Anda di halaman 1dari 8

LAPORAN KASUS ETIK MEDIKOLEGAL

KAJIAN ASPEK ETIKO-MEDIKOLEGAL DAN HUKUM


PADA KASUS ABORSI OLEH DOKTER UMUM

Oleh:
dr. Andri Adma Wijaya

Pembimbing:
dr. Muhammad Kartikanuddin
dr. Wiji Kusbiyah

PROGRAM INTERSHIP DOKTER INDONESIA


ANGKATAN II PERIODE JUNI TAHUN 2017 – 2018
WAHANA RSUD dr. SOEDOMO TRENGGALEK
DESEMBER 2017
LEMBAR PERSETUJUAN PORTOFOLIO
ETIK MEDIKOLEGAL

Kajian Aspek Etiko-Medikolegal dan Hukum


pada Kasus Aborsi oleh Dokter Umum

Oleh :
dr. Andri Adma Wijaya

Laporan Kasus telah disetujui dan dikoreksi oleh pembimbing

Tanggal: ..................

Pembimbing I Pembimbing II

dr. M. Kartikanuddin dr. Wiji Kusbiyah

Portofolio Kasus
No. ID dan Nama Peserta : dr. Andri Adma Wijaya
No. ID dan Nama Wahana: RSUD dr Soedomo Trenggalek
Topik : Kajian Aspek Etiko-Medikolegal dan Hukum pada Kasus Aborsi oleh Dokter Umum
Tanggal (kasus): 31 Juli 2017
Nama Pasien: Ny. DS No RM:-
Tanggal Presentasi: Pendamping:
dr Kartikanuddin, dr Wiji Kusbiyah
Obyektif Presentasi:
Keilmuan √ Keterampilan Penyegaran √ Tinjauan Pustaka
Diagnostik Manajemen Masalah √ Istimewa
Neonatus Bayi Anak Remaja Dewasa Lansia Bumil

Deskripsi:

Kenekatan dr.W melakukan aborsi ilegal berakhir Senin (31/7) lalu. Dokter senior yang membuka
praktik di Kecamatan Tanjunganom itu ditangkap tim buser Polres Nganjuk bersama dua pria lainnya.
Pasalnya, pelaku tertangkap tangan telah melakukan aborsi terhadap DS, 28, perempuan asal
Semarang.
Terbongkarnya praktik aborsi ilegal itu setelah ada laporan dari masyarakat terkait maraknya
pengguguran janin bayi yang menyalahi aturan itu. Dari hasil penggerebekan polisi menangkap empat
orang tersangka yakni dr.W (77) di tempat praktik dan berperan sebagai tenaga medis yang melayani
aborsi. Tersangka SM (39) warga Desa Ngrambe, Kecamatan Ngrambe, Kabupaten Ngawi, Jawa
Timur yang berperan sebagai perantara mempertemukan klien dengan dokter aborsi. Selain itu, polisi
juga menetapkan dua orang pasien yang mengaku sebagai pasangan suami istri (Pasutri) bernama DS
(28) warga Kecamatan Getasan Kabupaten Semarang, dan IR (44).
Meski berprofesi sebagai dokter dan memiliki izin praktik, aborsi yang dilakukan dr.W ilegal. Sebab,
izin praktiknya hanya sebagai dokter umum. Hal itu pula yang membuat dokter lulusan salah satu
universitas di Rusia itu ditangkap polisi. Setelah ditangkap Senin lalu, dr.W resmi menjadi tahanan
Polres Nganjuk sejak Selasa (1/8) lalu. “Berdasar penyidikan, usai aborsi janin langsung dibuang ke
tempat sampah,” tandas Kapolres Nganjuk.
dr.W mengaku sudah melakukan praktik aborsi selama tiga tahun terakhir. Namun, beberapa
keterangan membuktikan bahwa pelaku sudah melakukan praktik aborsi selama lebih dari 10 tahun.
Dalam bekerja, dia tidak sendiri.
Mayoritas pasien yang datang kepada dr.W adalah perempuan dengan usia kehamilan dua hingga tiga
bulan. Latar belakang pasien juga beragam. Mulai pasangan suami-istri, hingga pasangan yang belum
menikah. “Untuk perantaranya (siapa saja, Red) masih kami kembangkan,” urai penyidik. Sementara
itu, IR dan DS kepada petugas mengatakan, dirinya terpaksa melakukan aborsi karena kebobolan.
“Mereka sudah punya 2 anak, tapi ini kebobolan dan melakukan aborsi,” imbuh penyidik.

Tujuan: Mengetahui dan memahami bagaimana aspek etik, medikolegal dan hukum dalam pengambilan
keputusan pada kasus aborsi oleh dokter umum.
Bahan bahasan Tinjauan Pustaka Riset Kasus √ Audit
Cara membahas Diskusi √ Presentasi dan diskusi E-mail Pos
Data pasien Nama: Ny. DS No RM:
Nama Instansi: Klinik dr.W Telp: (-) Terdaftar sejak
Data utama untuk bahan diskusi

1. Diagnosis/Gambaran Klinis:
Ny. DS hamil anak ketiga warga semarang datang ke klinik dokter umum, dr.W,
bersama suaminya, Tn.IR, yang berniat akan menggugurkan kandungannya dengan
alasan karena telah kebobolan. Pasien mengetahui perihal jasa dr.W melalui
perantara Tn.SM. Setelah proses pengguguran janin, pasien Ny.DS mengalami
perdarahan sehingga disarankan untuk menuju ke rumah sakit di wilayah kota
Nganjuk. Saat pasien hendak dibawa ke rumah sakit, polisi kemudian mengerebek
keempat pelaku serta mengamankan beberapa bukti termasuk janin yang telah
digugurkan dan dibungkus ke dalam kresek hitam. Sementara pasien, Ny. DS, tetap
dibawa ke rumah sakit untuk mendapatkan penanganan lebih lanjut.

2. Riwayat Pengobatan : -
3. Riwayat Kesehatan : -
4. Riwayat Keluarga : -
5. Riwayat Pekerjaan : -
6. Perjalanan Penyakit : -

Daftar Pustaka
https://www.jawapos.com/radarkediri/read/2017/08/03/5391/praktik-aborsi-dokter-lulusan-rusia-
ditahan

http://jatim.tribunnews.com/2017/08/02/inilah-nama-dokter-aborsi-di-nganjuk-dan-tiga-tersangka-
yang-lain

http://www.tribunnews.com/regional/2017/08/02/polisi-bongkar-praktik-aborsi-di-nganjuk-bosnya-
seorang-dokter

https://faktualnews.co/2017/08/02/buka-praktek-aborsi-mantan-kepala-puskesmas-nganjuk-pasang-
tarif-rp-7-juta/29544/

https://faktualnews.co/2017/08/02/mantan-kepala-puskesmas-nganjuk-buka-praktek-aborsi/29532/

https://www.jawapos.com/radarkediri/read/2017/08/03/5391/praktik-aborsi-dokter-lulusan-rusia-
ditahan

http://harianbhirawa.com/2017/08/3-tahun-praktik-aborsi-dokter-umum-dibekuk-polres-nganjuk/

Hasil Pembelajaran:

1. Kajian kasus menurut kaidah dasar bioetik


2. Kajian kasus menurut kode etik kedokteran Indonesia
3. Kajian kasus menurut undang-undang
4. Kajian Kasus menurut Sumpah Dokter
Kajian Kasus Menurut Kaidah Dasar Bioetik

Kitchener (1984) telah mengidentifikasi dasar-dasar bioetika yang terdiri dari :


• Autonomy : prinsip tentang kemandirian, kebebasan, dan bebas menentukan pilihan dan tindakan yang di
inginkan.
• Nonmaleficence : konsep untuk tidak menyakiti. Prinsip ini oleh beberapa ahli disebut prinsip paling
penting dalam bioetika yaitu “diatas segalanya, jangan menyakiti ”.
• Beneficence : tanggung jawab untuk memberikan pelayanan demi kebaikan pasien, melakukan hal baik,
menjadi proaktif dan mencegah kerusakan.
• Justice : keadilan, memperlakukan pasien secara setara.
Pada kasus ini prinsip bioetik yang berkaitan dan telah dilanggar adalah:
 Autonomy: dalam hal ini tidak ada pelanggaran kaidah bioetik autonomy karena pasien telah menyetujui
dan menghendaki tindakan yang dilakukan
 Non maleficence: dokter telah melanggar kaidah bioetik ini karena telah melakukan tindakan aborsi tanpa
ada indikasi medis serta bukan merupakan kompetensinya sebagai dokter umum
 Beneficence: dokter telah melanggar kaidah bioetik ini karena telah melakukan tindakan aborsi tanpa
memperhatikan hal terbaik untuk ibu dan bayi yang merupakan manusia sebagai makhluk mulia dan
memiliki hak untuk hidup
 Justice: dokter telah melanggar kaidah bioetik ini karena tidak dapat melindungi hak hidup sang bayi
sebagai pihak yang paling lemah

Kajian Menurut Kode Etik Kedokteran Indonesia

KODE ETIK KEDOKTERAN INDONESIA


Pasal 1
Setiap dokter harus menjunjung tinggi, menghayati dan mengamalkan sumpah dokter.
Pasal 2
Seorang dokter harus senantiasa berupaya melaksanakan profesinya sesuai dengan standar profesi
yang tertinggi.
Pasal 7a
Seorang dokter harus, dalam setiap praktik medisnya, memberikan pelayanan medis yang kompeten
dengan kebebasan teknis dan moral sepenuhnya, disertai rasa kasih sayang (compassion) dan
penghormatan atas martabat manusia.
Pasal 7d
Setiap dokten harus senantiasa mengingat akan kewajiban melindungi hidup makhluk insani.
Pasal 8
Dalam melakukan pekerjaannya seorang dokter harus memperhatikan kepentingan masyarakat dan
memperhatikan semua aspek pelayanan kesehatan yang menyeluruh (promotif, preventif, kuratif dan
rehabilitatif), baik fisik maupun psiko-sosial, serta berusaha menjadi pendidik dan pengabdi
masyarakat yang sebenar-benarnya.
Pasal 10
Setiap dokten wajib bersikap tulus ikhlas dan mempergunakan segala ilmu dan ketrampilannya untuk
kepentingan pasien. Dalam hal ini ia tidak mampu melakukan suatu pemeriksaan atau pengobatan,
maka atas persetujuan pasien, ia wajib menujuk pasien kepada dokten yang mempunyai keahlian
dalam penyakit tersebut.
Pasal 15
Setiap dokter tidak boleh mengambil alih pasien dan teman sejawat, kecuali dengan persetujuan atau
berdasarkan prosedur yang etis.

Kajian Menurut Undang-Undang

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2004


TENTANG PRAKTIK KEDOKTERAN

Pasal 51
Dokter atau dokter gigi dalam melaksanakan praktik kedokteran mempunyai kewajiban :
a. memberikan pelayanan medis sesuai dengan standar profesi dan standar prosedur operasional serta
kebutuhan medis pasien;
b. merujuk pasien ke dokter atau dokter gigi lain yang mempunyai keahlian atau kemampuan yang lebih baik,
apabila tidak mampu melakukan suatu pemeriksaan atau pengobatan;
c. merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya tentang pasien, bahkan juga setelah pasien itu meninggal
dunia;
d. melakukan pertolongan darurat atas dasar perikemanusiaan, kecuali bila ia yakin ada orang lain yang
bertugas dan mampu melakukannya; dan
e. menambah ilmu pengetahuan dan mengikuti perkembangan ilmu kedokteran
atau kedokteran gigi.

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 35 TAHUN 2014


TENTANG KEKERASAN / PENGANIAYAAN

Pasal 80
(1) Setiap Orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76C, dipidana dengan pidana
penjara paling lama 3 (tiga) tahun 6 (enam) bulan dan/atau denda paling banyak Rp72.000.000,00 (tujuh puluh
dua juta rupiah).
(2) Dalam hal Anak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) luka berat, maka pelaku dipidana dengan pidana
penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
(3) Dalam hal Anak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) mati, maka pelaku dipidana dengan pidana penjara
paling lama 15 (lima belas) tahun dan/atau denda paling banyak Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah).
(4) Pidana ditambah sepertiga dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat apabila
yang melakukan penganiayaan tersebut Orang Tuanya.

KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA


TENTANG TINDAK PIDANA PENGGUGURAN DAN PEMBUNUHAN KANDUNGAN

Pasal 346 KUHP


Seorang wanita yang sengaja menggugurkan atau mematikan kandungannya atau
menyuruh orang lain untuk itu, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun.

Pasal 347 KUHP


(1) Barangsiapa dengan sengaja menggugurkan atau mematikan kandungan seorang
wanita tanpa persetujuannya, diancam dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun.
(2) Jika perbuatan itu mengakibatkan matinya wanita tersebut, diancam dengan pidana
penjara paling lama lima belas tahun.

Pasal 348 KUHP


(1) Barangsiapa dengan sengaja menggugurkan atau mematikan kandungan seorang
wanita dengan persetujuannya, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun
enam bulan.
(2) Jika perbuatan itu mengakibatkan matinya wanita tersebut, diancam dengan pidana
penjara paling lama tujuh tahun.

Pasal 349 KUHP


Jika seorang dokter, bidan atau juru obat membantu melakukan kejahatan berdasarkan
Pasal 346, ataupun melakukan atau membantu melakukan salah-satu kejahatan yang
diterangkan dalam Pasal 347 dan 348, maka pidana yang ditentukan dalam pasal itu dapat
ditambah dengan sepertiga dan dapat dicabut hak untuk menjalankan pencarian dalam
mana kejahatan dilakukan.

Pasal 299 KUHP


(1) Barangsiapa dengan sengaja mengobati seorang wanita atau menyuruh supaya
diobati, dengan diberitahukan atau ditimbulkan harapan bahwa karena pengobatan itu
hamilnya dapat digugurkan, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun atau
pidana denda paling banyak empat puluh lima ribu rupiah.
(2) Jika yang bersalah berbuat demikian untuk mencari keuntungan, atau menjadikan
perbuatan tersebut sebagai pencarian atau kebiasaan, atau jika dia seorang tabib, bidan
atau juru-obat, pidananya dapat ditambah sepertiga.
(3) Jika yang bersalah melakukan kejahatan tersebut dalam menjalankan pencarian, maka
dapat dicabut haknya untuk melakukan pencarian itu.

Pasal 350 KUHP


Dalam hal pemidanaan karena pembunuhan, karena pembunuhan dengan rencana,
atau karena salah-satu kejahatan berdasarkan Pasal 344, 347 dan 348, dapat dijatuhkan
pencabutan hak berdasarkan Pasal 35 No.1-5.

Pasal 35 KUHP
(1) Hak-hak terpidana yang dengan putusan hakim dapat dicabut dalam hal-hal yang
ditentukan dalam kitab undang-undang ini atau dalam aturan umum lainnya ialah :
1. hak memegang jabatan pada umumnya atau jabatan yang tertentu ;
2. hak memasuki Angkatan Bersenjata ;
3. hak memilih dan dipilih dalam pemilihan yang diadakan berdasarkan aturan-aturan
umum ;
4. hak menjadi penasihat hukum atau pengurus atas penetapan Pengadilan, hak menjadi
wali, wali pengawas, pengampu atau pengampu pengawas, atas orang yang bukan anak
sendiri ;
5. hak menjalankan mata pencarian tertentu.
(2) Hakim tidak berwenang memecat seorang pejabat dari jabatannya, jika dalam aturan-
aturan khusus ditentukan penguasa lain untuk pemecatan itu.

Keterangan:
Keempat tersangka diancam dengan pasal 80 ayat 3 undang Undang RI No. 35/2014 tentang
perlindungan anak dan atau 348 KUHP pidana dan atau pasal 349 KUHP pidana.

Kajian Kasus Menurut Sumpah Dokter

SUMPAH DOKTER

Saya akan membaktikan hidup saya guna kepentingan perikemanusiaan;


Saya akan memberikan kepada guru-guru saya penghormatan dan pernyataan terima kasih yang selayaknya;
Saya akan menjalankan tugas saya dengan cara yang berhormat dan bermoral tinggi, sesuai dengan martabat
pekerjaan saya;
Kesehatan penderita senantiasa akan saya utamakan;
Saya akan merahasiakan segala sesuatu yang saya ketahui karena pekerjaan saya dan karena keilmuan saya
sebagai dokter;
Saya akan memelihara dengan sekuat tenaga martabat dan tradisi luhur jabatan kedokteran;
Saya akan memperlakukan teman sejawat saya sebagai mana saya sendiri ingin diperlakukan;
Dalam menunaikan kewajiban terhadap penderita, saya akan berikhtiar dengan sungguh-sungguh supaya saya
tidak terpengaruh oleh pertimbangan keagamaan, kebangsaan, kesukuan, politik kepartaian, atau kedudukan
sosial;
Saya akan menghormati setiap hidup insani mulai dari saat pembuahan;
Sekalipun diancam, saya tidak akan mempergunakan pengetahuan kedokteran saya untuk sesuatu yang
bertentangan dengan hukum perikemanusiaan.

Keterangan: Tindakan kedokteran yang sudah dilakukan tidak bertentangan dengan Sumpah Dokter.

KESIMPULAN
Dalam kasus ini dokter telah melakukan pelanggaran terhadap:

Kaidah dasar bioetik kedokteran diantaranya Non maleficence, Beneficence dan Justice. Dokter telah
melakukan tindakan aborsi tanpa ada indikasi medis serta bukan merupakan kompetensinya sebagai dokter
umum. Dokter tidak memperhatikan hal terbaik untuk ibu dan bayi yang merupakan manusia sebagai makhluk
mulia dan memiliki hak untuk hidup serta tidak dapat melindungi hak hidup sang bayi sebagai pihak yang
paling lemah;

Kode Etik Kedokteran Pasal 1, 2, 7a, 7d, 8, 10 dan 15. Dalam hal ini, dokter telah melanggar dan
tidak menjunjung tinggi sumpah dokternya serta profesinya, mengabaikan rasa kasih sayang dan
penghormatan terhadap martabat manusia, tidak melindungi hak hidup manusia, serta melakukan
tindakan medis yang tidak sesuai dengan kompetensinya sebagai dokter umum;

Undang- Undang No 29 tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran pasal 51a;

Undang Undang RI No. 35/2014 pasal 80 ayat 3 tentang perlindungan anak dan atau 348 KUHP
pidana dan atau pasal 349 KUHP pidana. Mereka terancam pidana penjara paling lama 15 tahun dan
denda paling banyak Rp 3 miliar.

Sumpah dokter yakni tidak membaktikan hidup guna kepentingan perikemanusiaan; tidak
menjalankan tugas dengan cara yang berhormat dan bermoral tinggi, sesuai dengan martabat
pekerjaan; tidak mengutamakan kesehatan penderita; tidak menghormati setiap hidup insani mulai
dari saat pembuahan; serta mempergunakan pengetahuan kedokteran untuk sesuatu yang bertentangan
dengan hukum perikemanusiaan.

SARAN
Sebagai petugas medis khususnya dokter, harus senantiasa menjunjung tinggi sumpah dokter, harkat dan martabat
profesi, menghormati dan menghargai hak serta martabat setiap manusia sebagai manusia yang memiliki hak untuk
hidup mulai saat pembuahan.

Sebagai masyarakat serta penegak hukum seharusnya turut menjaga dan mengawasi terjaganya hak, kehormatan
serta martabat setiap manusia.

Sebagai seorang dokter seharusnya tidak melakukan tindakan medis apapun diluar kompetensinya serta tindakan
medis apapun yang dapat membahayakan keselamatan dan nyawa seseorang. Menghindari tindakan medis apapun
salah satunya aborsi yang dilakukan tanpa tindakan medis.

Anda mungkin juga menyukai