Makalah
Akuntansi Sektor Publik
Dosen Pengampu :
Yulinda Devi Pramita, SE.,M. Sc.
Disusun Oleh :
PENDAHULUAN
PEMBAHASAN
A. Akuntansi Masjid
Laporan
Buku Besar Neraca Lajur
Jurnal Keuangan
Bukti-bukti
Transaksi
Bukti
Tambahan
1. Pengertian Zakat
Dari segi Bahasa zakat berasal dari kata “zaka” yang berarti berkah, tumbuh,
suci, bersih dan baik. Sedangkan zakat secara terminology berarti aktivitas memberikan
harta tersebut sesuai perintah Allah yang sesuai dengan perhitungan tertentu untuk
diserahkan kepada yang berhak menerimanya.
Berdasarkan pengertian tersebut bahwasannya zakat itu tidak sama dengan
donasi, sumbangan dan shadaqah yang bersifat sukarela. Zakat suatu kewajiban bagi
umat muslim yang harus ditunaikan dan bukan merupakan hak, sehingga kita tidak bisa
memilih untuk membayar atau tidak. Zakat memiliki aturan yang jelas mengenai harta
apa yang harus dizakatkan, batas harta yang terkena zakat, dengan disertai cara
perhitungannya bahkan siapa saja yang menerima zakat pun telah diatur oleh Allah swt
dan Rasul Nya. Jadi, zakat adalah sesuatu yang sangat khusus karena memiliki aturan-
aturan dengan sedemikian rincinya yang telah ditentukan oleh syara.
2. Kelembagaan Pengelolaan Zakat
Zakat merupakan suatu kewajiban setiap individu yang telah memenuhi syarat-
syarat tertentu untuk mengeluarkan sebagian dari hartanya yang diatur berdasarkan
ketentuan syara.’ Agar zakat yang dikeluarkan oleh seseorang dapat mencapai sasaran
penerima yang berhak, maka diperlukan lembaga yang khusus menangani zakat.
Lembaga zakat pada dasarnya memiliki dua peran utama, yaitu: (1) memobilisasi zakat
dari masyarakat (ummat), dan (2) melakukan pendistribusian zakat kepada mereka yang
berhak menerima.
Kedudukan lembaga zakat dalam lingkungan yang semakin maju dan kompleks
sangat penting, karena kelemahan yang dijumpai selama ini adalah tidak adanya
manajemen zakat yang baik. Dengan semakin majunya ummat baik dari segi ekonomi,
ilmu pengetahuan maupun keyakinan beragama, maka jumlah Muzaki (pembayar
zakat) akan bertambah dan juga kuantitas zakat akan meningkat. Untuk mengantisipasi
keadaan tersebut perlu dibuat lembaga-lembaga zakat yang dikelola dengan manajemen
yang maju.
Manajemen zakat pada dasarnya bukan masalah yang sederhana.Manajemen
zakat membutuhkan dukungan politik (political will) dari umara (pemerintah). Selain
itu manajemen zakat juga membutuhkan dukungan sistem informasi akuntansi dan
sistem informasi manajemen yang baik. Tanpa dukungan tersebut pengelolaan zakat
tidak akan efektif dan efisien.
Saat ini, pemerintah telah mengeluarkan UU No. 38 Tahun 1999 tentang
Pengelolaan Zakat. Hal ini merupakan langkah yang lebih maju dibandingkan masa
sebelumnya. Menurut Undang-Undang No. 17 Tahun 2000 tentang Pajak Penghasilan,
wajib pajak yang sudah membayar zakat kepada Lembaga atau Badan Amil Zakat yang
disyahkan pemerintah, maka pembayaran zakat tersebut dapat digunakan sebagai
pengurang penghasilan kena pajaknya (PKP). Muzaki (pembayar zakat) apabila
memiliki surat bukti (dokumen) pembayaran zakat dapat menggunakan dokumen
tersebut untuk keperluan pengurangan PKP-nya. Untuk itu diperlukan sistem
pencatatan yang baik bagi lembaga-lembaga zakat yang ada.
3. Standar Akuntansi Zakat di Indonesia
Standar akuntansi zakat di Indonesia (PSAK 109) mulai berlaku paling lambat 1
Januari 2012, sedangkan standarnya sendiri mulai diterbitkan sejak 6 April 2010.
Sebelum digunakan PSAK No. 109 akuntansi zakat dan infak/sedekah, Lembaga zakat
menggunakan PSAK No. 45 akuntansi nirlaba. Namun ada beberapa karakteristik
lembaga zakat yang tidak sesuai dengan PSAK No. 45 tersebut. Karakteristik tersebut
antara lain jenis dana yang digunakan, tujuan penyaluran dana, dan pengelolaan dana.
PSAK ini tidak lepas dari usulan Forum Zakat (FOZ) yang merupakan kumpulan
organisasi pengelola zakat. Pada awalnya, standar akuntansi yang digunakan adalah
pedoman akuntansi dan keuangan yang dikeluarkan oleh FOZ pada tahun 2005.
PSAK No. 109 sudah disahkan oleh Dewan Standar Akuntansi Syariah – Ikatan
Akuntan Indonesia (DSAS-IAI) pada 6 April 2010, untuk meminta fatwa DSAK-IAI
menulis surat ke Dewan Syariah Nasional- Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI) pada
4 Mei 2010 yang kemudian baru dikeluarkan fatwa pada 16 Agustus 2011. Maka sejak
tanggal tersebut PSAK No. 109 dapat diterapkan. Di dalam PSAK tersebut dijelaskan
bahwa penerapannya dimulai pada 1 Januari 2012.
4. Rerangka Dasar Standar Akuntansi Zakat
Rerangka dasar standar akuntansi zakat merujuk pada kerangka dasar penyusunan
dan penyajian laporan keuangan syariah (KDPPLKS). Tujuan laporan keuangan
Lembaga Zakat sesuai dengan KDPPLKS adalah:
2. Informasi aset, kewajiban, pendapatan, dan beban yang tidak sesuai dengan
prinsip syariah, bila ada dan bagaimana perolehan dan penggunaannya
PSAK No. 109 secara umum hanya mengatur pengakuan dan pengukuran atas
zakat, infak dan sedekah, begitu juga dengan penyajian dan pengungkapan. Hal lain
yang diatur diluar PSAK dapat merujuk pada PSAK yang berlaku umum dan hal lain
yang terkait dengan perlakuan teknis yang belum diatur dapat dilakukan perlakuan
secara profesional. Untuk laporan keuangan merujuk pada PSAK No. 101 dan 109,
komponen laporan keuangan sebagai berikut:
6. Akuntansi Zakat
Pada dasarnya terdapat beberapa teknik akuntansi yang biasa diadopsi oleh
organisasi baik yang bersifat mencari laba (profit motive) maupun lembaga nonprofit
seperti lembaga pengelola zakat, yayasan, LSM, partai politik, dan sebagainya. Teknik
akuntansi tersebut yaitu:
a. Akuntansi Anggaran
b. Akuntansi Komitmen
c. Akuntansi Dana
d. Akuntansi Kas
e. Akuntansi Akrual
Pada dasarnya kelima teknik akuntansi tersebut tidak bersifat mutually
exclusive. Artinya, penggunaan salah satu teknik akuntansi tersebut tidak berarti
menolak penggunaan teknik yang lain. Dengan demikian, suatu organisasi dapat
menggunakan teknik akuntansi yang berbeda-beda, bahkan dapat menggunakan kelima
teknik tersebut secara bersama-sama. Akuntansi kas, akuntansi akrual, dan akuntansi
komitmen berbeda satu dengan lainnya karena adanya perbedaan waktu pengakuan
pendapatan dan biaya (time of recognition). Dalam tulisan ini hanya akan dijelaskan
teknik akuntansi kas dan akuntansi dana.
Untuk kepentingan zakat penggunaan teknik akuntansi kas dan akuntansi dana
dapat digunakan dengan beberapa alasan. Pertama, pengelolaan zakat tidak melibatkan
rekening utang-piutang dan persediaan, sehingga penggunaan teknik akuntansi kas
sudah cukup memadai. Kedua, akuntansi dengan basis kas cukup sederhana dan mudah,
sehingga personel yang tidak berlatar belakang pendidikan tinggi akuntansi dapat
melakukannya. Namun bukan berarti tidak butuh seorang akuntan. Jika hendak
menciptakan lembaga pengelola zakat yang baik, maka perlu akuntan untuk mendesain
sistem akuntansi dan sistem informasi manajemen. Penjelasan mengenai konsep
akuntansi kas dan akuntansi dana adalah sebagai berikut:
9. Akuntansi Dana (Fund Accounting)
Akuntansi dana melihat bahwa unit pelaporan harus diperlakukan sebagai dana
(fund) dan organisasi harus dilihat sebagai satu dana atau satu rangkaian dana. Hal ini
berarti jika suatu organisasi dilihat sebagai suatu rangkaian dana (series of fund), maka
laporan keuangan organisasi tersebut merupakan penggabungan (konsolidasi) dari
laporan keuangan dana yang menjadi bagian organisasi.
General Fund atau dana umum merupakan jumlah total penerimaan zakat, infak,
sodaqoh, hibah, dan wakaf yang diterima oleh lembaga pengelola zakat. Total dana ini
akan dialokasikan ke beberapa kelompok penerima (dalam Al-Qur’an terdapat delapan
asnaf). Sistem akuntansi yang dilakukan dengan menggunakan konsep dana
memperlakukan suatu unit organisasi sebagai entitas akuntansi (accounting entity) dan
entitas anggaran (budget entity) yang berdiri sendiri. Penggunaan akuntansi dana
merupakan salah satu perbedaan utama antara untuk memastikan bahwa uang ummat
dialokasikan atau didistribusikan untuk tujuan yang telah ditetapkan. Sistem akuntansi
dana adalah metode akuntansi yang menekankan pada pelaporan pemanfaatan dana,
bukan pelaporan organisasi itu sendiri.
10. Akuntansi Kas
Penerapan akuntansi kas, pendapatan dicatat pada saat kas diterima, dan
pengeluaran dicatat ketika kas dikeluarkan. Banyak organisasai nonprofit menggunakan
akuntansi kas karena akuntansi kas relatif lebih sederhana dan tidak menyita banyak
waktu.
Kelebihan cash basis adalah mencerminkan pengeluaran yang aktual, riil dan
obyektif. Sedangkan kekurangannya adalah tidak dapat mencerminkan kinerja yang
sesungguhnya karena dengan cash basis tidak dapat diukur tingkat efisiensi dan
efektivitas suatu kegiatan, program, atau aktivitas dengan baik.
Secara sederhana akuntansi basis kas dapat dirumuskan sebagai berikut:
Basis Kas: Penerimaan kas – Pengeluaran kas = Perubahan kas
11. Perlakuan Akuntansi PSAK 109
Perlakuan akuntansi mengacu pada PSAK No. 109, ruang lingkupnya hanya
untuk amil yang menerima dan menyalurkan zakat daninfak/sedekah. PSAK ini wajib
diterapkan oleh amil yang mendapat izin dari regulator namun amil yang tidak
mendapat izin juga dapat menerapkan PSAK ini. PSAK 109 ini merujuk kepada
beberapa fatwa MUI, yaitu sebagai berikut:
a. Fatwa MUI No. 8/2011 tentang Amil Zakat
b. Fatwa MUI No. 13/2011 tentang Hukum Zakat atas Harta Haram
c. Fatwa MUI No. 14/2011 tentang Penyaluran Harta Zakat dalam bentuk Aset
Kelolaan.
d. Fatwa MUI No. 15/2011 tentang Penarikan. Pemeliharaan dan Penyaluran
Harta Zakat
12. Asas-asas Penghitungan Zakat
Penghitungan zakat tunduk ke beberapa asas yang diambil dari hukum dan dasar-
dasar fiqih yaitu:
a. Asas tahunan: zakat harta dihitung ketika telah melewati dua belas bulan
hijtiyah. Tahun zakat dimulai ketika harta tersebut mencapai niasab, selain
zakat harta pertanian yang dihitung zakatnya pada waktu panen dan jakat rikaz
yang wajib dikeluarkan zakatnya pada waktu menemukannya.
b. Asas independensi tahun zakat: setiap tahun zakat independen dari tahun-
tahun zakat lainnya (tahun sebelum dan sesudahnya), tidak boleh mewajibkan
dua zakat atas satu jenis harta dalam tahun yang sama, sebagimana satu jenis
harta tidak boleh tunduk kepada zakat dua kali dalam setahun.
c. Asas terealisasinya perkembangan dalam harta yang tunduk kepada zakat baik
secara riil maupun prediksi dan maknawi, artinya harta yang tunduk kepada
zakat haruslah harta yang berkembang seperti harta perdagangan dan binatang
ternak atau harta tersebut dihukumi sebagai harta berkembang seperti harta
tunai yang tidak diinvestasikan, yang mana ika harta tersebut diinvestasikan
akan berkembang.
d. Asas penghitungan zakat atas semua harta (Jumlah kotor) atau atas jumlah
bersih harta sesuai dengan jenis zakat. Misalnya zakat harta tunai dihitung atas
semua harta dan perkembangannya sedang zakat harta mustaghalat (harta yang
diliki untuk mendapat pemasukan) dan zakat gaji dihitung atas jumlah bersih
harta setelah dikurangi pembiayaan yang harus dikeluarkan.
e. Asas penghitungan nialai harta zakat berdasarkan nilai (harga) pasar yang
berlaku pada waktu pembayaran zakat. Misalnya harta perdagangan dihitung
nilainya berdasarkan harga grosir (partai) dipasar dan zakat piutang dihitung
berdasarkan nilai/umlah yang diharapkan pelunasannya.
f. Asas penggabungan harta-harta yang sejenis yang sama haul, nisab dan harga
zakatnya; seperti barang perdagangan digabungkan dengan harta tunai,
simpanan gaji dan pemberian.
g. Asas pengurangan harta yang wajib dizakati oleh tuntutan dan kewajiban
jangka pendek (kontan), sedang kewajiban jangka panjang yang mengurani
harta zakat adalah bagian yang harus dibayar pada tahun itu.
12. Hal-Hal Yang Perlu Diperhatikan
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam membuat laporan akuntansi zakat adalah :
a. Setiap penerimaan dan pengeluaran harus di ketahui termasuk jenis dana apa.
b. Setiap penyaluran dana yang ada harus sesuai dengan ketentuan Syari’ah.
c. Setiap jenis dana yang ada harus dapat di ketahui saldonya.
d. Jika zakat di terima dalam bentuk barang maka prinsip akutansi menghendaki
barang tersebut di nilai dalam satuan moneter (dalam rupiah), sesuai dengan
nilai pasarnya (jika di ketahui) atau nilai taksirannya.
e. Aktiva tetap yang dimiliki boleh disusutkan ataupun tidak
BAB III
PENUTUP
Nurhayati, dan Wasilah. 2015. Akuntansi Syariah di Indonesia Edisi 4. Jakarta. Salemba
Empat.
Nurhayati, dan Siswantoro. 2015. Pedoman Akuntansi Lembaga Zakat. Jakarta. Dapur Buku.
Sitompul, Harahap, dan Harnain. 2015. Akuntansi Masjid. Sumatera Utara : FEBI UIN-SU
Press.
http://www.puskasbaznas.com/publications/officialnews/425-ketentuan-dan-tata-cara-
penghitungan-zakat-profesi-penghasilan