Anda di halaman 1dari 7

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. HIV
Human Imunodefeciency Virus (HIV) merupakan sejenis virus yang menyerang atau
menginfeksi sel darah putih dan menyebabkan turunnya kekebalan tubuh manusia.
Syindrom (AIDS) adalah timbulnya sekumpulan gejala penyakit karena gejala kekebalan
tubuh menurun disebabkan infeksi oleh HIV. Akibatnya menurun kekebalan tubuh maka
orang tersebut sangat muudah terkena berbagai penyakit infeksi (infeksi opurtonistik)
yang sering berakibat fatal. Pengidap HIV memerlukan pengobatan dengan antiretroviral
(ARV) untuk menurunkan jumlah virus HIV di dalam tubuh agar tidak masuk kedalam
stadium AIDS (MK Tan, 2017)

B. PROGRAM PEMERINTAH DAN ORGANISASI NON PEMERINTAH


Tujuan pengendalian dapat dicapai melalui kegiatan – kegiatan yang dikelompokkan
berdasarkan isu spesifik sebanyak 16 yaitu :
1. Peningkatan Konseling dan Tes HIV
Program ini mencakup pelaksanaan layanan konseling dan tes HIV pada populasi
kunci, populasi khusus (pasien IMS, TB dan hepatitis, dan pasien dengan penyakit-
penyakit yang mengindikasikan HIV AIDS); ibu hamil, WBP, dan pasangan
ODHA).di wilayah dengan epidemi HIV terkonsentrasi serta konseling dan tes HIV
donor darah reaktif sebagai tindak lanjut hasil skrining darah di UTD.

2. Peningkatan Cakupan dan Retensi Pengobatan ARV


Program ini mencakup penyediaan dan perluasan layanan perawatan, dukungan dan
pengobatan (PDP) bagi ODHA, menyediakan ARV bagi yang memenuhi syarat dan
obat-obat infeksi oportunistik dan profilaksis, upaya-upaya untuk meningkatkan
retensi ODHA di dalam perawatan HIV (termasuk membina kelompok dukungan
sebaya).

3. Pengendalian Penyakit Infeksi Menular Seksual (IMS)


Program ini mencakup penyediaan layanan IMS sesuai standar di seluruh Puskesmas
dan fasyankes lainnya (termasuk pemeriksaan rutin IMS dan penapisan sifilis untuk
populasi kunci dan ibu hamil di Kab/ kota), penyediaan kondom sebagai alat
pencegahan dan paket pengobatan IMS.

4. Pencegahan Penularan HIV dari Ibu dan Anak (PPIA)


Program PPIA merupakan program pencegahan penularan vertikal dari seorang ibu
kepada bayinya. Kerangka kerja program PPIA dilaksanakan melalui kegiatan
pencegahan dan penanganan HIV secara komprehensif berkesinambungan yang
meliputi empat komponen (prong) sebagai berikut:

Prong 1: pencegahan primer agar perempuan pada usia reproduksi tidak


tertular HIV

Kegiatan ini merupakan pencegahan primer untuk mencegah penularan HIV pada
perempuan usia reproduksi (15-49 tahun). Kegiatannya meliputi: i) penyebarluasan
komunikasi, informasi dan edukasi (KIE) tentang pencegahan infeksi HIV; dan ii)
tes HIV padaperempuan usia reproduksi, termasuk ibu hamil.

Prong 2: pencegahan kehamilan yang tak direncanakan pada perempuan


pengidap HIV

Pada prinsipnya setiap perempuan perlu merencanakan kehamilannya, namun pada


perempuandengan HIV perencanaan kehamilan harus dilakukan dengan lebih hati-
hati dan matang karena adanya risiko penularan HIV kepada bayinya.

Kegiatan yang dilakukan meliputi:


i. Pencegahan dan penundaan kehamilan pada ibu dengan HIV melalui konseling
dan penyediaan sarana kontrasepsi yang aman dan efektif; dan
ii. Perencanaan dan persiapan kehamilan yang tepat, jika ibu ingin hamil.Termasuk
di sini adalah merencanakan kapan saat yang tepat untuk hamil

Prong 3: Pencegahan penularan HIV dari ibu hamil ke bayi yang


dikandungnya dan yang disusuinya.

Strategi pencegahan penularan HIVpada ibu hamil merupakan inti dari upaya PPIA.
Semua ibu hamil denganHIV diupayakan mendapatkan pelayanan berikut ini.
i. Layanan antenatal terpadu sesuai dengan standar.
ii. Pemberian ARV dan kotrimoksasol profilaksis pada ibu hamil dengan HIV.
iii. Perencanaan persalinan yang aman dan tatalaksana persalinan, nifas dan layanan
neonatal.
iv. Tatalaksana pemberian makanan terbaik bagi bayi.
v. Pemberian ARV dan kotrimoksasol profilaksis pada bayi.

Prong 4: Pemberian dukungan psikologis, sosial dan perawatan kepada ibu


dengan HIV beserta anak dan keluarganya

Upaya pencegahan penularan HIV dari ibu ke anak tidak berhenti setelah ibu
melahirkan. Ibu akan tetap hidup dengan HIV di tubuhnya, sehingga membutuhkan
dukungan medis, psikologis, sosial dan perawatan selama hidupnya. Perempuan
dengan HIV lebih rentan terkena IMS, sehingga bila terinfeksi HPV (human
papiloma virus) akan lebih rentan untuk terjadi perubahan ke arah kanker serviks,
sehingga pemeriksaan IVA (inspeksi visual asam asetat) atau Pap smear harus lebih
sering dilakukan, misalnya setiap 6-9 bulan.

Dukungan juga harus diberikan kepada anak dan keluarganya.Tujuannya untuk


menjaga agar ibu dan bayi tetap sehat dengan pola hidup yang tepat, patuh berobat,
mencegah penyakit oportunis dan mengamati status kesehatan. Kegiatannya
meliputi:
i. Dukungan lanjutan bagi ibu melalui:
 Pemeriksaan kondisi kesehatan;
 Pengobatan ARV jangka panjang dan pemantauan terapi;
 Pemantauan kondisi kesehatan, termasuk pemantauan CD4 danviral load;
 Pencegahan dan pengobatan infeksi oportunistik;
 Konseling dan dukungan kontrasepsi, pengaturan kehamilan dan asupan gizi;
 Kunjungan rumah.

ii. Dukungan untuk bayi, yaitu:


 Pemberian ARV pencegahan dan diagnosis HIV pada bayi;
 Informasi dan edukasi pemberian makanan bayi;
 Layanan imunisasi dan pemantauan tumbuh kembang;
 Pemeriksaan kondisi kesehatan dan pemantauan terapi ARV (termasuk CD4
danviral load);
 Pencegahan dan pengobatan infeksi oportunistik, termasuk pemberian
kotrimoksasol (untuk mencegah infeksi Pneumocystis jiroveci).

iii. Penyuluhan kepada suami/pasangan dan anggota keluarga lainnya tentang cara
penularan HIV dan pencegahannya serta penggerakan dukungan masyarakat bagi
keluarga dengan atau terdampak HIV. Dengan demikian diharapkan keluarga
dapat mendukung penuh tata laksana pada ibu dan bayi secara menyeluruh.

5. Kolaborasi TB-HIV
Kolaborasi TB-HIV bertujuan untuk eliminasi kematian ODHA karena TB, dengan
melakukan kegiatan-kegiatan kolaborasi TB-HIV, yaitu:
i. Membentuk mekanisme kolaborasi antara program TB dan HIV AIDS;
mencakup pembentukan forum TB-HIV, perencanaan bersama serta monitoring
dan evaluasi kegiatan TB-HIV.
ii. Menurunkan beban TB pada ODHA; mencakup penapisan TB pada ODHA,
pemberian INH untuk profilaksis TB pada ODHA; serta pengendalian infeksi
TB di fasyankes.
iii. Menurunkan beban HIV pada pasien TB; mencakup tes HIV pada pasien TB,
pemberian obat Anti Retroviral (ARV) serta kotrimoksasol pada pasien dengan
ko-infeksi TB-HIV.

6. Pengembangan Laboratorium HIV dan IMS


Kegiatan ini mencakup upaya-upaya untuk meningkatkan jumlah dan mutu
pemeriksaan laboratorium HIV dan IMS di laboratorium pemeriksa, dan membentuk
jejaring laboratorium HIV dan IMS untuk memastikan bahwa pelayanan
laboratorium dilaksanakan dengan berkualitas sesuai standard.

7. Program Pengurangan Dampak Buruk Napza (PDBN)


Berdasarkan situasi dan dinamika epidemi HIV & AIDS pada populasi pengguna
napza suntik (penasun), dikembangkan rekomendasi paket komprehensif program
pengurangan dampak buruk penggunaan napza suntik yang terdiri atas 12
komponen.
Paket komprehensif tersebut terdiri dari komponen-komponen program sebagai
berikut:
i. Layanan Alat Suntik Steril (LASS).
ii. Terapi Substitusi Opiat dan Perawatan Napza lainnya
iii. Tes dan Konseling HIV.
iv. Pencegahan Infeksi Menular Seksual.
v. Promosi kondom untuk penasun dan pasangan seksualnya.
vi. Komunikasi, Informasi dan Edukasi yang diarahkan secara khusus kepada pena-
sun dan pasangan seksualnya.
vii. Terapi Antiretroviral.
viii. Vaksinasi, Diagnosis dan Terapi untuk Hepatitis.
ix. Pencegahan, Diagnosis dan Terapi untuk TB.

8. Kewaspadaan Standar
Kewaspadaan Standar merupakan upaya pencegahan dan pengendalian infeksi di
fasilitas pelayanan kesehatan yang tidak terlepas dari peran masing-masing pihak
yang terlibat di dalamnya yaitu pimpinan termasuk staf administrasi, staf pelaksana
pelayanan termasuk staf penunjangnya dan juga para pengguna yaitu pasien dan
pengunjung fasilitas pelayanan kesehatan. Kegiatan utamanya mencakup
penyusunan SOP tentang kewaspadaan standar, termasuk profilaksis pasca pajanan
okupasional, dan menyediakan layanan dan memberikan profilaksis pasca pajanan
bagi orang terpajan HIV di lingkungan fasyankes.

9. Peningkatan Promosi Pencegahan HIV AIDS dan IMS


Kegiatan promosi kesehatan dan pemberdayaan masyarakat dalam upaya
pengendalian HIV AIDS dan IMS bertujuan memberikan pemahaman yang benar
dan komprehensif tentang HIV AIDS dan IMS baik upaya pencegahan, menghindari
penularan serta menghilangkan stigma dan diskriminasi terhadap ODHA dengan
melibatkan seluruh sektor dalam masyarakat. Kegiatan ini ditujukan kepada seluruh
masyarakat umum sehingga masyarakat mempunyai pengetahuan yang benar dan
komprehensif tentang HIV AIDS dan IMS dan selanjutnya diharapkan dapat
menerapkan perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS). Kegiatan yang dilakukan
mencakup kampanye ABAT (Aku Bangga Aku Tahu) untuk remaja usia 15-24
tahun, mengintegrasikan materi HIV dan AIDS ke dalam kurikulum pendidikan
SMP/sederajat dan SMA sederajat, mendorongnya terbentuknya WPA dan Pokja
pencegahan HIV dan IMS masyarakat di daerah, dll.

10. Meningkatkan Pengamanan Darah Donor dan Produk Darah Lain Kegiatan-kegiatan
untuk meningkatkan pengamanan darah donor dan produk darah lain termasuk
peningkatan kapasitas petugas UTD dalam melakukan dan melaporkan hasil uji
saring serta merujuk pendonor yang reaktif HIV dari UTD ke layanan HIV, dan
pembentukan jejaring UTD dengan layanan rujukan di setiap Kota/Kabupaten.

11. Penguatan Sistem Pembiayaan Program


Pembiayaan untuk pengendalian HIV AIDS dan IMS akan melalui 2 skema yaitu
pembiayaan Program melalui APBN dan APBD dan yang kedua melalui Badan
Penyelenggara Jaminan Sosial bidang Kesehatan (BPJS Kesehatan).
Penguatan sistem pembiayaan untuk pengendalian HIV AIDS dan IMS untuk
menghambat laju epidemi HIV akan dilakukan secara sistematis dan terstruktur,
dengan kegiatan-kegaitan yang mencakup: kolaborasi denganBPJS, penyebaran
informasi kepersertaan dan pemanfaatan JKN, dan lain - lain.

12. Penguatan Manajemen Program


Program nasional pengendalian HIV AIDS dan IMS memerlukan kapasitas penge-
lolaan program yang kuat dan terstruktur baik, yang bekerja secara sistematis
dengan standar kemampuan yang memenuhi syarat. Penguatan manajemen program
HIV AIDS dan IMS, dilakukan antara lain dengan menyusun perencanaan dan
penganggaran jangka menengah (lima tahunan) program pengendalian HIV AIDS
dan IMS, kajian paruh waktu pelaksanaan program 5 tahun dan melakukan
penyesuaian apabila dipandang perlu,kajian, pengembangan atau pemutakhiran
pedoman, kebijakan dan tatalaksana terkait HIV AIDS dan IMS dan lain – lain.

13. Pengembangan Sumber Daya Manusia


Kegiatan di dalam pengembangan sumber daya manusia termasuk: menyusun
rancangan pengembangan SDM pengelola program dan layanan HIV AIDS dan IMS
perbaikan sistem pengelolaan logistik program HIV AIDS dan IMS, membentuk
sistem pelatihan dan melatih Pelatih, Mentor dan Supervisor untuk melaksanakan
peningkatan kapasitas secara berjenjang, supervisi berjenjang dan bimbingan di
lapangan serta kerja praktik/magang, dll.

14. Penguatan Sistem Informasi Strategis dan Monitoring dan Evaluasi


Penguatan dan peningkatan sistem informasi strategis, monitoring dan evaluasi,
sesuai dengan rencana pengembangan dan peningkatan program pengendalian HIV
AIDS dan IMS dilakukan antara lain denganpengembangan pedoman nasional
Surveilans HIV Generasi Kedua, pedoman dan modul pelatihan monitoring dan
evaluasi sesuai dengan perkembangan pengetahuan dan teknologi, pemetaan
populasi kunci, pelaksanaan surveilans sentinel HIV dan Sifilis, pelaksanaan
surveilans terpadu biologis dan perilaku pada populasi kunci dan populasi umum di
area terpilih, pelaksanaan surveilans resistensi obat ARV, pengembangan aplikasi
SIHA (sistem informasi HIV DAN AIDS dan IMS).

15. Penguatan Tata Kelola Logistik program HIV AIDS dan IMS
Kegiatannya mencakup penyusunan pedoman sistem pengelolaan logistik program
HIV AIDS dan IMS, memperluas desentralisasi logistik ke seluruh provinsi,
kabupaten/kota dan fasyankes, pengadaan dan pemeliharaan alat diagnostik seperti:
alat hitung CD4 dan viral load, reagen diagnostik, dan obat.

16. Memperkuat Jejaring Kerja dan Meningkatkan Partisipasi Masyarakat


Kegiatannya mencakup koordinasi melalui forum kemitraan lintas sektor di semua
tingkat pemerintahan, mendorong peran serta komunitas dan LSM dalam advokasi
untuk memperoleh dukungan sumber daya lokal, dan lain – lain.

Anda mungkin juga menyukai