Anda di halaman 1dari 21

PANAS BUMI DI SEKITAR GUNUNG TALANG

Oleh:
Suci Ariska 1615051003
Yola Rosiana 1615051010
Fitria Harleni 1615051015
Eko Rananda 1615051025
Ribka Rebekka Marpaung 1615051029

LABORATORIUM GEOFISIKA
JURUSAN TEKNIK GEOFISIKA
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS LAMPUNG
2019
I. PENDAHULUAN

Semakin maraknya pemberitaan mengenai minyak dan gas bumi yang akan
habis, kini panas bumi hadir sebagai solusi alternatif sebagai pengganti minyak
dan gas bumi. Bagaimana tidak panas bumi termasuk ke dalam salah satu energi
alternatif terbarukan sehingga dapat menghasilkan secara terus-menerus dan
merupakan sumber daya alam yang dapat diperbarui sehingga tidak akan ada
habisnya, karena proses pembentukannya yang terus menerus selama kondisi
lingkungannya (geologi dan hidrologi) dapat terjaga keseimbangannya. Indonesia
merupakan salah satu negara yang memiliki energi panas bumi terbanyak.

Menurut Direktorat Panas Bumi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral
Indonesia (2017) Indonesia memiliki potensi panas bumi sebesar 28.579 MW
dengan total sumberdaya 11.073 MW dan total cadangan 17.506 MW. Menurut
data pada website Dinas Pertambangan dan Energi Provinsi Sumatera Barat
(2017) Sumatera Barat memiliki potensi panas bumi sebesar 1.656 MW dengan
total cadangan 858 MW. Potensi Panas Bumi Sumatera Barat tersebar di
Kabupaten Pasaman, Pasaman Barat, Lima Puluh Kota, Tanah Datar, Agam,
Solok, dan Solok Selatan. Kabupaten Solok, Sumatera Barat memiliki tatanan
geologi yang didominasi oleh gejala tektonik berupa busur magma dan sistem
Sesar Sumatera. Keduanya merupakan gejala tektonik utama yang bersifat
regional, membujur sepanjang 1.650 km dari Aceh sampai Teluk Semangko yang
dikenal dengan Sesar Semangko (Munandar dkk., 2003).

Zona sesar merupakan zona lemah yang mengganggu akuifer tanah sehingga
memunculkan manifestasi di daerah panas bumi (Naryanto, 1997). Zona sesar ini
menyebabkan banyaknya muncul manifestasi panas bumi di sekitar Gunung
Talang seperti mata air, fumarol, dan sinter karbonat (Munandar dkk., 2003). Hal
inilah yang mendukung adanya potensi panas bumi di sekitar Gunung Talang.
Potensi panas bumi di Kabupaten Solok yang telah terbukti terdapat pada daerah
Batu Bajanjang yang masih dalam tahap sosialisasi sebelum tahap eksplorasi dan
eksploitasi. Energi panas bumi akan menjadi energi alternatif andalan dan vital
karena dapat mengurangi ketergantungan Indonesia terhadap sumber energi fosil
yang kian menipis dan dapat memberikan nilai tambah dalam rangka optimalisasi
pemanfaatan aneka ragam sumber energi di Indonesia.
III. TINJAUAN PUSTAKA
III. TEORI DASAR

Hidrokarbon termasuk salah satu sumber energi paling penting di bumi, yang
digunakan sebagai sumber bahan bakar. Dalam bentuk padat, hidrokarbon
merupakan salah satu komposisi pembentuk aspal dan juga digunakan untuk
pembuatan kloro fluoro karbon (zat sebagai propelan pada semprotan nyamuk).
Metana dan etana berbentuk gas dalam suhu ruangan dan tidak mudah cair
sedangkan propana lebih mudah cair. Butana sangat mudah dicairkan dan sering
digunakan untuk pemantik rokok. Pentana berbentuk cairan bening ketika berada
pada suhu ruangan, pada industri digunakan sebagai pelarut wax. Heksana
merupakan zat kimia yang termasuk dalam komposisi bensin dan digunakan juga
sebagai pelarut kimia. Dengan bertambahnya atom karbon, maka hidrokarbon
akan memiliki sifat viskositas dan titik didih lebih tinggi dengan warna lebih
gelap pada kondisi dimana hidrokarbon berbentuk linier (Margaesa, 2012).

Logging adalah proses pengukuran sifat fisik batuan dengan menggunakan


beberapa jenis logging. Kurva-kurva data log yang mendeteksi sifat fisik di suatu
lapisan batuan dari defleksi kurva merupakan hasil akhir dari logging. Untuk
mengetahui seberapa potensi zona yang diukur maka dilakukan adanya suatu
evaluasi formasi atau penilaian formasi yang dapat dilakukan dengan interpretasi
pintas, bisa juga dengan menggunakan software seperti software excell ataupun
LogPlot. Penilaian formasi adalah proses analisis ciri dan sifat batuan di bawah
tanah dengan menggunakan hasil pengukuran lubang sumur (logging) yang
digunakan untuk menentukan kualitas sumur (Barkun, 2012).

Well logging secara sederhana diartikan sebagai pencatatan perekaman


penggambaran sifat, karakter, ciri, data, keterangan, dan urutan bawah permukaan
secara bersambung dan teratur selaras dengan majunya alat yang dipakai.
Sehingga diagram yang dihasilkan merupakan gambaran hubungan antara
kedalaman (depth) dengan karakter ataau sifat yang ada pada formasi (Rider,
1996).

Log Resistivitas (Resistivity Log) adalah log yang digunakan untuk mengukur
sifat batuan dan fluida pori (minyak, gas, air) disepanjang lubang bor dengan
mengukur sifat tahanan kelistrikannya. Resistivitas berbanding terbalik dengan
konduktivitas. Besaran pada log resistivitas batuan menggunakan satuan Ohm.
Jika batuan mengandung fluida seperti air formasi yang sifatnya salin, maka
kurva resistivitasnya akan menunjukkan angka yang sangat rendah karena sifat
air yang salin cenderung bersifat konduktif (kebalikan dari resistif). Dan pada
minyak atau gas, kurva resistivitas akan menunjukkan angka yang sangat tinggi
karena minyak atau gas cenderung memiliki hambatan yang sangat tinggi. Log
resistivitas bermanfaat sekali dalam evaluasi formasi khususnya untuk
menganalisa apakah suatu reservoir mengandung air garam (wet) atau
mengandung hidrokarbon, sehingga log ini digunakan untuk menganalisis
Hidrocarbon-Water Contact (Santoso, 2011).

Didalam pengukuran resistivity log, biasanya terdapat tiga jenis ‘penetrasi’


resistivity, yakni shallow (borehole), medium (invaded zone) dan deep (virgin)
penetration. Perbedaan kedalaman penetrasi ini dimaksudkan untuk menghindari
salah tafsir pada pembacaan log resistivity karena mud invasion (efek lumpur
pengeboran) dan bahkan dapat mempelajari sifat mobilitas minyak (Rider, 1996).

Log Resistivitas, Prinsipnya adalah dengan mengukur resistivitas batuan beserta


kandungan fluidanya terhadap arus listrik yang melaluinya. Sifat resistivitas
tersebut, utamanya merupakan fungsi dari fluida dalam pori batuan. Pada
awalnya, arus listrik searah DC dilepaskan dari satu atau beberapa elektroda, dan
akan melalui batuan hingga tiba di permukaan. Beda potensial (kebalikannya
resistivitas) dan arus listrik diukur menggunakan dua unit elektroda tambahan di
permukaan, dan dari hasil pengukuran dapat diketahui nilai resistivitasnya (dalam
satuan ohm-meter/Ωm).Log Resistivitas dapat digunakan untuk membedakan
antara zona berisi air dan hidrokarbon dalam formasi batuan. Dalam
penerapannya, terdapat dua macam log Resistivitas, yaitu :
 Lateral Log; dirancang untuk mengukur resistivitas batuan yang dibor dengan
lumpur pemboran yang salty, dan dilakukan dengan menggunakan sonde
yang memiliki elektroda dan penyangga.
 Induction Log; prinsipnya dengan mengukur konduktivitas batuan sehingga
diperoleh nilai resistivitas. Dengan prinsip arus Eddy, di dalam
kumparan transmitter dialirkan arus bolak-balik berfrekuensi tinggi dan
amplitudo yang konstan (Irawan, 2015).
Nilai Rw didapatkan dengan mencari lapisan reservoar yang terisi penuh dengan
air (Sw = 1).Sehingga dengan menganggap nilai a = 1, m = 2, n = 2, maka Pers. 7
menjadi : Rw = _Rt
Lapisan yang terisi penuh dengan air ditandai dengan rendahnya respon log
resistivitas dan berhimpitnya kurva log neutron dan kurva log densitas (Irawan,
2015).
III. METODOLOGI PENELITIAN

A. Persiapan Sampel

Penelitian ini merupakan study literature dimana data berupa hasil penelitian
ini mengacu pada penelitian-penelitian yang telah dilakukan di daerah Bukit
Kili kabupaten Solok Sumatera Barat, dimana data-data tersebut diperoleh dari
internet. Pada penelitian ini diambil sebanyak 100 ml dari 12 sumber mata air
panas di sekitar Gunung Talang, Kabupaten Solok, Sumatera Barat. Secara
geografis, tempat pengambilan sampel dapat dilihat pada Gambar 1 yang
ditunjukkan oleh variabel A sampai J.

Gambar 1. Lokasi Pengambilan Sampel

B. Pengukuran Sampel

1. Pengukuran temperatur permukaan dan pH

Temperatur permukaan air panas diukur menggunakan termometer digital.


Pengukuran dilakukan langsung pada setiap sampel di lokasi penelitian.
Pengukuran pH menggunakan pH meter dan dilakukan pada setiap sampel
mata air panas. Pengukuran temperatur permukaan dan pH air panas
digunakan sebagai data pendukung untuk menentukan karakteristik fluida
reservoir panas bumi.

2. Pengukuran konsentrasi sampel

Pengukuran 12 sampel mata air panas dilakukan secara spektofotometri


dengan alat Atomic Absorption Spectroscopy (AAS) di laboratorium.
Pengukuran ini untuk mengetahui konsentrasi Na, K, dan Mg. Setelah itu
dilakukan pengukuran sampel secara spektofotometri dengan alat Visible
Spectroscopy dan Inductively Coupled Plasma-Atomic Emission
Spectroscopy (ICP-AES) serta titrasi pada 6 sampel yang telah dipilih.
Pengukuran dengan Visible Spectroscopy dilakukan untuk mengukur
konsentrasi SiO2. Pengukuran dengan Inductively Coupled Plasma-Atomic
Emission Spectroscopy (ICP-AES) dilakukan untuk mengukur konsentrasi
Li, B, dan Ca. Pengukuran secara titrasi dilakukan untuk mengukur
konsentrasi Cl.

3. Pengolahan dan Analisis Data

Data konsentrasi unsur Na, K, dan Mg dari 12 sampel yang telah diketahui
kemudian diolah dan diplot pada diagram segitiga Na-K-Mg dengan
menggunakan software XLSTAT. Data konsentrasi Cl, Li, dan B dari 6
sampel yang telah dipilih kemudian diolah dan diplot pada diagram segitiga
Cl-Li-B dengan menggunakan software XLSTAT. Kedua diagram tersebut
digunakan untuk mengetahui karakteristik fluida panas bumi. Selain itu,
kedua diagram juga digunakan untuk menentukan geotermometer yang
sesuai pada daerah penelitian. Konsentrasi SiO2, Na, K, dan Ca
dimasukkan dalam persamaan geotermometer yang sesuai untuk
mengestimasi temperatur reservoir panas bumi. Persamaan geotemometer
yang digunakan harus memperhatikan unsur dominan pada air panas
tersebut. Data kemudian dianalisis dan dihubungkan dengan potensi panas
bumi berdasarkan karakteristik fluida dan temperatur reservoir panas bumi.
IV. HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN

A. Karakteristik Reservoir

Prospek Panas Bumi

a. Pemanfaatan Sumber Daya Panas Bumi Bukit Kili


Energi sebesar 58 MWe di daerah panas bumi Bukit Kili merupakan potensi yang
cukup besar untuk dimanfaatkan di seluruh Kabupaten Solok.
Beberapa faktor yang menjadi peluang dalam pengembangan panas bumi G.
Talang diuraikan di bawah ini.
a. Akses ke wilayah penyelidikan mudah dicapai
b. Kebutuhan listrik cukup besar untuk tahun-tahun mendatang
c. Tersedia cukup air untuk pengeboran maupun kepentingan lainnya
d. Jaringan listrik berdaya besar telah terpasang sampai ke desa-desa terpencil
e. Potensi agroindustri yang cukup besar seperti adanya perkebunan pertanian
dll.
f. Kemungkinan pengembangan potensi wisata gunungapi dan panas bumi.

b. Kendala Pengembangan Sumber Daya Panas Bumi Solok


Beberapa faktor-faktor yang menghambat pemanfaatan sumber daya panas bumi
di daerah ini antara lain sebagai berikut.
a. Potensi bahaya gunungapi sekunder dari gunungapi Talang.
b. Penggundulan hutan di daerah resapan air seperti terjadi di sekitar G.
Talang.
c. Status Kepemilikan Tanah Wilayah Adat, merupakan salah faktor yang
cukup rumit

V. KESIMPULAN
Adapun kesimpulan yang didapat dari praktikum kali ini adalahh sebagai berikut.
1. .Pada sumur 1 terdapat 2 titik zona hidrokarbon, Titik pertama terletak pada
kedalaman 6019, dengan GR nya adalah 28.787, resistivitas 50.862, dengan
density 2.158 dengan NPHI 0.077% dan Titik ketiga terletak pada kedalaman
6501 dengan Gamma Ray menunjukkan nilai 25.392, resistivitas 25.719 Ohm-
m, RHOB atau densitas sebesar 2.019 dan NPHI .103%.
2. Pada sumur 2 terdapat zona hidrokarbon, pada titik keempat berada pada
kedalaman 7547.28 menunjukkan gr sebesar 28.977 api, resistivitas
49.877ohm m, dengan density 2.722 dan nphi 0.08%, titik kelima berada pada
kedalaman 7595.65 menunjukkan gr sebesar 51.149 api, resistivitas 29.428
ohm m, dengan density 2.71 dan nphi 0.067%, dan pada titik keenam berada
pada kedalaman 7579.53 menunjukkan gr sebesar 51.675 api, resistivitas
58.099 ohm m, dengan density 2.712 dan nphi 0.019%.
3. Pada sumur ke tiga terdapat 3 titik zona hidrokarbon yaitu titik 1 pada
kedalaman 7290.51 menunjukkan GR sebesar 70.2903 API, resistivitas
31.7123 Ohm m, dengan density 2.5304 dengan NPHI 0.0823%. Pada titik 2
log gamma ray berada pada kedalaman 7353.77 menunjukkan GR sebesar
124.70 API, resistivitas 30.1423 Ohm m, dengan density 2.5557 dengan NPHI
0.1057% dan titik 3 berada pda kedalaman 7467.65 dengan GR menunjukkan
nilai 149.38, resistivitas menunjukkkan nilai 30.1081, dengan densitas 2.5432
dan NPHI sebesar 0.3253%.
4. Pada sumur ke empat tidak terdapat zona hidrokarbon karena pada sumur ini
separasi berada pada GR yang tinggi dan resistivitas yang tinggi
5. Litologi reservoar minyak bumi yang baik adalah sandstone, karena sandstone
memiliki permeabilitas dan porositas yang baik.

DAFTAR PUSTAKA
Barkun, 2012. Aplikasi Well Logging dalam Evaluasi Formasi,
https://barkun.wordpress.com/2012/03/30/aplikasi-well-logging-evaluasi-
dalam formasi-3/, diakses pada tanggal 30 September 2018 pukul 13.35.

Deni. 2009. Analisis Data Well Log (Porositas, Saturasi Air, dan Permeabilitas)
untuk menentukan Zona Hidrokarbon, Studi Kasus Lapangan ”ITS”
Daerah Cekungan Jawa Barat Utara, Institut Teknologi Sepuluh
Novermber.

Dewanto, O. 2006. Buku Ajar Well Logging Vol-1. Jurusan Fisika FMIPA
UNILA. Bandar Lampung.

Margaesa, D. 2012. Panduan Interpretasi Geologging. Exploration Department


PT.SCS:Separi, Tenggarong Seberang.

Putro, S.D., dkk,. 2006. Analisa Log Densitas Dan Volume Shale Terhadap
Kalori, Ash Content dan Total Moisture Pada Lapisan Batubara
Berdasarkan Data Well Logging daerah Bangko Pit 1 Barat, Kecamatan
Lawang Kidul, Kabupaten Muara Enim, Sumatera Selatan. UPN “Veteran”
Yogjakarta.

Rider, M. 1996. The Geological Interpretation of Well Logs 2nd Edition,


Interprint Ltd. Malta.

Sukardi. 2004. Inventarisasi Batubara di Daerah Marginal di Daerah Lahai –


Kabupaten Barito Utara Propinsi Kalimantan Tengah. Kolokium Hasil
Lapangan – DIM.
LAMPIRAN
(Gambar 1. Sumur Senoro-01)

Zona
Hidrokarbon

(Gambar 2. Zona Pospek Hidrokarbon pada Sumur Senoro-01)

Depth (ft) Gamma LLD RHOB NPHI Litologi Fluida


Ray (Ohm-m) (%)

6019 28.787 50.862 2.158 0.077 Sand Minyak


6209.09 29.899 70.25 2.011 0.077 Sand Gas
6501 25.392 25.719 2.019 0.103 Sand Minyak

(Gambar 3. Data Interpretasi Zona Pospek Hidrokarbon Sumur Senoro-01)


Zona
Gas

Water Bearing

Zona Hidrokarbon

(Gambar 4. Sumur Senoro-02)

Depth (ft) Gamma LLD RHOB NPHI Litologi Fluida


Ray (Ohm-m) (%)

5070.46 19.619 1126.19 2.427 0.086 Sand Gas


6096.18 56.292 452.714 2.093 0.115 Sand Gas
6273.54 28.657 635.264 2.196 0.124 Sand Gas
7547.28 28.977 49.877 2.722 0.08 Sand Minyak
7595.65 51.149 29.428 2.71 0.067 Sand Minyak
7579.53 51.675 58.099 2.712 0.019 Sand Minyak

(Gambar 5. Data Interpretasi Zona Pospek Hidrokarbon Sumur Senoro-02)


Water Bearing

Zona
Hidrokarbon

(Gambar 6. Sumur Senoro-03)

Depth (ft) Gamma LLD RHOB NPHI Litologi Fluida


Ray (Ohm-m) (%)
7290.51 70.2903 31.7123 2.5304 0.0823 Sand Minyak
7353.77 124.70 30.1423 2.5557 0.1057 Sand Minyak
7467.65 149.38 30.1081 2.5432 0.3253 Sand Minyak

(Gambar 7. Data Interpretasi Zona Pospek Hidrokarbon Sumur Senoro-03)


(Gambar 8. Sumur Senoro-04)

Depth (ft) Gamma LLD RHOB NPHI


Ray (Ohm-m) (%)

6706.71 70.2428 2.5464 2.5233 0.1995


6738.87 47.733 1.9951 2.5516 0.0891
6783.9 129.577 4.1053 2.6039 0.0914

(Gambar 9. Data Interpretasi Sumur Senoro-04)

Anda mungkin juga menyukai