Anda di halaman 1dari 3

BAHASA INDONESIA DI RUANG PUBLIK

Oleh : SURYA ENDON SITORUS

Sebelum saya menuliskan esai ini, izinkan saya perkenalkan diri, nama saya Surya Endon Sitorus
seorang mahasiswa jurusan Teknik Kimia Institut Teknologi Medan, saya rasa cukup. Bicara
masalah penggunaan bahasa Indonesia di ruang publik memang sudah tidak asing bagi kita, tentu
menjadi sebuah pertanyaan alasan saya memilih judul esai ini, baiklah, alasan saya memilih
judul ini karena saat ini memang penggunaan bahasa Indonesia di ruang publik sedang tergerus,
beranjak dari hal ini saya tertarik untuk mengemukakan pendapat saya dan menurut apa yang
saya lihat serta analisa di sekeliling. Jika kita mencari pengertian bahasa menurut KBBI di
jelaskan bahwa bahasa merupakan sistem lambang bunyi yang arbitrer (sewenang-wenang), yang
digunakan oleh anggota suatu masyarakat untuk bekerja sama, berinteraksi, dan
mengidentifikasikan diri, selain dari pada itu, bahasa merupakan sebuah jati diri bangsa tak jauh
berbeda dengan Indonesia yang memiliki jati diri yaitu bahasa Indonesia yang tertuang dalam
sumpah pemuda butir ke 3, jati diri lah yang membedakan suatu bangsa dengan bangsa lainnya,
kelompok dengan kelompok lainnya, oleh karena itu bahasa Indonesia harus senantiasa kita jaga,
kita lestarikan, kita bina dan kembangkan sebagai sarana komunikasi. Sedangkan ruang publik
adalah tempat umum bagi siapa saja, ruang umum untuk masyarakat, oleh karena fungsinya
sebagai tempat umum, maka kedudukan bahasa Indonesia haruslah yang utama dari pada bahasa
asing. Namun pada praktik nya saat ini, justru bahasa Indonesia sudah tidak memiliki tempat lagi
bagi ruang publik, contohnya saja di medan terdapat sebuah tempat bernama merdeka walk,
Medan International Convention Center kemudian yang tidak kalah menarik adalah Kualanamu
International Airport. Ini sebenarnya sudah sangat membuat miris, mengingat bahasa Indonesia
sendiri sesuai amanat UUD 1945 pasal 36 menerangkan bahwa “Bahasa Negara adalah Bahasa
Indonesia” dan jika melihat lagi UU No. 24 tahun 2009 pasal 36 ayat 3 menjelaskan “Bahasa
Indonesia wajib digunakan untuk nama bangunan atau gedung, jalan, apartemen atau
permukiman, perkantoran, kompleks perdagangan, merk dagang, lembaga usaha, lembaga
pendidikan, organisasi yang didirikan atau dimiliki oleh warga negara Indonesia atau badan
hukum Indonesia”. Dari fenomena kejadian diatas masih sedikit nama atau tempat atau ruang
publik yang tidak menempatkan bahasa Indonesia sebagai utama dalam penggunaan nama. Lalu
bagaimana sebenarnya bahasa Indonesia di ruang publik saat ini? Kalau menurut saya mulai
pudar dengan semakin berkembangnya kemajuan teknologi, memang teknologi tidak bisa kita
halangi kemajuannya, hanya saja sebagai bangsa yang memiliki 17.504 pulau, 742 bahasa daerah
serta suku bangsa yang sangat banyak kita seharusnya bangga dengan Bahasa pemersatu kita
yaitu bahasa Indonesia. Begitu juga dengan penggunaan bahasa daerah di ruang publik, dimana
tertuang dalam UU No 24 tahun 2009 pasal 38 ayat 1 di jelaskan “Bahasa Indonesia wajib
digunakan dalam rambu umum, penunjuk jalan, fasilitas umum, spanduk, dan alat informasi lain
yang merupakan pelayanan umum”. Pasal ini menjelaskan bahwa sebenarnya penggunaan
bahasa daerah juga tidak dianjurkan sesuai pasal 38 tersebut, bukan bermaksud untuk
menghilangkan kekhasan suatu daerah karena bahasanya, hanya saja tidak semua masyarakat
mengerti dan paham dengan bahasa daerah tertentu.

Lalu bagaimana penggunaan bahasa daerah dan bahasa asing ?

Hal yang tepat adalah dengan membuatnya berdampingan dengan bahasa Indonesia, dengan
demikian bahasa daerah akan tetap di lestarikan begitu juga dengan bahasa asing yang di pahami
oleh turis mencanegara. Mengingat kedudukan porsinya sebagai yang utama, karena itu bahasa
Indonesia harus tetap berada pada posisi sebagaimana seharusnya.

Akan tetapi, solusi atas permasalahan diatas tidak serta merta akan berhasil, kerena dewasa ini
masyarakat kita terlebih pengelola tempat ruang publik jarang mengenal istilah bahasa baku
dalam bahasa Indonesia. Dalam hal inilah penting diperhatikan bahwa para pendidik bahasa
Indonesia disekolah-sekolah harus lebih giat lagi memberikan pehaman kepada peserta didik
mengenai bahasa Indonesia yang baik dan benar di ruang publik, kemudian dari pada itu, peran
serta pemerintah juga sangat diperlukan, seperti mensosialisasikan lagi UU No 24 tahun 2009,
bersamaan dengan itu juga pemerintah daerah juga seharusnya membuat kebijakan seperti yang
dilakukan pemerintah Provinsi Sumatera Utara melalui perda Nomor 8 Tahun 2017 tentang
Pengutamaan Penggunaan Bahasa Indonesia, Perlindungan Bahasa Daerah dan Sastra Daerah.
Dengan demikian secara perlahan bahasa Indonesia sebagai jati diri kita akan menguat kembali
sebagaimana fungsinya. Tentu ini memerlukan perhatian dari setiap pihak tidak hanya pemangku
kebijakan tetapi kita sebagai masyarakat harus mendukung pengutamaan bahasa Indonesia
diruang publik, agar bahasa Indonesia dapat mendunia serta dikenal oleh bangsa-bangsa yang
lain. Dan merefleksikan lagi perjuangan pahlawan kita pada sumpah pemuda 28 oktober 1928
agar tidak menjadi sia-sia, maka sebagai putra dan putri yang mengaku berbahasa yang satu
bahasa Indonesia, mari kita gunakan pemakaian bahasa Indonesia di ruang publik dengan baik
dan benar sesuai kaidah.

Terimakasih

Medan, 04 Mei 2019


01.42 WIB

Anda mungkin juga menyukai