Anda di halaman 1dari 26

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Gangguan jiwa adalah gangguan pada fungsi mental, yang meliputi
emosi, pikiran, prilaku, motivasi daya tilik diri dan persepsi yang
menyebabkan penurunan semua fungsi kejiwaan terutama minat dan motivasi
sehingga mengganggu seseorang dalam proses hidup dimasyarakat (Nasir dan Muhith
2011).
Jumlah penduduk yang mengalami gangguan jiwa diperkirakan terus
meningkat. Ini disebabkan karena seseorang tidak bisa menyesuaikan diri
atau beradaptasi dengan suatu perubahan atau gejolak hidup. Apalagi di era serba
modern ini, perubahan-perubahan terjadi sedemikian cepat, seperti sosial ekonomi dan
sosial politik yang tidak menentu serta kondisi lingkungan sosial yang semakin keras
sehingga mengganggu dalam proses hidup dimasyarakat. Gangguan jiwa terjadi tidak
hanya pada kalangan menengah kebawah sebagai dampak dari perubahan sosial
ekonomi, tetapi juga kalangan menengah keatas yang disebabkan karena tidak mampu
mengelola stress (Yosep, 2009).

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa definisi tentang resiko perilaku kekerasan?
2. Faktor-faktor terjadinya resiko perilaku kekerasan?
3. Apa tanda dan gejala dari resiko perilaku kekerasan?
4. Mekanisme terjadinya resiko perilaku kekerasan?
5. Bagaimana Asuhan keperawatan pada kasus resiko perilaku kekerasan?

1
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Definisi
Perilaku kekerasan adalah tingkah laku individu yang ditujukan untuk melukai
atau mencelakakan individu lain yang tidak menginginkan datangnya tingkah laku
tersebut (Purba, dkk: 2008). Menurut Stuart dan Sundeen (2005), perilaku kekerasan
adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan tindakan yang dapat
membahayakan secara fisik baik terhadap diri sendiri, orang lain maupun lingkungan.
Hal tersebut dilakukan untuk mengungkapkan perasaan kesal atau marah yang tidak
konstruktif.
Pada pasien perilaku kekerasan mengungkapkan rasa kemarahan secara
fluktuasi sepanjang rentang adaptif dan maladaptif. Marah merupakan perasaan
jengkel yang timbul sebagai respons terhadap kecemasan/kebutuhan yang tidak
terpenuhi yang tidak dirasakan sebagai ancaman (Stuart & Sundeen: 2005). Marah
merupakan emosi yang memiliki ciri-ciri aktivitas sistem saraf parasimpatik yang
tinggi dan adanya perasaan tidak suka yang sangat kuat. Pada saat marah ada
perasaan ingin menyerang, menghancurkan atau melempar sesuatu dan biasanya
timbul pikiran yang kejam. Bila hal ini disalurkan maka akan terjadi perilaku agresif
(Purba, dkk: 2008).
Keberhasilan individu dalam berespon terhadap kemarahan dapat menimbulkan
respon asertif yang merupakan kemarahan yang diungkapkan tanpa menyakiti orang
lain dan akan memberikan kelegaan pada individu serta tidak akan menimbulkan
masalah. Kegagalan yang menimbulkan frustasi dapat menimbulkan respon pasif dan
melarikan diri atau respon melawan dan menentang. Respon melawan dan menentang
merupakan respon yang maladaptif yaitu agresi-kekerasan (Purba dkk: 2008).

2.2 Faktor Predisposisi


Ada beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya perilaku kekerasan
menurut teori biologik, teori psikologi, dan teori sosiokultural yang dijelaskan oleh
Townsend (2005) adalah:
a. Teori biologic

2
Teori biologik terdiri dari beberapa pandangan yang berpengaruh
terhadap perilaku:
1) Neurobiologik
Ada 3 area pada otak yang berpengaruh terhadap proses impuls
agresif: sistem limbik, lobus frontal dan hypothalamus. Neurotransmitter
juga mempunyai peranan dalam memfasilitasi atau menghambat proses
impuls agresif. Sistem limbik merupakan sistem informasi, ekspresi,
perilaku, dan memori. Apabila ada gangguan pada sistem ini maka akan
meningkatkan atau menurunkan potensial perilaku kekerasan. Adanya
gangguan pada lobus frontal maka individu tidak mampu membuat
keputusan, kerusakan pada penilaian, perilaku tidak sesuai, dan agresif.
Beragam komponen dari sistem neurologis mempunyai implikasi
memfasilitasi dan menghambat impuls agresif. Sistem limbik terlambat
dalam menstimulasi timbulnya perilaku agresif. Pusat otak atas secara
konstan berinteraksi dengan pusat agresif.
2) Biokomia
Berbagai neurotransmitter (epinephrine, norepinefrine, dopamine,
asetikolin, dan serotonin) sangat berperan dalam memfasilitasi atau
menghambat impuls agresif. Teori ini sangat konsisten dengan fight atau
flight yang dikenalkan oleh Selye dalam teorinya tentang respons
terhadap stress.
3) Genetik
Penelitian membuktikan adanya hubungan langsung antara
perilaku agresif dengan genetik karyotype XYY.
4) Gangguan otak
Sindroma otak organik terbukti sebagai faktor predisposisi
perilaku agresif dan tindak kekerasan. Tumor otak, khususnya yang
menyerang sistem limbik dan lobus temporal; trauma otak, yang
menimbulkan perubahan serebral; dan penyakit seperti ensefalitis, dan
epilepsi, khususnya lobus temporal, terbukti berpengaruh terhadap
perilaku agresif dan tindak kekerasan.
b. Teori psikologi

3
1) Teori psikoanalitik
Teori ini menjelaskan tidak terpenuhinya kebutuhan untuk
mendapatkan kepuasan dan rasa aman dapat mengakibatkan tidak
berkembangnya ego dan membuat konsep diri rendah. Agresi dan tindak
kekerasan memberikan kekuatan dan prestise yang dapat meningkatkan
citra diri dan memberikan arti dalam kehidupannya. Perilaku agresif dan
kekerasan merupakan pengungkapan secara terbuka terhadap rasa
ketidakberdayaan dan rendahnya harga diri.
2) Teori pembelajaran
Anak belajar melalui perilaku meniru dari contoh peran mereka,
biasanya orang tua mereka sendiri. Contoh peran tersebut ditiru karena
dipersepsikan sebagai prestise atau berpengaruh, atau jika perilaku
tersebut diikuti dengan pujian yang positif. Anak memiliki persepsi ideal
tentang orang tua mereka selama tahap perkembangan awal. Namun,
dengan perkembangan yang dialaminya, mereka mulai meniru pola
perilaku guru, teman, dan orang lain. Individu yang dianiaya ketika
masih kanak-kanak atau mempunyai orang tua yang mendisiplinkan anak
mereka dengan hukuman fisik akan cenderung untuk berperilaku
kekerasan setelah dewasa.
c. Teori sosiokultural
Pakar sosiolog lebih menekankan pengaruh faktor budaya dan
struktur sosial terhadap perilaku agresif. Ada kelompok sosial yang
secara umum menerima perilaku kekerasan sebagai cara untuk
menyelesaikan masalahnya. Masyarakat juga berpengaruh pada perilaku
tindak kekerasan, apabila individu menyadari bahwa kebutuhan dan
keinginan mereka tidak dapat terpenuhi secara konstruktif. Penduduk
yang ramai/padat dan lingkungan yang ribut dapat berisiko untuk
perilaku kekerasan. Adanya keterbatasan sosial dapat menimbulkan
kekerasan dalam hidup individu.

2.3 Faktor Presipitasi

4
Menurut Yosep (2009) faktor-faktor yang dapat mencetuskan perilaku
kekerasan sering kali berkaitan dengan:
a. Ekspresi diri, ingin menunjukkan eksistensi diri atau simbol solidaritas seperti
dalam sebuah konser, penonton sepak bola, geng sekolah, perkelahian masal
dan sebagainya.
b. Ekspresi dari tidak terpenuhinya kebutuhan dasar dan kondisi sosial ekonomi.
c. Kesulitan dalam mengkomunikasikan sesuatu dalam keluarga serta tidak
membiasakan dialog untuk memecahkan masalah cenderung melalukan
kekerasan dalam menyelesaikan konflik.
d. Ketidaksiapan seorang ibu dalam merawat anaknya dan ketidakmampuan
dirinya sebagai seorang yang dewasa.
e. Adanya riwayat perilaku anti sosial meliputi penyalahgunaan obat dan
alkoholisme dan tidak mampu mengontrol emosinya pada saat menghadapi
rasa frustasi.
f. Kematian anggota keluarga yang terpenting, kehilangan pekerjaan, perubahan
tahap perkembangan, atau perubahan tahap perkembangan keluarga.

2.4 Tanda dan Gejala


Yosep (2009) mengemukakan bahwa tanda dan gejala perilaku kekerasan adalah
sebagai berikut:
a. Fisik
1) Muka merah dan tegang
2) Mata melotot/ pandangan tajam
3) Tangan mengepal
4) Rahang mengatup
5) Postur tubuh kaku
6) Jalan mondar-mandir
b. Verbal
1) Bicara kasar
2) Suara tinggi, membentak atau berteriak
3) Mengancam secara verbal atau fisik
4) Mengumpat dengan kata-kata kotor

5
5) Suara keras
6) Ketus
c. Perilaku
1) Melempar atau memukul benda/orang lain
2) Menyerang orang lain
3) Melukai diri sendiri/orang lain
4) Merusak lingkungan
5) Amuk/agresif
d. Emosi
1) Tidak adekuat, tidak aman dan nyaman
2) Rasa terganggu, dendam dan jengkel
3) Bermusuhan, mengamuk, dan ingin berkelahi
4) Menyalahkan dan menuntut
e. Intelektual
1) Mendominasi
2) Cerewet
3) Kasar
4) Berdebat
5) Meremehkan dan sarkasme
f. Spiritual
1) Merasa diri berkuasa dan benar
2) Mengkritik pendapat orang lain
3) Menyinggung perasaan orang lain
4) Tidak perduli dan kasar.
g. Sosial
1) Menarik diri, pengasingan
2) Penolakan
3) Kekerasan
4) Ejekan dan sindiran.
h. Perhatian
1) Bolos
2) Mencuri

6
3) Melarikan diri
4) Penyimpangan seksual.

2.5 Mekanisme Terjadinya Perilaku Kekerasan


Menurut Iyus Yosep (2009) kemarahan diawali oleh adanya stressor yang
berasal dari internal atau eksternal. Stressor internal seperti penyakit, hormonal,
dendam, kesal sedangkan stressor eksternal bisa berasal dari lingkungan seperti
ledekan, cacian, makian, hilangnya benda berharga, tertipu, penggusuran, bencana
dan sebagainya. Hal tersebut akan mengakibatkan kehilangan atau gangguan pada
sistem individu (disruption and loss). Hal yang terpenting adalah bagaimana individu
memaknai setiap kejadian yang menyedihkan atau menjengkelkan tersebut (personal
meaning).
Bila seseorang memberi makna positif, misalnya kemacetan adalah waktu
untuk beristirahat, penyakit adalah sarana penggugur dosa, suasana bising adalah
melatih persyarafan telinga maka ia akan dapat melakukan kegiatan secara positif
(compensatory act) dan tercapai perasaan lega (resolution). Bila ia gagal dalam
memberikan makna menganggap segala sesuatunya sebagai ancaman dan tidak
mampu melakukan kegiatan positif misalnya: olah raga, menyapu atau baca puisi saat
ia marah dan sebagainya. Maka akan muncul perasaan tidak berdaya dan sengsara
(helplessness). Perasaan itu akan memicu timbulnya kemarahan (anger). Kemarahan
yang diekspresikan keluar (exspressed outward) dengan kegiatan yang konstruktif
dapat menyelesaikan masalah. Kemarahan yang diekspresikan dengan kegiatan
destruktif dapat menimbulkan perasaan bersalah dan menyesal (guilt). Kemarahan
yang dipendam akan menimbulkan gejala psikomatis (painfull symptom).
Perasaan marah normal terjadi pada setiap individu, namun perilaku yang
dimanifestasikan oleh perasaan marah dapat berfungsi sepanjang rentang adaptif dan
mal adaptif. (Gambar 1)

Respon adaptif Respon mal


adaptif

Asertif Frustasi Pasif Agresif Kekerasan

7
Gambar 1. Rentang Respon Marah
Kegagalan dapat menimbulkan frustasi dapat menimbulkan respon pasif dan
melarikan diri atau respon melawan dan menentang. Respon melawan dan
menentang merupakan respon yang maladaptif, yaitu agresif=kekerasan perilaku
yang I menampakkan mulai dari yang rendah sampai yang tinggi, yaitu:
1. Asertif, mampu menyatakan rasa marah tanpa menyakiti orang lain dan
merasa lega.
2. Frustasi, merasa gagal mencapai tujuan disebabkan karena tujuan yang tidak
realistis.
3. Pasif, diam saja karena tidak mampu mengungkapkan perasaan yang sedang
dialami.
4. Agresif
Memperlihatkan permusuhan, keras dan menuntut, mendekati orang lain
dengan ancaman, memberi kata-kata ancaman tanpa niat melukai. Umumnya
klien masih dapat mengontrol perilaku untuk tidak melukai orang lain.
5. Kekerasan
Sering juga disebut gaduh-gaduh atau amuk. Perilaku kekerasan ditandai
dengan menyentuh orang lain secara menakutkan, member kata-kata
ancaman, melukai disertai melukai pada tingkat ringan, dan yang paling
berat adalah melukai/merusak secara serius. Klien tidak mampu
menegndalikan diri.
Respon terhadap marah dapat diungkapkan melalui tiga cara yaitu:
a. Mengungkapkan secara verbal
b. Menekan
c. Menantang.
Dari ketiga cara ini yang pertama adalah konstruktif sedang dua cara lain
adalah destruktif. Dengan melarikan diri atau menantang akan menimbulkan
rasa bermusuhan dan bila cara ini dipakai terus menerus, maka kemarahan
dapat diekspresikan pada diri sendiri atau lingkungan dan akan tampak sebagai
depresi psikosomatik atau agresif dan mengamuk.
Mekanisme terjadinya masalah dapat digambarkan melalui diagram
berikut:

8
Provokasi
(ancaman atau kebutuhan yang tidak terpenuhi)

Stress

Cemas

Marah

Diungkapkan secara tepat/asertif Mengingkari marah/merasa kuat

Masalah teratasi Marah tidak terungkap

Marah berkepanjangan

Marah pada diri sendiri Marah pada orang lain

Depresi Agresi

Pohon masalah
Resiko mencederai orang lain/lingkungan

Perilaku kekerasan

Gangguan harga diri : harga diri rendah

2.6 Masalah Keperawatan


1. Resiko perilaku kekerasan terhadap orang lain
2. Resiko perilaku kekerasan terhadap diri sendiri
3. Harga diri rendah situasional

9
BAB III
ASKEP PERILAKU KEKERASAN

Kasus
Ny T berusia 30 tahun, klien mengatakan benci atau kesal pada sesorang klien
juga suka membentak dan menyerang orang yang mengusiknya jika sedang kesal atau
marah klien sering melemparkan barang-barang disekitarnya, bahkan klien mencoba
melukai dirinya dengan benda tajam. Riwayat kekerasan klien mengatakan sering
dianiaya oleh suaminya. Klien selalu berbicara dengan nada dan suara yang tinggi,
mata dan wajah tampak merah, klien mudah tersinggung dan emosi tidak stabil.

I. Pengkajian

A. Data Demografi
Nama : Ny. T
Alamat : Kp.Nangka
Suku : Betawi
Usia : 30 tahun
Status pernikahan : Menikah
Agama : Islam
Pekerjaan : IRT
B. Alasan Masuk Rumah Sakit
Mengamuk, berbicara keras dan melukai diri sendiri
- Keluhan utama :
Klien mengatakan cepat tersinggung dan emosi tidak stabil
- Masalah Keperawatan : Resiko Perilaku Kekerasan
C. Faktor Predisposisi
- Pernah mengalami gangguan jiwa dimasalalu ? (iya)
Klien mengatakan pernah masuk rumah sakit jiwa sebanyak 1x
- Pengobatan sebelumnya ? (Kurang berhasil)
Klien mengatakan sepulang dari rumah sakit tidak minum obat secara
teratur

10
- Aniaya Fisik
Klien mengatakan sering dianiaya oleh suaminya
- Adakah anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa? (tidak ada)
Klien mengatakan tidak ada anggota keluarga yang mengalami
gangguan jiwa seperti yang dialaminya
- Pengalaman masalalu yang tidak menyenangkan
Klien mengatakan tidak ada masalalu yang tidak menyenangkan
D. Faktor presipitasi
- Klien mengatakan sering terjadi konflik dalam rumah tangganya dan
dapat memicu penganiayaan terhadap dirinya

II. Analisa Data


Nama : Ny. T
Usia : 30th
Data Masalah Keperawatan
DS: Risiko perilaku kekerasan
- Klien mengatakan benci atau kesal terhadap orang lain
pada seseorang.
- Klien suka membentak dan menyerang
orang yang mengusiknya jika
sedang kesal atau marah.
DO :
- Mata merah,
- wajah agak merah,
- Nada suara tinggi dan keras,
- Emosi tidak stabil
- Klien mudah tersinggung
- Melempar barang-barang disekitarnya
DS : Resiko perilaku kekerasan
- Klien mengatakan pernah terhadap diri sendiri
mencoba melukai dirinya dengan benda
tajam

11
DO :
- Emosi tidak stabil
- Klien mudah tersinggung

DS : Harga diri rendah


- klien merasa tidak berguna, situasional
- Merasa kosong
DO :
- kehilangan minat melakukan aktivitas

III. Diagnosa Keperawatan


1. Resiko perilaku kekerasan terhadap orang lain b.d pola ancaman kekerasan
2. Resiko perilaku kekerasan terhadap diri sendiri b.d gangguan psikologis
3. Harga diri rendah situasional b.d gangguan peran sosial

12
IV. Intervensi
Nama : Ny T
Umuer : 30th
No Diagnosa Tujuan dan KH Intervensi
1 Resiko perilaku kekerasan
terhadap orang lain b.d pola
ancaman kekerasan

2 Resiko perilaku kekerasan Setelah dilakukan asuhan 1. Beri salam/ panggil


terhadap diri sendiri b.d keperawan diharapkan klien tidak nama
gangguan psikologis melukai diri sendiri dengan KH : 2. Sebutkan nama
- Klien mau membalas perawat
salam, menjabat tangan, 3. Jelaskan maksud
menyebutkan nama, hubungan interaksi
tersenyum, kontak mata. 4. Jelaskan tentang
kontak yang dibuat
5. Beri rasa aman dan
sikap empati
6. Lakukan kontak
singkat tapi sering
3 Harga diri rendah situasional
b.d gangguan peran sosial

13
A. Rencana Tindakan Keperawatan pada Klien
NO Diagnosis Perencanaan Intervensi
Keperawatan Tujuan Kriteria Hasil
1Resiko TUM:
mencederai diri Klien tidak
b.d perilaku mencederai diri
kekerasan sendiri 1.1 Klien mau membalas salam 1.1.1 Beri salam atau panggil nama
TUK: 1.2 Klien mau menjabat tangan 1.1.2 Sebutkan nama perawat sambil jabat tangan
1. Klien dapat 1.3 Klien mau menyebutkan nama 1.1.3 Jelaskan maksud hubungan interaksi
membina 1.4 Klien mau tersenyum 1.1.4 Jelaskan tentang kontrak yang akan dibuat
hubungan saling 1.5 Klien mau kontak mata 1.1.5 Beri rasa aman dan sikap empati
percaya 1.6 Klien mau mengetahui nama 1.1.6 Lakukan kontak singkat tapi sering
perawat
2. Klien dapat 2.1 Klien mengungkapkan 2.1.1 Beri kesempatan untuk mengungkapkan perasaannya
mengidentifikasi perasaannya 2.1.2 Bantu klien mengungkapkan penyebab perasaan jengkel
penyebab perilaku 2.2 Klien dapat mengungkapkan atau kesal
kekerasan perasaan jengkel ataupun kesal

14
3. Klien dapat 3.1 Klien dapat mengungkapkan 3.1.1 Anjurkan klien mengungkapkan apa yang dialami dan
mengidentifikasi perasaan saat marah atau dirasakannya saat jengkel atau marah
tanda dan gejala jengkel 3.1.2 Observasi tanda dan gejala perilaku kekerasan pada klien
perilaku 3.2 Klien dapat menyimpulkan 3.2.1 Simpulkan bersama klien yanda dan gejala jengkel atau
kekerasan tanda dan gejala jengkel atau kesal yang dialami klien
kesal yang dialaminya
4. Klien dapat 4.1 Klien dapat mengungkapkan 4.1.1 Anjurkan klien untuk mengungkapkan perilaku kekeraan
mengidentifikasi perilaku kekerasan yang biasa yang biasa dilakukan klien
perilaku dilakukan 4.2.1 Bantu klien bermain peran sesuai perilaku kekerasan
kekerasan yang 4.2 Klien dapatbermain peran yang biasa dilakukan
biasa dilakukan sesuai perilaku kekerasan yang 4.3.1 Bicarakan dengan klien apakah dengan cara klien lakukan
biasa dilakukan masalahnya selesai
4.3 Klien dapat menngetahui cara
yang biasa dilakukan untuk
menyelesaikan masalah
5. Klien dapat 5.1 Klien dapat menjelaskan akibat5.1.1 Bicarakan akibat atau kerugian dari cara yang dilakukan
mengidentifikasi dari cara yang digunakan klien: klien
akibat perilaku a. akibat pada klien sendiri, 5.1.2 bersama klien menyimpulkan akibat dari cara yang
kekerasan b. akibat pada orang lain, dilakukan klien
c. akibat pada lingkungan 5.1.3 Tanyakan pada klien apakah dia ingin mempelajari cara

15
baru yang sehat

6. Klien dapat 6.1 klien dapat menyebutkan 1.1.1 diskusikan kegiatan fisik yang biasa dilakukan klien
mendemonstrasika contoh pencegahan perilaku 1.1.2 beri pujian atas kegiatan fisik yang biasa dilakukan klien
n cara fisik untuk kekerasan secara fisik: tarik 1.1.3 diskusikan dua cara fisik yang paling mudah untuk
mencegah napas dalam, pukul kasur, dan mencegah perilaku kekerasan
perilaku bantal 6.2.1 Diskusikan cara melakukan tarik napas dalam dengan
kekerasan 6.2 klien dapat mendemonstrasikan klien
cara fisik untuk mencegah 6.2.2 Beri contoh klien cara menarik napas dalam
perilaku kekerasan 6.2.3 Minta klien untuk mengikuti contoh yang diberikan
6.3 Klien mempunyai jadwak untuk sebanyak 5 kali
melatih cara pencegahan fisik 6.2.4 Beri pujian positif atas kemampuan klien
yang telah dipelajari mendemonstrasikan cara menarik napas dalam
sebelumnya 6.2.5 Tanyakan perasaan klien setelah selesai
6.4 Klien mengevaluasi 6.3.1 diskusikan dengan klien mengenai frekuensi latihan yang
kemampuannya dalam akan dilakukan sendiri oleh klien
melakukan cara fisik sesuai 6.3.2 susun jadwal kegiatan untuk melatih cara yang dipelajari
jadwal yang disusun 6.4.1 klien mengevaluasi peaksanaan latihan
6.4.2 validasi kemampuan klien dalam melaksanakan latihan
6.4.3 beikan pujian atas keberhasilan klien
6.4.4 Tanyakan pada klien apakah kegiatan cara pencegahan

16
perilaku kekerasan dapat mengurangi perasaan marah

7. Klien dapat 7.1 Klien dapat menyebutkan cara 7.1.1. diskusikan cara bicara yang baik dengan klien
mendemonstrasika bicara yang baik dalam 7.1.2. Beri contoh cara bicara yang baik :
n cara social mencegah perilaku kekerasan d. Meminta dengan baik
untuk mencegah a. Meminta dengan baik e. Menolak dengan baik
perilaku b. Menolak dengan baik f. Mengungkapkan perasaan dengan baik
kekerasan c. Mengungkapkan perasaan 7.2.1. Minta klien mengikuti contoh cara bicara yang baik
dengan baik a. Meminta dengan baik : “Saya minta uang untuk beli
7.2 Klien dapat mendemonstrasikan makanan”
cara verbal yang baik b. Menolak dengan baik : “ Maaf, saya tidak dapat
7.3 Klien mumpunyai jadwal untuk melakukannya karena ada kegiatan lain.
melatih cara bicara yang baik c. Mengungkapkan perasaan dengan baik : “Saya kesal
7.4 Klien melakukan evaluasi karena permintaan saya tidak dikabulkan” disertai nada
terhadap kemampuan cara suara yang rendah.
bicara yang sesuai dengan 7.2.2. Minta klien mengulang sendiri
jadwal yang telah disusun 7.2.3. Beri pujian atas keberhasilan klien
7.3.1. Diskusikan dengan klien tentang waktu dan kondisi cara
bicara yang dapat dilatih di ruangan, misalnya : meminta
obat, baju, dll, menolak ajakan merokok, tidur tidak pada
waktunya; menceritakan kekesalan pada perawat

17
7.3.2. Susun jadwaj kegiatan untuk melatih cara yang telah
dipelajari.
7.4.1. Klien mengevaluasi pelaksanaa latihan cara bicara yang
baik dengan mengisi dengan kegiatan jadwal kegiatan (
self-evaluation )
7.4.2. Validasi kemampuan klien dalam melaksanakan latihan
7.4.3 Berikan pujian atas keberhasilan klien
7.4.4 Tanyakan kepada klien : “ Bagaimana perasaan Budi
setelah latihan bicara yang baik? Apakah keinginan
marah berkurang?”
8. Klien dapat 8.1 Klien dapat menyebutkan 8.1.1. Diskusikan dengan klien kegiatan ibadah yang pernah
mendemonstrasika kegiatan yang biasa dilakukan dilakukan
n cara spiritual 8.2 Klien dapat mendemonstrasikan8.2.1. Bantu klien menilai kegiatan ibadah yang dapat
untuk mencegah cara ibadah yang dipilih dilakukan di ruang rawat
perilaku 8.3 Klien mempunyai jadwal untuk 8.2.2. Bantu klien memilih kegiatan ibadah yang akan
kekerasan melatih kegiatan ibadah dilakukan
8.4 Klien melakukan evaluasi 8.2.3. Minta klien mendemonstrasikan kegiatan ibadah yang
terhadap kemampuan dipilih
melakukan kegiatan ibadah 8.2.4. Beri pujian atas keberhasilan klien
8.3.1 Diskusikan dengan klien tentang waktu pelaksanaan

18
kegiatan ibadah
8.3.2. Susun jadwal kegiatan untuk melatih kegiatan ibadah
8.4.1. Klien mengevaluasi pelaksanaan kegiatan ibadah dengan
mengisi jadwal kegiatan harian (self-evaluation)
8.4.2. Validasi kemampuan klien dalam melaksanakan latihan
8.4.3. Berikan pujian atas keberhasilan klien
8.4.4 Tanyakan kepada klien : “Bagaimana perasaan Budi
setelah teratur melakukan ibadah? Apakah keinginan
marah berkurang
9. Klien dapat 9.1 Klien dapat menyebutkan jenis, 9.1.1 Diskusikan dengan klien tentang jenis obat yang
mendemonstrasika dosis, dan waktu minum obat diminumnya (nama, warna, besarnya); waktu minum obat
n kepatuhan serta manfaat dari obat itu (jika 3x : pukul 07.00, 13.00, 19.00); cara minum obat.
minum obat untuk (prinsip 5 benar: benar orang, 9.1.2 Diskusikan dengan klien tentang manfaat minum obat
mencegah obat, dosis, waktu dan cara secara teratur :
perilaku pemberian) a. Beda perasaan sebelum minum obat dan sesudah
kekerasan 9.2 Klien mendemonstrasikan minum obat
kepatuhan minum obat sesuai b.Jelaskan bahwa dosis hanya boleh diubah oleh dokter
jadwal yang ditetapkan c. Jelaskan mengenai akibat minum obat yang tidak
9.3 Klien mengevaluasi teratur, misalnya, penyakit kambuh
kemampuannya dalam 9.2.1 Diskusikan tentang proses minum obat :

19
mematuhi minum obat a. Klien meminat obat kepada perawat ( jika di rumah
sakit), kepada keluarga (jika di rumah)
b.Klien memeriksa obat susuai dosis
c. Klien meminum obat pada waktu yang tepat.
9.2.2. Susun jadwal minum obat bersama klien
9.3.1 Klien mengevaluasi pelaksanaan minum obat dengan
mengisi jadwal kegiatan harian (self-evaluation)
9.3.2 Validasi pelaksanaan minum obat klien
9.3.3 Beri pujian atas keberhasilan klien
9.3.4 Tanyakan kepada klien : “Bagaiman perasaan Budi
setelah minum obat secara teratur? Apakah keinginan
untuk marah berkurang?”

20
10. Klien dapat 10.1 Klien mengikuti TAK : 10.1.1 Anjurkan klien untuk mengikuti TAK : stimulasi
mengikuti TAK : stimulasi persepsi pencegahan persepsi pencegahan perilaku kekerasan
stimulasi persepsi perilaku kekerasan 10.1.2 Klien mengikuti TAK : stimulasi persepsi pencegahan
pencegahan perilaku10.2 Klien mempunyai jadwal TAK : perilaku kekerasan (kegiatan tersendiri)
kekerasan stimulasi persepsi pencegahan 10.1.3 Diskusikan dengan klien tentang kegiatan selama TAK
perilaku kekerasan 10.1.4 Fasilitasi klien untuk mempraktikan hasil kegiatan TAK
10.3 Klien melakukan evaluasi da beri pujian atas keberhasilannya
terhadap pelaksanaan TAK 10.2.1 Diskusikan dengan klien tentang jadwal TAK
10.2.2 Masukkan jadwak TAK ke dalam jadwal kegiatan
harian (self- evaluation).
10.3.2 Validasi kemampuan klien dalam mengikuti TAK
10.3.3 Beri pujian atas kemampuan mengikuti TAK
10.3.4 Tanyakan pada klien: “Bagaimana perasaan Ibu setelah
mengikuti TAK?”
11. Klien 11.1 Keluarga dapat 11.1.1 Identifikasi kemampuan keluarga dalam merawat klien
mendapatkan mendemonstrasikan cara sesuai dengan yang telah dilakukan keluarga terhadap
dukungan merawat klien klien selama ini
keluarga dalam 11.1.2 Jelaskan keuntungan peran serta keluarga dalam
melakukan cara merawat klien
pencegahan 11.1.3 Jelaskan cara- cara merawat klien :

21
perilaku a. Terkait dengan cara mengontrol perilaku marah secara
kekerasan konstruktif
b. Sikap dan cara bicara
c. Membantu klien mengenal penyebab marah dan
pelaksanaan cara pencegahan perilaku kekerasan
11.1.4 Bantu keluarga mendemonstrasikan cara merawat klien
11.1.5 Bantu keluarga mengngkapkan perasaannya setelah
melakukan demonstrasi
11.1.6 Anjurkan keluarga mempraktikannya pada klien selama
di rumah sakit dan melanjutkannya setelah pulang ke
rumah.

22
DAFTAR PUSTAKA

Anna, budi. 2011. Keperawatan Kesehatan Jiwa Komunitas: CMHN(basic


course).jakarta: EGC

Anna, budi.2009. ModelPraktik Keperawatan Profesional jiwa. Jakarta : EGC

Purba, J. M, dkk. 2008. Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Masalah Psikososial dan
Gangguan Jiwa. Medan: Usu Press.

Stuart dan Sundeen. 2005. Buku Saku Keperawatan Jiwa Edisi 3. Jakarta: EGC.

Townsend, Mary C. 2005. Diagnosa Keperawatan pada Keperawatan Psikiatri, Pedoman


untuk Pembuatan Rencana Perawatan Edisi 3. Jakarta: EGC.

Yosep, Iyus. 2009. Keperawatan Jiwa. Bandung: Refika Aditama.

Keliat, Budi Anna, d kk. 2005. Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta: EGC

Townsend, MC. 1998. Diagnosa Keperawatan pada Keperawatan Psikiatri: Pedoman


untuk Pembuatan Rencana Keperawatan. Jakarta : EGC

Keliat, Budi Ana. 1999. Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa. Edisi 1. Jakarta: EGC

Keliat, Budi Ana. 2001. Peran Serta Keluarga dalam Perawatan Klien Gangguan Jiwa.
Jakarta: EGC.

Maramis, W.F. 2004. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. Airlangga University press,
Surabaya.

Purba J. M, dkk. 2008. Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Masalah Psikososial dan
Gangguan Jiwa. Medan: Usu Press

Stuart, G.W., and Laraia, M.T. (1998). Principles and practice of psychiatric nursing.
Fifth edition. St. Louis: Mosby Year Book.

23
STRATEGI PELAKSANAAN (SP)
RESIKO PERILAKU KEKERASAN

STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN

Hari/tanggal : 01 Maret 2019


Nama klien : Ny. Tia
No. MR :
Dx / SP ke / Pertemuan ke :I
Nama perawat pelaksana : Perawat Yayang
Resiko perilaku kekerasan

A. PROSES KEPERAWATAN
1. Kondisi Klien :
Subyektif :
- Klien mengatakan benci atau kesal pada seseorang.
- Klien suka membentak dan menyerang orang yang
- Mengusiknya jika sedang kesal atau marah.
- Riwayat perilaku kekerasan atau gangguan jiwa lainnya.
Obyektif
- Mata merah, wajah agak merah.
- Nada suara tinggi dan keras, bicara menguasai.
- Ekspresi marah saat membicarakan orang, pandangan tajam.
- Merusak dan melempar barang-barang
2. Diagnosa 1: perilaku kekerasan
Tujuan Umum : Klien terhindar dari mencederai diri, orang lain dan lingkungan.

B. STRATEGI PELAKSANAAN
1. Orientasi :
 Salam Teraupetik
“Selamat pagi Mbak. Perkenalkan nama saya Anik wijayanti, panggil saja Anik.
Saya adalah mahasiswa AKPER Muhammadiyah Kendal. Nama Mbak siapa dan
suka dipanggil apa? Baiklah mulai sekarang saya akan pangil Mbak Mita saja, ya”

24
 Evaluasi/validasi
“kalau boleh tahu, sudah berapa lama Mbak Mita di sini ? Apakah Mbak Mita
masih ingat siapa yang membawa kesini ? bagaimana perasaan Mbak saat ini?
Saya lihat Mbak sering tampak marah dan kesal, sekarang Mbak masih merasa
kesal atau marah ?”
 Kontrak
“Bagaimana kalau kita bercakap-cakap tentang hal-hal yang membuat Mbak Mita
marah dan bagaimana cara mengontrolnya? Ok. Mbak?”
“ Tidak lama kok, 15 menit saja”.
“Mbak senangnya kita berbicaranya dimana?. Dimana saja boleh kok, asal Mbak
merasa nyaman. Baiklah, berarti kita berbicara disini saja ya, Mbak”

2. Kerja :
“Nah, sekarang coba Mbak ceritakan Apa yang membuat Mbak Mita merasa
marah? ”
Apakah sebelumnya mbak pernah marah? Terus, penyebabnya apa? Samakah
dengan yang sekarang?”
“Lalu saat Mbak sedang marah apa yang akan Mbak rasakan? Apakah Mbak
merasa sangat kesal, dada Mbak berdebar-debar lebih kencang, mata melotot,
rahang terkatup rapat dan ingin mengamuk? ”
“Setelah itu apa yang Mbak Mita lakukan? ”
“Apakah dengnan cara itu marah/kesal Mbak dapat terselesaikan? ” Ya tentu tidak,
apa kerugian yang Mbak Mita alami?”
“Menurut Mbak Mita adakah cara lain yang lebih baik? Maukah Mbak Mita belajar
cara mengungkapkan kemarahan dengan baik tanpa menimbulkan kerugian?”
”Jadi, ada beberapa cara untuk mengontrol kemarahan, Mbak. Salah satunya adalah
dengan cara fisik. Jadi melalui kegiatan fisik disalurkan rasa marah.”
”Ada beberapa cara, bagaimana kalau kita belajar satu cara dulu? Namanya teknik
napas dalam”
”Begini Mbak, kalau tanda-tanda marah tadi sudah Mbak rasakan, maka Mbak berdiri
atau duduk dengan rileks, lalu tarik napas dari hidung, tahan sebentar, lalu
keluarkan/tiup perlahan –lahan melalui mulut”

25
“Ayo Mbak coba lakukan, tarik dari hidung, bagus.., tahan, dan tiup melalui mulut.
Nah, lakukan 5 kali. “
“Bagus sekali, Mbak sudah bisa melakukannya”
“ Nah..Mbak Mita tadi telah melakukan latihan teknik relaksasi napas dalam,
sebaiknya latihan ini Mbak lakukan secara rutin, sehingga bila sewaktu-waktu rasa
marah itu muncul Mbak sudah terbiasa melakukannya”

3. Terminasi :
 Evaluasi
Evaluasi subjektif:
“Bagaiman perasaan Mbak setelah kita berbincang-bincang dan melakukan latihan
teknik relaksasi napas dalam tadi? Ya...betul, dan kelihatannya Mbak terlihat sudah
lebih rileks”.
Evaluasi objektif
”Coba Mbak sebutkan lagi apa yang membuat Mbak marah, lalu apa yang Mbak
rasakan saat itu dan apa yang akan Mbak lakukan. Kemudian apa akibatnya...”
“Wah...bagus, Mbak masih ingat semua...”
 Tindak lanjut
“Bagaimana kalau latihan ini kita masukkan dalam jadwal kegiatan sehari-hari
Mbak?”
“Kapan waktu yang Mbak inginkan untuk melakukan latihan ini? Bagaimana kalau
setiap jam 11pagi?”
 Kontrak yang akan datang
“ Nah, Mbak. Cara yang kita praktikkan tadi baru salah satu dari teknik saja. Masih
ada cara yang bisa digunakan untuk mengatasi marah Mbak. Cara yang kedua yaitu
dengan teknik memukul bantal atau kasur.
“Bagaimana kalau kita latihan cara yang kedua ini besok, Mbak maunya kita
bertemu besok jam berapa?”“Kita latihannya dimana, Mbak? Disini saja lagi ,
Mbak” “ok, Mbak. Kalau begitu saya pamit dulu ya, Mbak.... Assalamualaikum”

26

Anda mungkin juga menyukai