BAB I
PENDAHULUAN
akibat Fraud layanan kesehatan adalah sebesar 3 – 10% dari dana yang dikelola. Data lain
yang bersumber dari penelitian University of Portsmouth menunjukkan bahw a
potensi Fraud di Inggris adalah sebesar 3 – 8 % dari dana yang dikelola. Fraud juga
Panduan0,5
menimbulkan kerugian sebesar – 1 jutadan
Pencegahan Pengendalian
dollar AmerikaFraud BPJS Kesehatan
di Afrika Selatan berdasar
1
data dari Simanga Msane dan Qhubeka Forensic dan Qhubeka Forensic
Services (lembaga investigasi Fraud) (Bulletin WHO, 2011).
Besarnya potensi kerugian yang ditimbulkan, mendorong pemerintah menerbitkan
Permenkes No. 36 tahun 2015 tentang Pencegahan Kecurangan (Fraud) dalam Program
Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) pada Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) sebagai
dasar hukum pengembangan sistem anti Fraud layanan kesehatan di Indonesia. Sejak
diluncurkan April 2015 lalu, peraturan ini belum optimal dijalankan. Dampaknya, Fraud
layanan kesehatan berpotensi semakin banyak terjadi namun tidak diiringi dengan sistem
pengendalian yang mumpuni.
Dalam banyak kasus, berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Shahriari
(2001), Fraud dalam layanan kesehatan terjadi karena: (1) tenaga medis bergaji rendah ,
(2) adanya ketidakseimbangan antara sistem layanan kesehatan dan beban layana n
kesehatan, (3) penyedia layanan tidak memberi insentif yang memadai, (4) kekurangan
pasokan peralatan medis, (5) inefisiensi dalam sistem, (6) kurangnya transparansi dala m
fasilitas kesehatan, dan (7) faktor budaya.
Dengan demikian setiap rumah sakit dituntut untuk menjadi organisasi jasa yang
berfokus pada konsumen sehingga memiliki kemampuan untuk dapat mempertahankan
kelangsungan usahanya. Efektivitas pelayanan kesehatan seperti perawatan dan
pengobatan yang baik akan mempengaruhi tingkat kepuasan pasien di rumah sakit. Setiap
rumah sakit dituntut untuk menciptakan pelayanan kesehatan yang baik, untuk
menciptakan hal tersebut diperlukan serangkaian kegiatan pemeriksaan dan evaluasi atas
kegiatan operasional yang dilakukan oleh rumah sakit, berupa audit operasional. Hasil
audit operasional tersebut dapat digunakan untuk bahan perbaikan ke depan sehingga
rumah sakit dapat selalu memberikan pelayanan yang efektif dan efisien.
Sehubungan dengan hal tersebut diatas, maka Rumah Sakit Umum Kartini
membuat Panduan Pencegahan Fraud BPJS sehingga dapat meningkatkan mutu
pelayanan di masyarakat dalam pelaksanaan pelayanan Program BPJS Kesehatan di
Rumah Sakit Umum Kartini.
Implementasi siklus anti Fraud tidak serta merta dapat berjalan mulus. Penelitian
Sparrow (1998) menunjukkan 7 faktor yang membuat kontrol fraud di lingkungan manapun
sulit dicegah: (1) fraud hanya terlihat ketika dilakukan deteksi dan seringkali hanya mewakili
sebagian kecil dari kecurangan yang dilakukan; (2) indikator kinerja yang tersedia masih
ambigu dan belum jelasnya apa yang disebut keberhasilan
pelaksanaan fraud control plan; (3) upaya kontrol fraud terbentur data banyak yang harus diolah
oleh SDM terbatas; (4) pencegahan fraud bersifat dinamis bukan satu statis.
Sistem pencegahan fraud harus cepat dan mudah beradaptasi dengan model-model fraud
baru; (5) penindakan fraud umumnya bersifat tradisional. Kekuatan ancaman sanksi
fraud baru terlihat dari penangkapan pelaku dan beratnya sanksi dijatuhkan bagi pelaku; (6)
pihak berwenang terlalu percaya diri dengan model kontrol fraud baru. Bila sebuah
dasar memadai untuk menyatakan pendapat atas laporan keuangan yang diaudit. Fungsi
audit intern merupakan kegiatan penilaian yang bebas yang terdapat dalam organisasi
yang dilakukan dengan cara memeriksa akuntansi, keuangan dan kegiatan lain untuk
memberikan jasa bagi manajemen dalam melaksanakan tanggung jawab mereka.
Pengawasan intern atas penyelenggaraan pemerintahan diperlukan untuk
mendorong terewujudnya good gorvernance dan clean goverment dan mendukung
penyelenggaraan instansi yang efektif, efisien, transparan, akuntabel serta bersih dan
bebas dari praktik korupsi, kolusi dan nepotisme.
Peran Internal audit menjadi sangat bervariasi dan tergantung kepada kebutuhan
lembaga, struktur internal audit dan kompetensi yang tersedia. Peran internal audit antara
lain mecakup:
1. Mendukung pimpinan untuk membangun proses dan program anti-fraud yang
dapat dipantau dan dimonitor secara teratur dan berkala.
2. Memfasilitasi penilaian risiko fraud pada instansi, unit pelaksan dan tingkatan
operasional.
3. Menghubungkan dan mendokumentasikan aktivitas pengendalian anti-fraud
untuk mengidentifikasi risiko fraud.
4. Mengevaluasi dan menguji desain dan efektivitas operasi program
penngendalian dan anti-fraud.
5. Melaksanakan fraud auditing/audit investigative.
6. Melaksanakan penugasan investigasi untuk membuktikan dugaan fraud atau
penyalahgunaan lainnya.
7. Melaporkan kepada pimpinan instansi mengenai efektivitas instansi dalam
mencegah, mendeteksi menginvestigasi dan memperbaiki dampak fraud yang
terjadi.
Selain itu peran audit internal adalah sebagai pengawas terhadap tindak
kecurangan. Audit internal bertanggung jawab untuk membantu manajemen mencegah
fraud dengan melakukan pengujian dan evaluasi keandalan dan efektivitas dari
Panduan Pencegahan dan Pengendalian Fraud BPJS Kesehatan 11
pengendalian seiring dengan petensi risiko terjadinya kecurangan dalam berbagai
segmen.
Ditetapkan di : Kroya