASI
Dalam kacamata para ahli organisasi, dimensi struktur organisasi
memiliki keragaman pandangan, bahkan dikatakan tidak ada
kesepakatan umum diantara para teoritikus mengenai apa yang
diartikan sebagai struktur organisasi. (Robbins, 1994:91). Lebih jauh
Robbins menyimpulkan bahwa para teoritikus pada umumnya setuju
dengan dimensi struktur organisasi tetapi tidak setuju dengan definisi-
definisi operasionalnya.

Dalam konteks itu Robbins mengemukakan tiga komponen yang


menjadi dimensi struktur organisasi, yaitu kompleksitas, formalisasi,
dan sentralisasi.
a. Kompleksitas
Kompleksitas adalah tingkat diferensiasi (perbedaan) yang ada di
dalam sebuah organisasi (Robbins, 1994:91). Diferensiasi dapat
dilihat secara horizontal, vertikal, dan spasial.

Diferensiasi horizontal adalah perbedaan antara unit-unit berdasarkan


orientasi para anggotanya, sifat dari tugas yang mereka laksanakan,
tingkat pendidikan dan pelatihan pegawai. Dengan kata lain, semakin
banyak pekerjaan yaang harus dilakukan pegawai dalam organisasi,
maka semakin beragam pula organisasi tersebut. Kondisi nyata dari
diferensiasi horizontal adalah spesialisasi dan departementalisasi.

Spesialisasi merupakan pengelompokan aktivitas tertentu yang


dilakukan satu individu. Spesialisasi terdiri dari spesialisasi fungsional
dan sosial. Spesialisasi fungsional dicirikan oleh pekerjaan yang
dipecah-pecah menjadi tugas yang sederhana dan berulang-ulang.
Spesialisasi sosial dicirikan oleh individu yang dispesialisasi, bukan
pekerjaannya, dan pekerjaannya tidak bersifat rutin. Sedangkan
Departementalisasi adalah cara organisasi secara khas
mengkoordinasikan aktivitas yang telah dibedakan secara horizontal.
Diferensiasi vertikal adalah pembedaan yang didasarkan pada
kedalaman struktur. Semakin banyak tingkatan yang terdapat
diantara Top Managementdan tingkat Hierarki yang paling rendah,
makin besar pula potensi terjadinya distorsi/gangguan dalam
komunikasi dan semakin sulit mengkoordinasi pengambilan keputusan
dari pegawai manajerial, sertamakin sukar bagi top management untuk
mengawasi kegiatan bawahannya.

Diferensiasi spasial adalah pembedaan yang didasarkan pada kondisi


geografis, yakni sejauh mana lokasi (kantor) tempat produksi
(barang/jasa), personalia, dan kantor pusat tersebar secara geografis.
Sekolah-sekolah dari satu yayasan yang tersebar di berbagai
kabupaten/kota merupakan salah satu organisasi yang dikategorikan
diferensiasi spasial. Pembedaan ini akan memunculkan kompleksitas
dalam struktur organisasi.

b. Formalisasi
Formalisasi adalah tingkat sejauhmana pekerjaan di dalam organisasi
distandarkan. Konsekwensinya adalah pemegang pekerjaan hanya
mempunyai sedikit kebebasan mengenai apa yang harus dikerjakan,
bilamana mengerjakannya, dan bagaimana ia harus melakukannya.
Formalisasi sebaiknya tertulis untuk dapat memberikan kekuatan pada
pengarahan perilaku pegawai. Dalam konteks itu formalisasi diartikan
sebagai sebuah tingkat dimana peraturan, prosedur, instruksi dan
komunikasi ditulis.

Formalisasi penting karena standarisasi perilaku akan mengurangi


keanekaragaman. Standarisasi juga mendorong koordinasi dan
penghematan. Organisasi yang melakukan standarisasi akan memiliki
berbagai manual organisasi, seperti manual akuntansi, manual
personalia, manual diklat dan sebagainya. (contoh Restaurant yang
menjamur disetiap kota besar).

Teknik-teknik yang dapat digunakan untuk melakukan standarisasi


perilaku pegawai adalah seleksi (yang efektif) ; persyaratan peran
(analisis yang tepat) ; peraturan, prosedur, dan kebijaksanaan ;
pelatihan ; dan ritual (bagian dari budaya organisasi).

c. Sentralisasi
Sentralisasi adalah tingkat dimana pengambilan keputusan
dikonsentrasikan pada suatu titik tunggal dalam organisasi.
Konsentrasi keputusan yang tinggi adalah sentralisasi yang tinggi,
sedangkan konsentrasi keputusan yang rendah adalah sentralisasi yang
rendah atau disebut desentralisasi.

Desentralisasi mengurangi kemungkinan terjadinya beban informasi


yang berlebihan, memberikan tanggapan yang cepat terhadap
informasi yang baru, memberikan masukan yang lebih banyak bagi
sebuah keputusan, mendorong terjadinya motivasi, dan merupakan
sebuah alat yang potensial untuk melatih para manager dalam
mengembangkan pertimbangan yang baik. Sebaliknya sentralisasi
menambah suatu persfektif yang menyeluruh terhadap keputusan-
keputusan dan dapat memberikan efesiensi yang berarti. (Robbins,
1994 : 127).

DESAIN ORGANISASI
Desain organisasi didasarkan pada elemen-elemen umum dalam
organisasi. Mintzberg (Robbins 1994 : 304) menyebutkan lima elemen
umum dalam suatu organisasi yaitu :

1. The operating core. Para pegawai yang melaksanakan pekerjaan


dasar yang berhubungan dengan produksi dari produk dan jasa.
Dalam organisasi sekolah pegawai ini adalah guru (pengajar), guru
dikatakan sebagai ujung tombak pendidikan yang berinteraksi
langsung dengan layanan jasa pembelajaran kepada peserta didik.
2. The strategic apec. Manager tingkat puncak yang diberi tanggung
jawab keseluruhan untuk organisasi. Pada organisasi sekolah, orang
ini adalah kepala sekolah.
3. The middle line. Para manager yang menjadi penghubung
operating core dengan strategic apex. Dalam konteks perguruan
tinggi orang-orang ini adalah para dekan yang bertugas
memfasilitasi strategic apex untuk terimplementasi pada level
jurusan. Di organisasi sekolah, posisi ini dapat diidentifikasi
sebagai wakil kepala sekolah yang bertugas menjembatani
kebijakan strategis sekolah supaya dapat terimplementasi pada
level guru-guru dan staf.
4. The techno structure. Para analis yang mempunyai tanggung jawab
untuk melaksanakan bentuk standarisasi tertentu dalam organisasi.
Dalam konteks organisasi pendidikan di Indonesia, masing jarang
sekolah yang memiliki tenaga ini. Namun demikian tidak menutup
kemungkinan pada sekolah-sekolah tertentu ada yang memiliki
elemen organisasi ini. Pada perguruan tinggi BHMN seperti UPI,
elemen organisasi yang bertanggung jawab untuk melakukan
standarisasi adalah satuan penjamin mutu.
5. The support staff. Orang-orang yang mengisi unit staf, yang
memberi jasa pendukung tidak langsung kepada organisasi. Di
persekolahan staf ini dikenal dengan tenaga administratif sekolah
(TAS).

Berdasarkan lima elemen yang dikemukakan Mintzberg inilah,


Robbins menganalisis desain organisasi yang berbeda. Perbedaan
desain organisasi dikarenakan organisasi memiliki sistem dam aturan
yang berbeda dalam kelima elemen tersebut. Lima konfigurasi umum
yang dimaksud adalah struktur sederhana, birokrasi mesin, birokrasi
profesional, struktur divisional, dan adhocracy.

Struktur sederhana disarankan untuk organisasi yang kecil dengan


karakteristik organisasi yang masih dalam tahap awal dibentuk,
lingkungan organisasi sederhana dan dinamis, menghadapi krisis, atau
jika yang mempunyai kekuasaan dalam organisasi ingin agar
kekuasaan tersebut disentralisasi.

Birokrasi mesin didesain untuk organisasi yang secara efektif dapat


menangani ukuran yang besar, lingkungan yang sederhana dan stabil,
dan sebuah tekhnologi yang terdiri atas pekerjaan yang rutin dan
distandarisasi.

Birokrasi profesional yang didesain untuk pekerjaan yang rutin, hanya


saja para anggota birokrasi profesional adalah para spesialis teknis
yang menghadapi sebuah lingkungan yang kompleks. Intinya agar
operasional keseharian yang kompleks dapat berjalan secara efektif.
Struktur divisional banyak persamaan dengan birokrasi mesin.
Struktur ini didesain untuk menanggapi strategi yang menekankan
kepada keanekaragaman pasar atau produk, dimana organisasi tersebut
besar, tekhnologinya dapat dibagi-bagi, dan lingkungannya cenderung
untuk menjadi sederhana dan stabil.

Adhocracy meminta agar manajemen puncak melepaskan kebanyakan


pengawasan. Konfigurasi ini cocok untuk organisasi yang memiliki
stategi variatif, beresiko tinggi, teknologi tidak rutin, atau
lingkungannya mungkin dinamis atau kompleks.

SEKOLAH SEBAGAI ORGANISASI SOSIAL

1. Element Kunci Sekolah Sebagai Organisasi Sosial


Setiap organisasi akan memiliki aktivitas untuk mencapai
tujuannya. Pencapaian tujuan organisasi akan meminta sejumlah
aktivitas individu atau kolektif dari anggota organisasi yang harus
dikoordinasikan agar terarah pada pencapaian tujuan. Disinilah
interaksi social akan berlangsung, interaksi ini tidak saja
dipengaruhi oleh struktur organisasi dan individu-individu yang
mengisi struktur, tetapi juga dipengaruhi oleh budaya, politik,
teknik produksi, dan lingkungan organisasi (khususnya lingkungan
strategis).

2. Sekolah Sebagai Organisasi Pembelajaran (Learning Organization)


Learning Organization diperkenalkan oleh oleh Peter Senge sekitar
tahun 1990 yang kemudian berkembang pesat dan menghasilkan
berbagai aplikasi dalam berbagai bidang keilmuan, salah satunya
dalam bidang manajemen.

Leithwood dan Louis (1998) (Hoy dan Miskel, 2001 : 32)


mengemukakan “Learning Organization is one in which the
participant pursue with a collective commitment to routinely assessing
the value of those purposes, modifying them when appropriate, and
continually developing more effective and efficient ways to achieve
those purposes”. ( LO adalah satu cara dimana seseorang dengan
komitmen bersama menilai secara rutin tujuan-tujuan mereka,
memodifikasi tujuan-tujuan tersebut manakala sesuai dan secara terus
menerus mengembangkan dengan cara yang lebih efektif dan efisien
untuk mencapai tujuan tersebut ).

Kemampuan suatu organisasi bertahan hidup ditentukan oleh sumber


daya manusia organisasinya, karena organisasi dibuat, digerakan dan
diorientasikan untuk mencapai tujuan manusia, manusia adalah unsur
yang paling pokok dalam suatu organisasi, dan oleh manusia-manusia
unggul lah suatu organisasi akan tetap pada kondisi bertahan dan
berkembang.

Pandangan organisasi sebagai sistem sosial menunjukan bahwa


organisasi merupakan sistem yang terbuka dan berinteraksi dengan
lingkungannya secara dinamis. Interaksi ini berkembang sesuai
dengan perkembangan zaman dan IPTEK. Kondisi tersebutlah yang
mengharuskan SDM organisasi tidak saja memiliki kompetensi dalam
melaksanakan tugasnya, tetapi juga harus terus melakukan
pengembangan dan adaptasi terhadap perkembangan zaman, dengan
kata lain harus terus belajar agar mampu bertahan dan berkembang
( Survival and Growth ).

Pada dunia pendidikan yang harus dicermati dari keberadaan sekolah


pada interaksinya dengan lingkungan sekolah yang dinamis adalah
menjadikan sekolah sebagai tempat belajar untuk semua orang, tidak
saja peserta didik yang harus belajar, tetapi semua staf dan dan pihak
yang terkait dengan pengelolaan sekolah yang harus turut serta.
Supaya dalam menghadapi permasalahan dapat terkendali secara
bersama dan kemudian mencoba berbagai cara untuk menghasilkan
lulusan yang lebih unggul atau hasil lebih baik.

Cara yang harus dilakukan oleh kepala dan staf sekolah untuk
menjadikan sekolah sebagai tempat LO adalah :
a) Menemukan berbagai cara untuk membuat struktur organisasi
sekolah yang secara terus menerus mendukung layanan
pembelajaran dan memperluas kemampuan adaptasi organisasi
b) Mengembangkan iklim dan budaya organisasi yang memiliki
karakteristik terbuka, kerjasama, dan mampu mengatur diri sendiri
c) Mengidentifikasi individu yang progresif, sukses, dan terbuka
untuk perubahan
d) Mencegah kekerasan, penyelewengan dan politik yang tidak benar
dalam layanan pembelajaran
e) Memimpin dengan model kepemimpinan transformasional
f) Berkomunikasi secara terbuka dan berkelanjutan
g) Membuat keputusan partisipatif
h) Mengembangkan kapasitas sekolah untuk merespon berbagai
masalah secara efektif dan menyeluruh bukan secara sporadis.

B. AKUNTANSI ORGANISASI NIRLABA

Organisasi nirlaba (organisasi non-profit) adalah suatu organisasi yang


bersasaran pokok untuk mendukung suatu perihal didalam menarik
perhatian publik atau pelayanan publik untuk suatu tujuan yang tidak
komersil, tanpa ada perhatian terhadap hal-hal yang sifatnya mencari
laba. Organisasi nirlaba meliputi rumah peribadatan, sekolah negeri,
yayasan dll.

Organisasi nirlaba atau organisasi yang tidak bertujuan memupuk


keuntungan memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
1. Sumber daya entitas berasal dari para penyumbang yang tidak
mengharapkan pembayaran kembali atau manfaat ekonomi yang
sebanding dengan jumlah sumber daya yang diberikan.
2. Menghasilkan barang dan/atau jasa tanpa bertujuan memupuk
laba, dan kalau suatu entitas menghasilkan laba, maka jumlahnya
tidak pernah dibagikan kepada para pendiri atau pemilik entitas
tersebut.
3. Tidak ada kepemilikan seperti lazimnya pada organisasi bisnis,
dalam arti bahwa kepemilikan dalam organisasi nirlaba tidak
dapat dijual, dialihkan, atau ditebus kembali, atau kepemilikan
tersebut tidak mencerminkan proporsi pembagian sumber daya
entitas pada saat likuidasi atau pembubaran entitas.

Organisasi nirlaba dibagi menjadi dua kelompok besar, yaitu entitas


pemerintahan dan entitas nirlaba nonpemerintah. Organisasi nirlaba
dipandang amat berbeda dengan organisasi komersial oleh
pelanggan, donatur dan sukarelawan, pemerintah, anggota
organisasi dan karyawan organisasi nirlaba.

Bagi stakeholder, akuntansi dan laporan keuangan bermanfaat


sebagai bentuk alat penyampaian pertanggungjawaban pengurus.

Para karyawan profesional organisasi nirlaba diasumsikan ingin


diperlakukan setara dengan karyawan profesional organisasi
komersial dalam hal imbalan, karier, jabatan, dan masa depan. Bagi
mereka akuntansi berguna untuk menginformasikan kesinambungan
hidup organisasi sebagai tempat berkarier.

Para anggota diasumsikan secara serius ikut serta dalam suatu


organisasi nirlaba untuk mencapai suatu visi dan misi tertentu
organisaai bersangkutan yang sejalan dengan aspirasinya. Maka
laporan keuangan diharapkan memberikan informasi berkala, guna
memberikan gambaran, apakah visi misi tersebut direalisasikan.

Para pelanggan atau pihak yang menjadi sasaran akan diuntungkan


serta berharap untuk memperoleh manfaat yang dijanjikan
organisasi, juga perlu mendapat informasi mengenai sasaran yang
berhasil diraih organisasi tersebut. Maka laporan keuangan perlu
menampilkan manfaat atau hasil yang diraih yang apabila mungkin
didenominasikan dalam besaran uang.

Bagi pemerintah, organisasi nirlaba nonpemerintah harus mematuhi


ketentuan undang-undang, serta diharapkan memberi sumbangan
positif bagi kehidupan sosial, politik, ekonomi, dan budaya nasional
serta memberi citra baik bagi bangsa. Di sini, laporan keuangan
berfungsi sebagai umpan balik kepada pemerintah. Apabila ada
berbagai harapan dan kepentingan yang berbenturan, maka laporan
keuangan secara seimbang memberi informasi bagi berbagai pihak
yang berkepentingan itu.

Sebagai kesimpulan, sasaran utama laporan keuangan entitas nirlaba


adalah menyajikan informasi kepada penyedia sumber daya, yang
ada pada masa berjalan dan pada saat yang akan datang dan pihak-
pihak lain yang berkepentingan untuk mengambil keputusan rasional
dalam pengalokasian sumber daya kepada entitas nirlaba.

Perbedaan organisasi nirlaba dengann organisasi laba


Banyak hal yang membedakan antara organisasi nirlaba dengan
organisasi laba, diantaranya sbb:
Organisasi laba:
 Pemilik jelas memperoleh untung dari hasil organisasinya
 Sumber pendanaan jelas, yakni dari keuntungan usahanya.
 Penyebaran tanggung jawab jelas, siapa yang menjadi dewan
komisaris yang kemudian memilih direktur pelaksana.
Organisasi nirlaba:
 Pemilik tidak jelas
 Membutuhkan sumber pendanaan
 Tidak mudah dilakukannya penyebaran tanggung jawab, karena
dewan komisaris bukan pemilik.

Organisasi nirlaba membutuhkan pengelolaan yang berbeda dengan


organisasi profit dan pemerintahan. Pengelolaan organisasi nirlaba dan
criteria-kriteria pencapaian kinerja organisasi tidak berdasar pada
pertimbangan ekonomi semata, tetapi sejauhmana masyarakat yang
dilayaninya diberdayakan sesuai dengan konteks hidup potensi-
potensi kemanusiaannya. Sifat social dan kemanusiaan sejati
merupakan ciri khas pelayanan organisasi-organisasi nirlaba. Manusia
menjadi pusat sekaligus agen perubahan dan pembaruan masyarakat
untuk mengurangi kemiskinan, menciptakan kesejahteraan, kesetaraan
gender, keadilan, dan kedamaian, bebas dari konflik dan kekerasan.
Kesalahan dan kurang pengetahuan dalam mengelola organisasi
nirlaba, justru akan menjebak masyarakat hidup dalam kemiskinan,
ketidakberdayaan, ketidaksetaraan gender, konflik dan kekerasan
social. Pengelolaan organisasi nirlaba, membutuhkan kepedulian dan
integritas pribadi dan organisasi sebagai agen perubahan masyarakat,
serta pemahaman yang komprehensif dengan memaduka pengalaman-
pengalaman konkrit dan teori manajemen yang handal dan unggul
sebagai hasil proses pembelajaran bersama masyarakat.

Dalam konteks pembangunan organisasi nirlaba yang unggul,


berkelanjutan, dan memberikan energy perubahan dan pembaruan
bagi masyarakat, Bernardine R. Wirjana, professional dalam bidang
pemberdayaan masyarakat, yang selama dua dasawarsa menjadi
pelaku manajemen organisasi nirlaba, mengabdikan proses
pembelajaran atas pengalaman-pengalaman dan teori-teori manajemen
terkini dalam bidang pemberdayaan masyarakat.

Ciri-ciri Organisasi Nirlaba:


1. Sumber daya entitas berasal dari para penyumbang yang tidak
mengharapkan pembayaran kembali atas manfaat ekonomi yang
sebanding dengan jumlah sumber daya yang diberikan.
2. Menghasilkan barang dan jasa tanpa bertujuan memupuk laba, dan
kalau suatu entitas menghasilkan laba, maka jumlahnya tidak
pernah dibagikan kepada para pendiri atas pemilik entitas tersebut.
3. Tidak ada kepemilikan seperti lazimnya pada organisasi bisnis,
dalam arti bahwa kepemilikan dalam organisasi nirlaba tidak dapat
dijual, dialihkan, atau ditebus kembali, atau kepemilikan tersebut
tidak mencerminkan proporsi pembagian sumber daya entitas pada
saat likuiditas atau pembubaran entitas.

Pelatihan Keuangan untuk Pengelola Keuangan Organisasi


Nirlaba
Organisasi nirlaba di Indonesia saat ini masih cenderung menekankan
pada prioritas kualitas program dan tidak terlalu memperhatikan
pentingnya system pengelolaan keuangan. Padahal system
pengelolaan keuangan yang baik diyakini merupakan salah satu
indicator utama akuntabilitas dan transparasi sebuah lembaga.
Pengetahuan dari staff keuangan mengenai pengelolaan keuangan
organisasi nirlaba masih sangat minimal. Padahal untuk membangun
system pengelolaan keuangan yang handal dibutuhkan pengetahuan,
ketrampilan, dan pengalaman yang cukup.

Penabulu menghadirkan pelatihan keuangan yang bertujuan untuk


miningkatkan transparansi dan akuntabilitas keuangan organisasi
nirlaba melalui penguatan kapasitas dalam bidang pengelolaan
keuangan.

Peserta pelatihan memahami system pengendalian internal sebagai


bagian dari usaha meningkatkan efektivitas dan efisiensi kerja
lembaga, peserta dapat melakukan administrasi keuangan organisasi
nirlaba dan membuat laporan keuangan organisasi sesuai dengan
ketentuan dalam PSAK 45.

Pajak bagi organisasi nirlaba


Banyak yang bertanya,apakah organisasi nirlaba yang mana mereka
tidak mengambil keuntungan dari apapun, akan dikenakan pajak?
Sebagai entitas atau lembaga, maka organisasi nirlaba merupakan
subyek pajak. Artinya seluruh kewajiban subyek pajak harus
dilakukan tanpa terkecuali. Akan tetapi, tidak semua penghasilan yang
diperoleh yayasan merupakan obyek pajak.

Pemerintah Indonesia memperhatikan bahwa badan social bukan


bergerak mencari laba, sehingga pendapatannya diklasifikasikan atas
pendapatan yang obyek pajak dan bukan obyek pajak. Namun di
banyak Negara, organisasi nirlaba boleh melamar status sebagai bebas
pajak, sehingga dengan demikian mereka akan terbebas dari pajak
penghasilan dan jenis pajak lainnya.

Organisasi nirlaba di beberapa Negara


Indonesia
Di Indonesia, organisasi nirlaba telah berkembang cukup pesat,
terutama di bidang keagamaan serta advokasi. Selain itu, di bidang
pendidikan kini juga mulai berkembang, seperti yang dilakukan oleh
internews Indonesia, dimana mereka melakukan bimbingan bagi para
jurnalis.

Amerika Serikat
Perkembangan organisasi nirlaba di AS telah sangat jauh lebih maju di
banding Indonesia, terutama dalam bidang keagamaan. Amandemen
pertama AS menjamin kebebasan beragama bagi masyarakatnya.
Bagaimanapun, organisasi nirlaba relijius seperti gereja, tunduk
kepada lebih sedikit system pelaporan pemerintah pusat disbanding
dengan banyak organisasi lain. Dalam hal perpajakan, organisasi
nirlaba relijius di AS juga di kecualikan dari beberapa pemeriksaan
ataupun peraturan, yang membedakannya dengan organisasi non
relijius. Kanada Di kanada organisasi nirlaba yang mengambil format
derma biasanya harus di catatkan si dalam agen pendapatan
kanada.(Canada revenue agency)

Kerajaan inggris
Di inggris dan wales, organisasi nirlaba yang mengambil format
derma biasanya harus dicatatkan di dalam komisi pengawasan derma.
Di skotlandia, kantor pengatur derma skotlandia juga melayani fungsi
yang sama. Berbeda dengan organisasi nirlaba di AS seperti serikat
buruh, biasanya tunduk kepada peraturan yang terpisah, dan tidak
begitu dihormati sebagaimana hanya derma dalam hal pengertian
teknis.

Keadaan organisasi nirlaba di Indonesia


Menurut Wikipedia Indonesia, organisasi nirlaba adalah suatu
organisasi yang bersasaran pokok untuk mendukung satu isu atau
perihal didalam menarik perhatian public untuk suatu tujuan yang
tidak komersial, tanpa ada perhatian terhadap hal-hal yang bersifat
mencari laba. Karakter dan tujuan dari organisasi non profit menjadi
jelas terlihat ketika dibandingkan dengan organisasi profit. Organisasi
non profit berdiri untuk mewujudkan perubahan pada individu atas
komunitas, sedangkan organisasi profit sesuai dengan namanya
bertujuan untuk mencari keuntungan. Organisasi non profit
menjadikan sumber daya manusia sebagai asset yang paling berharga,
karena semua aktivitas organisasi ini pada dasarnya adalah dari, oleh,
dan untuk manusia.

Organisasi profit memiliki kepentingan yang besar terhadap


berkembangnya organisasi nirlaba. Dari organisasi inilah sumber daya
manusia yang handal terlahir. Memiliki daya saing yang tinggi, aspek
kepemimpinan serta sigap menanggapi perubahan. Hampir diseluruh
dunia ini organisasi nirlaba merupakan agen perubahan terhadap
tatanan hidup suatu komunitas yang lebih baik. Daya jelajah mereka
menyentuh pelosok dunia yang bahkan tidak bias terlayani oleh
organisasi pemerintah. Kita telah saksikan sendiri, bagaimana
efektifnya daya jelajah organisasi nirlaba ketika terjadi bencana alam
tsunami di Aceh, ratusan organisasi nirlaba dari seluruh dunia seakan
berlomba membuat prestasi terhadap proyek kemanusiaan bagi
masyarakat Aceh. Organisasi profit juga mendapatkan keuntungan
langsung dengan majunya komunitas, mereka mendapatkan market
yang terus bertumbuh karena daya beli komunitas yang kian hari kian
berkembang atas pembinaan organisasi nirlaba.

Di Indonesia, sebagian besar organisasi non profit dalam keadaan lesu


darah. Mereka sesuai dengan namanya kebanyakan miskin dana.
Perbedaan mencolok terlihat dengan organisasi non profityang
memiliki induk di luar negeri. Kondisi ini sudah pasti berpengaruh
terhadap kualitas dan kuantitas dari gerak roda organisasi. Seharusnya
organisasi non profit tidak jauh beda dengan organisasi profit, harus
memiliki mission statement yang jelas, focus dan aplikatif. Pernyataan
misi organisasi sebaiknya sederhana dan mudah dipahami oleh stake
holder organisasi. Kelemahan dari organisasi nirlaba Indonesia adalah
tidak fokusnya misi. Sering misi dibuat dengan pilihan kata, maka
kata yang paling mengambang dan dapat multitafsir. Kalau kita sortir
berdasarkan kata, maka kata yang paling banyak muncul barangkali
kata sejahtera, adil, merata, berkesinambungan. Misi ini selanjutnyan
diterjemahkan kedalam sasaran-sasaran yang biasanya akan menjadi
makin meluas dan tidak focus. Kondisi ini juga berimbas pada
rancangan struktur organisasi nirlaba Indonesia. Struktur
organisasinya memasukkan semua bidang. rata-tara memiliki > 200
bidang. Banyak yang masih mengadaptasi organisasi politik mereka
dijaman orde baru hamper semua organisasi nonprofityang berdiri
menjadi underblow partai golkar.

Masyarakat sekarang ini sudah dengan mudah mengakses informasi


dari seluruh penjuru dunia. Mereka juga dengan mudah menjalin
komunikasi yang tumbuh dan berkembang di dunia maya sendiri.
Telah menarik populasi yang sangat besar. Makin hari organisasi
konvensional makin ditinggalkan. Aktivitasnya dengan teknologi
informasi. Kepemimpinan di seluruh organisasi memegang peranan
yang paling vital. Demikian pula dalam organisasi nirlaba. Criteria
pemimpin organisasi nirlaba yang paling utama adalah memiliki
kemauan. Dalam konteks ini, pemimpin harus memiliki niat dan
bukan dipaksa oleh orang lain. Dengan memiliki kemauan, otomatis
akan memiliki pandangan terhadap apa saja yang harus dikerjakan
sebagai dikemudian hari, serta mengetahui konsekwensi atas
pengorbanan yang harus dijalani sebagai pemimpin organisasi nirlaba.
Criteria kedua adalah memiliki kapasitas untuk mendengar dan
menyelesaikan permasalahan. Mendengar merupakan criteria yang
penting bagi pemimpin dalam organisasi nirlaba, karena pemimpin
akan selalu berinteraksi dengan banyak orang, mulai dari para relawan
sampai dengan orang-orang yang menjadi objek dari organisasi.
Criteria ketiga adalah memiliki kemampuan mengkader. Dengan
mengkader maka keberlangsungan organisasi akan dapat terjamin.
Pemimpin yang sukses adalah yang bukan menghambat kemunculan
kader-kader yang lebih muda, tetapi justru member inspirasi dan
motivasi bagi mereka untuk tumbuh dan berkembang. Sesungguhnya
pemimpin yang berhasil mengkader adalah pemimpin yang berhasil
membesarkan namanya sendiri secara tidak langsung. Criteria
keempat adalah memiliki kemampuan dalam hal mengumpulkan dana.
Hal ini sangat terkait dengan kemampuan determinasi serta
kecerdasan pemimpin dalam merajut relasi antar donator. Volunteer
dan masyarakat. Organisasi nirlaba telah banyak yang
mengaplikasikan criteria-criteria tersebut untuk memilih
pemimpinnya. Tapi sayang karena belum memiliki manajemen
pengumpulan dana yang baik, criteria kemampuan financial dari calon
pemimpin sering dikedepankan. Hitler dalam perang dunia pertama
menyatakan bahwa yang paling penting dalam perangadalah uang.
Yang kedua adalah uang dan yang ketiga adalah uang. Memang uang
penting bagi organisasi nonprofit, tapi pengelola organisasi non profit,
dibutuhkan manajemen pengumpulan dana yang bersifat jangka
panjang. Istilah fund rising di organisasi nirlaba sebenarnya lebih tepat
kalau disebut sebagai fund development. Istilah ini signifikan karena
bukan hanya dana yang menjadi perhatian tetapi juga orang-orang
yang terlibat sebagai donator dan volunteer juga menjadi perhatian
utama untuk membangun dukungan yang bersifat jangka panjang.
Pentingnya Publik Relations Dalam Organisasi Nirlaba
Karena sifat organisasi nirlaba yang bersifat mandiri dan sukarela
maka PR dalam hal ini harus menggalakkan kampanye untuk
meyakinkan dan membangkitkan kesadaran /tanggung jawab social
masyarakat tentang nilai aktivitasnya melalui kampanye yang terus
menerus agar mereka bersedia mendukung (khususnya dana), terlibat
dan tetap percaya dalam program yang dilakukan. Kampanye juga
digalakkan dalam mengembangkan saluran komunikasi dengan public
sehingga dapat menciptakan dan memelihara iklim yang
menguntungkan untuk mengumpulkan dana. PR dalam organisasi
nirlaba dituntut untuk mampu membuat program PR seperti : tulisan
(PR writing), buku mini, brosur, naskah pidato (radio/televise), film.
Dengan menggunakan beragam media komunikasi. Misalnya
publisitas pers, iklan, pidato umum, peragaan, pameran, majalah,
kisahberita. Hal ini ditunjukkan untuk member informasi dan
memotivasi konstituen utama organisasi(karyawan, sukarelawan)
untuk mengabdikan diri mereka dan berkarya secara produktif untuk
mendukung misi, tujuan dan sasaran organisasi. Sama dengan PR
pada organisasi lainnya (Frazier Moore) fungsi PR dalam organisasi
nirlaba : menentukan sikap public terhadap organisasi (pencitraan),
menilai-kesan public terhadap organisasi, mencari apakah public
mengetahui tujuan, pelayanan dan pelaksanaan organisasi,
menentukan kesalahapahaman yang terjadi, melaksanakan penelitian
opini yang sangat penting untuk menyusun kebijaksanaan,
perencanaan dan penelitian efektifitas program humas.
Mengidentifikasi public : anggota penyumbang/ donator, pekerja
sukarela, pemuka pendapat (Opinion Leader), atau public umum.

Karakteristik Organisasi Nirlaba


Dalam ruang lingkup PSAK No. 45 tentang Pelaporan Keuangan
Organisasi Nirlaba, dikatakan bahwa sebuah organisasi nirlaba
memiliki karakteristik yang berbeda dengan organisasi bisnis pada
umumnya. Karakteristik yang biasanya melekat pada organisasi
nirlaba adalah sebagai berikut:
1. Sumber daya organisasi berasal dari para penyumbang yang tidak
mengharapkan pembayaran kembali atau manfaat ekonomi yang
sebanding dengan jumlah sumber daya yang diberikan.
2. Menghasilkan barang dan jasa tanpa bertujuan memupuk laba. Dan
jika organisasi menghasilkan laba, maka jumlahnya tidak pernah
dibagikan kepada para pendiri atau pemilik organisasi tersebut.
3. Tidak ada kepemilikan seperti lazimnya pada organisasi bisnis,
dalam arti bahwa kepemilikan dalam organisasi nirlaba tidak dapat
dijual, dialihkan, atau ditebus kembali, atau kepemilikan tersebut
tidak mencerminkan proporsi pembagian sumber daya organisasi
pada saat likuidasi atau pembubaran organisasi.

Menurut Anthony dan Young (2003: 63), karakteristik umum sebuah


organisasi nirlaba adalah sebagai berikut:
1. Tidak bermotif mencari keuntungan.
2. Adanya pertimbangan khusus dalam pembebanan pajak.
3. Ada kecenderungan berorientasi semata-mata pada pelayanan.
4. Banyak menghadapi kendala yang besar pada tujuan dan strategi.
5. Kurang banyak menggantungkan diri pada kliennya untuk
mendapatkan bantuan keuangan.
6. Dominasi profesional.
7. Pengaruh politik biasanya memainkan peranan yang sangat
penting.

Namun dalam praktik sehari-hari, tidak jarang kita temui organsisasi


nirlaba tampil dalam berbagai bentuknya, sehingga sulit dibedakan
dengan organisasi bisnis pada umumnya. Misalnya, suatu organsisasi
nirlaba yang untuk mendanai kebutuhan operasinya berasal dari
penjualan barang atau jasa maupun dari hutang. Pada dasarnya
organsiasi semacam ini mempunyai karakteristik yang tidak jauh
berbeda dengan organisasi bisnis.

B.1 DASAR PEMIKIRAN AKUNTANSI ORGANISASI


NIRLABA

Di Amerika Serikat (AS), Financial Accounting Standard


Board (FASB) telah menyusun standar untuk laporan keuangan yang
ditujukan bagi para pemilik entitas atau pemegang saham, kreditor,
dan pihak lain yang tidak secara aktif terlibat dalam manajemen
entitas bersangkutan namun memiliki kepentingan. FASB juga
berwenang untuk menyusun standar akuntansi bagi entitas nirlaba
nonpemerintah, sementara US Government Accounting Standard
Board (GASB) menyusun standar akuntasi dan pelaporan keuangan
untuk pernerintah pusat dan federal AS.

Di Indonesia, Pemerintah membentuk Komite Standar Akuntasi


Pemerintah. Organisasi penyusun standar untuk pemerintah itu
dibangun terpisah dari FASB di AS atau Dewan Standar Akuntansi
Keuangan-Ikatan Akuntan Indonesia di Indonesia karena
karakteristik entitasnya berbeda. Entitas pemerintah tidak
mempunyai pemegang saham atau semacamnya, memberi pelayanan
masyarakat tanpa mengharapkan laba, dan mampu memaksa
pembayar pajak untuk mendukung keuangan pernerintah tanpa
peduli bahwa imbalan bagi pembayar pajak tersebut memadai atau
tidak memadai.

International Federation of Accountant (IFAC) membentuk


IFAC Public Sector Committee (PSC) yang bertugas
menyusun International Public Sector Accounting Standard
(IPSAS). Istilah public sector di sini berarti pemerintah nasional,
pemerintah regional (misalnya negara bagian, daerah otonom, pro-
vinsi, daerah istimewa), pemerintah lokal (misalnya kota mandiri)
dan entitas pernerintah terkait (misalnya perusahaan negara, komisi
khusus). Dengan demikian PSC tidak menyusun standar akuntansi
sektor publik nonpemerintah.
Organisasi komersial dan nirlaba sering rancu, karena pembagiannya
didasarkan atasjenis kegiatan atau bentuk legalnya. Sesungguhnya
istilah nonkomersial lebih tepat dari istilah nirlaba. Istilah Not For
Profit Organization (NFPO) telah menggeser istilah nonprofit
organization karena menawarkan resolusi bahwa itikad atau tujuan
pendirian organisasi bersangkutan bukan untuk mencari laba.
Seluruh kegiatannya tidak ditujukan untuk mengumpulkan laba,
namun dalam perjalanannya organisasi nirlaba ternyata secara legal
bernasib keuangan yang baik, yakni dapat mengalami surplus karena
aliran kas masuk melebihi aliran kas keluar. Dengan demikian,
walaupun sama-sama memperoleh sisa laba, surplus yang setara laba
neto setelah pajak, baik organisasi komersial maupun organisasi
nirlaba tetap pada jati dirinya.
Surplus diperlukan organisasi nirlaba untuk memperbesar skala
kegiatan pengabdiannya dan memperbaharui sarana yang uzur dan
rusak. Sebaliknya, apabila surplus tersebut dinikmati oleh para
pengurus dalam bentuk tantiern, gratifikasi, gaji, bonus, tunjangan
perjalanan dinas, pinjaman bagi pendiri/ pengurus (setara dividen
dalam entitas komersial) atau kenikmatan (mobil mewah, rumah
tinggal, keanggotaan golf dan sebagainya), maka organisasi nirlaba
menjadi berhakikat entitas komersial.

Entitas komersial atau nirlaba sering diidentifikasi melalui bentuk


legal dan bentuk kegiatan. Contoh entitas legal adalah:
1. Entitas komersial, terbagi atas entitas komersial yang dikelola
pmerintah, seperti BUMN Persero; entitas komersial swasta,
misalnya CV, NV, Firma, usaha perorangan, UD;
2. Entitas nirlaba, terbagi atas entitas nirlaba pemerintah, entitas
nirlaba swasta, misalnya yayasan, partai politik, lembaga swadaya
masyarakat.

Pembagian entitas komersial dan nirlaba berdasarkan bidang bentuk


kegiatan/bidang usaha tidak disarankan. Rumah sakit dan museum
pemerintah pada umumnya nirlaba, namun rumah sakit dan museum
swasta mungkin nirlaha atau komersial.

B.2 TUJUAN LAPORAN KEUANGAN ORGANISASI


NIRLABA

Sebagai bagian dari usaha untuk membuat rerangka konseptual, Fi-


nancial Accounting Standards Board (FASB, 1980)
mengeluarkan Statements of Financial Accounting Concepts No. 4
(SFAC 4) mengenai tujuan laporan keuangan untuk organisasi
nonbisnis/nirlaba (objectives of financial reporting by nonbusiness
organizations). Tujuan laporan keuangan organisasi nirlaba dalam
SFAC 4 tersebut adalah:
1. Laporan keuangan organisasi nonbisnis hendaknya dapat
memberikan informasi yang bermanfaat bagi penyedia dan calon
penyedia sumber daya, serta pemakai dan calon pemakai lainnya
dalam pembuatan keputusan yang rasional mengenai alokasi
sumber daya organisasi.
2. Memberikan informasi untuk membantu para penyedia dan calon
penyedia sumber daya, serta pemakai dan calon pemakai lainnya
dalam menilai pelayanan yang diberikan oleh organisasi nonbisnis
serta kemampuannya untuk melanjutkan memberi pelayanan
tersebut.
3. Memberikan informasi yang bermanfaat bagi penyedia dan calon
penyedia sumber daya, serta pemakai dan calon pemakai lainnya
dalam menilai kinerja manajer organisasi nonbisnis atas
pelaksanaan tanggung jawab pengelolaan serta aspek kinerja
lainnya.
4. Memberikan informasi mengenai sumber daya ekonomi,
kewajiban, datt kekayaan bersih organisasi, serta pengaruh dari
transaksi, peristiwa dar. kejadian ekonomi yang mengubah
sumber daya dan kepentingan sumber daya tersebut.
5. Memberikan informasi mengenai kinerja organisasi selama satu
periode. Pengukuran secara periodik atas perubahan jumlah dan
keadaan/kondisi sumher kekayaan bersih organisasi nonbisnis
serta informasi mengenai usaha dan hasil pelayanan organisasi
secara bersama-sama yang dapat menunjukkan informasi yang
berguna untuk menilai kinerja.
6. Memherikan informasi mengenai bagaimana organisasi
memperoleh dan membelanjakan kas atau sumber daya kas,
mengenai utang dan pembayaran kembali utang, dan mengenai
faktor-faktor lain yang dapat mempengaruhi likuiditas organisasi.
7. Memberikan penjelasan dan interpretasi untuk membantu pemakai
dalam memahami informasi keuangan yang diberikan.

B.3 PAJAK ORGANISASI NIRLABA

Di Indonesia organisasi nirlaba merupakan salah satu dari sejumlah


wajib pajak. Organisasi ini pada awalnya mendapatkan perlakuan
khusus dalam peraturan perpajakan yang berbeda dengan wajib pajak
lainnya di bidang perpajakan. Perlakuan khusus itu diberikan dalam
bentuk pengecualian, pengenaan tarif khusus, atau keringanan-
keringanan lainnya yang berlaku untuk berbagai jenis wajib pajak.
Perlakuan khusus diberikan karena organisasi ini memiliki motif
sosial dan bekerja untuk kepentingan masyarakat luas. Namun, dalam
perkembangannya otoritas perpajakan melihat perlakuan khusus ini
digunakan dengan tidak sehat.

Banyak organisasi nirlaba yang mengambil bentuk yayasan atau badan


hukum non-komersial lainnya dalam kegiatan sehari-hari beroperasi
seperti badan hukum komersial. Karena itulah, perlakuan khusus itu
mulai dikurangi, dipersempit, bahkan ditiadakan. Mulai 1994 otoritas
perpajakan menempatkan organisasi nirlaba sama seperti perusahaan
komersial atau wajib pajak lainnya di bidang perpajakan.
Kebijakan mengenai perpajakan bagi sektor nirlaba di Indonesia bisa
dilihat pada tujuh Undang-undang pokok yang mengatur masalah
perpajakan di Indonesia. Ketujuh Undang-undang tersebut adalah:
1. Undang-undang Nomor 16 Tahun 2000 tentang Perubahan Kedua
atas Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 mengenai Ketentuan
Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP)
2. Undang-undang No.17 Tahun 2000 tentang Perubahan Ketiga
atas Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak
Penghasilan
3. Undang-undang No.18 Tahun 2000 tentang Perubahan Kedua atas
Undang-undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan
Nilai Barang dan Jasa, dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah
4. Undang-undang No.19 Tahun 2000 tentang Perubahan atas
Undang-undang Nomor 19 Tahun 1997 tentang Penagihan Pajak
dengan Surat Paksa
5. Undang-undang No. 20 Tahun 2000 tentang Perubahan atas
Undang-undang Nomor 21 Tahun 1985 tentang Bea Perolehan
Hak atas Tanah dan Bangunan
6. Undang-undang No. 12 Tahun 1994 tentang tentang perubahan
Undang-undang Nomor 12 Tahun 1985 Pajak Bumi dan
Bangunan
7. Undang-undang No. 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak

Dari ketujuh Undang-undang tersebut, ada tiga UU yang berkaitan


langsung dengan kebijakan perpajakan untuk organisasi nirlaba, yakni
UU Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP), UU Pajak
Penghasilan, dan UU Pajak Pertambahan Nilai. Mengacu pada ketiga
Undang-undang tersebut, kebijakan perpajakan terhadap organisasi
nirlaba secara umum tidak terlalu berbeda dengan badan usaha yang
merupakan organisasi komersial. Organisasi nirlaba, khususnya
yayasan, merupakan wajib pajak. Ketentuan ini secara khusus diatur
dalam KUP Bab I pasal 1 yang berbunyi:
1. Wajib Pajak adalah orang pribadi atau badan yang menurut
ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan ditentukan
untuk melakukan kewajiban perpajakan, termasuk pemungut pajak
atau pemotong pajak tertentu.
2. Badan adalah sekumpulan orang dan atau modal yang merupakan
kesatuan baik yang melakukan usaha maupun yang tidak
melakukan usaha yang meliputi perseroan terbatas, perseroan
komanditer, perseroan lainnya, badan usaha milik Negara atau
Daerah dengan nama dan dalam bentuk apapun, firma, kongsi,
koperasi, dana pensiun, persekutuan, perkumpulan, yayasan,
organisasi massa, organisasi sosial politik, atau organisasi yang
sejenis, lembaga, bentuk usaha tetap, dan bentuk badan lainnya.

Pasal ini dengan jelas menyatakan bahwa yayasan atau organisasi


nirlaba lainnya beserta orang yang menjadi pegiat atau pekerjanya
merupakan wajib pajak. Organisasi nirlaba, khususnya yang berbentuk
yayasan, merupakan lembaga sekaligus salah satu bentuk usaha yang
mempunyai hak dan kewajiban yang sama dengan lembaga dan
bentuk-bentuk usaha lainnya. Undang-undang ini tidak membedakan
atau memperhatikan motif atau tujuan pendirian sebuah lembaga.
Kalaupun sebuah lembaga didirikan untuk tujuan atau misi sosial yang
bersifat non-komersial, maka posisi dan perlakuannya sama dengan
lembaga yang didirikan untuk keperluan komersial atau mencari
keuntungan sebesar-besarnya.

Sebagai wajib pajak, maka yayasan dan berbagai bentuk organisasi


nirlaba lainnya harus tunduk pada hukum perpajakan di Indonesia.
Pengurus organisasi ini harus memenuhi kewajibannya untuk datang
Kantor Pelayanan Pajak untuk mendaftarkan diri dan dicatat sebagai
wajib pajak, sekaligus mendapatkan NPWP (Nomor Pokok Wajib
Pajak) sebagai identitas wajib pajak. Sikap proaktif itu sesuai dengan
prinsip self assessment yang berlaku pada sistem perpajakan
Indonesia.

Setelah terdaftar sebagai wajib pajak, yayasan atau jenis organisasi


nirlaba diharuskan melaksanakan kewajiban-kewajibannya sebagai
wajib pajak, antara lain:
1. Memotong pajak orang/badan lain yang menerima penghasilan dari
organisasi nirlaba tersebut
2. Memotong, menyetorkan, dan melaporkan pajak atas penghasilan
yang diperolehnya berupa gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan
pembayaran lainnya dengan nama apapun yang diterima oleh orang
yang bekerja di organisasi nirlaba tersebut
3. Menyetorkan pajak yang sudah dipotong ke kas negara melalui
bank persepsi (bank yang ditunjuk oleh pemerintah)
4. Menyampaikan Surat Pemberitahuan Masa dan Tahunan
5. Memelihara pembukuan dan bukti-bukti tersebut

Kebijakan Insentif Perpajakan di Indonesia


Dalam uraian di atas dideskripsikan bahwa salah satu faktor
pendorong berkembangnya sektor nirlaba di berbagai negara di dunia,
khususnya di Amerika dan negara-negara Eropa, adalah adanya
kebijakan pajak yang kondusif bagi perkembangan sektor nirlaba.
Kebijakan itu diwujudkan dalam bentuk pemberian insentif
perpajakan dalam bentuk pengurangan dan pengecualian pajak secara
suka rela. Dengan pemberian tax facilities tersebut, pertumbuhan
sektor nirlaba menjadi lebih berkembang.

Bagaimana dengan kebijakan perpajakan bagi sektor nirlaba di


Indonesia? Perkembangan sektor nirlaba di Indonesia dalam lima
tahun terakhir memang meningkat pesat. Namun, berbeda dengan
negara-negara yang lain, perkembangannya tidak didorong oleh
pemberian fasilitas pajak, namun semata-mata karena “berkah”
perubahan politik yang terjadi pasca-reformasi. Setelah rezim Orde
Baru jatuh, kebebasan berserikat dan berkumpul serta kebebasan
berekspresi kembali dipulihkan. Momentum ini dimanfaatkan oleh
banyak orang untuk mendirikan partai politik dan organisasi nirlaba.
Di berbagai daerah LSM tumbuh bagai jamur di musim hujan. Maka,
dibandingkan dengan di masa sebelum 1998, LSM di Indonesia saat
ini jumlahnya mencapai puluhan ribu.

Meski perkembangan sektor nirlaba tak kalah pesatnya dibandingkan


dengan negara-negara lain, dalam hal pemberian fasilitas pajak bagi
sektor ini, Indonesia justru tertinggal jauh. Studi perbandingan yang
dilakukan oleh Thomas Silk menunjukkan bahwa Indonesia tergolong
salah negara yang tidak memiliki kerangka hukum perpajakan yang
memadai dan kondusif bagi sektor nirlaba. Kebijakan mengenai
insentif pajak untuk sektor nirlaba di Indonesia belum diatur secara
komprehensif. Bahkan, Indonesia tercatat sebagai satu-satunya negara
yang mempersempit pengecualian pajak penghasilan bagi organisasi
nirlaba di tengah tren meningkatnya pemberian insentif perpajakan
yang diberikan kepada organisasi nirlaba di berbagai negara di dunia.

Insentif Pajak bagi Organisasi Nirlaba


Tax exemption (pengecualian/pembebasan pajak) adalah pemberian
fasilitas perpajakan berupa pengecualian pajak atas penghasilan yang
diperoleh oleh wajib pajak. Meski organisasi nirlaba dikenal sebagai
tax exempt organization atau organisasi bebas pajak, namun
organisasi ini tidak memiliki kekebalan terhadap kewajiban membayar
pajak. Seperti negara-negara lainnya, Indonesia tidak memberikan
pengecualian kepada organisasi nirlaba maupun para
pegiat/pekerjanya sebagai wajib pajak. Pemerintah hanya memberikan
fasilitas pengecualian sebagai objek pajak pada penghasilan yang
didapat oleh organisasi nirlaba dalam bentuk hibah, sumbangan,
maupun warisan. Kebijakan pemberian insentif pengecualian pajak
(tax exemption) bagi penghasilan organisasi yang berasal dari bantuan
dan sumbangan ini diatur dalam Undang-undang Nomor 17 Tahun
2000 tentang Pajak Penghasilan. Pasal 4 ayat 3 huruf a.1 Undang-
undang tersebut menyatakan bahwa yang tidak termasuk objek pajak
adalah “Bantuan sumbangan, termasuk zakat yang diterima oleh
badan amil zakat atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau
disahkan oleh Pemerintah dan para penerima zakat yang berhak.”

Bila dikaitkan dengan pengembangan sektor nirlaba, kebijakan ini


mengisyaratkan bahwa pemerintah hanya membatasi pemberian
fasilitas pengecualian sebagai objek pada hibah atau sumbangan yang
diterima oleh organisasi nirlaba. Sementara penghasilan lainnya
berupa penghasilan pasif (seperti, deviden, bunga, sewa, royalti, dll.)
dan penghasilan yang didapat dari kegiatan usaha yang dijalankan
oleh organisasi nirlaba tetap dikenakan pajak. Pengenaan pajak
terhadap berbagai penghasilan organisasi nirlaba sebagai wajib pajak
itu diatur dalam Undang-undang Nomor 17 Tahun 2000 pasal 4 ayat 1
dan 2.

Ini berbeda dengan kebijakan yang berlaku di negara-negara lain yang


memberikan pengecualian pajak pada penghasilan yang didapat oleh
organisasi nirlaba sepanjang penghasilan itu digunakan untuk
kepentingan umum dan pencapaian visi dan misi
organisasinya. Dengan kebijakan ini, Indonesia dikategorikan sebagai
negara yang dalam beberapa tahun terakhir mempersempit
pembebasan/pengecualian pajak penghasilan bagi organisasi nirlaba.

Pada 1993 Indonesia pernah memberlakukan kebijakan pembebasan


pajak terbatas lewat UU No 7/1993 bagi yayasan yang
mendedikasikan program dan kegiatannya untuk kepentingan umum.
Kebijakan itu tertuang dalam UU No 7/1993 Pasal 4 ayat 3 huruf i
yang berbunyi “penghasilan Yayasan dari usaha yang semata-mata
ditujukan untuk kepentingan umum” dan huruf j “penghasilan
Yayasan dari modal sepanjang penghasilan itu semata-mata
digunakan untuk kepentingan umum” tidak termasuk sebagai objek
pajak.

Namun, undang-undang itu dirubah pada 1994 melalui pemberlakuan


UU No. Nomor 10 Tahun 1994 tentang Perubahan atas Undang-
undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan. Dalam UU
tersebut kebijakan pengecualian objek pajak kepada penghasilan
yayasan dari usaha dan dari modal sepanjang digunakan untuk
kepentingan umum tak lagi diatur atau dihapuskan. Namun, Undang-
undang tersebut masih memasukkan deviden yang diterima oleh
yayasan tidak dianggap sebagai penghasilan sehingga dibebaskan dari
objek pajak Dalam Undang-undang pajak yang terakhir (UU No.
17/2000) pengecualian itu dipersempit, hanya untuk penghasilan yang
berasal dari dana bantuan, hibah dan hadiah, dan warisan.

Kebijakan untuk mempersempit pengecualian pajak penghasilan bagi


organisasi nirlaba ini didasari atas banyaknya praktik pengelolaan
usaha-usaha komersial yang dijalankan oleh yayasan, khususnya yang
bergerak di bidang pendidikan dan kesehatan. Yayasan tidak lagi
murni didirikan untuk menjalankan usaha sosial yang bersifat nirlaba,
tapi juga untuk mengelola unit usaha yang bersifat komersial.

Badan hukum yayasan hanya digunakan sebagai kedok untuk


menjalankan usaha komersial secara terselubung. Karena itulah, dirjen
perpajakan menentukan kebijakan yang menempatkan yayasan
sebagai suatu lembaga yang memiliki hak dan kewajiban yang sama di
bidang perpajakan dengan badan-badan usaha lainnya. Kebijakan ini
digariskan dalam Surat Edaran Dirjen Pajak No. SE – 34/PJ.4/1995
pada tanggal 4 Juli 1995 mengenai “Perlakuan Pajak Penghasilan bagi
Yayasan atau Organisasi Sejenis” dan No. SE – 39/PJ.4/1995 Tanggal
19 Juli 995 mengenai “Penyuluhan tentang Perlakukan Pajak
Penghasilan bagi Yayasan dan Organisasi Sejenis”.

Di negara-negara lain, sebagaimana telah diuraikan di bab


sebelumnya, pemberian insentif berupa pengecualian pajak bagi
organisasi nirlaba umumnya diatur secara terperinci. Hal ini
dikarenakan kebijakan ini tidak hanya mencakup sumbangan dan
hadiah, namun juga meliputi penghasilan lainnya yang dimiliki
organisasi nirlaba, baik yang didapat dari penghasilan pasif maupun
penghasilan hasil usaha. Selain itu, kebijakan pengeculian pajak ini
juga dikaitkan dengan kebijakan pengurangan pajak yang diberikan
kepada donatur. Namun, kebijakan ini tidak diatur di Indonesia.
Undang-undang perpajakan hanya menentukan kebijakan umum
bahwa hibah, bantuan dan sumbangan bukan merupakan objek pajak.
Selain karena pemberian pengecualian pajak terbatas pada sumbangan
dan hadiah, sumbangan yang diberikan juga tidak bisa secara otomatis
menjadi pengurang penghasilan kena pajak bagi donaturnya.

Insentif Pajak bagi Penyumbang


Kebijakan pemberian insentif perpajakan bagi penyumbang organisasi
nirlaba di berbagai negara umumnya diberikan dalam bentuk
pemotongan pajak, baik dalam skema tax deduction maupun tax
credit. Negara memberikan pemotongan atau pengurangan terhadap
penghasilan kena pajak yang didapatkan oleh wajib pajak individu,
perusahaan atau lembaga yang memberikan hibah, sumbangan atau
warisan pada lembaga yang memenuhi syarat. Kebijakan pemberian
insentif berupa pemotongan/pengurangan pajak ini umumnya
dikaitkan dengan pemberian fasilitas tax exemption terhadap
sumbangan yang diberikan.

Kebijakan pemberian insentif perpajakan kepada donatur, baik dalam


tax deduction maupun tax credit, dalam sistem perpajakan di
Indonesia tidak begitu jelas, bahkan cenderung tidak dikenal. Jika
mengacu pada beberapa undang-undang pajak, khususnya UU
No.17/2000 tentang Pajak Penghasilan, pengecualian bantuan
sumbangan sebagai objek pajak tidak secara otomatis menjadi
pengurang penghasilan kena pajak dari donatur yang memberikannya.
Pasal 9 ayat 1 huruf g UU No.17/2000 Tentang Pajak Penghasilan
menyatakan bahwa untuk menentukan besarnya Penghasilan Kena
Pajak bagi Wajib Pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap tidak
boleh dikurangkan:
“harta yang dihibahkan, bantuan atau sumbangan, dan warisan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) huruf a dan huruf b,
kecuali zakat atas penghasilan yang nyata-nyata dibayarkan oleh
Wajib Pajak orang pribadi pemeluk agama Islam dan atau Wajib
Pajak badan dalam negeri yang dimiliki oleh pemeluk agama Islam
kepada badan amil zakat atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau
disahkan oleh Pemerintah.”

Dengan kata lain, donatur tidak mendapatkan insentif terhadap


sumbangan atau hibah yang diberikannya. Pemerintah hanya
memberikan insentif berupa pengurangan terhadap penghasilan kena
pajak bagi individu yang memberikan sumbangan dalam bentuk zakat.
Namun, pemerintah hanya memberikan fasilitas tersebut pada individu
atau pribadi pemeluk agama Islam dan/atau wajab pajak badan yang
dimiliki oleh umat Islam. Pemerintah juga mensyaratkan bahwa
pemberian fasilitas itu berlaku bila wajib pajak memberikan zakatnya
kepada badan amil zakat (BAZ) atau lembaga amil Zakat (LAZ) yang
dibentuk atau disahkan oleh pemerintah.
Pembatasan kebijakan pemberian pemotongan pajak hanya pada
sumbangan dalam bentuk zakat ini terkesan diskriminatif. Aturan ini
hanya bisa didapatkan oleh pemeluk agama Islam yang membayarkan
sumbangan dalam bentuk zakat. Sementara pemeluk agama lain atau
pemeluk agama Islam yang membayarkan sumbangan di luar
kerangka pembayaran zakat tidak mendapatkan pengurangan pajak.
Selain diskriminatif, kebijakan ini tidak akan optimal dalam
meningkatkan jumlah donasi karena proporsi zakat hanya 2,5 persen
dari jumlah kekayaan. Di luar itu, ada potensi sumbangan yang lebih
besar, yakni sedekah, wakaf, dan bentuk-bentuk sumbangan lainnya
dari kalangan umat muslim dan nonmuslim.

Tidak komprehensifnya pengaturan mengenai insentif pajak berupa


pengurangan pajak bagi donatur mengakibatkan pemerintah sering
mengambil tindakan ad-hoc dalam menetapkan kebijakan tersebut.
Pemerintah lebih sering menetapkan kebijakan semacam ini, terutama
pada saat terjadi bencana besar dan berskala nasional. Misalnya, pada
saat penanganan bencana alam Tsunami di Aceh dan Nias pada akhir
2004. Menteri Keuangan pada saat itu mengeluarkan peraturan No.
609/04 yang menyatakan bahwa donasi bagi bencana alam di Aceh
dapat menjadi pengurang pajak penghasilan bagi para donaturnya.
Walaupun demikian, paling tidak dari kebijakan tersebut dapat dilihat
juga bahwa pemerintah sebenarnya menyadari bahwa insentif pajak
bagi donatur adalah penting dan dapat meningkatkan gairah
kedermawanan para donatur pribadi maupun perusahaan untuk
semakin banyak menyumbang bagi sektor sosial.

Aspek dan Teknis Perpajakan Yayasan


Menurut UU PPh, Yayasan adalah subjek pajak. Yayasan menjadi
wajib pajak jika menerima atau memperoleh penghasilan yang
merupakan objek pajak. Namun, meskipun tidak menerima atau
memperoleh penghasilan yang merupakan objek pajak, Yayasan tetap
menjadi wajib pajak jika memenuhi kriteria sebagai pemotong pajak.
Sebagai contoh, Yayasan bertindak sebagai pemotong PPh pasal 21
atas penghasilan berupa gaji, honorarium, upah, tunjangan yang
dibayarkan kepada karyawan/peserta kegiatan/pihak lain. Secara
umum pelaksanaan hak dan kewajiban Yayasan sama dengan bentuk
usaha lain, kecuali hal-hal khusus yang diatur tersendiri. Hal umum
yang perlu diperhatikan yayasan dan organisasi nirlaba adalah sebagai
berikut.
 Mendaftar sebagai wajib pajak dan memberikan penjelasan
tentang tujuan, kegiatan utama, karakteristik yayasan. Hal ini
untuk memastikan jenis pajak yang menjadi kewajiban kita.
 Melaporkan usaha untuk dikukuhkan sebagai pengusaha kena
pajak. Ketentuan ini dijalankan apabila usaha pokoknya
melakukan penyerahan barang kena pajak dan atau jasa kena
pajak sesuai UU PPN.
 Menyelenggarakan pembukuan sesuai kaidah pembukuan yang
berlaku. Dalam menghitung penghasilan netto diperkenankan
mengurangkan biaya-biaya yang berhubungan langsung dengan
usaha (perhatikan pasal 6 ayat 1 dan pasal 9 ayat 1 UU PPh).
Penyusutan/amortisasi juga bisa menjadi faktor pengurang
(perhatikan pasal 11 dan 11A UU PPh).
 Yayasan atau organisasi nirlaba tidak serta merta dapat menikmati
berbagai fasilitas pengecualian oleh undang-undang perpajakn
jika tidak memenuhi kriteria. Sebagai contoh, sebuah “Yayasan”
yang tidak mengindahkan undang-undang tentang Yayasan tentu
saja berdampak bahwa “Yayasan” menjadi sekadar nama bukan
sebagai bentuk usaha dan diperlakukan sebagaimana perusahaan
pada umumnya.
 PBB tidak dikenakan terhadap objek pajak yang digunakan untuk
melayani kepentingan umum di bidang ibadah, sosial, kesehatan,
pendidikan, dan kebudayaan nasional, serta yang tidak
dimaksudkan untuk memperoleh keuntungan.

Hal-hal Khusus yang Perlu Diperhatikan oleh Yayasan


Bidang pendidikan dan atau penelitian dan pengembangan:
1. Sisa lebih yang diperoleh badan atau lembaga nirlaba yang
ditanamkan kembali dalam bentuk pembangunan dan pengadaan
sarana dan prasarana kegiatan pendidikan atau penelitian dan
pengembangan yang diselenggarakan bersifat terbuka kepada
pihak manapun dan telah mendapat pengesahan dari instansi yang
membidanginya, dalam jangka waktu paling lama empat (4) tahun
sejak diperolehnya sisa lebih tersebut dikecualikan sebagai objek
pajak penghasilan.
2. Badan atau lembaga nirlaba sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
wajib menyampaikan pemberitahuan mengenai rencana fisik
sederhana dan rencana biaya pembangunan dan pengadaan sarana
dan prasarana kegiatan pendidikan dan atau penelitian dan
pengembangan kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak tempat
wajib pajak terdaftar dengan tindasan kepada instansi yang
membidanginya.
3. Pemberitahuan sebagaimana dimaksud angka 2 disampaikan
bersamaan dengan penyampaian SPT tahunan tahun pajak
diperolehnya sisa lebih tersebut atau paling lama sebelum
pembangunan dan pengadaan sarana dan prasarana kegiatan
pendidikan atau penelitian dan pengembangan dimulai, dalam
jangka waktu empat (4) tahun sejak diperolehnya sisa lebih
tersebut.
4. Apabila nyata-nyata nirlaba, atas harta hibah, bantuan, atau
sumbangan yang diterima bukan merupakan objek PPh, sepanjang
tidak ada hubungannya dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan,
atau penguasaan antara pihak-pihak yang bersangkutan.

Badan sosial termasuk Yayasan dan Koperasi yang kegiatannya


semata-mata menyelenggarakan kegiatan berikut ini.
1. Pemeliharaan kesehatan.
2. Pemeliharaan orang lanjut usia (panti jompo).
3. Pemeliharaan anak yatim piatu, anak atau orang terlantar, dan anak
atau orang cacat.
4. Santunan dan atau pertolongan kepada korban bencana alam,
kecelakaan, dan sejenisnya.
5. Pemberian beasiswa.
6. Pelestarian lingkungan hidup.
7. Kegiatan sosial lainnya, yang tidak mencari keuntungan.

Atas harta hibah, bantuan, atau sumbangan yang diterima bukan


merupakan objek PPh, sepanjang tidak ada hubungannya dengan
usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan antara pihak-pihak
yang bersangkutan.

B.4 SIKLUS AKUNTANSI ORGANISASI NIRLABA

Persamaan dasar akuntansi organisasi nirlaba berbeda dengan


persamaan dasar akuntansi pada perusahaan lain. Hal ini karena
organisasi nirlaba tidak mengenal modal pemilik. Sumber harta
organisasi nirlaba berasal dari sumbangan dan hasil
pengembangannya. Organisasi nirlaba tidak mengenal modal pemilik..

Persamaan Akuntansi
Persamaan dasar akuntansi organisasi nirlaba berbeda dengan
persamaan dasar akuntansi pada perusahaan lain. Hal ini karena
organisasi nirlaba tidak mengenal modal pemilik. Sumber harta
organisasi nirlaba berasal dari sumbangan dan hasil
pengembangannya.

Persamaan akuntansi untuk organisasi nirlaba dapat digambarkan


sebagai berikut:

AKTIVA = KEWAJIBAN + AKTIVA BERSIH

Setiap transaksi yang terjadi dalam organisasi nirlaba akan selalu


mempengaruhi sisi kiri dan sisi kanan dengan jumlah yang sama
sehingga persamaan tersebut akan terus berlaku. Seperti halnya
transaksi pada sebuah perusahaan, pada organisasi nirlaba juga
terdapat transaksi yang berhubungan dengan pendapatan dan beban
organisasi. Selisih pendapatan dan beban ini merupakan surplus
atau defisit dari aktivitas organisasi nirlaba untuk periode tertentu.
Surplus akan menambah Aktiva Bersih sedangkan defisit akan
mengurangi Aktiva Bersih. Berdasarkan hal tersebut maka transaksi
pendapatan dan beban akan berpengaruh terhadap aktiva bersih. Oleh
karena itu persamaan dasar akuntansi dikembangkan menjadi:

AKTIVA = KEWAJIBAN + AKTIVA BERSIH + PENDAPATAN


– BEBAN

Pencatatan transaksi dilakukan berdasarkan data dari dokumen sumber


yang sah, dalam buku yang disebut dengan jurnal. Data yang telah
dicatat pada jurnal kemudian dipisahkan berdasarkan masing-masing
kelompoknya dan dicatat dalam buku besar. Data yang ada pada buku
besar direkapitulasi sehingga saldonya dapat ditampilkan dalam
laporan sederhana berupa neraca saldo.

Bukti Transaksi
Secara sederhana, bukti transaksi adalah dokumen yang sah secara
hukum yang dapat dipergunakan sebagai dasar atas terjadinya suatu
transaksi. Dokumen ini bisa berupa dokumen tunggal, bisa juga
merupakan satu kumpulan atas beberapa dokumen yang menjadi
kesatuan.

Harus diingat bahwa transaksi tidak dapat dibenarkan jika tidak


didukung oleh bukti yang cukup.
Kode dan nama akun dalam daftar akun harus disusun dengan teliti
dan rapi. Kesalahan dalam penyusunan kode ini bisa menyulitkan di
kemudian hari, apabila akun sudah berkembang sedemikian besar.
Kode akun juga harus konsisten, karena kode ini dipergunakan terus
untuk beberapa periode akuntansi yang tidak terbatas (prinsip going
concern).

BAGAN AKUN (Chart of Accounts)


Pada akuntansi yang sangat sederhana, persamaan ini bisa saja hanya
terdiri atas AKTIVA, KEWAJIBAN, dan EKUITAS. Akan tetapi
penggolongan yang seperti ini menjadi tidak informatif, apalagi jika
perusahaan telah menjadi besar, sehingga transaksi yang terjadi pun
semakin kompleks. Oleh karena itu, perlu penggolongan yang lebih
terinci lagi yang disebut sebagai daftar akun.

Jumlah dan nama akun untuk masing-masing organisasi nirlaba sangat


beraneka ragam, tergantung pada kepentingan manajemen sejauh
mana tingkat informasi yang diharapkan dari pengelompokan ini.
Tetapi, masing-masing organisasi nirlaba harus menyusun daftar akun
yang menampung seluruh kode dan nama akun yang sah yang dipakai
oleh organisasi nirlaba yang bersangkutan. Daftar akun ini sebaiknya
juga menyajikan keterangan/deskripsi untuk masing-masing akun,
sehingga mempermudah operator akuntansi.

Kode dan nama akun dalam daftar akun harus disusun dengan teliti
dan rapi. Kesalahan dalam penyusunan kode ini bisa menyulitkan di
kemudian hari, apabila akun sudah berkembang sedemikian besar.
Kode akun juga harus konsisten, karena kode ini dipergunakan terus
untuk beberapa periode akuntansi yang tidak terbatas (prinsip going
concern). Ada dua kebiasaan utama dalam penyusunan kode akun,
yaitu dengan sistem blok dan sistem modular.

Pada sistem blok, masing-masing jenis akun diberikan blok kode


tertentu. Misalnya, akun aktiva diberi nomor kode 01 sampai dengan
50, akun kewajiban diberi nomor kode 51 sampai dengan 70,
sedangkan akun aktiva bersih diberi nomor kode 71 sampai dengan
75. Sistem ini mempunyai kelemahan, jika jumlah akun sudah
melebihi jumlah dalam masing-masing blok, maka struktur kode akun
menjadi berantakan.

Pada sistem modular, pengkodean nomor akun lebih fleksibel.


Misalnya, akun aktiva diberi kode 2 angka 01. Kemudian, akun harta
lancar ditambahkan lagi 2 angka di belakang nomor kode harta,
menjadi 01.01. Kemudian, masing-masing rincian harta lancar
diberikan 3 angka lagi nomor kode di belakang nomor kode harta
lancar, misalnya 01.01.001 untuk akun kas. Demikian seterusnya

Akun adalah nama suatu kelompok seperti dalam persamaan dasar


akuntansi yang spesifik sehingga dapat dibedakan untuk tujuan
pelaporan. Akun yang sifatnya tersendiri dan mempunyai pengaruh
tertentu dalam pengambilan keputusan harus dipisahkan dari akun
yang lain.

Tanggal transaksi dicatat sesuai dengan kejadiannya,

Jurnal
Pencatatan transaksi dari bukti dasar dilakukan dalam proses
penjurnalan. Setiap transaksi dicatat dalam ayat jurnal tersendiri.
Transaksi dicatat dalam suatu Buku Jurnal Umum. Ayat jurnal ini
harus menginformasikan:

a) Tanggal transaksi;
Tanggal transaksi adalah tanggal nyata terjadinya suatu transaksi atau
bisa diakuinya suatu transaksi menurut ketentuan akuntansi yang
lazim. Karena menganut dasar akrual, tanggal transaksi dicatat sesuai
dengan kejadiannya, bukan berdasarkan kapan dibayar atau diterima
pembayarannya, bukan juga berdasarkan tanggal pencatatannya.

b) Akun yang dipengaruhi oleh transaksi beserta jumlah


nominalnya;
Akun adalah nama suatu kelompok seperti dalam persamaan dasar
akun-tansi yang spesifik sehingga kita dapat membedakannya untuk
tujuan suatu pelaporan. Akun yang sifatnya tersendiri dan mempunyai
pengaruh tertentu dalam pengambilan keputusan harus dipisahkan dari
akun yang lain.
Karena menganut dasar akrual, tanggal transaksi dicatat sesuai dengan
kejadiannya, bukan berdasarkan kapan dibayar atau diterima
pembayarannya, bukan juga berdasarkan tanggal pencatatannya.

c) Keterangan transaksi.
Keterangan transaksi mutlak diperlukan agar pembaca laporan
akuntansi dapat mengetahui rincian kejadian yang sebenarnya dari
transaksi tersebut, sebelum melihat ke dalam bukti dasar.
d) Referensi untuk posting
Kolom referensi posting pada jurnal umum biasanya diisi dengan kode
akun. Tujuannya adalah mempermudah pada saat melakukan posting
ke dalam buku besar.
Dalam organisasi nirlaba terdapat beberapa transaksi rutin yang sering
terjadi dan perlu dibuat jurnalnya. Transaksi tersebut antara lain:
1. Penerimaan/Pengeluaran Kas/Bank
2. Transfer Dana Antar Rekening
3. Pembayaran Implementasi Program
4. Penerimaan Sumbangan
5. Pembelian Alat Tulis Kantor (ATK) dan Bahan Habis Pakai
6. Pembayaran Uang Muka
7. Pertanggungjawaban Uang Muka
8. Pembayaran Beban Administrasi Kantor

Buku besar berisi kumpulan dari semua akun digunakan oleh suatu
perusahaan. Informasi yang dicatat dalam buku jurnal umum atau
buku jurnal khusus secara periodik ditransfer ke akun yang sesuai
yang terdapat dalam buku besar ini.

Buku Besar
Buku besar berisi kumpulan dari semua akun digunakan oleh suatu
perusahaan. Informasi yang dicatat dalam buku jurnal umum atau
buku jurnal khusus secara periodik ditransfer ke akun yang sesuai
yang terdapat dalam buku besar ini. Transfer inilah yang umumnya
disebut sebagai proses posting. Sebagai contoh, kita lanjutkan
ilustrasi di atas, dimana terjadi transaksi penerimaan bantuan dari
Departemen Pendidikan Nasional melaui rekening Bank Mandiri.

Buku besar berisi kumpulan dari semua akun digunakan oleh suatu
perusahaan. Informasi yang dicatat dalam buku jurnal umum atau
buku jurnal khusus secara periodik ditransfer ke akun yang sesuai
yang terdapat dalam buku besar ini.

Pada kolom keterangan diisi dengan penjelasan ringkas mengenai


transaksi yang terjadi. Pada bagian referensi posting (Ref.) diisi
dengan kode ‘2’ yang maksudnya adalah transfer dari transaksi nomor
2 buku Jurnal Umum. Kolom saldo menunjukkan saldo akun pada
tanggal tertentu. Pada contoh diatas, saldo pada tanggal 3 Januari
adalah Rp50.000.000,00, sebagai pengaruh transaksi penempatan pada
tanggal tersebut.

Neraca saldo adalah daftar semua akun berikut dengan saldonya.


Neraca saldo perlu disusun dengan tujuan untuk melakukan
pengecekan umum apakah proses pencatatan dan posting yang
dilakukan telah akurat.

Neraca Saldo
Setelah semua transaksi pada suatu periode misalnya bulanan telah
diposting ke buku besar, saldo setiap akun bisa diketahui besarnya.
Ada akun yang memiliki saldo debit, ada pula yang memiliki saldo
kredit atau bahkan ada pula saldonya hanya nol. Neraca saldo adalah
daftar semua akun berikut dengan saldonya. Neraca saldo perlu
disusun dengan tujuan untuk melakukan pengecekan umum apakah
proses pencatatan dan posting yang dilakukan telah akurat. Jumlah
total untuk sisi debit dan sisi kredit haruslah sama. Apabila tidak,
berarti telah terjadi kesalahan pada proses pencatatannya. Bisa saja
terjadi salah tulis angka, atau salah dalam melakukan perhitungan
saldo.
Neraca saldo adalah daftar semua akun berikut dengan saldonya.
Neraca saldo perlu disusun dengan tujuan untuk melakukan
pengecekan umum apakah proses pencatatan dan posting yang
dilakukan telah akurat.

B.5 SISTEM PENGENDALIAN INTERN

Pengertian Pengendalian Intern


Dalam teori akuntansi dan organisasi, pengendalian intern atau
kontrol intern didefinisikan sebagai suatu proses, yang dipengaruhi
oleh sumber daya manusia dan sistem teknologi informasi, yang
dirancang untuk membantu organisasi mencapai suatu tujuan atau
objektif tertentu. Pengendalian intern merupakan suatu cara untuk
mengarahkan, mengawasi, dan mengukur sumber daya suatu
organisasi. Ia berperan penting untuk mencegah dan mendeteksi
penggelapan (fraud) dan melindungi sumber daya organisasi baik
yang berwujud (seperti mesin dan lahan) maupun tidak (seperti
reputasi atau hak kekayaan intelektual seperti merek dagang).

Adanya sistem akuntansi yang memadai, menjadikan akuntan


perusahaan dapat menyediakan informasi keuangan bagi setiap
tingkatan manajemen, para pemilik atau pemegang saham, kreditur
dan para pemakai laporan keuangan (stakeholder) lain yang dijadikan
dasar pengambilan keputusan ekonomi. Sistem tersebut dapat
digunakan oleh manajemen untuk merencanakan dan mengendalikan
operasi perusahaan. Lebih rinci lagi, kebijakan dan prosedur yang
digunakan secara langsung dimaksudkan untuk mencapai sasaran dan
menjamin atau menyediakan laporan keuangan yang tepat serta
menjamin ditaatinya atau dipatuhinya hukum dan peraturan, hal ini
disebut Pengendalian Intern, atau dengan kata lain bahwa
pengendalian intern terdiri atas kebijakan dan prosedur yang
digunakan dalam operasi perusahaan untuk menyediakan informasi
keuangan yang handal serta menjamin dipatuhinya hukum dan
peraturan yang berlaku.

Pada tingkatan organisasi, tujuan pengendalian intern berkaitan


dengan keandalan laporan keuangan, umpan balik yang tepat waktu
terhadap pencapaian tujuan-tujuan operasional dan strategis, serta
kepatuhan pada hukum dan regulasi. Pada tingkatan transaksi spesifik,
pengendalian intern merujuk pada aksi yang dilakukan untuk
mencapai suatu tujuan tertentu (mis. memastikan pembayaran
terhadap pihak ketiga dilakukan terhadap suatu layanan yang benar-
benar dilakukan). Prosedur pengedalian intern mengurangi variasi
proses dan pada gilirannya memberikan hasil yang lebih dapat
diperkirakan. Pengendalian intern merupakan unsur kunci pada
Foreign Corrupt Practices Act (FCPA) tahun 1977 dan Sarbanes-
Oxley tahun 2002 yang mengharuskan peningkatan pengendalian
intern pada perusahaan-perusahaan publik Amerika Serikat.

TUJUAN PENGENDALIAN INTERNAL atau INTERN

Tujuan pengendalian internal adalah menjamin manajemen


perusahaan agar:
 Tujuan perusahaan yang ditetapkan akan dapat dicapai.
 Laporan keuangan yang dihasilkan perusahaan dapat dipercaya.
 Kegiatan perusahaan sejalan dengan hukum dan peraturan yang
berlaku.

Pengendalian intern dapat mencegah kerugian atau pemborosan


pengolahan sumber daya perusahaan. Pengendalian intern dapat
menyediakan informasi tentang bagaimana menilai kinerja perusahaan
dan manajemen perusahaan serta menyediakan informasi yang akan
digunakan sebagai pedoman dalam perencanaan.

ELEMEN-ELEMEN PENGENDALIAN INTERNAL

Committee of Sponsoring Organizations of the Treatway


Commission (COSO) memperkenalkan adanya lima komponen
pengendalian intern yang meliputi Lingkungan Pengendalian
(Control Environment), Penilaian Resiko (Risk Assesment), Prosedur
Pengendalian (Control Procedure), Pemantauan (Monitoring), serta
Informasi dan Komunikasi (Information and Communication).

1) Lingkungan Pengendalian (Control Environment)

Lingkungan pengendalian perusahaan mencakup sikap para


manajemen dan karyawan terhadap pentingnya pengendalian yang ada
di organisasi tersebut. Salah satu faktor yang berpengaruh terhadap
lingkungan pengendalian adalah filosofi manajemen (manajemen
tunggal dalam persekutuan atau manajemen bersama dalam perseroan)
dan gaya operasi manajemen (manajemen yang progresif atau yang
konservatif), struktur organisasi (terpusat atau ter desentralisasi) serta
praktik kepersonaliaan. Lingkungan pengendalian ini amat penting
karena menjadi dasar keefektifan unsur-unsur pengendalian intern
yang lain.

2) Penilaian Resiko (Risk Assesment)

Semua organisasi memiliki risiko, dalam kondisi apapun yang


namanya risiko pasti ada dalam suatu aktivitas, baik aktivitas yang
berkaitan dengan bisnis (profit dan non profit) maupun non bisnis.
Suatu risiko yang telah di identifikasi dapat di analisis dan evaluasi
sehingga dapat di perkirakan intensitas dan tindakan yang dapat
meminimalkannya.

3) Prosedur Pengendalian (Control Procedure)

Prosedur pengendalian ditetapkan untuk menstandarisasi proses kerja


sehingga menjamin tercapainya tujuan perusahaan dan mencegah atau
mendeteksi terjadinya ketidakberesan dan kesalahan. Prosedur
pengendalian meliputi hal-hal sebagai berikut:
 Personil yang kompeten, mutasi tugas dan cuti wajib.
 Pelimpahan tanggung jawab.
 Pemisahan tanggung jawab untuk kegiatan terkait.
 Pemisahan fungsi akuntansi, penyimpanan aset dan operasional.

4) Pemantauan (Monitoring)

Pemantauan terhadap sistem pengendalian intern akan menemukan


kekurangan serta meningkatkan efektivitas pengendalian.
Pengendalian intern dapat di monitor dengan baik dengan cara
penilaian khusus atau sejalan dengan usaha manajemen. Usaha
pemantauan yang terakhir dapat dilakukan dengan cara mengamati
perilaku karyawan atau tanda-tanda peringatan yang diberikan oleh
sistem akuntansi.

Penilaian secara khusus biasanya dilakukan secara berkala saat terjadi


perubahan pokok dalam strategi manajemen senior, struktur korporasi
atau kegiatan usaha. Pada perusahaan besar, auditor internal adalah
pihak yang bertanggung jawab atas pemantauan sistem pengendalian
intern. Auditor independen juga sering melakukan penilaian atas
pengendalian intern sebagai bagian dari audit atas laporan keuangan.

5) Informasi dan Komunikasi (Information and


Communication)

Informasi dan komunikasi merupakan elemen-elemen yang penting


dari pengendalian intern perusahaan. Informasi tentang lingkungan
pengendalian, penilaian risiko, prosedur pengendalian dan monitoring
diperlukan oleh manajemen Winnebago pedoman operasional dan
menjamin ketaatan dengan pelaporan hukum dan peraturan-peraturan
yang berlaku pada perusahaan.

Informasi juga diperlukan dari pihak luar perusahaan. Manajemen


dapat menggunakan informasi jenis ini untuk menilai standar
eksternal. Hukum, peristiwa dan kondisi yang berpengaruh pada
pengambilan keputusan dan pelaporan eksternal.
LANDASAN TEORI

Pengendalian Internal
Dalam setiap perusahaan perlu diterapkan pengendalian internal untuk
mengarahkan laju perusahaan agar tetap mengikuti tujuan yang telah
ditetapkan. Pengendalian dianggap penting karena akan
mempengaruhi setiap aspek operasional perusahaan. Menurut
Mulyadi, definisi sistem pengendalian internal meliputi struktur
organisasi, metode dan ukuran-ukuran yang dikoordinasikan untuk
menjaga kekayaan organisasi, mengecek ketelitian dan keandalan data
akuntansi, mendorong efisiensi dan mendorong dipatuhinya kebijakan
manajemen. (2001:183). Menurut Dasaratha V. Rama/ Frederick L.
Jones yang diterjemahkan oleh M. Slamet Wibowo pengendalian
internal (internal control) adalah : “Suatu proses, yang dipengaruhi
oleh dewan direksi entitas, manajemen dan personel lainnya, yang
dirancang untuk memberikan kepastian yang beralasan terkait dengan
pencapaian sasaran kategori sebagai berikut: efektivitas dan efisiensi
operasi, keandalan pelaporan keuangan, dan ketaatan terhadap hukum
dan peraturan yang berlaku”. (2008:132) Menurut Amin Widjaja
Tunggal the Committee of Sponsoring Organizations of The Treadway
Commission (COSO) report defines internal control as follows:
Internal control is a process, effected by an entity’s board of
directors, management and other personnel, designed to provide
reasonable assurance regarding the achievementt of objectives in the
following categories :
• Reliability of financial reporting
• Compliance with applicable laws and regulations
• Effectiveness and efficiency of operations (2010:82)

Dari beberapa pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa


pengendalian internal adalah suatu proses yang dapat dipengaruhi
manajemen dan karyawan dalam menyediakan secara layak suatu
kepastian mengenai prestasi yang diperoleh secara objektif dalam
penerapannya tentang bagian laporan keuangan yang dapat dipercaya,
diterapkannya efisiensi dan efektivitas dalam kegiatan operasional
perusahaan dan diterapkannya peraturan dan hukum yang berlaku agar
ditaati oleh semua pihak.

Berdasarkan beberapa pengertian pengendalian internal diatas,


terdapat beberapa konsep
dasar, diantaranya :
1. Pengendalian internal merupakan suatu proses.
Pengendalian internal merupakan suatu rangkaian tindakan menjadi
bagian yang tidak terpisahkan, bukan sebagai tambahan, dari
infrastruktur entitas untuk mencapai tujuan tertentu.
2. Pengendalian internal dilaksanakan oleh orang.
Pengendalian internal bukan hanya berbentuk kebijakan manual saja
tetapi
merupakan orang pada berbagai tingkatan organisasi, termasuk dewan
direksi,
manajemen, dan personel lainnya.
3. Pengendalian internal dapat diharapkan untuk menyediakan hanya
keyakinan yang
memadai. Maksudnya yaitu bukan keyakinan yang mutlak, kepada
manajemen dan dewan direksi suatu entitas karena keterbatasan yang
melekat dalam semua sistem pengendalian internal dan perlunya untuk
mempertimbangkan biaya dan manfaat relative dari pengadaan
pengendalian.
4. Pengendalian internal diarahkan pada pencapaian tujuan.
Tujuan yang saling berkaitan antara pelaporan keuangan, kepatuhan,
dan operasi.

Komponen Pengendalian Internal

COSO mengidentifikasi Sistem Pengendalian Internal yang efektif


meliputi lima komponen yang saling berhubungan untuk mendukung
pencapaian tujuan entitas, yaitu :
1. Lingkungan Pengendalian (Control Environment) : Merupakan
pondasi dari komponen lainnya dan meliputi beberapa faktor
diantaranya :
a. Integritas dan Etika
b. Komitmen untuk meningkatkan kompetensi
c. Dewan komisaris dan komite audit
d. Filosofi manajemen dan jenis operasi
e. Kebijakan dan praktek sumber daya manusia

COSO menyediakan pedoman untuk mengevaluasi tiap faktor tersebut


diatas. Misal, filosofi manajemen dan jenis operasi dapat dinilai
dengan cara menguji sifat dari penerimaan risiko bisnis, frekuensi
interaksi dari tiap subordinat, dan
pengaruhnya terhadap laporan keuangan.

2. Penilaian Risiko (Risk Assessment) : Terdiri dari identifikasi risiko


dan analisis risiko. Identifikasi risiko meliputi pengujian terhadap
faktor-faktor eksternal seperti perkembangan teknologi, persaingan,
dan perubahan ekonomi. Faktor internal diantaranya kompetensi
karyawan, sifat dari aktivitas bisnis, dan karakteristik pengelolaan
sistim informasi. Sedangkan Analisis Risiko meliputi mengestimasi
signifikansi risiko, menilai kemungkinan terjadinya risiko, dan
bagaimana mengelola risiko.

3. Aktivitas Pengendalian (Control Activities) : Terdiri dari kebijakan


dan prosedur yang menjamin karyawan melaksanakan arahan
manajemen. Aktivitas Pengendalian meliputi reviu terhadap sistim
pengendalian, pemisahan tugas, dan pengendalian terhadap sistim
informasi. Pengendalian terhadap sistim informasi meliputi dua cara :
a. General controls, mencakup kontrol terhadap akses, perangkat
lunak, dan system development.
b. Application controls, mencakup pencegahan dan deteksi transaksi
yang tidak terotorisasi. Berfungsi untuk menjamin completeness,
accuracy, authorization and validity dari proses transaksi.

4. Informasi dan komunikasi : COSO menyatakan perlunya untuk


mengakses
informasi dari dalam dan luar, mengembangkan strategi yang
potensial dan system terintegrasi, serta perlunya data yang berkualitas.
Sedangkan diskusi mengenai komunikasi berfokus kepada
menyampaikan permasalahan Pengendalian Internal, dan
mengumpulkan informasi pesaing.

5. Pengawasan (Monitoring) : Karena Pengendalian Internal harus


dilakukan sepanjang waktu, maka COSO menyatakan perlunya
manajemen untuk terus melakukan pengawasan terhadap keseluruhan
Sistem Pengendalian Internal melalui aktivitas yang berkelanjutan dan
melalui evaluasi yang ditujukan terhadap aktivitas atau area yang
khusus.

Ciri-ciri Pengendalian Internal yang Kuat

Menurut Amin Widjaja Tunggal menjelaskan ciri-ciri dari


pengendalian internal
yang kuat, yaitu :
1. Karyawan yang kompeten dan jujur, antara lain, menguasai
standard akuntansi,
peraturan perpajakan, dan peraturan pasar modal.
2. Transaksi diotorisasi oleh pejabat yang berwenang (transaksi
absah).
3. Transaksi dicatat dengan benar (jumlah, estimasi dan perlakuan
akuntansi).
4. Pemisahan tugas yang mengambil inisiatif timbulnya suatu
transaksi, yang mencaatat dan yang menyimpan.
5. Akses terhadap asset dan catatan perusahaan sesuai dengan fungsi
dan tugas karyawan.
6. Perbandingan secara periodik antara saldo menurut buku dengan
jumlah secara fisik.

Ciri-ciri di atas harus memenuhi 3 kriteria pengendalian yang efektif,


yaitu :
1. Bersifat Preventive Control
Pengendalian untuk pencegahan yaitu mencegah timbulnya suatu
masalah sebelum mereka muncul. Mempekerjakan personil akuntansi
yang berkualitas tinggi, pemisahan tugas pegawai yang memadai dan
secara efektif mengendalikan akses fisik atas asset, fasilitas dan
informasi, merupakan pengendalian pencegahan yang efektif.

2. Bersifat Detektive Control


Oleh karena tidak semua masalah mengenai pengendalian dapat
dicegah, maka pengendalian untuk pemeriksaan dibutuhkan untuk
mengungkap masalah begitu begitu masalah tersebut muncul. Contoh
dari pengendalian untuk pemeriksaan adalah pemeriksaan salinan atas
perhitungan, mempersiapkan rekonsiliasi bank dan neraca saldo setiap
bulan.

3. Bersifat Corrective Control


Pengendalian korektif memecahkan masalah yang ditemukan oleh
pengendalian untuk pemeriksaan. Pengendalian ini mencakup
prosedur yang dilaksanakan untuk mengidentifikasi penyebab
masalah, memperbaiki kesalahan atau kesulitan yang ditimbulkan, dan
mengubah system agar masalah di masa mendatang dapat
diminimalisasikan atau dihilangkan.

Batasan Pengendalian Internal

Menurut Drs. Sanyoto Gondodiyoto, sistem pengendalian internal


yang baik adalah bukan struktur pengendalian yang seketat mungkin
secara maksimal, sistem pengendalian internal juga mempunyai
keterbatasan-keterbatasan, antara lain sebagai
berikut :

1. Persekongkolan (kolusi)
Pengendalian internal mengusahakan agar persekongkolan dapat
dihindari sejauh mungkin, misalnya dengan mengharuskan giliran
bertugas, larangan dalam menjalankan tugas-tugas yang bertentangan
oleh mereka yang mempunyai hubungan kekeluargaan, keharusan
mengambil cuti dan seterusnya. Akan tetapi pengendalian internal
tidak dapat menjamin bahwa persengkokolan tidak terjadi.

2. Perubahan
Struktur pengendalian internal pada suatu organisasi harus selalui
diperbarui sesuai dengan perkembangan kondisi dan teknologi.

3. Kelemahan manusia
Banyak kebobolan yang terjadi pada sistem pengendalian internal
yang secara teoritis sudah baik. Hal tersebut dapat terjadi karena
lemahnya pelaksanaan yang dilakukan oleh personil yang
bersangkutan. Oleh karena itu personil yang paham dan kompeten
untuk menjalankannya dan merupakan salah satu unsur terpenting
dalam pengendalian internal.

4. Azas biaya-manfaat
Pengendalian juga harus mempertimbangkan biaya dan kegunaannya.
Biaya untuk mengendalikan hal-hal tertentu mungkin melebihi
keguanaanny, atau manfaat tidak sebanding dengan biaya yang
dikeluarkan (cost-benefit analysis). Mengenai pengendalian internal,
seringkali dihadapi dilema antara menyusun sistem pengendalian yang
komprehensif sedemikian rupa dengan biaya yang relatif menjadi
makin mahal, atau se-optimal mungkin dengan risiko, biaya dan
waktu yang memadai.
B.6 KARAKTERISTIK TATA KELOLA KEUANGAN
ORGANISASI NIRLABA

Organisasi Nirlaba memiliki karakteristik yang sangat berbeda


dibandingkan dengan organisasi bisnis. Karakteristik khusus yang
mendasari perbedaan tersebut menurut psak 45 tentang pelaporan
keuangan organisasi keuangan nirlaba terutama terletak pada cara
organisasi nirlaba memperoleh sumberdaya yang dibutuhkan untuk
melakukan berbagai aktivitas operasinya. Organisasi Nirlaba
memperoleh sumberdaya dari sumbangan para penyumbang yang
tidak mengharapkan pembayaran kembali atau pengembalian manfaat
ekonomi yang sebanding dengan jumlah sumberdaya yang diberikan
(ikatan akuntan indonesia,2012). Dalam Organisasi Nirlaba,
krakteristik khusus ini menimbulkan jenis transaksi, siklus operasi,
pola pengelolaan keungan, perlakuan akutansi dan kebutuhan
pelaporan keuangan yang berbeda dengan organisasi bisnis.

Pada Organisasi Nirlaba terdapat transaksi penerimaan sumbangan


yang jarang atau bahkan tidak ada dalam entitas bisnis. Tahapan
operasi pada Organisasi Nirlaba dimulai dari penerimaan dana dari
penyumbang dan diakhiri dengan pelaksanaan program atau kegiatan,
berbeda dengan entitas bisnis yang memiliki pola yang lebih
menyerupai siklus atau perputaran bentuk uang. Misalnya untuk
entitas bisnis yang bergerak di perdagangan, siklus operasi mereka
adalah pembelian persediaan/ pengakuan hutan–pembayaran hutang
/uang tunai –penjualan /pengakuan piutang–penagihan piutang/uang
tunai masuk- pembelian persedian masuk/pengakuan hutang baru, dst.
Sedangkan, pada pola pengelolaan keuangan, Organisasi Nirlaba
kebanyakan mengenal prosedur pemberian dan pertanggungjawaban
uang muka sebagai prosedur keuangan utama dalam pelaksanaan
program atau kegiatan.

Pada sisi akuntansi, Organisasi Nirlaba secara umum mengambil


kebijakan konservatif dengan memandang kontrak hibah dari lembaga
donor sebagai ‘kontrak sosial’ yang walaupun kontrak hibah
menyebutkan jumlah kesepakatan hibah tertentu, namun perlakuan
akutansi hanya akan membukukan pendapatan pada saat benar-benar
diterima dan sebesar jumlah penerimaan tersebut. Berbeda dengan
entitas bisnis yang membukukan pendapatan pada saat kontrak
diterima dengan jumlah sebesar nilai kontrak yang disepakati.
Perlakuan ini menyebabkan Organisasi Nirlaba harus menggunakan
metode pencatatan berbasis kas yang memodifikasi (cashbasis
modified), dan bukannya basis aktual sepenuhnya layaknya entitas
bisnis.

Akuntansi Organisasi Nirlaba juga memisahkan aset menjadi beberapa


kategori bedasarkan pembatasnya, yaitu aset dengan pemabatasan
temporer dan aset yang tidak dibatasi. Pemisahan ini sama sekali tidak
dikenal di entitas bisnis, yang didasarkan pada pemahaman atas jenis
karakteristik sumbangan yang diterima oleh Organisasi Nirlaba, serta
menyebabkan Organisasi Nirlaba harus menyajikan laporan aktivitas
keuangan (laporan yang merangkum pendapatan dan beban organisasi
dalam periode tertentu atau disebut laporan laba-rugi pada entitas
bisnis) dalam tiga jenis laporan yang tersanding.

Sedangkan pada aspek pelaporan keuangan, salah satu pengguna


utama laporan keuangan Organisasi Nirlaba adalah para pembeli
sumbangan itu sendiri. Para penyumbang membutuhkan informasi
keuangan yang mampu mereka gunakan untuk memeriksa kembali
berapa dana yang Organisasi Nirlaba terima dari penyumbang, berapa
yang telah digunakan dan kesesuaian peruntukan atas penggunaan
dana tersebut. Walaupun secara umum informasi keuangan yang
dibutuhkan oleh masing-masing penyumbang adalah sama, namun
pada praktiknya para penyumbang juga mensyaratkan format laporan
tertentu yang bisa mereka gunakan untuk mengkonsolidasikan laporan
keuangan penyumbang masing-masing. Malahan, pada banyak kasus,
para penyumbang tidak hanya mensyaratkan format pelaporan
keuangan tertentu, yang tentu saja persyaratan ini akan mempersulit
kerja pembukuan Organisasi Nirlaba penerima hibah.

Standar pelaporan keuangan Organisasi Nirlaba di Indonesia secara


kelembagaan (bukan hanya perproyek atau pun pendonor) telah diatur
khusus oleh Ikatan Akuntan Indonesia dengan diterbitkannya
Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) 45 tentang
Pelaporan Keuangan Organisasi Nirlaba yang dihasilkan pada 23
Desember 1997 dan mulai berlaku efektif sejak tanggal 1 januari 2000.
Terbitnya PSAK 45 tersebut mengandung konsenkuensi penerapannya
dalam proses penyusunan Laporan Keuangan bagi seluruh organisasi
nirlaba di Indonesia. Paparan singkat atas mencoba menjelaskan
betapa khususnya karakteristik pengelolaan keuangan pada Organisasi
Nirlaba di Indonesia. Lantas bagaimana caranya membangun
akuntabilitas keuangan Organisasi Nirlaba?
Akuntanbilitas Keuangan merupakan bentuk pertanggungjawaban
yang harus dimaknai lebih dari sekadar proses pelaporan keuangan
belaka. Akuntanbilitas Keuangan Organisasi Nirlaba akan sangat
bersandar pada kekuatan sistem pengendalian internal dan kinerja
pengelolaan keuangan organisasi, yang seharusnya dikembangkan
secara spesifikasi sesuai dengan karakteristik khusus masing-masing
Organisasi Nirlaba.

Kinerja Pengelolaan Keuangan Organisasi Nirlaba


Selain sistem pengendalian internal yang memadai, akuntabilitas
keuangan organisasi nirlaba juga akan sangat ditentukan oleh
beberapa faktor pendukung kinerja pengelolaan yang lain, yaitu
sumberdaya manusia, infrastruktur dan perangkat serta standar dan
peraturan yang terkait.

Standar dan peraturan yang terkait dengan pengelolaan keuangan


organisasi nirlaba sangat spesifik. Organisasi nirlaba dan para
penyumbang selalu akan menyepakati sederet aturan pengelolaan dan
pelaporan keuangan yang akan menjadi lampiran dari perjanjian
kerjsama pada saat penandatanganan dokumen kesepakatan bersama.
Walaupun secara umum, semua penyumbang memiliki persyaratan
dasar dan prinsip – prinsip yang sama, namun detail persyaratan dan
aturan pengelolaan dan pelaporan keuangan masing –masing
penyumbang dapat bervariasi.

Bagi organisasi nirlaba yang berbadan hukum yayasan, dan UU No.28


Tahun 2004 mengenai yayasan, yayasan diwajibkan menyusun
laporan tahunan yang terdiri dari dua komponen, yaitu laporan
kegiatan dan laporan keuangan. Yayasan yang memperoleh bantuan
lima ratus juta atau lebih; atau mempunyai kekayaan diluar harta
kekayaan wakaf sebesar dua puluh lima miliar atau lebih diaudit oleh
akuntan publik dan mengumumkannya dalam surat kabar harian.
Kewajiban hukum tersebut lebih menegaskan lagi adanya kebutuhan
penyusunan laporan keuangan yang sesuai dengan standar akutansi
keuangan yang berlaku bagi organisasi nirlaba yang berbadan hukum
yayasan. UU No. 14 Tahun 2008 rentang keterbukaan informasi
publik semakin mempertegas kewajiban tersebut, dan tidak hanya
mencakup badan hukum yayasan semata (bahkan berlaku bagi
organisasi nirlaba yang tidak berbadan sekalipun!).

Dalam peraturan tersebut, setiap badan publik mempunyai kewajiban


untuk membuka akses atas informasi publik bagi masyarakat luas.
Badan publik adalah lembaga eksekutif, legislatif, yudikatif, dan
badan lain yang fungsi dan tugas pokoknya berkaitan dengan
penyelenggaraan negara, yang sebagian atau seluruh dananya
bersumber dari APBN dan/atau APBD; atau organisasi non-
pemerintah baik yang berbadan hukum maupun yang tidak berbadan
hukum, seperti lembaga swadaya masyarakat, perkumpulan, serta
organisasi lainnya yang mengelola atau menggunakan dana yang
sebagian atau seluruhnya bersumber dari APBN atau APBD,
sumbangan masyarakat dalam dan/atau luar negeri. Informasi publik
yang wajib disediakandan di umumkan secara berkala antara lain
adalah informasi mengenai kegiatan dan kinerja serta informasi
mengenai laporan keuangan organisasi. UU yayasan dan UU
keterbukaan informasi publik mensyaratkan laporan keuangan
organisasi nirlaba disusun sesuai dengan standar pelaporan keuangan
yang berlaku umum di indonesia yaitu PSAK 45, tentang pelaporan
keuangan organisasi nirlaba yang diterbitkan IAI dan mulai berlaku
efektif per tahun 2000.

Dari sisi perpajakan, organisasi nirlaba yang berbadan hokum


merupakan wajib pajak. Sebagai wajib pajak, tidak ada pengecualian
bagi organisasi nirlaba dari kewajiban perpajakkan yang berlaku di
Indonesia. Organisasi nirlaba dan staf organisasi merupakan ‘subjek
pajak penghasilan’. Subjek pajak penghasilan adalah segala sesuatu
yang mempunyai potensi untuk memperoleh penghasilan, dan menjadi
sasaran untuk dikenakan pajak penghasilan. Sedangkan, definisi
‘objek pajak penghasilan’ adalah tambahan kemampuan ekonomis,
dalam bentuk apa pun, termasuk (a) imbalan jasa yang diterima –gaji,
upah, tunjangan, honorarium, komisi, bonus, gratifikasi uang
pensiunan, atau imbalan dalam bentuk lainnya-; (b) laba usaha; (c)
sewa dan penghasilan sehubungan dengan penggunaan harta.
Disamping jenis objek pajak penghasilan, beberapa bentuk
penerimaan yang dikategorikan sebagai ‘bukan objek pajak
penghasilan’ adalah (a) bantuan, sumbangan, zakat yang diterima oleh
BAZIS; dan (b) harta hibahan yang diterima oleh keluarga sedarah
satu sederajat, badan keagamaan, pendidikan, social, pengusaha kecil,
koperasi yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan.

Dari penjelasan tersebut, dapat disimpulkan bahwa organisasi nirlaba


merupakan wajib pajak dan oleh karenanya wajib tunduk pada
peraturan perpajakkan yang berlaku. Organisasi nirlaba juga juga
merupakn subjek pajak penghasilan. Namun, bantuan ataupun
sumbangan yang diterima oleh organisasi nirlaba merupakan bentuk
penerimaan yang dikecualikan dari objek pajak penghasilan.
Lantas, apakah kemudian organisasi nirlaba sama sekali terbebas dari
kewajiban perpajakkan? Jawabannya adalah tidak. Beberapa
kewajiban terkait pajak penghasilan yang terkait dengan organisasi
nirlaba adalah PPH (Pajak Penghasilan) pasal 21/26, PPh pasal 23/26,
PPh pasal 4 ayat (2) dan PPh Pasal Badan (Pasal 25 dan Pasal 29).
PPh pasal 21 adalah pajak atas penghasilan bagi subjek pajak orang
pribadi sehubungan dengan pekerjaan atau jabatan, jasa dan kegiatan,
PPh Pasal 23 adalah pajak atas penghasilan bagi subjek pajak badan
yang berupa fee jasa (jasa teknik, jasa manajement, jasa kontruksi,
jasa konsultan, dan jasa lain) dan sewa selain tanah dan/atau bangunan.
PPh pasal 26 adalah pajak bagi subjek pajak luar negri, baik orang
pribadi maupun badan. PPh pasal 4 ayat (2) yang terkait adalah pajak
atas penghasilan persewaan tanah dan/atau bangunan.
Sebagai contoh, pembayaran gaji bulanan staf WNI akan mengikuti
aturan PPh pasal 21; pembayaran fee jasa keuangan kepada sebuah
perusahaan konsultan tertentu dalam negeri akan mengikuti aturan
PPh pasal 23; dan pembayaran sewa kantor kepada pemilik rumah
akan mengikuti aturan PPh Pasal 4 ayat (2). Kewajiban perpajakkan
organisasi nirlaba terkait dengan tiga pasal di atas adalah melakukan
penghitungan, pemotongan (pada saat melakukan pembayaran),
penyetoran ke kas Negara dan pelaporan secara periodic.

Sedangakan Pajak PPh Badan adalah pajak penghasilan organisasi


nirlaba sendiri sebagai subjek pajak berbentuk badan. Walau
penerimaan atas bantuan atau sumbangan memang dikecualikan dari
objek pajak penghasilan, hal ini tidak serta merta menyebabkan
organisasi nirlaba memiliki pajak badan nihil. Penerimaan organisasi
dari sumber lain, kemungkinan besar merupakan objek pajak
penghasilan, misalnay penerimaan dari peserta pelatihan, penjualan
buku, dll. Kewajiban organisasi nirlaba terkait pajak penghasilan
badan adalah untuk menghitung, membayarkan pajak ke kas Negara
dan melapor secara periodic sesuai aturan yang berlaku.

“Kebanyakan organisasi nirlaba belum memiliki jumlah personel


secara ideal pada bagian keuangan untuk memenuhi persyaratan
pemisahan tugas dan fungsi pengelolaan keuangan”

Paparan tersebut mengenai standar dan peraturan, dengan rincian lebih


detail pada aspek kewajiban perpajakan, ingin menunjukkan bahwa
organisasi nirlaba tidak boleh lagi hanya terpaku pada pemenuhan
kewajiban kepada para penyumbang seperti yang terjadi selama ini.
Organisasi nirlaba harus mulai benar-benar memberikan perhatian
serius pada tuntutan pelaporan keuangan sesuai aturan akuntansi yang
berlaku umum di Indonesia dan pada saat yang sama juga harus
berusaha sesegera mungkin memenuhi kewajiban perpajakkan
sepenuhnya.

Melengkapi sistem pengendalian internal organisasi nirlaba yang


diterjemahkan terutama dalam bentuk SOP Keuangan, factor
kelengkapan personel dan kapasitas sumber daya manusia serta
ketersediaan perangkat pengelolaan juga sangat mempengaruhi tingkat
kinerja pengelolaan keuangan pada masing-masing organisasi nirlaba.
Kebanyakkan organisasi nirlaba belum memiliki jumlah personel
secara ideal pada bagian keuangan untuk memenuhi persyaratan
pemisahan tugas dan fungsi pengelolaan keuangan (terutama
pemisahan fungsi antara penata buku dan pengelola dana).
Keterbatasan personel, tampaknya dilatarbelakangi keterbatasan
anggaran pendukung. Kondisi ini lagi-lagi menunjukkan bahwa sistem
pengendalian internal belum menjadi perioritas bagi organisasi nirlaba
secara umum.
Keterbatasan personel ini juga diperparah dengan minimnya
ketersediaan tenaga siap pakai di bidang keuangan organisasi nirlaba
yang dapat diperoleh dari suplai universitas atau akademi terkait.
Akibatnya, masih cukup banyak personel pengelola keuangan
organisasi nirlaba yang tidak memiliki kesesuaian latar belakang
pendidikan/keahlian. Keterbatasan ini disebabkan karena memang
materi pengelolaan keuangan organisasi nirlaba tidak banyak
tersentuh selama masa pendidikan, sehinnga jikapun personel
keuangan sebuah organisasi memiliki latar belakang
pendidikan/keahlian yang relevan, maka dia tetap membutuhkan
pelatihan tentang dasar-dasar pengelolaan keuangan yang sesuai
dengan karakteristik khusus pengelolaan keuangan organisasi nirlaba.

Perangkat pengelolaan keuangan yang sangat dibutuhkan oleh


organisasi nirlaba saat ini adalah perangkat pencatatan/akuntansi.
Perangkat ini berguna untuk menjamin akurasi, keandalan dan
ketetapan waktu penyajian laporan keuangan lembaga sesuai dengan
PSAK45. Karena karakteristik pelaporan keuangan organisasi nirlaba
yang spesifik (seperti yang telah diuraikan pada bagian sebelumnya).
Organisasi nirlaba tidak dapat sepenuhnya menggunakan perangkat
akuntansi (accounting software) entitas bisnis yang banyak beredar di
pasaran.

Sampai saat ini, hanya ada satu perangkat akuntansi lokal yang
menyatakan dirinya mampu menghasilkan laporan keuangan sesuai
dengan standar PSAK45, yaitu SANGO, dengan penggunaan
sejumlah 160 organisasi nirlaba sampai dengan tulisan ini disusun.
Sejumlah kecil organisasi nirlaba yang lain menggunakan perangkat
pencatatan yang dipersyaratkan oleh penyumbang (misalnya Quick
Book untuk mitra The Asia Foundation, perangkat pencatatan khusus
yang dikembangkan Kemitraan bagi para mitranya, dll.), sebagian
kecil lain masih menggunakan perangkat akuntansi versi entitas bisnis
(Zahir, Accurate, dll.), dan sejumlah besar sisanya belum
menggunakan perangkat terotomatisasi dan masih menggunakan
program spreadsheet Ms Excel sebagai alat bantu dalam pencatatan
dan pelaporan keuangan organisasi. Aplikasi perangkat akuntansi ini
jelas-jelas akan sangat tergantung pada pemahaman personel
keuangan organisasi atas alur akuntansi secara utuh dan kemampuan
teknis personel tersebut dalam mengoperasikan jenis perangkat
akuntansi tertentu.

C. AKUNTANSI ORGANISASI NIRLABA PENDIDIKAN

Akuntansi Pendidikan adalah bidang khusus akuntansi yang


kegiatannya mengarah ke bidang pendidikan, yaitu dalam kegiatan
belajar dan mengajar akuntansi atau segi-segi lainnya yang berkaitan
dengan masalah pendidikan itu sendiri. Di Indonesia istilah akuntansi
relatif belum lama dikenal bila di bandingkan dengan istilah tata buku
sampai dengan akhir tahun 1950 masyarakat hanya mengenal istilah
tata buku yang merupakan warisan dari belanda. Istilah akuntansi
mulai dikenalpada tahun 1960, ketika ilmu akuntansi amerika serikat
mulai masuk keindonesia. Sejak itu, menganggap bahwa akuntansi
adalah sistem pembukuan yang berasal dari amerika dan tata buku
adalah sistem pembukuan modal belanda. Pengertian seperti itu
tidakla benar. Tata buku yang telah dikenal sejak zaman belanda
adalah bagian dari sistem akuntansi belanda. Tata buku merupakan
sebagian proses dari akuntansi, khususnya proses pencatatan, dan
element prosedural dari akuntansi, seperti aritmetika adalah element
prosedural dari matematika.

Badan yang berwenang dan beberapa ahli memberi pengertian yang


bervariasi tergantung pada sudut pandang dan penekanan yang dianut.
Pada pinsipnya, apa yang diungkapkan oleh ara ahli tersebut menuju
ke satu pengertian akuntansi, yaitu informasi keuangan. disamping itu,
pengertian akuntansi juga berubah sesuai dengan perkembangan
zaman dan teknologi. Definisi akuntansi dapat dirumuskan dari dua
sudut pandang, yaitu deinisi dari sudut pandang pemakai jasa
akuntansi dan dari proses kegiatannya.

Definisi dari sudut pandang pemakai ditinjau dari sudut pandang


pemakaiannya, akuntansi dapat didefinisikan sebagai “suatu disiplin
ilmu yang menyediaakan informasi yang diperlukan untuk
melaksanakan kegiatan secara efisien daan mengavaluasi kegiatan-
kegiatan suatuu organisasi”. Informasi yang dihasilkan akuntansi
diperlukan untuk :
a. Membuat perencanaan yang efektif, pengawasan, dan pengambilan
keputusan oleh manajemen.
b. Pertanggungjawaban organisasi kepada para investor , kreditor,
badan pemerintah dan sebagainya.

Dari definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa :


a. Akuntansi diselenggarakan dalam suatu organisasi (biasanya
berupa organisasi institusi pendidikan). Informasi akuntansi yang
dihasilkan adalah informasi tentang organisasi.
b. Informasi akuntansi sangat penting dalam menyelenggarakan
kegiatan institusi pendidikan. Informaasi tersebut dipergnakan
dalam pengambilan keputusan internal dan eksternal organisasi.

Perkembangan Akuntansi Sektor Pendidikan


Dalam rangka kegiatan pengembangan akuntansi, diperlukan riset
yang menggunakan pendekatan dan metode yang sesuai untuk
mendasarkan pada teori. Kesesuaian teori dan praktik tersebut
merupakan hasil perkembangan peradaban dan modernisasi.
Riset akuntansi telah berkembang sedemikian rupa dan beberapa
pendekatan terpenting saling bersaing dan saling melengkapi satu
sama lain. Beberapa di antaranya adalah pendekatan model keputusan,
riset pasar modal, riset keperilakuan, teori agensi, ekonomika
informasi, dan perspektif akuntansi kritis. Disamping itu ada juga
beberapa aliran lain yang barangkali masih dianggap berada “di
pinggiran” atau dalam ungkapan yang lebih santun seperti perspektif
akuntansi islam. semua pendekatan ini patut dihargai untuk
menambah pengetahuan akuntansi dan lingkungannya.

C.1 DASAR HUKUM PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DI


INDONESIA

Landasan Hukum Pendidikan (Aspek Legal Formal), yaitu sebagai


berikut :
1. Pendidikan Menurut Undang Undang Dasar 1945
Pasal pasal yang bertalian dengan pendidikan dalam Undang
Undang Dasar 1945 hanya 2 pasal, yaitu pasal 31 dan 32. Pasal 31
mengatur tentang pendidikan kewajiban pemerintah membiayai
wajib belajar 9 tahun di SD dan SMP, anggaran pendidikan
minimal 20% dari APBN dan APBD, dan sistem pendidikan
nasional. Sedangkan pasal 32 mengatur tentang kebudayaan.

2. Undang Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan


Nasional
Undang undang ini selain memuat pembaharuan visi dan misi
pendidikan nasional, juga terdiri dari 77 Pasal yang mengatur
tentang ketentuan umum (istilah-istilah terkait dalam dunia
pendidikan), dasar, fungsi dan tujuan pendidikan nasional, prinsip
penyelenggaraan pendidikan, hak dan kewajiban warga negara,
orang tua dan masyarakat, peserta didik, jalur jenjang dan jenis
pendidikan, bahasa pengantar, standar nasional pendidikan,
kurikulum, pendidik dan tenaga kependidikan, sarana dan
prasarana pendidikan, pendanaan pendidikan, pengelolaan
pendidikan, peran serta masyarakat dalam pendidikan, evaluasi
akreditasi dan sertifikasi, pendirian satuan pendidikan,
penyelenggaraan pendidikan oleh lembaga negara lain,
pengawasan, ketentuan pidana, ketentuan peralihan dan ketentuan
penutup.

Sebagai Induk peraturan perundang undangan pendidikan mengatur


pedidikan pada umumnya, artinya yang bertalian dengan
pendidikan, mulai dari pra-sekolah sampai dengan perguruan
tinggi. Pendidikan Nasional adalah pendidikan yang berakar pada
kebudayaan bangsa indonesia dan berdasarkan pada Pancasila dan
undang –undang Dasar 1945 (pasal 1 ayat 2 dan 7).

Tenaga Kependidikan adalah anggota masyarakat yang


mengabdikan diri dalam penyelenggaraan pendidikan (Pasal 1 ayat
7). Pada dasarnya pendidikan merupakan tanggung jawab bersama
antara keluarga, masyarakat, dan pemerintah (pasal 21 ayat 1, butir
1). Setiap warga negara berhak atas kesempatan yang seluas
luasnya untuk mengikuti pendidikan agar memperoleh
pengetahuan, kemampuan dan keterampilan tamatan pendidikan
dasar (pasal 6).
Menurut UU RI NO. 20 tahun 2003 bahwa teori-teori pendidikan
dan praktek-praktek pendidikan yang diterapkan di Indonesia
haruslah berakar pada kebudayaan Indonesia. Merupakan
kewajiban para pakar pendidikan untuk memikirkan teori dan
praktek pendidikan yang berakar pada budaya bangsa sendiri.

Program wajib belajar untuk memberikan kesempatan bagi warga


negara untuk belajar minimal setara tamatan SLTP sederajat, tanpa
membedakan jenis kelamin, agama, ras, suku, kedudukan sosial
dan tingkat kemampuan ekonomi.

3. Undang Undang No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen.


Undang undang ini memuat 84 Pasal yang mengatur tentang
ketentuan umum(istilah-istilah dalam undang-undang ini),
kedudukan fungsi dan tujuan , prinsip profesionalitas, seluruh
peraturan tentang guru dan dosen dari kualifikasi akademik, hak
dan kewajiban sampai organisasi profesi dan kode etik, sanksi bagi
guru dan dosen yang tidak menjalankan kewajiban sebagaimana
mestinya, ketentuan peralihan dan ketentuan penutup.

4. Undang-Undang yang berkaitan dengan kependidikan :


1. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2009
tentang Badan Hukum Pendidikan.
2. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 66 Tahun
2010 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 17
Tahun 2010 tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan
Pendidikan.
3. PP No.19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidik.
4. Permendiknas No.5 tahun 2006 tentang Petunjuk Teknis
Pelaksanaan Dana Alokasi Khusus (DAK) Bidang Pendidikan
tahun 2006,termasuk pemberian Block Grant/Subsidi Sekolah.
5. Permendiknas No.22 tahun 2006 tentang Standar Isi Untuk
Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah.
6. Permendiknas No.23 tahun 2006 tentang Standar Kompetensi
Lulusan (SKL) untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah.
7. Permendiknas No.24 tahun 2006 tentang Pelaksanaan Peraturan
Mendiknas No.22 tahun 2006 dan Peraturan Mendiknas No.23
tahun 2006.

5. Yang berhubungan dengan Peraturan Kepegawaian :


1. PP No.47 tahun 2005 tentang PNS yang menduduki Jabatan
Rangkap.
2. PP No.48 tahun 2005 tentang Pengangkatan Tenaga Honorer
Menjadi CPNS.
3. Peraturan Kepala Badan Kepegawaian Negara No.21 tahun
2005 tentang Pedoman Pendataan dan Pengolahan Tenaga
Honorer.

6. Peraturan Pemerintah tentang Pendidikan sebagai berikut :


1. PP Nomor 27 Tahun 1990 tentang Pendidikan Prasekolah.
2. PP Nomor 28 Tahun 1990 tentang Pendidikan Dasar.
3. PP Nomor 29 Tahun 1990 tentang Pendidikan Menengah.
4. PP Nomor 30 Tahun 1990 tentang Pendidikan Tinggi.

7. Perda Pendidikan di Kabupaten atau Provinsi di Indonesia.

C.2 PERAN DAN FUNGSI AKUNTANSI DALAM


PENDIDIKAN

Peran dan fungsi akuntansi dalam pendidikan adalah menyediakan


informasi kuantitatif, terutama yang bersifat keuangan, agar berguna
dalam pengambilan keputusan ekonomi dalam entitas pendidikan .
contoh beberapa peran dan fungsi dalam lingkungan dunia pendidikan
- Kepala sekolah menggunakan akuntansi untuk menyusun
perencanaan sekolah yang dipimpinnya, mengevaluasi kemajuan
yang dicapai dalam usaha mencapai tujuan, dan melakukan
tindakan tindakan koreksi yang diperlukan . keputusan yang
diambil oleh kepala sekolah berdasarkan informasi akuntansi
adalah menentukan peralatan apa yang sebaiknya dibeli , berapa
persediaan ATK yang harus ada dibagian perlengkpan, dan lain lain.
- Guru dan karyawan mewakili kelompok yang tetarik pada
informasi mengenai stabilitas dan profitabilitass di institusi
pendidikan (sosial).ini berarti kelompok tersebut juga tertarik
dengan informasi penilaian kmampuan sekkolahdalam memberikan
balas jasa manfaat pensiun, dan kesempatan kerja .
- Kreditor atau pemberi pinjaman tertarik dengan informasi
keuangan yang memungkinkan untuk memutuskan apakah
pinjaman serta bunganya dapat dibayar pada saat jatuh tempo (hal
ini berlaku apabila ada kasus sekolah yang memerlukan kreditor).
- Orang Tua Siswa, Para orang tua siswa berkepentingan dengan
informasi mengenai kelangsungan hidup institusi pendidikan,
terutama perjanjian jangka panjang dan tingkat ketergantungan
sekolah
- Supplier / Pemasok, Pemasok tertarik dengan informasi tentang
kemungkinan jumlah terhutang akan dibayar pada saat jatuh tempo.
- Pemerintah, Pemerintah dan berbagai lembaga yang berada di
bawah kekuasanya berkepentingan terhadap alokasi sumber daya
dan karena itu, berkepentingan dengan aktivitas sekolah. Informasi
dasar ini dibutuhkan untuk mengatur aktivitas sekolah, menetapkan
kebijakan anggaran, dan mendasari penyusunan anggaran untuk
tahun-tahun berikutnya.
- Masyarakat, Institusi Pendidikan mempengaruhi anggota
masyarakat dengan berbagai cara. Laporan Keuangan Institusi
Pendidikan dapat membantu masyarakat dengan menyediakan
informasi tentang kecenderungan dan perkembangan terakhir
pengelolaan Keuangan Institusi Pendidikan serta rangkaian
aktivitasnya.

UU nomor 20 tahun 2003, sumber pendapatan sekolah dikelompokan


menjadi 2 seperti berikut :
(1) sumber pendanaan pendidikan dari pemerintah, yaitu Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), dan
(2) sumber pendanaan pendidikan dari masyarakat, mencakup antara
lain sumbangan pendidikan, hibah, wakaf,zakat, pembayaran
nadzar, pinjaman, sumbangan perusahaan, keringanan dan
penghapusan pajak untuk pendidikan, dan lain-lain penerimaan
yang sah” (Penjelasan UU nomor 20 tahun 2003 pasal 46 ayat 3).

Sedangkan elemen pengeluaran sekolah dikelompokan menjadi 2


kelompok seperti berikut:
(1) Biaya investasi; yang mencakup: penyediaan sarana dan prasarana,
pengembangan SDM, modal kerja tetap lainya
(2) Biaya operasional; meliputi: (1) gaji pendidik dan tenaga
kependidikan serta tunjangan yang melekat pada gaji, (2) bahan
atau peralatan habis pakai, biaya operasi pendidikan tak langsung
berupa: daya listrik, air, jasa telekomunikasi, pemeliharaan sarana
dan prasarana, uang lembur, transportasi, konsumsi, pajak,
asuransi, dan lain sebagainya. (PP nomor 19/2005 pasal 62 ayat 1).

C.3 SIKLUS AKUNTANSI PENDIDIKAN

Laporan keuangan adalah hasil akhir dari suatu proses akuntansi, yaitu
aktivitas pengumpulan dan pengolahan data keuangan untuk disajikan
dalam bentuk laporan keuangan dan ikhtisar-ikhtisar lainnya yang
dapat digunakan untuk membantu para pemakainya dalam membuat
atau mengambil suatu keputusan.

Siklus akuntansi adalah proses penyediaan laporan keuangan


organisasi selama suatu periode tertentu. Siklus akuntansi dapat dibagi
menjadi pekerjaan yang dilakukan selama periode berjalan, yaitu
penjurnalan transaksi dan pemindahanbukuan ke dalam buku besar,
dan penyiapan laporan keuangan pada akhir periode

Ada tiga tahap dalam siklus akuntansi, yaitu :


1. Tahap Pencatatan :
 Kegiatan Pengidentifikasian dan pengukuran bukti transaksi
serta bukti pencatatan.
 Kegiatan pencatatan bukti transaksi ke dalam buku harian atau
jurnal
 Memindahbukuan (posting) dari jurnal berdasarkan kelompok
atau ke dalam akun buku besar.
2. Tahap Pengikhtisaran :
 Penyusunan neraca saldo berdasarkan akun-akun buku besar
 Pembuatan ayat jurnal penyesuaian
 Penyusunan kertas kerja
 Pembuatan ayat jurnal penutup
 Pembuatan neraca saldo setelah penutupan
 Pembuatan ayat jurnal pembalik
3. Tahap Pelaporan :
 Laporan surplus defisit
 Laporan arus kas
 Neraca
 Catatan atas laporan keuangan

C.4 METODE PENCATATAN JURNAL

1. Transaksi dicatat dengan tangan atau ditulis dalam buku-buku


jurnal yang dijilid atau terdiri dari lembaran yang terlepas atau
kartu.
2. Transaski dicatat dengan mesin ketik atau mesin-mesin pembukuan
dalam buku jurnal yang terdiri dari lembaran yang terlepas atau
kartu.
3. Formulir-formulir atau dokumen-dokumen asli organisasi dapat
digunakan sebagai buku jurnal. Buku besar umum dikerjakan
langsung dari formulir dan dokumen asli tersebut, sehingga tidak
menggunakan buku jurnal.

C.5 LAPORAN KEUANGAN DAN KOMPONENNYA

- Laporan keuangan adalah hasil akhir dari proses akuntansi yang


menyajikan informasi yang berguna untuk pengambilan keputusan
oleh berbagai pihak yang berkepentingan. Laporan keuangan
menggambarkan pencapaian target pendapatan, realisasi
penyerapan belanja, dan realisasi pembiyaan.
- Laporan Keuangan Neraca
Neraca merupakan laporan yang memberikan gambaran utuh dari
suatu entitas pada suatu titik waktu. Neraca akan menggambarkan
elemen-elemen yang menyusun entitas tersebut, sehingga neraca
sering disebut potret posisi keuangan suatu entitas.
- Aset atau Aktiva adalah sumber daya yang dikuasai oleh entitas
sebagai akibat dari peristiwa masa lalu dan dari mana manfaat
ekonomi di masa depan diharapkan akan diperoleh entitas.
- Laporan Surplus Defisit (Laporan Laba Rugi)
Laporan laba rugi adalah laporan yang menggambarkan kinerja
keuangan entitas (dalam suatu periode akuntansi), kinerja dalam
hal ini diambarkan sebagai kemampuan suatu entitas untuk
menciptakan pendapatan. Laporan keuangan jenis ini memuat
kinerja suatu entitas selama satu tahun brikut biaya-biaya yang
harus dikeluarkan juga dimuat disini.
- Laporan Arus Kas
Adalah laporan yang menggamarkan perubahan posisi kas dalam
satu periode akuntasi. Didalam laporan arus kas, perubahan posisi
kas akan dilihat dari tiga sisi, yakni dari kegiatan operasi ,
pembiayaan, dan investasi. Terdapat dua metode yang dapat
digunakan untuk menyajikan arus as, yaitu metode langsung dan
metode tidak langsung. Perbedaan dari kedua metode tersebut
terletak pada cara memperoleh angka arus kas dari aktivitas operasi.
Pada metode tidak langsung, caranya adalah dengan melakukan
penyesuaian terhadap net income (laba brsih) sedangkan pada
metode langsung benar-benar arus kas riil yang dihitung walaupun
demikian, angka yang diperoleh dari kedua metode tersebut sama.
Karena metode langsug lebih banyak membutuhkan waktudan
biaya, entitas lebih suka memilih metode tidak langsung.

C.6 SISTEM AKUNTANSI BIAYA SD, SMP, SMU, DAN PT

Sampai saat ini, pengkajian terhadap sistem akuntansi biaya sekolah


belum pernah dilakukan. Selama ini, penelitian tentang administrasi
keuangan sekolah, pengelolaan keuangan BP3, serta penghimpunan
dana di sekolah masih lebih disukai.

Identifikasi permasalahan perhitungan biaya di sekolah dasar dan


menengah negeri saat ini menjadi sangat penting, selama ini,
perkembangan perhitungan biaya di tingkat sekolah dasar dan
menengah belum mampu menjawab tantangan era otonomi dan
globalisasi secara optimal. Perhitungan biaya di sekolah dasar dan
menengah yang ada selama ini masih sangat sederhana dan belum
mampu mengungkapkan informasi penting sebagai materi atau
landasan pengambilan keputusan, serta hanya sebatas informasi biaya
perunit untuk belanja pegawai dan belanja non pegawai.

C.7 SISTEM AKUNTANSI BIAYA PENDIDIKAN UNTUK


SISWA SD, SLTP, dan SMU

Landasan teori yang dipakai untuk memecahkan permasalahan


perhitungan biaya di SD dan menengah adalah dengan pendekatan
akuntansi biaya tradisional dan activity costing system (ACS). Proses
dan sistematika pemecahannya adalah melalui rincian tahap sebagai
berikut :
1. Pemahaman mengenai pengertian biaya
2. Klasifikasi dan identifikasi biaya-biaya yang terjadi di sekolah ke
dalam kategori tertentu dengan pendekatan ACS
3. Pembuatan konsep perhitungan biaya baru yang akurat dan
informatif
4. Simulasi aplikasi model perhitungan biaya

Biaya adalah suatu bentuk pengorbanan ekonomis yang dilakukan


untuk mencapai tujuan entitas. Tujuan sekolah adalah meningkatkan
kualitas pendidikan secara umum, terutama mencetak kualitas pribadi
lulusan sesuai dengan standar kriteria yang telah ditetapkan oleh
pemerintah, yayasan maupun entitas sekolah itu sendiri.

Di sekolah dasar dan menengah negeri, standar pengelolaan


administrasi dan keuangan serta pelaporan keuangan relatif sama dan
terpusat. Hal ini membuat entitas pendidikan dasar dan menengah
negeri harus mengembangkan penerapan standar sesuai dengan
karakteristik dan kebutuhan yang dimiliki masing-masing sekolah,
termasuk di dalamnya perhitungan dan pelaporan biaya. Saat ini,
sarana informatif dan pendukung pengambilan keputusan pendidikan
belum diimplementasikan secara memadai.

Klasifikasi Biaya
Biaya akan diidentifikasi dan diklasifikasi menurut sifatnya.
Klasifikasi biaya-biaya di entitas sekolah menurut sifatnya ini akan
digunakan untuk mempertegas batasan, mempermudah perhitungan,
dan menambah keakuratan pelaporan. Menurut sifatnya biaya
kelompok dibagi menjadi dua yaitu biaya langsung dan biaya tidak
langsung.

Biaya langsung adalah biaya yang dikeluarkan untuk membiayai


proses pencapaian hasil dan tujuan suatu organisasi. Di sekolah dasar
dan menengah negeri, biaya langsung adalah biaya proses peningkatan
kualitas siswa dan pencapaian tujuan utama sekolah yang tidak
terpisahkan dari diri siswa serta berdampak terhadap siswa secara
keseluruhan. Contoh biaya langsung adalah biaya praktikum, biaya
ujian, dan sejenisnya.

Sedangkan biaya tidak langsung adalah komponen biaya penunjang


atau pelengkap dari komponen biaya langsung. Dalam dunia
pendidikan, biaya tidak langsung merupakan komponen penunjang
atau katalisator dalam proses belajar mengajar. Tujuan sekolah dalam
peningkatan kualitas lulusan dapat lebih cepat di capai. Contoh biaya
serta langsung adalah bantuan dana kegiatan siswa, biaya keamanan
dan kebersihan, dan kegiatan sosial.

C.8 PEMBIAYAAN PENDIDIKAN

Di tinjau dari sudut human capital (SDM Sebagai unsur modal),


pendidikan diperhitungkan sebagai faktor penentuan keberhasilan
seseorang baik secara sosial maupun ekonomi. Nilai pendidikan
merupakan aset moral, dimana pengetahuan dan keterampilan yang
diperoleh dalam pedidikan di anggap sebagai investasi. Pengertian
pembiayaan pendidikan adalah upaya pengumpulan dana uantuk
membiayai operasional dan pembangunan sektor pendidikan.

- Sifat dan karakteristik pembiayaan pendidikan


Pendidikan merupakan unsur utama pengembangan SDM. SDM
dianggap lebih bernilai apabila,sikap, perilaku, wawasan,
kemampuan, keahlian, serta keterampilan sesuai dengan kebutuhan
berbagai bidang dan sektor. Pendidikan merupakan salah satu alat
pengubah karakter manusia. Dengan pendidikan manusia dapat
mengetahui segala sesuatu yang tidak atau belum diketahui
sebelumnya. Pendidikan merupakan hak seluruh umat manusia.
Hak untuk ,memperoleh pendidikan harus diikuti oleh kesempatan
dan kemampuan serta kemauannya, dengan demikian, peranan
pembiayaan pendidikan terlihat jelan dengan peningkatan kualitas
SDM agar sejajar dengan manusia lain, baik secara regional
(otonomi daerah), nasional ,maupun internasional (global).
- Tujuan pembiayaan pendidikan
Tujuan pembiayaan pendidikan dalam kehidupan sehari-hari
Menariknya ketika berbicara tentang pembiayaan pendidikan,
banyak pihak yang menganggap bahwa membiayai pedidikan
adalah sebuah investasi, yaitu tindakan yang dilakukan untuk
memperbesar nilai aset yang dikuasai.

C.9 SUMBER-SUMBER PEMBIAYAAN PENDIDIKAN

Dalam situasi bagaimanapun, negara tidak boleh melepaskan


tanggung jawabnya terhadap terhadap pembiayaan pendidikan. Pada
sisi lain, negara melalui pemerintah harus terus mensosialisasikan
pembiayaan pendidikan dengan mengacu pada standar baku, terutama
tentang komponen pendidikan , proses belajar mengajar, kurikulum,
dan target komponen lulusan.
- Pemerintah pusat
Seiring dengan dimulainya era otonomi, pemerintah pusat
memandang hubungan antara pusat dan daerah tidak dalam
kerangka hierarki, tetapi konsultatif. Dengan tujuan
memberdayakan daerah, pemerintah pusat menyalurkan bantuan
dalam model block grant, dana alokasi umum ( DAU) dan dana
alokasi khusus (DAK). alokasi dana APBN untuk membangun
sektor pendidikan sebaiknya dilakukan melalui mekanisme dana
alokasi khusus (DAK) sektor pendidikan, bukan melalui DIP
departemen teknis (depdiknas) dalam rangka memberdayakan SD
sampai SLTA manajemen pengelolaan diserahkan
kekabupaten/kota dan provinsi.
- Pemerintah daerah
Pemerintah daerah juga mengalokasikan sebagian dana anggaran
pendapatan dan belanja daerah (APBD) untuk sektor pendidikan.
Dalam sektor pendidikan, pemerintah daerah sebaiknya
mempertimbangkan implementasi sistem earmarking dalam
pembiayaan sektor pendidikan di daerah.

C.10 ARTI PENTING AKUNTANSI PENDIDIKAN

Akuntansi pendidikan memberikan arti penting dalam menjamin


akuntabilitas penyelenggaraan pendidikan dari lembaga atau
organisasi pendidikan sebagaimana tercakup dalam undang-undang
pendidikan nasional. Sebagai penjamin akuntabilitas, akuntansi
memberikan gambaran secara menyeluruh tentang segala kegiatan dan
aktivitas serta operasional dari lembaga atau organisasi pendidikan sisi
keuangan.

Mengapa hal itu merupakan suatu yang penting ? jawabannya adalah


bahwa segala aktivitas/kegiatan operasional tidak terlepas dari sisi
keuangan dan dengan demikian, segala yang tercermin dari sisi
keuangan melalui informasi akuntansi yang tersaji dalam laporan
keuangan merupakan bentuk riil dari seluruh keadaan organisasi,
termasuk cerminan kinerja dan perkembangan organisasi.

Dalam kerangka sederhana, laporan keuangan dan akuntansi adalah


urat nadi dari kegiatan dan penyelenggaraan pendidikan. Jadi apabila
secara keuangan laporan keuangan kurang sehat, jelas akan
mempengaruhi seluruh kegiatan operasional organisasi/lembaga
pendidikan tersebut.

C.11 ETIKA PROFESI AKUNTAN PENDIDIKAN

Akuntan Pendidik merupakan salah satu jenis dari bermacam macam


profesi akuntansi dan akuntan pendidik ini termasuk profesi yang
sangat vital dan dibutuhkan oleh dunia per-akuntansi-an, mengapa?
lha coba anda belajar akuntansi, tapi tidak ada guru? hah? lalu akuntan
yang handal itu lahir darimana coba?

Profesi Akuntan pendidik adalah bidang profesi akuntansi yang


memberikan jasa pelayanan pendidikan akuntansi kepada masyarakat
lewat lembaga lembaga pendidikan yang ada untuk menciptakan
akuntan-akuntan yang terampil serta professional. Profesi akuntan
pendidik benar benar dibutuhkan untuk kemajuan profesi akuntansi
karena untuk mewujudkan dan mencetak calon calon akuntan yang
handal ada ditangan mereka. Ini dia beberapa tugas tugas dari seorang
akuntan pendidik yang harus dilakukan. tugas akuntan pendidik :
 Menyusun kurikulum pendidikan akuntansi
 Mengajar akuntansi di berbagai lembaga pendidikan
 Melakukan penelitian untuk pengembangan ilmu akuntansi
Untuk menjadi seorang Akuntansi Pendidik, ada beberapa syarat
yang harus dipenuhi, apa saja? Seseorang berhak menyandang
gelar Akuntan Pendidik apabila sudah memenuhi syarat dibawah
ini:
 Pendidikan sarjana jurusan Akuntansi dari Fakultas Ekonomi
sebuah Perguruan Tinggi yang diakui menghasilkan gelar Akuntan
atau Universitas swasta yang ber-afiliasi dengan satu perguruan
tinggi yang telah memiliki hak untuk memberikan gelar Akuntan.
 Mengikuti UNA (Ujian Nasional Akuntansi) yang diselenggarakan
konsorsium pendidikan tinggi ilmu ekonomi yang didirikan sesuai
Surat Keputusan Menteri RI tahun 1976.

yang harus dikuasai oleh seorang akuntan pendidik antara lain :


 Bisa melakukan alih pengetahuan atau transfer of knowledge
tentang akuntansi kepada murid atau mahasiswanya.
 Mempunyai tingkat pendidikan yang tinggi serta menguasai
pengetahuan akan bisnis dan akuntansi, serta teknologi
informasi.
 Dapat mengembangkan pengetahuannya dengan melakukan
penelitian.
Agar dapat menjadi pemain yang baik maka kita harus
memahami aturan aturan yang harus dipatuhi. Demikian halnya
degan seorang akuntan. Agar dapat menjadi akuntan yang baik,
para akuntan harus mematuhi aturan-aturan dan persyaratan
yang dapat mengkualifikasikannya sebagai seorang akuntan
yang professional.
Terkait dengan hal tersebut, terdapat kode etik yang harus
dipatuhi oleh para akuntan. Dengan adanya kode etik tersebut,
para akuntan tidak hanya diwajibkan memiliki kemampuan
hardskill terkait akuntansi. Namun, para akuntan juga dituntut
untuk memiliki perilaku yang baik dan bermoral terkait dengan
pekerjaan. Adapun instansi yang berwenang terhadap para
akuntan di masing-masing Negara berbeda. Maka dari itu setiap
akuntan akan memiliki kode etiknya masing-masing bergantung
pada instansi berwenang di negaranya. Namun, pada dasarnya
kode etik profesi akan mengarahkan perilaku para pekerja agar
bermoral dan baik. Misalnya, para akuntan Indonesia akan
mengikuti kode etik akuntan yang disusun oleh IAI.

Secara teoritis, Kode etik profesi akuntansi dapat diartikan sebagai


pedoman sikap, tingkah laku dan perbuatan dalam melaksanakan
tugas dan dalam kehidupan sehari-hari dalam profesi akuntansi.

1. Kode Perilaku Profesional


Kode etik akuntan yang disusun akan mengarahkan para akuntan
agar melakukan tindakan yang dinilai baik dan bermoral. Dimana
tujuannya adalah mendapatkan penilaian bahwa para akuntan telah
bersikap professional. Penilaian atas profesionalitas akan
mencakup karakter yang terdapat dalam diri pekerja. Penilaian
terhadap profesionalitas akan berbeda antar jenis pekerjaan, karena
setiap pekerjaan memiliki hal yang berbeda untuk dipenuhi satu
sama lainnya. Misalnya seorang psikolog dilarang untuk
menceritakan kondisi kejiwaan pasiennya. Sementara itu, seorang
akuntan harus menyajikan data tanpa dipengaruhi masalah pribadi
agar informasi yang disajikan tidak menyesatkan dan menimbulkan
kerugian bagi pihak pengguna.

2. Prinsip-prinsip Etika : IFAC, AICPA, IAI


Kode etik berupa prinsip atau etika yang disusun oleh masing-
masing instansi akan berbeda. Dalam hal ini akan dibahas
mengenai standard an prinsip yang ditentukan oleh IFAC, AICPA,
dan IAI.
Dalam Kode Etik Akuntan Profesional 2001 yang dibuat oleh
IFAC disebutkan bahwa, dengan adanya tanggung jawab terhadap
publik maka profesionalitas harus dimiliki karena profesionalitas
dapat membentuk kepercayaan publik.

3. Kode Etik Prinsip-prinsip Dasar Akuntan Profesional IFAC


2005 – Section 100.4
Seorang akuntan professional diharuskan untuk mematuhi prinsip-
prinsip dasar berikut :
 Integritas, seorang akuntan professional harus tegas dan jujur
dalam semua keterlibatannya dalam hubungan profesional dan
bisnis.
 Objektivitas, seorang akuntan professional seharusnya tidak
membiarkan bias, konflik kepentingan, atau pengaruh yang
berlebihan dari orang lain untuk mengesampingkan penilaian
professional atau bisnis.
 Kompetensi professional dan Kesungguhan, seorang akuntan
professional mempunyai tugas yang berkesinambungan untuk
senantiasa menjaga penghetahuan dan skil professional pada
tingkat yang diperlukan untuk memastikan bahwa klien atau
atasan menerima jasa professional yang kompeten berdasarkan
perkembangan terkini dalam praktik, legislasi dan teknis.
Seorang akuntan professional harus bertindak tekun dan sesuai
dengan standar teknis dan professional yang berlaku dalam
memberikan layanan professional.
 Kerahasiaan, seorang akuntan professional harus menghormati
kerahasian informasi yang diperoleh sebagai hasil dari hubungan
bisnis professional dan bisnis tidak boleh mengungkapkan
informasi tersebut kepada pihak ketiga, tanpa otoritas yang tepat
dan spesifik kecuali ada hak hukum atau professional atau
kewajiban untuk mengungkapkan. Informasi rahasi yang
diperoleh sebagai hasil dari hubungan bisnis professional
seharusnya tidak boleh digunakan untuk kepentingan pribadi
para akuntan professional atau pihak ketiga.
 Perilaku Profesional, seorang akuntan professional harus patuh
pada hukum dan peraturan-peraturan terkait dan seharusnya
menghindari tindakan yang bisa mendeskreditkan profesi.

4. Ikhtisar Kode Etik (Pedoman Perilaku) AICPA


1. Tanggung Jawab: dalam melaksanakan tanggung jawab mereka
sebagai professional, anggota harus menerapkan penilaian
professional dan moral yang sensitive dalam segala kegiatannya.
(section 52, article I)
2. Kepentingan Umum: anggota harus menerima kewajiban
mereka untuk bertindak dengan cara yang dapat melayani
kepentingan publik, menghormati kepercayaan publik, dan
menunjukkan komitmen terhadap profesionalisme. (section 53,
article II)
3. Integritas: untuk mempertahankan dan memperluas
kepercayaan masyarakat, anggota harus melakukan semua
tanggung jawab professional dengan integritas tertinggi. (section
54, article III)
4. Objectivitas dan Independensi: seorang anggota harus
mempertahankan objectivitas dan bebas dari konflik
kepentingan dalam melaksanakan tanggung jawab professional.
Seorang anggota dalam praktik publik harus independen dalam
penyajian fakta dan tampilan ketika memberikan layanan audit
dan jasaatestasi lainnya. (section 55, article IV)
5. Due Care: seoarng anggota harus mematuhi standar teknis dan
etis profesi, berusaha terus menerus untuk menigkatkan
kompetensi dan layanan dalam melaksanakan tanggung jawab
professional dengan kemampuan terbaik yang dimiliki anggota.
(section 56, article V)
6. Sifat dan Cakupan Layanan: seorang anggota dalam praktik
publik harus memerhatikan Prinsip-prinsip dari Kode Etik
Profesional dalam menentukan lingkup dan sifat jasa yang akan
disediakan. (section 57, article VI).

C.12 ETIKA PROFESI DALAM PERTANGGUNG JAWABAN

Pengertian Kode Etik


Kode etik adalah sistem norma, nilai dan aturan profesional tertulis
yang secara tegas menyatakan apa yang benar dan baik dan apa yang
tidak benar dan tidak baik bagi profesional. Kode etik menyatakan
perbuatan apa yang benar atau salah, perbuatan apa yang harus
dilakukan dan apa yang harus dihindari.

Beberapa alasan mengapa kode etik perlu untuk dibuat adalah


(Adams., dkk, dalam Ludigdo, 2007) :
a. Kode etik merupakan suatu cara untuk memperbaiki iklim
organisasional sehingga individu-individu daoat berperilaku
secara etis.
b. Kontrol etis diperlukan karena sistem legal dan pasar tidak cukup
mampu mengarahkan perilaku organisasi untuk
mempertimbangkan dampak moral dalam setiap keputusan
bisnisnya.
c. Perusahan memerlukan kode etik untuk menentukan status bisnis
sebagai sebuah profesi, dimana kode etik merupakan salah satu
penandanya.
d. Kode etik dapat juga dipandang sebagai upaya
menginstitusionalisasikan moral dan nilai-nilai pendiri perusahaan,
sehingga kode etik tersebut menjadi bagian dari budaya perusahaan
dan membantu sosialisasi individu baru dalam memasuki budaya
tersebut.
e. Kode etik merupakan sebuah pesan.

Setiap Praktisi wajib mematuhi dan menerapkan seluruh prinsip dasar


dan aturan etika profesi yang diatur dalam Kode Etik ini, kecuali bila
prinsip dasar dan aturan etika profesi yang diatur oleh perundang-
undangan, ketentuan hukum, atau peraturan lainnya yang berlaku
ternyata berbeda dari Kode Etik ini. Dalam kondisi ttersebut, seluruh
prinsip dasar dan aturan etika profesi yang diatur dalam perundang-
undangan, ketentuan hukum, atau peraturan lainnya yang berlaku
tersebut wajib dipatuhi, selain tetap mematuhi prinsip dasar dan aturan
etika profesi lainnya yang diatur dalam Kode Etik ini.
Kode Etik Indonesia terdiri dari tiga bagian:
a. Prinsip Etika,
Prinsip Etika memberikan kerangka dasar bagi Aturan Etika, yang
mengatur pelaksanaanpemberian jasa profesional oleh anggota.
Prinsip Etika disahkan oleh Kongres dan berlaku bagi seluruh
anggota. Salah satu yang membedakan profesi akuntan publik
dengan profesi lainnya adalah tanggung jawab profesi akuntan
publik dalam melindungi kepentingan publik. Oleh karena itu,
tanggung jawab profesi akuntan publik tidak hanya terbatas pada
kepentingan klien atau pemberi kerja. Prinsip-prinsip dasar etika
profesi terdiri dari :
 Tanggung jawab profesi, bahwa akuntan di dalam melaksanakan
tanggungjawabnya sebagai profesional harus senantiasa
menggunakan pertimbangan moral dan profesional dalam semua
kegiatan yang dilakukannya.
 Prinsip Integritas, Akuntan sebagai seorang profesional, dalam
memelihara dan meningkatkan kepercayaan publik, harus
memenuhi tanggung jawab profesionalnya tersebut dengan
menjaga integritasnya setinggi mungkin.
 Kepentingan publik, Akuntan sebagai anggota IAI berkewajiban
untuk senantiasa bertindak dalam kerangka pelayanan kepada
publik, menghormati kepentingan publik, dan menunjukkan
komitmen atas profesionalisme.
 Prinsip Objektivitas, Setiap Praktisi tidak boleh membiarkan
subjektivitas, benturan kepentingan, atau pengaruh yang tidak
layakdari pihak-pihak lain mempengaruhi pertimbangan
professional atau pertimbangan bisnisnya.
 Prinsip Kompetensi serta kecermatan dan kehati-hatian
professional, Akuntan dituntut harus melaksanakan jasa
profesionalnya dengan penuh kehati-hatian, kompetensi, dan
ketekunan, serta mempunyai kewajiban untuk mempertahankan
pengetahuan dan keterampilan profesionalnya pada tingkat yang
diperlukan untuk memastikan bahwa klien atau pemberi kerja
memperoleh manfaat dari jasa profesional yang kompeten
berdasarkan perkembangan praktik, legislasi, dan teknik yang
paling mutakhir.
 Prinsip Kerahasiaan , Setiap Praktisi wajib menjaga
kerahasiaan informasi yang diperoleh sebagai hasil dari
hubungan professional dan hubungan bisnisnya, serta tidak
boleh mengungkapkan informais tersebut kepada pihak ketiga
tanpa persetujuan dari klien atau pemberi kerja, kecuali jika
tedapat kewajiban untuk mengungkapkan sesuai dengan
ketentuan hukum atau peraturan lainnya.
 Prinsip perilaku professional , Akuntan sebagai seorang
profesional dituntut untuk berperilaku konsisten selaras dengan
reputasi profesi yang baik dan menjauhi tindakan yang dapat
mendiskreditkan profesinya.
 Standar teknis , akuntan dalam menjalankan tugas
profesionalnya harus mengacu dan mematuhi standar teknis dan
standar profesional yang relevan. Sesuai dengan keahliannya
dan dengan berhati-hati, akuntan mempunyai kewajiban untuk
melaksanakan penugasan dari penerima jasa selama penugasan
tersebut sejalan dengan prinsip integritas dan obyektifitas.

b. Aturan Etika,
Aturan Etika disahkan oleh Rapat Anggota Himpunan dan hanya
mengikat anggota Himpunan yang bersangkutan. Untuk
memberikan pedoman etika yang spesifik di bidang etika profesi
akuntan publik, IAI Kompartemen Akuntan Publik (IAI-KAP)
telah menyusun aturan etika . dalm hal keterterapan aturan ini
mengharuskan anggota IAI-KAP dan staf profesional (baik yang
anggota maupun yang bukan anggota IAI-KAP) yang bekerja di
suatu kantor akuntan publik untuk mematuhinya. Aturan etika ini
meliputi pengaturan tentang :
1. Independensi, Integritas, dan Obyektifitas
Aturan etika ini memberikan pedoman bagi anggota untuk
mempertahankan sikap mental yang independen dalam
menjalankan tugas profesionalnya. Selain itu anggota juga harus
mempertahankan integritas dan obyektifitasnya dengan antara
lain menghindari benturan kepentingan dalam menjalankan
tugasnya.
2. Standar umum dan prinsip akuntansi
Aturan ini mengharuskan anggota untuk mematuhi berbagai
standar dan interpretasinya yang ditetapkan oleh IAI, sehingga
dalam hal ini disebutkan kepatuhan atas standar umum,
kepatuhan terhadap standar dan prinsip-prinsip akuntansi.
3. Tanggung jawab kepada klien
Dalam bagian ini diatur tentang informasi klien yang rahasia dan
fee profesional (besaran fee dan fee kontinjen)
4. Tanggung jawab kepada rekan seprofesi
Dalam hal ini anggota harus memperhatikan tanggung jawab
kepada rekan seprofesi, komunikasi antar akuntan publik dan
perikatan atestasi.
5. Tanggung jawab dan praktik lain
Aturan ini memberikan pedoman yang menyangkut : (a)
penghindaran atas perbuatan dan perkataan yang
mendiskreditkan profesi, (b) iklan, promosi, dan kegiatan
pemasaran lainnya, (c) komisi dan fee referral, serta (d) bentuk
organisasi dan KAP.

c. Interpretasi Aturan Etika


Interpretasi Aturan Etika merupakan interpretasi yang dikeluarkan
oleh Badan yang dibentuk oleh Himpunan setelah memperhatikan
tanggapan dari anggota, dan pihak-pihak berkepentingan lainnya,
sebagai panduan dalam penerapan Aturan Etika, tanpa
dimaksudkan untuk membatasi lingkup dan penerapannya.

Fungsi Kode Etik


Kode etik profesi itu merupakan sarana untuk membantu para
pelaksana sebagai seseorang yang professional supaya tidak dapat
merusak etika profesi. Ada tiga hal pokok yang merupakan fungsi dari
kode etik profesi:
a. Kode etik profesi memberikan pedoman bagi setiap anggota profesi
tentang prinsip profesionalitas yang digariskan. Maksudnya bahwa
dengan kode etik profesi, pelaksana profesi mampu mengetahui
suatu hal yang boleh dilakukan dan yang tidak boleh dilakukan.
b. Kode etik profesi merupakan sarana kontrol sosial bagi masyarakat
atas profesi yang bersangkutan. Maksudnya bahwa etika profesi
dapat memberikan suatu pengetahuan kepada masyarakat agar juga
dapat memahami arti pentingnya suatu profesi, sehingga
memungkinkan pengontrolan terhadap para pelaksana di lapangan
kerja (kalangan sosial).
c. Kode etik profesi mencegah campur tangan pihak di luar organisasi
profesi tentang hubungan etika dalam keanggotaan profesi. Arti
tersebut dapat dijelaskan bahwa para pelaksana profesi pada suatu
instansi atau perusahaan yang lain tidak boleh mencampuri
pelaksanaan profesi di lain instansi atau perusahaan.

Dalam lingkup TI, kode etik profesinya memuat kajian ilmiah


mengenai prinsip atau norma-norma dalam kaitan dengan hubungan
antara professional atau developer TI dengan klien, antara para
professional sendiri, antara organisasi profesi serta organisasi profesi
dengan pemerintah. Salah satu bentuk hubungan seorang profesional
dengan klien (pengguna jasa) misalnya pembuatan sebuah program
aplikasi.

Seorang profesional tidak dapat membuat program semaunya, ada


beberapa hal yang harus ia perhatikan seperti untuk apa program
tersebut nantinya digunakan oleh kliennya atau user, ia dapat
menjamin keamanan (security) sistem kerja program aplikasi tersebut
dari pihak-pihak yang dapat mengacaukan sistem kerjanya (misalnya:
hacker, cracker, dll). Kode etik profesi Informatikawan merupakan
bagian dari etika profesi. Jika para profesional TI melanggar kode
etik, mereka dikenakan sanksi moral, sanksisosial, dijauhi, di-banned
dari pekerjaannya, bahkan mungkin dicopot dari jabatannya.

Tanggung Jawab Profesi


Tanggungjawab menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia adalah
keadaan wajib menanggung segala sesuatunya. Sehingga
tanggungjawab dapat dipahami sebagai kewajiban menanggung,
memikul jawab, dan menanggung segala sesuatunya.
Bertanggungjawab berarti dapat menjawab bila ditanya tentang
perbuatan-perbuatan yang dilakukan. Orang yang bertaggung jawab
dapat diminta penjelasan tentang tingkah lakunya dan bukan saja ia
bisa menjawab melainkan juga harus menjawab.

Dalam pengertian kamus Bahasa Inggris, tanggung jawab itu


diterjemahkan dengan kata: “Responsibility = having the character of
a free moral agent; capable of determining one’s own acts; capable of
deterred by consideration of sanction or consequences”. Definisi ini
memberikan pengertian yang dititiberatkan pada:
1) harus ada kesanggupan untuk menetapkan sikap terhadap sesuatu
perbuatan
2) harus ada kesanggupan untuk memikul resiko dari sesuatu
perbuatan

Bila pengertian diatas dianalisis lebih luas, akan kita dapati bahwa
dalam kata; “Having the character’ itu dituntut sebagai suatu
keharusan, akan adanya pertanggungan moral/karakter. Karakter di
sini merupakan suatu nilai-nilai dari perbuatan. Konsekuensi
selanjutnya berarti bahwa terhadap sesuatu perbuatan hanya terdapat
dua alternative penilaian yaitu: tahu bertanggung jawab atau tidak
tahu bertanggung jawab.

Tanggung jawab adalah kesadaran manusia akan tingkah laku atau


perbuatannya yang disengaja maupun yang tidak sengaja. Tanggung
jawab juga berarti berbuat sebagai perwujudan kesadaran akan
kewajiban. Misal, seorang mahasiswa mempunyai kewajiban belajar.
Bila belajar, maka hal itu berarti ia telah memenuhi kewajibanya.
Berarti pula ia telah bertanggung jawab atas kewajibannya. Sudah
tentu bagaimana kegiatan belajar si mahasiswa. Itulah kadar
petanggung jawabannya. Bila pada ujian mendapat nilai A, B atau C
itulah kadar pertanggung jawabannya. Bila si mahasiswa malas
belajar, dan dia sadar akan hal itu. Tetapi ia tetap tidak mau belajar
dengan alasan cape, segan, dan lain-lain. Padahal ia menghadapi ujian.
Ini berarti bahwa si mahasiswa tidak memenuhi kewajibannya, berarti
pula ia tidak bertanggung jawab.

Unsur-unsur Tanggungjawab
Dari segi filsafat, suatu tanggung jawab itu sedikitnya didukung oleh
tiga unsur pokok, yaitu : kesadaran, kecintaan/kesukaan, dan
keberanian.

1. Kesadaran
Sadar berisi pengertian : tahu, kenal, mengerti dapat
memperhitungkan arti, guna sampai kepada soal akibat dari sesuatu
perbuatan atau pekerjaan yang dihadapi. Seseorang baru dapat
diminta tanggung jawab, bila ia sadar tentang apa yang
diperbuatnya. Dengan dasar pengertian ini kiranya dapat
dimengerti, apa sebab ketiga golongan (si bocah, si kerbau, dan si
gila ) adalah tidak wajar bila diminta atau dituntut supaya
bertanggung jawab sebab, baik kepada si bocah, si kerbau, dan si
gila, kesemua mereka ini, bertindak tanpa adanya kesadaran,
artinya mereka sama sekali tidak mengerti, akan guna dan akibat
dari perbuatannya.

2. Kecintaan / Kesukaan
Cinta, suka menimbulkan rasa kepatuhan, kerelaan, dan kesediaan
berkorban. Cinta pada tanah air menyebabkan prajurit-prajurit kita
rela menyabung nyawa untuk mempertahankan tanah air tercinta.
Sadar akan arti tanggungjawablah, menyebabkan mereka patuh
berdiri di bawah terik matahari atau hujan lebat untuk mengawal,
dilihat atau tidak diawasi

3. Keberanian
Berani berbuat, berani bertanggungjawab. Berani disini didorong
oleh rasa keikhlasan, tidak bersikap ragu-ragu dan takut terhadap
segala macam rintangan yang timbul kemudian sebagai
konsekueansi dari tindak perbuatan. Karena adanya tanggung
jawab itulah, maka seseorang yang berani, juga memerlukan
adanya pertimbangan pertimbangan, perhitungan dan kewaspadaan
sebelum bertindak, jadi tidak sembrono atau membabi buta.
Keberanian seorang prajurit adalah keberanian yang dilandasi oleh
rasa kesadaran, adanya rasa cinta kepada tanah air, dimana ketiga
unsur kejiwaan tersebut tersimpul ke dalam satu sikap: “Keikhlasan
dalam mengabdi, dan dengan penuh rasa tanggung jawab“, dalam
menunaikan tugas dan darma bakti kepada negara dan bangsa.

Jenis-jenis Tanggungjawab
a. Tanggungjawab Dilihat dari Sifatnya
Tanggungjawab itu bisa langsung atau tidak langsung. Tanggung
jawab bersifat langsung, bila si pelaku sendiri bertanggung jawab
atas perbuatannya. Biasanya akan terjadi demikian. Tetapi kadang-
kadang orang bertanggung jawab secara tidak langsung. contohnya,
kalau anjing saya merusakkan barang milik orang lain, bukanlah
anjing yang bertanggung jawab (sebab seekor anjing bukan
makhluk bebas), melainkan saya sebagai pemiliknya. Sekurang-
kurangnya bila kejadian itu berlangsung di tempat umum. Jadi, di
sini saya bertanggung jawab secara tidak langsung. Sebab saya
harus mengawasi gerak-gerik anjing saya di tempat umum.

Tapi kalau seandainya orang masuk halaman rumah saya tanpa izin
dengan maksud mencuri atau maksud apapun juga dan digigit oleh
anjing saya, maka saya tidak bertanggung jawab, karena orang itu
tidak berhak masuk halaman rumah tanpa seizin tuan rumah.
Demikian halnya juga dengan anak kecil, bila anak kecil
melakukan sesuatu yang merugikan orang lain, orang tua atau
walinya bertanggung jawab atas kejadian itu, karena anak itu
sendiri belum bisa dianggap pelaku bebas. Secara tidak langsung
orang tua atau walinya bertanggungjawab, sebab mereka harus
mengawasi anaknya.

b. Tanggungjawab Dilihat dari Subyeknya


Tanggungjawab bila dilihat dari segi subyeknya terbagi menjadi
dua bagian, yaitu: a) tanggungjawab pribadi atau perorangan,
artinya, tanggungjawab seseorang atas perbuatannya. b)
Tanggungjawab kolektif atau kelompok Tetapi, jenis
tanggungjawab ini dalam etika sering kali diajukan pertanyaan
apakah ada tanggungjawab kolektif atau kelompok. Pertanyaan ini
dijawab dengan cara berbeda-beda. Beberapa etikawan menerima
kemungkinan tanggung jawab kolektif, tapi lebih banyak
menolaknya. Kadang-kadang kita mendapat kesan bahwa memang
ada tanggung jawab kolektif.

Tanggung jawab tidak dimaksudkan penjumlahan tanggung jawab


beberapa individu. Bukan maksudnya bahwa orang A bertanggung
jawab di samping orang B, C, dan D. sebab, tanggung jawab seperti
itu hanya merupakan struktur lebih kompleks dari tanggung jawab
pribadi dan tidak menimbulkan kesulitan khusus. Juga tidak
dimaksudkan bahwa dalam suatu kelompok beberapa orang
bertanggung jawab untuk sebagian, seperti misalnya dalam sebuah
geng penjahat ada yang merencanakan, ada yang membantu dan
ada yang melaksanakan tindak kejahatan. Juga tidak dimaksudkan
bahwa banyak tindakan pribadi kita mempunyai dampak sosial.

Hal itu tidak mengherankan, sebab akibat kodrat social manusia


perbuatan – perbuatan pribadi kita dengan banyak cara terjalin
dengan kepentingan orang lain, bahkan dengan masyarakat sebagai
keseluruhan. Yang dimaksudkan dengan tanggung jawab kolektif
ialah bahwa orang A, B, C, dan D dan seterusnya, secara pribadi
tidak bertanggung jawab, sedangkan mereka semua bertanggung
jawab sebagai kelompok atau keseluruhan.

c. Tanggungjawab Dilihat dari Obyek dan Relasinya


Selain jenis tanggungjawab di atas, ada juga tanggungjawab yang
dilihat dari obyeknya dan relasi manusia yang komponen yang
lainnya. Manusia itu berjuang memenuhi keperluannya sendiri atau
untuk keperluan pihak lain. Untuk itu dia mengahadapi manusia
dalam masyarakat atau menghadapi lingkungan alam. Dalam
usahanya itu manusia juaga menyadari bahwa ada kekuatan lain
yang ikut menentukan yaitu kekuasaan Tuhan. Atas dasar itu, lalu
dikenal beberapa jenis tanggung jawab, yaitu:
1. Tanggungjawab terhadap Diri Sendiri
Tanggung jawab terhadap diri sendiri menuntut kesadaran setiap
orang untuk memenuhi kewajibannya sendiri dalam
mengembangkan kepribadian sebagai manusaia pribadi. Dengan
demikian bisa memecahkan masalah-masalah kemanusiaan
mengenai dirinya sendri. Menurut sifat dasarnya anusia adalah
makhluk bermoral, tetapi manusia juga seorang pribadi. Karena
merupakan seorang pribadi maka manusia mepunyai pendapat
sendiri, perasan sendiri, angan-angan sendiri. Sebagai
perwujudan dari pendapat, perasaan,dan angan-angan itu
manusia berbuat dan bertindak. Dalam hal ini manusia tidak
luput dari kesalahan kekeliruan, baik yang disengaja maupun
tidak.
2. Tanggungjawab terhadap Keluarga
Keluarga merupakan masyarakat kecil. Keluarga terdiri dari
suam-istri, ayah-ibu, dan anak-anak, dan juga orang lain yang
menjadi anggota keluarga. Tanggungjawab ini menyangkut
nama baik keluarga. Dan tanggungjawab juga merupakan
kesejahteraan, keselamatan, pendidikan, dan kehidupan.
3. Tanggungjawab terhadap Masyarakat
Pada hakikatnya manusia tidak bisa hidup tanpa bantuan
manusia lain, sesuai dengan kedudukannya sebagai makhluk
sosial. Karena membutuhkan manusia lain maka ia harus
berkomunikasi dengan manusia lain tersebut. Sehingga dengan
demikian manusia di sini merupakan anggota masyarakat yang
tentunya mempunyai tanggung jawab seperti anggota
masyarakat lain agar dapat melangsungkan hidupnya dalam
masyarakat tersebut. Wajarlah apabila segala tingkah laku dan
perbuatannya harus dipertanggung jawabkan kepada
masyarakat.
4. Tanggungjawab terhadap Bangsa/Negara
Suatu kenyataan lagi, bahwa tiap mausia, tiap individu adalah
warga Negara suatu Negara. Dalam berfikir, berbuat, bertindak,
bertingkah laku manusia terikat oleh norma-norma atau ukuran-
ukuran yang dibuat oleh negara. Manusia tidak dapat berbuat
semaunya sendiri. Bila perbuatan manusia itu salah, maka ia
harus bertanggung jawab kepada negara.
5. Tanggungjawab terhadap Tuhan Yang Maha Esa
Tuhan menciptakan manusia di bumi ini bukanlah tanpa
tanggung jawab, melainkan untuk mengisi kehidupannya
manusia bertanggung jawab langsung terhadap Tuhan. Sehingga
tindakan manusia tidak bisa lepas dari hukuman-hukuman
Tuhan yang dituangkan dalam berbagai kitab suci melalui
berbagai macam agama. Pelanggaran dari hukuman-hukuman
tersebut akan segera diperintahkan oleh Tuhan dan jika dengan
peringatan yang keras pun manusia masih juga tidak
menghiraukan maka Tuhan akan melakukan kutukan. Sebab
dengan mengabaikan perintah-perintah Tuhan berarti mereka
meninggalkan tanggungjawab yang seharusnya dilakukan oleh
manusia terhadap Tuhan sebagai penciptanya, bahkan untuk
memenuhi tanggungjawabnya, manusia perlu pengorbanan.

C. 13 PENGELOLAAN KEUANGAN PADA PERSEKOLAHAN

Konsep Dasar Keuangan


Dalam suatu lembaga pendidikan, biaya pendidikan merupakan salah
satu komponen penunjang yang penting, yang sifatnya melengkapi
akan tetapi tidak dapat ditinggalkan. Dalam kondisi yang sangat
terpaksa, pendidikan masih akan dapat berlangsung tanpa adanya
biaya. Akan tetapi, setiap usaha peningkatan kualitas pendidikan
selalu mempunyai akibat keuangan.

Penanggung jawab administrasi biaya pendidikan adalah kepala


sekolah. Namun demikian, guru diharapkan ikut berperan dalam
administrasi biaya pendidikan di sekolah. Administrasi keuangan
meliputi kegiatan perencanaan, penggunaan, pencatatan, pelaporan,
dan pertanggungjawaban dana yang dialokasikan untuk
penyelenggaraan sekolah. Tujuan administrasi ini adalah untuk
mewujudkan suatu tertib administrasi keuangan, sehingga
pengurusannya dapat dipertanggunggjawabkan sesuai dengan
ketentuan yang berlaku.

Dalam administrasi keuangan ada pemisahan tugas dan fungsi antara


otorisator, ordonator, dan bendaharawan. Otorisator adalah pejabat
yang diberi wewenang untuk mengambil tindakan yang
mengakibatkan penerimaan atau pengeluaran uang. Ordonator adalah
pejabat yang berwenang melakukan pengujian dan memerintahkan
pembayaran atas segala tindakan yang dilakukan berdasarkan otorisasi
yang ditetapkan. Bendaharawan adalah pejabat yang berwenang
melakukan penerimaan, penyimpanan, dan pengeluaran uang atau
surat-surat berharga lainnya yang dapat dinilai dengan uang dan
diwajibkan membuat perhitungan dan pertanggungjawaban.

Kepala sekolah sebagai pemimpin satuan kerja berfungsi sebagai


otorisator untuk memerintahkan pembayaran. Bendaharawan sekolah
ditugasi untuk melakukan fungsi ordonator dalam menguji hak atas
pembayaran. Kepala sekolah wajib melakukan pengawasan dalam
penggunaan pengawasan dalam penggunaan dana. Oleh sebab itu,
kepala sekolah tidak boleh melaksanakan fungsi bendaharawan.

Ketersediaan dana merupakan salah satu syarat untuk dapat


dilakukannya berbagai kegiatan pendidikan. Bersama-sama dengan
unsur-unsur administrasi pendidikan yang lainnya, seperti
manusia/personil, fasilitas, dan teknologi pendidikan, dana berfungsi
untuk kemudian menghasilkan keluaran tertentu yang menunjang
keberhasilan tujuan penyelnggaraan pendidikan.

Masalah pemenuhan kebutuhan dana pendidikan itu dipandang


sebagai hal yang perlu mendapat perhatian sungguh-sungguh dari
pemerintah, baik dari pemerintah pusat maupun pemerintah daerah.
Hal ini telah diamanatkan oleh Undang-Undang Dasar 1945, bahwa
pemerintah mempunyai kewajiban untuk mengatur dan membiayai
pendidikan sesuai dengan fungsinya. Namun, karena keterbatasan
kemampuan pemerintah dalam pemenuhan kebutuhan dana
pendidikan, maka tanggung jawab atas pembiayaan pendidikan
menjadi tanggung jawab bersama antara pemerintah, masyarakat dan
orangtua (USPN No.20 tahun 2003).

Undang-undang RI No.22 tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah dan


Undang-undang RI No.25 tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan
Antara Pemerintah Pusat dan Daerah, dijadikan sebagai dasar hukum
bagi daerah untuk mengatur diri sendiri (otonomi) yang berimplikasi
pula pada pengelolaan pendidikan, dan keuangan pendidikan yang
tidak selalu tergantung pada pusat dan organisasi pendidikan di
daerah.
Secara sederhana pengelolaan dana pendidikan itu mencakup dua
aspek, yaitu :
1) Dimensi Penerimaan atau sumber dana, dan
2) Dimensi Pengeluaran atau alokasi dana.

Dimensi penerimaan antara lain bersumber dari: penerimaan umum


pemerintah, penerimaan khusus pemerintah yang diperuntukkan bagi
pendidikan, iuran sekolah, dan sumbangan-sumbangan masyarakat.
Sedangkan dimensi pengeluaran meliputi: pengeluaran modal/Kapital
atau anggaran pembangunan (capital outlay/expenditure).

Keberhasilan pengelolaan atas dana pendidikan akan menimbulkan


berbagai manfaat, diantaranya :
a. Memungkinkan penyelenggaraan pendidikan dilakukan secara
efisien, artinya dengan dana tertentu diperoleh hasil yang
maksimal atau dengan dana minimal diperoleh hasil/tujuan
tertentu.
b. Memungkinkan tercapainya kelangsungan hidup lembaga
pendidikan sebagai salah satu tujuan didirikannya lembaga
tersebut (terutama bagi lembaga pendidikan swasta termasuk
kursus-kursus).
c. Dapat mencegah adanya kekeliruan, kebocoran-kebocoran
ataupun penyimpangan-penyimpangan penggunaan dana dari
rencana semula. Penyimpangan akan dapat dikendalikan apabila
pengelolaan berjalan dengan baik sesuai dengan yang diharapkan.

Berdasarkan hal tersebut, pengelolaan keuangan dan pembiayaan


merupakan salah satu sumber daya yang secara langsung menunjang
efektivitas dan efisiensi pengelolaan pendidikan. Hal tersebut lebih
terasa dalam manajemen sekolah, yang menuntut kemampuan sekolah
untuk merencanakan, melaksanakan dan mengevaluasi serta
mempertanggungjawabkan pengelolaan dana secara transparan kepada
masyarakat dan pemerintah.

Dalam penyelenggaraan pendidikan, keuangan dan pembiayaan


merupakan potensi yang sangat menentukan dan merupakan bagian
yang tak terpisahkan dalam kajian manajemen pendidikan. Komponen
keuangan dan pembiayaan pada suatu sekolah merupakan komponen
produksi yang menentukan terlaksananya kegiatan proses belajar-
mengajar di sekolah bersama komponen-komponen lain. Dengan kata
lain setiap kegiatan yang dilakukan sekolah memerlukan biaya, baik
itu disadari maupun tidak disadari.

Komponen keuangan dan pembiayaan ini perlu dikelola sebaik-


baiknya agar dana-dana yang ada dapat dimanfaatkan secara optimal
untuk menunjang tercapainya tujuan pendidikan. Hal ini penting,
terutama dalam rangka pelaksanaan kurikulum berbasis kompetensi,
yang memberikan kewenangan kepada sekolah untuk mencari dan
memanfaatkan berbagai sumber dana sesuai dengan keperluan
masing-masing sekolah karena pada umumnya dunia pendidikan
selalu dihadapkan pada masalah keterbatasan dana, apalagi dalam
kondisi kritis seperti sekarang ini.

Dan dalam prosesnya pengelolaan keuangan dalam bidang pendidikan


lebih difokuskan dalam proses merencanakan alokasi secara teliti dan
penuh perhitungan, serta mengawasi pelaksanaan penggunaan dana,
baik untuk biaya operasional maupun biaya kapital, disertai bukti-
bukti secara administratif dan fisik (material) sesuai dengan dana yang
dikeluarkan.

C.14 PROSES PENGELOLAAN KEUANGAN SEKOLAH

Penerimaan dan realisasi/penggunaan keuangan sekolah merupakan


hal yang penting untuk mengetahui potensi dan apa yang akan
dihasilkan dari potensi tersebut. Untuk mencapai tujuan tersebut
dalam konsep administrasi pendidikan menggunakan strategi, yaitu
memfungsikan fungsi administrasi dalam pengelolaan keuangan
sekolah seperti perencanaan, pengorganisasian sumber dana sekolah
dan pendistribusiannya, penggerakan dan penggunaan keuangan
sekolah, pengawasan dan evaluasi anggaran serta
mempertanggungjawabkannya.

a. Perencanaan Anggaran
Peran anggaran dalam pengelolaan pembelajaran yang berkaitan
dengan layanan belajar dan manajemen sekolah serta manajemen
sekolah secara keseluruhan sangatlah penting untuk mencapai tujuan.
Anggaran merupakan rencana kuantitatif terhadap operasi organisasi
sekolah. Anggaran meliputi aspek keuangan maupun aspek non
keuangan dari operasi yang direncanakan. Proses penyiapan anggaran
disebut penganggaran yaitu menyediakan anggaran untuk
melaksanakan program yang telah direncanakan.

Anggaran mempunyai peran penting dalam pengalokasian sumber


daya atau potensi sekolah, pengkoordnasian operasi pendidikan.
Candoli Carl Cs. (1985) mengemukakan dalam lembaga pendidikan
anggaran sekolah merupakan instrumen perencanaan dan instrumen
pengendalian. Faktor-faktor yang perlu dipertimbangkan dalam
membuat anggaran menurut Yahya (2003:46) adalah :
1) Permintaan terhadap hasil produksi dan stabilitas permintaan
potensi dasar
2) Jenis-jenis hasil produksi yang dibuat
3) Jenis-jenis dan sifat hasil produksi yang dibuat
4) Kemampuan menyusun jadwal mengatur pelaksanaan
5) Jumlah dana yang dipergunakan dibandingkan dengan hasil yang
mungkin dicapai.
6) Perencanaan dan pengawasan

Stephen P.Taylor (2001:351) menyatakan anggarn penting dilakukan


dengan alasan sebagai berikut :
1) Untuk menentukan apakah mereka mendapat laba atau rugi.
2) Untuk menghitung dampak keputusan tertentu yang
direncanakan.
3) Untuk mengesahkan keputusan bisnis yang telah diambil.
4) Untuk menentukan target manajemen.
5) Untuk menentukan tingkat kebutuhan

Sekolah sebagai lembaga pendidikan, keberadaannya harus dapat


menyesuaikan dengan kebutuhan masyarakat sebagai stakeholder,
selain memikirkan bagaimana suatu keuntungan bias diperoleh
sekolah.

b. Sumber-sumber Keuangan Pendidikan sebagai Dimensi


Penerimaan
Chon (Fattah, 2000) mengatakan bahwa biaya dalam pendidikan
meliputi biaya langsung (direct cost) dan biaya tidak langsung
(indirect cost). Biaya langsung terdiri dari biaya-biaya yang
dikeluarkan untuk keperluan pelaksanaan pengajaran, sarana belajar,
biaya transfortasi, gaji guru baik yang dikeluarkan oleh pemerintah,
sekolah maupun orang tua. Sedang biaya tidak langsung berupa
keuntungan yang hilang (earing forgone) dalam bentuk biaya
kesempatan yang hilang (opportunity cost) yang dikorbankan siswa
selama belajar.

Mulyasa (2002), sumber keuangan dan pembiayaan pada suatu


sekolah secara garis besar dapat dikelompokan atas tiga sumber, yaitu:
(1) pemerintah, baik pemerintah pusat, daerah maupun kedua-duanya,
yang bersifat umum atau khusus dan diperuntukan bagi
kepentingan pendidikan;
(2) orang tua atau peserta didik;
(3) masyarakat, baik yang mengikat maupun tidak mengikat.

Dalam Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional No.20 tahun


2003 Bab XIII Bagian Kesatu Pasal 46 ayat (1) ditegaskan secara
jelas, bahwa pengadaan dan pendayagunaan sumber-sumber daya
pendidikan dilakukan oleh pemerintah, masyarakat dan atau keluarga
peserta didik. Adapun diantara dimensi penerimaan telah
dikemukakan pada bagian terdahulu, meliputi hal-hal berikut:

1) Hasil Penerimaan Pemerintah Umum


Yang termasuk ke dalam golongan ini yaitu semua penerimaan
pemerintah dari pajak, pajak pendidikan dari perusahaan-perusahaan,
dan iuran-iuran pembangunan daerah. Pajak pendapatan dan pajak
penjualan biasanya didistribusikan untuk biaya rutin, sedangkan pajak
kekayaan disalurkan untuk biaya kapital.
APBN adalah anggaran yang diatur dan diadministrasikan oleh
pemerintah pusat. Pada dasarnya administrasi dana ini adalah
tanggung jawab presiden. Anggaran rutin adalah dana APBN yang
diperuntukkan bagi kegiatan rutin. Kegiatan rutin ini adalah kegiatan
yang berlangsung setiap tahun, gaji, biaya kantor, biaya telepon, biaya
pemeliharaan gedung, dan sebagainya.
Untuk memudahkan pengaturan, anggaran rutin dibagi menjadi
mata anggaran-mata anggaran. Mata anggaran adalah klasifikasi
anggaran untuk membiayai suatu kegiatan tertentu. Penggunaan
anggaran harus disesuaikan dengan jumlah dan jenis pengeluaran yang
ditentukan secara tetap oleh pemerintah.
Cara mengajukan anggaran rutin dilakukan melalui pengisian
Usulan Kegiatan Operasional Rutin (UKOR). Yang menjadi bahan
utama dalam penyususnan UKOR ialah program tahunan sekolah
yang terinci. UKOR yang telah disahkan oleh pemerintah akan
menjadi DIK (Daftar Isian Kegiatan) yang berlaku sebagai SKO
(Surat Keputusan Otorisasi).

2) Penerimaan Pemerintah Khusus Untuk Pendidikan


Yang termasuk ke dalam golongan ini anatara lain, bantuan atau
pinjaman luar negeri, seperti bantuan dari Badan Internasional PBB
(UNICEF atau UNESCO), pinjaman dari Bank Dunia. Bantuan yang
bersumber dari luar negeri ini mencakup bantuan teknik dan bantuan
modal berupa pinjaman dan hibah.
Karena dana bantuan ini tidak mencukupi seluruh keperluan
pendidikan, maka pemerintah harus memilih prioritas. Artinya pilihan
lapangan atau proyek yang perlu dibantu. Misalnya, pada
pengembangan ilmu-ilmu pasti, ilmu pengetahuan alam, dan
sebagainya.

3) Iuran Sekolah
Termasuk dalam golongan ini adalah Sumbangan Pembinaan
Pendidikan (SPP) atau BP3 yaitu bantuan dana yang diterima dari
peserta didik atau orangtua siswa pada setiap bulan yang disetorkan ke
Kantor Dinas Pendidikan. Sebagian dana SPP/BP3 ini dikembalikan
lagi ke sekolah dalam bentuk Dana Penunjang Pendidikan atau
Sumbangan Bantuan Penyelenggaraaan Pendidikan (DPP/SBPP) dan
Bantuan Operasional Pendidikan (BOP) dalam bentuk
sarana/peralatan kegiatan belajar mengajar.

4) Sumbangan-sumbangan Sukarela dari Masyarakat


Termasuk ke dalam golongan ini sumbangan-sumbangan swasta,
perorangan atau keluarga, perusahaan, badan-badan sukarela dan
kelompok-kelompok. Sumbangan perorangan atau keluarga siswa
tidak hanya dalam bentuk uang, tetapi juga tanah, tenaga dan bahan
bangunan untuk mendirikan sekolah. Sedangkan badan-badan
sukarela seperti yayasan swasta turut membantu memajukan
pendidikan, mensponsori sekolah dalam bentuk gedung dan alat-alat.

Untuk pembiayaan penyelenggaraan dan pembinaan sekolah, oleh


pemerintah daerah kadang-kadang diberikan bantuan. Bantuan
tersebut dapat digunakan untuk :
a) Pelaksanaan pelajaran sekolah.
b) Tata usaha sekolah.
c) Pemeliharaan sekolah.
d) Kesejahteraan pegawai sekolah.
e) Porseni sekolah.
f) Pengadaan buku laporan pendidikan (rapor).
g) Surat Tanda Tamat Belajar (STTB) serta Surat Keterangan Hasil
Ujian Nasional (SKHUN).
h) Supervisi.
i) Pembinaaan administrasi dan pelaporan.
j) Pendataan.

c. Penggunaan Keuangan Sekolah


Dana yang diperoleh dari berbagai sumber dibukukan dan
diagendakan untuk menunjang kegiatan pembelajaran di kelas,
laboratorium, perpustakaan, serta di tempat lainnya digunakan secara
efektif dan efisien, dan sasaran penggunanaan dana tersebut sesuai
rencana dan program yang diperkirakan akan mencapai target dan
tujuan pembelajaran sekaligus tujuan sekolah.
 Program pembangunan
 D.P.P = Dana Pembinaan Pendidikan
 D.B.O = Dana Bantuan Operasi
 O.P.F = Oprasi Pembangunan dan fasilitas

Berdasarkan SKB Mendikbud dan Menkeu No. 585/k/1987 dan


590/kmk 03/03/1987 tanggal 24 september 1987 kegiatan-kegiatan
tersebut adalah antara lain:
 Pemeliharaan saran/prasanara
 PBM/KBM
 Pembinaan Kegiatan Siswa
 Dukungan Kegiatan Personil
 Kegiatan R.T Sekolah/Komite Sekolah

Menurut Levin M.H. (1987:426):


Pengeluaran sekolah berhubungan dengan pembayaran keuangan
sekolah untuk pembelian beberapa sumber dari proses sekolah, apakah
digambarkan atau tidak dalam anggaran sekolah dan pengeluaran.
Pengeluaran dari sumber sekolah termasuk nilai setiap input yang
digunakan meskipun sekolah memberikan sumbangan atau tidak
terlihat secara akurat dalam perhitungan pengeluaran.
Fasilitas dan kelengkapan sekolah dibelanjakan oleh pemerintah
dalam bentuk proyek-proyek, di mana bagi sekolah tidak ada jaminan
untuk memperoleh fasilitas dan kelengkapan yang disediakan oleh
proyek tersebut dan belum tentu fasilitas dan kelengkapan itu
dibutuhkan oleh sekolah. Hal yang dapat dilakukan sekolah adalah
melaksanakan kegiatan pembelajaran menggunakan peralatan
seadanya.

Jenis-jenis Pengeluaran dalam Pendidikan


1. Standar Pembiayaan
Standar pembiayaan adalah standar yang mengatur komponen dan
besarnya biaya operasi satuan pendidikan yang berlaku selama satu
tahun. Biaya operasi satuan pendidikan adalah bagian dari dana
pendidikan yang diperlukan untuk membiayai kegiatan operasi satuan
pendidikan agar dapat berlangsungnya kegiatan pendidikan yang
sesuai standar nasional pendidikan secara teratur dan berkelajutan.

Dalam garis besarnya standar pembiayaan ini mencakup hal-hal


sebagai berikut.
a. Pembiayaan pendidikan terdiri atas biaya investasi, biaya operasi,
dan biaya personal.
b. Biaya investasi meliputi biaya pembelian sarana dan prasarana,
pengembangan sumber daya manusia, dan modal kerja tetap.
c. Biaya personal meliputi biaya pendidikan yang harus dikeluarkan
oleh peserta didik untuk bisa mengikuti proses pembelajaran secara
teratur dan berkelanjutan.
d. Biaya operasi satuan pendidikan meliputi:
(1) gaji pendidik dan tenaga kependidikan serta segala tunjangan
yang melekat pada gaji;
(2) bahan atau peralatan habis pakai; dan
(3) biaya operasi pendidikan tak langsung berupa daya air, jasa
telekomunikasi, pemeliharaan sarana dan prasarana, uang
lembur, transfortasi, konsumsi, pajak, asuransi, dan
sebagainya.
e. Standar biaya operasi satuan pendidikan ditetapkan dengan
Peraturan Menteri berdasarkan usulan BSNP.

Sehingga dimensi alokasi digolongkan ke dalam dua jenis


pengeluaran, yaitu pengeluaran rutin yang sifatnya berulang
(recurrent expenditure) atau aktiva lancar dan pengeluaran
kapital/modal (capital expenditure) atau aktiva tetap. Pengeluaran
rutin atau berulang adalah biaya yang dipergunakan secara berkala
dalam suatu masa tertentu (bulanan atau tahunan) seperti gaji guru,
gaji pengelola, upah pegawai, pembelian bahan-bahan ATK, biaya
pemeliharaan gedung, halaman sekolah dan dana-dana operasional.

Untuk itu perlu dikuasai prinsip-prinsip pengelolaan kas,


pengelolaan utang, dan pengelolaaan barang/fasilitas. Pengelolaan kas
menyangkut hal-hal sebagai berikut:
(1) Penentuan jumlah uang tunai kas yang diperlukan agar tidak
berlebihan dan juga tidak terlampau kecil.
(2) Pengendalian aliran uang tunai, baik yang masuk sekolah,
maupun yang dikeluarkan oleh sekolah.

Sedangkan pengelolaan utang menyangkut syarat-syarat dan


sanksi-sanksi yang dikenakan jika meminjam dana dari pihak luar
baik jangka panjang maupun jangka pendek. Demikian pula halnya
dengan biaya modal yang dipergunakan untuk mendirikan bangunan
sekolah, pembelian tanah, sarana pendidikan lainnya, seperti kantin,
poliklinik, sarana olahraga (sport hall) yang relatif besar, memerlukan
pengelolaan dengan baik. Penggunaan dana tersebut biasanya
bersumber dari anggaran pembangunan yang diusulkan melalui Daftar
Isian Proyek.
Ada beberapa kriteria untuk menilai keefektifan biaya dari
beberapa program pendidikan yang diusulkan, yaitu:
(1) Biaya per lulusan (biaya satuan).
(2) Kualitas latihan yang dinyatakan dalam analisis kurikulum.
(3) Penghargaan pimpinan lembaga (bagi yang telah bekerja)
terhadap hasil pendidikan yang telah dicapai. Dengan kata lain,
apakah ada dampaknya terhadap karir/jabatan.
(4) Peluang untuk mendapatkan pekerjaan bagi yang belum bekerja.

Dalam organisasi pendidikan, baik anggaran rutin maupun


pembangunan terdapat sembilan kategori pembelanjaan, yaitu:
1. Dana cadangan untuk keperluan khusus, seperti dana sosial, biaya
menerima tamu, membayar utang.
2. Pembelian barang, gaji dan kesejahteraan personil.
3. Belanja untuk melaksanakan tugas, barang habis pakai pada waktu
pengajaran.
4. Dana pengadaan media, berbagai macam layanan, komunikasi.
5. Biaya fasilitas air, lampu, sanitasi, sanggar, pertanian sekolah.
6. Biaya bimbingan konseling, dosen tamu, karya wisata.
7. Pajak tahunan.
8. Perbaikan dan pengembangan kurikulum
9. Dana proyek, kontrak dengan orang asing/luar, termasuk pembelian
alat-alat dan konstruksinya.

Pengelolaan keuangan secara garis besar mencakup 3 fungsi utama,


yaitu:
1) Membuat anggaran (Budgeting), merupakan kegiatan
mengoordinasi semua sumber daya yang tersedia untuk mencapai
sasaran yang diinginkan secara sistematis tanpa menyebabkan efek
samping yang merugikan
2) Pencatatan atau pembukuan (Implementation Involves Accounting)
ialah kegiatan berdasarkan rencana yang telah dibuat dan
kemungkinan terjadi penyesuaian jika diperlukan
3) Pemeriksaan atau pengawasan (Auditing).

C.15 PENGAWASAN KEUANGAN PENDIDIKAN

Pengertian Pengawasan Keuangan


Yang dimaksud dengan pengawasan keuangan adalah suatu
pemeriksaan yang terutama ditujukan pada masalah keuangan
(transaksi, dokumen, buku, daftar serta laporan), antara lain untuk
memperoleh kepastian bahwa berbagai transaksi keuangan dilakukan
sesuai dengan undang-undang, peraturan, keputusan, instruksi untuk
menilai kewajaran yang diberikan oleh laporan keuangan. UUD 1945
pasal 23 ayat 5 mengamanatkan bahwa : Untuk memeriksa tanggung
jawab tentang keuangan negara diadakan suatu Badan Pemeriksa
Keuangan, yang peraturannya ditetapkan dengan undang-undang.
Hasil pemeriksaan itu diberitahukan kepada Dewan Perwakilan
Rakyat.
Selanjutnya di tingkat intern pemerintah diadakan aparat pengawasan
keuangan yang disebut Direktorat Jenderal Pengawasan Keuangan
Negara (DJKN) termasuk struktur organisasi Departemen Keuangan
dan mempunyai kedudukan dan fungsinya adalah membantu Presiden
dalam pengawasan atas administrasi keuangan negara. Sebagai upaya
penyempurnaan atau peningkatan DJKN diadakan perombakan
lembaga menjadi Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan
(BPKP) yang diatur dalam Kepres No. 31 Tahun 1983. Dalam
konsiderannya yang menjadi tujuan BPKP adalah pengawasan yang
dimaksudkan, perundang-undangan, penghematan, daya guna dan
hasil guna program kegiatan pemerintah dan pembangunan.

Ide dari pernyataan di atas adalah pengawasan bukan semata-mata


dilakukan pada keuangan dan ketaatan pada peraturan perundang-
undangan, tetapi menjangkau peningkatan efektifitas, efisiensi atau
penghematan. Perkembangan selanjutnya dari pengawasan keuangan
ini di tingkat Departemen, Inspektorat Jenderal di tingkat pusat, dan
Inspektorat Wilayah/Propinsi (ITWILPROP) dan di tingkat
Kabupaten/Kodya (ITWILKAB/KOD). Oleh karena pemeriksaan itu
merupakan salah satu cara untuk melaksanakan fungsi pengawasan,
maka secara sederhana norma pengawasan diartikan sebagai patokan,
kaidah atau ukuran yang ditetapkan oleh pihak yang berwenang dalam
rangka melaksanakan fungsi pengawasan sebagaimana diatur dalam
Instruksi Presiden No 15 tahun 1983 meliputi pengawasan fungsional
dan pengawasan melekat yang berpedoman kepada norma sebagai
berikut :
1) Pengawasan tidak mencari-cari kesalahan, yaitu tidak
mengutamakan mencari siapa yang salah, tetapi apabila
ditemukan kesalahan, penyimpangan dan hambatan supaya
dilaporkan sebab-sebab dan bagaimana terjadinya, serta
menemukan bagaimana memperbaikinya.
2) Pengawasan merupakan proses yang berlanjut yaitu dilaksanakn
terus menerus, sehingga dapat memperoleh hasil pengawasan
yang berkesinambungan,
3) Pengawasan harus menjamin adanya kemungkinan pengambilan
koreksi yang cepat dan tepat terhadap penyimpangan dan
penyelewengan yang ditemukan untuk mencegah berlanjutnya
kesalahan dan atau penyelewengan,
4) Pengawasan bersifat mendidik dan dinamis, yaitu dapat
menimbulkan kegairahan untuk memperbaiki, mengurangi atau
meniadakan penyimpangan di samping menjadi pendorong dan
perangsang untuk menertibkan penyempurnaan kondisi obyektif
pengawasan.

Proses dan Standar Pengawasan


Yang dimaksud dengan proses pengawasan adalah serangkaian tindak
dalam melaksanakan pengawasan. Langkah-langkah dalam
pengawasan baik fungsional maupun pengawasan melekat
(pengawasan atasan langsung) menurut Stoner (1987):
a. Penetapan beberapa jenis standar/patokan yang dipergunakan,
berupa ukuran, kuantitas, kualitas, biaya, dan waktu.
b. Membandingkan/mengukur kenyataan yang sebenarnya terhadap
standar.
c. Mengidentifikasi penyimpangan dan sekaligus pengambilan
koreksi.

Dapat disimpulkan bahwa standar pengawasan pada dasarnya


merupakan standar pelaksanaan yang dijadikan pedoman kerja dalam
melaksanakan tugasnya. Dalam menentukan pemeriksaan terhadap
satuan kerja/Pimpinan Proyek, perlu mengadakan penilaian yang
mencakup :
1) Terselenggaranya pengawasan atasan langsung yang menjamin
pelaksanaan tugas secara efektif dan efisien.
2) Ketaatan dan ketepatan terhadap ketentuan yang berlaku.
3) Pencapaian dari rencana dan program, baik target finansial, target
fisik, maupun target fungsional.
4) Faktor ketenangan personil yang melaksanakan kegiatan
pemeriksaan.

Hasil pemeriksaan tersebut harus disertai bukti-bukti yang cukup


relevan dan dapat dipertanggungjawabkan. Hasil pemeriksaan
dilaporkan secara tertulis jelas dan mudah dimengerti, penyajian
informasi yang didukung atas bukti yang cukup memuat temuan dan
kesimpulan pemeriksaan secara obyektif dan lengkap disertai saran
tindakan yang konstruktif.

D. JENIS-JENIS JENJANG PENDIDIKAN

Terdapat 3 jenis jenjang pendidikan yang ada diindonesia, yaitu :


1. Pendidikan dini usia (PADU)
2. Pendidikan dasar dan menengah (PDM)
3. Pendidikan Tinggi (PT)

D.1 BADAN HUKUM PENDIDIKAN ANAK DINI USIA


(BHPADU)

Dalam undang undang republik indonesia no. 20 tahun 2003 tentang


sistem pendidikan nasional mengamanatkan bahwa PADU
diselenggarakan sebelum pendidikan dasar. Dan diamanatkan juga
bahwa PADU dapat diselenggarakan melalui jalur pendidikan formal,
nonformal, dan atau informal. Usia dini merupakan masa yang peka
untuk menerima stimulasi yang sangat menentukan bagi
perkembangan selanjutnya. Stimulasi yang diberikan agar anak dapat
mempersiapkan diri memasuki pendidikan dasar dengan lebih baik .

PADU atau pendidikan anak dini usia adalah suatu upaya pembinaan
yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai berusia enam tahun.
PADU jalur pendidikan formal adalah pendidikan yang terstruktur
sebagai upaya pembinaan dan pengembangan anak berusia 4 sampai 6
tahun, yang dilaksanakan melalui Taman Kanak-Kanak atau bentuk
lain yang sederajat

Ruang lingkup akuntansi dalam BHPADU


Pendidikan anak usia dini atau PADU adalah suatu upaya pembinaan
yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai berusia enam tahun .
pendidikan ini dilakukan melaui pemberian rangsangan pendidikan
untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani,
agar sianak memiliki kesiapan dan memasuki pendidikan lebih lanjut.
PADU terbagi menjadi formal (adalah pendidikan yang terstruktur
sebagai upaya pembinaan dan pengembangan anak berusia 4-6 tahun
yang dilaksanakan melalui taman kanak-kanak, raudhatul athfal dan
bentuk lain yang sederajat, nonformal (pendidikan yang melaksanakan
program pembelajaran secara fleksibel sebagai upaya pembinaan dan
pengembangan anak sejak lahir sampai berusia 6 tahun, yang
dilaksanakan melalui taman penitipan anak, kelompok bermain, dan
bentuk lain yang sederajat), dan informal (upaya pembinaan dan
pengembangan anak sejak lahir sampai berusia enam tahun, yang
dilaksanakan dalam bentuk pendidikan keluarga atau pendidikan yang
diselenggarakan oleh lingkungan).

Tujuan penyelenggaraan Akuntansi BHPADU


Tujuan dalam hal imi organisasi dan lembaga pendidikan,
menggunakan system akuntansi sebagai alat untuk menjamin
akuntabilitas dan transparansi dalam penyelenggaraan kegiatan
pendidikan.
Akuntansi merupakan proses pencatatan, pengklasifikasian,
pengikhtisaran dan pelaporan transaksi–transaksi keuangan entitas
sebagai suatu kesatuan dari unit unitnya serta penafsiran atas hasil-
hasil dari aktivitas yang dilakukan. termasuk dalam pengertian system
dan penganggaran (budgeting) yang berlaku (sesuai dengan peraturan
perundang–undangan yang ada). akuntansi dalam BHPADU memiliki
tiga tujuan utama yakni sebagai sarana (penanggungjawaban,
manajerial, dan pengawasan).

Pendanaan BHPADU
Pendanaan dalam badan hukum pendidikan anak dini usia (BHPADU)
berkaitan dengan sumber dana dan pengolahan dana.sumber dana
dalam BHPADU meliputi dana yang berasal dari pemerintah dan dana
yang berasal dari masyarakat . dana yang berasal dari pemerintahbisa
berupa blockgrand yang berasal dari Departemen Pendidikan Nasional
(Depdiknas). sedangkan dana yang berasal dari masyarakat adalah
dalam bentuk dana pendidikan dari orang tua peserta didik PADU.
pengelolaan dana tersebut diserahkan kepada yayasan.

Bentuk penyelenggaraan pendidikan anak dini usia (PADU) :


1. Penyelenggaraan PADU Bertaraf Internasional
Pemerintah dan / atau pemerintah daerah bertanggung jawab
terhadap pengembangan PADU yang bertaraf internasional yang
dikembangkan dari lembaga yang telah ada atau dengan
membentguk lembaga baru. pendanaan untuk pengembangan
PADU yang bertaraf internasional ini di bebankan kepada APBD
dan / atau APBN serta tidak membebani orang tua peserta didik .
bahasa pengantar PADU bertaraf internasional dapat menggunakan
bahasa inggris atau bahasa lain yang lazim digunakan dalam
pergaulan internasional. sarana dan prasarananya harus
menggunakan standra internasional, namun pemerintah harus
melakukan pengawasan terhadap penyelenggaraan PADU yang
bertaraf internasional.

2. Penyelenggaraan PADU Yang Diselenggarakan Oleh Lembaga


Negara Lain
Lembaga PADU dari negara lain yang terakreditasi atau yang
diakui oleh pemerintah dapat menyelenggarakan PADU diwilayah
negara kesatuan republik indonesia dalam bentuk penyertaan modal
atau bentuk keuangan, pengajaran, dan pengakuan hasil belajar atau
output lainnya. besarnya penyertaan modal asing disesuaikan
dengan peraturan perundang undangan. lembaga PADU
diselenggarakan oleh lembaga negara lain yang harus bekerja sama
dengan penyelenggara nasional dan /atau lokal. Tenaga
kependidikan dan pendidik dari negara lain harus tunduk pada
ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Lembaga PADU
yang diselenggarakan oleh lembaga negara asing wajib
menyediakan fasilitas untuk penanaman nilai nilai moral bagi
peserta didik warga negara indonesia sesuai agama yang dianutnya.
Pemerintah mengakui bentuk-bentuk kerja sama internasional
pendidikan anak usia dini seperti : program kembaran, waralaba,
operasi bersama , patungan modal , pemagangan, dan lain–lain
sesuai dengan kondisi dan perkembangannya. Pembiayaan PADU
yang diselenggarakan oleh masyarakat dapat berupa iuran,
sumbangan, hibah, wakaf, zakat, pembayaran nadzar, pinjaman,
sumbangan perusahan, keringanan dan penghapusan pajak untuk
pendidikan, penyertaan modal (saham) dan bentuk lain yang sah
secara hukum. dan pertanggungjawaban penyelenggaraan PADU
dilakukan kepada direktorat jendral PADU dan publik secara
transparan serta akuntabel.

Siklus Akuntansi Dalam BHPADU


Siklus akuntansi merupakan proses akuntansi mulai dari pencatatan
transaksi keuangan sampai dengan penyusunan laporan keuangan
pada akhir periode. Pada dasarnya, siklus akuntansi dapat dibagi
sebagai berikut:
1. Membuat atau menerima bukti pencatatan di mana biasanya sebuah
entitas mempunyai bukti pencatatan sendiri, atau bukti lain yang
bisa berupa kwitansi atau lainnya.
2. Mencatat dalam buku jurnal.
3. Memindahkan data jurnal ke buku besar
4. Menyusun laporan keuangan.
Siklus Akuntansi dalam BHPADU dapat di kelompokkan dalam tiga
tahap, yaitu :
1. Tahap Pencatatan :
 Kegiatan pengidentifikasian dan pengukuran bukti transaksi
serta bukti pencatatan.
 Kegiatan pencatatan bukti transaksi ke dalam buku harian atau
jurnal.
 Memindahbukuan (posting) dari jurnal berdasarkan kelompok
atau ke dalam akun buku besar.
2. Tahap Pengikhtisaran :
 Penyusunan neraca saldo berdasarkan akun-akun buku besar
 Pembuatan ayat jurnal penyesuaian
 Penyusunan kertas kerja
 Pembuatan ayat jurnal penutup
 Pembuatan neraca saldo setelah penutupan
 Pembuatan ayat jurnal pembalik
3. Tahap Pelaporan :
 Laporan surplus defisit
 Laporan arus kas
 Neraca
 Catatan atas laporan keuangan

D.2 BADAN HUKUM PENDIDIKAN DASAR MENENGAH


(BHPDM)

Pendidikan Dasar adalah pendidikan umum yang lamanya sembilan


tahun, yang diselenggarakan selama enam tahun di sekolah dasar dan
tiga tahun di sekolah lanjutan tingkat pertama atau satuan pendidikan
yang sederajat. Tujuan pendidikan dasar adalah untuk memberikan
bekal kemampuan dasar kepada peserta didik guna mengembangkan
kehidupannya sebagai pribadi, anggota masyarakat, warga negara,
serta mempersiapkan peserta didik mengikuti pendidikan menengah.

Pendidikan Menengah adalah jenjang pendidikan setelah pendidikan


dasar, yang biasa disebut sekolah menengah umum (SMU). Tingkat
ini terdiri dari 3 kelas yang umumnya memakan waktu tiga tahun.
Setelah selesai, pelajar dapat melanjutkan pendidikan ke perguruan
tinggi. Tujuan penyelenggaraan akuntansi dalam BHPDM adalah
untuk menyediakan gambaran tentang keadaan keuangan pada
keseluruhan penyelenggaraan kegiatan pendidikan yang ada (SD,
SLTP, dan SMU).

Asal Dana Pendidikan :


Pasal 46 UU No. 26 Tahun 2003
1) Pendanaan pendidikan menjadi tanggung jawab bersama antara
pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat.
2) Pemerintah dan pemerintah daerah bertanggung jawab
menyediakan anggaran pendidikan sebagaimana diatur dalam pasal
31 ayat 4 undang-undang dasar negara republik indonesia tahun
1945.
3) Ketentuan mengenai tanggung jawab pendanaan pendidikan
sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 dan ayat 2 diatur lebih lanjut
dengan peraturan pemerintah.

Tujuan Penyelenggaraan Akuntansi BHPDM


Tujuan penyelenggaraan akuntansi dalam Badan Hukum Pendidikan
Dasar dan Menengah (BHPDM) adalah untuk menyediakan gambaran
tentang keadaan keuangan pada keseluruhan penyelenggaraan
kegiatan pendidikan yang ada (SD, SLTP, dan SMU).

Sumber Dana Pendidikan Dasar dan Menengah


Ada 3 anggaran publik dalam anggaran pendidikan yang harus kita
perhatikan yaitu :
1. APBN (Anggaran pendapatan dan belanja negara) yang dikelola
oleh pemerintah pusat
2. APBD (Anggaran pendapatan dan belanja daerah) dikelola oleh
pemerintah daerah
3. APBS (Anggaran pendapatan dan belanja sekolah) dikelola oleh
sekolah.
Anggaran-anggaran itulah yang harus dipertanggungjawabkan
kepada masyarakat. Mulai dari proses perencanaan sampai dengan
pelaksanaan, masyarakat harus mengetahui penggunaan/alokasi
dana-dana tersebut.

Siklus Akuntansi Dalam BHPDM


Siklus akuntansi merupakan proses akuntansi mulai dari pencatatan
transaksi keuangan sampai dengan penyusunan laporan keuangan
pada akhir periode. Pada dasarnya, siklus akuntansi dapat dibagi
sebagai berikut:
1. Membuat atau menerima bukti pencatatan di mana biasanya sebuah
entitas mempunyai bukti pencatatan sendiri, atau bukti lain yang
bisa berupa kwitansi atau lainnya.
2. Mencatat dalam buku jurnal.
3. Memindahkan data jurnal ke buku besar
4. Menyusun laporan keuangan.

Siklus Akuntansi dalam BHPDM dapat di kelompokkan dalam tiga


tahap, yaitu :
1. Tahap Pencatatan :
 Kegiatan pengidentifikasian dan pengukuran bukti transaksi
serta bukti pencatatan.
 Kegiatan pencatatan bukti transaksi ke dalam buku harian atau
jurnal
 Memindahbukuan (posting) dari jurnal berdasarkan kelompok
atau ke dalam akun buku besar.
2. Tahap Pengikhtisaran :
 Penyusunan neraca saldo berdasarkan akun-akun buku besar
 Pembuatan ayat jurnal penyesuaian
 Penyusunan kertas kerja
 Pembuatan ayat jurnal penutup
 Pembuatan neraca saldo setelah penutupan
 Pembuatan ayat jurnal pembalik
3. Tahap Pelaporan :
 Laporan surplus defisit
 Laporan arus kas
 Neraca
 Catatan atas laporan keuangan

D.3 BADAN HUKUM PENDIDIKAN TINGGI (BHPT)

Organisasi Nirlaba Pendidikan Tinggi (Universitas)


Pada umumnya suatu universitas berdiri dalam naungan suatu yayasan.
Dalam hal keuangan, seluruh keuangan yang dikelola universitas pada
hakikatnya adalah milik yayasan. Pengelolaan dana universitas
tersebut dilakukan oleh Rektor, yang selanjutnya diaudit oleh kantor
akuntan publik yang ditunjuk yayasan. Pada akhirnya,
pertanggungjawahan rektor kepada yayasan khususnya dalam hal
pengelolaan keuangan harus dilakukan setiap tahun.

Sistem Pelaporan dan Pertanggungjawaban Keuangan


Universitas
Pada bahasan berikut ini, akan dipaparkan suatu sistem pelaporan
pengelolaan keuangan dan pertanggungjawaban suatu universitas yang
dapat dijadikan sebagai acuan bagi sistem akuntansi suatu perguruan
tinggi. Sistem ini sudah dicoba diterapkan dalam pengelolaan
keuangan suatu universitas di Indonesia. Dalam hal pembuatan
laporan keuangan, pihak universitas mencoba untuk melakukan
standarisasi dengan mengacu pada PSAK Nomor 45.

Karakteristik Pengelolaan Keuangan Universitas


Seluruh keuangan yang dikelola universitas pada hakikatnya adalah
milik yayasan. Keuangan universitas bersumber pada:
1. Uang penyelenggaraan pendidikan dan uang sumbangan
pendidikan yang diperoleh dari mahasiswa
2. Usaha-usaha lain yang sah terkait dengan tridharma perguruan
tinggi
3. Subsidi Pemerintah, sumbangan, dan bantuan lain baik dari dalam
negeri maupun luar negeri yang tidak mengikat
4. Hasil usaha yayasan

Tahun anggaran yang digunakan dimulai dari tanggal 1


September sampai dengan 31 Agustus tahun berikutnya. Setiap tahun
anggaran, rektor dengan pertimbangan dan persetujuan senat
universitas, mengajukan Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja
Universitas kepada yayasan guna mendapat persetujuan dan
pengesahan.
Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Universitas yang telah
disetujui yayasan, menjadi panduan dan acuan seluruh subsistem
universitas dalam menjalankan kegiatannya. Pada tiap pertengahan
tahun anggaran, rektor dengan pertimbangan senat universitas dan
persetujuan yayasan dapat melakukan perubahan/revisi Rencana
Anggaran Pendapatan dan Belanja Universitas yang sedang berjalan.
Selambat-lambatnya tiga bulan setelah berakhirnya setiap tahun
anggaran, rektor harus sudah menyampaikan laporan pelaksanaan
Anggaran Pendapatan dan Belanja Universitas tahun yang lalu kepada
yayasan untuk disahkan, setelah mendapat pertimbangan senat
universitas.

Acuan Penyusunan Laporan Keuangan Universitas


Laporan keuangan Universitas mengacu kepada laporan keuangan
organisasi nirlaba seperti yang telah distandarkan dalam PSAK
45. Laporan Keuangan terdiri dari:
a..Laporan Posisi Keuangan.
b. Laporan Aktivitas.
c. Laporan Arus Kas.
d. Catatan Atas Laporan Keuangan.

Jenis Pendidikan Tinggi :


1. Pendidikan tinggi
adalah pendidikan di jalur pendidikan sekolah yang jenjangnya
lebih tinggi daripada pendidikan menengah.
2. Pendidikan akademik
adalah pendidikan tinggi yang terutama diarahkan pada penguasa
ilmu pengetahuan dan pengembangannya, pendidikan akademik
terdiri dari program sarjana dan program pasca sarjana (magister
dan doktoral).
3. Pendidikan profesional
adalah pendidikan tinggi yang terutama diarahkan pada kesiapan
penerapan keahlian tertentu, pendidikan profesional terdiri dari
program Diploma I, Diploma II, Diploma III, dan Diploma IV.

Penyelenggaraan pendidikan tinggi


Perguruan tinggi menyelenggarakan pendidikan tinggi dan penelitian
serta pengabdian kepada masyarakat karena merupakan kegiatan
dalam upaya menghasilkan manusia terdidik. Pendidikan tinggi dapat
berbentuk :
1. Akademi
akademi menyelenggarakan pendidikan profesional dan
persyaratan penyelenggaraan pendidikan pada akademi diatur oleh
menteri.
2. Politeknik
politeknik menyelenggarakan pendidikan profesional dan
persyaratan penyelenggaraan pendidikan pada akademi diatur oleh
menteri.
3. Sekolah tinggi
merupakan perguruan tinggi yang menyelenggarakan pedidikan
profesional dan /atau program pendidikan akademik.
4. Universitas dan institut
yang dipimpin oleh seorang rektor dan pembantu rektor.

Pendidikan akademik dan pendidikan profesional diselenggarakan


dengan cara tatap muka dan/ atau jarak jauh, dan pelaksanaan dengan
ketentuan tentang penyelenggaraan perguruan tinggi diatur oleh
menteri pendidikan nasional. Akademi menyelenggarakan program
pendidikan profesional dalam satu cabang atau sebagian cabang ilmu
pengetahuan, teknologi, dan / atau kesenian tertentu. Politeknik
menyelenggarakan program pendidikan profesional dalam sejumlah
bidang pengetahuan khusus. Sekolah tinggi ini menyelenggarakan
program pendidikan akademik dan/atau profesional dalam lingkup
satu disiplin ilmu tertentu. Institut menyelenggarakan program
pendidikan akademik dan/atau profesional dalam kelompok disiplin
ilmu pengetahuan, teknologi dan/atau kesian yang sejenis. Universitas
menyelenggarakan program pendidikan akademik dan/atau
profesional dalam sejumlah disiplin ilmu pengetahuan, teknologi
dan/atau kesenian tertentu.

Terkait dengan pertimbangan menteri pendidikan nasional, ikatan


nasional akuntan indonesia perlu meneliti ulang kebutuhan
penyusunan standar akuntansi badan hukum pendidikan tinggi. Pihak-
pihak yang bertanggung jawab adalah bagian keuangan dan badan
pemeriksa keuangan (BPK). Standar akuntansi untuk penggabungan
dua atau lebih BHPT disusun atas dasar prinsip substansi ekonomi
suatu peristiwa yang lebih penting daripada formalitas legalnya.

Pendanaan Pendidikan Tinggi


Pendanaan pada perguruan tinggi dapat diperoleh dari sumber
pemerintah, masyarakat, dan pihak luar negeri. Penggunaan dana yang
berasal dari pemerintah, baik dalam bentuk anggaran rutin maupun
anggaran pembangunan serta subsidi, diatur sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku. Sementara itu, dana yang
diperoleh dari masyarakat dapat berasal dari sumber-sumber sebagai
berikut :
a. Sumbangan Pembinaan Pendidikan (SPP)
b. Biaya seleksi ujian masuk perguruan tinggi
c. Hasil kontrak kerja yang sesuai dengan peran dan fungsi perguruan
tinggi
d. Hasil penjualan produk yang diperoleh dari penyelenggaraan
pendidikan tinggi
e. Sumbangan dan hibah dari perorangan, lembaga pemerintah, atau
lembaga non-pemerintah
f. Penerimaan dari masyarakat lainnya.

Siklus Akuntansi Dalam BHPT


Siklus akuntansi merupakan proses akuntansi mulai dari pencatatan
transaksi keuangan sampai dengan penyusunan laporan keuangan
pada akhir suatu periode. Pada dasarnya, siklus akuntansi dapat dibagi
sebagai berikut:
1. Membuat atau menerima bukti pencatatan di mana biasanya sebuah
entitas mempunyai bukti pencatatan sendiri, atau bukti lain yang
bisa berupa kwitansi atau lainnya.
2. Mencatat dalam buku jurnal.
3. Memindahkan data jurnal ke buku besar
4. Menyusun laporan keuangan.

Siklus Akuntansi dalam BHPT dapat di kelompokkan dalam tiga


tahap, yaitu :
1. Tahap Pencatatan :
 Kegiatan pengidentifikasian dan pengukuran bukti transaksi
serta bukti pencatatan.
 Kegiatan pencatatan bukti transaksi ke dalam buku harian atau
jurnal
 Memindahbukuan (posting) dari jurnal berdasarkan kelompok
atau ke dalam akun buku besar.
2. Tahap Pengikhtisaran :
 Penyusunan neraca saldo berdasarkan akun-akun buku besar
 Pembuatan ayat jurnal penyesuaian
 Penyusunan kertas kerja
 Pembuatan ayat jurnal penutup
 Pembuatan neraca saldo setelah penutupan
 Pembuatan ayat jurnal pembalik
3. Tahap Pelaporan :
 Laporan surplus defisit
 Laporan arus kas
 Neraca
 Catatan atas laporan keuangan

E. AKUNTANSI SEKTOR PENDIDIKAN SEBAGAI YAYASAN


DAN BLU

E.1 YAYASAN PENDIDIKAN

Yayasan berasal dari bahasa Belanda yaitu stichting yang berasal dari
kata stichen atau dalam bahasa Inggris berasal dari
kata foundation yang mempunyai arti mendirikan atau membangun.
Yayasan adalah suatu badan atau lembaga yang terorganisasi,
bergerak pada berbagai bidang salah satunya yaitu pada bidang
pendidikan yang diakui keberadaannya. Sedangkan pengertian
yayasan menurut Undang Undang yayasan No 16 Tahun 2001,
yayasan adalah suatu badan hukum yang terdiri dari kekayaan yang
dipisahkan dan di dirikan untuk mencapai tujuan pada bidang-bidang
sosial seperti pendidikan, keagamaan dan kemanusiaan. Tentunya
yayasan mempunyai hak dan kewajiban yang harus diterima dan
dilaksanakan
Syarat Berdirinya Yayasan
Untuk mendirikan suatu yayasan tidak mudah begitu saja, ada
beberapa syarat yang harus terpenuhi dalam mendirikan yayasan.
Adapun syarat yang harus terpenuhi untuk mendirikan sebuah yayasan
yaitu syarat material dan syarat formal. Berikut ini syarat berdirinya
suatu yayasan yaitu sebagai berikut.
Dalam pendirian suatu yayasan tnetunya harus dapat memenuhi syarat
maerial, adapun syarat material untuk pendirian yayasan yaitu adanya
pemisahan terhadap kekayaan. Kekayaan yang harus dipisahkan
menjadi bentuk uang dan barang. Syarat yang kedua yaitu adanya
suatu tujuan yang bersifat kemanusiaan, keagamaan dan sosial. Dan
syarat material yang terakhir berdirinya suatu yayasan yaitu adanya
suatu organisasi yang terdiri dari pengawas, pembina, dan pengurus.

Selain memenuhi syarat material, berdirinya suatu yayasan harus


memenuhi syarat formal. Syarat formal berdirinya suatu yayasan yaitu
adanya akta otentik. Sebelum adanya Undang Undang tentang
yayasan, syarat terbentuknya suatu yayasan dapat dengan akte notaris.
Hal ini agar lebih mudah untuk pembuktian terhadap suatu yayasan.
Adapun anggaran yang termuat pada akta diantaranya mencakup
kekayaan yang dipisahkan, nama yayasan, tempat yayasan akan
didirikan, tujuan didirikannya yayasan tersebut, susunan kepengurusan
pada yayasan dan bagaimana cara pembubaran dan juga cara yang
akan digunakan terhadap sisa kekayaan dari yayasan jika telah
dibubarkan.

Peran dan Fungsi Yayasan Pendidikan


Yayasan mempunyai peran yang penting untuk kehidupan masyarakat
yaitu membantu masyarakat untuk meningkatkan kesejahteraan
melalui pendidikan. Selain itu dengan adanya yayasan dapat
membantu mencapai tujuan masyarakat pada bidang sosial baik itu
kemanusiaan maupun keagamaan. Suatu yayasan boleh saja
memperoleh laba dengan cara melakukan berbagai usaha akan tetapi
laba yang diperoleh hanya boleh dipergunakan untuk kepentingan
sosial bukan untuk kepentingan pribadinya.

Selain mempunyai peran, yayasan tentunya mempunyai fungsi adapun


fungsi dari yayasan yaitu sebagai wadah yang bersifat non
profit,yayasan mempunyai fungsi untuk membantuk kesejahteraan
manusia. Selain itu yayasan mempunyai fungsi memberikan
perlindungan, bantuan dan juga pelayanan pada bidang sosial,
keagamaan dan juga kemanusiaan. Dalam sebuah yayasan tentunya
akan ada organ yayasan yang nantinya berperan aktif dalam
penyelenggaran yayasan.

Dalam undang-undang No. 16 Tahun 2001 tentang Yayasan,


menjelaskan bahwa Yayasan adalah badan hukum yang terdiri atas
kekayaan yang dipisahkan dan diperuntukkan untuk mencapai tujuan
tertentu di bidang sosial, keagamaan, dan kemanusiaan, yang tidak
mempunyai anggota. Yayasan didirikan oleh satu orang atau lebih
dengan memisahkan sebagian harta kekayaan pendirinya, sebagai
kekayaan awal. Menurut UU No.16 Tahun 2001, Organ Yayasan
terdiri dari:
1. Pembina
Pembina adalah organ yayasan yang mempunyai kewenangan
yang tidak diserahkan kepada Pengurus atau Pengawas.
2. Pengurus
Pengurus adalah organ yayasan yang melaksanakan kepengurusan
yayasan yang sekurang-kurangnya terdiri dari ketua, sekretaris
dan bendahara.
3. Pengawas
Pengawas adalah organ yayasan yang bertugas melakukan
pengawasan dan memberi nasihat kepada pengurus dalam
menjalankan kegiatan yayasan.

Laporan keuangan yayasan berbeda dengan organisasi lain. Adapun


karakteristik laporan keuangan yayasan menurut Mahsun, dkk (2011:
187), adalah sebagai berikut:
1. Sumber daya entitas berasal dari para penyumbang yang tidak
mengharapkan pembayaran kembali atau manfaat ekonomi yang
sebanding dengan jumlah sumber dana yang diberikan.
2. Menghasilkan barang dan/atau jasa tanpa bertujuan memupuk laba,
dan kalau suatu yayasan menghasilkan laba, maka jumlahnya tidak
pernah dibagikan kepada para pendiri atau pemilik entitas tersebut.
3. Tidak ada kepemilikan seperti lazimnya pada organisasi bisnis,
dalam arti bahwa kepemilikan dalam organisasi nirlaba tidak dapat
dijual, dialihkan, atau ditebus kembali, atau kepemilikan tersebut
tidak mencerminkan proporsi pembagian sumber daya entitas pada
saat likuidasi atau pembubaran entitas.

Setiap pemakai laporan keuangan yayasan memiliki kepentingan


bersama, yaitu untuk menilai:
a) Jasa yayasan dan kemampuan yayasan untuk memberikan jasa
secara berkesinambungan,
b) Mekanisme pertanggungjawaban dan aspek kinerja pengelola.

Standar akuntansi yang digunakan dalam penyusunan laporan


keuangan yayasan adalah Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan
(PSAK) No. 45 tentang pelaporan keuangan organisasi nirlaba.
Dengan adanya standar pelaporan keuangan tersebut, diharapkan
laporan keuangan organisasi nirlaba dapat lebih mudah dipahami oleh
para pemakai laporan keuangan, memiliki relevansi, dan memiliki
daya banding yang tinggi.

Aspek dan Teknis Perpajakan Yayasan


Menurut UU PPh, Yayasan adalah subjek pajak. Yayasan menjadi
wajib pajak jika menerima atau memperoleh penghasilan yang
merupakan objek pajak. Namun, meskipun tidak menerima atau
memperoleh penghasilan yang merupakan objek pajak, Yayasan tetap
menjadi wajib pajak jika memenuhi kriteria sebagai pemotong pajak.
Sebagai contoh, Yayasan bertindak sebagai pemotong PPh pasal 21
atas penghasilan berupa gaji, honorarium, upah, tunjangan yang
dibayarkan kepada karyawan/peserta kegiatan/pihak lain. Secara
umum pelaksanaan hak dan kewajiban Yayasan sama dengan bentuk
usaha lain, kecuali hal-hal khusus yang diatur tersendiri. Hal umum
yang perlu diperhatikan yayasan dan organisasi nirlaba adalah sebagai
berikut.
 Mendaftar sebagai wajib pajak dan memberikan penjelasan tentang
tujuan, kegiatan utama, karakteristik yayasan. Hal ini untuk
memastikan jenis pajak yang menjadi kewajiban kita.
 Melaporkan usaha untuk dikukuhkan sebagai pengusaha kena
pajak. Ketentuan ini dijalankan apabila usaha pokoknya melakukan
penyerahan barang kena pajak dan atau jasa kena pajak sesuai UU
PPN.
 Menyelenggarakan pembukuan sesuai kaidah pembukuan yang
berlaku. Dalam menghitung penghasilan netto diperkenankan
mengurangkan biaya-biaya yang berhubungan langsung dengan
usaha (perhatikan pasal 6 ayat 1 dan pasal 9 ayat 1 UU PPh).
Penyusutan/amortisasi juga bisa menjadi faktor pengurang
(perhatikan pasal 11 dan 11A UU PPh).
 Yayasan atau organisasi nirlaba tidak serta merta dapat menikmati
berbagai fasilitas pengecualian oleh undang-undang perpajakn jika
tidak memenuhi kriteria. Sebagai contoh, sebuah “Yayasan” yang
tidak mengindahkan undang-undang tentang Yayasan tentu saja
berdampak bahwa “Yayasan” menjadi sekadar nama bukan sebagai
bentuk usaha dan diperlakukan sebagaimana perusahaan pada
umumnya.
 PBB tidak dikenakan terhadap objek pajak yang digunakan untuk
melayani kepentingan umum di bidang ibadah, sosial, kesehatan,
pendidikan, dan kebudayaan nasional, serta yang tidak
dimaksudkan untuk memperoleh keuntungan.

Hal-hal Khusus yang Perlu Diperhatikan oleh Yayasan


Bidang pendidikan dan atau penelitian dan pengembangan:
5. Sisa lebih yang diperoleh badan atau lembaga nirlaba yang
ditanamkan kembali dalam bentuk pembangunan dan pengadaan
sarana dan prasarana kegiatan pendidikan atau penelitian dan
pengembangan yang diselenggarakan bersifat terbuka kepada pihak
manapun dan telah mendapat pengesahan dari instansi yang
membidanginya, dalam jangka waktu paling lama empat (4) tahun
sejak diperolehnya sisa lebih tersebut dikecualikan sebagai objek
pajak penghasilan.
6. Badan atau lembaga nirlaba sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
wajib menyampaikan pemberitahuan mengenai rencana fisik
sederhana dan rencana biaya pembangunan dan pengadaan sarana
dan prasarana kegiatan pendidikan dan atau penelitian dan
pengembangan kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak tempat
wajib pajak terdaftar dengan tindasan kepada instansi yang
membidanginya.
7. Pemberitahuan sebagaimana dimaksud angka 2 disampaikan
bersamaan dengan penyampaian SPT tahunan tahun pajak
diperolehnya sisa lebih tersebut atau paling lama sebelum
pembangunan dan pengadaan sarana dan prasarana kegiatan
pendidikan atau penelitian dan pengembangan dimulai, dalam
jangka waktu empat (4) tahun sejak diperolehnya sisa lebih
tersebut.
8. Apabila nyata-nyata nirlaba, atas harta hibah, bantuan, atau
sumbangan yang diterima bukan merupakan objek PPh, sepanjang
tidak ada hubungannya dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau
penguasaan antara pihak-pihak yang bersangkutan.

Badan sosial termasuk Yayasan dan Koperasi yang kegiatannya


semata-mata menyelenggarakan kegiatan berikut ini.
8. Pemeliharaan kesehatan.
9. Pemeliharaan orang lanjut usia (panti jompo).
10. Pemeliharaan anak yatim piatu, anak atau orang terlantar, dan anak
atau orang cacat.
11. Santunan dan atau pertolongan kepada korban bencana alam,
kecelakaan, dan sejenisnya.
12. Pemberian beasiswa.
13. Pelestarian lingkungan hidup.
14. Kegiatan sosial lainnya, yang tidak mencari keuntungan.

Atas harta hibah, bantuan, atau sumbangan yang diterima bukan


merupakan objek PPh, sepanjang tidak ada hubungannya dengan
usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan antara pihak-pihak
yang bersangkutan.
Contoh Laporan Keuangan Yayasan Universitas
E.2 BADAN LAYANAN UMUM (BLU)

Penyelenggaraan BLU dalam Pendidikan Tinggi


Badan Layanan Umum (BLU) adalah instansi di lingkungan
Pemerintah yang dibentuk untuk memberikan pelayanan kepada
masyarakat berupa penyediaan barang dan/atau jasa yang dijual tanpa
mengutamakan mencari keuntungan dan dalam melakukan
kegiatannya didasarkan pada prinsip efisiensi dan produktivitas.
Sehubungan dengan pengertian tersebut, BLU memiliki karakteristik
sebagai berikut:
a. Berkedudukan sebagai lembaga pemerintah (bukan kekayaan
Negara yang dipisahkan);
b. Menghasilkan barang/jasa yang seluruhnya/sebagian dijual kepada
publik;
c. Tidak bertujuan mencari keuntungan;
d. Dikelola secara otonom dengan prinsip efisien dan produktivitas
ala korporasi;
e. Rencana kerja/anggaran dan pertanggungjawaban dikonsolidasikan
pada instansi induk;
f. Pendapatan dan sumbangan dapat digunakan langsung;
g. Pegawai dapat terdiri dari PNS dan Non PNS;
h. Bukan sebagai subjek pajak.

Tujuan dan Azas Badan Layanan Umum


BLU bertujuan untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat
dalam rangka memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan
kehidupan bangsa dengan memberikan fleksibilitas dalam pengelolaan
keuangan berdasarkan prinsip ekonomi dan produktivitas, dan
penerapan praktek bisnis yang sehat.
Azas BLU adalah sebagai berikut:
a. BLU beroperasi sebagai unit kerja kementerian
Negara/lembaga/pemerintah daerah untuk tujuan pemberian
layanan umum yang pengelolaannya berdasarkan kewenangan yang
didelegasikan oleh instansi induk yang bersangkutan.
b. BLU merupakan bagian perangkat pencapaian tujuan kementerian
Negara /lembaga/pemerintah daerah dan karenanya status hukum
BLU tidak terpisah dari kementerian Negara/lembaga/pemerintah
daerah sebagai instansi induk.
c. Menteri/pimpinan lembaga/gubernur/bupati/walikota bertanggung
jawab atas pelaksanaan kebijakan penyelenggaraan pelayanan
umum yang didelegasikannya kepada BLU dari segi manfaat
layanan yang dihasilkan.
d. Pejabat yang ditunjuk mengelola BLU bertanggung jawab atas
pelaksanaan kegiatan pemberian layanan umum yang didelegasikan
kepadanya oleh menteri/pimpinan lembaga/bupati/walikota.
e. BLU menyelenggarakan kegiatannya tanpa mengutamakan
pencarian keuntungan.
f. Rencana kerja dan anggaran serta laporan keuangan dan kinerja
BLU disusun dan disajikan sebagai bagian yang tidak terpisahkan
dari rencana kerja dan anggaran serta laporan keuangan dan
kinerja kementerian Negara/lembaga/SKPD/pemerintah daerah.
g. BLU mengelola penyelenggaraan layanan umum sejalan dengan
praktek bisnis yang sehat.
h. Sumber Dana BLU terdiri dari penerimaan dari pemerintah
(Anggaran Rupiah Murni) dan penerimaan dari masyarakat/
Kegiatan Tri Dharma Perguruan Tinggi (Penerimaan Negara Bukan
Pajak).

Dasar Hukum Penyelenggaraan BLU


Undang-undang :
 UU No. 15 Tahun 2004: Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung
Jawab Keuangan Negara
 UU No. 17 Tahun 2003: Keuangan Negara
 UU No. 01 Tahun 2004: Perbendaharaan Negara
Peraturan Pemerintah (PP) :
 PP no. 74 Tahun 2012: Perubahan Atas Peraturan Pemerintah No.
23 Tahun 2005 Tentang Pengelolaan Keuangan Badan Layanan
Umum
 PP no. 71 Tahun 2010 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan
 PP no. 08 Tahun 2006 tentang Pelaporan Keuangan dan Kinerja
Instansi Pemerintah
 PP no. 65 Tahun 2005 tentang Pedoman Penyusunan dan
Penerapan Standar Pelayanan Minimal
 PP no. 24 Tahun 2005 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan
 PP no. 23 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Badan
Layanan Umum
F. PERBEDAAN MASING-MASING LAPORAN KEUANGAN DI
UNIVERSITAS

1. Laporan Keuangan UGM


ANALISIS :
Yang membuat laporan keuangan tersebut adalah Prof. Ir. Dwikorita
karnawati M.sc.,ph.). Tujuan laporan keuangan ini adalah untuk
memberitahukan kepada semua pihak tentang laporan keuangan
berdasarkan peraturan dalam standar akuntansi.
Yang bertanggung jawab atas Laporan keuangan tersebut adalah Dr.
Didi achjari SE, Akt, M.com yang menjabat sebagai wakil rektor
universitas gadjah Mada .
Alamat kantor : Jl. Balaksumur, yogyakarta
Isi Laporan Keuangan :
a. Surat pernyataan pimpinan
b. Laporan posisi keuangan
c. Laporan aktivitas
d. Laporan arus kas
e. Catatan atas laporan keuangan
f. Laporan auditor independen

Pertanggung Jawaban Laporan Keuangan :


1. Bertanggung jawab atas penyusunan dan penyajian laporan
keuangan Universitas Gadjah Mada untuk periode 31 Desember
2015
2. Laporan Keuangan Universitas Gadjah mada telah disusun dan
disajikan sesuai dengan standar akuntansi keuangan indonesia
3. Penyusunan laporan keuangan yang bebas dari kesalahan penyajian
material ,baik yang disebabkan oleh kecurangan maupun kesalahan

Tujuan dan fungsi laporan keuangan :


1. Kepatuhan dan pengolahan
2. Akuntabilitas dan Pelaporan retrospektif
3. Perencanaan dan informasi otorisasi
4. Kelangsungan organisasi
5. Hubungan masyarakat
6. Sumber fakta dan gambaran
2. Laporan Keuangan Brawijaya Malang
ANALISIS :
Yang bertanda tangan atas laporan keuangan tersebut :
1. Nama : Prof. Dr. Ir. Mohammed Bisri, MS.
Alamat Kantor : Jl. Veteran, Malang
Jabatan : Rektor

2. Nama : Dr. Sihabudin, SH., MH.


Alamat Kantor : Jl. Veteran, Malang
Jabatan : Wakil Rektor II
Menyatakan bahwa :
1. Bertanggung jawab atas penyusunan dan penyajian laporan
keuangan universitas brawijaya untuk tahun yang berakhir 31
desember 2015.
2. Laporan keuangan telah disusun dan disajikan sesuai dengan
standar akuntansi keuangan entitas tanpa akuntabilitas publik
(SAK-ETAP) yang diterbitkan oleh ikatan akuntansi indonesia
(IAI)
3. Semua informasi dalam laporan keuangan telah dimuat secara
lengkap dan benar
4. Laporan keuangan tidak mengandung informasi atau fakta
material yang tidak benar dan menghilangkan informasi atau
fakta material.
5. Bertanggung jawab atas pengendalian intern universitas
brawijaya.
3. Laporan Keuangan Universitas Negeri Malang
ANALISIS :
Yang membuat laporan keuangan tersebut adalah KBBA (Krisnawan,
Busromi, Achsri, dan Alamsyah). Tujuan laporan keuangan ini adalah
untuk diketahui oleh semua pihak berdasarkan peraturan dalam
standar akuntansi.

Yang bertanggung jawab atas Laporan keuangan tersebut adalah Prof.


Dr. AH. Rofi’uddin, M.pd yang menjabat sebagai rektor universitas
malang.
Alamat kantor : Jl. Semarang No.5 Malang 65145
Nomor Telepon : (0341)551312
Isi Laporan Keuangan :
g. Surat pernyataan pimpinan
h. Neraca
i. Laporan aktivitas
j. Laporan arus kas
k. Catatan atas laporan keuangan
l. Laporan auditor independen

Pertanggung Jawaban Laporan Keuangan :


4. Bertanggung jawab atas penyusunan dan penyajian laporan
keuangan BLU Universitas Malang untuk periode 31 Desember
2015
5. Laporan Keuangan Universitas Malang telah disusun dan disajikan
sesuai dengan standar akuntansi keuangan entitas tanpa
akuntabilitas publik
6. Semua informasi dalam laporan keuangan BLU universitas negeri
malang telah dimuat secara lengkap dan benar
7. Laporan keuangan BLU universitas negeri malang tidak
mengandung informasi atau fakta yang tidak benar dan tidak
menghilangkan informasi atau fakta material
8. Bertanggung jawab atas sistem pengendalian internal dalam BLU
universitas negeri malang.

Yang menyusun dan menyajikan laporan keuangan adalah manajemen


universitas malang. Yang membuat laporan keuangan adalah auditor
Dr. M. Achsin, SE., SH., MM.
3. Laporan Keuangan Universitas Indonesia
ANALISIS:
Laporan keuangan UI ini memuat laporan auditor indenpenden,
laporan posisi keuangan,laporan aktivitas, laporan arus kas,dan catatan
atas laporan keuangan.Rektor UI bertanggung jawab atas penyusunan
dari penyajian laporan keuangan UI,laporan keuangan Ui telah
disusun dan disajikan sesuai dengan prinsip akuntansi ETAP (Entitas
Tanpa Akuntabilitas Publik).laporan keuangan UI tidak mengandung
informasi atau fakta material yang tidak benar dan tidak
menghilangkan informasi atau fakta material.auditor mengaudit
laporan posisi keuangan UI pada tanggal 1 des 2011.laporan aktivitas
dan laporan arus kas untuk periode yang berakhir pada tanggal
tersebut .auditor melaksanakan audit berdasarkan standar auditing
yang di tetapkan oleh institut akuntan publik indonesia dan standar
pemeriksa keuangan negara yang diterbitkan oleh BPK-RI standar
tersebut mengharuskan auditor merencanakan dan melaksanakan
audit agar memperoleh keyakinan memadai bahwa laporan keuangan
bebas dari salah saji material.suatu audit meliputi pemeriksaan,atas
dasar pengujian,bukti-bukti yang mendukung jumlah-jumlah dan
pengungkapan dalam laporan keuangan. Audit juga meliputi penilaian
atas prinsip-prinsip akuntansi yang digunakan dan estimsi signifikan
yang dibuat oleh manajemen,serta penilaian terhadap penyajian
laporan keuangan secara keseluruhan.auditor yakin bahwa audit nya
membeerikan dasar memadai untuk menyatakan pendapat.
4. Laporan Keuangan UNPAD
ANALISIS :
Nama : Prof.Dr.dr.Med.Tri.Hanggono Achmad.
Arief Sjamsulaksan
Kartasasmita,dr.S.M(k),M.Kes,MM,PH.D
Alamat kantor : jl. Raya Bandung – Sumedang KM jatinangor ,
sumedang 45363
No telepon : ( 022 )84288888
Jabatan : - Rector
- Wakil Rektorat Bindang Keuangan dan Sumber Daya
Apa isinya : 1. Surat permyataam pimpinan
2. laporan auditor idependen
3. laporan posisi keuangan
4. laporan aktivitas
5. laporan arus kas
6. CALK
Tujuannya : agar kita bisa mengetahui laporan keuangan Universitas
yang telah disusun dan di sajikan sesuai dengan Standar Akuntansi
Keuangan di Indonesia .
Bagaimana pertanggung jawabannya : semua informasi dalam laporan
keuangan Universitas telah di muat secara lengkap dan benar. Laporan
keuangan Universitas tidak mengandung informasi / fakta material
yang tidak benar dan tidak menghilangkan informasi atau fakta
material . mereka akan bertanggung jawab atas system pengendalian
intern Universitas .
TABEL PERBEDAAN DAN PERSAMAAN LAPORAN
KEUANGAN UNIVERSITAS INDONESIA , UNIVERSITAS
GADJAH MADA , UNIVERSITAS PADJAJARAN DAN
UNIVERSITAS MALANG

NO URAIAN UNIVERSITAS UNIVERSITAS UNIVERSITAS UNIVERSITAS


INDONESIA GADJAH PADJAJARAN MALANG
MADA
1 Laporan SAK ETAP SAK ETAP SAK ETAP SAK ETAP
disusun dan dan PSAK 45 dan PSAK 45 dan PSAK 45
disajikan

2 Badan BLU BLU BLU BLU


pengelolaan
keuangan

3 Isi laporan -Laporan -Laporan -Laporan -Neraca


keuangan posisi posisi posisi -Laporan
keuangan keuangan keuangan Aktivitas
-Laporan -Laporan -Laporan -Laporan
aktivitas aktivitas aktivitas Arus kas
-Laporan -Laporan -Laporan -CALK
Arus kas Arus kas Arus kas
-CALK -CALK -CALK

4 Laporan Arus kas Berdasarkan Arus kas Arus kas


disusun berdasarkan basis akrual berdasarkan berdasarkan
metode tidak kecuali dasar akrual metode tidak
langsung laporan arus dengan langsung
kas disusun konsep
berdasarkan beban
basis kas historis
G. LAPORAN KEUANGAN SEKTOR PUBLIK

Laporan keuangan sector public merupakan representasi posisi


keuangan dari transaksi-transaksi yang dilakukan oleh suatu entitas
sector public. Tujuan umum pelaporan keuangan adalah untk
memberikan informasi mengenai posisi keuangan, kinerja, dan arus
kas dari suatu entitas yang berguna bagi sejmlah besar pemakai (wide
range users) dalam membuat dan mengevaluasi keputusan mengenai
alokasi sumber daya yang dibutuhkan oleh suatu entitas dalam
aktivitasnya untuk mencapai tujuan.

Secara spesifik, tjuan khusus pelaporan keuangan sector public adalah


menyediakan informasi yang relevan dalam pengambilan keputusan,
dan menunjukkan akuntabilitas entitas atas sumber daya yang
dipercayakan, dengan cara :
1. Menyediakan informasi mengenai sumber-sumber alokasi, dan
penggunaan sumber daya keuangan atau financial.
2. Menyediakan informasi mengenai bagaimana entitas mandanai
aktivitasnya dan memenuhi kebutuhan kasnya
3. Menyediakan informasi yang berguna untuk mengevaluasi
kemampuan entitas dalam pendanaan aktivitasnya dan memenuhi
kewajiban serta komitmennya
4. Menyediakan informasi mengenai kondisi financial suatu entitas
dan perubahan didalamnya
5. Menyediakan informasi agregat yang berguna untuk mengevaluasi
kinerja entitas dalam hal bidang jasa, efisiensi, dan pencapaian
tujuan.

G.1 KOMPONEN KOMPONEN LAPORAN KEUANGAN


SEKTOR PUBLIK

Komponen laporan keuangan sector public yang lengkap meliputi :


1. Laporan posisi keuangan
2. Laporan kinerja keuangan
3. Laporan perubahan aktiva/ekuitas netto
4. Laporan arus kas
5. Kebijakan akuntansi dan catatan atas laporan keuangan

Komponen laporan keuangan diatas dijadikan sebagai pedoman dalam


pembuatan laporan keuangan sector public

A. Laporan Posisi Keuangan (Neraca)


Laporan posisi keuangan, atau disebut juga dengan neraca ataupun
laporan aktiva dan kewajiban adalah laporan keuangan yang
menyajikan posisi aktiva, hutang dan modal pemilik pada satu saat
tertentu. Sevara minimum, laporan posisi keuangan harus
memasukkan pos-pos yang menyajikan jumlah berikut :
1. Properti, pabrik dan peralatan
2. Aktiva-aktiva tak berwujud
3. Aktiva-aktiva financial
4. Investasi yang diperlukan dengan metode ekuitas
5. Persediaan
6. Pemulihan transaksi non pertukaran, termasuk pajak dan transfer
7. Piutang dari transaksi pertukaran
8. Kas dan setara kas
9. Hutrang pajak dan transfer
10. Hutang karana transaksi pertukaran
11. Cadangan (provision)
12. Kewajiban tidak lancer
13. Pertisipasi minoritas, dan
14. Aktiva/ekuitas neto

B. Laporan Kinerja Keuangan (Laporan Surplus/Devisit)


Laporan kinerja keuangan atau disebut dengan laporan pendapatan
dan biaya, laporan rugi laba, laporan operasi, adalah laporan keuangan
yang menyajikan pendapatan dan biaya selama satu periode tertentu.

Laporan kinerja keuangan minimal harus mencakup pos-pos lini


berikut :
1. Pendapatan dari aktivitas operasi
2. Surplus atau devisit dari aktivitas operasi
3. Biaya keuangan (biaya pinjaman)
4. Surplus atau devisit neto saham asosiasi dan joint venture yang
menggunakan metode ekuitas
5. Surplus atau devisit dari aktivitas biasa
6. Pos-pos luar biasa
7. Saham partisipasi minoritas dari surplus atau devisit neto, dan
8. Surplus atau devisit neto untuk suatu periode.

C. Laporan Perubahan Dalam Aktiva/Ekuitas Neto


Laporan perubahan aktiva/ekuitas neto dari suatu entitas daiantara dua
tanggal pelaporan menggambarakan peningkatan atau penurunan
kekayaan, bedasarkan prinsip pengukuran tertentu yang diadopsi dan
harus diungkapkan dalam laporan keuangan. Perubahan keseluruhan
dalam aktiva atau ekuitas neto menyajikan total surplus/devisit neto
untuk suatu periode, pendapatan dan biaya lainnya yang diakui secara
langsung sebagai perubahan dalam aktiva/ekuitas neto dan setiap
kontribusi oleh, dan kontribusi kepada pemilik dalam kapasitasnya
sebagai pemilik.

Laporan perubahan dalam aktiva/ekuitas neto ini paling tidak meliputi


:
1. Kontribusi oleh pemilik dan distribusi kepada pemili dalam
kapasitanya sebagai pemilik
2. Saldo untuk surplus dan devisit akumulasian pada awal periode dan
pada tanggal pelaporan dan pergerakan selama periode
3. Pengungkapan komponen aktiva/ekuitas neto secara terpisah, dan
rekonsiliasi antara nilai tercatat dari setiap komponen aktova atau
ekuitas neto pada awal dan akhir periode yang mengungkapkan
setiap perubahan.
D. Laporan Arus Kas
Laporan arus kas menyajikan informasi tentang penerimaan dan
pengeluaran dari kas selama satu periode tertentu. Penerimaan dan
pengeluaran kas diklasifikasikan menurut kegiatan operasi, kegiatan
pendanaan, dan kegiatan investasi. Informasi arus kas bermanfaat bagi
pemakai laporan keuangan karena menyediakan dasar taksiran
kemampuan entitas untuk menghasilkan kas dan setara kas, dan
kebutuhan entitas untuk menggunakan arus kas tersebut.

E. Kebijakan Akuntansi dan Catatan Atas Laporan Keuangan


Catatan laporan keuangan dari entitas harus:
1. Menyediakan informasi mengenai dasar penyusunan laporan
keuangan, dan kebijakan akuntansi spesifik yang dipilih serta
menetapkan terhadap transaksi-transaksi dan peristiwa-peristiwa
penting lainnya
2. Mengungkapkan informasi yang diwajibkan oleh standar akuntansi
keuangan sector public, yang tidak disajikan dalam laporan posisi
keuangan, laporan kinerja keuangan, laporan arus kas, dan laporan
perubahan aktiva/ekuitas neto, dan:
3. Menyediakan informasi yang tidak disajikan pada laporan
keuangan, namun persyaratan penyajian wajar tetap ditetapkan.

Kebiajakan akuntansi yang dapat dipertimbangkan oleh suatu entitas


untuk disajikan meliputi, namun tidak terbatas pada hal-hal sebagai
berikut:
1. Pengakuan pendapatan
2. Prinsip-prinsip konsolidasi, termasuk entitas pengendalian
3. Investasi-investasi
4. Pengakuan depresiasi/amortisasi aktiva berwujud dan tak berwujud
5. Kapitalisasi biaya dan pengeluaran lain
6. Persediaan yang dimiliki untuk dijual
7. Aktiva bersyarat lain
8. Kontrak-kontrak kontruksi
9. Investasi property
10. Instrument financial dan investasi
11. Sewa guna usaha/lease
12. Biaya penelitian dan pengembangan
13. Persediaan untuk dikonsumsi
14. Penyisihan
15. Biaya manfaat pensun
16. Penjabaran mata uang asing dan lindung nilai (hedging)
17. Devinisi segmen-segmen dan dasar alokasi biaya antar segmen
18. Akuntansi inflasi
19. Hibah pemerintah.

G.2 ANALISIS LAPORAN KEUANGAN SEKTOR PUBLIK


Analisis laporan keuangan dapat ditinjau dari ragam pelaporan yang
ada, yaitu:
 Laporan kinerja keuangan (Neraca)
 Likuiditas pemerintah
 Komposisi investasi
 Kekayaan pemerintah
 Komposisi kewajiban
 Ravaluasi cadangan
 Komposisi hutang pension
 Laporan kinerja keuangan (surplus/devisit)
 Efektifitas penarikan pajak
 Tingkat pelanggaran peraturan keuangan
 Komposisi pendapatan
 Komposisi pengeluaran
 Beban bunga pinjaman
 Rugi surplus translasi keuangan
 Laporan arus kas
 Komposisi arus kas
 Tingkat panarikan pajak baik indivisual, organisasi maupun produk
 Komposisi pajak tidak langsung
 Komposisi likuiditas pendapatan lain-lain
 Komposisi pengeluaran kas
 Komposisi pengeluaran investasi
 Komposisi pencairan investasi
 Komposisi likuiditas pertukaran mata uang

Selain menganalisis laporan keuangan, pengukuran kinerja


perekonomian dapat dilakukan melalui beberapa indicator, yaitu:
I. Indikator pertumbuhan ekonomi
1. Pendapatan nasional bruto per kapita
2. Tingkat konsumsi per kapita
3. Volume ekspor
4. Harga-harga (tingkat inflasi
II. Indikator Structural
1. Persentase tabungan domestic bruto terhadap pendapatan nasional
bruto
2. Persentase domestic bruto terhadap PNB
3. Persentase barang-barang primer terhadap total ekspor
4. Konsumsi energy per kapita
III. Indikator social
1. Tingkat kematian
2. Tingkat kematian bayi
3. Konsumsi kalori per kapita
4. Tingkat pendidikan dasar
5. Tingkat pendidikan menengah
H. JENIS DAN BENTUK LAPORAN KEUANGAN

H.1 Jenis Laporan Keuangan Sektor Publik


a. Jenis Laporan Keuangan Sektor Publik
Komponen-komponen laporan keuangan sektor publik yang lengkap
terdiri dari :
1) Laporan posisi keuangan
Laporan posisi keuangan atau disebut juga neraca/laporan aktiva dan
kewajiban, adalah laporan keuangan yang menyajikan posisi aktiva,
hutang dan modal pemilik pada saat tertentu. Secara minimumlaporan
posisi keuangan harus memasukkan pos-pos yang menyajikan jumlah
berikut :
a) Properti, pabrik dan peralatan
b) Aktiva-aktiva tidak berwujud
c) Aktiva-aktiva finansial
d) Investasi yang diperlakukan dengan metode ekuitas
e) Persediaan
f) Pemulihan transaksi non pertukaran termasuk pajak dan transfer
g) Piutang dari transaksi pertukaran
h) Kas dan setara kas
i) Hutang pajak dan transfer
j) Hutang karena transaksi pertukaran
k) Cadangan (provision)
l) Kewajiban tidak lancar
m) Partisipasi minoritas
n) Aktiva atau ekuitas neto

2) Laporan Kinerja Keuangan (laporan surplus-defisit)


Laporan kinerja keuangan atau disebut juga dengan laporan
pendapatan dan biaya, laporan surplus rugi, laporan operasi, laporan
surplus defisit atau laporan profit dan loss adalah laporan keuangan
yang menyajikan pendapatan dan biaya selama periode tertentu.
Laporan kinerja keuangan minimal harus mencakup pos-pos lini
berikut :

a) Pendapatan dari aktivitas operasi


b) Surplus atau defisit dari aktivitas operasi
c) Biaya keuangan (biaya pinjaman)
d) Surplus atau defisit neto saham dari asosiasi dan joint venture yang
menggunakan metode ekuitas
e) Surplus atau defisit dari aktivitas biaya
f) Pos-pos luar biasa
g) Saham partisipasi minoritas dari surplus atau defisit neto
h) Surplus atau defisit neto untuk suatu periode

3) Laporan perubahan dalam aktiva atau ekuitas neto


Laporan perubahan dalam aktiva atau ekuitas neto dari suatu entitas
diantara dua tanggal pelaporan menggambarkan peningkatan atau
penurunan kekayaan, berdasarkan prinsip pengukuran tertentu yang
diadopsi dan harus diungkapkan dalam laporan kekuangan. Perubahan
keseluruhan dalam aktiva atau ekuitas neto menyajikan total
surplus/defisit neto untuk suatu periode, pendapatan dan biaya lainnya
disakui secara langsung sebagai perubahan dalam aktiva atau ekuitas
neto dan setiap kontribusi oleh, dan distribusi kepada pemilik dalam
kapasitasnya sebagai pemilik.

4) Laporan Arus Kas


Laporan arus kas menyajikan informasi mengenai sumber, pengunaan,
perubahan kas dan setara kas selama periode akuntansi dan saldo kas
dan setara kas pada tanggal pelaporan. Arus masuk dan keluar kas
diklasifikasikan berdasarkan aktivitas operasi, investasi, pendanaan
dan transitoris. Penyajian laporan arus kas dan pengungkapan yang
berhubungan dengan arus kas diatur dalam Pernyataan Standar
Akuntansi Pemerintah Nomor 03 tentang Laporan Arus Kas. (SAP,
2013: 53)

5) Kebijakan akuntansi dan catatan atas laporan keuangan


Catatan atas laporan keuangan dari entitas harus :
a. Menyajikan informasi mengenai dasar penyusunan laporan
keuangan dan kebijakan akuntansi spesifik yang dipilih serta
diterapkan pada transaksi-transaksi dan peristiwa-peristiwa penting.
b. Mengungkapkan informasi yang mewajibkan oleh Standar
Akuntansi Keuangan sektor publik yang tidak disajikan dalam
laporan keuangan, laporan kinerja keuangan, laporan arus kas dan
laporan perubahan aktivitas atau ekuitas neto.
c. Menyediakan informasi yang tidak disajikan pada laporan
keuangan namun persyaratan penyajian wajar tetap diterapkan.

H.2 JENIS LAPORAN KEUANGAN SEKTOR SWASTA


a. Jenis laporan keuangan sektor swasta
Komponen-komponen laporan keuangan sektor swasta meliputi :

1) Neraca (Laporan Posisi Keuangan)


Neraca menggambarkan posisi keuangan suatu entitas pelaporan
mengenai aset, kewajiban dan ekuitas pada tanggal tertentu. Setiap
entitas pelaporan mengklasifikasikan asetnya dalam aset lancar dan
tidak lancar serta mengklasifikasikan kewajiban menjadi kewajiban
jangka pendek dan kewajiban jangka panjang.Neraca yang
menyajikan secara komparatif dengan periode sebelumnya pos-pos
berikut :
a. Kas dan setara kas
b. Investasi jangka pendek
c. Piutang pajak dan bukan pajak
d. Persediaan
e. Investasi jangka panjang
f. Aset tetap
g. Kewajiban jangka pendek
h. Kewajiban jangka panjang
i. Ekuitas
2) Laporan laba rugi
Laporan laba rugi merupakan sebuah laporan yang menyajikan
informasi tentang pendapatan, beban dan laba atau rugi yang diperoleh
sebuah organisasi selama periode waktu tertentu. Misalnya periode
satu bulanan, tiga bulanan, enam bulanan atau satu tahun penuh.
Laporan laba rugi dapat disajikan dengan bentuk multiple step. Dalam
laporan laba rugi seperti ini pendapatan dikelompokkan atas
pendapatan utama dan pendapatan lain-lain. Demikian juga dengan
biaya disajikan dari biaya operasional dan biaya tidak berasal dari
kegiatan utama perusahaan atau non operasi.
Laporan laba rugi dapat juga disajikan dengan bentuk single step (satu
langkah). Laporan ini hanya melaporkan satu informasi laba bersih
yang berasal dari hasi penguran semua pendapatan dan semua biaya
melalui satu kali pengurangan.

3) Laporan perubahan ekuitas/modal


Laporan perubahan ekuitas/modal merupakan laporan keuangan yang
menyajikan pengaruh laba rugi tahun berjalan serta penggunaannya
dan penambahan atau pengurangan modal pemilik. Saldo awal moda
ditambah atau dikurangi dengan perubahan modal tahun berjalan akan
menghasilkan saldo modal akhir tahun. Saldo modal ini akan sama
dengan total ekuitas dalam neraca.

4) Laporan arus kas


Laporan arus kas dapat dibuat dengan menggunakan laba rugi tahun
berjalan dan neraca komparatif yang dibuat dua tahun berturut-turut.
Untuk menghitung kas bersih, unsur-unsur pendapatan dan biaya yang
tidak memerlukan penerimaan atau pemgeluaran kas harus
dikelurarkan dari unsur laba atau rugi dari laporan laba rugi.
Laporan arus kas memuat ikhtisar penerimaan dan pengeluaran kas
dari kelompok aktivitas operasi, investasi dan pendanaan. Hasil dari
penjumlahan arus kas bersih dari tiap kelompok aktivitas merupakan
surplus atau defisit kas periode berjalan. (Samryn, 2012: 40-44)

5) Catatan atas laporan keuangan


Catatan atas laporan keuangan ini berupa perincian dari suatu
perkiraan yang disajikan seperti perkiraan aktiva tetap. Catatan atas
laporan keuangan juga digunakan untuk memberi informasi mengenai
kebijakan akuntansi. (Pahala Ninggolan, 2007:69)

Jadi dapat penulis simpulkan bahwa jenis dan bentuk laporan


keuangan sektor publik dan swasta tidak jauh berbeda. Hal ini
dikarenakan sektor mengadopsi laporan keuangan swasta yang lebih
dahulu telah dirumuskan sesuai standar. Hanya terdapat perbedaan
pada jenis laporan keuangan yang digunakan sektor publik dilengkapi
dengan laporan aktivitas/kinerja sedangkan pada sektor swasta tidak.
H.3 PERBEDAAN dan PERSAMAAN LAPORAN KEUANGAN
SEKTOR PUBLIK DENGAN SEKTOR SWASTA

Sebagian besar perbedaan dan persamaan laporan keuangan sector


public dan swasta adalah sebagai berikut:
PERBEDAAN
Laporan Departemen Laporan
Pemerintah KeuanganSe
ktor Swasta
Focus finansial dan Focus
politik financial
Kinerja diukur secara Sebagian
financial dan non- besar kinerja
finasial diukur secara
financial
Pertanggungjawaban Pertanggungj
kepada perlemen dan awaban
masyarakat luas kepada
pemegang
saham dan
kreditur
Berfokus pada bagian Berfokus
organisasi kepada
organisasi
secara
keseluruhan
Melihat kemasa depan Tidak dapat
secara detail melihat masa
depan secara
detail
Aturan pelaporan Aturan
ditentukan oleh pelaporan
departemen keuangan ditentukan
oleh undang-
undang,
standar
akuntansi,
pasar modal,
dan praktik
akuntansi
Laporan diperiksa oleh Laporan
treasury diperikssa
oleh auditor
independen
Cash accounting Accrual
accounting
PERSAMAAN
Dokumen-dokumen sumber
Berperan sebagai hubungan masyarakat (public relations)
I. MANAJEMEN KEUANGAN PENDIDIKAN

Pengertian Manajemen Keuangan


Manajemen keuangan merupakan salah satu substansi manajamen
sekolah yang akan turut menentukan berjalannya kegiatan pendidikan
di sekolah. Sebagaimana yang terjadi di substansi manajemen
pendidikan pada umumnya, kegiatan manajemen keuangan dilakukan
melalui proses perencanaan, pengorganisasian, pengarahan,
pengkoordinasian, pengawasan atau pengendalian. Beberapa kegiatan
manajemen keuangan yaitu memperoleh dan menetapkan sumber-
sumber pendanaan, pemanfaatan dana, pelaporan, pemeriksaan dan
pertanggungjawaban.

Menurut Depdiknas (2000) bahwa manajemen keuangan merupakan


tindakan pengurusan/ketatausahaan keuangan yang meliputi
pencatatan, perencanaan, pelaksanaan, pertanggungjawaban dan
pelaporan Dengan demikian, manajemen keuangan sekolah dapat
diartikan sebagai rangkaian aktivitas mengatur keuangan sekolah
mulai dari perencanaan, pembukuan, pembelanjaan, pengawasan dan
pertanggung-jawaban keuangan sekolah. Sumber keuangan dan
pembiayaan pada suatu sekolah secara garis besar dapat
dikelompokkan atas tiga sumber, yaitu:
1. Pemerintah, baik pemerintah pusat, daerah maupun kedua-duanya,
yang bersifat umum atau khusus dan diperuntukkan bagi
kepentingan pendidikan;
2. Orang tua atau peserta didik;
3. Masyarakat, baik mengikat maupun tidak mengikat.

Berkaitan dengan peneriman keuangan dari orang tua dan masyarakat


ditegaskan dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional 1989
bahwa karena keterbatasan kemampuan pemerintah dalam pemenuhan
kebutuhan dana pendidikan, tanggung jawab atas pemenuhan dana
pendidikan merupakan tanggung jawab bersama antara
pemerintah,masyarakat dan orang tua. Adapun dimensi pengeluaran
meliputin biaya rutin dan biaya pembangunan.

Biaya rutin adalah biaya yang harus dikeluarkan dari tahun ke tahun,
seperti gaji pegawai (guru dan non guru), serta biaya operasional,
biaya pemeliharaan gedung, fasilitas dan alat-alat pengajaran (barang-
barang habis pakai). Sementara biaya pembangunan, misalnya, biaya
pembelian atau pengembangan tanah, pembangunan gedung,
perbaikan atau rehab gedung, penambahan furnitur, serta biaya atau
pengeluaran lain unutk barang-barang yang tidak habis pakai. Dalam
implementasi MBS, manajemen komponen keuangan harus
dilaksanakan dengan baik dan teliti mulai dari tahap penyusunan
anggaran, penggunaan, sampai pengawasan dan pertanggungjawaban
sesuai dengan ketentuan yang berlaku agar semua dana sekolah benar-
benar dimanfaatkan secara efektif, efisien, tidak ada kebocoran-
kebocoran, serta bebas dari penyakit korupsi, kolusi dan nepotisme.
Komponen utama manajemen keuangan meliputi:
1. Prosedur anggaran;
2. Prosedur akuntansi keuangan;
3. Pembelajaran, pergudangan dan prosedur pendistribusian;
4. Prosedur investasi;
5. Prosedur pemeriksaan.

Dalam pelaksanaannya manajemen keuangan ini menagnut azas


pemisahan tugas antara fungsi otorisator, ordonator dan
bendaharawan. Otorisator adalah pejabat yang diberi wewenang untuk
mengambil tindakan yang mengakibatkan penerimaan dan
pengeluaran anggaran. Ordonator adalah pejabat yang berwenang
melakukan pengujian dan memerintahkan pembayaran atas segala
tindakan yang dilakukan berdasarkan otorisasi yang telah ditetapkan.
Adapun bendaharawan adalah pejabat yang berwenang melakukan
penerimaan, penyimpanan dan pengeluaran uang atau surat-surat
berharga lainnya yang dapat dinilai dengan uang serta diwajibkan
membuat perhitungan dan pertanggungjawaban.

Kepala sekolah dalam hal ini, sebagai manajer, berfungsi sebagai


otorisator, dan dilimpahi fungsi ordonator untuk memerintahkan
pembayaran. Namun, tidak dibenarkan melaksanakan fungsi
bendaharawan karena berkewajiban melakukan pengawasan kedalam.
Bendaharawan, disamping mempunyai fungsi-fungsi bendaharawan,
juga dilimpahi fungsi ordonator untuk menguji hak atas pembayaran.

PRINSIP-PRINSIP MANAJEMEN KEUANGAN


Manajemen keuangan sekolah perlu memperhatikan sejumlah prinsip.
Undang-undang No 20 Tahun 2003 pasal 48 menyatakan bahwa
pengelolaan dana pendidikan berdasarkan pada prinsip keadilan,
efisiensi, transparansi, dan akuntabilitas publik. Disamping itu prinsip
efektivitas juga perlu mendapat penekanan. Berikut ini dibahas
masing-masing prinsip tersebut, yaitu transparansi, akuntabilitas,
efektivitas, dan efisiensi.

1. Transparansi
Transparan berarti adanya keterbukaan. Transparan di bidang
manajemen berarti adanya keterbukaan dalam mengelola suatu
kegiatan. Di lembaga pendidikan, bidang manajemen keuangan yang
transparan berarti adanya keterbukaan dalam manajemen keuangan
lembaga pendidikan, yaitu keterbukaan sumber keuangan dan
jumlahnya, rincian penggunaan, dan pertanggungjawabannya harus
jelas sehingga bisa memudahkan pihak-pihak yang berkepentingan
untuk mengetahuinya. Transparansi keuangan sangat diperlukan
dalam rangka meningkatkan dukungan orangtua, masyarakat dan
pemerintah dalam penyelenggaraan seluruh program pendidikan di
sekolah. Disamping itu transparansi dapat menciptakan kepercayaan
timbal balik antara pemerintah, masyarakat, orang tua siswa dan
warga sekolah melalui penyediaan informasi dan menjamin
kemudahan di dalam memperoleh informasi yang akurat dan
memadai.
Beberapa informasi keuangan yang bebas diketahui oleh semua warga
sekolah dan orang tua siswa misalnya rencana anggaran pendapatan
dan belanja sekolah (RAPBS) bisa ditempel di papan pengumuman di
ruang guru atau di depan ruang tata usaha sehingga bagi siapa saja
yang membutuhkan informasi itu dapat dengan mudah
mendapatkannya. Orang tua siswa bisa mengetahui berapa jumlah
uang yang diterima sekolah dari orang tua siswa dan digunakan untuk
apa saja uang itu. Perolehan informasi ini menambah kepercayaan
orang tua siswa terhadap sekolah.

2. Akuntabilitas
Akuntabilitas adalah kondisi seseorang yang dinilai oleh orang lain
karena kualitas performansinya dalam menyelesaikan tugas untuk
mencapai tujuan yang menjadi tanggung jawabnya. Akuntabilitas di
dalam manajemen keuangan berarti penggunaan uang sekolah dapat
dipertanggungjawabkan sesuai dengan perencanaan yang telah
ditetapkan. Berdasarkan perencanaan yang telah ditetapkan dan
peraturan yang berlaku maka pihak sekolah membelanjakan uang
secara bertanggung jawab. Pertanggungjawaban dapat dilakukan
kepada orang tua, masyarakat dan pemerintah. Ada tiga pilar utama
yang menjadi prasyarat terbangunnya akuntabilitas, yaitu (1) adanya
transparansi para penyelenggara sekolah dengan menerima masukan
dan mengikutsertakan berbagai komponen dalam mengelola sekolah ,
(2) adanya standar kinerja di setiap institusi yang dapat diukur dalam
melaksanakan tugas, fungsi dan wewenangnya, (3) adanya partisipasi
untuk saling menciptakan suasana kondusif dalam menciptakan
pelayanan masyarakat dengan prosedur yang mudah, biaya yang
murah dan pelayanan yang cepat

3. Efektivitas
Efektif seringkali diartikan sebagai pencapaian tujuan yang telah
ditetapkan. Garner(2004) mendefinisikan efektivitas lebih dalam lagi,
karena sebenarnya efektivitas tidak berhenti sampai tujuan tercapai
tetapi sampai pada kualitatif hasil yang dikaitkan dengan pencapaian
visi lembaga. Effectiveness ”characterized by qualitative outcomes”.
Efektivitas lebih menekankan pada kualitatif outcomes. Manajemen
keuangan dikatakan memenuhi prinsip efektivitas kalau kegiatan yang
dilakukan dapat mengatur keuangan untuk membiayai aktivitas dalam
rangka mencapai tujuan lembaga yang bersangkutan dan kualitatif
outcomes-nya sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan.

4. Efisiensi
Efisiensi berkaitan dengan kuantitas hasil suatu kegiatan. Efficiency
”characterized by quantitative outputs” (Garner,2004). Efisiensi
adalah perbandingan yang terbaik antara masukan (input) dan
keluaran (out put) atau antara daya dan hasil. Daya yang dimaksud
meliputi tenaga, pikiran, waktu, biaya. Perbandingan tersebut dapat
dilihat dari dua hal:
a) Dilihat Dari Segi Penggunaan Waktu, Tenaga Dan Biaya
Kegiatan dapat dikatakan efisien kalau penggunaan waktu, tenaga dan
biaya yang sekecil-kecilnya dapat mencapai hasil yang ditetapkan.
Ragam efisiensi dapat dijelaskan melalui hubungan antara
penggunaan waktu, tenaga, biaya dan hasil yang diharapkan dapat
dilihat pada gambar berikut ini:

b) Dilihat Dari Segi Hasil


Kegiatan dapat dikatakan efisien kalau dengan penggunaan waktu,
tenaga dan biaya tertentu memberikan hasil sebanyak-banyaknya baik
kuantitas maupun kualitasnya. Tingkat efisiensi dan efektivitas yang
tinggi memungkinkan terselenggaranya pelayanan terhadap
masyarakat secara memuaskan dengan menggunakan sumber daya
yang tersedia secara optimal dan bertanggung jawab.

TUJUAN MANAJEMEN KEUANGAN


Melalui kegiatan manajemen keuangan maka kebutuhan pendanaan
kegiatan sekolah dapat direncanakan, diupayakan pengadaannya,
dibukukan secara transparan, dan digunakan untuk membiayai
pelaksanaan program sekolah secara efektif dan efisien. Untuk itu
tujuan manajemen keuangan adalah:
1. Meningkatkan efektivitas dan efisiensi penggunaan keuangan
sekolah
2. Meningkatkan akuntabilitas dan transparansi keuangan sekolah.
3. Meminimalkan penyalahgunaan anggaran sekolah.

Untuk mencapai tujuan tersebut, maka dibutuhkan kreativitas kepala


sekolah dalam menggali sumber-sumber dana, menempatkan
bendaharawan yang menguasai dalam pembukuan dan pertanggung-
jawaban keuangan serta memanfaatkannya secara benar sesuai
peraturan perundangan yang berlaku.
Tujuan utama manajemen keuangan adalah:
1. Menjamin agar dana yang tersedia dipergunakan untuk kegiatan
harian sekolah dan menggunakan kelebihan dana untuk
diinvestasikan kembali.
2. Memelihara barang-barang (aset) sekolah
3. Menjaga agar peraturan-peraturan serta praktik penerimaan,
pencatatan, dan pengeluaran uang diketahui dan dilaksanakan.

TUGAS MANAJER KEUANGAN


Dalam pelaksanaannya, manajemen keuangan menganut asas
pemisahan tugas antara fungsi Otorisator, Ordonator, dan
Bendaharawan. Otorisator adalah pejabat yang diberi wewenang untuk
mengambil tindakan yang mengakibatkan penerimaan dan
pengeluaran anggaran. Ordonator adalah pejabat yang berwenang
melakukan pengujian dan memerintahkan pembayaran atas segala
tindakan yang dilakukan berdasarkan otorisasi yang telah ditetapkan.
Bendaharawan adalah pejabat yang berwenang melakukan
penerimaan, penyimpanan, dan pengeluaran uang serta diwajibkan
membuat perhitungan dan pertanggungjawaban.
Kepala Sekolah, sebagai manajer, berfungsi sebagai Otorisator dan
dilimpahi fungsi Ordonator untuk memerintahkan pembayaran.
Namun, tidak dibenarkan melaksanakan fungsi Bendaharawan karena
berkewajiban melakukan pengawasan ke dalam. Sedangkan
Bendaharawan, di samping mempunyai fungsi-fungsi Bendaharawan,
juga dilimpahi fungsi ordonator untuk menguji hak atas pembayaran.

Manajer keuangan sekolah berkewajiban untuk menentukan keuangan


sekolah, cara mendapatkan dana untuk infrastruktur sekolah serta
penggunaan dana tersebut untuk membiayai kebutuhan sekolah.
Tugas manajer keuangan antara lain:
1. Manajemen untuk perencanaan perkiraan.
2. Manajemen memusatkan perhatian pada keputusan investasi dan
pembiayaannya
3. Manajemen kerjasama dengan pihak lain
4. Penggunaan keuangan dan mencari sumber dananya

Seorang manajer keuangan harus mempunyai pikiran yang kreatif dan


dinamin. Hal ini penting karena pengelolaan yang dilakukan oleh
seorang manajer keuangan berhubungan dengan masalah keuangan
yang sangat penting dalam penyelenggaraan kegiatan sekolah. Adapun
yang harus dimiliki oleh seorang manajer keuangan yaitu strategi
keuangan. Strategi tersebut antara lain:

1. Strategic Planning
Berpedoman keterkaitan antara tekanan internal dan kebutuhan
ekternal yang datang dari luar. Terkandung unsur analisis kebutuhan,
proyeksi, peramalan, ekonomin dan financial.

2. Strategic Management
Upaya mengelolah proses perubahan, seperti: perencanaan, strategis,
struktur organisasi, kontrol, strategis dan kebutuhan primer.

3. Strategic Thinking
Sebagai kerangka dasar untuk merumuskan tujuan dan hasil secara
berkesinambungan.

MANAJEMEN KEUANGAN SEKOLAH


Setiap unit kerja selalu berhubungan dengan masalah keuangan,
demikian pula sekolah. Persoalan yang menyangkut keuangan sekolah
pada garis besarnya berkisar pada: uang Sumbangan Pembinaan
Pendidikan (SPP), uang kesejahteraan personel dan gaji serta
keuangan yang berhubungan langsung dengan penyelenggaraan
sekolah seperti perbaikan sarana dan sebagainya.

Di bawah ini kami kemukakan beberapa instrumen (format-format)


yang mencerminkan adanya kegiatan manajemen keuangan sekolah
tersebut.
1. Manajemen Pembayaran SPP
Dasar hukum penyusutan SPP adalah keputusan bersama tiga menteri
yaitu:
- Menteri P&K (No.0257/K/1974)
- Menteri dalam negeri (No.221 Tahun 1974)
- Menteri keuangan (No. Kep. 1606/MK/II/1974) tertanggal: 20
Nopember 1974

SPP dimaksudkan untuk membantu pembinaan pendidikan seperti


yang ditunjukkan pada pasal 12 keputusan tersebut yakni membantu
penyelengaraan sekolah, kesejahteraan personel, perbaikan sarana dan
kegiatan supervisi.

Yang dimaksud penyelenggaraan sekolah ialah:


- Pengadaan alat atau bahan manajemen
- Pengadaan alat atau bahan pelajaran
- Penyelenggaraan ulangan, evaluasi belajar, kartu pribadi, rapor dan
STTB
- Pengadaan perpustakaan sekolah
- Prakarya dan pelajaran praktek

Selanjutnya pada pasal 18 dinyatakan bahwa kedudukan kepala


sekolah dalam pengelolaan SPP adalah bendaharawan khusus yang
bertanggungjawab dalam penerimaan, penyetoran dan penggunaan
dana yang telah ditentukan terutama dan penyelenggaraan sekolah.

2. Manajemen Keuangan Yang Berasal Dari Negara (Pemerintah)


Yang dimaksud keuangan dari Negara ialah meliputi pembayaran gaji
pegawai atau guru dan belanja barang. untuk pertanggungjawaban
uang tersebut diperlukan beberapa format sebagi berikut:
a. Lager gaji (daftar permintaan gaji)
b. Buku catatan SPMU (Surat Perintah Mengambil Uang)

3. Lain-lain

Sudah menjadi hal yang umum bahwa guru atau karyawan sering
mempunyai sangkut paut tersendiri dalam hal keuangan terutama gaji.
Dalam hubungan ini misalnya kegiatan arisan di sekolah koperasi
antar guru dan lain-lain

Oleh karenanya kepala sekolah sebagai pemimpin lembaga wajib


mengetahui dengan jelas berapa gaji bersih yang diterima oleh anak
buahnya, usaha pembinaan kesejahteraan pegawai kiranya perlu
diperhatikan data tersebut.

Maka penyusunannya hendaknya mengikuti langkah-langkah sebagai


berikut:
a) Menginventarisasi rencana yang akan dilaksanakan
b) Menyusun rencana berdasarkan skala prioritas pelaksanaannya
c) Menentukan program kerja dan rincian program
d) Menetapkan kebutuhan untuk pelaksanaan rincian program
e) Menghitung dana yang dibutuhkan
f) Menentukan sumber dana untuk membiayai rencana.

SUMBER-SUMBER KEUANGAN SEKOLAH


1. Dana dari Pemerintah
Dana dari pemerintah disediakan melalui jalur Anggaran Rutin dalam
Daftar Isian Kegiatan (DIK) yang dialokasikan kepada semua sekolah
untuk setiap tahun ajaran. Dana ini lazim disebut dana rutin. Besarnya
dana yang dialokasikan di dalam DIK biasanya ditentukan
berdasarkan jumlah siswa kelas I, II dan III. Mata anggaran dan
besarnya dana untuk masing-masing jenis pengeluaran sudah
ditentukan Pemerintah di dalam DIK. Pengeluaran dan
pertanggungjawaban atas pemanfaatan dana rutin (DIK) harus
benarbenar sesuai dengan mata anggara tersebut.
Selain DIK, pemerintah sekarang juga memberikan dana Bantuan
Operasional Sekolah (BOS). Dana ini diberikan secara berkala yang
digunakan untuk membiayai seluruh kegiatan operasional sekolah.

2. Dana dari Orang Tua Siswa


Pendanaan dari masyarakat ini dikenal dengan istilah iuran Komite.
Besarnya sumbangan dana yang harus dibayar oleh orang tua siswa
ditentukan oleh rapat Komite sekolah. Pada umumnya dana Komite
terdiri atas :
a. Dana tetap bulan sebagai uang kontribusi yang harus dibayar oleh
orang tua setiap bulan selama anaknya menjadi siswa di sekolah
b. Dana incidental yang dibebankan kepada siswa baru yang biasanya
hanya satu kali selama tiga tahun menjadi siswa (pembayarannya
dapat diangsur).
c. Dana sukarela yang biasanya ditawarkan kepada orang tua siswa
terterntu yang dermawan dan bersedia memberikan sumbangannya
secara sukarela tanpa suatu ikatan apapun.

3. Dana dari Masyarakat


Dana ini biasanya merupakan sumbangan sukarela yang tidak
mengikat dari anggota-anggota masyarakat sekolah yang menaruh
perhatian terhadap kegiatan pendidikan di suatu sekolah. Sumbangan
sukarela yang diberikan tersebut merupakan wujud dari kepeduliannya
karena merasa terpanggil untuk turut membantu kemajuan pendidikan.
Dana ini ada yang diterima dari perorangan, dari suatu organisasi, dari
yayasan ataupun dari badan usaha baik milik pemerintah maupun
milik swasta.

4. Dana dari Alumni


Bantuan dari para Alumni untuk membantu peningkatan mutu sekolah
tidak selalu dalam bentuk uang (misalnya buku-buku, alat dan
perlengkapan belajar). Namun dana yang dihimpun oleh sekolah dari
para alumni merupakan sumbangan sukarela yang tidak mengikat dari
mereka yang merasa terpanggil untuk turut mendukung kelancaran
kegiatankegiatan demi kemajuan dan pengembangan sekolah. Dana
ini ada yang diterima langsung dari alumni, tetapi ada juga yang
dihimpun melalui acara reuni atau lustrum sekolah.

5. Dana dari Peserta Kegiatan


Dana ini dipungut dari siswa sendiri atau anggota masyarakat yang
menikmati pelayanan kegiatan pendidikan tambahan atau
ekstrakurikuler, seperti pelatihan komputer, kursus bahasa Inggris atau
keterampilan lainnya.

6. Dana dari Kegiatan Wirausaha Sekolah


Ada beberapa sekolah yang mengadakan kegiatan usaha untuk
mendapatkan dana. Dana ini merupakan kumpulan hasil berbagai
kegiatan wirausaha sekolah yang pengelolaannya dapatj dilakukan
oleh staf sekolah atau para siswa misalnya koperasi, kantin sekolah,
bazaar tahunan, wartel, usaha fotokopi, dll.

PROSES PENGELOLAAN KEUANGAN DI SEKOLAH


Komponen keuangan sekolah merupakan komponen produksi yang
menentukan terlaksananya kegiatan belajar-mengajar bersama
komponen komponen lain. Dengan kata lain, setiap kegiatan yang
dilakukan sekolah memerlukan biaya.

Dalam tataran pengelolaan Vincen P Costa (2000 : 175)


memperlihatkan cara mengatur lalu lintas uang yang diterima dan
dibelanjakan mulai dari kegiatan perencanaan, pengorganisasian,
pelaksanaan, pengawasan sampai dengan penyampaian umpan balik.
Kegiatan perencanaan menentukan untuk apa, dimana, kapan dan
beberapa lama akan dilaksanakan, dan bagaimana cara
melaksanakannya. Kegiatan pengorganisasian menentukan bagaimana
aturan dan tata kerjanya. Kegiatan pelaksanaan menentukan siapa
yang terlibat, apa yang dikerjakan, dan masing-masing bertanggung
jawab dalam hal apa. Kegiatan pengawasan dan pemeriksaan
mengatur kriterianya, bagaimana cara melakukannya, dan akan
dilakukan oleh siapa. Kegiatan umpan balik merumuskan kesimpulan
dan saran-saran untuk kesinambungan terselenggarakannya
Manajemen Operasional Sekolah.

Muchdarsyah Sinungan menekankan pada penyusunan rencana


(planning) di dalam setiap penggunaan anggaran. Langkah pertama
dalam penentuan rencana pengeluaran keuangan adalah menganalisa
berbagai aspek yang berhubungan erat dengan pola perencanaan
anggaran, yang didasarkan pertimbangan kondisi keuangan, line of
business, keadaan para nasabah/konsumen, organisasi pengelola, dan
skill para pejabat pengelola.
Proses pengelolaan keuangan di sekolah meliputi:
1. Perencanaan anggaran
2. Strategi mencari sumber dana sekolah
3. Penggunaan keuangan sekolah
4. Pengawasan dan evaluasi anggaran
5. Pertanggungjawaban
Pemasukan dan pengeluaran keuangan sekolah diatur dalam
Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Sekolah (RAPBS). Ada
beberapa hal yang berhubungan dengan penyusunan RAPBS, antara
lain:
1. Penerimaan
2. Penggunaan
3. Pertanggungjawaban

PENGELOLAAN KEUANGAN SEKOLAH YANG EFEKTIF


Pengelolaan akan dianggap efektif apabila merujuk pada Rencana
Anggaran Pendapatan dan Belanja Sekolah (RAPBS) untuk satu tahun
pelajaran, para kepala sekolah bersama smua pemegang peran di
sekolah pada umumnya menempuh langkah-langkah sebagai berikut
:
1. Merancang suatu program sekolah yang ideal untuk mencapai
tujuan yang diinginkan pada tahun pelajaran yang bersangkutan.
2. Melakukan inventarisasi semua kegiatan dan menghitung perkiraan
kebutuhan dana penunjang.
3. Melakukan peninjauan ulang atas program awal berdasarkan
kemungkinan tersedianya dana pendukung yang dapat dihimpun.
4. Menetapkan prioritas kegiatan yang akan dilaksanakan pada tahun
pelajaran yang bersangkutan.
5. Melakukan perhitungan rinci pemanfaatan dana yang tersedia
untuk masing-masing kegiatan (Depdiknas, 2000 : 178 – 179)
6. Menuangkan perhitungan-perhitungan rinci tersebut ke dalam
suatu format yang telah disepakati untuk digunakan oleh setiap
sekolah.
7. Pengesahan dokumen RAPBS oleh instansi yang berwenang

Dengan tersedianya dokumen tertulis mengenai RAPBS tersebut


Kepala Sekolah dapat mengkomunikasikannya secara terbuka kepada
semua pihak yang memerlukan. Sumber dana yang tersedia di dalam
RAPBS di manfaatkan untuk membiayai berbagai kegiatan
manajemen operasional sekolah pada tahun pelajaran yang
bersangkutan. Pada umumnya pengeluaran dana yang dihimpun oleh
sekolah mencakup 5 kategori pembiayaan sebagai berikut :
1. Pemeliharaan, rehabilitasi dan pengadaan sarana/prasarana
pendidikan.
2. Peningkatan kegiatan dan proses belajar mengajar.
3. Peningkatan kegiatan pembinaan kesehatan
4. Dukungan biaya kegiatan sekolah dan peningkatan personil
5. Kegiatan rumah tangga sekolah dan BP3

Dana yang tersedia di dalam RAPBS dapat sekaligus mencakup


kegiatan untuk pengembangan sekolah. Namun demikian dana untuk
keperluan pengembangan sekolah dapat disediakan secara khusus,
sebagai tambahan dari RAPBS yang telah disusun. Untuk mencapai
suatu tujuan tertentu yang telah diprogramkan sekolah dalam satu
tahun pelajaran, diperlukan tersedianya sejumlah dana tertentu pula.
Berapa besarnya dana yang diperlukan oleh sekolah agar tujuan itu
dapat dicapai telah dihitung secara cermat oleh setiap sekolah melalui
penyusunan RAPBS. Apabila jumlah dana yang diperlukan pada satu
tahun pelajaran dibagi dengan jumlah semua siswa kelas I, II dan III
di sekolah itu, maka akan ditemukan Satuan Harga Per Siswa (SHPS).
Jumlah dana yang diperlukan oleh setiap sekolah sangat beragam.
Jumlah siswa pada setiap sekolah pun berbeda-beda. Oleh karena itu
SHPS pada masing-masing sekolah dengan sendirinya akan berbeda
pula. Meskipun demikian sebenarnya harus ada suatu patokan SHPS
minimal agar suatu mutu pendidikan tertentu dapat dicapai secara
nasional.

PENYUSUNAN RAPBS
Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Sekolah (RAPBS) harus
berdasarkan pada rencana pengembangan sekolah dan merupakan
bagian dari rencana operasional tahunan. RAPBS meliputi
penganggaran untuk kegiatan pengajaran, materi kelas, pengembangan
profesi guru, renovasi bangunan sekolah, pemeliharaan, buku, meja
dan kursi. Penyusunan RAPBS tersebut harus melibatkan kepala
sekolah, guru, komite sekolah, staf TU dan komunitas sekolah.
RAPBS perlu disusun pada setiap tahun ajaran sekolah dengan
memastikan bahwa alokasi anggaran bisa memenuhi kebutuhan
sekolah secara optimal.
Prinsip Penyusunan RAPBS, antara lain:
1. RAPBS harus benar-benar difokuskan pada peningkatan
pembelajaran murid secara jujur, bertanggung jawab, dan
transparan.
2. RAPBS harus ditulis dalam bahasa yang sederhana dan jelas, dan
dipajang di tempat terbuka di sekolah.
3. Dalam menyusun RAPBS, sekolah sebaiknya secara saksama
memprioritaskan pembelanjaan dana sejalan dengan rencana
pengembangan sekolah.

Proses Penyusunan RAPBS meliputi:


1. Menggunakan tujuan jangka menengah dan tujuan jangka pendek
yang ditetapkan dalam rencana pengembangan sekolah
2. Menghimpun, merangkum, dan mengelompokkan isu-isu dan
masalah utama ke dalam berbagai bidang yang luas cakupannya,
3. Menyelesaikan analisis kebutuhan,
4. Memprioritaskan kebutuhan,
5. Mengonsultasikan rencana aksi yang ditunjukkan/dipaparkan
dalam rencana pengembangan sekolah,
6. Mengidentifikasi dan memperhitungkan seluruh sumber
pemasukan,
7. Menggambarkan rincian (waktu, biaya, orang yang bertanggung
jawab, pelaporan, dsb.), dan mengawasi serta memantau kegiatan
dari tahap perencanaan menuju tahap penerapan hingga evaluasi.
PERTANGGUNGJAWABAN KEUANGAN SEKOLAH
Kepala sekolah wajib menyampaikan laporan di bidang keuangan
terutama mengenai penerimaan dan pengeluaran keuangan sekolah.
Pengevaluasian dilakukan setiap triwulan atau per semester. Dana
yang digunakan akan dipertanggungjawabkan kepada sumber dana.
Jika dana tersebut diperoleh dari orang tua siswa, maka dana tersebut
akan dipertanggungjawabkan oleh kepala sekolah kepada orang tua
siswa. Begitu pula jika dana tersebut bersumber dari pemerintah maka
akan dipertanggungjawabkan kepada pemerintah.

J. MANAJEMEN KEUANGAN DI UNIVERSITAS


Di hampir setiap negara di Eropa prinsip-prinsip New Public
Management (NMP) yang menggabungkan devolusi otonomi
keuangan jauh dari negara terhadap lembaga-lembaga, dan kemudian,
dalam institusi, turun untuk menghabiskan unit di wajah batubara,
telah mengambil terus. Di masa lalu hanya di Inggris dan Irlandia, di
Eropa, adalah universitas diberi hibah blok dan kiri untuk mengelola
dirinya, serentak universitas Austria harus beroperasi di bawah
otoritas pendanaan dari delapan pegawai seumur hidup sipil di
Kementerian yang menguasai aliran dana untuk seluruh sistem,
misalnya furnitur biaya, atau pemeliharaan bangunan atau pengeluaran
perpustakaan pada buku, dan tidak pernah berbicara satu sama lain -
menggantung atas dari era Prusia yang berlanjut sampai tahun 1980-
an. Dalam hampir semua sistem pendidikan tinggi saat ini universitas
memiliki anggaran dan harus mengendalikan mereka meskipun ada
variasi: misalnya, di Swedia negara tetap bertanggung jawab untuk
bangunan dan pemeliharaan bangunan. Kemerdekaan mungkin agak
berbeda dalam hal kebebasan lembaga untuk mengalokasikan sumber
daya internal, kebebasan untuk meminjam dibatasi untuk hanya
beberapa sistem, tetapi hampir di mana-mana universitas memperoleh
kemerdekaan anggaran dengan negara mempertahankan fungsi
pengawasan dan akuntabilitas yang membutuhkan, karena semakin
ukuran dan kompleksitas anggaran institusi individu sehingga negara
tidak bisa lagi mengelola fungsi itu sendiri dan keinginan untuk down
load tanggung jawab untuk melakukannya kepada lembaga. Di Jepang
revolusi NPM terbesar dari semua berlangsung di mana, dari 1 st April
2004, negara mentransfer anggaran universitas dalam satu langkah
dari yang sepenuhnya terintegrasi ke keuangan sendiri Kementerian
untuk manajemen universitas individu dan memaksakan anggaran
dipotong juga, Universitas-universitas Jepang dalam kekacauan
karena mereka tidak tahu biaya mereka, tidak ada sejarah akuntansi
untuk pengeluaran terhadap anggaran dan tidak ada pengalaman
dalam mengalokasikan sumber daya sendiri.

a. Anggaran Perencanaan dan Strategi Kelembagaan


Dalam keuangan kondisi modern terletak di jantung strategi akademik
dan strategi real institusional - ketiganya harus sepenuhnya
terintegrasi dalam proses perencanaan. Hal ini penting untuk tidak
membiarkan keuangan mendominasi tetapi untuk melihatnya sebagai
platform di mana komponen lainnya didasarkan. Sebuah rencana
strategis yang tidak bisa ditampilkan secara finansial layak tidak
berharga, memang lebih buruk dari itu, berbahaya, karena
kemungkinan kuat bahwa hal itu akan destabilisasi oleh kekurangan
keuangan di tahun 2 atau 3 tahun dari rencana. Tapi menarik berbagai
komponen rencana dan semua ide-ide untuk pengembangan bersama
adalah proses yang sulit dan tak satu pun yang dapat dilakukan oleh
seorang perencana memuaskan tunggal yang bekerja jauh di nya atau
kantornya: harus melibatkan berbagai kelompok akademisi dan
administrator, termasuk tim anggaran keuangan bekerja erat bersama-
sama. Amplop keuangan perlu ditentukan sejak awal dan dalam
konteks Inggris setidaknya akan menyarankan bertujuan untuk surplus
3% di Tahun 5 dari rencana dan bekerja kembali dari itu sehingga
anggaran dengan angka bottom line disiapkan untuk masing-masing
tahun terhadap 5 Tahun direncanakan giliran. Rencana tersebut harus
ditinjau dan direvisi setiap tahun dan proses untuk melakukannya
merupakan elemen penting dari manajemen kelembagaan. Dalam
universitas yang dinamis ide-ide baru untuk pengembangan akan
muncul setiap tahun, kebutuhan tak terduga baru akan muncul, atau
masalah akan muncul di sisi infrastruktur / properti / perkebunan. Ini
perlu dimasukkan ke dalam rencana keuangan. Perencanaan tersebut
harus melawan mengabaikan isu spektakuler infrastruktur: pemikiran
modern menunjukkan bahwa Anda perlu berinvestasi setara dengan 4
sampai 5% dari nilai pertanggungan aset fisik suatu lembaga secara
tahunan dalam rangka memenuhi biaya pembaharuan dan peningkatan
bangunan dan peralatan. Setiap lembaga membutuhkan rencana
perawatan jangka panjang memperluas lebih dari 15 tahun jika ingin
memiliki masa depan yang berkelanjutan. Semua terlalu sering dalam
proses ide-ide baru akan bersaing dengan perkiraan biaya
infrastruktur, kita tahu bahwa dalam periode krisis keuangan
universitas memotong anggaran biaya pemeliharaan staf akademik
pertama dan terakhir. Namun dalam sebuah lingkungan di mana
negara semakin kurang cenderung untuk mensubsidi penurunan
institusional adalah penting bahwa universitas menolak termism
pendek dan berkomitmen untuk masa depan yang berkelanjutan.
Lima tahun tempat perencanaan keuangan sangat penting pada
peramalan, selalu latihan sulit ketika faktor yang tidak pasti begitu
banyak perlu diperhitungkan dan ketika variasi dari 1% atau 2% pada
pendapatan atau pengeluaran dapat membuat semua perbedaan untuk
menghasilkan tingkat surplus yang diperlukan. Ini adalah praktik yang
baik untuk memantau grafik dengan komponen utama dari rencana
keuangan untuk menguji selama periode tahun seberapa akurat
peramalan telah. Peramalan ini pasti bukan ilmu pasti dan optimisme
dan pesimisme dapat mempengaruhi rencana bahkan lebih dari
perubahan mendalam. Sebuah ramalan pendapatan fee di luar negeri
atau pendapatan penelitian eksternal yang selalu lebih optimis
kemudian dapat menjadi faktor yang akan diambil diperhitungkan.
Sama jika belanja pemeliharaan kurang tinggi daripada dianggarkan
mungkin mengingatkan salah satu kegagalan efisiensi dalam
pengelolaan perkebunan.
b. Alokasi Sumber Daya
Alokasi sumber daya berlaku di berbagai tingkatan di semua lembaga.
Pada tingkat makro, seperti tergambar dalam pilihan lima tahun
rencana keuangan harus dibuat antara, seperti yang telah kita lihat,
mempertahankan tingkat infrastruktur, biaya modal untuk bangunan
baru dan perkembangan akademik baru. Kadang-kadang pilihan ini
mungkin melibatkan menetapkan target penghematan untuk daerah
tertentu serta target investasi. Alokasi untuk pengembangan modal,
seperti, misalnya, untuk sekolah bisnis berkembang, mungkin dengan
harapan memperluas pendapatan berulang. Alokasi sumber daya
strategis jenis ini adalah fitur penting dari proses perencanaan strategis
dan memerlukan operasi canggih penghakiman atas dasar informasi
keuangan yang sehat. Keputusan tersebut akan, di universitas energik,
menjadi kompetitif - berapa banyak dari arus kas atau kapasitas
pinjaman dapat berkomitmen untuk proyek X dibandingkan dengan
proyek Y? Apa yang ada di kepentingan terbaik dari lembaga -
pengembangan modal baru untuk departemen X atau sumber daya
untuk meningkatkan staf / mahasiswa rasio di universitas atau untuk
memperkuat administrasi ditekan keras? Sebagian besar alokasi
tersebut memiliki keduanya berulang dan implikasi modal.

Setelah alokasi berulang keseluruhan telah dibuat untuk tujuan


akademik langsung proses sumber daya kedua alokasi biasanya
mengambil alih untuk mendistribusikan sumber daya untuk
departemen akademis atau fakultas. Banyak universitas kini
bergantung pada Sumber Daya Mekanisme yang sangat
diformulasikan Alokasi (RAM) yang mengalokasikan sumber daya
terhadap campuran data siswa dan staf, bukti keberhasilan penelitian
atau indikator kualitas lainnya, dan biaya dari disiplin ilmu masing-
masing. RAM adalah subyek dari banyak literatur teknis tetapi kita
harus mencatat bahwa sisi teknis dapat menyembunyikan kebijakan
penting dan keputusan organisasi yang sering tidak sepenuhnya
diperdebatkan:
RAM formula mengandung insentif untuk unit akademis untuk
mengembangkan cara-cara tertentu.

Apakah RAM hanya mencerminkan formula alokasi atau negara telah


memberlakukan kebijakan universitas sendiri penilaian?
RAM dapat pahala misalnya keberhasilan dalam penelitian (dan
karenanya menghukum kurangnya keberhasilan) atau mungkin
mencoba untuk memberikan penghargaan kepada semua unit
akademik yang sama.

Apa saja yang termasuk dalam rumus RAM dan apa yang diputuskan
judgementally dapat bervariasi misalnya apakah unit akademik
memiliki kekuatan untuk membuat posting baru atau yang disediakan
untuk tubuh mengalokasikan?

Adalah unit akademik yang dana dialokasikan fakultas / sekolah atau


departemen? Jika yang pertama ada implikasi organisasi untuk
kekuasaan dekan dan adanya proses fakultas / sekolah alokasi sumber
daya berbasis lanjut, jika yang terakhir ada anggapan bahwa struktur
departemen yang cukup kuat dan baik diberikan untuk mengelola
anggaran sehingga dibuat.

Apakah unit akademik diberdayakan untuk membangun cadangan


(atau defisit) dan bagaimana mereka berbagi misalnya pendapatan dari
biaya overhead pada penelitian, atau dari 'keuntungan' pada kursus
pendek dengan pusat.

Bagaimana transparan adalah RAM dan apa implikasi hal ini memiliki
untuk diskusi akademik kebijakan?

Karakteristik dari institusi finansial yang sehat


Ada enam karakteristik kunci dari universitas finansial yang sehat:
1. Solvabilitas jangka pendek;
2. Retensi cadangan;
3. Manajemen yang efektif dari utang jangka panjang;
4. Manajemen yang efektif dari perkebunan;
5. Kemampuan untuk menghasilkan non-dana negara;
6. Konsistensi strategi anggaran dengan misi.

Sistem pendidikan tinggi bervariasi dalam jumlah data keuangan yang


mereka terbitkan tentang lembaga dan Inggris mungkin adalah yang
paling maju di Eropa dalam cara menerbitkan data keuangan
komparatif dan indikator kinerja keuangan. Data tersebut sangat
berharga karena mereka memungkinkan universitas untuk memantau
kinerja terhadap kelompok yang dipilih dari lembaga sejenis
(misalnya universitas dengan sekolah kedokteran) serta terhadap rata-
rata nasional. Dengan peningkatan meminjam sejumlah universitas di
dunia yang luas telah berusaha peringkat dari Standard and Poors yang
menyediakan kerangka Peringkat yang diakui secara internasional
keuangan. Dari sini kita bisa belajar bahwa Yale berperingkat
AAA/A-1, University of Virginia AAA dan Bristol dan Nottingham
AA/stable/- (angka signifikan lebih baik daripada beberapa nama
rumah tangga dalam perdagangan ritel). Mendapatkan peringkat
tersebut mungkin merupakan bentuk seeking reputasi, universitas
lebih bijaksana mungkin memutuskan bahwa mereka akan lebih
memilih fleksibilitas yang lebih besar dalam negosiasi dengan bank
dan rumah-rumah keuangan selain yang disediakan oleh informasi
tersebut tersedia untuk umum. Namun fakta bahwa universitas sedang
mencari untuk merek sendiri dengan cara ini memberitahu kita banyak
tentang sejauh mana pengelolaan keuangan mereka telah menjadi
terkait erat dengan kemampuan mereka untuk mempertahankan
kinerja akademis mereka dalam lingkungan global yang semakin
kompetitif.
K. PENCAPAIAN TUJUAN KUALITAS PENDIDIKAN

Dimensi- dimensi mutu pendidikan


Masalah mutu pendidikan dapat dilihat dari berbagai perspektif.
Beberapa ahli mendefinisikan mutu pendidikan secara sederhana,
yaitu target khusus dari tujuan-tujuan pendidikan ( don adams dan
david chapman, 2002:1). Akan tetapi, dari pihak lain pandangan yang
melihat mutu pendidikan muncul secara lebih komprehensif.
Dalam perspektif yang lebih spesifik, achmad sanusi (1994)
menyebutkan tiga dimensi mutu pendidikan khusus mutu hasil belajar
yaitu:
1. Dimensi mutu pengajar yang sangat terkait dengan faktor-faktor
kemampuan dan profesionalitas guru, sehingga kajian terdapat
mutu pendidikan berarti kajian masalah mutu guru dan mutu
proses pendidikan .
2. Dimensi bahan hajar , yang berbicara tentang kurikulum dalam
arti sejauh mana kurikulum suatu institusi pendidikan relevan
dengan kebutuhan anak di masyarakat dan kebutuhan lingkungan
pendidikan yang berubah demikian cepat .
3. Dimensi hasil belajar. Dimensi yang terakhir kali mencakup baik
memperoleh nilai-nilai hasil belajar maupun dalam mencakup
yang luas, yaitu perolehan lapangan pekerjaan dan sekaligus
perolehan pendapatan setiap lulusan.
Kesulitannya ialah muncul sebagai interpretasi mengenai
indikator dan kebermaknaan pendidikan yang bermutu . Don
Adams Dan David Chapman dalam buku “ the quality of
education: dimensions and strategis “ mencobakan merumuskan
dimensi mutu pendidikan .
Pemikiran yang dikemukakan oleh Don Adams Dan David
Chapman menunjukkan bahwa ada sejumlah variabel stategis
mempengaruhi mutu pendidikan, dan sekaligus dimensi –
dimensi mutu pendidikan itu sendiri . Don Adams Dan David
Chapman ingin menunjukkan bahwa pendidikan pembahasan
mutu pendidikan tidak dapat dilepaskan dari pembahasan
mengenai mutu guru, mutu proses instruksional, mutu fasilitas
yang tersedia , mutu hasil belajar , dan bahkan “ indikator
prestasi” lulusan ketika bekerja mengenai mutu guru , Don
Adams Dan David Chapman mengemukakan sejumlah faktor
seperti “ stattus guru, rekruitmen dan penetapan , training
persiapan selama dan pengembangan pelayanan , intensif untuk
pekerjaan guru , dan kualitas guru.” Disamping faktor guru Don
Adams Dan David Chapman ternyata juga menempatkan
kurikulum sebagai salah satu faktor penting dalam
mempengaruhi mutu proses instruksional, dan mutu hasil belajar
serta kinerja lulusan. Mereka mengemukakan sejumlah faktor
penghambat kurikulum , yaitu :
1. Tidak berkembangnya kurikulum
2. Guru tidak menyetujui kurikulum yang ditawarkan
3. Terlalu banyak belajar
4. Sedikitnya buku penunjang kurikulum
Ward heneveld (1994) secara lebih komprehensif
mengemukakan kerangka konseptual dari faktor – faktor
determinan yang terkait dengan mutu pendidikan .
K.2 Memperkuat kapasitas manajemen sekolah
Dlam rangka desentralisasi dibidang pendidikan , model ini
mulai dikembangakan untuk diterapkan , diprosisikan bahwa
manajemen berbasis sekolah (MBS):
a. Akan memperkuat rujukan profesional nilai yang
dianggap stategis dalam arti memperkuat relevansi
b. Memperkuat partisipasi masyarakat dalam keseluruhan
kegiatan pendidikan .
c. Memperkuat preferensi nilai pada kemandirian dan
kreativitas baik individu maupun kelembagaan
d. Memperkuat dan mempertinggi kebermaknaan fungsi
kelembagaan sekolah.

Model MBS tersebut tidak dengan begitu saja dapat diterapkan.


Untuk keberhasilan implementasi model manajemen tersebut, masih
diperlukan upaya validasi terutama validasi sosio kultural , ekonomi,
dan politik serta kemampuan suatu daerah dalam mengadopsi inovasi.
Keberlakuan prinsip-prinsip yang digunakan untuk penerapan MBS
di indonesia masih perlu diuji , yaitu sejauh mana prinsip-prinsip
tersebut dapat diterapkan disetiap daerah diindonesia yang sangat
pluralistik. Potensi dan keunggulan pendidikan nilai budaya dan
sistem masyarakat pranta –pranata , terutama pranata pendidikan yang
berbasis sekolah dan masyarakat , disamping potensi ekonomi yang
dimiliki , perlu disinergikan kedalam prinsip-prinsip manajemen
modern. Setelah melakukan hal tersebut , model manajemen berbasis
sekolah yang efisien dan efektif dapat terwujud untuk meningkatkan
kemempuan institusi pendidikan dalam menjawab tantangan global,
otonomi daerah, dan kemajuan IPTEK.

Pengembangan kapasitas pendanaan sekolah berbasis persaingan


Kapasitas pendanaan sekolah menjadi salah satu implikasi penting
bagi implementasi otonomi daerah dan sentralisasi di bidang
pendidikan.Dalam konteks itu,sekolah ditantang untuk mampu
mengelola ,mengembangkan,dan meningkatkan kapasitas pendanaan
sendiri. Di sisi lain,sekolah adalah suatu institusi nirlaba dan berbeda
dengan badan usaha lain yang berorientasi laba. Di samping itu,dari
pengalaman empiris dapat disimpulkan bahwa,selama ini,pendanaan
merupakan salah satu kendala.

Ke depan,terdapat kecenderungan bahwa subsidi langsung dari


pemerintah semakin berkurang. Di perguruan tinggi,saat ini
cenderungan pergeseran sumber pendanaan terjadi dari government
ke manajemen.Berbagai proyek kompetitif seperti
QUE,DUE,TPSDP,dan peluang menjadi BHMN untuk perguruan
tinggi mengindikasikan kecenderungan pergeseran dan perubahan
tersebut.Pada tingkat sekolah ,indikasi tersebut dapat dibaca melalui
berkembangannya konsep dan paradigma MBS terbesar yang
dihadapi oleh semua sekolah.Implikasi penting dari perubahan
tersebut ialah bahwa pengelolaan sumber-sumber pendanaan harus
didasarkan pada prinsip selektivitas,efisiensi,efektivitas ,dan
produksivitas yang tinggi.

Selektivitas berarti kebutuhan investasi untuk suatu proses pendidikan


di sekolah harus didasarkan pada pertimbangan-pertimbangan
rasional,objektif,serta memenuhi asas kebutuhan dan
pengembangan.untuk itu,perubahan tersebut harus melalui suatu
proses penilaian yang komprehensif,objektif,dan
kompetitif .Efesien,efektivitas,dan produktivitas adalah bagian dari
indikator penting yang penting yang menjadi dasar pengambilan
keputusan sejauh mana kegiatan dan investasi yang diperlukan
memenuhi persyaratan penialaian.

Prioritas politik dan koreksi kebijakan


Desentralisasi di bidang pendidikan telah mejadi salah satu agenda
utama pemerintah,dan tentunya,dengan segala konsekuensi logis dari
diterapkannya kebijakan tersebut.Sementara itu,perubahan yang
terjadi di lingkungan strategis pendidikan belum pengembangan
perguruan tinggi yang tangguh belum didukung.Dalam hal ini,ada
beberapa faktor strategis yaitu:
1. Kurikulum yang kurang relevan dengan tuntunan dan kebutuhan
pembentukan kompetensi lulusan.
2. Belum terpenuhinya tuntunan akan kemampuan profesionalisme
guru-guru baik dilihat dari kompetensi,kualifikasi
pendidikan ,maupun status sosial dan ekonomi profesi guru.
3. Lemah nya dukungan keuangan dalam menjamin tersedianya
sarana dan prasarana yang menjamin mutu proses pendidikan.
BAB III
PENUTUP

B. KESIMPULAN
Siklus akuntansi di sektor pendidikan pada dasarnya sama
dengan siklus akuntansi pada umumnya, namun aplikasinya
dilapangan mengalami sejumlah perubahan, agar sesuai dengan
tujuan pencatatan akuntansi dan status lembaga pendidikan
yang bersangkutan. Pelaporan keuangan di sektor pendidikan
yang seharusnya dilaksanakan berdasarkan PSAK No.45 pun,
ternyata hanya dilaksanakan oleh lembaga pendidikan tinggi
yang berstatus BHMN. Penerapan akuntansi di dunia akuntansi
belum berkembang pesat, sehingga pengambilan keputusan
atau kebijakan pendidikan lebih didasarkan pada pendekatan
ekonomi yang bersifat makro dan intuisi. Untuk selanjutnya,
dapat diteliti lebih lanjut mengenai latar belakang dan
implikasi dari perbedaan-perbedaan ini.

C. SARAN
Dari makalah yang penulis sampaikan kami sangat
mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun, serta
arahan dan bimbingan dari semua pihak, terutama dosen
pengajar akuntansi organisasi nirlaba. Semoga makalah ini
bermanfaat bagi para pembaca khususnya bagi kami selaku
penulis.
DAFTAR PUSTAKA

 http://www.indonesia.go.id
 http://www.kompas.com
 http://www.kompas.com/kompas-
cetak/0509/14/opini/2015090.html
 http://www.pemda-diy.go.id
 http://www.sektorpublik.com
 http://www.otoda.or.id
 http://blognyaujanggedud.blogspot.co.id/2014/11/akuntansi-untuk-
organisasi-nirlaba.html
 http://blogkuliahan.blogspot.com/2012/06/tujuan-dan-elemen-
pengendalian-intern.html
 http://myblogalwafi.blogspot.co.id/2015/06/kode-etik-tanggung-
jawab-profesi.html
 http://silabus.org/pengertian-pendidikan/amp/
 https://id.m.wikipedia.org/wiki/Pendidikan
 https://materiips.com/fungsi-dan-peran-yayasan
 https://id.m.wikipedia.org/wiki/Yayasan_Pendidikan_Telkom
 https://www.ut.ac.id/dewan-pengawas/dasar-hukum-
penyelenggaraan-blu
 Bastian, Indra, 2007, Akuntansi Pendidikan.

Anda mungkin juga menyukai