Anda di halaman 1dari 62

PENELITIAN

GAYA HIDUP BOROS DIKALANGAN REMAJA

GURU PEMBIMBING :
MARIA ULFA S. Pd

DISUSUN OLEH :
1. VINNIE FIRSYA SYABANI
2. SONIYA

SMA NEGERI 1 MERANGIN


TAHUN AJARAN 2021/2022
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur tim penulis panjatkan atas kehadiran Allah Ta’ala.
Atas kelimpahan rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan
penelitian tentang “sikap hidup boros di kalangan masyarakat” dapat
diselesaikan dengan baik. Tim penulis berharap penelitian ini dapat
menambah pengetahuan dan wawasan bagi pembaca tentang perilaku
boros di kalangan masyarakat. Begitu pula atas kelimpahan kesehatan dan
kesempatan yang Allah karuniai kepada kami penelitian ini dapat kami
susun melalui beberapa sumber yakni melalui kajian Pustaka atau media
internet.

Penelitian ini disusun untuk memenuhi tugas mata pelajaran


sosiologi. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada ibu maria selaku
guru mata pelajaran sosiologi kami. Ucapan terima kasih ini juga
diberikan kepada semua pihak yang telah membantu dan menyelesaikan
penelitian ini. Harapan kami, informasi dan materi yang terdapat dalam
penelitian ini dapat bermanfaat bagi pembaca. Tidak ada yang sempurna
di dunia, melainkan Allah SWT. Tuhan yang Maha sempurna, jika
terdapat kesalahan kami memohon kritik dan saran yang membangun
bagi perbaikannya penelitian kami selanjutnya.

Demikian penelitian ini kami buat, apabila terdapat kesalahan dalam


penulisan, Kata-kata yang tidak mengenakkan bagi pembaca, atau pun
ketidaksesuaian materi atau informasi yang kami angkat pada penelitian
ini, kami mohon maaf. Tim penulis menerima kritik dan saran seluas-
luasnya bagi pembaca agar bisa membuat karya penelitian yang lebih baik
pada kesempatan berikutnya.

Bangko,17 Maret 2023


Penulis
i

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL
KATA PENGANTAR...............................................................................................................i
DAFTAR ISI.............................................................................................................................ii

BAB 1 PENDAHULUAN.........................................................................................................1
A. LATAR BELAKANG MASALAH.......................................................................1
B. IDENTIFIKASI
MASALAH.................................................................................5
C. PEMBATASAN
MASALAH.................................................................................6
D. PERUMUSAN MASALAH...................................................................................6
E. MANFAAT PENELITIAN....................................................................................6

BAB II LANDASAN
TEORI...................................................................................................8
A. TINJAUAN PUSTAKA.........................................................................................8
1. PENGERTIAN PERILAKU
KONSUMTIF............................................8
2. ASPEK-ASPEK PERILAKU
KONSUMTIF.........................................10
3. INDIKATOR PERILAKU KONSUMTIF.............................................11
4. FAKTOR-FAKTOR PERILAKU KONSUMTIF.................................12
5. TIPE-TIPE PERILAKU
KONSUMTIF.................................................19
6. KARAKTERISTIK PERILAKU KONSUMTIF..................................19
7. FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERILAKU PEMBELIAN
KONSUMEN............................................................................................20
8. PENGARUH KONFORMITAS TERHADAP PERILAKU
KONSUMTIF...........................................................................................22
9. PENGARUH GAYA HIDUP PADA PERILAKU
KONSUMTIF.......27
10. DAMPAK DARI PERILAKU
KONSUMTIF........................................28
11. CARA MENGATASI PERILAKU
KONSUMTIF................................30
B. HASIL PENELITIAN YANG
RELEVAN.........................................................32
C. KERANGKA BERFIKIR....................................................................................39
D. HIPOTESIS..........................................................................................................43

BAB III METODE


PENELITIAN.......................................................................................45
A. TEMPAT DAN WAKTU PENELITIAN.................................................................45
B. METODE PPENELITIAN........................................................................................45
C. POPULASI DAN
SAMPEL.......................................................................................46
ii

D. TEKNIK PENGUMPULAN
DATA..........................................................................47
E. TEKNIK ANALISIS DATA......................................................................................48
BAB VI
PENUTUP.................................................................................................................50
A. KESIMPULAN...........................................................................................................50
B. SARAN........................................................................................................................52
DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................................vi
iii
BAB 1
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG MASALAH

Perilaku boros (konsumtif) merupakan suatu fenomena yang banyak


melanda kehidupan masyarakat terutama kalangan remaja dan anak muda.
Konsumtif merupakan perilaku dimana timbulnya keinginan untuk membeli
barang-barang yang kurang diperlukan untuk memenuhi kepuasan pribadi.
Pada kenyataannya banyak kegiatan belanja sehari-hari yang tidak didasari
oleh pertimbangan yang matang. Kegiatan belanja sebagai salah satu bentuk
konsumsi, saat ini telah mengalami pergeseran fungsi. Dulu berbelanja hanya
dilakukan untuk memenuhi kebutuhan hidup, tetapi saat ini belanja juga sudah
menjadi gaya hidup, sehingga belanja tidak hanya untuk membeli kebutuhan
pokok yang diperlukan, namun belanja juga dapat menunjukkan status sosial
seseorang. Misalnya saat hasrat Untuk membeli serasa begitu kuat sehingga
Menjadi munculnya perilaku konsumtif.

Tingkah laku belanja yang spesifik ini merupakan fenomena perilaku


konsumen yang keberadaan tidak pernah surut, melibatkan Pembelian berbagai
produk dan muncul dalam berbagai situasi serta kebudayaan. Pelaku utama
gaya hidup konsumtif adalah para anak remaja saat ini. Hal tersebut terkait
dengan karakteristik remaja yang mudah terbujuk dengan hal-hal
menyenangkan, ikut-ikutan teman, dan cenderung boros dalam menggunakan
uang. Sifat-sifat remaja ini yang dimanfaatkan oleh para produsen untuk
memasarkan barang asli produksinya sehingga mereka dapat dengan mudah
menjual dan mendapatkan hasil dari barang produksinya. Perilaku konsumtif
ini dapat terus mengakar di dalam gaya hidup remaja. Dalam
perkembangannya, mereka akan menjadi orang-orang dewasa dengan gaya
hidup konsumtif. Gaya hidup konsumtif ini harus didukung oleh kekuatan
finansial yang memadai.

Masalah lebih besar terjadi apabila pencapaian tingkat finansial itu


dilakukan dengan segala macam cara yang tidak sehat. Mulai dari pola bekerja
yang berlebihan sampai menggunakan cara instan seperti meminjam uang
kepada temannya. Pada akhirnya perilaku konsumtif bukan saja memiliki
dampak ekonomi, tapi juga dampak psikologis, sosial bahkan etika. Dampak
secara psikologis, individu akan merasa rendah diri apabila dia tidak Bisa
1
membeli apa yang diinginkannya. Sedangkan secara sosial, ia akan terus
mengikuti atribut yang banyak digemari tanpa mau menjadi diri sendiri.

Karena ingin selalu membeli apa yang diinginkannya tanpa peduli


dengan banyaknya uang yang harus dikeluarkan, mereka akan terus meminta
kepada orang tua bagaimanapun caranya tanpa peduli etika lagi. Dengan begitu,
mereka akan memandang orang tua mereka sebagai mesin uang yang akan
memberi mereka uang setiap mereka minta. Gejala ini menunjukkan bahwa
adanya kebutuhan pada remaja untuk memiliki kemampuan mengontrol
perilaku dirinya terhadap kelompok dimana mereka berada, dengan ragam
strategi dan teknik, salah satunya adalah teknik self-management (pengelolaan
diri). Self-management adalah kemampuan dalam diri seseorang untuk
mengendalikan berbagai unsur dalam diri seperti fisik, emosi, perasaan, pikiran
dan perilaku untuk mencapai hal-hal baik dan terarah, dengan kata lain orang
tersebut bertanggung jawab atas dirinya sendiri. Setiap individu berbeda dalam
memiliki jenis informasi yang digunakan untuk konsep dirinya, maka dari itu
diperlukan teknik self-management untuk mengarahkan perubahan tingkah laku
mereka sendiri.

Hal lain yang menunjukkan pola hidup konsumtif adalah pada saat ini,
semua kemajuan berpusat pada dunia Barat, mulai dari teknologi, model
pakaian, permainan, sampai tempat makan. Sehingga tercipta sebuah tren dan
gaya hidup perkotaan. Gaya hidup dunia Barat yang merasuki remaja-remaja
Indonesia khususnya di kota-kota besar. Gaya hidup konsumtif tersebut dapat
terus mengakar dalam gaya hidup remaja, dimana dalam perkembangannya
mereka dapat menjadi dewasa dengan gaya hidup konsumtif baik secara sadar
maupun tidak.

Remaja yang merupakan masa peralihan tentu tidak terlepas dari


karakteristik individu yang mudah terbujuk oleh hal-hal yang menyenangkan
dan suka ikut ikutan teman, menjadi pelaku utama dari gaya hidup konsumtif.
Yang membuat mereka membeli barang atau produk untuk menjaga gengsi,
memberi barang-barang mahal untuk terlihat menarik, dan membeli produk
mahal agar dipandang hebat, hal inilah yang akhirnya membuat mereka
memiliki gaya hidup konsumtif untuk memenuhi tuntutan hidupnya dan mereka
akan lebih nyaman dengan penampilannya.

Terdapat dua faktor yang dapat mempengaruhi gaya hidup seseorang


yaitu, faktor yang berasal dari dalam diri individu (internal) dan dari luar diri
individu (eksternal). Faktor internal tersebut meliputi sikap, pengalaman dan
2

pengamatan, konsep diri, kepribadian dan motif. Sedangkan faktor eksternal


meliputi kelas sosial, kelompok, referensi, keluarga dan kebudayaan. Setiap
individu perlu mendapatkan bimbingan dan konseling guna mengurangi gaya
hidup yang berlebihan.

Sedangkan menurut schifman dan kanuk mengatakan bahwa konsumen


dipengaruhi motif emosional seperti hal-hal yang bersifat pribadi atau seperti
status, harga diri, perasaan cinta dan lain sebagainya. Konsumen yang
dipengaruhi oleh motif emosional tidak mempertimbangkan apakah barang
yang dibeli sesuai dengan dirinya, sesuai dengan kebutuhannya, sesuai dengan
kemampuannya dan sesuai dengan standar atau kualitas yang diharapkan. Hal
inilah yang menyebabkan individu dapat berperilaku konsumtif (Astuti, 2006).

Dan penyebab lain terjadinya perilaku konsumtif pada remaja diduga


karena pengaruh kelompok (konformitas) yang tidak baik, mereka cenderung
mengonsumsi secara berlebihan. Hal ini juga telah dikemukakan oleh Glock,
berdasarkan hasil penelitiannya mengungkapkan konsumsi yang berlebihan
sangat ditentukan oleh sikap mudah terpengaruh oleh kelompok referensi.
Konformitas adalah suatu tuntutan yang tidak tertulis oleh kelompok teman
sebaya terhadap anggotanya namun memiliki pengaruh yang kuat dan dapat
menyebabkan munculnya perilaku-perilaku tertentu pada remaja anggota
kelompok tersebut.

Perilaku konsumtif dapat diartikan sebagai kecenderungan seseorang


untuk berperilaku secara berlebihan dalam membeli sesuatu secara rasional dan
lebih mengutamakan keinginan daripada kebutuhan. Keinginan yang lebih
besar dibandingkan kebutuhan dan konformitas akan menyebabkan dampak
negatif pada masyarakat karena pengeluaran ekonomi semakin tinggi dan akan
menimbulkan tindakan pemborosan. Peran konformitas pada perilaku
konsumtif sangat erat, Konformitas yaitu kecenderungan untuk mengubah
keyakinan atau perilaku agar sesuai dengan perilaku orang lain.

Manusia adalah makhluk sosial, manusia tidak bisa lepas dari kelompok.
Manusia saling membutuhkan satu sama lain ketergantungan tersebut
menjadikan manusia suka hidup berkelompok. Kelompok tidak hanya
mengandung sifat positif seperti untuk ajang berinteraksi, namun juga
mengandung sifat negatif seperti berfoya-foya. Bahkan untuk memasuki suatu
kelompok kita harus merubah diri guna untuk menyesuaikan pada kelompok itu
sendiri (konformitas). Didalam suatu kelompok saling menunjukkan
penampilan yang dipandang sebagai ukuran status sosial mereka masing-masing
di depan
3

teman-temannya. Hal ini akan mempengaruhi teman-teman yang lain untuk


berusaha mengikuti agar diterima dalam kelompok tersebut. Sehingga membuat
mereka mempunyai pola konsumtif untuk menunjukkan sifat lebih mahal
sehingga mempunyai kesan memaksa mengikuti gaya penampilan orang lain
agar terlihat setara dengan teman-teman kelompoknya.

Perilaku konsumtif amatlah variatif, tapi pada intinya perilaku


konsumtif membeli barang tanpa pertimbangan rasional atau bukan atas dasar
kebutuhan, pada kenyataannya secara oprasional indikator perilaku konsumtif,
diantaranya memakai sebuah produk karena unsur konformitas. Pulyadi
Haryono menjelaskan bahwa terdapat hubungan antara konformitas dengan
perilaku konsumtif. Artinya semakin tinggi konformitas maka semakin tinggi
perilaku konsumtif, sebaliknya semakin rendah konformitas maka semakin
sedikit peluang individu untuk berperilaku konsumtif.

Menurut Sumartono (2002) remaja secara psikologis masih berada dalam


proses pencarian jati diri dan lebih mudah terbawa emosi, karena seringkali kita
lihat dalam lingkungan remaja cenderung berperilaku boros tidak
memperhitungkan atau mempertimbangkan segala sesuatunya. Pola konsumtif
yang menjadi kebiasaan ini akan berubah menjadi obsesi, salalu ingin belanja
padahal tidak memerlukan, selalu mengikuti trand atau branded padahal
barang yang sebelumnya masih bisa dipakai dalam jangka waktu relatif singkat.
Jika dilihat wanita lebih memiliki kecenderungan yang lebih tinggi untuk
berlaku konsumtif dibandingkan pria karena wanita lebih tergoda untuk
berbelanja demi penampilannya. Dampaknya akan membuat mereka berbohong
kepada orang tua karena uangnya habis.

Ada beberapa macam perilaku konsumtif yang mengarah ke arah


shopaholic menurut Moningka (2006) addictive consumption adalah konsumsi
barang atau jasa karena ketagihan, compulsive consumption adalah berbelanja
secara terus menerus tanpa memperhitungkan apa yang ingin dibeli, inpulsive
buying adalah pembelian produk atau jasa yang dilakukan tanpa sebuah
perencanaan.

Perilaku konsumtif lainnya yang terlihat yaitu dengan adanya


kepemilikan HP (handphone) yang terbaru dan tercanggih serta kamera action
yang lagi trand sekarang ini. Mereka berlomba-lomba untuk memiliki
handphone tersebut
4

diantara teman-temannya yang sebenarnya bertujuan agar dipuji dan tidak


malu saat dimainkan. Dan hal ini dapat dilihat dari cara mereka berpenampilan
dengan memakai aksesoris yang bermerek seperti tas, sepatu, jam tangan dan
barang-barang bermerek lainnya.

Berdasarkan uraian diatas, fenomena menunjukkan bahwa perilaku


konsumtif pada remaja tidak lepas dari pengaruh kelompok dalam
mengonsumsi barang serta untuk menjunjung penampilan diri, adanya
keinginan yang sama dengan teman kelompoknya menyebabkan mereka mudah
terpengaruh oleh kelompok sebayanya. Maka penelitian tertarik untuk
melakukan penelitian lebih lanjut tentang “ gaya hidup boros dikalangan
remaja saat ini”.

B. IDENTIFIKASI MASALAH

Berdasarkan observasi yang telah dilakukan dan dari latar belakang di


atas ada beberapa masalah yang menjadi faktor yang mempengaruhi penulis
untuk menggali lebih dalam tentang sikap remaja saat ini yang berperilaku
konsumtif, dan yang dapat diidentifikasi adalah sebagai berikut:

1. pergaulan remaja yang mudah terpengaruh oleh teman sebaya.


Remaja yang memiliki sifat konsumtif adalah karena pengaruh
teman sebaya dalam kelompok pergaulannya.
2. Gaya hidup remaja yang mengikuti trand atau mode saat ini.
Sifat konsumtif yang sering terjadi adalah karena remaja yang
ingin mengikuti trand yang ada.
3. Gaya hidup mewah dan mahal pada usia remaja.
Remaja yang membeli barang mewah dan mahal agar terlihat
keren dari teman-temannya yang lain
4. Ingin menjaga gengsi.
Mereka akan membeli barang-barang yang tidak diperlukannya
dan melebihi kemampuan mereka demi gengsi terhadap orang lain.
5. Kebiasaan berbohong kepada orang tua yang muncul demi memenuhi
gaya hidup.
6. Perilaku konsumtif ini datang karena berasal yang mudah terpengaruh
oleh barang-barang yang ditawarkan lewat handphone mereka.
Hal tersebut menjadi pemicu para remaja berperilaku konsumtif karena ingin
memuaskan kebutuhannya dan gengsi sehingga arus komensalisme inilah yang
menyebabkan pola hidup boros. Dan dalam penelitian ini akan difokuskan pada
pembahasan mengenai perilaku konsumtif nya.
5
C. PEMBATASAN MASALAH

Berdasarkan identifikasi masalah yang disebutkan diatas, penelitian ini


memfokuskan pada dampak dan penyebab sikap konsumtif pada remaja,
penelitian ini akan dibatasi pada:

1. Penelitian akan mencangkup siswa dan para remaja di sekitar Bangko.


2. Perilaku sosial dan gaya hidup siswa dan remaja yang ada di Bangko
terutama di SMA NEGERI 1 MERANGIN.
3. Faktor yang membentuk gaya hidup siswa dan para remaja tersebut
yang ada di Bangko.
Pembatasan ini akan membantu menentukan dan memastikan bahwa hasil
penelitiannya fokus dan relevan dengan topik penelitian.

D. PERUMUSAN MASALAH

Berdasarkan latar belakang yang dikemukakan di atas, maka perumusan


masalah penelitian ini adalah:

1. Apa faktor munculnya sikap konsumtif pada remaja....


2. Apa dampak yang ditimbulkan dari sikap konsumtif ini apabila
dilakukan secara terus menerus....
3. Apa hubungan antara Konformitas dan perilaku konsumtif....
4. Cara mengatasi perilaku konsumtif tersebut....
5. Apa hubungan antara gaya hidup dengan perilaku konsumtif....
6. Apa saja karakteristik perilaku konsumtif...
7. Apa faktor yang mempengaruhi pembelian para konsumen...
8. Apa saja indikator perilaku konsumtif...
9. Apa yang dimaksud dengan perilaku konsumtif...

E. MANFAAT PENELITIAN

Adapun manfaat yang diharapkan oleh peneliti dari penelitian ini adalah
sebagai berikut:

1. Manfaat teoritis
a. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan referensi dan
masukan terhadap disiplin ilmu pengetahuan Dalam hal tentang
perilaku konsumerisme pada remaja.
b. Penelitian ini juga dapat diharapkan dapat menjadi salah satu
rujukan atau panduan dan acuan dalam penelitian selanjutnya
yang terkait dengan sikap konsumtif.
6

c. Sebagai karya ilmiah hasil penelitian ini diharapkan dapat


memberikan suatu deskripsi baru mengenai studi tentang
perilaku sosial konsumerisme.
d. Hasil penelitian ini mampu diharapkan mampu memberikan
kontribusi bagi pengembangan ilmu sosiologi sebagai karya
ilmiah yang diharapkan menambah referensi, wawasan dan
informasi yang terkait dengan perilaku sosial konsumerisme.
e. Menambah ilmu pengetahuan bagi siapa saja yang nantinya
akan mengambil penelitian serupa.
2. Manfaat praktis
a. Penelitian ini dapat menjadi acuan bagi para remaja dalam
pembinaan pribadi yang sehat yang berhubungan dengan
pembelian suatu produk untuk dapat lebih mengutamakan
kebutuhan yang menjadi prioritas utama bukan berdasarkan
keinginan atau gengsi semata, sehingga para remaja tidak
menjadi berperilaku konsumtif.
b. Bagi masyarakat, hasil penelitian ini diharapkan dapat
memberikan informasi penting bagi masyarakat luas pada
umumnya tentang perilaku sosial konsumerisme.
c. Dapat mengetahui secara umum mengenai perilaku sosial dan
gaya hidup remaja dan memberikan informasi dalam memilih
pergaulan yang sesuai dengan kepribadian dan lingkungan
sekitar, dan juga menjadikan pelajaran Untuk remaja
bagaimana cara berperilaku dan bergaul yang baik.

3. Manfaat umum
Sebagai bahan masukan untuk melakukan penelitian dan sebagai
bahan dari sumber informasi, bagi mereka yang belum mengetahui apa
itu perilaku sosial konsumerisme, dampak dan penyebab dari sikap
konsumtif tersebut.
7

BAB II
LANDASAN TEORI

A. TINJAUAN PUSTAKA

1. PENGERTIAN PERILAKU KONSUMTIF

Konsumsi secara umum dapat diartikan sebagai penggunaan


barang-barang dan jasa secara langsung akan memenuhi kebutuhan
manusia. Pemenuhan didalam sebuah kebutuhan hidup, manusia sering
merasa kurang puas dengan apa yang telah dinikmatinya. Semakin besar
materi yang didasari karena tidak adanya kebutuhan tapi karena adanya
keinginan, Tindakan seperti ini adalah perilaku konsumtif. Menurut
Sarwono, perilaku adalah segala sesuatu yang dilakukan oleh satu
individu dengan individu lainnya dan bersifat nyata, sedangkan
konsumtif adalah keinginan untuk mengonsumsi barang-barang yang
sebenarnya kurang diperlukan secara berlebihan untuk mencapai
sesuatu yang maksimal. Jadi perilaku konsumtif adalah sesuatu yang
dilakukan seseorang dengan mengonsumsi suatu barang atas dasar
keinginan bukan kebutuhan dengan berlebihan.

Perilaku konsumtif adalah sebagai bagian dari aktivitas atau


kegiatan mengonsumsi suatu barang dan jasa yang dilakukan oleh
konsumen (Munandar, 2012). Definisi tersebut memberikan gambaran
yang sederhana terkait dengan perilaku konsumtif, karena tidak
menjelaskan bahwa perilaku konsumtif merupakan kegiatan
mengonsumsi barang Yang dilakukan secara berlebihan. Secara lebih
spesifik bahwa perilaku konsumtif adalah perilaku individu yang tidak
dapat menahan keinginannya untuk membeli barang yang tidak
dibutuhkan tanpa melihat fungsi utama dari barang tersebut. Definisi
tersebut menunjukkan bahwa individu yang berperilaku konsumtif akan
cenderung membeli barang berdasarkan keinginan dari pada kebutuhan.

Menurut Heni (2013) melengkapi dengan menjelaskan bahwa


perilaku konsumtif ditandai dengan adanya kehidupan mewah yang
berlebihan, penggunaan segala hal yang dianggap mahal dan
memberikan kepuasan serta kenyamanan fisik sebesar-besarnya. Hal ini
juga didukung dengan gaya hidup belanja yang proses perubahan dan
perkembangannya didorong oleh keinginan dari pada kebutuhan.
Definisi tersebut melengkapi penjelasan dari teori- teori sebelumnya
dengan menjelaskan Perilaku konsumtif tidak hanya dipengaruhi oleh
hasrat keinginan individu, tetapi juga dipengaruhi oleh gaya hidup di
lingkungan individu.
8
Sejalan dengan definisi sebelumnya, menurut Wahyudi (2013)
juga menjelaskan bahwa perilaku konsumtif merupakan perilaku
seseorang yang tidak lagi berdasarkan pertimbangan dan pemikiran
yang rasional. Akan tetapi, lebih kepada adanya kecenderungan
matrealistik hasrat yang besar untuk memiliki benda-benda yang mewah
dan berlebihan, serta segala hal yang dianggap paling mahal hanya untuk
memenuhi hasrat kesenangan semata. Definisi tersebut mendukung
definisi sebelumnya, dimana definisi ini mampu menjelaskan bahwa
individu yang berperilaku konsumtif cenderung akan merasa bangga dan
merasa percaya diri jika membeli atau menggunakan barang-barang
bermerek.

Perilaku konsumtif lebih khusus menjelaskan keinginan untuk


mengonsumsi barang-barang yang sebenarnya kurang diperlukan secara
berlebihan untuk mencapai kepuasan yang maksimal (Tambunan,
2001:1). Menurut Aprilia & Hartoyo (2013:73) perilaku konsumtif adalah
perilaku individu yang dipengaruhi oleh faktor-faktor sosiologis didalam
kehidupannya yang ditunjukkan untuk mengonsumsi secara berlebihan
dan pemborosan dan tidak terencana terhadap jasa dan barang yang
kurang atau bahkan tidak diperlukan. Sedangkan menurut Paraswati
(1997) menyatakan perilaku konsumtif merupakan perbuatan secara
sadar tanpa diikuti adanya perencanaan pembelian dan tidak adanya
perkembangan tingkat urgensinya atau mendasar tidaknya pembelian
tersebut sebagai pemenuhan keinginan semata yang didorong oleh
interaksi sosial individu tersebut.

Kata “konsumtif” mempunyai arti boros, makna kata konsumtif


adalah sebuah perilaku yang boros yang mengonsumsi barang atau jasa
secara berlebihan (Wardhani, 2009). Perilaku konsumtif adalah
keinginan untuk mengonsumsi Barang – barang yang sebenarnya kurang
diperlukan secara berlebihan untuk mencapai kepuasan yang maksimal
(Tambunan, 2001). Perilaku konsumtif menurut Ancok (dalam
Praktiknya, 2008) adalah kecenderungan manusia untuk melakukan
konsumsi tiada batas, tidak lebih jarang manusia mementingkan faktor
emosi dibandingkan faktor rasionalnya atau lebih mementingkan
keinginan dari pada kebutuhan. Sependapat dengan pengertian tersebut,
menurut Suyasa dan Fransisca (2005) perilaku konsumtif adalah
Tindakan membeli barang bukan untuk mencukupi kebutuhan, tetapi
untuk memenuhi keinginan yang dilakukan secara berlebihan sehingga
menimbulkan pemborosan dan inefisiensi biaya. Menurut Lina dan
Rosyid (1997), perilaku konsumtif melekat pada seseorang bila orang
tersebut membeli sesuatu diluar kebutuhan rasional, dan pembelian tidak
lagi didasarkan pada faktor kebutuhan (need) tetapi sudah ada faktor
keinginan (want). Perilaku
9
konsumtif adalah suatu bentuk tindakan memakai produk yang tidak
tuntas.

Berdasarkan definisi-definisi yang ada diatas, perilaku konsumtif


adalah aktivitas membeli suatu barang yang berlebihan. Dimana
pembelian tersebut lebih cenderung dilakukan dengan pertimbangan
yang tidak masuk akal dan lebih mengutamakan keinginan daripada
manfaat dan kebutuhan barang tersebut.
Ada beberapa pengertian dari barat ahli mengenai perilaku konsumtif adalah
sebagai berikut:
a. Menurut Lubis, perilaku konsumtif adalah perilaku yang tidak lagi
berdasarkan pada pertimbangan yang rasional, melainkan karena
adanya keinginan yang sudah mencapai taraf yang sudah tidak
rasional lagi.
b. Menurut yayasan lembaga konsumen Indonesia, perilaku konsumtif
adalah kecenderungan manusia untuk menggunakan konsumsi tanpa
batas dan manusia lebih mementingkan faktor keinginan daripada
kebutuhan.
c. Menurut Anggasari, perilaku konsumtif adalah tindakan membeli
barang-barang yang kurang atau tidak diperhitungkan sehingga
sifatnya menjadi berlebihan.

2. ASPEK-ASPEK PERILAKU KONSUMTIF

Menurut Lina dan Rosyid, berikut adalah aspek-aspek yang


terdapat di dalam perilaku konsumtif:

a. Pembelian impulsif ( impulsive buying)


Menurut Kharis, impulsive buying adalah perilaku seseorang yang
apabila dalam membeli sesuatu tidak direncanakan terlebih dahulu,
sedangkan menurut Rook adalah pembelian yang terjadi ketika konsumen
mengalami desakan tiba-tiba yang biasanya sangat kuat dan menetapkan
untuk membeli sesuatu dengan segera. Dorongan pembelian ini adalah sifat
foya-foya dan dapat merangsang konflik emosional, sehingga aspek ini
mudah terjadi karena adanya keinginan konsumen yang berubah-ubah.
Aspek ini menunjukkan bahwa seseorang berperilaku suatu barang hanya
didasari oleh hasrat yang tiba-tiba atau keinginan yang sesaat, dilakukan
terlebih dahulu tanpa mempertimbangkannya, tidak memikirkan apa yang
akan terjadi kemudian dan biasanya bersifat emosional.

10
b. Pemborosan atau berlebihan
Perilaku konsumtif adalah sebagai salah satu perilaku yang
menghambur-hamburkan banyak uang tanpa disadari adanya kebutuhan
yang jelas. Boros adalah membelanjakan sesuatu tidak ada tempatnya
ataupun melebihi ukuran yang semestinya.
c. Mencari kesenangan (non rational buying)
Aspek ini adalah dimana konsumen membeli suatu barang yang
sebenarnya bukan untuk kebutuhan namun hanya dilakukan untuk mencari
kesenangan. Salah satu yang dicari adalah kenyamanan fisik dimana
seseorang akan merasa senang apabila menggunakan barang yang dapat
membuat dirinya lain dari pada yang lain dan akan membuat dirinya lebih
trandy.

3. INDIKATOR PERILAKU KONSUMTIF

Menurut Sumartono (2013) indikator perilaku konsumtif yaitu:

a) Membeli produk karena iming-iming hadiah.


Konsumen membeli suatu barang hanya karena adanya
hadiah yang ditawarkan pada produk tersebut dan biasanya akan
merasa rugi jika tidak segera membeli produk tersebut.
b) Membeli produk karena kemasannya menarik.
Konsumen sangat mudah terbujuk untuk membeli suatu
produk yang dikemas secara menarik dan berkesan, artinya
motivasi untuk membeli produk bukan karena fungsi produk
tersebut melainkan hanya karena tampilan bungkusnya yang
menarik.
c) Membeli produk karena menjaga penampilan gengsi.
Konsumen memiliki keinginan membeli yang tinggi, karena
pada umumnya konsumen mempunyai ciri khas dalam
berpakaian, berdandan, gaya rambut dan sebagainya dengan
tujuan menarik perhatian orang lain.
d) Membeli produk berdasarkan pertimbangan harga ( bukan atas
dasar manfaat)
Konsumen saat ini cenderung berperilaku yang ditandakan
oleh adanya kesenangan akan hidup mewah sehingga cenderung
membeli barang-barang yang dianggap dan terlihat mewah atau
Glamor.
e) Membeli produk hanya sekedar menjaga simbol atau status.

11
Konsumen mempunyai kemampuan membeli yang tinggi
baik dalam berpakaian, berdandan, gaya, dan sebagainya
sehingga hal tersebut dapat menunjang sifat eksklusif dengan
barang yang mahal dan memberi kesan berasal dari kelas sosial
yang lebih tinggi.
f) Membeli produk karena unsur konformitas terhadap model yang
mengiklankan produk.
Konsumen cenderung meniru perilaku tokoh yang
diidolakannya dalam bentuk menggunakan segala sesuatu yang
dapat dipakai tokoh idolanya.
g) Munculnya penilaian bahwa membeli produk dengan harga mahal
akan menimbulkan rasa percaya diri.
Konsumen sangat mudah terdorong untuk mencoba suatu
produk yang diiklankan karena mereka percaya apa yang
dikatakan oleh iklan dapat menumbuhkan percaya diri dan sesuai
dengan apa yang dikatakan di dalam iklan.
h) Keinginan mencoba lebih dari dua produk sejenis yang berbeda.
Konsumen akan cenderung menggunakan produk sejenis
dengan merek yang lain, meskipun produk yang sebelumnya
dimiliki tersebut belum habis dipakai.

Dari paparan diatas dapat disimpulkan bahwa indikator pengukuran perilaku


konsumtif adalah membeli produk karena iming-iming hadiah, kemasan menarik,
menjadi penampilan dan gengsi, atau pertimbangan harga (bukan atas dasar manfaat
atau kegunaannya), sekedar menjaga simbol status, unsur konformitas terhadap model
yang diiklankan, membeli dengan harga mahal, mencoba lebih dari dua produk sejenis
(merek berbeda).

4. FAKTOR-FAKTOR PERILAKU KONSUMTIF

Perilaku konsumtif terkadang membuat seseorang jauh lebih


mementingkan atau mendahulukan keinginan daripada kebutuhan.
Padahal, hal seperti ini tidaklah benar, seharusnya seseorang
mendahulukan kebutuhan yang jauh lebih penting daripada keinginan
yang sebenarnya tidak begitu dibutuhkan. Kehendak seseorang untuk
membeli atau memiliki suatu barang atau jasa bisa muncul karena faktor
kebutuhan ataupun faktor keinginan. Kebutuhan ini terkait dengan
segala sesuatu yang harus dipenuhi agar suatu barang berfungsi dengan
sempurna.

12

Di sisi lain, keinginan adalah terkait dengan hasrat atau harapan


seseorang yang jika dipenuhi belum tentu akan meningkatkan
kesempurnaan fungsi manusia ataupun suatu barang. Keinginan terkait
dengan suka atau tidak sukanya seseorang terhadap suatu barang dan
jasa, hal ini bersifat objektif tidak bisa dibandingkan antar satu orang
dengan orang lainnya.

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya perilaku


konsumtif, diantaranya:
1) Pendapatan: semakin tinggi pendapatan seseorang, maka
semakin tinggi pula tingkat konsumsinya. Begitu pula
sebaliknya, semakin rendah pendapat seseorang maka
semakin rendah pula tingkat konsumsinya.
2) Harga-harga barang atau jasa yang dikonsumsi: jika harga
barang atau jasa relatif rendah, maka pada umumnya orang-
orang akan menambahkan jumlah barang atau jasa yang
akan dikonsumsi.
3) Ikut-ikutan: kebanyakan orang terkadang ikut-ikutan
dengan orang lain dengan membeli barang yang sama agar
terlihat lebih trandy dan up to date dalam mengikuti
perkembangan zaman.
4) Ingin dipuji dan ingin tampil beda: ada segelintir orang yang
ingin dipuji dan tampil beda dengan membeli barang-barang
yang cukup mahal dan terbatas, padahal sebenarnya dia
tidak begitu membutuhkan barang tersebut.

Terkadang seseorang tidak menyadari akan kegunaan atau manfaat barang


ataupun jasa yang ia konsumsi. Karena dipengaruhi oleh beberapa faktor tersebut
maka seseorang tidak terlalu menghiraukan kegunaan atas api yang ia konsumsi,
karena yang terpenting baginya adalah rasa puas atau kepuasan yang telah didapatkan
dari barang atau jasa yang telah dikonsumsi.
Perilaku konsumtif tidak lepas dari proses keputusan pembelian. Proses
keputusan pembelian dimana seseorang akan membeli suatu produk atau jasa dengan
dipengaruhi berbagai faktor. Keputusan pembelian tersebut apabila berlebihan dalam
pembelian maka akan menjadi perilaku konsumtif. Perilaku konsumtif menurut Kotler
dipengaruhi oleh berbagai faktor yaitu:

13

a. aktor internal (faktor pribadi)

1) Persepsi
Persepsi adalah proses individu untuk mendapatkan, mengorganisasi,
mengolah dan menginterpretasikan informasi. Persepsi individu
tentang informasi tergantung pada pengetahuan, pengalaman,
pendidikan, minat, perhatian dan sebagainya.
2) Keluarga
Keluarga adalah kelompok yang terdiri atas dua orang atau lebih
yang berhubungan melalui darah, perkawinan, adopsi dan tempat
tinggal. Keluarga adalah organisasi pembelian konsumen yang paling
penting dalam masyarakat, dan telah menjadi obyek penelitian yang
ekstensif. Anggota keluarga merupakan kelompok acuan primer yang
paling berpengaruh. Keluarga primer terdiri dari orang tua dan
saudara kandung. Dari orang tua individu mendapatkan orientasi
atas agama, politik, ekonomi, ambisi pribadi, harga diri, dan cinta,
meskipun pembeli tidak berinteraksi secara intensif dengan
keluarganya maka pengaruh keluarga terhadap perilaku dapat tetap
signifikan.
3) Motivasi dan keterlibatan
Suwarman menyimpulkan bahwa motivasi muncul karena adanya
kebutuhan yang dirasakan oleh konsumen. Kebutuhan sendiri
muncul
karena konsumen merasakan ketidaknyamanan antara yang
seharusnya dirasakan dan yang sesungguhnya dirasakan. Kebutuhan
yang dirasakan tersebut mendorong seseorang untuk melakukan
tindakan untuk memenuhi kebutuhan itu.
4) Pengetahuan
Secara umum, pengetahuan dapat didefinisikan sebagai informasi
yang disimpan di dalam ingatan. Himpunan bagian dari informasi
total yang relevan dengan fungsi konsumen di dalam pasar disebut
pengetahuan konsumen. Menurut Engel, pengetahuan konsumen
dibagi dalam tiga bidang umum, yaitu pengetahuan produk (product
knowledge), pengetahuan pembelian (purchase Knowledge), dan
pengetahuan pemakaian (usage knowledge).
5) Sikap
Sikap merupakan kecenderungan faktor motivasional yang belum
menjadi tindakan. Sikap merupakan hasil belajar, sikap merupakan
nilai yang bervariasi (suka-tidak suka). Sikap ditujukan terhadap
suatu objek, bisa personal atau non personal.
6) Pembelajaran
Pembelajaran merupakan proses yang dilakukan secara sadar yang
berdampak terhadap adanya perubahan kognitif, afektif dan
psikomotor secara konsisten dan relatif permanen.

14
7) Kelompok usia
Usia mempengaruhi seseorang dalam pengambilan keputusan. Anak-
anak mengambil keputusan dengan cepat, cenderung tidak terlalu
banyak pertimbangan. Berbeda dengan halnya remaja, mereka
cenderung mulai mempertimbangkan beberapa hal seperti mode,
desain, warna dan sebagainya. Berbeda dengan halnya orang tua atau
dewasa, mereka akan mempertimbangkannya dengan matang,
dengan beberapa hal seperti harga, manfaat dan lain-lain.
8) Gaya hidup
Orang-orang yang berasal dari sub budaya, kelas sosial, dan
pekerjaan yang sama dapat memiliki gaya hidup yang berbeda. Gaya
hidup individu merupakan pola hidup di dunia yang diekspresikan
dalam aktivitas, minat, dan opini. Gaya hidup menggambarkan “
keseluruhan diri seseorang “,Yang berinteraksi dengan
lingkungannya.
9) Keadaan ekonomi
Pilihan produk sangat dipengaruhi oleh keadaan ekonomi seseorang.
Keadaan ekonomi terdiri dari penghasilan yang dapat dibelanjakan
(tingkat, kestabilan, pola, waktu) tabungan dan aktiva (persentase
yang lancar atau likuid), hutang, kemampuan untuk meminjam dan
sikap atas belanja dan menabung. Pemasar barang-barang yang peka
terhadap harga yang terus memperhatikan trand, penghasilan
pribadi, tabungan, dan tingkat bunga. Jika indikator ekonomi
menandai resesi, pemasar dapat mengambil langkah-langkah untuk
merancang ulang, melakukan penempatan ulang, dan menetapkan
kembali harga produk sehingga mereka dapat terus menawarkan
nilai pada pelanggan sasaran.

b. aktor eksternal
1) Budaya
Budaya merupakan variabel yang mempengaruhi perilaku konsumen
yang tercermin pada cara hidup, kebiasaan, dan tradisi dalam
permintaan akan bermacam-macam barang dan jasa yang
ditawarkan.
2) Kelas sosial
Kelas sosial mengacu pada pengelompokan orang yang sama dalam
perilaku berdasarkan posisi ekonomi mereka dalam pasar. Kelas
sosial ditentukan oleh banyak faktor antara lain pekerjaan, prestasi
pribadi, interaksi, pemilikan, orientasi nilai dan kesadaran kelas.
3) Keanggotaan dalam suatu kelompok
Setiap orang akan bergabung dengan kelompok-kelompok tertentu.
Alasan bergabungnya seseorang di dalam individu terkadang
dikarenakan misalnya memiliki kesamaan hobi, kesamaan profesi dan
sebagainya.

15
c. aktor situasional
Situasi dapat dipandang sebagai pengaruh yang timbul dari faktor
yang khusus untuk waktu dan tempat yang spesifik yang lepas dari
karakteristik konsumen dan karakteristik objek. Situasi konsumen dapat
dipisahkan menjadi tiga yaitu situasi komunikasi, situasi pembelian, dan
situasi pembelian.

Menurut Lina dan Rosyid (1997) menyatakan bahwa perilaku konsumtif pada
Dasarnya dapat dipengaruhi oleh dua faktor yaitu :
a. Faktor eksternal yang meliputi :

1) kebudayaan dan kebudayaan khusus


Budaya adalah faktor penentu keinginan dan perilaku seseorang
yang paling mendasar. Setiap kelompok atau masyarakat mempunyai
suatu budaya dan pengaruh kebudayaan pada perilaku membeli
beragam dari satu negara ke negara lain
2) Kelas sosial
Kelas sosial adalah sebuah kelompok yang relatif homogeny dan
Permanen, yang tersusun secara hierarkis dan para kelompoknya
Menganut nilai, minat dan perilaku yang serupa.
3) Kelompok sosial dan kelompok referensi
Interaksi seseorang didalam kelompok sosial akan berpengaruh
Terhadap pendapat dan seleranya. Sedangkan kelompok referensi
Adalah suatu kelompok yang memiliki pengaruh langsung atau tidak
langsung terhadap sikap atau perilaku seseorang tersebut. Kelompok
referensi membuat seseorang menjalani perilaku dan Gaya hidup baru,
dan mempengaruhi perilaku.
4) Keluarga
Keluarga merupakan organisasi pembelian konsumen yang paling
Penting dalam masyarakat, dan para anggota keluarga menjadi
Kelompok acuan primer yang paling berpengaruh. Kemudian
Mangkunegara (2009) menambahkan keluarga sebagai suatu unit
Masyrakat yang terkecil yang perilakunya sangat mempengaruhi Dan
menentukan dalam pengambilan keputusan membeli.

b. Faktor internal yang meliputi :

1) motivasi dan Harga diri


Motivasi adalah pendorong perilaku seseorang, tidak terkecuali
Melakukan pembelian. Kebutuhan yang cukup menekan Mengarahkan
seseorang untuk mencari kepuasan. Harga diri Berpengaruh pada
16
perilaku membeli. Seseorang yang harga dirinya Rendah cenderung
lebih mudah dipengaruhi daripada seseorang yang harga dirinya tinggi
(Sears, Freedman dan Peplau, 1991).
2) Pengamatan dan proses belajar
Sebelum seseorang membeli produk, seseorang akan mendasarkan
Pengamatannya terhadap produk tersebut. Jika produk tersebut Sesuai
maka seseorang tidak akan segan membelinya. Howard dan Weth (dalam
Wardani 2009) menyatakan bahwa pembelian yang dilakukan konsumen
juga merupakan suatu rangkaian proses Belajar.
3) kepribadian dan konsep diri
Kepribadian adalah ciri bawaan psikologi manusia yang Terbawa
kan, menghasilkan tanggapan yang relatif konsisten dan Bertahan lama
terhadap rangsangan lingkungannya. Kepribadian Biasanya di
gambarkan dengan menggunakan ciri bawaan seperti Kepercayaan diri,
dominasi, otonomi, kehormatan, kemampuan Bersosialisasi, pertahanan
diri dan kemampuan adaptasi. Octaviani Dan Kartasasmita (2017)
mengatakan konsep diri terbagi menjadi Beberapa komponen, antara
lain citra diri (body image). Cash (2002) mengatakan Body image adalah
persepsi dan sikap individu Terhadap tubuhnya.

Sedangkan menurut Suyasa dan Fransisca (2005) faktor-faktor yang


mempengaruhi munculnya Perilaku konsumtif yaitu :
a. Hadirnya iklan
Iklan merupakan pesan yang menawarkan sebuah produk yang
Ditujukan kepada khalayak lewat suatu media yang bertujuan untuk
mempengaruhi masyarakat untuk mencoba dan akhirnya membeli Produk yang
ditawarkan. Kehadiran iklan dalam kehidupan masyarakat mampu menggiring
seseorang untuk bertindak konsumtif (Sumartono, 2002
b. Konformitas
Konformitas umumnya terjadi pada remaja, khususnya remaja putri.
Hal tersebut disebabkan keinginan yang kuat pada remaja putri untuk Tampil
menarik, tidak berbeda dengan rekan-rekannya dan dapat Diterima sebagai
bagian dari kelompoknya.
c. Gaya hidup
Gaya hidup adalah pola hidup seseorang dalam dunia kehidupan Sehari-
hari yang dinyatakan dalam kegiatan, minat dan pendapat (Kotler, 1988).
Menurut Chaney (dalam Suyasa dan Fransisca, 2005) Munculnya perilaku
konsumtif disebabkan gaya hidup budaya barat. Pembelian barang bermerek
dan mewah yang berasal dari luar negeri Dianggap dapat meningkatkan status
sosial seseorang.
d. Kartu kredit
17

Kartu kredit menyediakan fasilitas kredit bagi penggunanya. Sehingga


penggunanya dapat menggunakan batas kredit yang ada tanpa takut Tidak
mempunyai uang ketika berbelanja. Berdasarkan pendapat beberapa ahli di
atas, dapat dipahami bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku
konsumtif yaitu hadirnya iklan, konformitas, Gaya hidup, kartu kredit, faktor
kebudayaan, kelas sosial, kelompok sosial dan Referensi, keluarga, pengamatan
dan proses belajar, motivasi dan harga diri, serta Kepribadian dan konsep diri.

Menurut Soekanto (2009) ada beberapa faktor penyebab terjadinya perilaku


konsumtif, yaitu:
A. Faktor sosiologis
Menurut Soekanto (2009) status sosial ekonomi orang tua, dalam
mengukur status sosial seseorang di masyarakat biasanya dipakai
penggolongan-penggolongan tertentu yang berdasarkan ukuran kekayaan,
kekuasaan, kehormatan, ilmu pengetahuan, ketokohan, dan popularitas.
Status sosial ekonomi dikatakan sebagai keadaan dari tingkat pendidikan,
pekerjaan dan penghasilan adalah untuk menggolongkan seseorang dalam
kelas-kelas sosial. Jadi dapat disimpulkan bahwa status sosial ekonomi orang
tua adalah kedudukan yang diukur dari kehormatan, ketokohan,
popularitas, tingkat pendidikan dan pendapatan orang tua.
Seorang remaja dari keluarga dengan status ekonomi yang tinggi
secara tidak langsung dapat mempengaruhi perilaku konsumtifnya.
Dukungan finansial yang cukup cenderung membuat seseorang mudah
untuk membelanjakan uangnya. Seperti yang dijelaskan diatas popularitas
orang tua juga termasuk dalam faktor sosiologis ini.
B. Kelompok referensi
Kelompok referensi (reference group) menurut Soekanto (2009) adalah
kelompok sosial yang menjadi acuan bagi seseorang (bukan anggota
kelompok) untuk membentuk pribadi dan perilakunya. Dalam hal ini
kelompok referensi bisa berasal dari keluarga, teman, saudara atau orang-
orang yang ada di sekitarnya. Kelompok referensi dapat mempengaruhi
perilaku membeli seseorang salah satunya informasi yang dimilikinya
kemudian diinformasikan lagi kepada orang lain yang ada di sekitarnya
untuk menjadi acuan membeli suatu produk.

Walaupun faktor konsumtif menurut para ahli berbeda-beda rapi dapat


disimpulkan bahwa faktor perilaku konsumtif adalah karena kelompok dan lingkungan
sekitar, ikut-ikutan teman, motivasi, Iklan-iklan produk dan juga karena gaya
hidupnya.

18

5. TIPE-TIPE PERILAKU KONSUMTIF

Menurut Moningka (2006), ada tiga tipe perilaku konsumtif,


yaitu:
a. Konsumsi adiktif (addictive consumption), yaitu mengonsumsi
barang atau jasa karena ketagihan.
b. Konsumsi kompulsif (compulsive consumption), yaitu berbelanja
terus menerus tanpa memperhatikan apa yang sebenarnya
menjadi kebutuhan.
c. Pembelian impulsif (impulsive buying), pada pembelian impulsif,
produk dan jasa memiliki daya guna bagi individu. Pembelian
produk atau jasa tersebut biasanya dilakukan tanpa
perencanaan.

6. KARAKTERISTIK PERILAKU KONSUMTIF

Konsumtif menjelaskan keinginan untuk mengonsumsi barang-


barang yang sebenarnya kurang diperlukan secara berlebihan untuk
mencapai kepuasan yang maksimal. Berdasarkan definisi di atas, maka
dalam perilaku konsumtif, Tambunan (2001:1) berpendapat ada dua
aspek mendasar, yaitu :

1) Adanya suatu keinginan mengonsumsi secara berlebihan.


Hal ini akan menimbulkan pemborosan dan bahkan
inefisiensi biaya, apa lagi bagi remaja yang belum
mempunyai penghasilan sendiri.

 Pemborosan
Perilaku konsumen yang memanfaatkan nilai uang
lebih besar dari nilai produknya untuk barang dan
jasa yang bukan menjadi kebutuhan pokok.
Perilaku ini hanya berdasarkan pada keinginan
untuk mengonsumsi barang-barang yang
sebenarnya kurang diperlukan secara berlebihan
untuk mencapai kepuasan yang maksimal.
 Inefisiensi biaya
Pola konsumsi seseorang terbentuk pada usia
remaja yang biasanya mudah terbujuk rayuan
iklan, suka ikut-ikutan teman, tidak realistis,
cenderung boros dalam menggunakan uangnya
sehingga menimbulkan inefisiensi biaya.

19

2) Perilaku tersebut dilakukan bertujuan untuk mencapai


kepuasan semata. Kebutuhan yang dipenuhi bukan
merupakan kebutuhan yang utama melainkan kebutuhan
yang dipenuhi hanya sekedar mengikuti arus mode, ingin
mencoba produk baru, ingin memperoleh pengakuan sosial
tanpa memperdulikan apakah memang dibutuhkan atau
tidak. Padahal hal ini justru akan menimbulkan
kecemasan. Rasa cemas disini timbul karena merasa harus
tetap mengikuti perkembangan dan Tidak ingin dibilang
ketinggalan.

 Mengikuti mode
Dikalangan remaja mode dianggap sangat penting
untuk menunjang penampilan mereka. Sehingga
mereka ingin menunjukkan bahwa mereka juga
dapat mengikuti mode yang sedang beredar.
Padahal mode itu sendiri selalu berubah sehingga
para remaja tidak puas dengan apa yang
dimilikinya.

 Memperoleh pengakuan sosial.


Perilaku Konsumtif pada remaja sebenarnya dapat
dimengerti bila melihat usia remaja sebagai usia
peralihan dalam mencari identitas diri. Remaja
ingin diakui eksistensinya oleh lingkungan dengan
berusaha menjadi bagian dari lingkungan itu.

7. FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERILAKU PEMBELIAN


KONSUMEN

Keputusan pembelian dari konsumen sangat dipengaruhi oleh beberapa


faktor penting. Faktor-faktor ini sangat penting untuk diketahui bagi
pemasar agar dapat menentukan strategi yang bahkan diterapkan.
Seperti yang telah dikemukakan oleh Philip Kotler bahwa perilaku
pembelian dipengaruhi oleh faktor-faktor budaya, sosial, pribadi, dan
sikologis. Masing-masing dari faktor tersebut memiliki sub faktor yang
menjadi elemen pembentukannya. Faktor-faktor budaya mempunyai
pengaruh yang paling luas dan dalam.

Faktor yang dipengaruhi keputusan konsumen ada 4,yakni:

a) Faktor budaya
Faktor budaya memiliki pengaruh yang sangat luas terhadap

20
perilaku konsumen, mencakup budaya dan sub budaya serta
kelas sosial. Budaya adalah suatu nilai-nilai dasar persepsi,
keinginan, dan tingkah laku dari keluarga dan institusi
lainnya. setiap perilaku konsumen dipengaruhi oleh berbagai
sistem Nilai dan normal budaya yang berlaku pada suatu
daerah tertentu, untuk itu perusahaan harus tahu produknya
dipasarkan di suatu daerah yang berkebudayaan yang seperti
apa dan bagaimana. Sub budaya adalah kelompok orang yang
mempunyai sistem nilai yang sama berdasarkan pada
pengalaman hidup dan situasi meliputi nasionalis, agama,
kelompok ras, dan wilayah geografis. Kelas sosial adalah devisi
atau bagian masyarakat yang relatif permanen dan teratur
dengan para anggotanya yang mengikuti nilai-nilai
kepentingan dan perilaku yang sama. Kelas sosial tidak
ditentukan oleh satu faktor saja tetapi ditentukan sebagai
suatu kombinasi pekerjaan, pendapatan, pendidikan dan
kekayaan.

b) Faktor sosial
Selain faktor budaya perilaku konsumen juga
dipengaruhi oleh faktor-faktor sosial seperti kelompok acuan,
keluarga, serta peran dan status sosial konsumen. Kelompok
acuan adalah kelompok yang memiliki pengaruh langsung atau
tidak langsung terhadap sikap dan tingkah laku seseorang.
Seperti teman, saudara, tetangga, dan rekan kerja, keluarga
adalah organisasi pembelian konsumen yang paling penting
dalam masyarakat dan anggota keluarga sangat
mempengaruhi perilaku pembelian. Sedangkan peran status
seseorang yang berpartisipasi di berbagai kelompok akan
membawa pada posisi tertentu. Setiap peran membawa status
yang mencerminkan penghargaan yang diberikan masyarakat.
Seseorang sering kali memiliki produk yang menunjukkan
status mereka dalam masyarakat.

c) Faktor pribadi
Keputusan seorang pembeli juga dipengaruhi oleh
karakteristik pribadi seperti usia dan tahap siklus hidup,
pekerjaan, keadaan ekonomi dan gaya hidup, serta
kepribadian dan konsep diri pembeli. Usia berhubungan erat
dengan perilaku dan selera seseorang, dengan bertambahnya
usia seseorang diikuti pula dengan perubahan selera terhadap

21
produk begitu pula dengan faktor pekerjaan dan keadaan
ekonomi. Pilihan produk sangat dipengaruhi oleh keadaan
ekonomi seseorang. Gaya hidup adalah pola hidup seseorang
yang diwujudkan dalam aktivitas, interest dan opininya yang
menggambarkan keseluruhan diri seseorang dalam
berinteraksi dengan lingkungannya. Sedangkan kepribadian
adalah karakteristik seseorang yang berbeda dengan orang
lain yang Menyebabkan respon yang relatif konsisten dan
bertahan lama terhadap lingkungan dan sekitarnya.

d) Faktor psikologis
Faktor psikologis yang mempengaruhi pilihan
pembelian terdiri dari 4 faktor yaitu motivasi, persepsi,
pengetahuan, keyakinan dan sikap. Motivasi adalah kebutuhan
yang cukup mendorong seseorang untuk bertindak dengan
memuaskan kebutuhan tersebut ketegangan akan berkurang,
sedangkan persepsi adalah proses yang digunakan seseorang
dalam memilih, mengatur dan menginterpretasikan masukan
informasi dan menciptakan gambaran yang berarti.
Dalam perilaku konsumen yang dipengaruhi oleh faktor budaya, sosial, pribadi,
dan psikologis dapat diambil kesimpulan bahwa dalam pembelian suatu produk
khususnya dalam pengambil keputusan. Para pembeli dipengaruhi oleh 4 faktor
tersebut, meskipun pengaruhnya pada setiap konsumen berbeda-beda. Faktor-faktor
yang mempengaruhi keputusan konsumen ini akan dapat menghasilkan petunjuk
bagaimana meraih dan melayani konsumen secara efektif dan efisien.

8. PENGARUH KONFORMITAS TERHADAP PERILAKU KONSUMTIF

Deaus (2001:75), mengemukakan bahwa konformitas berarti


tunduk pada tekanan kelompok meskipun tidak ada permintaan
langsung untuk mengikuti apa yang telah diperbuat oleh kelompok.
Sarwono (1995:206) mendefinisikan konformitas sebagai usaha dari
individu untuk selalu selaras dengan Norma-norma yang diharapkan
oleh kelompok. Myers (1999:203) mengemukakan bahwa konformitas
merupakan perubahan perilaku sebagai akibat dari tekanan kelompok.
Ini terlihat dari kecenderungan remaja untuk selalu menyamakan
perilakunya dengan kelompok acuan sehingga dapat terhindar dari
celaan maupun terasingkan. Sears (1994:76) berpendapat bahwa bila
seseorang menampilkan perilaku tertentu karena disebabkan oleh karena
orang lain menampilkan perilaku tersebut. Disebut konformitas.
22

Menurut Baron dan Byrne (1994:206) konformitas remaja adalah


penyesuaian perilaku remaja untuk menganut pada normal kelompok
acuan, menerima ide atau aturan-aturan yang menunjukkan bagaimana
remaja berperilaku. Jalaluddin (2004:148) mengatakan bahwa bila
sejumlah orang dalam kelompok mengatakan atau melakukan sesuatu,
ada kecenderungan para anggota untuk mengatakan dan melakukan hal
yang sama.

Priede dan Ferrel (1995:189-210) mengatakan bahwa kelompok


referensi atau kelompok teman sebaya mempengaruhi keputusan
pembelian bergantung pada sejauh mana individu tersebut melakukan
konformitas dan terpengaruh oleh kelompok serta kekuatan
keterlibatannya di dalam kelompok. Remaja yang berasal dari istilah
adolesence dari kata lain adolescere(kata bendanya, adolescentia) yang
berarti tumbuh menjadi dewasa. Istilah ini seperti yang digunakan saat
ini, mempunyai arti yang lebih luas, mencakup kematangan mental,
emosional, sosial, dan fisik (Hurlock 1999:206).awal masa remaja
berlangsung Kira-kira dari 13 tahun sampai 16 atau 17 tahun, dan akhir
masa remaja bermula dari usia 16 atau 17 tahun sampai dengan 18
tahun, yaitu usia matang secara hukum (Hurlock, 1999,206) jadi
mengenai batasan usia remaja Hurlock menyatakan usia remaja antara
13-18 tahun.

Salah satu tugas perkembangan masa remaja yang tersulit adalah


berhubungan dengan penyesuaian sosial. Remaja harus menyesuaikan
diri dengan lawan jenis dalam hubungan yang sebelumnya belum pernah
ada dan harus menyesuaikan diri dengan lingkungan keluarga dan
sekolah (Hurlock, 199:213).lebih lanjut Hurlock (1999:213)
menambahkan untuk mencapai tujuan dari pola sosialisasi dewasa,
remaja harus membuat banyak penyesuaian baru. Yang terpenting dan
tersulit adalah penyesuaian diri dengan meningkatnya pengaruh
kelompok sebaya, perubahan dalam perilaku sosial, pengelompokan
sosial yang baru, nilai-nilai baru dalam seleksi persahabatan.

Menurut Hurlock (1999:213), karena remaja lebih banyak berada


diluar rumah bersama dengan teman-teman sebaya pada sikap,
pembicaraan, minat, penampilan dan perilaku terkadang lebih besar dari
pada pengaruh keluarga. Misalnya sebagai besar remaja mengetahui
bahwa mereka memakai model pakaian yang sama dengan pakaian
anggota kelompok yang populer, maka kesempatan baginya untuk

23
diterima oleh kelompok menjadi lebih besar konformitas terhadap
kelompok teman sebaya ternyata merupakan suatu hal yang paling
banyak terjadi pada masa remaja. Agar remaja dapat diterima dalam
kelompok acuan maka penampilan fisik merupakan potensi yang
dimanfaatkan untuk memperoleh hasil yang menyenangkan yaitu merasa
terlihat menarik atau merasa mudah berteman.

Zebua dan Nurdjayadi (2001:75) mengemukakan bahwa


konformitas pada remaja umumnya terjadi karena mereka tidak ingin
dipandang berbeda dengan teman-temannya. Pada remaja, tekanan
teman sebaya lebih dominan. Hal ini disebabkan oleh besarnya keinginan
untuk menjaga harmonisasi dan penerimaan sosial dalam kelompok.
Konformitas muncul pada masa remaja awal yaitu antara 13 tahun
sampai 16 atau 17 tahun, yang ditunjukkan dengan cara menyamakan
diri dengan teman sebaya dalam hal berpakaian, bergaya, berperilaku,
berkegiatan dan sebagainya. Sebagian remaja beranggapan bila mereka
berpakaian atau menggunakan aksesoris yang sama dengan yang sedang
diminati kelompok acuan, maka timbul rasa percaya diri dan
kesempatan diterima kelompok lebih besar. Oleh karena itu remaja
cenderung menghindari penolakan dari teman sebaya dengan sikap
konform atau sama dengan teman sebaya.

Baron dan Byrne (1994:208) berpendapat bahwa seseorang


melakukan konformitas terhadap kelompok hanya karena perilaku
individu didasarkan pada harapan kelompok atau masyarakat. Berk
dalam Zebua dan Nurdjayadi (2001:75) menambah bahwa konformitas
terhadap kelompok teman sebaya ternyata merupakan suatu hal yang
paling banyak terjadi pada fase remaja.

Dari uraian pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa


konformitas merupakan perubahan perilaku remaja sebagai usaha untuk
menyesuaikan diri dengan norma kelompok acuan baik ada maupun
tidak ada tekanan secara langsung yang berupa suatu tuntutan tidak
tertulis dari kelompok teman sebaya terhadap anggotanya namun
memiliki pengaruh yang kuat dan dapat menyebabkan munculnya
Perilaku-perilaku tertentu pada remaja anggota kelompok tersebut.

Konformitas mempengaruhi berbagai aspek dalam kehidupan


remaja seperti pilihan terhadap aktivitas sekolah atau sosial yang akan

24
diikuti, penampilan, bahasa yang digunakan, sikap dan nilai-nilai yang
dianut. Melakukan konformitas pada remaja umumnya terdiri atas
keinginan untuk dilibatkan di dalam dunia teman sebaya, seperti
berpakaian seperti teman-teman dan keinginan untuk meluangkan waktu
dengan anggotanya (Santrock, 2002,46). Kebanyakan remaja berharap
menjadi anggota kelompok acuan dan menolak menjadi tampak beda.
Ketika pendapat remaja berbeda dengan pendapat kelompok maka
kemungkinan ia akan merasa tertekan dan berusaha mengubah
pendapatnya untuk melakukan konformitas dengan pendapat kelompok
tersebut. Penyesuaian diri dengan normal yang ada dalam kelompok
tanpa pemikiran yang mandiri disebut sebagai konformitas (Sarwono,
1995:206).

Perilaku konsumtif adalah tindakan remaja sebagai konsumen


dalam mendapatkan, menggunakan, dan mengambil keputusan dalam
memiliki suatu barang yang belum menjadi kebutuhannya serta bukan
menjadi prioritas utama, hanya karena ingin mengikuti mode, mencoba
produk baru, bahkan hanya untuk memperoleh pengakuan sosial dengan
dominasi faktor emosi sehingga menimbulkan perilaku konsumtif.
Perilaku konsumtif merupakan suatu fenomena yang banyak melanda
kehidupan masyarakat terutama yang tinggal di perkotaan. Fenomena ini
menarik untuk diteliti mengingat perilaku konsumtif juga banyak
melanda kehidupan remaja kota-kota besar yang sebenarnya belum
memiliki kemampuan finansial untuk memenuhi kebutuhannya. Remaja
memang sering dijadikan target pemasaran berbagai produk industri,
antara lain karena karakteristik mereka yang Labil, spesifik dan mudah
dipengaruhi sehingga akhirnya mendorong munculnya berbagai gejala
dalam perilaku membeli yang tidak wajar. Membeli dalam hal ini tidak
lagi dilakukan karena produk tersebut memang dibutuhkan, namun
membeli dilakukan karena alasan-alasan lain seperti sekedar mengikuti
arus kode, hanya ingin mencoba produk baru, ingin memperoleh
pengakuan sosial dan sebagainya.

Remaja banyak dijadikan target pemasaran berbagai produk


industri, karena karakteristik remaja yang cenderung labil dan mudah
dipengaruhi sehingga mendorong munculnya berbagai gejala perilaku
konsumsi yang tidak wajar (Zebua dan Nurdjayadi, 2001:72). Perilaku
membeli dikalangan remaja dapat menjadi ajang pemborosan biaya jika
perilaku konsumtif yang timbul didasarkan pada faktor-faktor diatas,
karena selain remaja masih berada dalam pengawasan orang tua maka
juga mendapat sumber dana masih dari orang tua. Dengan kata lain
remaja belum memiliki penghasilan sendiri dan melakukan pembelian

25
secara berlebihan dari yang diberikan (Tambunan, 2001:3). Remaja
cenderung menilai rekannya berdasarkan barang bermerek yang
dikenakannya dan remaja membutuhkan pertimbangan teman dalam
memutuskan barang yang akan dibeli. Remaja dengan sifat-sifatnya
tersebut merupakan sasaran pasar yang harus diperhatikan antara lain
remaja bisa dipandang sebagai konsumen langsung, karena sejumlah
uang yang dapat membeli kebutuhan sehari-hari. Pernyataan tersebut
menandakan bahwa remaja mempunyai kecenderungan perilaku
konsumtif seperti yang dikemukakan Kartono (1990:173) bahwa pada
masa remaja menjadi besarlah minat terhadap penampilan dirinya.

Lingkungan dalam kelompok acuan sangat berpengaruh dalam


berperilaku Konsumtif. Karena pada masa remaja penampilan secara
fisik seperti bentuk tubuh, cara berbusana dan kesenangan erat
kaitannya dengan kesan penilaian orang lain. Dalam membelanjakan
uangnya kadangkala remaja dinilai kurang efisien, karena pembelian
barang yang dilakukan oleh remaja bukan lagi untuk memenuhi
kebutuhan semata, tetapi karena keinginan untuk meniru orang lain,
mencoba produk baru atau memperoleh pengakuan sosial.

Produk-produk yang dipandang sebagai simbol status dikalangan


remaja sangat mempengaruhi kebutuhan dan perilaku hidup mereka.
Sebagai bagian dari masyarakat yang orientasinya tinggi, remaja
semakin sadar akan produk-produk baru dan bermerek. Remaja akan
cenderung meniru model-model baru dan hal ini diperkuat dengan
maraknya majalah remaja, iklan dan media lain yang langsung maupun
tidak langsung mengeksploitasi gaya hidup mewah dan mencolok. Tanpa
disadari hal tersebut mendorong seseorang untuk membeli dan membeli
terus sehingga menyebabkan remaja semakin terjerat dalam pola hidup
yang konsumtif.

Berdasarkan pernyataan-pernyataan tersebut di atas, tampak


bahwa remaja yang menginginkan harmonisasi dan dukungan emosi
dalam menjalin persahabatan akan lebih mudah dalam melakukan
konformitas, mengikuti normal yang berlaku di kelompok, meskipun
tidak ada paksaan secara langsung untuk hal itu. Remaja akan
menyamakan tingkah laku, hobi, gaya hidup, penampilan agar tidak
beda dengan rekan-rekannya dan dapat diterima sebagai bagian dari
kelompoknya, maka perilaku konsumtif pun terjadi.

26

9. PENGARUH GAYA HIDUP PADA PERILAKU KONSUMTIF

Menurut Waseza & Yulianto (2016) merupakan gaya hidup


merupakan faktor personal yang menentukan perilaku seseorang dalam
mengonsumsi produk. Menurut Setiadi (2013) gaya hidup
diidentifikasikan sebagai cara hidup bagaimana seseorang menghabiskan
waktu mereka ( aktivitas) apa yang mereka anggap penting dalam
lingkungannya (ketertarikan), dan apa yang mereka pikirkan tentang
diri mereka sendiri dan juga dunia disekitarnya (pendapat). Gaya hidup
seseorang akan berbeda dengan yang lainnya. Bahkan dari masa ke masa
gaya hidup individu dan kelompok masyarakat akan bergerak dinamis.

Gaya hidup (life style) menunjukkan bagaimana orang hidup,


bagaimana mereka membelanjakan uangnya, dan bagaimana mereka
mengalokasikan waktu mereka (Mowen & Minor 2002). Menurut Kotler
dan Keller (2016) menyatakan gaya hidup merupakan pola hidup
seseorang yang diekspresikan dalam kegiatan, minat dan pendapatnya.
Penelitian Rois & Bowo (2019) menunjukkan hasil bahwa gaya hidup
memiliki pengaruh positif signifikan terhadap perilaku konsumtif. Sama
halnya dengan penelitian yang dilakukan Kanserina (2015)
menyimpulkan bahwa gaya hidup berpengaruh secara positif terhadap
perilaku konsumtif.

Gaya hidup merupakan sesuatu yang dapat membentuk pola


perilaku seseorang, termasuk perilaku dalam mengonsumsi suatu produk
barang dan jasa. Seorang individu dalam mengonsumsi suatu produk
akan menyesuaikan dengan gaya hidup mereka. Gaya hidup yang
menjadi tren konsumsi suatu produk dapat mengindikasikan perilaku
konsumtif seseorang. Berdasarkan beberapa definisi diatas, maka dapat
dikatakan bahwa gaya hidup merupakan cara hidup atau kebiasaan yang
ditunjukkan dengan perilaku seseorang yang dapat diidentifikasikan
melalui kegiatan, minat, dan pendapatnya.

Gaya hidup adalah pola dimana orang hidup dan menghabiskan


waktu serta uang. Gaya hidup merupakan pendorong dasar yang
mempengaruhi kebutuhan dan sikap individu, juga mempengaruhi
aktivitas pembelian dan penggunaan produk. Dengan demikian, gaya
hidup adalah aspek utama yang mempengaruhi proses pengambilan
keputusan seseorang dalam membeli produk. Pada teori behavioristik
terdapat tiga pendekatan salah satunya pendekatan psikonalisasi
merupakan satu pendekatan dalam memahami suatu perilaku, dimana
teori ini memandang bahwa ketidaksadaran lebih memerankan peranan
dalam suatu perilaku dibandingkan kesadaran. Ketidaksadaran pada
teori
27

psikoanalisis ini dapat dikaitkan dengan gaya hidup, dimana dimana


gaya hidup disini merupakan pola hidup seseorang yang diekspresikan
dalam kegiatan, minat dan pendapatnya.

Pendapat ini dikuatkan dengan pendapat Patricia & Handayani


(2014) ada pengaruh positif signifikan gaya hidup terhadap perilaku
konsumtif, semakin tinggi gaya maka semakin tinggi perilaku
konsumtifnya. Kanserina (2015) dalam penelitiannya juga menyatakan
gaya hidup berpengaruh positif terhadap perilaku konsumtif. Penelitian
Astiningrum (2015) menunjukkan bahwa gaya hidup berpengaruh
terhadap perilaku konsumtif remaja.

Pada era globalisasi ini pengaruh gaya hidup cukup besar


menentukan perilaku konsumtif seseorang. Gaya hidup mampu
membentuk perilaku seorang individu, termasuk perilaku dalam
mengonsumsi barang dan jasa. Gaya hidup adalah gambaran tentang
perilaku seseorang yang bisa diidentifikasikan melalui kebiasaan, minat,
dan pendapatnya. Gaya hidup dapat mempengaruhi remaja dalam
berperilaku konsumtif. Semakin tinggi gaya hidup remaja maka perilaku
konsumtif semakin tinggi, demikian pula sebaliknya apabila gaya hidup
remaja rendah maka kecenderungan untuk berperilaku konsumtif pun
cenderung rendah. Dari penjelasan tersebut dapat disimpulkan
bahwasanya gaya hidup dapat berpengaruh terhadap perilaku
konsumtif.

10. DAMPAK DARI PERILAKU KONSUMTIF

Perilaku konsumtif sangat tergantung dari beberapa faktor


diantaranya adalah pendapatan, selera, harga-harga barang yang
dikonsumsi, dan keadaan ekonomi konsumen pada saat itu. Sebagai
contoh, seseorang yang memiliki pendapatan tinggi, tentu akan lebih
banyak barang/jasa yang dikonsumsi bila dibandingkan dengan orang
yang memiliki pendapatan yang lebih rendah. Demikian juga harga-
harga barang konsumsi, bila harga barang konsumsi rendah maka
orang-orang pada umumnya akan menambah jumlah barang tersebut
untuk dikonsumsi. Kegiatan mengonsumsi yang berlebihan dapat
menimbulkan perilaku konsumtif masyarakat.

Dalam upaya mengejar kehidupan yang layak, perilaku konsumtif


setiap manusia berbeda-beda. Ada yang suka membelanjakan seluruh
penghasilannya untuk konsumsi, ada pula yang menyisihkan sebagian
uangnya untuk ditabung. Suatu keadaan atau kecenderungan untuk
membelanjakan seluruh pendapatan pada barang konsumsi disebut
28
perilaku konsumtif. Perilaku konsumtif memiliki aspek positif dan aspek
negatif. Berikut dampak positif dan negatifnya :

a. Dampak positif perilaku konsumtif

1) Membuka dan menambah lapangan pekerjaan, karena akan


membutuhkan tenaga kerja lebih banyak untuk memproduksi barang
dalam jumlah besar.
2) Meningkatkan motivasi konsumen untuk menambah jumlah penghasilan,
karena konsumen akan berusaha menambah penghasilan agar bisa
membeli barang yang diinginkan dalam jumlah dan jenis yang beraneka
ragam.
3) Menciptakan pasar bagi produsen, karena bertambahnya jumlah barang
yang dikonsumsi masyarakat maka produsen akan membuka Pasar-
pasar baru guna mempermudah memberikan pelayanan kepada
masyarakat.
4) Kebutuhan manusia terpenuhi.
5) Memberikan keuntungan kepada penjual/distributor.
6) Memperoleh kenyamanan.

b. Dampak negatif perilaku konsumtif

1) Pola hidup boros dan akan menimbulkan kecemburuan sosial, karena


orang akan membeli semua barang yang diinginkan tanpa memikirkan
harga barang tersebut murah atau mahal, barang tersebut diperlukan
atau tidak, sehingga bagi orang yang tidak mampu mereka tidak akan
sanggup mengikuti pola kehidupan yang seperti itu.
2) Mengurangi kesempatan untuk menabung, karena orang akan lebih
banyak membelanjakan uangnya dibandingkan untuk menabung dan
investasi.
3) Cenderung tidak memikirkan kebutuhan yang akan datang, orang akan
mengonsumsi lebih banyak barang pada saat sekarang tanpa berpikir
kebutuhannya dimasa mendatang.
4) Sifat boros, yang hanya menghambur-hamburkan uang dalam arti hanya
menuruti nafsu belanja dan keinginan semata.
5) Kesenjangan atau ketimpangan sosial, artinya dikalangan masyarakat
terdapat kecemburuan, rasa iri, dan tidak suka didalam lingkungannya
dia berada.
6) Tindakan kejahatan, artinya seseorang menghalalkan berbagai cara
untuk mendapatkan barang yang diinginkannya.
7) Akan memunculkan orang-orang yang tidak produktif, dalam arti tidak
dapat menghasilkan uang melainkan hanya memakai dan
membelanjakannya saja.
8) Memupuk sikap atau gaya hidup konsumerisme
29

11. CARA MENGATASI PERILAKU KONSUMTIF

Ada dua cara yang efisien dalam mengatasi perilaku konsumtif,


antara lain yaitu :

1. Self management

Alimuddin & kustiah (2012) mengemukakan bahwa


teknik self management adalah teknik konseling yang membantu
konseli untuk bisa mengarahkan atau mengatur tingkah
Lakunya sendiri. Sementara Annisa (2017:35) berpendapat
bahwa teknik self management merupakan proses dimana
konseli mengarahkan perubahan tingkah laku mereka sendiri
dengan menggunakan keterampilan yang diperoleh dalam
proses konseling.

Keterampilan tersebut digunakan konseli untuk


memotivasi diri, mengelola semua unsur yang ada di dalam
dirinya, Berusaha untuk memperoleh apa yang ingin dicapainya
serta mengembangkan pribadinya agar menjadi lebih baik.
Ketika konseli dapat mengelola semua unsur yang terdapat di
dalam dirinya yang meliputi pikiran, perasaan dan tingkah laku
maka dapat dikatakan bahwa konseli telah memiliki self
management yang baik.

Berdasarkan pendapat dari beberapa ahli diatas, peneliti


menyimpulkan bahwa teknik self management merupakan
teknik yang mengarahkan konseli untuk mengubah tingkah
lakunya ke arah yang lebih efektif sesuai dengan apa yang
diinginkan dirinya melalui proses tingkah belajar perilaku baru
dengan menggunakan satu strategi atau gabungan beberapa
strategi. Dimana teknik self management ini dikatakan Berhasil
jika konseli dapat mengelola semua unsur yang terdapat di
dalam dirinya yang meliputi pikirannya, perasaannya serta
tingkah lakunya.

2. Restrukturisasi kognitif

Secara historis, restrukturisasi kognitif adalah sebuah


tipe strategi paradoksikal yang digubahkah dalam terapi
perilaku kognitif, terapi adlerian, terapi keluarga strategik, dan
terapi keluarga struktural (Erford, 2017). Teknik restrukturisasi
30
kognitif sebenarnya berevolusi dari teori Adlerian, tetapi
dibahas di sini karena dimensi kognitifnya. Dalam terapi
sistemik dan terapi terfokus-solusi, restrukturisasi kognitif
menekankan meredefinisi pengalaman dan masalah dalam
konteks sistem sosial dan kultural. Sebagai sebuah pertukaran
interpersonal aktif, restrukturisasi kognitif didasarkan pada
epistemologi konstruksi-sosial.

Teknik restrukturisasi kognitif membantu individu


mengurangi perilaku konsumtif dengan cara memodifikasi pola
pikir dan perilaku tertentu. Teknik ini juga lebih mengobati
pada upaya membelajarkan konseli agar mampu memiliki cara
berpikir yang lebih positif dalam berbagai peristiwa-peristiwa
kehidupan. Teknik restrukturisasi kognitif adalah teknik yang
dilakukan untuk membantu konseli menetapkan hubungan
antara persepsi dan kognisi nya dengan emosi dan perilakunya,
dan untuk mengidentifikasi persepsi atau kognisi nya yang salah
atau merusak diri, dan mengganti persepsi atau kognisi tersebut
dengan persepsi yang lebih meningkatkan diri.

Cormier (Eriord, 2016) Menjelaskan jenis restrukturisasi


kognitif menjadi dua jenis yaitu context restrukturisasi kognitif
dimana Pemaknaan kembali pengalaman yang sama sekali
berbeda dengan pemaknaan sebelumnya. Jenis yang kedua yaitu
content restrukturisasi kognitif dimana pemaknaan kembali
pada isi pengalaman yang sama dengan menghasilkan
pemaksaan yang berbeda dengan pemaknaan selanjutnya.

Pada proses perlakuan ke konseli dilakukan ke dalam 6


kegiatan yang tetap merujuk pada tahapan Pelaksanaan
restrukturisasi kognitif. Adapun kegiatan itu yaitu,
rasionalisasi, identifikasi pikiran ke dalam situasi, pengenalan
dan latihan Coping thought, Peralihan pikiran negative ke
coping tought, latihan penguatan positif dan evaluasi.
Selanjutnya konselor akan memperkuat konseli bahwa
kecanduan merugikan dirinya sendiri. Berdasarkan uraian di
atas dapat disimpulkan bahwa teknik restrukturisasi kognitif
dengan beberapa perlakuan-perlakuan tersebut dapat
membantu remaja mengurangi konsumtif. Hal ini berarti
penggunaan restrukturisasi kognitif dapat mengurangi
konsumtif.

Selain dua cara di atas, untuk mengatasi perilaku konsumtif bisa dengan cara
membuat daftar prioritas kebutuhan, menabung, dan membuat anggaran belanja.
Cara diatas sangat tepat dalam mengatasi perilaku konsumtif.
31
B. HASIL PENELITIAN YANG RELEVAN

Hasil penelitian terdahulu yang relevan untuk mengetahui dan


memberikan gambaran dan pendukung untuk variabel yang akan diteliti dalam
penelitian ini. Dan peneliti menemukan ada peneliti lain yang juga membahas
mengenai variabel yang akan diteliti di dalam penelitian ini.

Penelitian pertama yaitu Nurachma & Arief (2017) meneliti perilaku


konsumtif pada siswa kelas XI IPA SMA kesatrian 1 Semarang, hasil penelitian
menunjukkan ada pengaruh positif kelompok teman sebaya terhadap perilaku
konsumtif siswa secara persiapan sebesar 12,81% dan ada pengaruh negatif
finansial literacy terhadap perilaku konsumtif. Selain itu terdapat pula
penelitian oleh Rois & Bowo (2019) membahas mengenai penggunaan media
sosial, literasi keuangan dan gaya hidup sebagai variabel independen, Penelitian
ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara gaya hidup hedonis dengan
perilaku konsumtif pada remaja. Penelitian oleh Watung (2018) berjudul the
influence of financial literacy social Enviromment factors and Cultural factors to
consumptive behaviour, (survey on faculty of economics students, Manado states
university-Indonesia) Menunjukkan bahwa financial literacy berpengaruh
terhadap perilaku konsumtif.

Penelitian oleh Anggraini & Santhoso (2017) yang berjudul hubungan


antara gaya hidup hedonis dengan perilaku konsumtif pada remaja dengan
terdapat hasil hubungan positif antara gaya hidup hedonis dengan perilaku
konsumtif pada remaja, hipotesis diterima. Penelitian Alamanda (2018) dengan
hasil terdapat hubungan positif gaya hidup terhadap perilaku konsumtif dengan
nilai korelasi 0,549 yang dilakukan pada mahasiswa fakultas ekonomi dan bisnis
universitas mulawarman Samarinda. Penelitian oleh Drifand (2018) dengan
judul pengaruh literasi ekonomi dan teman sebaya terhadap perilaku konsumsi
mahasiswa pendidikan ekonomi universitas PGRI Semarang menunjukkan
bahwa hasil analisis data teman sebaya (X2) terhadap perilaku konsumsi
mahasiswa (Y) maka dapat disimpulkan bahwa HI diterima.

Penelitian lain dimana mahasiswa sebagai subjeknya oleh Saputra (2019)


dengan judul pengaruh terpaan online shop di instagram terhadap perilaku
konsumtif mahasiswa (studi pada mahasiswa profil ilmu komunikasi Fisip
Unmul) penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh terpaan online
shop di instagram terhadap perilaku konsumtif. Penelitian ini menggunakan
pendekatan kuantitatif berjenis penelitian deskriptif kuantitatif. Metode yang
digunakan adalah metode survei dengan teknik skala likert. Sekjen penelitian ini

32
adalah mahasiswa program studi ilmu komunikasi fakultas ilmu sosial dan ilmu
politik universitas mulawarman menunjukkan bahwa dari semua aspek variabel
independen yang diuji secara persiapan yaitu frekuensi terpaan, selcctive
attention, motivasi, kepercayaan, pendapat dan pembujukan, serta kepribadian
dan penyesuaian diri tidak berpengaruh signifikan terhadap perilaku konsumtif.

Astiningrum (2015) dengan penelitian berjudul pengaruh gaya hidup dan


literasi keuangan terhadap perilaku konsumtif mahasiswa prodi PJKR UPGRIS
dengan hasil penelitian diketahui bahwa gaya hidup berpengaruh terhadap
perilaku konsumtif mahasiswa dan literasi keuangan berpengaruh terhadap
perilaku konsumtif mahasiswa serta gaya hidup dan literasi keuangan secara
simultan berpengaruh terhadap perilaku konsumtif mahasiswa. Penelitian oleh
Chandra (2016) yang berjudul consumptive behaviour of university student ini
islamic economics perspective menunjukkan bahwa kelompok teman sebaya tidak
signifikan berpengaruh terhadap perilaku konsumtif mahasiswa ekonomi Islam.

Perilaku konsumtif sendiri sudah pernah dilakukan penelitian oleh


Nurjanah, et Al., (2018) dengan judul effect of economic literacy and conformity on
student consumptive behaviour, penelitian tersebut memiliki tujuan untuk
mengetahui pengaruh literasi ekonomi dan konformitas terhadap perilaku
konsumen. Metode penelitian yang digunakan adalah survei, teknik
pengambilan sampel menggunakan propotional random sampling. Berdasarkan
analisis uji persyaratan, data terdistribusi normal dan memiliki hubungan linier.
Kesimpulan penelitian menyatakan ada pengaruh negatif literasi ekonomi
terhadap perilaku konsumtif pada siswa MAN 3 Jakarta, sedangkan
konformitas berpengaruh positif signifikan terhadap hal tersebut. Penelitian lain
tentang perilaku konsumtif juga dilakukan oleh Anwar et al., (2019) dimana
penelitian tersebut membahas tentang gaya hidup konsumtif siswa sebagai
akibat terpukul oleh iklan di media massa internet terlihat dari banyaknya
kepemilikan barang seperti siswa perempuan yang memiliki sejumlah peralatan
kecantikan dengan berbagai merek dan gadget lebih dari satu, dan laki-laki
lebih terlihat di gadget saja, mereka cenderung lebih memiliki lebih dari satu
gadget, meskipun salah satunya masih dapat digunakan.

Dalam penelitian Enrico (2014) dengan judul The factors that influenced
consumptive behavior : A survey of university student ini Jakarta yang memiliki
tujuan untuk mengetahui faktor-faktor apa yang memengaruhi perilaku
konsumtif masyarakat dengan mahasiswa di Jakarta sebagai responden. Metode
Yang digunakan adalah penelitian kuantitatif dengan menyebarkan kuesioner.
Dari
33

penelitian, penulis menyimpulkan bahwa penggunaan produk dan daya beli,


status sosial, prestise dan kepuasan terkait dengan kecenderungan orang untuk
memiliki perilaku konsumtif. Oleh karena itu, dengan mengetahui faktor-faktor
tersebut, semoga orang akan dapat menekan perilaku konsumtif mereka atau
membantu orang-orang disekitar untuk tidak menjadi konsumtif.

Sedangkan penelitian perilaku konsumtif milik Niederl & Mesicek (2017)


dengan judul Visualisation of consumptive behaviour on the basis of material intensitas
menjelaskan proses mengembangkan kuesioner untuk penilaian diri dari
perilaku
konsumtif terutama untuk orang yang lebih muda. Mereka berpendapat bahwa
salah satu cara Untuk membalikkan tren saat ini adalah menawarkan informasi
online. Penelitian ini memungkinkan orang yang tertarik untuk melihat aliran
material yang disebabkan oleh perilaku konsumtif mereka di area tertentu dan
karenanya menginspirasi mereka untuk memikirkan kembali perilaku mereka.
Analisis aliran bahan (MFA) berfungsi sebagai dasar metodologi dan intensitas
bahan per unit layanan (MIPS) sebagai indikator masing-masing.

Teori konsumsi Dusenberry mengemukakan bahwa jumlah konsumsi


seseorang dan masyarakat tergantung dari besarnya pendapatan tertinggi yang
pernah dimiliki atau dicapai oleh seseorang atau masyarakat tersebut. Teori
Dusenberry tersebut berdasarkan pada dua asumsi yaitu interdependen dan
irreversibel. Interdependen adalah besar konsumsi seseorang yang dipengaruhi
oleh besarnya konsumsi orang lain. Yaitu misalnya seseorang dengan tingkat
pengeluaran konsumsi yang sederhana, namun tinggal di lingkungan
masyarakat dengan tingkat konsumsi yang tinggi. Maka hal tersebut akan
mempengaruhi pola hidup dan tingkat konsumsi seseorang yang pada awalnya
hanya memiliki tingkat konsumsi yang rendah menjadi tingkat konsumsi yang
tinggi. Irreversibel adalah tingkat pengeluaran konsumsi yang menyesuaikan
dengan jumlah pendapatan yang dimiliki. Yaitu misalnya ketika seseorang
memiliki pendapatan yang tinggi, maka tingkat pengeluaran konsumsinya pun
menjadi tinggi atau besar. Namun ketika seseorang mengalami penurunan
pendapatan, maka tingkat pengeluaran konsumsinya pun menjadi rendah atau
ikut menurun.

Baudrillard (1998: 32) menyatakan, situasi masyarakat kontemporer


dibentuk oleh kenyataan bahwa manusia sekarang dikelilingi oleh faktor
konsumsi. Pada kenyataannya manusia tidak akan pernah merasa terpuaskan
atas kebutuhan-kebutuhannya. Baudrillard (Nanang, 2012 134), rasionalitas
konsumsi dalam sistem masyarakat konsumen telah jauh berubah, karena saat
ini masyarakat membeli barang bukan sebagai upaya untuk memenuhi
kebutuhan (needs) namun lebih sebagai pemenuhan hasrat (desire). Masyarakat
konsumsi akan “membeli” simbol-simbol yang melekat pada suatu objek,
sehingga objek-objek konsumsi banyak yang terkikis nilai tukarnya. Nilai
simbolis kemudian
34
menjadi sebuah komoditas. Untuk guna dan menjadi objek konsumsi, suatu
objek harus menjadi tanda (sign), karena hanya dengan cara demikian, objek
tersebut dapat dipersonalisasi dan dapat di konsumsi.

Teori konsumsi Baudrillard, mengatakan bahwa masyarakat


konsumerisme pada masa sekarang tidak didasarkan kepada kelasnya tetapi
pada kemampuan konsumsinya. Siapapun bisa menjadi bagian dari kelompok
apapun jika sanggup mengikuti pola konsumsi kelompok tersebut. Konsumsi
menurut Baudrillard adalah tindakan sistematis dalam memanipulasi tanda,
dan untuk menjadi objek konsumsi, objek harus mengandung atau bahkan
menjadi tanda. Inti teori Baudrillard adalah memperdebatkan makna dengan
realita, melihat realitas kontemporer kemudian merefleksikan masa depan
dengan memberi peringatan dini tentang apa yang akan terjadi di masa
mendatang jika kecenderungan realitas kontemporer hari ini terus berlanjut.
Menurut analisis Baudrillard, globalisasi telah menyebabkan masyarakat
perkotaan menjadi satu model global yang berperilaku “seragam”.
Keseragaman ini disebabkan karena pengaruh media yang berperan dalam
menyebarkan tanda-tanda dalam setiap kehidupan. Hal tersebut berakibat pada
pergeseran pola pikir dan logika konsumsi masyarakat.

Menurut teori Baudrillard, kini logika konsumsi masyarakat bukan lagi


berdasarkan use value atau Exchange value melainkan hadir nilai baru yang
disebut “symbolic value”. Maksudnya, orang tidak lagi mengonsumsi objek
berdasarkan nilai tukar atau nilai guna, melainkan karena nilai tanda / simbolis
yang sifatnya abstrak dan terkonstruksi. Hal ini disebabkan karena beberapa
bagian dari tawaran iklan justru menafikan kebutuhan konsumen akan
keunggulan produk, melainkan dengan menyerang rasa sombong tersembunyi
dalam diri manusia, produk ditawarkan sebagai simbol prestise & gaya hidup
mewah yang menumbuhkan rasa bangga yang klise dalam diri pemakainya.

Dari sinilah terjadi percampuran antara kenyataan dengan simulasi dan


menciptakan hiperrealitas di tengah masyarakat, dimana yang nyata dan tidak
nyata menjadi tidak jelas. Media secara perlahan membuat masyarakat jauh
dari kenyataan, kemudian masyarakat secara tidak sadar akan terpengaruh
oleh simulasi dan tanda (simulacra) yang ada di tengah-tengah kehidupan
mereka. Periode simulasi adalah ketika terdapat hal yang nyata dan tidak nyata.
Hal yang nyata diperlihatkan melalui model konseptual yang berhubungan
dengan mitos, yang tidak dapat dilihat kebenarannya dalam kenyataan. Segala
sesuatu yang menarik perhatian masyarakat konsumen (seperti seni ataupun
kebutuhan sekunder) ditayangkan media dalam bentuk dan model-model yang
ideal.
35

Baudrillard menyimpulkan bahwa keadaan yang terjadi dalam


masyarakat konsumer terkait pada kondisi terkendali yang diatur oleh para
pemilik modal. Sistem kendali yang digunakan adalah dengan kampanye besar-
besaran menyangkut gaya hidup dan prestise. Perkondisian masyarakat dunia
dalam keadaan seperti ini memberikan kesempatan bagi mereka untuk
memasarkan produk seluas-luasnya ke seluruh dunia, sehingga mereka mampu
membuat banyak orang bekerja keras demi membeli barang-barang tak masuk
akal, namun memberi prestige dan simbol status sosial yang memiliki makna
tersendiri bagi kehidupan subjek yang bersangkutan. Hal tersebut merupakan
bentuk simulasi dari masyarakat konsumsi yang diartikan sebagai “objek
palsu”. Dengan kata lain, kini masyarakat tanpa sadar telah menganut ideologi
baru, sebuah ideologi yang mengarahkan masyarakat untuk berlomba-lomba
mengonsumsi kehampaan. Jean Baudrillard merupakan seorang teoritis
postmodernis dan sosiolog asal Perancis, Baudrillard menjelaskan konsep dasar
tentang konsumsi dengan menghubungkannya dengan kapitalisme global dan
media massa yang berperan dalam menyebarkan tanda- tanda untuk
dikonsumsi oleh masyarakat konsumen.

Penelitian-penelitian kedua dilakukan oleh Lailah Nuzuli Rohmah dari


Universitas Negeri Surabaya yang berjudul Pengaruh Instagram Online Store
dan Konformitas Terhadap Gaya Hidup Konsumtif Mahasiswa di Surabaya
(2019). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh instagram online
store dan konformitas terhadap gaya hidup konsumtif mahasiswa di Surabaya.
Pada penelitian ini menggunakan penelitian ex-post facto untuk menjelaskan
variabel-variabel dalam penelitian saling berpengaruh yang memungkinkan
perubahan perilaku atau fenomena dengan menggunakan pendekatan
kuantitatif. Dalam penelitian ini variabel bebas/independen terdiri dari
instagram online store dan konformitas sedangkan variabel terikat/dependen
yaitu gaya hidup konsumtif.

Populasi dalam penelitian ini merupakan mahasiswa dari 3 kampus yaitu


Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Surabaya, Fakultas Ekonomi, Bisnis Islam
Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya, dan Fakultas Ekonomi
Universitas PGRI Adi Buana Surabaya yang memiliki Instagram dan pernah
melakukan pembelian online di Instagram online store

Yang jumlahnya tak terhingga. Sempel yang diambil adalah 97


responden. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa instagram online store
mempengaruhi gaya hidup konsumtif mahasiswa, sehingga diharapkan
mahasiswa lebih bijak
36
dalam membeli kebutuhan pada online store serta mengatur pengeluaran yang
dirasa kurang dibutuhkan untuk mengurangi konsumtif yang tinggi.
Memperhatikan dampak negatifnya terhadap diri sendiri jika terlalu boros akan
menjadi kebiasaan yang buruk dan susah untuk dihilangkan. Untuk mahasiswa
dengan konformitas yang tinggi hendaknya bisa tetap memilih dan memilah
pertemanan di lingkungannya karena mahasiswa atau individu lebih
berorientasi pada teman mereka dan pengaruhnya sangat besar sekali. Teman
bisa membawa ke dalam kebaikan dan juga dapat membawa seseorang ke arah
yang negatif termasuk gaya hidup konsumtif. Membuat daftar pengeluaran
harian agar mengetahui pengeluaran apa saja yang dikeluarkan pada hari itu
dan memahami pentingnya hidup berhemat dan tidak berlebih-lebihan. Bagi
peneliti selanjutnya hendaknya meneliti atau mengembangkan penelitian
serupa. Penulis menyarankan untuk memilih variabel lain seperti iklan televisi
dan hedonisme yang dapat mempengaruhi gaya hidup konsumtif, serta ruang
lingkup penelitian dapat diperluas dari penelitian ini, sehingga diharapkan
pengambilan sampel dapat beragam dan bervariasi.

Square sebesar 0,471. Hal ini berarti 47,1 % variabel media sosial dan
literasi keuangan mempengaruhi perilaku konsumtif (Y) sehingga terdapat
52,9% pengaruh variabel lain yang tidak terdapat pada penelitian ini. Hasil
menunjukkan bahwa generasi milenial perlu meningkatkan pengetahuan
mereka tentang literasi keuangan. Tingkat literasi keuangan yang rendah atau
tidak digunakan pada generasi milenial karena terpengaruh pada kemauan
untuk berperilaku konsumtif dalam penggunaan media sosial, walaupun barang
yang nantinya dibeli tidak terlalu penting dalam kehidupan sehari-hari.

Penelitian keempat dilakukan oleh Kadeni dan Ninik Srijani dari


Universitas PGRI Madiun yang berjudul Pengaruh Media Sosial dan Teman
Sebaya Terhadap Perilaku Konsumtif Mahasiswa (2018). Penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui pengaruh media sosial terhadap perilaku
konsumtif mahasiswa, untuk mengetahui pengaruh teman sebaya terhadap
perilaku konsumtif mahasiswa, untuk mengetahui pengaruh media sosial dan
teman sebaya terhadap perilaku konsumtif mahasiswa STKIP PGRI Blitar.

Jenis penelitian ini adalah korelatif dengan variabel media sosial, teman
sebaya dan perilaku konsumtif mahasiswa yang berupa data kuantitatif. Sumber
datanya adalah mahasiswa STKIP PGRI Blitar sebanyak 469 dengan sampel 95
mahasiswa diambil secara acak. Data dikumpulkan menggunakan teknik angket
dan juga dokumentasi. Untuk analisis menggunakan regresi linier berganda
yang akan di olah menggunakan bantuan program SPSS versi 22.
37

Hasil Penelitian yang berhubungan dengan media sosial pada perilaku


konsumtif, hal ini dapat dilihat dari nilai sig. Sebesar 0.006 lebih kecil dari nilai
probabilitas 0.05, artinya variabel media sosial berhubungan secara signifikan
pada perilaku konsumtif, ada hubungan teman sebaya terhadap perilaku, hal ini
dapat dilihat dari nilai sig. Sebesar 0.009 lebih besar dari nilai probabilitas 0.05,
artinya variabel media sosial sangat berhubungan secara signifikan dengan
perilaku konsumtif. Penelitian ketujuh yang dilakukan oleh Halimatussakdiyah,
S. Martono, Ketut Sudarma dari Universitas Negeri Semarang, Indonesia
dengan judul Influence of Life Style and Financial Literacy to Consumptive
Behavior through Self-Control of Unisnu FEB College Students Jepara (2019).

Tujuan penelitian ini untuk menganalisis dan menemukan bukti empiris


gaya hidup, literasi keuangan melalui pengendalian diri sebagai variabel
intervening terhadap perilaku konsumtif siswa. Populasi dalam penelitian ini
adalah seluruh mahasiswa FEB jurusan Akuntansi dan Manajemen tahun 2018.
Pengambilan sampel dilakukan secara proporsional stratified random sampling
sehingga diperoleh sebanyak 121 mahasiswa. Teknik pengumpulan data
menggunakan kuesioner yang selanjutnya dianalisis melalui jalur analisis. Hasil
analisis deskriptif menunjukkan bahwa perilaku konsumtif memperoleh skor
rata-rata 98,7 dengan kategori tinggi. Sedangkan literasi keuangan memiliki
skor rata-rata 85,46 dengan kategori sedang. Pengendalian diri memperoleh
skor rata-rata 90,3 dengan kategori tinggi. Hasil penelitian menunjukkan gaya
hidup berpengaruh negatif dan signifikan terhadap pengendalian diri siswa.
Oleh karena itu, gaya hidup yang lebih tinggi menyebabkan kontrol diri siswa
yang lebih rendah. Pengendalian diri menjadi hal terpenting bagi siswa untuk
mengontrol niat membeli produk yang tidak penting. Pengendalian diri siswa
dapat membuat siswa mengambil keputusan dan berbagai tindakan efektif
untuk mendapatkan hasil yang diinginkan dan menghindari hasil yang tidak
diharapkan. Siswa dengan pengendalian diri yang buruk akan memiliki perilaku
konsumtif. Hal itu bisa terjadi karena mereka dipengaruhi oleh apa saja untuk
menjadi konsumtif. Misalnya siswa bergantung pada temannya dalam
melakukan aktivitas yang juga dilakukan oleh temannya, termasuk dalam
membeli sesuatu. Siswa perempuan cenderung mengalami adaptasi berlebihan
untuk mendapatkan pengakuan sosial. Dengan demikian, mereka berperilaku
konsumtif, seperti dengan membeli barang atau jasa tanpa mempertimbangkan
kebutuhan tetapi hanya keinginan.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengendalian diri berpengaruh


negatif dan signifikan terhadap perilaku konsumtif siswa. Oleh karena itu,
pengendalian diri yang lebih baik menurunkan perilaku konsumtif siswa.
Pengaruh pengendalian diri dalam pengelolaan keuangan itu penting. Siswa
yang berkomitmen terhadap diri sendiri akan lebih bertanggung jawab dalam
mengontrol keuangannya.
38

Penelitian kedelapan dilakukan oleh Osly Usman dan Nadilla Izhari dari
Universitas Negeri Jakarta yang berjudul The Effect Of Family Enviromment,
Peers, Self-control And Financial Literacy On Consumtive Behavior Of Students
(2020).
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah ada pengaruh
Lingkungan Keluarga, Teman Sebaya, Pengendalian Diri dan Literasi
Keuangan terhadap Perilaku Konsumtif Mahasiswa. Penelitian ini dilakukan
selama tiga bulan dari bulan Maret sampai Mei 2020. Metode penelitian yang
digunakan adalah metode survei dengan pendekatan kuantitas. Populasi dalam
penelitian ini adalah 200 mahasiswa Fakultas Ekonomi Universitas Negeri
Jakarta. Teknik pengumpulan data menggunakan teknik kepustakaan dan
angket. Teknik analisis data menggunakan PASW Statistics 18 dan software
Amos Graphic versi 23.0. Hasil penelitian menunjukkan bahwa setiap variabel
memiliki pengaruh yang berbeda. Variabel Kontrol Diri berpengaruh positif
terhadap Perilaku Konsumtif Mahasiswa. Semakin tinggi Pengendalian Diri
seseorang maka semakin rendah pula Perilaku Konsumtif orang tersebut.
Sedangkan variabel Lingkungan Keluarga, Teman Sebaya, dan Literasi
Keuangan berpengaruh negatif pada Perilaku Konsumtif. Semakin rendah
lingkungan keluarga, teman sebaya, dan literasi keuangan maka semakin tinggi
pula perilaku konsumtifnya.

C. Kerangka Berpikir

Kerangka pemikiran merupakan sintesa dari rangkaian teori yang


tertuang dalam tinjauan Pustaka, yang pada dasarnya merupakan gambaran
sistematis dan kinerja teori dalam memberikan solusi atau alternatif solusi dari
serangkaian masalah yang ditetapkan. Kerangka pemikiran dapat disajikan
dalam bentuk bagan, deskripsi kualitatif dan gabungan keduanya (Karim,
2013).

Budaya konsumtif membentuk seseorang untuk melakukan perilaku


Konsumtif (Fitriyani, Widodo dan Fauziah, 2013 ). Perilaku konsumtif juga
sangat berpengaruh terhadap perilaku remaja. Remaja berstatus sedang
menempuh pendidikan di sekolah menengah atas, yang menginjak usia sekitar
16-18 tahun. Bagi remaja putri kebutuhan untuk tampil menarik membuat
remaja memerlukan beberapa kosmetik. Kebutuhan yang terus menerus dan
tidak merasa puas akan berdampak pada mengonsumsi sesuatu secara
berlebihan yang menjadi perilaku konsumtif.

Menurut Lina dan Rosyid (1997), Perilaku konsumtif melekat pada


seseorang bila orang tersebut membeli sesuatu diluar kebutuhan rasional, dan
39
Pembelian tidak lagi didasarkan pada faktor kebutuhan (need) tetapi sudah ada
Faktor keinginan (want). Aspek-aspek perilaku konsumtif yaitu: pembelian
Impulsif, pemborosan dan mencari kesenangan. Mahasiswi sering dijadikan
target pemasaran berbagai produk industri, Karena karakteristik mereka yang
labil, spesifik dan mudah untuk dipengaruhi Sehingga akhirnya mendorong
munculnya berbagai gejala dalam perilaku Membeli yang tidak wajar.
Kecenderungan merasa cemas dengan penampilan fisiknya merupakan salah
satu dampak psikologis dari perubahan tubuh pada remaja, sehingga
membentuk citra diri mengenai kondisi tubuhnya, baik Positif maupun negatif,
yang disebut body image.

Cash (2002) menyebutkan bahwa Body image adalah persepsi dan sikap
Individu terhadap tubuhnya. Studi lain menyebutkan bahwa bagaimana teman
Sebaya memandang mereka juga merupakan hal penting, karena pada
mahasiswi Masih sensitif terhadap apa yang orang lain katakan mengenai
mereka, terutama pada penggunaan kosmetik. Hal ini sejalan dengan penelitian
yang dilakukan oleh Caesaria (2016) Yang menyatakan bahwa Penggunaan
kosmetik di kalangan remaja berfungsi Untuk mengatur bagaimana mereka
akan dipandang oleh orang lain dan juga berfungsi untuk mengontrol body
image. Remaja ingin diakui eksistensinya oleh lingkungan dengan berusaha
menjadi bagian dari lingkungan itu.

Kebutuhan untuk diterima dan menjadi sama dengan orang lain yang
sebaya itu menyebabkan remaja berusaha untuk mengikuti berbagai atribut
yang sedang in. Menjadi masalah ketika kecenderungan yang sebenarnya wajar
pada dilakukan secara berlebihan. Masalah lebih besar terjadi apabila
pemenuhan akan keinginan itu dilakukan dengan segala macam cara yang tidak
sehat. Pada akhirnya perilaku konsumtif Bukan saja memiliki dampak ekonomi,
tapi juga dampak psikologis, sosial bahkan Etika (Tambunan, 2001).

Penampilan yang menarik akan membawa remaja pada penilaian yang


baik tentang pribadinya dan akan membantu proses penerimaan sosial. Salah
satu cara untuk mendapatkan penerimaan sosial dari kelompok teman
sebayanya, remaja melakukan konformitas. Semakin konform remaja Terhadap
kelompoknya, maka semakin mudah terpengaruh berperilaku konsumtif.
Suyasa dan Fransisca (2005) menyebutkan bahwa salah satu hal yang
mempengaruhi perilaku konsumtif adalah konformitas. Baron dan Byrne (2005)
menyatakan bahwa konformitas adalah penyesuaian perilaku untuk menganut
Norma kelompok acuan, menerima ide atau aturan – aturan kelompok yang
mengatur cara berperilaku. Aspek dalam konformitas terdiri dari pengaruh
sosial Normatif dan pengaruh sosial informasional.
40

Sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Wardhani (2009)


menyatakan bahwa keinginan untuk disukai orang lain atau takut terhadap
penolakan, menyebabkan remaja cenderung mengonsumsi apa yang dikonsumsi
oleh kelompoknya, karena bagi remaja penampilan merupakan hal utama
dalam pergaulan untuk bisa diterima dan menjadi bagian dari kelompok.
Dengan kondisi tersebut, remaja dengan konformitas yang tinggi akan
cenderung untuk membelanjakan uangnya dan melakukan perilaku konsumtif
karena adanya body image yang negatif. Senada dengan itu Kotler (1988)
menyebutkan bahwa perilaku konsumtif dipengaruhi oleh pertama faktor sosial,
Terdiri dari: kelompok acuan, dalam faktor ini adalah konformitas teman
sebaya, kedua faktor internal berupa faktor psikologis, Salah satu faktor
psikologis berupa Body image yang merupakan persepsi mengenai tubuh
individu. Berdasarkan uraian permasalahan tersebut, penelitian ini bertujuan
untuk mengetahui hubungan antara body image dan konformitas dengan
perilaku Konsumtif terhadap produk kosmetik pada mahasiswi/remaja.

Remaja yang identik dengan masa peralihan banyak mengalami


perubahan dalam dirinya yang antara lain adalah perubahan secara fisik, psikis,
sosial, dan emosi. Khususnya perubahan dalam hal sosial, remaja cenderung
lebih banyak menghabiskan waktu dengan teman sebayanya, lingkungan
masyarakat, dan hubungan-hubungan kekerabatan lainnya. Mereka merasakan
kehausan sosial yang menjadikan remaja memiliki harapan untuk selalu
diterima, dihargai oleh teman-temannya dalam kelompok, dan penolakan
merupakan hal yang dihindari. Bahkan akan dikatakan bahwa seorang remaja
akan mengupayakan sama dalam segala hal dengan harapan dapat dihargai dan
diterima oleh kelompok sosial tersebut. Salah satu cara yang ditempuh ialah
dengan melakukan konformitas.

Adapun konformitas menyebabkan remaja mengubah perilaku, cara


berpikir dan cara berpenampilan agar saat seperti yang dilakukan oleh teman-
temannya meskipun hal tersebut merugikan. Adanya keinginan tersebut dapat
muncul karena keinginan pribadi yang bersangkutan, namun dapat pula terjadi
karena adanya tekanan dari lingkungan. Pada masa remaja, mereka cenderung
Tidak memikirkan apakah hal yang ditiru tersebut baik untuk dilakukan atau
tidak. Bagi mereka, tampil seperti apa yang diharapkan teman-temannya dalam
kelompok merupakan suatu hal yang utama. Dalam hal berpenampilan
khususnya, remaja menghindari adanya perbedaan fisik dengan anggota
kelompok lain, mereka cenderung selalu mengikuti tren yang sedang in
dilingkungannya. Mereka seakan terus mengejar tren tersebut dengan selalu
berbelanja seperti yang dilakukan oleh teman-temannya.

41

Hal ini dilakukan remaja untuk menunjukkan bahwa dirinya gaul dan
keren seperti teman-teman yang lain serta menghindari adanya penolakan tau
ejekan dari teman-temannya dalam kelompok. Sedangkan ketika suatu barang
sedang menjadi tren, maka barang tersebut akan diproduksi semakin lama
semakin banyak jumlahnya dan semakin bervariatif. Hal tersebut dapat
menyebabkan remaja ingin terus mengejar tren tersebut dan terus melakukan
tindakan pembelian. Ditambah lagi, ketika remaja benar-benar dihadapkan
dengan kelompok remaja yang berperilaku konsumtif, maka remaja tersebut
rentan berperilaku konsumtif yang serupa. Dengan demikian, semakin remaja
berkeinginan untuk terlihat sama dengan teman dalam kelompoknya, maka
semakin tinggi pula perilaku konsumtifnya. Pernyataan tersebut juga telah
didukung oleh hasil penelitian terdahulu yang menunjukkan bahwa terdapat
hubungan yang positif dan signifikan antara konformitas dengan perilaku
konsumtif remaja.

Berdasarkan teori-teori yang telah dikaji, disebutkan pula bahwa salah


satu faktor yang dapat mempengaruhi seseorang memiliki perilaku konsumtif
adalah kelompok referensi. Pada remaja, kelompok referensi dapat berupa
tokoh idola, orang tua, dan kelompok pertemanan. Mengingat bahwa remaja
cenderung lebih banyak menghabiskan waktu dengan kelompok
pertemanannya, sehingga secara langsung maupun tidak langsung hubungan
pertemuan tersebut dapat menyebabkan mereka memiliki perilaku konsumtif
yang sama. Dengan melihat fenomena yang demikian, terlihat bahwa adanya
konformitas dalam diri remaja yang ingin terlihat sama dengan kelompok
pertemanannya, dapat menyebabkan perilaku konsumtif terhadap produk yang
sedang tren.

Perilaku konsumtif bisa dilakukan oleh siapa saja. Menurut definisi dia
tas berarti bahwa perilaku membeli yang berlebihan tidak lagi mencerminkan
usaha manusia untuk memanfaatkan uang secara ekonomis namun perilaku
konsumtif dijadikan sebagai suatu sarana untuk menghadirkan diri dengan
cara yang kurang tepat. Perilaku tersebut menggambarkan sesuatu yang tidak
rasional dan
bersifat kompulsif sehingga secara ekonomis menimbulkan pemborosan dan
inefisiensi biaya. Sedangkan secara psikologis

menimbulkan kecemasan dan rasa tidak aman. Konsumen dalam


membeli suatu produk bukan lagi untuk memenuhi kebutuhan semata-mata,
tetapi juga keinginan untuk memuaskan kesenangan. Keinginan tersebut
seringkali mendorong seseorang untuk membeli barang yang sebenarnya tidak
dibutuhkan. Hal ini dapat dilihat dari pembelian produk oleh konsumen yang
bukan lagi untuk memenuhi kebutuhan semata tetapi Juga keinginan untuk
meniru orang lain yaitu agar mereka tidak berbeda dengan anggota
kelompoknya atau bahkan untuk menjaga gengsi agar tidak ketinggalan zaman.
42
Salah satu yang mempengaruhi perilaku pembeli masyarakat adalah
banyaknya berbagai macam penawaran produk yang beredar, baik yang secara
langsung maupun melalui media massa. Hal tersebut mendorong masyarakat
untuk melakukan pembelian yang hanya memenuhi kepuasan semata secara
berlebihan atau biasa disebut perilaku konsumtif. Perilaku konsumtif bukan lagi
untuk memenuhi kebutuhan saya tapi untuk memenuhi keinginan yang sifatnya
untuk menaikkan prestise, menjaga gengsi, mengikuti mode dan berbagai alasan
yang kurang penting.

Pada mulanya belanja merupakan suatu konsep yang menunjukkan


suatu sikap untuk mendapatkan barang yang menjadi keperluan untuk sehari-
hari dengan jalan menukarkan sejumlah uang sebagai pengganti barang
tersebut, akan tetapi pada konsep belanja sekarang ini telah berkembang
menjadi sebuah cerminan gaya hidup dan rekreasi dikalangan masyarakat.
Belanja merupakan gaya hidup tersendiri yang bahkan menjadi suatu
kegemaran oleh sejumlah orang.

Konsumerisme demikian menunjukkan identitas diri yang dicirikan atau


disimbolkan oleh atribut-atribut tertentu. Shopping secara tidak sadar
membentuk impian dan kesadaran semu para konsumen dan akhirnya
melahirkan pola-pola konsumerisme yang tidak akan ada habisnya. Akhirnya
berbelanja juga dianggap sebagai sebuah pekerjaan, sebuah aktivitas sosial dan
suatu saat menjadi kompetisi untuk diri sendiri (memutuskan membeli atau
tidak) juga terlebih untuk kompetisi pada teman dan anggota masyarakat yang
lain (sebagai simbol status, gengsi, dan image manusia modern dan tidak
ketinggalan zaman).

Berkembangnya perilaku konsumtif pada masyarakat kota mencakup


semua gender baik laki-laki maupun perempuan. Sebagian masyarakat yang
berada dalam tingkat ekonomi menengah juga mengikuti gaya hidup ini akibat
tuntutan pergaulan. Hal ini umumnya dipengaruhi oleh orang-orang mampu
pada tingkat ekonomi ke atas sehingga teman-teman yang masih lugu dan
sederhana ikut dalam arus perilaku konsumtif.

D. HIPOTESIS

Hipotesis dapat diartikan sebagai suatu jawaban yang bersifat sementara


terhadap masalah penelitian, dimana rumusan penelitian telah dinyatakan
dalam bentuk kalimat pertanyaan. Dikatakan sementara, karena jawaban yang
43
diberikan baru didasarkan pada teori yang relevan, belum didasarkan pada
fakta-fakta empiris yang diperoleh melalui pengumpulan data (Sugiyono, 2016).

Berdasarkan hasil-hasil penelitian yang telah dilakukan sebelumnya,


adapun rumusan hipotesis yang akan diuji dalam penelitian ini adalah :

1. Hipotesis Mayor.
Ada hubungan antara interaksi teman sebaya dan konsep diri
dengan perilaku Konsumtif pada remaja putri.

2. Hipotesis Minor
a. Ada hubungan positif antara interaksi teman sebaya dengan
perilaku konsumtif. Semakin tinggi interaksi teman sebaya,
maka semakin tinggi pula perilaku konsumtif, begitu
sebaliknya.
b. Ada hubungan positif antara konformitas, gaya hidup dan
teman sebaya terhadap perilaku konsumtif pada remaja
c. Ada hubungan negatif antara konformitas, gaya hidup dan
teman sebaya terhadap perilaku konsumtif pada remaja.

44
BAB III
METODE PENELITIAN

A. TEMPAT DAN WAKTU PENELITIAN


Penelitian ini dilaksanakan di Kota Bangko (SMA Negeri 1 Merangin) dan
lingkungan sekitar rumah. Waktu pelaksanaan penelitian ialah pada bulan Maret
sampai dengan April 2023.

B. METODE PENELITIAN

Dalam suatu penelitian seorang peneliti harus menggunakan jenis


penelitian yang tepat. Hal ini dimaksud agar peneliti dapat memperoleh
gambaran yang jelas mengenai masalah yang dihadapi serta langkah-langkah
yang digunakan dalam mengatasi masalah tersebut.

Adapun jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah


metode penelitian kuantitatif. Penelitian kuantitatif adalah suatu jenis penelitian
yang pada dasarnya menggunakan pendekatan deduktif-induktif. Pendekatan
ini berangkat dari suatu kerangka teori, gagasan para ahli, maupun pemahaman
peneliti berdasarkan pengalamannya, kemudian dikembangkan menjadi
permasalahan- permasalahan beserta pemecahannya yang diajukan untuk
memperoleh pembenaran (verifikasi) atau penilaian dalam bentuk dukungan
data empiris di lapangan.

Metode penelitian kuantitatif dapat diartikan juga sebagai metode


penelitian yang berlandaskan pada filsafat positivisme, digunakan untuk
meneliti pada populasi atau sampel tertentu, pengumpulan data menggunakan
instrumen.

Penelitian, analisis data bersifat kuantitatif/statistik, dengan tujuan untuk


menguji hipotesis yang telah ditetapkan. Metode ini disebut sebagai metode
positivistik karena berlandaskan pada filsafat positivisme. Metode ini sebagai
metode ilmiah karena telah menemui kaidah-kaidah ilmiah yaitu
konkrit/empiris, obyektif, “2 terukur, rasional dan sistematis. Metode ini disebut
metode kuantitatif karena data penelitian berupa angka-angka dan analisis
menggunakan statistik.

Margono menjelaskan bahwa penelitian kuantitatif adalah suatu


penelitian yang lebih banyak menggunakan logika hipotesis verifikasi yang
dimulai dengan berpikir deduktif untuk menurunkan hipotesis kemudian
melakukan pengujian di lapangan dan kesimpulan atau hipotesis tersebut
ditarik berdasarkan data empiris.
45
Sedangkan menurut Sudyaharjo, riset kuantitatif merupakan metode
pemecahan masalah yang terencana dan cermat, dengan desain yang terstruktur
ketat, pengumpulan data secara sistematis terkontrol dan tertuju pada
penyusunan teori yang disimpulkan secara induktif dalam kerangka
pembuktian hipotesis secara empiris.

Dari beberapa uraian diatas dapat disimpulkan bahwa Metode Penelitian


Kuantitatif adalah suatu bentuk metode penelitian yang digunakan untuk
meneliti pada populasi atau sampel tertentu, pengumpulan data menggunakan
instrumen Penelitian, analisis data bersifat kuantitatif/statistik, dengan tujuan
untuk menguji hipotesis yang telah ditetapkan.

Penelitian ini bertujuan untuk menguji apakah ada pengaruh tingkat


kecerdasan emosional dan motivasi terhadap hasil belajar matematika.
Penelitian ini diawali dengan mengkaji teori-teori dan pengetahuan yang sudah
ada sehingga muncul sebab permasalahan. Permasalahan tersebut diuji untuk
mengetahui penerimaan atau penolakannya berdasarkan data yang diperoleh
dari lapangan. Adapun data yang diperoleh dari lapangan dalam bentuk skor
kecerdasan emosional, skor motivasi dan hasil belajar matematika dalam bentuk
angka-angka yang sifatnya kuantitatif.

C. POPULASI DAN SAMPEL

a. Populasi

Populasi adalah keseluruhan subjek penelitian. Adalah seluruh


data yang menjadi perhatian kita dalam suatu ruang lingkup dan waktu
yang kita tentukan. Populasi menurut Joko Subagyo adalah obyek
penelitian sebagai sasaran untuk mendapatkan dan mengumpulkan data.

Berdasarkan dari beberapa pendapat tersebut dapat diambil


batasan pengertian bahwa populasi adalah keseluruhan unsur obyek
sebagai Sumber data dengan karakteristik tertentu dalam sebuah
penelitian.

Adapun populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas X


yang berjumlah kurang lebih 300 siswa yang terdiri dari 10 kelas, yaitu
kelas A sampai J di SMA NEGERI 1 MERANGIN, dan 30 orang dari
sekitar lingkungan rumah.

46
b. Sampel

Sampel adalah sebagian atau wakil populasi yang diteliti. Sampel


dalam penelitian ini adalah beberapa sekitar 7 sampai 10 siswa dari
populasi yang ada dalam kelas X I (9) yang terdiri dari 33 siswa, dan 3
orang dari populasi masyarakat di sekitar lingkungan rumah.

D. TEKNIK PENGUMPULAN DATA

1. Wawancara
Wawancara merupakan salah satu teknik yang dapat
digunakan untuk mengumpulkan data penelitian. Secara
sederhana dapat dikatakan bahwa wawancara adalah suatu
kejadian atau suatu proses interaksi antara pewawancara dan
sumber informasi atau orang yang diwawancarai melalui
komunikasi langsung. Dapat pula dikatakan bahwa wawancara
merupakan percakapan tatap muka antara pewawancara
dengan sumber informasi dimana pewawancara bertanya
langsung tentang suatu objek yang diteliti dan telah dirancang
sebelumnya.

Ada dua jenis wawancara yakni wawancara terstruktur


dan tidak terstruktur (bebas). Dalam penelitian ini
mewawancarai delapan belas informan dengan wawancara
terstruktur.

Wawancara terstruktur digunakan sebagai teknik


pengumpulan data, jika peneliti telah mengetahui dengan pasti
tentang informasi apa yang akan diperoleh. Oleh karena itu
dalam melakukan wawancara, sebelumnya peneliti telah
menyiapkan instrument penelitian berupa pertanyaan-
pertanyaan tertulis yang alternatif jawabannya pun telah
disiapkan. Dengan wawancara terstruktur ini setiap informan
atau responden diberi pertanyaan yang sama, dan jawabannya
dicatat oleh peneliti.

Wawancara terstruktur dilakukan kepada siswa dan


guru SMA Negeri 1 MERANGIN yang telah ditentukan siapa
yang akan diwawancarai.

2. Observasi
Observasi adalah teknik pengumpulan data yang
ditentukan pengamat sendiri, sebab pengamat melihat,
mendengar, mencium, atau mendengarkan suatu objek
penelitian
47
dan kemudian ia menyimpulkan dari apa yang diamati itu.
Terdapat beberapa macam observasi, yaitu:

a. Observasi Partisipatif
Dalam observasi ini, peneliti terlibat dengan kegiatan
sehari-hari orang yang sedang diamati atau yang digunakan
sebagai sumber data penelitian. Sambil melakukan
pengamatan, peneliti ikut melakukan apa yang dikerjakan
oleh sumber data, dan ikut merasakan suka dukanya.
Dengan observasi partisipatif ini maka, data yang diperoleh
akan lebih lengkap, tajam dan sampai mengetahui pada
tingkat makna dari setiap perilaku yang tampak.

b. observasi Terus Terang atau Tersamar


Dalam hal ini peneliti dalam melakukan pengumpulan
data menyatakan secara terus terang kepada sumber data
bahwa ia sedang melakukan penelitian. Tetapi dalam suatu
saat peneliti juga.

E. TEKNIK ANALISIS DATA

Analisa data dilakukan untuk menguji hipotesis dalam rangka


penarikan kesimpulan untuk mencapai tujuan penelitian. Analisa data
adalah cara peneliti dalam mengolah data yang terkumpul sehingga
mendapat suatu kesimpulan dari penelitiannya.

Setelah data-data yang penulis perlukan terkumpul, maka langkah


selanjutnya adalah menganalisis data. Analisis data yang penulis gunakan
pada penelitian ini menggunakan analisis kuantitatif. Teknik analisis data
dalam penelitian kuantitatif menggunakan statistik. Statistik inferensial,
(sering juga disebut statistik induktif atau statistik probabilitas) adalah
teknik statistik yang digunakan untuk menganalisis data sampel dan hasilnya
diberlakukan untuk populasi. Pada statistik inferensial terdapat statistik
parametris dan non parametris.

Analisis data adalah proses mencari dan menyusun secara sistematis


data yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan, dan
dokumentasi, dengan cara mengorganisasikan data ke dalam kategori,
penjabaran ke dalam unit-unit. Melakukan sintesa, menyusun ke dalam pola,
memilih mana yang penting dan yang akan dipelajari, dan membuat
kesimpulan sehingga muda dipahami oleh diri sendiri maupun orang lain.
48

Analisis dari penelitian ini dilakukan dengan cara: (1) Reduksi data,
semua data yang diperoleh di lapangan akan ditulis dalam bentuk uraian
secara lengkap dan banyak. Kemudian data tersebut direduksi yaitu data
dirangkum, membuat kategori, memilih hal-hal yang pokok dan penting
yang berkaitan dengan masalah. Data yang telah direduksi akan
memberikan gambaran yang lebih jelas dari hasil wawancara dan observasi.
(2) Display data, dan bagian-bagian detailnya dapat dipadukan dengan jelas,
(3). Verifikasi, yaitu membuat kesimpulan dari data yang telah didisplay
sebelumnya sehingga lebih mudah di pahami dan dapat memberikan
gambaran yang jelas mengenai masalah yang ada di lapangan.

Dalam penelitian kuantitatif, analisis data merupakan kegiatan


setelah data dari seluruh responden atau sumber data lain terkumpul.
Setelah data hasil penelitian dikumpulkan oleh peneliti (tentunya dengan
menggunakan berbagai teknik pengumpulan data), langkah selanjutnya
yang dapat dilakukan oleh peneliti adalah bagaimana menganalisis data yang
diperoleh.

Kegiatan dalam Anwar Sanusi, Metodologi Penelitian Bisnis,


(Jakarta: Salemba Empat, 2012), Analisis data adalah mengelompokkan data
berdasarkan variabel dan jenis responden, mentabulasi data berdasarkan
variabel dari seluruh responden, menyajikan data tiap variabel yang diteliti,
melakukan perhitungan untuk menjawab rumusan masalah, dan melakukan
perhitungan untuk menguji hipotesis yang telah diajukan.
49

BAB VI
PENUTUP

A. KESIMPULAN

Perilaku konsumtif menjadi permasalahan karena dampak negatif yang


ditimbulkannya. Menurut Waluyo, Suwardi, Feryanto dan Haryanto (2008) ada
tiga dampak negatif dari perilaku konsumtif yaitu pertama, terjadinya
pemborosan. Hal ini terjadi karena seseorang menggunakan uangnya untuk
keperluan yang tidak penting ataupun tidak dibutuhkannya. Kedua, perilaku
konsumtif menimbulkan kesenjangan sosial karena secara sosial seseorang yang
berperilaku konsumtif terlihat lebih menarik sehingga menimbulkan
kesenjangan bagi yang melihat. Terakhir, menimbulkan inflasi ekonomi karena
ketika permintaan meningkat maka harga barang juga ikut meningkat. Dampak
negatif dari perilaku konsumtif adalah orang-orang yang berperilaku konsumtif
biasanya kurang memikirkan masa depan dan masyarakat pada umumnya
kurang menghormati orang-orang yang berperilaku konsumtif (Kurnia, 2007).

Perilaku konsumtif adalah sikap boros membeli barang-barang mahal


atau bahkan tidak dibutuhkannya karena ingin mengikuti trand yang sering
dilakukan oleh para remaja, salah satu faktornya adalah karna ikut-ikutan
teman satu kelompoknya, karena saat teman-temannya memakai barang
tersebut secara tidak langsung ia pun akan menginginkan barang tersebut agar
terlihat sama dengan temannya. Lalu juga karena pengaruh iklan, iklan-iklan
promosi yang menarik yang di lakukan oleh suatu produk dapat membuat
seseorang yang melihatnya ingin membelinya walaupun sebenarnya barang
tersebut tidak dibutuhkannya saat itu. Juga hanya karena menjaga gengsinya
terhadap orang, jadi dengan membeli barang mahal dan trand tersebut agar ia
terlihat lebih menarik di hadapan orang lain di sekitarnya.

Gaya hidup remaja tidak terlepas dari pengaruh perkembangan zaman


di era globalisasi yang memunculkan gaya hidup yang digandrungi oleh para
remaja, dan yang sering dilakukan adalah berbelanja, belanja merupakan
cerminan gaya hidup bagi masyarakat. Belanja menjadi sebuah gambaran
perilaku konsumtif yang sulit untuk diubah, apa lagi sekarang banyaknya pusat-
pusat perbelanjaan dan munculnya trand-trand baru yang menarik sehingga
membuat para remaja terpengaruh untuk berbelanja barang-barang yang
sedang trand tersebut, meskipun tidak dibutuhkan. Selain itu kesimpulannya
lainnya adalah sebagai berikut :
50

1. Sikap sangat berpengaruh terhadap perilaku konsumtif, dimana


semakin baik sikap dan pandangan remaja terhadap perilaku
konsumtif, mereka menganggap bahwa perilaku konsumtif bukanlah
sikap yang merugikan maka niat mereka untuk melakukan perilaku
konsumtif semakin tinggi.

2. Kontrol perilaku juga berpengaruh terhadap perilaku konsumtif, jika


para remaja tidak dapat mengontrol dirinya sendiri untuk berhenti
membeli barang hanya karena menarik dan sedang trand saja, maka
niat mereka untuk terus membeli barang tersebut akan semakin
tinggi.

3. Budaya konsumtif yang mewabah pada remaja saat ini tidak terlepas
dari perkembangan budaya kapitalisme yang menempatkan konsumsi
sebagai titik sentral dalam tatanan kehidupan sosial masyarakat.
Terlebih lagi pada momen-momen khusus yang terjadi di sepanjang
tahun yang mendorong setiap individu untuk bertindak konsumtif.
Hal ini awalnya hanya untuk memenuhi kebutuhan yang dianggap
perlu, namun lama-kelamaan sidak konsumtif semakin besar
sehingga individu cenderung membeli barang yang sebenarnya tidak
mereka butuh kan.

4. Perilaku konsumtif ini bila dilihat dari sisi positif akan memberikan
dampak : membuka dan menambah lapangan pekerjaan, karena
akan membutuhkan tenaga kerja yang lebih banyak untuk
memproduksi barang dalam jumlah besar, kebutuhan manusia
terpenuhi. Bila dilihat dari sisi negatifnya, maka perilaku konsumtif
akan menimbulkan pola hidup yang boros dan kan menimbulkan
kecemburuan sosial, karena orang akan membeli semua barang yang
diinginkan tanpa memikirkan harga barang tersebut murah atau
mahal, batang tersebut diperlukan atau tidak, sehingga bagi orang
yang tidak mampu mereka tidak akan sanggup mengikuti pola
kehidupan yang seperti itu.

5. Perilaku konsumtif memberi dampak kurang baik, indikator


dominan terjadi karena banyaknya remaja yang belum memiliki
skala prioritas yang baik. Remaja akan cenderung lebih konsumtif
saat tidak memiliki skala prioritas yang baik, hal tersebut berdampak
pada kecenderungan untuk terus berperilaku konsumtif.
6. Remaja yang memiliki orang tua dengan penghasilan menengah ke
bawah cenderung mendominasi dan angka konsumtifnya bervariatif.
Kegiatan konsumsi yang tidak sesuai dengan kebutuhan primer dapat
terjadi pada berbagai lapisan masyarakat baik ekonomi menengah ke
atas maupun ekonomi menengah ke bawah.

51
7. Remaja yang memiliki gaya hidup high class dan konsumtif
didominasi oleh kecenderungan untuk mengikuti trend dan sekedar
ikut-ikutan gaya saat ini. Hal tersebut banyak terjadi pada remaja
dan akan memberikan dampak yang kurang baik. Karena hal yang
diikuti lebih banyak kepada gaya hidup hedonis seperti mencoba-coba
banyak produk dan menghabiskan waktu untuk bersenang-senang.

B. SARAN

Berdasarkan hasil dan pembahasan oleh data penelitian serta kesimpulan


yang telah dibuat oleh peneliti. Maka saran-saran yang akan penelitian berikan
adalah sebagai berikut :

1. Bagi subjek penelitian


Penulis menyarankan pada remaja untuk meningkatkan rasa
penerimaan diri yang positif dengan menerima diri apa adanya. Penulis
juga mengharapkan remaja mampu berperan sebagai konsumen yang
selektif, membeli karena kebutuhan yang mendesak, bukan karena
faktor-faktor lain misalnya, hanya ingin diakui oleh teman-temannya.
Karena jika tidak selektif dalam memilih dan membeli barang yang tidak
mereka butuh kan dan akan menimbulkan adanya perilaku konsumtif,
dan jika telah terbiasa melakukannya maka remaja akan menjadi sangat
konsumtif. Remaja juga bisa mengimbangi pengaruh konsumerisme
dengan kegiatan positif seperti kegiatan olahraga, kesenian, kelompok-
kelompok diskusi, berorganisasi.

2. Bagi orang tua


Bagi orang tua, penulis berharap dapat mendampingi anaknya yang
sedang dalam masa remaja, dimana masa ini para remaja mudah
tergoda, salah satunya ketika mereka berperan menjadi konsumen.
Pengarahan dan saran diharapkan menjadi salah satu solusi di mana
remaja memutuskan untuk membeli sesuatu. Dan ketika remaja
mengalami penerimaan diri yang negatif, diharapkan orang tua untuk
mendampingi memberikan motivasi agar remaja mendapatkan
penerimaan diri yang positif. Diharapkan orang tua mampu menjaga
kedekatan dan juga efektivitas komunikasi dengan anaknya, karena
keluarga memegang peran utama dalam proses perkembangan remaja,
supaya terhindar dari perilaku yang dapat menjerumuskan remaja
akibat ketidakmampuannya dalam penerimaan diri.

3. Bagi peneliti selanjutnya


a) Untuk peneliti selanjutnya agar dapat melanjutkan penelitian
lebih dalam lagi tentang sikap hidup boros pada remaja.
b) Disarankan bagi penelitian selanjutnya jika populasi subjek dalam
jumlah besar sebaiknya melakukan uji coba skala dengan tujuan
52
meningkatkan kualitas instrumen dan membuatnya konsisten.
c) Disarankan bagi para peneliti lainnya yang tertarik untuk lebih
mengembangkan Penelitian dengan topik yang sama atau sejenis
dengan penelitian ini sebaiknya lebih memperhatikan waktu
penelitian. Misalnya melakukan pengambilan data di waktu yang
tepat dan situasi yang tenang sehingga subjek lebih maksimal
dalam menjawab.
d) Disarankan lebih menspesifikkan karakteristik subyek penelitian,
dan mempertimbangkan prosedur dalam pengisian skala
penelitian ataupun pemilihan item dengan cermat, agar dapat
Memineralisasi dan mengantisipasi adanya faking good subjek
penelitian.
e) Diharapkan dapat melibatkan perencanaan sekolah dalam hal
perolehan informasi jumlah subjek sehingga memungkinkan
memperoleh subjek dalam jumlah yang lebih banyak.

4. Perilaku konsumtif memberi pengaruh yang kurang baik terhadap


kehidupan remaja. Maka dari itu, peneliti menyarankan untuk
menjadikan berbagai media dan sarana untuk menekan angka konsumsi
yang berlebihan agar tidak terjadi perilaku konsumtif, seperti
merutinkan untuk menabung dan mengatur skala prioritas Kebutuhan
sehari-hari.

5. Remaja yang memiliki orang tua yang berpenghasilan tinggi maupun


menengah ke bawah, berperilaku konsumtif bukan hal yang baik. Uang
saku yang berlebihan sebaiknya dapat dipergunakan sebaik mungkin.
Dibelanjakan untuk hal yang berfungsi kegunaan dan manfaatnya,
merutinkan untuk menabung atau menginvestasikan uang untuk hal
yang lebih bermanfaat dimasa mendatang.

6. Gaya hidup yang hedonis cenderung membuat remaja menjadi


ketergantungan dan mengakibatkan terus-terusan berperilaku
konsumtif, sebaiknya remaja mulai membiasakan gaya hidup sehat.
Melakukan aktivitas positif bersama teman-teman, melakukan pelaporan
uang pribadi saat melakukan pengeluaran.
7. Memperbaiki sikap untuk tidak berbuat konsumtif dengan mulai
membiasakan hidup hemat.

8. Memperbaiki sikap dan mulai menanamkan nilai-nilai ekonomi sehingga


tidak berperilaku konsumtif. Hal ini dapat dilakukan dengan
membiasakan diri untuk hidup hemat dan sederhana seperti dengan
tidak memaksakan tinggal di kost-kostan mewah atau Komplek
perumahan mewah, tidak terlalu sering makan di restoran, tidak
memaksakan diri
53
untuk selalu membeli barang-barang yang bermerek dan sedang trand
apabila uang yang dimiliki tidak mencukupi, membuat rencana dari
setiap pengeluaran uang saku yang diterima.

9. Tidak mudah terpengaruh oleh lingkungan sekitar sehingga tidak


memiliki berperilaku konsumtif.

10. Memulai untuk percaya diri apapun kondisinya dan mulai untuk tidak
terpengaruh oleh saran orang lain atau memiliki pengaruh normal
subjektif yang tinggi seperti untuk selalu tinggal di kost-kostan atau
komplek perumahan mewah, selalu makan di restaurant, selalu membeli
barang-barang yang bermerek dan sedang trand walaupun uang yang
dimiliki tidak mencukupi demi tidak ketinggalan zaman, dan mulailah
membuat rencana pengeluaran dari setiap uang saku yang diterima
sehingga tidak berperilaku konsumtif.

11. Jika memiliki orang tua yang status sosial ekonomi yang tinggi, orang tua
harus mampu memberikan pengertian kepada anaknya bahwa status
sosial ekonomi yang tinggi bukan berarti bebas menikmati apapun yang
diinginkan tanpa mau bekerja keras sehingga tidak berperilaku
konsumtif. Hal ini dapat dilakukan seperti dengan tidak memberikan
fasilitas dengan mudah dan berlebihan kepada anak. Begitu juga jika
memiliki orang tua yang status sosial ekonomi yang rendah, orang tua
harus memberikan motivasi kepada anaknya agar mau bersikap mandiri
dan tidak memaksakan diri untuk harus tinggal di kost-kostan atau
komplek perumahan mewah, selalu makan di restaurant, membeli
barang-barang yang bermerek dan sedang trand seperti yang orang lain
miliki dengan alasan tidak mau ketinggalan zaman.

12. Mampu meredam diri untuk tidak mempunyai niat perilaku konsumtif
atau hidup boros dan berlebihan dengan cara membiasakan diri bersikap
rasional, tidak mudah terpengaruh saran teman atau orang lain yang ada
di lingkungan sekitar serta mampu mengontrol diri untuk hidup hemat
meskipun memiliki harta yang berlimpah sehingga tidak berperilaku
konsumtif. Hal ini dapat dilakukan seperti dengan memulai untuk tidak
mempunyai nian berperilaku konsumtif memakai baju tas dan sepatu
bermerek, mengganti tipe HP setiap ada tipe HP yang baru, membeli
barang bermerek yang sedang diskon walaupun tidak membutuhkannya,
selalu mencuci di laundry, memilih menghabiskan uang dari pada
menabung.

54
DAFTAR PUSTAKA

http://repository.uinbanten.ac.id/7723/3/BAB%20I.pdf
http://eprints.ums.ac.id/76723/3/BAB%20I.pdf
https://digilibadmin.unismuh.ac.id/upload/150-Full_Text.pdf
http://eprints.unm.ac.id/18970/1/Jurnal%20A.%20Nooriah%20Mujahidah%20-
%201644040021%20-%20BK.pdf
http://lib.unnes.ac.id/42082/1/1511415102.pdf
https://repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37401/1/Hanifa%20Nur
%20Auliya-FITK
https://repository.metrouniv.ac.id/id/eprint/288/1/skripsi%20Tiya%20Waryanti.pdf
https://etheses.uinsgd.ac.id/4452/3/4_bab1.pdf
https://digilibadmin.unismuh.ac.id/upload/26481-Full_Text.pdf
https://repositori.uma.ac.id/bitstream/123456789/12231/1/158600176%20-%20Veby
%20Aqila%20-%20Fulltext.pdf
http://digilib.iain-palangkaraya.ac.id/440/4/BAB%20II%20%28NR%29.pdf
https://core.ac.uk/download/pdf/270137184.pdf
http://etheses.iainkediri.ac.id/1274/3/931338115%20bab2.pdf
https://etd.umm.ac.id/1712/3/BAB%20II.pdf
http://repository.uin-suska.ac.id/6780/2/BAB%20II.pdf
http://etheses.uin-malang.ac.id/667/7/09410085%20Bab%203.pdf
http://repository.radenintan.ac.id/9242/1/SKRIPSI%202.pdflib.unnes.ac.id
http://lib.unnes.ac.id › ...PDF
hubungan antara konformitas dan perilaku konsumtif pada remaja di ...
http://digilib.iainkendari.ac.id/2876/3/BAB%20II%20%282%29.pdf
http://eprints.uny.ac.id/24764/7/7.BAB%20V.pdf
http://repo.stkip-pgri-sumbar.ac.id/id/eprint/4426/3/Kesimpulan.pdf
http://a-research.upi.edu/operator/upload/s_pek_060270_chapter5.pdf
http://repository.widyamandala.ac.id/1370/6/BAB%20V.pdf
http://repository.wima.ac.id/8554/6/BAB%20V.pdf
vi

Anda mungkin juga menyukai