Anda di halaman 1dari 122

PENANGGULANGAN MASALAH PEMALSUAN

DALAM OBAT DAN MAl(ANAN YANG


DIPERDAGANGl(AN (l(AJIAN HUKUM ISLAM) ··

Oleh

AFIFUDDIN
103043127944

KONSENTRASI PERBANDINGAN MAZHAB DAN HUKUM


PROGRAM STUDI PERBANDINGAN HUKUM
FAKULTAS SYARI' AH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2008 l\1/1429 H
PENANGGULANGAN MASALAH PEMALSUAN
DALAM OBAT DAN MAKANAN YANG
DIPERDAGANGKAN (KAJIAN HUKUM ISLAM)

SKRIPSI
Diajukan Kepada Fakultas Syari' ah dan Hukum
Untuk Memenuhi Syarat-Syarat Mencapai Gelar
Satjana I-Iukum Islam (S. H. I)
Oleh:
AFIFUDDIN
NIM. 103043127944
Di Bawah Bimbingan

Pembimbing I Pembirr.l::>ing II

Euis Amal a. M. Ag. Barnbang a S., S.H., M.H.


NIP.150 264 N . 150 293 226

KONSENTRASI PERBANDINGAN MAZHAB DAN HUKUM


PROGRAM STUDI PERBANDINGAN HUKUM
FAKULTAS SYARI' AH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2008 M/1429 H
KATAPENGANTAR

Segala puji dan syukur kepada Allah swt, atas segala rahmat, inayah dan

karnnia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian skripsi ini yang

berjudul "PENANGGULANGAN MASALAH PEMALSUAN DALAM OBAT DAN

MAKANAN YANG DIPERDAGANGKAN (KAJIAN HUKUM ISLAM)". Sholawat

serta salam kepada makhluk Allah yang sempurna sekaligus kekasih-Nya, baginda

Nabi besar Muhammad saw yang telah menghantarkan alam ini dari zaman kegelapan

hingga menuju zaman yang penuh dengan ilmu pengetahuan seperti sekarang ini.

Penelitian ini diajukan untuk memenuhi persyaratan memperoleh gelar Sarjana

Hukum Islam (SHI) pada Procli Perbandingan Madzhab dan Hukum, konsentrasi

Perbandingan Mazhab dan Fiqh, Fakultas Syari'ah dan Hukum Universitas Islam

N egeri S yarif Hidayatullah Jakarta.

Penulis mengncapkan banyak-banyak terima kasih kepada segenap pihak

yang telah banyak membantu dalam memberikan saran-saran, motivasi dan arahan

serta semangat kepada penulis dalam menyelesaikan penelitian ini. Di antaranya

ucapan terimakasih tersebut ditujukan kepada:

1. Rektor Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Prof. Dr.

Komaruddin Hidayat.

2. Dekan Fakultas Syari'ah dan I-Iukum; Universitas Islam Negeri Syarif

Hidayatullah Jakarta, Prof. Dr. Drs. H.M. Amin Suma, S.H., MA., MM.
DAFTARISI
Hal
KATA PENGANTAR. ......................................................................................... i
DAFTAR 181 ........................................................ :............................................... iii
BABI PENDARULUAN
A. Latar Belakang............ ...... .......... ............................................ . 1
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah ........................................ 6
C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian ............................................... 7
D. Metode Penelitian ..................................................................... 8
E. Sistematika Pembahasan ........................................................... 12

BABU JUAL BELi DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM DAN


HUKUM POSITIF
A. Pengertian Jual Be ti . ... .......... . ........ ........ ... ........... ..... ........... 14
B. Macam-Macam Jual Beli .......................................................... 18
C. Hak Memilih dalam Jual Beli .................................................... 23
D. Jual Beli Tedarang .................................................................... 25

BABIU MASALAH PENGGUNAAN ZAT ADIKTIF DALAM OBAT


DANMAKANAN
A. Penyalahgunaan Formalin dan Zat Adiktif Lainnya pada
Makanan. ......................................... .................................. 31
B. Makanan Berbahan Formalin Ditinjau dari Aspek Manfaat dan
Mudharatnya serta Motivasi Dalam Penggunaannya ................. 34
C. Macam-Macam Zat Kimia Berbahaya untuk Dikonsumsi dan
Aki bat yang Ditimbulkan .......................................................... 41
D. Tujuan Pembentukan Undang-Undang dan Pemidanaan serta
Konsep Maqashid Syari'ah dalam Islam ................................... 44
E. Aspek Hukuman Bagi Pelaku Pemalsuan Obat dan Makanan .... 64
BAB IV UPA YA DALAM PENANGGULANGAN MASALAII
PEMALSUAN JUAL BELi OBAT DAN MAKANAN
A. Analisis terhadap Kasus-Kasus di BPOM Mengenai Praktek
Pemalsuan Obat dan Makarian .. ... ... ..... .... ..... .. .. .. .... ... ........ .. ....... 76
B. Penguatan Undang-Undang Perlindungan Konsumen dan Undang-
Undang Pidana .. ... ... ..... .. ... .... ... ... .. ... .. ... ....... .... ... .. .. ... ...... ... ........ 88
C. Memberikan Pendidikan dan Sosialisasi Kepada Masyarakat
dengan Data yang Konkrit .... .. ... ... ... .. ....... ... .. .... ....... .... ... ... .. ... .. . 91

BABV PENUTUP
A. Kesimpulan .............. .. ........ ........ .... ......... .. ................ ............... 99
B. Saran-saran............................................................................... 10 1

DAFTARPUSTAKA .............................................................................................. 103


LAMPIRAN-LAMPIRAN
BAB!

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (Kill-IP) bisa dikatakan sebagai "kitab

suci" bagi para advokat, hakim, jaksa, polisi, akademisi, serta para mahasiswa

hukum. KUHP merupakan panduan ba1:,>i mereka untuk menentukan apakah suatu

perbuatan merupakan tindak pidana atau bukan, dan pelakunya pantas dihukum

atas perbuatan tersebut atau tidak. Tidak dapat dipungkiri, selama puluhan tahun

bahkan sampai kini, Indonesia belum memiliki KUHP sendiri. KUHP yang

digunakan di Indonesia masih merupakan KUHP waiisan daii pemerintahan

Hindia Belanda (Wetboek van Stafrecht).

Telah diketahui bersama bahwa dalam KillIP di dalamnya membahas kurang

Iebih masalah-masalah yang menjurus kepada hal-hal yang berbau

kejahatan/kriminal, seperti pembunuhan, pengancaman, pemerkosaan, penipuan

dan masih banyak lagi bentuk-bentuk kejahatan yang sekarang makin banyak lagi

bentuk-bentuknya. Oleh karena itu penulis sangat tertarilk: pada kasus pemalsuan

barang-barang kebutuhan pokok/vital, seperti yang sekarang sangat dilk:hawatirkan

para konsmnen dalain memilih obat dan makanan, yang sudah banyak dijadikan

modus pemalsuan. Bahan-bahan pokok tersebut di antaranya seperti ikan (kakap

merah) yang disepuh dengan pewarna baju dan pada obat-obatan sudah banyak

sekali yang melakukan pemalsuan dengan memakai nama merek obat terkenal

tersebut. Semua ini berdampak bukan hanya saja pada kerugian materiil semata,
tetapi yang lebih penting akibatnya terhadap kesehatan dan keselamatan para

konsumen itu sendiri. Penulis juga mempertanyakan dimana letak kekuatan serta

keefektifan dari KUHP sendiri.

Padahal dalam syari' at Islam tel ah banyak sekali dalil-dalil yang intinya

sangat memperhatikan kemashlahatan dan menjaga manusia dari kemudharatan

yang dapat mengakibatkan kerusakan di muka bumi ini. Salah satunya yang

meajelaskan dan memerintahkan kita dalam ha! pemiagaan, agar kita jangan

sampai melakukan segala sesuatu yang bersifat memgikan orang lain. Dalam ayat

yang lain Allah memerintahkan kita supaya memakan makanan yang halal/baik,

dan Ia pun telah menjelaskan makanan yang dihararnkan-Nya. Seperti dalam surat

Al-Baqarah ayat 172-173 dan surat An-Nisa ayat 29 :

Artinya: "Hai orang-orang yang beriman, makanlah di antara rezki yang


baik-baik yang Kami berikan kepadamu dan bersyukurlah kepada Allah, jika
benar-benar kepada-Nya kamu menyembah. Sesungguhnya Allah hanya
mengharamkan bagimu bangkai, darah, daging babi, dan binatang yang
(ketika disembelih) disebut (nama) selain Allah. tetapi Barangsiapa dalam
Keadaan terpaksa (memakannya) sedang dia tidak menginginkannya dan
tidak (pula) melampaui batas, maka ticlak acla closa baginya. Sesungguhnya
Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang". (Al·Baqarah: 172-173)
Dalam surat An-Nisa dijelaskan :

Artinya: "Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan


harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan
yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. Dan janganlah kamu
membunuh dirimu; Sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang
kepadamu". (An-Nisa: 29)

Dalam kehidupan sehari-hari kita memang tidak dapat lepas dari aktivitas jual

beli. Sebab dari aktivitas tersebut kita dapat memenuhi kebutuhan hidup, baik

untuk kebutuhan pribadi maupun untuk kebutuhan rumah tangga, sekaligus dalam

kegiatan jual beli tersebut dijadikan sebagai sarana interaksi antar sesama dari

hiruk pikuknya kehidupan kota yang serha dinamis. Namun sesuai dengan

perkembangan zaman dan tingkat kompetisi kehidupan yang semakin tinggi, jika

diperhatikan akhir-akhir ini banyak sekali prilaku dari oknum-oknum pedagang

yang dengan sengaja melakukan kecurangan-kecurangan bahkan pemalsuan, demi

keuntungan yang ia peroleh tanpa memikirkan dampak dari apa yang telah ia

perbuat. Dalam melakukan pemalsuan terhadap obyek-obyek vital, seperti apa

yang telah diungkap di atas, mereka melak-ukannya terhadap makanan seperti

ikan, makanan ringan seperti kerupuk dan masih banyak lagi bahan-bahan

kebutuhan pokok yang mereka jadikan modus pemalsuan, contoh lain seperti

me1tjual bakso memakai daging tikus dan babi, bahkan mereka sudah berani

melakukan pemalsuan terhadap obat-obatan yang seharusnya sangat dilindungi


oleh pihak-pihak terkait. Masih banyak lagi pemalsuan-pemalsuan yang dilakukan

oleh oknum-oknum pedagang. Namun semua itu terjadi bukan semata-mata

karena oknum- pedagang tersebut ingin mengeruk keuntungan yang berlipat dari

usahanya melakukan pemalsuan tersebut. Kalau ingin melihat kebelakang, bahwa

sebab-sebab banyak terjadinya tindak pidana yang belakangan ini mudah sekali

terjadi karena ada beberapa faktor yang rnempengaruhinya, dan kita tidak bisa

serta merta menyalabkan sepenuhnya kepada si pelaku., walau memang

perbuatannya tersebut melanggar hukum yang berlaku. Perubahan-perubahan

sosial yang terjadi dalam suatu masyarakat dapat terjadi oleh karena bermacam-

macam sebab. Sebab-sebab tersebut dapat berasal dari masyarakat itu sendiri

(sebab-sebab intern) maupun dari luar masyarakat tersebut (sebab-sebab ekstem).

Sebab-sebab intern dapat berupa pertambahan atau berkurangnya penduduk;

penemuan-penemuan baru; pertentangan (conflict); atau mungkin karena

terjadinya suatu revolusi. Sebab-sebab ekstem mencakup apa-apa yang berasal

dari lingkungan alam fisik. 1

Tidak bisa dipungkiri bahwa sejak runtuhnya orde lama sampai sekarang orde

baru, bangsa ini terns mengalarni keterpurukan disebabkan salah satu warisan

orde lama yaitu hutang-hutang yang sangat berlimpah kepada negara-negara

asing.Tak hanya itu, para pelaku koropsi dan para pejabat "kotor" yang sampai

sekarang masih tetap tenang berada di atas angin tanpa tersentuh oleh hukun1

1
Soerjono Soekanto, Pokok-Pokok Sosiologi Hukum, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,
2006), Ed 1-16, h. 112.
yang sesunggnhnya. Terpuruknya bangsa ini sangat dirasakan oleh rak:yat kecil

yang hanya bisa pasrah kepada keadaan. Salah satu penyebab dari maraknya

penyimpangan-penyimpangan yang terjadi adalah faktor ekonorni yang bermula

dari banyaknya tindakan pemecatan terhadap karyawan dan susahnya mencari

lapangan pekerjaan yang layak. Di Jakarta misalnya, tercatat sebanyak 605.924

orang usia kerja tidak memiliki pekerjaan. Dari jumlah tersebut sebanyak 261.612

pengangguran atau 40% di antaranya korban dari penmtusan hubungan kerja

(PHK). 2 Itu terjadi pada .beberapa tahun silam, mungkin sekarang bisa bertambah

beberapa kali lipat jumlahnya mengingat banyaknya tindak kriminal belakangan

ini, yang salah satu penyebabnya adalah faktor ekonomi yang semakin hari

semakin mencekik leher.

Salah satu contoh kasus penipuan obat yang terjadi di jalan Ekor Kuning,

Pluit, Jakarta Utara. Sebuah rumah yang dijadikan sebagai tempat memproduksi

(pabrik) berbagai obat bermerek yang diduga palsu digerebek polisi. Obat yang

diproduksi meliputi obat pereda rasa sakit, anti alergi, obat tradisional asam urat

dan flu tulang.

Dari penggerebekan itu, lalu polisi menangkap tiga orang sebagai pelakunya.

Selain itu, polisi juga menyita sejumlah dokumen dan melakukan penyelidikan

sehubungan dengan keabsahan dokumen tersebut, dan mengungkap adanya

dugaan pemalsuan dalam produksi obat yang dijual pahrik tersebut ke masyarakat

2
"Metropolitan, Pengangguran Potensial Tingkatkan 1/ndak K~jahatan ", Kompas, Jakarta.,
Jurn'at 29 November 2002.
GERPUSTAKAAN UTA~\
\ ' U!N SYAh!D JAK)\RTA..
I ,

umum. Untuk menghindar darl Kecungaan aparat, pabrik obat tersebut semula

berkamuflase sebagai pabrik pennen. Produksi obat tersebut sudah diperkirakan

setahun berjalan.

B. Pembatasan Masalah dan Perumusan Masalah

Dalam masalah jual beli, baik itu dalam huknm Islan1 maupun hukunl positif

banyak sekali Undang-Undang yang telah ada yang untuk mengatur jalannya

praktek jual beli itu sesuai dengan yang diharapkan. Seperti Undang-Undang

Pidana pasal 386, UU No. 7 tahun 1996 tentang pangan, UU No. 23 tahun 1992

pasal 82 ayat 2 dan UU No. 8 tahun 1999 tentang perlindungan konsumen. Tetapi

walaupun sudah banyak aturan yang mengaturnya, masih saja ada dari oknum

pedagang yang melanggar aturan-aturan tersebut. Diantara pedagang/pelaku

usaha akhir-akhir ini sering melakukan pemalsuan dengan memasukan zat-zat

berbahaya pada obat dan makanan. Dalam melakukan perbuatan pidana tersebut

mereka melakukannya dengan mencampurkan zat-zat berbahaya tersebut kedalam

makanan seperti mie basah, tahu dan ikan. Tetapi ada juga yang melakukannya

dengan cara memasukan zat berbahaya tersebut kedalam obat yang sebenarnya

sangat dilarang dalam pemakaiannya.

Pada masalah yang cukup menarik dan terhitung kasus baru yang sekarang

sedang gempar-gemparnya ini, kiranya penulis ingin membatasi mengenai apa

saja yang sekiranya akan dibahas dalam penulisan ini. Dalan1 membatasi

penulisan ini, penulis lebih menekankan kepada kasus-kasus, kepastian hukunl

bagi seseorang yang melakukan tindak pidana pemalsuan terhadap obat dan
makanan yang setiap saat dapat dikonsmnsi oleh masyarakat, serta solusi juga

strategi yang dianggap tepat bagi penyelesaian kasus tersebut.

Sesuai dengan latar belakang yang penulis ajukan, maka perlu adanya

perumusan masalah yang menjadi sasaran penulisan. Adapun pennasalahan yang

akan dibahas adalah sebagai berikut :

1. Bagaimana praktek pemalsuan obat dan makanan dalam jual beli?

2. Zat-zat apa saja yang kerap digunakan sebagai bahan campuran obat dan

makanan?

3. Hukmnan apakah yang akan diterima para pelaku pemalsuan obat dan

makanan menurut hukum positif dan hukum Islam ?

4. Bagaimanakah solusi dan strategi yang tepat dalam upaya meminimalisir

kasus pemalsuan obat dan makanan?

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian

Adapun yang menjadi tujuan penelitian skripsi ini, adalah sebagai berikut :

1. Mengetahui berbagai macam praktek pemalsuan obat dan makanan yang

selama ini beredar.

2. Mengidentifikasi zat-zat berbahaya yang sering dijadikan campuran pada obat

dan makanan.

3. Mengetahui hukmnan bagi pelaku pemalsuan obat dan makanan menurut

hukum positif dan hukmn Islam.

4. Menganalisis solusi dan strategi dalam upaya meminimalisir kasus pemalsuan

obat dan makanan.


Dalam penulisan ini terdapat dua kegunaan. Di antaranya kegunaan tersebut

ada yang bersifat "akademis", yang di dalamnya mengungkap dan menguraikan

tentang bagaimana sebenarnya kegiatan jual beli yang seharusnya dan tidak

melanggar hukum serta fenomena-fenomena yang terjadi belakangan ini yang

kontradiksi dengan apa yang menjadi sunnatullah dan segala etika yang

seharusnya kita terapkan dalam kehidupan pribadi kita khususnya dan masyarakat

pada umumnya. Dengan semakin banyalmya oknum-oknum pedagang yang

semakin berani melakukan penipuan, terutama pada produk obat-obatan dan

makanan yang otomatis dikonsumsi oleh masyarakat itu sendiri. Dan untuk

manfaat yang kedua adalab manfaat yang bersifat "praktis ", yang secara

langsung memberikan gambaran dan solusi kepada para pibak yang terkait, dalam

ha! ini adalab pemerintab dan segenap staf-stafnya agar secara sigap menangani

masalab ini dan menuntaskannya dengan jalan memberikan solusi terbaik, seperti

memperknat serta menerapkanlmenjalankan Undang-Undang (pidana dan

perlindungan konsumen) dan memberikan kepastian hukurn bagi para pelakn

pemalsuan tersebut.

Tidak ada penelitian tanpa adanya sebuab obyek, oleh karena itu penuiis

dalam menuangkan ide-idenya menggunakan penelitian yang bersifat studi kasus,

yang lebih menekankan kepada kasus-kasus yang ada di suatu lembaga-lembaga

yang terkait dengan judul tulisan tersebut, ditambah dengan data pustaka sebagai

data pelengkap. Dalam hal ini yang menjadi obyek dalam penulisan ini adalah:
Badan Pengawas Obat dan Makanan, yang terletak di n. Percetakan Negara No.
23 Jakarta.

D. Metode Penelitian

1. Metode Penelitian lni Berupa :

Dalam penulisan skripsi ini, penulis rnenggunakan rnetode yang berjenis

penelitian yuridis atau legal, yang secara umurn adalah bagian dari jenis-jenis

penelitian sejarah yang terbagi empat yaitu : Penelitian sejarah komparatif,

Penelitian yuridis atau legal, Penelitian biografis dan Penelitian bibliografis. 3

Namun penulis hanya rnenekankan pada penelitian yuridis atau legal, yaitu:

metode yang digunakan untuk menyelidiki hal-hal yang menyangkut masalah

hukum pada masa sekarang. Oleh karena itu penelitian jenis ini dinamakan

penelitian yuridis. Bukan hanya menggunakan metode penelitian yuridis, tetapi

penulis menggunakan pula metode studi atau penelitian komparatif, yang ingin

mencari jawaban secara mendasar tentang sebab akibat, dengan menganalisis

faktor-faktor penyebab terjadinya ataupun munculnya suatu fenomena tertentu.

Dalam penulisan skripsi ini, penulis menggunakan metode yang bersifat

deskriptif, yaitu sebuah penelitian yang bertujuan memberikan garnbaran

sebenamya yang terjadi di lapangan, atau dapat pula dikatakan suatu penelitian

pada sskslompok rnanusia, suatu obyek, suatu set kondisi, suatu sistem

pemikiran, ataupun suatu kelas peristiwa pada masa sekarang.4 Tujuan dari

3
Moh. Nazir, Metode Pe11e/itia11, (Jakarta, Ghalia Indonesia, 2003), Cet Kelima, h. 52.
4
Ibid., h. 54.
penelitian deskriptif ini adalah untuk mernbuat deskripsi, gambaran atau lukisan

secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta


5
hubungan antar fenomena yang diselidiki.

2. Sumber data yang digunakan adalah sebagai berikut :

Sebagaimana telah lazim diketahui bahwa di dalam sebuah penelitian, data-

data yang diperoleh dibedakan dari cara kita memperolehnya. Data tersebut ada

yang dapat diperoleh langsung dari rnasyarakat dan ada yang diperoleh dari bahan

pustaka. Yang pertama disebut data primer atau data dasar (primary data atau

basic data) dan yang kedua dinamakan data sekunder (secondary data). Data

primer diperoleh langsung dari sumber pertama, yaitu perilaku warga masyarakat,

melalui penelitian. Data sekunder antara lain mencakup dokumen-dokumen

resmi, buku-buku, hasil-hasil penelitian yang berwujud laporan, buku harian dan

seterusnya. 6

Pada penelitian ini, penulis membatasi penggunaan sumber data yakni

menggunakan sumber data yang kedua yaitu data sekunder (secondary data),

karena melihat penelitian yang penulis tulis adalal1 penelitian hukum yang dapat

dibatasi pada penggunaan studi dokumen atau bahan pustaka saja. 7 Oleh karena

itu penulis mendapatkan sumber data melalui buku-bulrn (library research), dan

hasil-hasil penelitian yang bersifat laporan, dokumen-dokumen resmi yang

didapatkan langsung dari Badan Pengawas Obat dan Makanan.

'Ibid.., It. 53.


6
Soerjono Soekanto, J>engantar J>enelitian Hukum (Jakarta: UI Press, 1986), Cet 3, h. 11.
7
Ibid.., h. 66.
Penelitian hukum yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau

data sekunder belaka, seperti yang penulis lakukan dapat dinamakan penelitian

hukum normatif atau penelitian kepustakaan (disamping adanya penelitian hukum

sosiologis atau empiris yang terutama meneliti data primer). Penelitian hukum

normatif atau kepustakaan tersebut mencakup:

a. Penelitian terhadap asas-asas hukum

b. Penelitian terhadap sistematika hukum

c. Penelitian terhadap sinkronisasi vertikal dan horizontal

d. Perbandinga.n hukum
8
e. Sejarah hukum

3. Teknik pengumpulan data

Pada penulisan ini, penulis menggunakan teknik pengumpulan data yang

bersifat hukum normatif (/.,gal research), yang hanya merupakan studi dokumen,

yang sumb.:r-sumber datanya memakai data sekunder yang berupa peratura.n-

peraturan, perunda.ng-undangan, keputusan-keputusan pengadilan, teori-teori

hukurn, dan pendapat-pendapat sarjana hukum terkemuka. Itu pula sebabnya

peuulis menggunakan analisis secara kualitatif (analisis normatif-kualitatif)

karena data yang diperoleh bersifat kualitatif. 9

• Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Pene/itim1 Hulam1 Normatif Suatu TinjmUI11 Singkat
(Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2001), Cet 5, h. 13.
9
Rianto Adi, Metodologi Pene/itian Sosial dan Hula1m (Jakarta: Granit, 2004), Ed Pertama,
h. 92.
4. Teknik analisis data

Analisis data terdiri dari analisis kuantitatif dan kualitatif. Dalam

menganalisis data kuantitatif, data yang berbentuk angka dan dihitung untuk

mengetahui jawaban masalah yang diteliti.. Sebaliknya, data kualitatif merupakan

data yang tidak berbentuk angka.

Dilibat dari sifat datanya tadi, analisis dibedakan menjadi analisis yang

bersifat kuantitatif dan kualitatif. Namun disini penulis menggnnakan tekuik

analisis kualitatif, yaitu analisis pada data-data yang tidak hisa dihitung, bersifat

monografis atau berwujud kasus-kasus ( sehingga tidak dapat disusun ke dalam

suatu struktur klasifikatoris). 10

Penulisan skripsi ini berdasarkan pada buku pedoman penulisan skripsi yang

dikeluarkan oleh Fakultas Syariah dan Hukum.

E. Sistematika Penulisan

Penulisan dalam skripsi ini terdiri dari lima bah ditambab dengan data

kepustakaan sebagai baban rujukan, dengan sistematika s•~bagai berikut :

1. Bab pertama yaitu Pendabuluan yang terdiri dari : (1) Latar belakang masalab;

(2) Pembatasan dan Perumusan Masalah; (3) Tujuan dan Kegnnaan

Penelitian; (4) Metode Penelitian; ( 5) Sistematika Penulisan..

2. Bab kedua di dalamnya membahas mengenai : (I) Pengertian jual beli; (2)

Macam-macam Jual Beli; (3) Hak pilih dalam jual beli; (4) Jual Beli

Terlarang.

'°Ibid.., h. 128.
3. Bab ketiga di dalamnya membahas mengenai: (1) Pe11yalahgunaan Formalin

dan Zat Adik:tif Lainnya pada Obat dan Makanan; (2) Makanan Berbahan

Formalin Ditinjau dari Aspek Manfaat dan Mudharatnya serta Motivasi dalam

Penggunaannya, (3) Macam-macam Zat Berbahaya yang Berada dalam Obat

dan Makanan serta Akibat yang Ditimbulkanuya (4) Tujuan Pembentukan

Undang-Undang dan Pemidanaan serta Konsep Maqashid Syari'ah dalarn

Islam; (5) Aspek Hukuman bagi Pelaku Pemalsuan Obat dan Makanan.

4. Bab keempat menerangkan rnengenai: Upaya dalam Penanggulangan Masalah

Pemalsuan Jual Beli Obat dan Makanan: (1) Analisis terhadap Kasus-kasus di

BPOM Mengenai Praktek Pemalsuan Obat dan Makanan; (2) Penguatan

Undang-Undang Perlindungan Konsumen dan Undang-Undang Pidana (3)

Memberikan Pendidikan dan Sosialisasi kepada Masyarakat dengan Data

yang Konkrit.

5. Bab kelirna berisi kesimpulan-kesimpulan dari penulisan skripsi ini dan saran-

saran kepada pihak-pihak terkait yang bertujuan sebagai rnasukan agar bisa

lebih baik kedepannya.


BAB.II

JUAL BELI DALAM PERSPEKTIF HUKUM POSITIF DAN HUiruM ISLAM

A. Pengertian Jual Beli

Adapun yang dimaksud dengan jual beli atau "perikatan", ialah: Suatu

hubungan hukum (mengenai kekayaan harta benda) antara dua orang, yang

memberi hak pada yang satu untuk menuntut barang sesuatu dari yang /ainnya,

sedangkan orang yang lainnya ini diwajibkan memenuhi tuntutan tersebut. 1

Dalam buku Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, pasal 1457 dikatakan, bahwa

jual beli adalah suatu perjanjian, dengan mana pihak satu mengikatkan dirinya

untuk menyerahkan suatu kebendaan, dan pihak yang lain untuk membayar harga

yang telah dijanjikan. 2

Dalam suatu perjanjian, diperlukannya syarat-syarat yang harus dipenuhi.

Seperti apa yang telah tercantum dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

pada pasal 1320, seperti:

I. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya;

2. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan;

3. Suatu ha! tertentu;

4. Suatu sebab yang halal. 3

1
Subekti, Pokok-Poknk Hu/mm Perdata (Jakarta: PT. Intennasa, 2003), Cet 31, h. 122.
2
Subekti dan Tjitrosudibio, Kitab Undang-·Undang Hukum Perdata (Jakarta: Pradnya
Paramita, 2004), Cet 34 (edisi revisi), h. 366.
3
Ibid. h. 339.
Jual beli dalam hukum Islam mengandung beberapa definisi. Ada yang

menurut istilah bahasa (etimologi) ada yang menurut istilah (terminologi).

Perdagangan atau jual beli menurut bahasa berarti al-Bai', al-Tijarah dan al-

Mubadalah, sebagaimana Allah berfirman dalam surat Fathir, ayat 29:

Artinya: "Sesungguhnya orang-orang yang selalu membaca kitab Allah dan


mendirikan shalat dan menajkahkan sebahagian dari rezki yang Kami anuge-
rahkan kepada mereka dengan diam-diam dan terang-terangan, mereka itu
mengharapkan perniagaan yang tidak akan merugi ". (Fathir: 29)

Dalam Surat Al-Baqarah ayat 275, Allah berfirman:

Artinya: "Orang-orang yang Makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri


melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan /antaran
(tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu, adalah
disebabkan mereka berkata (berpendapat), Sesungguhnya jual beli itu sama
dengan riba, Padahal Allah telah menghalalkanjual beli dan mengharamkan
riba. Orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya,
lalu terus berhenti (dari mengambil riba), maka baginya apa yang telah
diambilnya dahulu (sebelum datang larangan); dan urusannya (terserah)
kepada Allah. Orang yang kembali (mengambil riba), maka orang itu adalah
penghuni-penghuni neraka, mereka kekal di dalamnya".
Menurut istilah (terminologi) yang dimaksud dengan jual beli adalah sebagai

berikut:

1. Menukar barang dengan barang atau barang dengan uang dengan jalan

melepaskan hak milik dari yang satu kepada yang lain atas dasar saling

merelakan;

2. Pemilikan harta benda dengan jalan tukar-menukar yang sesuai dengan aturan

syara';

3. Saling tukar harta, saling menerima, dapat dikelola (tasharruf), dengan ijab
4
dan qabul, dengan cara yang sesuai dengan syara' .

Di atas disebutkan berulang kali "Sesuai dengan syara'", yang dimaksud

dengan sesuai dengan syara' (sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku,

dalam hal ini baik itu hukum Islam ataupun hukum negara) adalah: memenuhi

segala persyaratan-persyaratan, rukun-rukun, dan hal-hal lain yang berkaitan

dengan jual beli, sehingga bila syarat-syarat atau rukun--rukun tersebut tidak

terpenuhi berarti tidak sesuai dengan kehendak syara' dan bisa mengakibatkan

jual beli tersebut batal.

Dalam jual beli ada syarat dan rukunnya, yang menjadikan jual beli itu suatu

kegiatan yang bermanfaat, terlebih adanya suatu aturan yang bisa memberikan

suatu keputusan apakah jual beli itu sah atau tidak dan apakah jual beli tersebut

baik di mata hukum atau malah melanggar ketentuan hukum yang mengatumya.

Adapun rukun-rukun dalam jual beli adalah sebagai berikut:


4
Hendi Suhendi, FiqhMuamalah (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2005), Ed 1-2, W. 67.
a. Akad (ijab qabul);

b. Orang yang berakad (penjual dan pembeli); dan

c. Ma'kud alaih (obyek akad/barangnya).

Sedangkan syarat-syarat jual beli yang berkaitan pula dengan rukun-

rukunnya diatas adalah:

1) Syarat-syarat ijab qabul adalah sebagai berikut:

a) Jangan ada pemisah antara penjual dan pembeli, baik itu dalarn hal ijab qabul

sendiri (pembeli jangan diam saja setelah penjual menyatakan ijab dan

sebaliknya), rnaupun dalarn hal tempat mereka bertransaksi.

b) Jangan diselingi kata-kata lain diantara ijab dan qabul. 5

2) Syarat-syarat orang yang berakad diantaranya:

a) Baligh (dewasa).

b) Berakal dan dapat mem:..edakan (memilih antara yang baik dan tidak). Akad

orang gila, orang mabuk, anak kecil yang belum bisa membedakan (memilih)

tidak sah. Jika anak kecil yang sudah dapat membedakan (memilih)

dinyatakan valid (sah), dan kevalidannya tergantung kepada izin walinya,

dalam hal ini orang tua atau keluarga. Namun jika ada seseorang yang

terkadang sadar dan tidak, maka untuk setiap akad yang ia lakukan dianggap

valid (sah) jika ia dalam keadaan sadar saja. 6

5
Ibid., h. 71.
6
Sayyid Sabiq, Fikih Sunnah 12 (te1j) Kamaluddin A. Marzuki (Bandung: PT. Al-Ma'arit), h.
49.
c) Beragama Islam, syarat ini dikhususkan pada pembeli saja dalam benda-benda

tertentu (dahulu), misalnya seseorang dilarang menjual hambanya yang

beragama Islam kepada pembeli yang bukan beragarna Islam, sebitb besar

kemungkinan sang pembeli akan merendahkan si abid yang beragama Islam

tersebut.7

3) Sedangkan syarat-syarat barang yang akan diakadkan, harus memenuhi

kriteria sebagai berikut:

1) Barangnya diharuskan barang yang bersih.

2) Dapat dimanfaatkan.

3) Milik orang yang melakukan akad.

4) Mampu menyerahkannya.

5) Mengetahui (wujud barang).

6) Barangnya harus sudah ada saat akad. 8

B. Macam-Macam Jual Beli

Dalam hukum Islam maupun hukum positif terdapat pembagian mengenai

macam-macam jual beli. Narnun yang lebih ditekankan terdapat dalarn hukum

Islam yang secara tegas membagi jual beli itu kepada beberapa bentuk, terutama

jika ditinjau dari segi benda yang dijadikan obyek jual beli, yang dikemukakan

oleh Imam Taqiyuddin diantaranya:

7
Hendi Suhendi, Fiqh Muamalah (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2005), Ed 1-2, h. 71.
' Sabiq, Fikih Sunnah 12, h. 49.
1
~1 !
PERPUSTAKAAN UTAMA
LJIN SYAHID JAKARTA
I
' ·~~~~~~~~·

1. Jual beli benda yang nyata/kelihatan, yaitu: jual beli yang pada waktu

akadnya barang yang akan diakadkan/diperjual belikan ada didepan penjual

dan pembeli.

2. Jual beli yang disebutkan sifat-sifatnya dalam perjmljian ialab: jual beli

salam (pesanan). Dasar hukum dan cara jual beli ini terdapat dalam firman

Allah SWT, surat al-Baqarab ayat 282:

Artinya: "Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu'amalah


tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu
menuliskannya. dan hendaklah seorang penulis di antara kamu
menuliskannya dengan benar. danjangan/ah penulis enggan menuliskannya
sebagaimana Allah mengajarkannya, maka hendaklah ia menu/is, dan
hendak/ah orang yang berhutang itu mengimla-kan (apa yang akan ditulis
itu), dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya, dan janganlah ia
mengurangi sedikitpun daripada hutangnya. Jika yang berhutang itu orang
yang lemah akalnya atau lemah (keadaannya) atau dia sendiri tidak mampu
mengimla-kan, maka hendaklah walin:ya mengimla-kan dengan jujur, dan
persaksikan/ah dengan dua orang saksi dari orang-orang lelaki (di
antaramu). Jika tak ada dua orang lelaki, maka (boleh) seorang lelaki dan
dua orang perempuan dari saksi-saksi yang kamu ridhai, supaya jika
seorang lupa maka yang seorang mengingatkannya. Janganlah saksi-saksi
itu enggan (memberi keterangan) apabila mereka dipanggil; danjanganlah
kamujemu menulis hutang ilu, baik kecil maupun besar sampai batas waktu
membayamya, yang demikian itu, lebih adil di sis_i Allah dan lebih
menguatkan persaksian dan Jebih dekat kepada tidak (menimbulkan)
keraguanmu. (Tulis/ah mu'amalahmu itu}, kecuali jika mu'amalah itu
perdagangan tunai yang kamu jalankan di antara kamu, maka tidak ada
dosa bagi kamu, (jika} kamu tidak menulisnya, dan persaksikanlah apabila
kamu berjual beli; dan janganlah penulis dan saksi saling sulit menyulitkan.
Jika kamu lakukan (yang demikian), maka sesungguhnya ha! itu adalah
suatu kefasikan pada dirimu. Dan bertakwalah kepada Allah; Allah
mengajarmu; dan Allah Maha mengetahui segala sesuatu ".

Fuqaha sepakat bahwa salam itu untuk semua barang yang ditakar atau
ditimbang; berdasarkan hadits shahih yang terkenal dari Ibnu Abbas r.a. Ia
berkata:

i!.J)\'.il\ _J uj1)~ ,,l\ »~I\ . ', ' ' 1· -~ " , .u:uJI : t ..- 4.JlC ~I t - • .~I\ , •
' ~ ~ (..)~ f"" _J ,, (""'"""-' , - ~ 1.5"!""' ~

r~ ;).'.i ~ < n)'.,,~u9 ~I(:,:..:~_, 4.,Jk .&I~ ~I (j_,..,,.J Jlli

(r-b_, '5.)u..,JI ~ftl) .r_,.t..:. ~I .)J i_,.t..:. i;,;):,:,


Artinya: "Nabi SAW dacang ke Madinah, dan pada saat itu orang banyak
sedang mengadakan sa/am pada tamar (anggur) untuk jangka waktu dua
dan tiga tahun. Maka Rasulullah SAW bersabda, 'Barangsiapa
mengutangkan, hendak/ah ia tnengulangkan dalam hatga yang diketahui
(jelas) dan timbangan yang diketahui (jelas) hingga masa yang diketahui
(jelas) ''. (HR. Bukhari dan Muslim)9

Dalam sa/arn berlaku semua syarat jual beli, namun dalam jual beli ini

terdapat beberapa tambahan syarat yang harus dipenuhi kedua belah pihak,

diantaranya:

9
Ibnu Rusyd, Bidayatul Mtljtahid, Analisa Fiqih Para Mtljtahid 3 (terj}, Imam Ghazali Said,
Achmad Zaidun (Jakarta: Pustaka Amani, 2002), Cet II, h. 16.
a. Ketika melakukan akad salam, disebutkan sifat-sifatnya yang mungkin

dijangkau pembeli, baik berupa barang yang ditakar, ditimbang, atau barang

yang diukur.

b. Dalam akad harus disebutkan segala sesuatu yang bisa mempertinggi maupun

memperendah harga barang tersebut. Pada intinya harus disebutkan semua

identitas dari barang tersebut oleh orang yang ahli dalam bidang tersebut.

Dalam ha! ini termasuk kualitas barang itu.

c. Barang yang akan diserahkan hendaknya barang-barang yang biasa

didapatkan dipasar.

d. Harga hendaknya dipegang ditempat akad berlangsung. 10

3. Jual beli benda yang tidak ada serta tidak dapat dilihat. Jual beli seperti ini

yang dilarang dalam Islam karena barang yang akan diperjual belikan tidak

tentu atau masih gelap, sehingga dikhawatirkan barang tersebut diperoleh dari

hasil yang tidak dibenarkan oleh hukum seperti mencuri ataupun dari barang

yang dititipkan yang akhirnya akan menimbulkan kerugian salah satu kedua

belah pihak.

Dalam hukum positif juga ada berbagai macam perikatan, seperti dalam

hukum Islam. Di antara macam-macam perikatan tersebut, diantaranya:

a. Perikatan bersyarat (voorwaardelijk) adalah: Suatu perikatan yang

digantungkan pada suatu kejadian di kemudian hari, yang masih belum tentu

akan atau tidak terjadi.


10
Hendi Suhendi, FiqhMuamalah (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2005), Ed 1-2, h. 76.
b. Perikatan yang digantungkan pada suatu ketetapan waktu (tijdsbepaling).

Perbedaan suatu syarat dengan suatu ketetapan waktu adalah: kalau suatu

syarat adalah berupa suatu kejadian atau peristiwa yang belum tentu atau tidak

akan terlaksana, namun kalau suatu ketetapan adalah suatu hal pasti akan

datang, meskipun belum dapat ditentukan kapan akan datangnya, seperti

kematian seseorang.

c. Perikatan yang di dalamnya diperbolehkan untuk memilih bila didalamnya

terdapat dua atau lebih macam prestasi, sedangkan kepada si berhutang

diserahkan yang mana ia akan lakukan.

d. Perikatan tanggung-menanggung (hoofdelijk atau solidair), adalah suatu

perikatan di mana beberapa orang bersama-sama sebagai pihak berhutang

berhadapan dengan satu orang yang menghutangkan, atau sebaliknya. Tetapi

perikatan seperti ini belakangan jaraug terjadi.

e. Perikatan yang dapat dibagi dan yang tidak dapat dibagi. Apakah suatu

perikatan dapat dibagi atau tidak, tergautung pada kemungkinan tidaknya

membagi prestasi. Pada hakikatnya tergantung pula dari kehendak atau

maksud kedua belah pihak yang membuat suatu perjaujian. Persoalan dapat

dibagi atau tidaknya suatu perikatan barulah tarnpil dimuka apabila salah satu

dari pihak tersebut digantikan oleh orang lain. Biasanya hal ini terjadi apabila

salah satu pihak meninggal dunia yang digantikan oleh ahli warisnya. Namun

apabila tidak ada perjanjian sebelumnya antara pihak tersebut, maka perikatan

tersebut tidak boleh dibagi-bagi.


f. Perikatan dengan penetapan hukuman. Untuk mencegah jangan sampai si

berhutang dengan mudah saja melalaikan kewajibannya, dalam prak:tek

banyak dipakai perjanjian di mana si berhutang dikenakan suatu hukwnan,

apabila ia tidak menepati kewajibannya. Hukuman ini, biasanya ditetapkan

dalam suatu jumlah uang tertentu, yang sebenamya merupakan suatu

pembayaran kerugian yang telah ditetapkan semula oleh para pembuat

perjanjian. 11

C. Hak Memilih dalam Jual Beli

Dalam jual beli dalam Islam, diperbolehkan memilih, apakah akan

meneruskanjual beli tersebut atau membatalkannya. Khiar itu terbagi tiga macam

yaitu:

L Khiar majelis, artinya antara penjual dan pembeli boleh memilih akan

melanjutkan jual beli atau membatalkannya. Selama keduanya masih ada

dalam satu tempat (majelis), khiar majelis boleh dilakukan dalam berbagai

jual beli. Rasulullah SAW, bersabda:

Artinya: "Penjual dan pembeli boleh khiar selama be/um berpisah" (HR.
Bukhari dan Muslim)

Bila keduanya telah berpisah dari tempat akad tersebut, maka khiar majelis

tidak berlaku lagi (batal).

11
Subekti, Pokok-Pokok Hukum Perdata (Jakarta: PT. Intermasa, 2003), Cet 31, h. 128.
2. Khiar syarat, yaitu penjualan yang didalamnya disyaratkan sesuatu baik oleh

penjual maupun pembeli, seperti seseorang berkata "saya jual rumah ini

dengan harga 100.000.000,00 dengan syarat khiar selama tiga hari".

Rasulullah SAW, bersabda:

Artinya: "Kamu boleh khiar pada setiap benda yang telah dibeli selama tiga
hari tiga malam" (Riwayat Baihaqi)

3. Khiar 'aib, artinya dalam setiap jual beli itu disyaratkan suatu kesempurnaan

benda-benda yang telah dibeli, seperti seseorang berkata "saya beli mobil ini

seharga sekian, tetapi apabila pada mobil ini terdapat cacat maka saya akan

kembalikan", seperti yang diriwayatkan oleh Ahmad dan Abu Dawud dari

Aisyah r.a, bahwa seseorang telah membeli budak, kemudian budak tersebut

disuruh berdiri didekatnya, didapatinya pada diri si budak tersebut kecacatan,

lalu diadukan11ya kepada Rasul, maka budak tersebut dikembalikan pada

penjual. 12

Me11genai masa khiar, bagi fuqaha yang membolehkannya, menurut Malik

pada dasarnya tidak ada batasan tertentu, melainkan ditentukan berdasarkan besar

kecilnya keperluan, dengan memandang kepada macam--macam11ya barang.

Dengan demikian, masa tersebut berbeda-beda menurut perbedaan barang yang

dijual. Secara ringkas, Malik tidak membolehkan masa yang panjang yang dapat

memisahkan pemilihan barang yang dijual Syafi'i dan Abu Hanifah herpendapat.

12
Hendi Suhendi, Fiqh Muama/ah (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2005), Ed 1-2, ti. 83.
bahwa masa khiar itu tiga hari tidak boleh lebih dari itu. Sedangkan Ahmad, Abu

Yusuf clan Muhammad bin Hasan berpendapat bahwa khiar dibolehkan hingga
13
masa yang telah disyaratkan. Dawud juga mengemukakan bal serupa.

Dalam hukum positif-pun ada hak memilih bagi konsumen (pembeli) apabila

dalam jual beli tersebut tidak sesuai dengan yang telah menjadi perjanjian

sebelumnya atau dalam barang tersebut ada sesuatu yang tidak sesuai dengan

yang diharapkan oleh si pembeli. Dalam hukum positif hak memilih ini masuk

kedalam perikatan yang membolehkan bagi si pembeli untuk memilih, apakah

akan diteruskan atau dibatalkan. Hal ini senada dengan pasal 1267 KUH PL-rdata:

"Pihak terhadap siapa perikatan tidak dipenuhi, dapat memilih apakah ia, jika

hal itu masih dapat dilakukan, akan memaksa pihak lain untuk memenuhi

perjanjian ataukah ia akan menuntut pembatalan perjanjian disertai penggantian

biaya kerugian dan bunga".

D. Jual Beli Terlarang

Dalam setiap jual beli hukum asalnya adalah halallboleb, sebagaimana firman

Allah dalam surat Al-Baqarah ayat 275:

Artinya: "Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba ". (Al-
Baqarah:275)

13
Ibnu Rusyd, Bidayahtl Mujtahid, Analisa Fiqih Para Mujtahid 3 (terj), Imam Ghazali Said,
Achmad Zaidun (Jakarta: Pustaka Amani,2002), Cet II, h. 36.
Tetapi pada kenyataannya banyak daripada pedagang/pelakn usaha yang

melakukan tindakan yang melanggar hukum, seperti telah di ungkap sebelumnya

mereka memasukan dan mencampurkan obat dan makanan dengan zat berbahaya.

Hal tersebut membuat jual beli yang tadinya dihalalkan oleh Allah menjadi suatu

yang dilarang atau bahkan diharamkan. Karena dengan menjual barang dengan

kcadaan yang seperti itu, sudah barang tentu membahayakan pembeli. Hal

tersebut sangat dilarang dalam Islam, karena dapat membuat dharar/bahaya yang

sangat besar.

Oleh karena itu dalam Islam terbagi ke dalam beberapa bentuk jual beli

yang dilarang/terlarang dan batal hukumnya, diantaranya:

l. Barang yang dihukumi najis oleh agama, seperti an3mg, babi, berhala

(patung), bangkai dan khamar (minun1an keras/beralkohol), Rasulullah SAW

bersabda:

~Y.. llY,,j:J Ai1 ul (Jli F-' ~ .&1 ~ , .111 JY,.:J ;::ir .i..lc Ai1 ~_) Y.4- 0C-
c~ _, (.£_;~1 bi_,_;) fl.J,.,.,,~_, iiJ.y...\l:J ~1;J1::, J.1..11 &.
Artinya: "Dari Jabir r.a, Rasu/ullah SAW: bersabda, Sesungglmya Allah dan
Rasul-Nya telah menglzaramkan menjual arak (minuman keras), bangkai,
babi dan berhala (patung) ". (Riwayat Bukhari dan Muslim)

2. Jual beli sperma (mani) hewan, seperti mengawinkan seekor domba jantan

dengan domba betina agar memperoleh turunan. Jual beli ini haram

hukurnnya.

3. Jual beli anak binatang yang masih berada dalam perut induknya. Jual beli

seperti ini dilarang, karena barangnya belum ada dan tidak tampak.
4. Jual bell dengan muhaaqalah. Haaqalah berarti tanah, sawab, dan kebun

Maksud muhaaqalah di sini ialah me1tjual hasil tanam-tanaman yang masih

berada di ladang atau di sawah. Hal ini dilarang karena ada persangkaan riba

di dalamnya, karena tidak adanya kejelasan dan kepastian (gharar).

5. Jual beli dengan mukhadarah, yaitu menjual buah-buahan yang belum pantas

untnk dipanen, seperti menjual rambutan yang masih hijau, mangga yang

masih kecil-kecil, dan yang lain sebagainya. Hal ini dilarang karena

barangnya masih samar, karena mw1gkin saja bWlh tersebut jatuh tertiup angin

kencang atau hujan sebelum diambil oleh si pembelinya.

6. Jual beli dengan mulamasah, yaitu jual beli dengan cara sentuh menyentuh

seperti sehelai kain yang di sentuh dengan tangan (si pembeli) di waktu

malam atau siang hari, maka orang yang menyentuh bennti telall membeli

kain tersebut. Hal ini dilarang karena mengandung unsur penipuan dan

kemungkinan akan menimbulkan kerugian bagi salah satu pihak.

7. Jual beli dengan munabadzah, yaitu jual beli secara lempar melempar, scpcrti

seseorang berkata, "lemparkan kepadaku apa yang ada padamu, nanti

kulemparkan pula apa yang ada padaku". Setelah tei:iadi lempar melempar,

te1jadilall jual beli. Hal ini dilarang karena mengandung tipuan dan tidak

adanya ijab qabul.

8. Jual beli dengan muzabanah, yaitu menjual bWlh yang basall dengan bua..'1

yang kering, seperti menjual padi kering dengan bayaran padi yang basah,
Untukjual beli diatas, tepatnya pada nomor 14-17. Jual beli tersebut dilarang,

tetapi sah bila dilakukan hanya saj a orang yang melakukan jual beli tersebut

berdosa karena melaknkan hal yang tidak semestinya dilakukan dalam jual beli.
BAB ID

MASALAH PENGGUNAAN ZAT ADil<:TIF DALAM OBAT DAN

MAKANAN

A. Penyalahgunaan Formalin dan Zat Adiktif padla Obat dan Makanan

Berdasarkan basil investigasi dan pengujian laboratorium yang dilakukan oleh

Balai Besar POM di Jakarta, telah ditemukan di sejumlah pasar dan supermarket

wilayah DK.I Jakarta, Banten, Bogor, dan Bekasi sejumlah produk pangan seperti

ikan asin, mie basah dan tahu yang memanfaatkan formalin sebagai pengawet.

Penggunaan formalin dalam produk pangan sangat membahayakan kesehatan

karena dapat menimbulkan efek dalam jangka pendek rnaupun panjang tergantung

dari besar kecilnya ketahanan tubuh seseorang. Efek yang dapat terjadi antara lain

iritasi pada saluran pernafasan, muntah-muntah, kepala pusing, rasa terbakar pada

te ..ggorokan, penurunan suhu badan dan rasa gatal pada dada. Selain itu juga

dapat terjadinya kerusakan hati, jantung, otak, limpa, pankreas, sistem susunan

syaraf pusat dan ginjal. 1

Dalam ha! terjadinya tindak pelanggaran di bidang pangan, antara lain

menggunakan bahan-bahan yang dilarang digunakan sebagai bahan tambahan

pangan, ha! ini berarti tel ah melanggar KUHP pasal 386 ayat 1 dan 2 yang

berbunyi:

(I) Barangsiapa menjual, menawarkan atau menyerahkan barang makanan,


minuman atau obat-obatan yang diketahui bahwa itu dipalsu, dan

1
BPOM, Press Release, Bahaya Penggunaan Formalin pada Produk Pangan (Jakarta:
Kepala Balai Bes,~r Pengawas Obat dan Makanan, 26 Desember 2005).
jika nilainya atau faedahrra me1yadi kurang karena sudah dicampur
dengan sesuatu bahan lain.-

Berdasarkan keterangan pers BPOM mengenai penyalahgunaan formalin

untuk pengawet mie basah, tahu dan ikan adalah sebagai berikut:

I. Berdasarkan hasil operasi pengawasan Badan POM pada beberapa

tahun terakhir ini ditemukan adanya kecenderungan penyalahgunaa.11

formalin sebagai pengawet makanan yang terus meningkat. Atas

pelanggaran tersebut Badan POM telah melakukan pembinaan dan

peringatan serta tindakan pro-justisia dengan mengajukan tersangka ke

pengadilan. Sanksi hukum pidana telah dijatuhkan tetapi temyata

sanksi pidana yang dijatuhkan tidak memberikan efek jera. Sementara

itu pasokan formalin di pasar terutama penjualan eceran memicu

terjadinya penyalahgunaan.

2. Pada awal Desember 2005, Badan POM/Balai Besar POM melakukan

sampling dan pengujian laboratorium secara serial dan serentak

mencakup Bandar Lampung, Jakarta, Bandung, Semarang,

Yogyakarta, Surabaya, Mataram dan Makassar. Produk/sampel yang

diuji meliputi tahu, mie basah dan ikan yang secara keseluruhan

berjumlab 761 sampcl.

Berdasarkan hasil pengujian laboratorium diperoleh temuan sebagai

berikut: 3

z Moeljatno, KUHP, Kitab U11da11g-U11dang Hukum Pidana (Jakarta: Bumi Aksara, 2003),
Cet 22, h. 13 7.
Keteranl!aD MieBasah Tahu Uran
Jumlah 213 290 258
Samnel
Memenuhi 76 193 190
Svarat
Tidak 137 97 68
Memenuhi
Svarat
% tidak 64.32% 33.45% 26.36%
memenuhi
svarat

Kondisi masing-masing daerah tidak sama untuk setiap jenis produk

tersebut. Untuk tahu, temuan Badan POM di Yogyakarta dan Bandung

tidak mengandung formalin, sedangkan di Jakarta relatif sangat tinggi

yaitu 77,78% mengandung formalin. Sedangkan untuk ikan di Jakarta

52,63% dan Bandar L<impung 36,56% dari sampel ikan yang

mengandung formalin. Untuk mie basah persentase sampel yang

mengandung fonnalin rata-rata tinggi diatas 60% kecuali di Makassar

6,45%. Hasil Pengujian laboratorium tersebut telah disampaikan oleh

Badan POM kepada pemerintah provinsi terkait dan telah dilakukan

koordinasi tindak lanjut.

3. Solusi penyalahgunaan formalin ini hams dilalrukan secara

komprehensif (secara iuas dan menyeluruh), berkesinambungan dan

konsisten melalui pendekatan dua arah yaitu sisi pasokan (supply side)

dan sisi permintaan (demand side). Pada sisi pasokan harus dilakukart
3
BPOM, Penyalahgunaan Formali111mt11k Pengawet Mie Ba.<ah, 7'ahu da11 limn (Jakarta:
Badan Pengawas Obat dan Makanan. 3 Januari 2006).
pengurangan (supply reduction) melalui pemutusan mata rantai

pasokan dan pengaturan tata niaga serta kontrol yang ketat. Formalin

semestinya hanya boleh dijual oleh sarana yang memiliki izin khusus

kepada "end user" sesuai peruntukannya dan dilarang keras untuk

mengawetkan makanan.

4. Pada sisi permintaan, perlu dilakukan peningkatan kesadaran dan

kepedulian pelaku usaha/produsen dan masyarakat melalui edukasi,

infom1asi dan komunikasi secara efektif sehingga semua pihak

mengetahui bahwa penggunaan formalin sebagai pengawet makanan

membahayakan kesehatan dan keselamatan masyarakat.

B. Makanan Berbahan Formalin Ditinjau dari Aspek Manfaat dan

Mudharatnya serta Motivasi dalam Penggunaannya

Obat atau makanan yang didalamnya dicampur dengan zat yang berbahaya

bagi tubuh seperti formalin atau zat yang lainnya seperti sibutramin hidroklorida

dan sebangsanya, tidak ada yang mengatakan bahwa dengan dicampurnya zat

tersebut akan membawa mashlahat bagi yang mengkonsumsi11ya, namun

sebaliknya dengan dicampurnya zat tersebut pada obat dan makanan, maka akan

menimbulkan mudharat bagi yang mengkonsumsinya, bahkan jika kita teliti

antara mashlahat dan mudharatnya, akan terlihat lebih banyak mudharatnya

ketimbang mashlahatnya pada kesehatan diri. Jika kita dapat lebih bersikap bijak

dalam bertindak yang pastinya sesuai dengan jalur hukum, maka tidak ada dari
kita yang hanya memikirkan diri sendiri (egois) tanpa memikirkan kebahagiaan

atau keselamatan orang lain.

Dalam Islam sangat dilarang untuk berbuat kemudlharatan pada diri sendiri

dan pada orang lain, karena berdasarkan qaidab fiqh yang sekaligus menjadi

hadits Nabi yang berbunyi )y,:.. ~-' )fa ~ babwa "seseorang tidak boleh

berbuat kemudharatan pada diri sendiri dan pada orang lain "4

Masalab-masalah hukum fiqh, yang tercakup dalam kaidah ini banyak, di

antaranya:

1. Di dalam muamalat, mengembalikan barang yang telall dibeli lantaran pada

barang tersebut terdapat cacat itu diperbolehkan. Demikian juga macam-

rnacam khiar (hak pilih) yang telab kita bahas sebelumnya mengenai transaksi

jual beli yang di dalamnya terdapat beberapa sifat yang tidak sesuai dengan

yang telab disepakati. Larangan terhadap mahjur alaih (orang yang dilarang

membelanjakan harta kekayaannya), Muftis (orang yang jatuh pailit), dan

sajih (orang dungu) untuk melakukan berbagai rnacam transaksi. Dasar

pertimbangan dilaknkannya ketentuan-ketentuan tersebut untu menghindarkan

berbagai mudharat yang akan merugikan pihak-pihak yang berada

didalamnya.

4
Abdul Mudjib, Kaidah-Kaidah I/mu Fiqh (Al-Qm.a 'idul Fiqhiyyah), (Jakarta: Kalam Mulia,
2001), Cet 4, h. 35.
2. Pada bagian jinayat, Islall1 menentukan huknruan qishas, hudud, kafarat,

mengganti kerusakan, mengangkat penguasa untuk menumpas

pengacau/pemberontak dan menindak para pelaku kriminalitas, dan lain-lain. 5

Apabila seseorang ingin berbuat jahat kepada orang lain, maka harus dicegah

sebisa mungkin sesuai dengan perhitwigan kita. Hal itu boleh dilakukan,

meskipun harus menggunakan cara yang dharar, demi tercegahnya dharar yang

lebih besar. Upaya mencegah terjadinya kejahatan dengan suatu yang dharar itu

diperbolehkan, karena terkadang harus dilakukan dengan melnkai, menyakiti atau

bahkan sampai membunuh pelakunya. Tetapi tidak melakukan apapun terhadap

tindak kejahatan adalah suatu dharar yang lebih besar, karena bisa menyebabkan

kejahatan makin merajarela, baik itu kejahatan kernanusiaan, harta benda maupun

kejahatan terhadap harga diri seseorang dan akan menimbulkan banyak korban

yang jatuh akibat perbuatan tersebut, dan pada akhirnya ketentraman manusia

akan hilang karena selalu dihantui oleh keresahan dan rasa ketakutan yang

mendalarn. Oleh karenanya, dharar yang dilakukan demi tercegahnya dharar

yang lebih besar adalah sebuah keharusan. 6

Hal ini senada dengan dua buah qaidah fiqh yang berbunyi:

"Kemudharatan itu tidak boleh dihilangkan dengan kemudharatan. "

5
Ibid.. ., h. 35.
6
Ahmad Sudirman Abbas, Qawa 'id Fiqhiyyah, Dalam Perspektif Fiqh (Jakarta: Pedoman
Ilmu Jaya dengan Anglo Media, 2004). Cet. Pertama, h. 143.
~~ :t;l'. o"...".J ~~ ~:;W t:-i\,i ~t:;_:J\ ~ (.» i)jl ~1.iJI ~:._,~

·- ~~I
.Wlll. - '~·~
"Menolak kerusakan lebih diutamakan daripada menarik kemashlahatan, dan
apabila berlawanan antara mafsadah dan mashlahat maka didahulukan
menolak mafsadah ". 7 (Ahmad bin Muhammad Al-Zarqa, Syarah Al-Qawa 'id
Al-Fiqhiyyah)

Pembicaraan pokok pada pembahasan ini, perlu kiranya penu1is

mengemukakan kembali beberapa hal yang erat hubungannya dengan

pembahasan selanjutnya, yaitu mengenai formalin ditinjau dari aspek kesehatan.

Penggunaan formalin sebagai bahan pengawet makanan dalam perspektif

kesehatan dapat dijelaskan sebagai berikut:

a. Akut : Efek pada kesehatan masyarakat manusia langsung terlihat seperti

iritasi, alergi, kemerahan, mata berair, mual, muntah, sakit perut dau pusing.

b. Kronik : Efek pada kesehatan manusia dalam jangka waktu yang lama dapat

terlihat pada gejala-gejala seperti: iritasi parah, mata berair, gangguan

pencemaan, hati dan ginjal, pankreas, gangguan sistem syarat pusat, dan dapat

berakibat karsinogen (menyebabkan kanker), dan pada hewan percobaan

dapat menyebabkan kanker.

Menurut peneliti keamanan pangan dan cemaran kuman pada makanan dari

Departemen Farmasi, Faku1tas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut

Teknologi Bandung, Embit Kartadarma mengatakan meski hanya menggunakan

7
Abdul Mudjib, Kaidah-Kaidah !!mu Fiqh (Al-Qawa 'idul Fiqhiyyah). (Jakarta: Kalam Mulia,
2001), Cet. Ke-4, h. 38.
formalin clan boraks dalam kadar sedikit dapat menyebabkan kanker dalam jangka

waktu 4-5 tahun kemudian.

Dari uraian di atas, dapat diketahui bahwa penggunaan formalin sebagai

bahan pengawet bahan makanan dalam kadar bagaimanapun tidak bisa kita tolelir

mengingat dampak yang akan timbul pada kesehatan masyarakat dalam jangka

waktu cepat maupun lama. Terutama sekali bahan yang sering digunakan untuk

mengawetkan makanan, adalah bahan berbahaya yang bersifat karsinogenik

(menyebabkan kanker).

Apabila kita pertimbangkan dari efek penggunaan formalin itu sendiri, lebih

banyak mudharat ketimbang mashlahatnya. Bahkan efek mudharatnya terlihat

sangat jelas sekali mengancam kehidupan manusia.

Dalam kasus penggunaan formalin ini, Allah sangat melarang hambanya dari

perbuatan yang sekiranya dapat menjerumuskan orang lain dalan1 kebinasaan.

Seperti apa yang telahjelaskan dalam firmannya, dalam surat Al-Baqarah: 195:
J ;:J rt :. • ., f :. ... ;i..rtt"" , .,. J f. • J"J. / ,,.,., J t
~:tilt ul...- l~lj ~I J!... ~~4 !_,lb ':ij ~I ~
0

,.. ,,, ,.. J '-""


l#lj
I' J ,,,,,.,

~~I
Artinya: "Dan belanjakanlah (harta bendamu) di jalan Allah, dan janganlah
kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan, dan berbuat baiklah,
karena Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik". (Al-
Baqarah: 195)

Ayat tersebut mengingatkan kita selaku manusia dan hamba Allah, jangan

terlalu gegabah dan ceroboh dalam melakukan segala sesuatu, apalagi sesuatu itu

dapat menimbulkan mudharat besar yang mi:ngancam kehidupan manusia. Hal


Caranya cukup sederhana, setelah dicampurkan dengan beberapa liter air

dalam sebuah wadah yang cukup besar lalu disimpan. Ilcan yang didapat langsung

dimasukan kedalam larutan tersebut beberapa saat dan langsung disimpan. Maka

ikan tersebut akan terlihat tetap segar, kencang, tidak berbau dan tidak dihinggapi

lalat hingga beberapa hari.

Perbedaan harga yang sangat mencolok membuat para pelaku bisnis

makanan/k:ebutuhan pokok (nelayan dan produsen-produsen kecil), beralih

menggunakan bahan tersebut yang mereka campurkan kedalam produk-

produknya.

Tetapi semua alasan tersebut diatas tidak dapat diterima j ika dilihat dari sudut

pandang ke-Islaman (hukum Islam), terlebih alasan pertama mencerminkan watak

keegoisan dari masyarakat yang matrealisme. Allah SWT berfunan dalam Al-

Qur'art, Surat Al-Qashas ayat 77:


;,,. ;,,.

. • f- L:JiJT
~ '-' - ~
---: ~ "' .:: -:J- ~- · 1i -1.:(1 ::&! --r-1:51; w., E'-'
·-, ;,,,.~ J ~ J ;,,,.
·=1-
... -r;;"'-:r
,, ~~,.,: J {!""
....... ... ,,.. t-;,... Jffj" ... .,.
~<Y-.::1 ·::0411~~ .uil ul c.J:>j:1I J .lt..:.all t:? ~:; .-1'1_1).uil(r...:>-1 ~
,<''.'1#,.Jt ,,.. ... ,,,,,.

, ,

Artinya: "Dan earl/ah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu
(kebahagiaan} negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu
dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain)
sebagaimana Allah telah berbuat baik, kepadamt~ dan janganlah kamu
berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai
orang-orang yang berbuat kerusakan". (Al-Qashas: 77)

Alasan yang kedua tidak lebih buruk dari alasan yang pertama, kepentingan

yang mereka kemukakan temyata melanggar kemashlahatan masyarakat luas.

Dengan mencampurkan formalin kedalam makanan, sama saja mereka


menjerwnuskan manusia keclalam jurang kebinasaan. Islam sangat melarang

perbuatan yang berakibat buruk terhaclap orang lain ataupun pada diri sendiri.

Syari'at Islam bukan hanya saja bertujuan untuk kemashlahatan, tetapi untuk

menghilangkan kemafsadatan juga.

Mereka beranggapan bahwa dengan menggunakan f01malin dengan alasan

ekonomi clan clapat meminimalisir kerugian dapat dibenarkan oleh syari'at

paclahal itu sama sekali sangat tidak benar.

C. Macam-Macam Zat Kimia yang Berbaliaya untuk Ilikonsumsi dan Akibat

yang Ditimbulkan

Berdasarkan basil pengawasan terhadap obat-obat tra.disional yang dilakukan

oleh BPOM melalui sampling clan pengujian laboratorium telah menemukan

sebanyak 93 produk obat tradisional yang telah dicampur oleh bahan-bahan kimia

keras dan berbahaya seperti Fenilbutason, Metampiron, Deksamitason, CTM,

Allupurinol, Sildenafil Sitrat, Sibutrarnin Hidrokloricla clan Parasetamol.

Dalam Undang-Undang pidana, Unclang-Undang perlindungan konsumen,

Unclang-Undang kesehatan dan Undang-Undang mengenai pangan disitu

dijelaskan secara detail mengenai larangan-larangan menggunakan zat-zat

berbahaya sebagai bahan tambahan dalam pembuatan obat atau makanan (barang

konsumsi), terlebih memang untuk tujuan komersil yang termasuk kedalam

tindakan pidana. Diantara Undang-Unclang tersebut yang menjelaskan tentang

larangan tersebut diantaranya:


l. Dalam Unclang-Unclang pidana tercantwn pada pasal 386 yang berbunyi: (1)

Ba.rang siapa yang menjual, menyerahkan atau menawarkan, barang makanan,

minuman atau obat-obatan yang diketahui itu dipalsu clan menyembunyikan

hal tersebut, diancam dengan piclana paling lama empat tahun. (2) Bahan

makanan, minuman atau obat-obatan itu dipalsu, jika uilai atau faedahnya

menjadi berkurang akibat sudah dicampur dengan sesuatu yang lain.

2. Dalam Unclang-Unclang RI Nomor 23 tahun 1992 tentang kesehatan,

mengenai pengamanan fannasi dan alat kesehatan pasal 40 (I) Sediaan

farmasi yang berupa obat dan bahan obat harus memenuhi syarat farmakope

Indonesia atau baku standar lai1111ya, (2) Sediaan farmasi yang berupa obat

tradisional clan kosmetika serta alat-alat kesehatan harus memenuhi standar

atau persyaratan yang ditentukan. Pada pasal 44 mengenai pengamanan zat

adiktif, pada ayat (1) Pengamanan penggunaan bahan yang meagandung zat

adiktif diarahkan agar tidak mengganggu dan membahayakan kesehatan

perseorangan, keluarga, masyarakat clan lingkungannya (2) Produksi,

peredaran, dan penggunaan bahan yang mengandung zat adiktif harus

memenuhi standar atau persyaratan yang ditentukan. (3) Ketentuan mengenai

pengamanan bahan yang mengandung zat adiktif sebagaimana dimaksud

dalam ayat 1 clan 2 ditetapkan dengan aturan pemerintah.

Mengkonsumsi obat-obatan tersebut yang mengandung zat-zat seperti diatas

dapat membahayakan kesehatan bahkan dapat mernatilr.an. Pernakaian obat

tersebut seharusnya haruslah melalui resep dokter. Berbagai resiko dan efek
samping yang tidak diinginkan dari penggunaan bahan kimia obat tanpa

pengawasan dokter sebagai berikut:

a. Metampiron dapat menyebabkan gangguan pencemaan seperti mual,

pendarahan pada lambung, rasa terbakar serta gangguan sistem saraf seperti

tinitus (telinga berdenging) dan neuropati, gangguan darah dan penghambat

pembentnkan sel darah (anemia aplastik), agranulositosis, gangguan ginjal,

syok, bahkan dapat menyebabkan kematian dan lain-lain.

b. Fenilbntason dapat menyebabkan mual, muntah-muntah, ruam pada kulit,

refensi pada cairan dan elekrolit (edema), pendarahan pada lambung, nyeri

lambung dengan pendarahan atau perforasi, reaksi hipersensitivitas, hepatitis,

nefritis, gaga! ginjal, leukopenia, anemia aplastik, agranulositosis dan lain-

lain.

c. Del<Samitason dapat menyebabkan moon face, retensi cairan dan elektrolit,

hiperglikemia, glaukoma (tekanan dalam bola mata meningkat), gangguan

pada pertumbnhan, osteoporosis, gaya tahan pada infeksi menurun, miopati

(kelemahan otot), lambung, gangguan hormon dan lain-lain.

d. Allnpnrinol dapat menyebabkan ruam pada kulit, trombositopenia,

agranulositosis, anemia aplastik pada pasien dengan !,,>angguan pada fungis

ginjal.

e. CTM dapat menyebabkan sulit tidur/mengantuk, sukar untuk menelan

sesuatu, gangguan saluran pencernaan, pusing, lelah, tinitus (telinga


berdenging), diplopia (penglihatan ganda), stimulasi susunan syaraf pusat

terutama pada anak berupa euforia, gelisah, sulcar tidur, tremor dan kejang.

f. Sildenafil Sitrat dapat menyebabkan sakit kepala, dispeps!a, mual, nyeri pada

perut, gangguan penglihatan, rinitis (radang pada hidung), infark miokard,

nyeri pada dada, palpitasi (denyutjantung cepat) dan dapat pula menyebabkan

kematian.

g. Sibntramin llidroklorida dapat menyebabkan tekanan darah (hipertensi),

denyut jantung dan sulit tidur. Obat ini tidak boleh digunakan pada pasien

dengan riwayat penyakit arteri koroner, gagal jantung kongestif, aritmia atau

stroke.

h. Parasetamol dalam penggunaan jangka waktu yang lama dapat

mengakibatkan gangguan kerusakan hati.

D. Tujuan Pembentukan Undaug-Undang dan Pemidanaan serta Konsep

Maqashid Syari'ah dalam Islam

Dalam setiap pembentulcan Undang-Undang pastilah ada sebab musababnya

terlebih adanya suatu tujuan dari pembentulcan Undang-Undang itu sendiri yang

lebih memberikan suatu arti bagi yang membentuknya, dalam hal ini pemerintah

dan juga bagi masyarakat selaku orang yang menjalanlamnya.

Begitu pula terbadap Undang-Undang yang telah pemerintah terapkan,

memiliki asas dan tujuan. Seperti Undang-Undang Perlindungan konsumen yang

berasaskan manfaat, keadilan, keseimbangan, keamanan dan keselamatan

konsumen, serta kepastian hulcurn.


Undang-Undang Perlindungan konsumen diselenggarakan sebagai usaha

bersama berdasarkan 5 (lima) asas yang relevan dalam pembangunan nasional,

yaitu: 8

1. Asas manfaat dimaksudkan untuk mengan1anatkan bahwa segala upaya dalam

penyelenggaraan konsumen harus memberikan manfaat yang sebesar-

besarnya bagi kepentingan konsumen dan pelaku usaha secara keseluruhan.

2. Asas keadilan dimaksudkan agar seluruh partisipasi masyarakat dapat

diwujudkan secara maksimal dan memberikan kesempatan kepada konsumen

dan pelaku usaha untuk memperoleh haknya dan melaksanakan kewajibannya

secara adil.

3. Asas keseimbangan dimaksudkan untuk memberikan keseimbangan antara

kepentingan konsumen, pelaku usaha dan pemerintah dalam arti materiil

ataupun spritual.

4. Asas keamanan dan kesela111atan konsumen dimaksudkan untuk memberikan

jaminan atas keamanan dan keselamatan kepada konsumen dalam

penggunaan, pemakaian, dan pemanfaatan barang atau jasa yang dikonsumsi

atau digunakan.

5. Asas kepastian hukum dimaksudkan agar baik pelaku usaha maupun

konsumen menaati hukum dan memperoleh keadilan dalam penyelenggaraan

perlindungan konsumen, serta negara menjamin kepastian hukum.

8
C.S.T., Kansil dan Christine S.T., Kansil, Pokofv.Pokok Pengetalma11 Hukum Dagang
Indonesia (Jakarta: Sinar Grafika, November 2004), Cet II, h. 2.16.
Undang-Unclang Perlindungan Konsumen bertujuan untuk:

a. Meningkatkan kesadaran, kemampuan dan kemandirian konsumen untuk

melindungi diri;

b. Mengangkat harkat clan martabat konsumen dengan cara menghindarkannya

dari ekses (kejadian diluar dugaan)9 negatifpemakaian barang ataujasa;

c. Meningkatkan pemberdayaan konsumen dalam memilih, menentukan clan

menuntut hak-haknya sebagai konsumen;

d. Menciptakan sistem perlindungan konsumen yang mengandung unsur

kepastian hukum dan keterbukaan infmmasi serta akses untuk mendapatkan

informasi;

e. Menumbuhkan kesadaran pelaku usaha mengenai pentingnya perlindungan

konsumen sehingga timbul sikap yang jujur dan bertanggung jawab dalam

berusaha;

f. Meningkatkan kualitas barang atau ja~a yang menjarnin kelangsungan usaha

produksi barang atau jasa, kesehatan, kenyamanan, keamanan clan

keselamatan konsumen. 10

Dari semua asas clan tujuan dalam pembentukan Undang-Undang

perlindungan konsumen diatas, maka dari situ munculah hak dan kewajiban
PER PUST AKAAN UTAMA
UIN SYAHID JAl<ARTA

9
Ananda Santoso., AR. AL Hanit; Kanms Lenf{kap Bahasa lndooesia (Surabaya: Alumni), h.
JI I.
10
C.S.T., Kansil dan Christine S.T., Kansil, Pokok-Pokok Pengetahum1 Hukum Dagang
Indonesia (Jakarta: Sinar Grafika, November 2004), Cet JI, h. 217.
konsumen dan pelaku usaha. Diantara hak dan kewajiban konsumen dan pelaku

usaha antara lain:

Hak konsumen diantaranya:

1) Hak atas kenyarnanan, kearnanan, dan keselarnatan dalarn mengkonsumsi

barang dan/atau jasa;

2) Hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang

dan/atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan

yang dijanjikan;

3) Hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan

jaminan barang dan/atau jasa;

4) Hak didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau jasa yang

digunakan;

5) Hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan, dan upaya penyelesaian

sengketa perlindungan konsumen secara patut;

6) Hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen;

7) Hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak

diskriminatif berdasarkan sukn, agama, budaya, daerah, status sosial dan

pendidikan;

8) Hak untuk mendapatkan konpensasi/ganti rugi terhadap barang atau jasa

sesuai dengan perjaajian atau sebaimana tidak mestinya;

9) Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan. perundang-undangan

lainnya.
Kewajiban konsumen adalah:

a) Membaca atau mengikuti petunjuk infonnasi dan prosedur pemakaian

atau pemanfaatan barang dan/atau jasa, demi keamanan dan

keselamatan;

b) Beri'tikad baik dalam bertransaksi pembelian barang dan/atau jasa;

c) Membayar sesuai dengan nilai tukar yang disepakati;

d) Mengikuti upaya penyelesaian hukum sengketa perlindungan

konsumen secara patut. 11

Sedangkan hak pelaku usaha antara lain:

1. Rak untuk memberikan pembayaran yang sesuai dengan

kesepakatan mengenai kondisi dan nilai tukar barang dan/atau jasa

yang diperdagangkan;

2. Rak untuk mendapatkan perlindungan hukum dari tindakan

konsumen yang ber'itikad tidak baik;

3. Hak untuk melakukan pembelaan diri sepatutnya didalam

penyelesaian hukum sengketa konsumen;

4. Hak untuk rehabilitasi nama baik apabila terbukti secara hukum

bahwa kerugian konsumen tidak diakibatkan oleh barang dan/atau

jasa yang diperdagangkan;

5. Hak-hak yang diatur dalam peraturan perundang-undangan

lainnya.
11
Ibid. Hal. 218.
Kewajiban pelaku usaba adalah:

a. Beri'tikad baik dalam melakukan usahanya;

b. Memberikan. informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai

kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa serta memberi

penjelasan penggunaan, perbaikan, dan pemeliharaan;

c. Memperlakukan atau melayani konsumen secara benar dan

jujur serta tidak diskriminatif;

d. Menjamin mutu barang dan/atau jasa yang diproduksi dan

diperdagangkan berdasarkan ketentuan standar mutu barang

dan/atau jasa yang berlaku;

e. Memberi kesempatan kepada konsumen untuk menguji barang

atau jasa tertentu serta memberikan jaminan atau garansi atas

barang yang dibuat serta jasa yang ditawarkan;

f. Memberikan konpensasi kerugian akibat penggunaan dan

pemanfaatan atas barang dan/atau jasa. yang diperdagangkan;

g. Memberi konpensasi pula terhadap barang dan/atau jasa

apabila barang dan/atau jasa yang diterima atau dimanfaatkan

tidak sesuai dengan perjanjian.

1) Pelaku usaba dilarang memproduksi dan/atau memperdagangkan barang atau

jasa yang dilarang. Diantara perbuatan yang dilarang bagi pelaku usaha

adalah:
a) Tidak memenuhi atau tidak sesuai dengan standar yang dipersyaratkan

melalui ketentuan perundang-undangan;

b) Tidak sesuai dengan berat bersih, isi bersih atau netto, danjumlah dalam

hitungan sebagaimana yang dinyatakan dalam label atau etiket barang

tersebut;

c) Tidak sesuai dengan ukuran, takaran, timbangan, dan jumlah dalam

hitungan menurut ukuran yang sebenamya;

d) Tidak sesuai dengan kondisi, jaminan, keistimewaan, atau kemanjuran

sebagaimana yang dinyatakan dalam label, etiket label dagang/kode etik),

atau keterangan barang dan/atau jasa tersebut;

e) Tidak sesuai dengan mutu, tingkatan, komposisi, proses pengolahan, gaya,

mode, atau penggunaan tertentu sebagaimana yang dinyatakan dalam label

atau keterangan barang dan/jasa forsebut;

f) Tidak sesuai dengan janji yang dinyatakan dalam label, etiket, keterangan,

iklan, atau promosi penjualan barang dan/jasa tersebut;

g) Tidak mencantumkan tanggal kadaluwarsa atau jangka waktu

penggunaan/pemanfaatan yang paling baik atas barang tersebut. Dalam

produk makanan biasanya ditulis dengan best before untuk masa

baiknya/paling baik dalan1 penggunaan obat atau makanan tersebut;

h) Tidak mengikuti ketentuan berproduksi secara. halal, sebagaimana

pemyataan "halal" yang dicantumkan dalam label;


i) Tidak memasang label atau penjelasan barang yang memuat nama barang,

ukuran, berat/isi bersih atau netto, komposisi, aturan pakai, tanggal

pembuatan,- efek samping dalam penggunaan, nama dan alamat pelaku

usaha, serta keterangan untuk penggunaan yang menurut ketentuan harus

dipasang/dibuat;

j) Tidak mencantnmkan informasi dan/atau petunjuk penggunaan barang

dalam bahasa Indonesia sesuai dengan ketentuan perundang-undangan

yang berlaku. 12

2) Pelaku usaha dilarang memperdagangkan barang yang rusak, cacat atau bekas,

dan tercemar tanpa memberikan informasi secara lengkap dan benar atas

barang yang dimaksud. Barang-barang yang dimaksud adalah barang yang

sekiranya tidak membahayakan konsumen dan sesuai dengan ketentuan

perundang-undangan yang berlaku.

3) Pelaku usaha dilarang memperdagangkan sediaan farmasi dan pangan yang

rusak, cacat, bekas, atau tercemar, dengan atau tanpa memberikan informasi

secara lengkap dan benar. Sediaan fam1asi dan pangan yang dimaksud adalah

yang membahayakan konsumen menurut peraturan perundang-undangan yang

berlaku.

C.S.T., Kansil dan Christine S.T., Kansi~ Pokok-Pokok Pengetahuan Hukum Dagang
12

lndo11esia (Jakarta: Sinar Grafika,Novemher 2004), Cet TT, h. 220-221.


Pelaku yang melakukan pelanggaran pada ayat (1) dan ayat (2) dilarang

memperdagangkan barang dan/atau jasa tersebut dan wajib menarik barang

dan/atau jasa.tersebut dari peredaran. 13

Dalam kaitan ini, kita mengenal ada tiga teori tentang tujuan dari pemidanaan

(Undang-Undang Pidana) yaitu: (1) Teori absolut atau disebut juga teori

pembalasan, yang menjadi titik sentral dari adanya pidana (hukuman) bagi

seseorang yang telah melakukan pelanggaran bagi nonna-norma hukum pidana

adalah dengan pertimbangan untuk membalas si pelaku tindak pidana.

Pembalasan ini ditunjukan kepada kesalahan si pembuat, karena memang "tidak

ada pidana tanpa adanya kesalahan". Artinya, akan sangat tidak mungkin

seseorang yang tidak bersalah akan dikenakan sanksi pidana. Pendapat yang

menyatakan bahwa maksud dan tujuan dari penjatuhan pidana, sudah

dikemukakan oleh para ahli hukum pidana sekitar abad ke-18. Pada abad tersebut,

diantara para tokohnya, seperti Immanuel Kant, Hegel, Herbath dan sthal, dengan

masing-masing pemikirannya yang berbeda-beda, seperti:

1. Immanuel Kant mempimyai jalan pikiran bahwa perbuatan jahat itu

akan menimbulkan ketidakadilan. Oleh karena itu, sang pelakunya pun

harus merasakan ketidakadilan dengan wujud nestapa ( derita).

2. Hegel, mempunyai jalan pikiran bahwa hukum yang bersendikan

keadilan merupakan sebuah kenyataan. Sehingga, apabila seseorang

melakukan kejahatan, maka dapat dikategorikan sebagai bentuk


13
Ibid. Hal. 221.
penyangkalan dari adanya hukum yang bersendikan keadilan itu.

Dengan pertimbangan ini, akan merupakan sesuatu yang wajar apahila

sang pelakunya pun harus merasakan (dilenyapkan) dari keadilan

tersebut berupa penjatuhan pidana bagi sang pelaku tadi.

3. Herbath, mempunyai jalan pikiran bahwa seseorang yang melakukan

kejahatan, berarti dirinya akan sebagai penyebab adanya rasa tidak

puas bagi masyarakat umum. Sehingga kepuasan masyarakat tersebut

harus dipulihkan kembali dengan jalan menjatuhkan pidana kepada

pihak ( seseorang) yang telah menyebabkan ketidakpuasan tadi.

4. Sthal, mempunyai jalan pikiran bahwa Tuhan menciptakan negara

sebagai wakilnya dalam menyelenggarakan ketertiban hukum didunia

ini. Konsekuensinya, apabila ada seseorang yang melakukan kejahatan

berarti dirinya telah membuat tidak tertib hukum didunia ini. Untuk

mengembalikan ketertiban tersebut, maka penjahat harus menerima

sanksi pidana karena perbuatannya itu. (Bambang Poemomo, S.H.,

1978:22)14

Jika kita simak: jalan pikiran dari para tokoh pida.na tersebut, maka yang

paling menonjol adalah bahwa penjatuhan pidana merupakan sebuah akibat yang

harus diterima seseorang, sehubungan dengan perbuatannya. Jadi penjatuhan

pidana terletak pada ''terjadi atau tidak terjadinya sebuah kejahatan". Dengan

menggunakan logika yang sangat sederhana, bahwa "seseorang yang berhutang,

14
Waluyadi, Hukum Pidana Indonesia (Jakarta: Anggota IKAPI Djambatan, 2003), b. 73.
harus membayar hutangnya", atau dalam bahasa ke:agamaan sering clisebut

dengan "Qishas". Dalam ha! ini penjahat untuk sementara hams dianggap sebagai

pihak yang berhutang dengan perbuatan kriminalnya. Oleh karena itu, untuk

membayar hutangnya (melunasinya) ia harus menjalani pidana.

Menurut Prof. Sudarto, sebenarnya sekarang sudah tidak ada lagi penganut

ajaran pembalasan yang klasik. Dalam arti, bahwa merupakan suatu keharusan

demi keadilan belaka. Jika masih ada penganut ajaran pembalasan, mereka itu

dikatakan sebagai penganut teori pembalasan modern. Misalnya Van Bemmelan

Pompe dan Enschede. Pembalasan disini bukan sebagai iujuan sencliri, melainkan

sebagai pembatasan dalam arti hams ada keseimbangan antara perbuatan dan

pidana, maka dapat dikatakan ada asas pembalasan negatif Hakim hanya

menetapkan batas-batas dari pidana, pidana tidak boleh melampaui batas

kesalahan si pembuat. 15 (2) Teori relatif atau disebut juga teori preve11si atau

tujua11, artinya: Bahwa teori ini sebenarnya teori pencegahan dan dapat clisebut

sebagai lanjutan, koreksi, perkembangan bahkan mungkin ketidakpuasan dari

teori sebelumnya (teori absolut). Sasaran pencegahan, pada dasarnya ditujukan

kepada masyarakat luas agar dengan menyaksikan penjatuhan pidana seseorailg

yang telah melakukan tindak pidana itu, akan timbul rasa takut dan enggan untuk

melakukan pelanggaran hukurn yang sama ataupun berbeda dari itu. Karena

apabila mereka melakukannya, akan mengalami nasib yang sama (dipidana).

15
Ibid . ., h. 74.
Peranan teori pencegahan (relatif) bagi terpidana, dimaksudkan agar tidak

melakukan (mengulangi) perbuatan pidana tersebut, meslcipun sampai dengan saat

ini kita belum mengetahui efektifitas teori ini bagi sang terpidana (sepertinya

tidak ada efeknya). Sebab, yang sering kita saksikan adanya sejumlah penjahat

yang cukup meresahkan, temyata masih didominasi oleh para penjahat kambuhan

(para residivis).

Dengan melihat "hipotesa" (dugaan sementara), bahwa masih banyak kejahatan

yang dilakukan oleh mantan napi (residivis). Ini berarti harapan imtuk menjadikan

para napi/residivis menjadi manusia yang lebih baik dan berguna dala.m arti tidak

mengulangi perbuatannya yang lalu, masih menjadi pekerjaan rumah bagi kita

semua. (3) Teori gabu11ga11. Dalam teori ini sudah tampak jelas dari penyebutan

teorinya itu sendiri, yaitu teori gabungan, berarti dua teori diatas sebelumnya

dimasukan kedalam teori ini. Dalam teori ini dimaksudkan agar setiap penjatuhan

pidana pada seseorang harus memperhatikan dua teori diatas seperti dalam

penjatuhan pidana, seorang hakim harus bertindak adil dalam memutuskan sebuah

perkara dalam arti tidak melebihi apa yang dilakukan oleh sang tepidana dalam

hukumannya. Jadi perbuatan yang dilakukan dan hukuman yang akan diterima

oleh sang terpidana tersebut harus seimbang dan tidak boleh diberatkan atau pun

dikurangi tanpa sebab yang jelas. Tetapi yang lebih penting jika kita melihat dari

tujuan pemidanaan itu sendiri, haruslah penjatuhan hukuman itu mempunyai daya

cegah yang tinggi terhadap para pelaku sesudahnya ataupun terhadap pelaku yang

sama, dalam arti bukan hanya sebagai tuntutan skenario hukum belaka, bahwa
orang yang bersalah haruslah dihukum. Namun dari itu semua yang hams

diperhatikan adalah hukum yang diterapkan dapat memenuhi rasa kepuasan

masyarakat dan bisa memberikan kepercayaan terhadap masyarakat akan rasa

aman dan terlindungi oleh hukum itu sendiri dan juga hukum itu sebagai aturan

negara yang mempunyai efekjera terhadap pelakunya atau sebagai pelajaran bagi

yang lainnya.

Jika dalam hukum positif ada istilah "tujuan pemidanaan", dalam hukum

Islam pun ada istilah tersebut yaitu "maqashid syari'ah", yang didalamnya sama

dengan apa yang dimaksud dengan tujuan-tujuan pemidanaan. Esensi dari

pemberian hukuman bagi pelaku suatu jarimah menurut Islam adalah pertama,

pencegahan serta balasan (ar-radu waz zahru) dan kedua, adalah perbaikan dan

pengajaran (al-ishlah wat-tahdzib ). Dengan tujuan tersebut, pelaku jarimah

diharapkan tidak mengulangi perbuatan 3eleknya. Disamping itn juga, bertujuan

sebagai tindakan preverrtif (pencegahan) bagi orang lain untuk tidak melakukan

hal yang sama.

Disamping itu, jarimah bertujuan untuk mengusahakan kebaikan serta

pengajaran bagi pelaku jarimah. Dengan titjuan ini, pelaku jarimah diarahkan dan

dididik untuk melakukan perbuatan baik serta meninggalkau perbuatan jelek.

Dalam aplikasinya, hukuman dapat dijabarkan menjadi beberapa tujuan,

sebagai berikut: Pertama, Untuk memelihara masyarakat. Dalam kaitan ini

pentingnya hukuman atas pelaku jarimah sebagai upaya untuk menyelamatkan

masyarakat dari perbuatannya. Pelaku sendiri adalah bagian dari masyarakat,


tetapi demi kebaikan masyarakat banyak, maka kepentingan perseorangan

dikorbankan daripada kepentingan orang banyak yang terkorbankan. Kejahatan

itu sendiri ibarat suatu penyakit, maka untuk menghindarkan penyebaran penyakit

tersebut harus ada upaya untuk menghindarkannya atau mengobatinya. Dengan

demikian, hukuman itu pada dasarnya adalah suatu obat bagi orang yang

melakukan suatu kejahatan. Dalam ketentuan kaidah pun. diterangkan bahwa

kepentingan yang banyak itu harus didahuluakan dibanding kepentingan

perseorangan: 16

Artinya: "Kemashlahatan umum didahulukan dari kemashlahatan khusus. "

Kedua, Sebagai upaya pencegahan atau prevensi khusus bagi pelaku. Apabila

seseorang melakukan tindak pidana, ia akan menerima balasan yang sesuai

dengan apa yang telal1 ia perbuat. Dengan balasan tersebut, pemberi .llWruman

berharap dua hal. Pertama, pelaku diharapkan menjadi jera diakibatkan rasa sakit

dan penderitaan lainnya, sehingga ia tidak akan melakuka:n perbuatan yang sama

pada masa mendatang. Kedua, agar orang lain yang ingin melakukan ha! serupa

harus berfikir dua kali, karena jika ia melakukan hal serupa ia pun akan mendapat

balasan yang Sanla pula.

Ketiga, Sebagai upaya pendidikan clan pengaJaran (ta'dib dan tahdzib).

Hukuman bagi si pelaku sebenamya sudah mengandung pendidikan dan

16
Rahmat Hakim, Hu/mm Pidana Islam (Fiqih Jinayah), (Bandung : Pustaka Setia, Desember
2000), Cet I, h. 64.
pengajaran supaya si pelaku menjadi orang baik clan anggota masyarakat yang

baik pula. Keempat, Sebagai balasan atas perbuatannya. Karena dalam Islam

setiap perbuatan akan dimintai pertanggung jawabannya baik secara langsung

maupun tidak. Seperti firman Allah SWT dalam surat AI-Zalzalah ayat 7-8 dan

As-Syura ayat 40:

r0 ,~~~ 1fo151 Ji a• J ~ ~3 ~ ,~; Gs- ~1 Ji a• J ~ ~


Artinya: "Barangsiapa yang menge1:jakan kebaikan seberat dzarrahpun,
niscaya Dia akan melihat (balasan)nya. Barangsiapa yang mengerjakan
kejahatan sebesar dzarrahpun, niscaya Dia akan melihat (balasan)nya pula ".
(AI-Zalz.alah: 7-8)

Dalam surat Asy-Syuura ayat 40 pun Allah berfirman:


. ,,. ;,.,
JC. ,;;fl-l.9 et;., lj La$- if.9
, / ,ef ...:.. ;'_ ,J ,,. • , t_,.. ,. t ,.. J ff • J
Qi ~'~·#'"~ ,.uj ~I 161~; 1 .:-;~. ~;;:.. lj;).?-j
Artinya: "Dan Balasan suatu kejahatan adalah kejahatan yang serupa, Muka
barang siapa memaajkan dan berbuat baik. Maka pahalanya alas
(tanggungan) Allah. Sesungguhnya Dia tidak menyukai orang-orang yang
dzalim ". (Asy-Syuura: 40)

Kalan tujuan-tujuan penjatuhan hukuman diatas tidak dapat tercapai, upaya

terakhir dalam hukum positif adalah menyingkirkannya Artinya pelaku kejahatan

tertentu yang sudah sangat sulit diperbaiki, dia harus disingkirkan dengan pidana

seumur hidup atau hukuman mati. Dalam hal ini hukum Islam pun berpendirian

sama, yaitu kalau dengan cara ta 'dib (pendidikan) tidak dapat membuat jera si

pelaku dan malah makin bertambah berbahaya bagi masyarakat, hukuman ta 'zir

bisa diberikan dalam bentuk hukuman mati atau penjara tidak terbatas. 17

17
Ibid ... , h. 66.
Selain dari tujuan-tujuan yang telah disebutkan diatas, masih ada lagi yang

menjadi tujuan pemberlakuan hukum pidana dalam Islam. Jika dilihat secara

global, tujuan syara' dalam menetapkan hukum-hukumnya adalah untuk

kemashlahatan manusia seluruhnya, baik kemashlahatan didunia yang fana ini

maupun kemashlahatan di akhirat kelak. Allah SWT, berfirman dalam surat Al-

Anbiya ayat 107 dan surat Ali Imran 159, yang berbunyi:

Artinya: "Dan tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi)


rahmat bagi semesta a/am". (Al-Anbiyaa: 107)

;,,,

:&I aJ '-~ ~ J5-:d ..:.:;, I~~ cl-~I J ~_;~G_; r.i _;3i: .~.Jj ;;-'fc ~u
Artinya : "Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah
lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar,
tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. karena itu ma'ajkanlah
mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bemiusyawaratlah dengan
mereka dalam urusan itu. Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad,
maka bertawakalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-
orang yang bertawakal kepada-Nya". (Ali Iinran 159)

Demikian tujuan syara' secara global. Akan tetapi apabila lcita perinci, maka

tujuan syara' dalam menetapkan hukum-hukumnya ada lima, yang lazim disebut

Al-Maqashidu 'lkhamsah (panca tujuan), yaitu:


a. Memelibara Kemasblabatan agama

Agama adalah suatu yang hams dimiliki oleh manusia supaya martabatnya

dapat terangkat lebih tinggi dari martabat makbluk yang lain, dan juga untuk

memenuhi hajat jiwanya. Agama Islam dalah merupakan nikmat dari Allah yang

tertinggi dan sempuma seperti yang dinyatakan dalam Al-Qur'an, surat Al-

Maidah: 3, ialah

~ ...<C~:? ":i.~.~1 ~~-~·~.Jj ~-~:~ ~~.:-;r_, ~:?~~ r:;;Jr ...<C


Artinya: "Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan
telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu
menadi agama bagimu". (Al-Maidah: 3)

b. Memelihara Jiwa

Untuk tujuan ini, Islam melarang adanya pembunuhan dan pelaku

pembunuhan itu sendiri diancam dengan hukuman qishas (pembalasan yang

seimbang/setimpal), sehingga dengan demikian diharapkan agar orang yang

berencana melakukan pembunuhan, berfikir beberapa kali, karena apabila ia

lakukan maka ia akan diganjar dengan hukurnan yang setimpal pula (mati),

ataupun apabila. si korba.n ba.nya menda.pat cedera maka ia pun menda.pat

hukuman yang membuatnya sama seperti si korban (cedera). Mengena.i ha! ini
Artinya: "Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu qishaash
berkenaan dengan orang-orang yang dibunuh; orang merdeka dengan orang
merdeka, hamba dengan hamba, dan wanita dengan wanita. Maka
Barangsiapa yang mendapat suatu pema'afan dari saudaranya, hendaldah
(vang mema'ajkan) mengikuti dengan cara yang baik, dan hendaklah (yang
diberi ma'aj) membayar (diat) kepada yang memberi ma'af dengan cara yang
baik (pula). Yang demikian itu adalah suatu keringanan dari Tuhan kamu dan
suatu rahmat. Barangsiapa yang melampaui batas sesudah itu, maka baginya
siksa yang sangat pedih ". (Al-Baqarah: 178-179)

c. Memelihara Akal

Manusia adalah makhluk Allah yang paling sempurna, yang membedakan

manusia dengan makhluk Allah yang lainnya adalah dari aka! yang Allah berikan

kepada manusia sebagai pembeda yang sangat mendasar. Sebagaimana firman

Allah dalam surat At-Tiin ayat 4 dan dalam surat Al-An'aam ayat 32 yang

berbunyi:

Artinya: "Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang


sebaik-baiknya". (At-Tiin: 4)

Artinya: "Dan tiadalah kehidupan dunia ini, selain dari main-main dan senda
gurau be/aka.Dan sungguh kampung akhirat itu lebih baik bagi orang-orang
yang bertaqwa. Maka tidakkah kamu memahaminya"? (Al-An'aam: 32)
PEf{PUSTAKAAN UTAMA
UIN SYAHIO Ji~KARTA
I
d. Memelibara Keturnnan

Dalam hal ini-pun Islam mengatur adanya pemikahan clan mengharamkan

perzinahan, clan juga mengatur tentang siapa saja yang boleh serta tidak boleh

dinikahi (dijelaskan dalam surat An-Nisa: 22, 23 clan 24 clan dalam surat Al-

Baqarah: 221) 18, bagaimana perkawinan itu semestinya dilakukan clan syarat-

syarat apa sajakah yang hams dipenuhi oleh kedua calon mempelai, sehingga

perkawinan itu dianggap sah dan percampuran antara keduanya tidak dianggap

sebagai zina dan anak-anak yang lahir dari hubungan tersebut dinyatakan sebagai

anak sah yang lahir dari hubungan ayah ibunya yang sah pula. Islam tidak hanya

mengharamkan perzinahan (sudah dilakukan), namun lslampun mengharamkan

semna hal-hal yang mendekatkan seseorang untuk berbnat zina. Dalam hal ini

Islam mengatur perkawinan yang diperbolehkan dau tidak melampaui batas yang

telah Allah tentukan. Sebagaimana dalam firmannya pada surat An-Nisa ayat 3

clan 4 yang berbunyi:

Artinya: "Dan jika kamu ta/cut tidak akan dapat ber/aku adil terhadap (hak-
hak) perempuan yang yatim (bilamana kamu mengawininya), maka kawini/ah
wanita-wanita (lain} yang kamu senangi : dua, tiga atau empat. Kemudian
jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, maka (kawinilah) seorang saja,
atau budak-budak yang kamu miliki, yang demikian itu adalah lebih dekat
kepada tidak berbuat aniaya". (An-Nisa: 3-4)

" Ismail Muhammad Syah, Fi/safat Hukum Islam (Jakarta: Bumi Aksara), Cet 3, h. 88.
Dalam surat Al-Israa ayat 32, Allah-pun berfirman:
;,,,

w~ ~l:j ~ ;)\$' ,~} J!li;,fa ':h


'

Artinya: "Dan janganlah kamu mendekati zina; Sesungguhnya zina itu


adalah suatu perbuatan yang keji, dan suatu ja/an yang buruk".(Al-Israa: 32)

e. Memelihara Barta

Dari bermacam-macam nikmat Allah yang selama ini kita nikmati termasuk

harta benda. Meskipun pada hakikatnya harta benda yang kita punya itu adalah

kepunyaan Allah, namun Islam juga mengakui hak pribadi seseorang. Oleh

karena manusia itu tekadang dihinggapi rasa tan1ak dalam hatinya, yang ingin

selalu mendapatkan barta walaupun dengan jalan baram sekalipun. Untuk itu

Islam mensyari' atkan peraturan-peraturan mengenai muamalat seperti jual beli,

sewa menyewa, gadai menggadai dan lain sebagainya serta mengharamkan jual

beli yang didalanmya ada unsur riba, tipu muslihat Dalam surat Ali Im:'ln: 130

Allah berfiman:

Artinya: "Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan riba


dengan berlipat ganda dan bertakwalah kamu kepada Allah supaya kamu
mendapat keberuntungan". (Ali-Imraan: 130)
Dalam surat Al-Baqarah:· 188; Allah-pun berfinnan, yang berbunyi:

(;, Li.) i)b..k!-"'tbJ.1 JJ ~ i)~-' ~la:;r~ I'"~ ~·j'.:f i~G ~-'


- ~o~~fJ)j~<-ror y·;f
Artinya: "Dan janganlah sebagian kamu memakan harta sebagian yang lain
di antara kamu dengan jalan yang bathil dan Oanganlah) kamu membawa
(urusan) harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat memakan sebahagian
daripada harta benda orang lain itu dengan Oalan berbuat) dosa, Padahal
kamu mengetahui". (Al-Baqarah: 188)

E. Aspek Hukuman Bagi Pelaku Pemalsuan Obat dan Makanan

Selain melanggar pasal 386 dia.tas, perbuatan tersebut juga melanggar UU No.

7 tahun 1996 tentang pangan yang dapat dikenai pidana penjara paling lama 5

(lima) tahun atau denda paling banyak Rp. 600.000.000,00 (enam ratus juta

rupiah), clan melanggar UU No. 8 tahun 1999 tentang perlindungan konsumen

yang clapat dikenai pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau pidana dencla

paling banyak Rp. 2.000.000.000,00 (dua milyar rupiah). 19 Selain clapat dijerat

dengan pasal-pasal diatas, pelaku usaha pun bisa dikenakan sanksi administratif

menurut UUNo. 8 tahun 1999, pasal 25 ayat 1 berupa pengembalian barang, uang

atau jasaJsetara dengan nilainya, atau perawatan kesehatan/pemberian santunan

yang sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dan bagi

pelaku usaha yang memproduksi barang yang masanya berkelanjutan dalam

jangka waktu sekurang-kurangnya satu tahun atau lebih menyediakan suku

caclang clan/fasilitas puma jual clan wajib memenuhi jaminan atau garansi sesuai

19
Sentosa Sembiring. Himpunan Undang-Undang Tentang Perlindungan Kom11men dan
Peraturan Perwlliang-Undangan yang Terkait (Bandung: Nuansa Aulia, 2006), Cet I, h. 32.
yang diperjanjikan, dan pada pasal 62 ayat 3 dijelaskan: terhadap pelanggaran

yang mengakibatkan luka berat, sakit berat, cacat tetap atau kematian

diberlakukan ketentuan pidana yang berlaku.

Dalam Islam dikenal apa yang disebut dengan hukuman qishas, diyat, hudud,

kafarat dan ta'zir.Qishas adalah hukuman pokok bagi perbuatan pi<lana dengi>..n

objek (sasaran) jiwa atau anggota badan yang dilakukan dengan sengaja, seperti

membunuh, melukai, menghilangkan anggota badan dengan sengaja. Oleh lrarena

itu, bentuk jarimah ini ada dua, yaitu pembunuhan sengaja dan penganiayaan

sengaja. Pembunuhan dengan sengaja adalah pembunuhan yang dilak1Jkan secara

kesengajaan dengan sasaran jiwa korban dan mengakibatkan kematian. Dalam ha!

ini, ada dua unsur pokok, yaitu kesengajaan berbuat atau perbuatan itu memang

diniati, bahkan merupakan bagian dari skenario pelaku. Qishas ini merupakan

hukuman pokok dan memiliki hukuman pengganti, seperti diyat <laTJ. ta'zir, jika

keluarga korban menghapuskan tuntutan atau memaafkan pelalm, atau hukuman

tambahan sekiranya memang diperlukan. Sebab jarimah qishas merupakan hak

adami/hak perseorangan. Hukuman qishas-pun tidak dapat dikenakan kepada

pelaku kfiminal (pembunuhan/penganiayaan), kecuali memenuhi beberapa

kriteria, diantaranya: I. Korban adalah orang yang haram dibunuh, artinya ia

terlindungi darahnya. Orang yang tidak terlindungi darahnya menurut hukum

Islam diantaranya adalah pezina, orang murtad, dan kafir harbi. Walaupw1 sebagai

tindakan preventif, hakim dapat menjatuhkan hukuman lain kepada pelaku,

berupa ta 'zir; 2. Pelaku pembunuhan adalah orang yang mukallaf. baligh, tidak
hilang ingatan (gila) sebab mereka itu dikenakru.1 pembebanan (taklif); 3. Pelaku

pembunuhan mempunyai hak pilih untuk melakukan atau meninggalkan

pembunuhun tersebul. Arlinya dia nielakukan perbualan lersebul lanpa lekanan


20
dan paksaan yang berat yang menyebabkan hilangnya hak pilih tersebut.

DaJam Al•qur' an Allah berfirman, daJam ayat ini Allah menjelaskan tentang

hukum qishas dan segala aturan didalamnya, diantaranya pada surnt Al-Baqarah:

178, dan Al- Isra: 33 .

. 1.:.SL; '1~;ij'-
, .
<.'i·-r., t<I("' 1:;i\ · , ~1
. J ..r- ; ..r- If"'"' ~ i f (""' .,,...,. ,:.,.ti
- ·<·1;,. . , Y"":-1~ (j..
: _.:JI 1-lh;
'"r.. -

t , ,,,..,,,. .. ,./J ,,.. .a.... JI. •• ?"". ,,..

~~1~1l£-, ,~dJ.!·::i .J;-; .s.J;c1 ~ ~;_, ~.)~: •-f~Jl!·::i


Artinya: "Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan alas kamu qishaash
berkenaan dengan orang-orang yang dibunuh; omng rnerdeka dengan orang
merdeka, hambu dengun hamba, dun wanita dengan wanilii. lvfaka
Barangsiapa yang mendapat suatu pema'afan dari saudaranya, hendaklah
(yang mema'ajkan) mengikuti dengan cara yang baik, dan hendaklah (yang
diberi ma'aj) membayar (dial) kepada yang memberi ma'af dengan cara yang
baik (pula), yang demikian itu adalah suatu keringanan dari Tuhan kamu dan
suatu rahmat. Barangsiapa yang melampaui batas sesudah itu, maka baginya
siksa yang sangat pedih ". (Al-Baqarah: 178)

~<l.'.'.J~t
-;~
1~!;;... ia~ c:)i;.~ U7'
1-~ (r'J
. -- "\.: 1-r., :i1 ~ r.r-
~" l ;
-.--. I..!>;'-11 0 a~11 i)~li1 ~-j
,,.. J. ,,.. ,,. ,,,. ,..
4 ~ .,,,.. ?.... ...- J .,.,.,,.. ,,.. ....
.,
J.

~ i:.i~ vlS' ,.uJ ~I J-J~ '.)1.911·,bl,,.


,
Artinya: "Dan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah
(membunuhnya), melainkan dengan sualu (alasan) yang benar. Dan
barangsiapa dibunuh secara zalim, maka sesungguhnya Kami telah memberi

20
Rahmat Hakim, Himprman Pida11a Islam (Fiqih Ji11ayal!), (Bandung: Pustaka Setia,
Desember 2000), Cet I, h. 127.
kekuasaan kepada ahli warisnya, tetapi janganlah ahli waris itu melampaui
batas dalam membunuh. Sesungguhnya ia adalah orang yang mendapat
pertolongan". (Al-Israa:33)

Adapun diyat dalam arti hukuman merupakan hukuman pokok bagi jarimah-

jarimah dengan sasaran manusia yang dilaknkan dengan tidak sengaja atau

semisengaja. Disamping itu diyat merupakan hukuman pengganti dari hukuman

pokok (qishash) yang dimaafkan atau karena suatu sebab yang menyebabkan

qishash itu tidak dapat dilaksanakan. Pembunuhan semisengaja pada hakikatnya

merupakan penganiayaan yang dilakukan secara sengaja dengan memakai alat

yang sekiranya/selazimnya tidak sampai membuat mati seseorang, narnun

temyata orang tersebut mati. Khusus pembunuhan tidak sengaja, Al-qur'an

memberlakukan hukuman bagi pelaku agar memerdekakan seorang hamba sahaya

yang mukmin sebagai kafarat. Apabila tidalc didapati hamba sahaya, dia hams

berpuasa dua bulan berturut-turut, sebagai hukuman pengganti, seperti yang

dijelaskan dalam surat An-Nisa ayat 92:

;: ,,,.. r:'} ,., J~n' ,.,.- ,,,.. A..ti1"


~I 4 ~?>- ~ J..Ul .......:....>IS"j ~I
Artinya: "Dan tidak layak bagi seorang mukmin membunuh seorang mukmin
(yang lain), kecuali karena tersalah (tidak sengaja), dan barangsiapa
membunuh seorang mukmin karena tersalah (hendaklah) ia memerdekakan
seorang hamba sahaya yang beriman serta membayar diat yang diserahkan
kepada keluarganya (si terbunuh itu), kecuali jika mere/ca (keluarga
terbunuh) bersedekahlmembebaskan dari diat. Jika ia (si terbunuh) dari kaum
(kafir) yang ada Perjanjian (damai) antara mereka .. dengan kamu, maka
(hendaklah si pembunuh) membayar diat yang diserahkan kepada
keluarganya (si terbunuh) serta memerdekakan hamba sahaya yang beriman.
Barangsiapa yang tidak memperolehnya, maka hendaldah ia (si pembunuh)
berpuasa dua bu/an berturut-turut untuk penerimaan taubat dari pada Allah.
Dan adalah Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana ". (An-Nisa:92)

Kafarat pada hakikatnya adalah suatu sanksi yang ditetapkan untuk menebus

perbuatan dosa pelakunya. Hukuman ini diancamkan atas perbuatan-perbuatan

yang dilarang syara' karena perbuatan itu sendiri dan mengerjakannya dipandang

sebagai maksiat. Sanksi ini pada dasarnya merupakan sanksi yang bersifat ibadah.

Jadi, ruang lingkup kafarat adalah antara hukuman dan pengabdian kepada Allah.

Oleh karena itu, hukuman ini dapat disebut sebagai hukuman ibadah. 21

Menurut Islam perbuatan maksiat terbagi dalam tiga bagian:

Pertama, perbuatau yang dijatuhi hukuman had, seperti pembunuhan,

perzinahan, dan lain-lainnya. Terhadap perbuatan tersebut, terkadang dikenai

hukuman kafarat, seperti pembunuhan tidak sengaja atau semisengaja.

Kadangkala dikenakan hukuman ta'zir apabila dikehendaki oleh kemashlahatan

umum walaupun hukuman pokoknya adalah had.

Kedua, Perbuatan maksiat yang hanya dikenakan hukuman kafarat. Perbuatan

yang termasuk kedalam kelompok ini seperti merusak puasa dengan berhubungan

seks pada siang hari pada bulan Rarnadhan, merusak ihram, merusak atau

21
Ibid.., h. 169.
melanggar sumpah, menzihar istri dan berhubungan suami istri disaat istri sedang

haid. Perbuatan-perbuatan tersebut dikenakan hukuman kafarat. Adapun bentuk-

bentunya, diantaranya: mernerdekakan hamba sabaya (jika tidak diternukan lagi

pada saat sekarang, maka para ulama sepakat untuk mengkonversikan dengan

harga yang pantas). Memberi makan fakir miskin, dengau makanan yang sarna

dimakau oleh keluarga si pelaku. Namun dilihat dari perbuatallllya, jika

melanggar sumpab kafaratnya adalab memberi makan sepuluh orang fakir miskiu,

jika perbuatallllya adalah membunuh dengan sengaja atau semisengaja, maka

kafaratnya memberi makan enam puluh fakir miskin, kafarat ini sama dengan

perbuatan merusak puasa dengan berhubungan badan di siang hari pada bulan

Ramadhan. Memberi pakaian; kafarat ini hanya untuk kafarat sumpab dan tidak

dibenarkan kurang dari sepuluh orang.

Ketiga, maksiat yang luput dari hukuman had maupun kafarat. Terhadap

perbuatan ini para ularna sepakat untuk memberikan hukuman ta'zir bagi

pelakunya. Jenis-jenis perbuatan ini seperti, memata-matai orang, memasuki

rumab orang tanpa izin pemiliknya, sumpah palsu, suap menyuap, memaki-maki

orang, berjudi, ingkar janji, memakan makanan yang diharamkan seperti babi,

anjing, darah dll. Disarnping itu juga hukuman ini dapat dijatuhkan terhadap

perbuatan yang bukan termasuk kelompok pertama dan kedua seperti percobaan
terhadap segala bentuk jarimah, percobaan pencurian, percobaan pembunuhan,

dan lain-lain. 22

Ta 'zir, secara etimologis berarti menolak atau mencegah. Secara terminologis,

yang dikehendaki menurut konteks jinayah adalah: "bentuk hukuman yang tidak

disebutkan ketentuan kadar hukumannya oleh syara' dan menjadi kekuasaan

waliyyul amri atau hakim ''.

Sebagian ulama mengartikan ta'zir sebagai hukumru1 yang berkaitan terhadap

hak Allah dan hak hamba yang tidak ditentukan Al-Qur'an dan Hadits dan

berfungsi memberikan pengajaran kepada si pelaku dan sekaligus mencegahnya

untuk tidak mengulangi perbuatan serupa. Sebagian lain mengatakan sebagai

sebuah hukuman terhadap perbuatan maksiat yang tidak dihukum dengan

huknman had atau kafarat. Besar kecilnya dilihat dari tindakan tersebut,

mengancam Jiwa orang banyak atau tidak, dan hukumannya dilimpahkan kepada

kebijaksanaan hakim.

Bagi farimah ta 'zir tidak diperlukan asas legalitas secara khusus, seperti pada

jarimah hudud dan qishash. Artinya, setiap jarimah ta'zir tidak memerlukan

ketentuan khusus satu per satu. Hal tersebut memang sangat tidak mungkin,

bukan saja karena banyaknya jarimah ta'zir yang sulit dihitung, melainkan juga

sifat jarimah ta'zir itu sendiri yang lahil dan fluktuatif, bisa berknrang atau

bertambah sesuai dengan keperluan. Oleh karena itu, menentukan secara bakn

22
Rahrnat Hakim, Himprman Pidana Islam (Fiqih Jinayah), (Bandung: Pustalra Setia,
Desember 2000), Cet I, h. 172.
jenis-jenis jarimah ta'zir tidak efektif sebab suatu saat akan berubah.

Hukuman ta'zir terbagi menjadi beberapa bentuk, diantanyanya:

1. Hukuman mati. Ta'zir ini diperuntukan bagi orang yang melakukan

tindakan yang membahayakan negara dan orang banyak. Tujuannya

agar menjadi pelajaran bagi orang lain yang ingin melakukan

perbuatan serupa.

2. Hukuman jilid, diperuntukan pada jarimah perzinahan, menuduh zina

dan meminum minuman yang memabukan. Seratus jilid untuk

perzinahan yang dilakukan pezina gbairu mubsan, delapan puluh jilid

untuk penuduh zina clan empat puluh jilid untuk peminum minuman

keras.

3. Hukuman penjara, diperuntukan untuk perbuatan yang ringan atau

sedang-sedang saja. Walaupun terkadang ada juga untuk perbuatan

yang berat.

4. Hukuman pengasingan, diperuntukan bagi pezina ghairu muhsan.

5. Hukuman penyaliban, hukuman seperti ini berbeda dengan hukum

penyaliban bagi pelaku hirabah. Hukuman penyaliban pada hukuman

ta'zir dilakukan tanpa didahului atau disertai dengan mematikan se

pelaku jarimah. Dalam hukuman penyaliban ta'zir ini, pelaku disalib

dalam keadaan hidup-hidup dan dia dilarang makan dan minum

ataupun melakukan kewajibannya seperti shalat walaupun hanya


sebatas isyarat. Adapun lamanya penyaliban ini tidak boleh lebih dari

tiga hari.

6. Hukuman pengucilan.(Alhajru), diperuntukan bagi pelaku kejahatan

ringan. Asalnya hukuman ini diperuntukan bagi wanita yang nusyuz,

membangkang terhadap suamiuya, Al-Qur'an memerintahkall kepada

laki-laki (suami) untuk menasihatinya. Kalau ha! tersebut tidak

berhasil, maka wanita (istri) tersebut diisolasi dalam kamar yang

terpisah dari suami sampai menunjukan sikap perubahan dan

perbaikan, seperti yang dijelaskan dalam surat Au-Nisa ayat 34:

Artinya: "kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena
Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang
lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menajkahkan sebagian dari
harta mereka. Sebab itu maka wanita yang saleh, ialah yang taat kepada
Allah lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah
memelihara (mereka). Wanita-wanita yang kamu khawatirkan nusyuznya,
maka nasehatilah mereka dan pisahkanlah mereka di fem.pat tidur mereka,
dan pukullah mereka. kemudian jika mereka mentaatimu, maka janganlah
kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya. Sesungguhnya Allah Maha
Tinggi lagi Maha besar". (An-Nisa:34)
7. Hukuman pencemaran ini bisa berbentuk penyiaran kesalahan,

keburukan seseorang yang telah melalrukan perbuatan tercela, seperti

menipu dan lain.Jain.

8. Hukuman terhadap barta dapat berupa penyitaan barang-barang si

pelaku ataupun berupa denda. Hukuman ini dikarenakan si pelaku

melakukan pengrusakan terhadap barang orang lain, pencurian.

menyembunyikan dan mengbilangkan barang orang lain.

9. Kafarat, pada hakikatnya adalah suatu sanksi yang ditetapkan untuk

menebus perbuatan dosa pelakunya. Hukuman ini diancamkan atas

perouatan-perbuatan yang dilarang syara' karena perbuatan itu sendiri

dan mengerjakannya dipandang sebagai maksiat. Sanksi ini pada

dasarnya merupakan sanksi yang bersifat ibadah. Jadi, ruang lingkup

kafarat adalah antara hukuman clan pengabdian kepada Allah. Oleh

karena itu, hukuman ini dapat disebut sebagai hukuman ibadah. 23

Dalam hal ini, pemalsuan obat dan makanan ini, tidak ada hukuman yang

telah jelas dan konkrit, mengingat masalah ini termasuk masalah yang barn. Oleh

karena itu, dalam Islam jika ada suatu permasalahan barn seperti pemalsuan obat

dan makanan, yang dalam pemberian hukumannya belum ada ketentuan yang

jelas, maka hukuman yang diberikan atas pelanggaran yang barn tersebut

diserahkan sepenuhnya kepada hakim/pemerintah. Hukuman yang keputusannya

berdasarkan kekuasaan hakim/pemerintal1 adalah ta 'zir. Maka hukuman yang

23
Ibid., h. 169.
pantas bagi pelaku pemalsuan obat dan makanan seperti ini adalah ta 'zir. Dalam

bentuknya itu disesuaikan dengan kadar bahaya/ mengganggu tidaknya pada

kepentingan dan kemashlahatan umum.

Prinsip penjatuhan ta 'zir, terutama yang berkaitan dengan ta 'zir yang menjadi

wewenang penuh ulul amri, artinya baik bentuk maupun jenis hukumannya

merupakan hak penguasa, ditujukan untuk menghilangkan sifat-sifat mengganggu

ketertiban atau kepentingan umum, yang bermuara pada kemashlahatan umum.

Ketertiban atau kepentingan umum sebagimana diketahui sifatnya Jabil dan


24
berubah sesuai dengan kebutuhan dan perkembangan.

Seperti yang telah dikatakan diatas, berkenaan dengan kegiatan memproduksi

obat-obatan ilegal yang mengandung bahan kimia berbahaya, berarti telah

melanggar Undang-Undang no 23 tahun 1992 pasal 82 ayat 2 tentang kesehatan

dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp.

100.000.000,00 (seratus juta rupiah), yang sebelmnnya dijelaskan pula pada pasal

sebelumnya yaitu pada pasal 80b yang dapat dipidana penjara paling lama 15
5
tahun dan dipidana denda paling banyak 300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah)2

dan Undang-Undang no 8 tahun 1999, pasal 62 (l) tentang Perlindungan

24
Rahmat Hakim, Hukum Pidana Islam (Fiqih Jinayah), (Bandung: Pustaka Setia, Desember
2000), Cet I, h. 142.
25
Sentosa Sembiring, Himpunan Undang-Undang tentang Perlindungan Konsumen dan
Peraturan Pen111da11g-1111danga11 yang Terkait (Bandung: Nuansa Aulia, Maret 2006), Cet I, h. 218.
Konsum.:;u: yang dapat dikcrmkan s1illksi dcngan pidana pcnjara paling lama 5

(lima) tahun dan denda paling banyak 2.000.000. 000,00 (dua milyar rupiah).26

26
Ibid ... h. 32.
BAB IV

UPA YA DALAM PENANGGULANGAN MASALAB. PEMALSUAN JUAL

BELi OBAT DAN MAKANAN

A. Analisis terhadap Kasus-Kasus di BPOM Mengenai Praktek Pemalsuan

Obat dan Makanan

Dari semua pemaparan diatas, penulis berpendapat babwa penggunaan zat-zat

kimia yang berbahaya pada kehidupan manusia adalah suatu tindakan yang tidak

dibenarkan dalam hukum manapun clan dengan alasan apapun. Makanan yang

semula adalah makanan yang halal dan baik, bila dicampur dengan zat-zat

berbahaya tadi maka makanan tersebut menjadi tidak baik lantaran kandungan

telah bembah dari kandungan yang menyehatkan kepada kandungan yang

mematikan. Bahan yang halal jika dalam penggunaannya menyebabkan

kemudhorotan maka hukumnya menjadi haram, namun dalam hal ini tidak

berlaku hukum sebalikuya. Sebagaimana dirurnuskan dalam kaidah:

"Menolak kerusakan diutamakan ketimbang mengambil kemashlahatan ".


i'lyJI ~ i'\-~I_, J)l.;J\ ~\ l::i)
"Bila berbaur yang haram dengan yang halal, maka yang haram
mengalahkan yang halal", 1

1
Amir Syarifuddin, Uslml Fiqh 2 (Jakarta: Logos Wacana Ilmu,Mei 2001), h. 405.
Pada firman Allah SWT, dalam surat Al-Baqarah ayat 195 dijelaskan sebagai

Artinya: "Dan belanjakanlah (harta bendamu) di jalan Allah, dan janganlah


kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan, dan berbuat baiklah,
karena sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik". (Al-
Baqarah: 195)

Ayat ini menjelaskan agar kita menjaga diri kita dari kebinasaan, dengan

membuat obat serta makanan yang dicampur dengan segala macam zat kimia

yang kita belum tahu efek apa yang akan ditimbulkan dari bahan tersebut, secara

tidak langsung kita menjadikan orang lain masuk kedalam jurang kebinasaan dan

ha! ini sangat dilarang dalam syari'at Islam. Setiap insan pada dasamya tidak

diperbolehkan mengadakan suatu kemudharatan (dharar)2. Terutama yang akan

menimpa dirinya sendiri maupun orang lain, baik itu yang berat maupun yang

ringan. Pada prinsipnya kemudharatan itu hams dihilangkan. Tetapi dalam

menghilangkan kemudharatan dianjurkan jangan sampai membuat kemudharatan

barn terutama pada orang lain. Hal ini senada dengan kaidah berikut:

"Kemudharatan itu harus dihilangkan. "3

2
Dharar, adalah berbuat kerusakan kepada orang Iron secara mutlak; mendatangkan
kerusakan terhadap orang lain dengan cara yang tidak diizinkan oleh agama. Sedangkan tindakan
pengrusakan terhadap orang lain yang diizinkan oleh agama seperti qisas, diyat, had dan lain-lain tidak
dikategorikan berbuat kerusakan tetapi untuk mewujudkan kemashlahatan.
3
Abdul Mudjib, Kaidah-Kaidah I/mu Fiqh (Al-Qawa 'idul Fiqhiyyah) (Jakarta: Kalam Mulia,
2001), Cet 4, h. 34.
Dari kaidah tersebut memunculkan kaidah cabang yaitu:

.• ._n. JI..J:!
.)_,.....,..'T
. 'i . ·-'I
.)..,,.....,..
"Suatu dharar tidak boleh dihilangkan dengan dharar pula. " 4

Dari kedua kaidah diatas, dapat kita simpulkan bahwa bahaya itu harus

dihilangkan, akan tetapi jangan sampai menimbulkan bahaya lain pada orang lain

dengan menggunakan bahaya pula. Karena bila menghilangkan bahaya dengan

bahaya juga artinya sarna saja tidak menghilangkan bahaya. Hal ini senada

dengan apa yang telah Allah SWT finnankan dalam surat Al-Baqarah: 279:

Artinya: "Kamu tidak menganiaya dan tidak (pula) dianiaya". (Al-Baqarah:


279)

Telah diketahui bersama, apa sebenarnya yang dinarnakan dengan dharar itu,

dan bagaimana Islam memberi pandangan mengenai ha! tersebut. Sekarang

penulis akan memaparkan analisisnya mengenai bebera.pa masalah "Tindak

Pidana Pemalsuan Obat dan Makanan" yang nota bene adalah judul yang penulis

jadikan sebagai bahan analisis pada tugas skripsi ini. Ma~alah pemalsuan pada

obat dan makanan ini menyangkut beberapa aspek, diantaranya: Periama,

mengena.i faktor-faktor penyebab banyaknya terjadinya pemalsuan terhadap obat

dan makanan. Diantara faktor-faktor tersebut adalah, apa yang telah penulis

paparkan pada bab sebelumnya yaitu faktor ekonomi dan sosial. Faktor ini

4
Ahmad Sudirman Abbas, Qawa'id Fiqhtyyah, Dalam Perspektif Fiqh (Jakarta: Pedoman
Ilmu Jaya dengan Anglo Media, 2004), Cet Pertama, h. 133.
memang cukup memberi pengaruh terhadap kehidupan masyarakat pada

khususnya dan kehidupan negara pada umumnya.

Faktor ekonomi inilah yang membuat para oknum pedagang berfikir

bagaimana caranya supaya mereka tetap niaju 11amun tidak: me1ugi karena faktor

ekonomi yang kian hari makin menyulitkan mereka. Oleh karena itu mereka

mulai membuat suatu terobosan dalam berdagang, yang sekiranya mereka dapat

keuntungan dan bisa meminimalisir kerugian yang besar. J'viulailah sehagian para

pedagang kehilaugau aka! sehatnya, dan mereka met1ggunakan zat-zat kiruia

berbahaya dalam mengawetkan barang-barang produksinya. Mereka

menggunakan zat yang sebenamya diperuntukan untuk mengawetkan mayat,

ruunun mereka gunakan untuk mengawetkan seperti ikan, tahu, mie basah dan lain

sebagai11ya, yaug sekiranya barang tersebut tidalc dapat tah011 lama da11 memakan

biaya yang cu!.-up besar jika melakukan pengawetan secara manual. Nama 7.at

tersebut adalah formalin, atau nama lainnya adalah metil aldehida atau metilen

oksida.

Tetapi dalam ajarau Islam, bagaim011apun kita dalam kehidupan yang serba
sulit seperti sekarang ini, kita tidak diperkenankan untuk berbuat yang sekiranya

dapat membuat orang lain celaka akibat ulah yang kita perbuat. Namun kita

dianjurkan agar selalu berbuat baik sesama makhluk Allah, terutama kepada

manusia. Seperti apa yaug telah Allah peri11tahka11 dalam surat Al-Baqarah ayat

195, sebagai berik\lt:


Artinya: " ... Dan berbuat baiklah, karena Sesungguhnya Allah menyukai
orang-orang yang berbuat baik". (Al-Baqarah: 195)

Pada surat Al-An'am ayat 151 juga Allah menjelaskan tentang bagaimana

seharusnya kita menyikapi masalah yang rumit (keadmm) jangan sampai kita

terjerumus kepada tindakan yang dilarang oleh agama. Karena semua rezeki

manusia sudah diatur oleh-Nya, tinggal manusia itu sendiri bagaimana

Artinya: "Katakanlah: "Mari/ah kubacakan apa yang diharamkan atas kamu


oleh Tuhanmu yaitu: janganlah kamu mempersekutukan sr..watu dengan Dia,
berbuat baiklah terhadap kedua orang ibu bapak, dan · janganlah kamu
membunuh anak-anak kamu karena takut kemiskinan, Kami akan memberi
rezki kepadamu dan kepada mereka, dan janganlah kamu mendekati
perbuatan-perbuatan yang keji, baik yang nampak di antaranya maupun yang
tersembunyi, dan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah
(membunuhnya) melainkan dengan sesuatu (sebab) yang benar. Demikian itu
yang diperintahkan kepadamu supaya kamu memahami(nyaj ". (Al-An'aam: 151)

Faktor yang kedua, adalah dari segi kurangnya perhatian pemerintah terhadap

masyarakat kalangan bawah, sehingga munculah pemikiran serta perbuatan

menyimpang dari para oknum pedagang yang menimbulkan sifat keegoisan

terhadap materi (matrealistis) dan tidak memikirkan keselamatan orang lain


sedikitpun. Faktor yang ketiga, adalah kurang tegasnya aparat pemerintah dalam

menerapkan Undang-Undang dan dalam menindak setiap pelanggar aturan, jadi

terkesan pemerintah terkadang pilih kasih dan membiarkan para oknum pedagang

yang melaknkan berbagai pelanggaran. Terlebih kurangnya kerja sama

pemerintah dengan masyarakat dalam memantau setiap gerak gerik para oknum

tersebut.

Aspek yang kedua dalam menyikapi masalah pemalsuan obat dan makanan

adalah bentuk-bentuk pemalsuan terhadap obat dan makanan itu seperti apa saja?

Bentnk yang pertama adalah pemasukan zat-zat kimia berbahaya pada obat, baik

itu obat tradisional maupun yang modem. Seperti apa yang telah didapati oleh

Badan POM mengenai terkuaknya jaringan produsen ilegal yang memproduksi

obat tradisional yang diketahui telah dican1pur oleh zat kimia berbahaya. Seperti

contoh tabel dibawah ini:

No. NamaObat Produsen Positif Keterangan


TradisionaVNo Mengandung
Pendaftaran
1. Asam Urat Flu Kopja Sabuk Fenilbutason Mencantumkan
Tulang Kapsul Kuning, NO. Reg. Fiktif
Ban,
2. Masuk ·Angin, Flu, Mahkota Dewa Parasetamol Mencantumkan
Sakit Gigi Serbuk Ferbindo CV, No. Reg. Fiktif
Jakarta
3. Gemuk Sehat Bunga Sari PJ, Fenilbutason Mencantumkan
Serbuk Cilacap dan No. Reg. Fiktif
Deksametason
4. Asam Urat Serbuk Delapan Dewa Fenilbutason Tidak Terdaftar
PJ, Cilacap
5. Sehat Stamina Dewa Mega Jaya Parasetamol Mencantumkan
Serbuk PJ, Banvumas No. Reg. Fiktif
6. Langsing Alami Hema Care PT, Sibutrarnin Mencantumkan
Kaosul Indonesia Hidroklorida No. Reg. Fiktif
7. Tradisional Jaya Jaya Asli PJ, Parasetamol & Tidak Terdaftar
Asli Ci lacap Fenilbutason
Asam Urat serbuk
8. Obat Pegel Linn, Racikan Makasar Parasetamol Mencantumkan
Ngilu Tulang PJ, Cilacap No. Reg. Fiktif
Serbuk
9. Asam Urat, Flu Sari Pusaka Jaya Parasetamol Mencantumkan
Tulang, Lebah Liar PJ, Cilacap No. Reg. Fiktif
Serbuk
10. Asam Urat Sari Sari Pusak:a Jaya Parasctamol & Mencantumkan
Pusaka Serbuk PJ, Cilacao Fenilbutason No. Re2. Fiktif
11. Sembur Angin Abas Jaya PJ, Metampiron Mencantumkan
Serbuk Cilacap No. Reg. Fiktif
12. Urat Madu Kapsul Air Madu PJ, Sildenafil Sitrat Mencantumkan No.
Malang Reg. & Alamat
Fiktif
13. Cikung Papua Alam Papua PJ, Parasetamol & Mencantumkan
Tablet Cilacao Fenilbutason No. Reg. Fiktif
14. Jasa Temu 2 Jasa Agung PJ, Teofilin Mencantumkan
Serbuk Cilacap No. Reg. Fiktif
15. Campur Sari Sugi Aladin PJ Teofilin Tidak Terdaftar
Serbuk

Data serta tabel diatas belum semuanya penulis masukan, masih ada kurang

lebih delapan puluh macam obat tradisional lagi yang terdaftar oleh Badan POM

sebagai obat ilegal yang menggunakan zat kimia berbahaya. 5

Dan bentuk yang kedua, yang dilakukan ·oleh para oknum pedagang adalah

dengan mencampur adukan bahan kimia be.rbahaya te.rsebut ke.dalam makanan,

dan di diamkan be.berapa saat barulah bamng yang dicampurkan itu seperti ikan,

tahu dan mie basah dijual. Mereka bertujuan supaya barang yang mereka jual

tetap segar dan kelihatan bagus, kencang dan mengkilap walau sudah berhari-hari.

' Badan POM Pusat.


Sebagaimana data yang penulis dapat !angsung dari Bad.an POM, mengenai

makanan seperti tahu, ikan dan mie basah yang telah tercampur oleh zat-zat kimia

berbahaya. Data tersebut sebagai berikut:

Keteramrnn MieBasah Tahu Uran


Jumlah Samnel 213 290 258
Memenuhi Svarat 76 193 190
Tidak Memenuhi 137 97 68
Svarat
% tidak memenuhi 64.32% 33.45% 26.36%
syarat

Dalam menyikapi masalah ini pemerintah beserta aparatnya dengan dibantu

masyarakat harus memiliki solusi dan strategi apa yang harus digunakan dalam

misi meminimalisir tindakan penyelewengan para okmun pedagang. Dalam ha!

ini penulis ingin memaparkan beberapa solusi serta stategi yang harus dilakukan

pemerintah beserta aparat dan masyarakat. Diantara solusi yang penulis ajukan

adalah: Pertama, Pemerintah diharuskan memperkuat regulasi hukum/ Undang-

Undang, sehingga dalam pengambilan suatu hukn:111 tidak hanya berpatokan

kepada Undang-Undang pidana saja, yang selama ini secara nyata kita rasakan

kurang efektif (softdevelopment) karena memang sudah banyak dari kalangan

pemerintah serta aparatnya yang melanggar ketentuan tersebut, disamping

memang tidak adanya penerapan (law enforsment) secara maksimal dikalangan

mereka sendiri. Jelas sekali, sebagus apapun peraturan/Undang-Undang yang

dibentuk oleh suatu negara tidak akan berdampak apapun dan mengubah apapun

dalam kehidupan negara jika tidak diterapkan dengan sebenar-benamya; Kedua,


adalab pemerintab beserta aparatnya barns lebib giat lagi melakukan pendidikan

serta sosialisasi kepada masyarakat luas terutama masyarakat yang tinggalnya

jauh dari sumber informasi. Supaya masyarakat tabu akan babayanya makanan

yang mengandung zat kimia berbabaya, dan supaya bisa mengenali dan lebih

berhati-hati dalam memiiih makanan sehat dan makanan yang nota bene adalab

mcun yang mernatikan. Ketlga adalab, pemerintab agar menghimbau kepada

masyarakat luas supaya masyarakat belajar hidup sehat dan sederhana dan

membeli segala sesuatu terutama obat dan makanan.

Masyarakat-pun harus bisa memilih apa saja yang yang dibutuhkan dan yang

tidak dalam hal konsumsi (preferent consumption), jangan sembarangan dalam

hal memilih obat dan makanan. Masyarakat juga hams bisa lebih teliti dalam

memilih obat atau makanan yang sudab diketabui ciri ..cirinya bahwa makanan

tersebut telah terkontaminasi oleh zat kii:nia berbabaya terlebih tidak ada !:.be!

halal dari instansi terkait, dalam hal ini adalah Majelis Ulama Indonesia (MUI)

yang diperkuat Badan POM

Selain pada Badan Pengawas Obat dan Makanan, penulis-pun mengadakan

analisis pada Pengadilan Negeri. Penulis mendapatkan putusan Pengadilan Negeri

Palembang yaitu No. 154/PID/2005/PT. PLG. Perinciannya adaiah sebagai

berikut:
PUTUSAN
Nomor : 154/PID/2005/PT. PLG.

Nama : AMIRUDIN Alias ACAI bin DUL.HALIM.


Tempat Lahir : Pelembang.
Umurffgl Lahir : lOMei 1962
Jenis Kelamin : Laki-Laki.
Kebangsaan : Indonesia
Tempat Tinggal : Jl. Sumur Tinggi III No. 83 RT. 12 RW. 03 Kelurahan
5 llir Palembang.
Agama : Budha
Pekerjaan : Wiraswasta

Terdakwa ditahan oleh:


1. Penuntut umum sejak tanggal 14 Juli 2005 sampai dengan tanggal 25
Juli 2005;
2. Hakim Pengadilan Negeri Palembang sejak tanggal 26 Juli 2005
sampai dengan tangga:l 24 Agustus 2005;
3. Perpanjangan Ketua Pengadilan Negeri Palembang sejak tanggal 25
Agustus 2005 sampai dengan tanggal 16 Oktober 2005;
4. Hakim Pengadilan Tinggi Palembang sejak tanggal 17 Oktober 2005
sampai dengan tanggal 16 Nopember 2005;
5. Perpanjangan oleh kctua Pengadilan Tinggi Palembang sejak tanggal
17 November 2005 sampai dengan sekarang.
MENGADILI
a. Menerima permintaan banding dari kuasa hukum terdakwa tersebut;
b. Memperbaiki Putusan Pengadilan Negeri Palembang tanggal 12
Oktober 2005 Nomor : 1078/Picl B/2005/PN. PLG., sepanjang
mengenai putusannya maka putusan slengkapnya sebagai berikut:
1) Menyatakan bahwa terdakwa AMIRUDIN Alias ACAl bin
DULHALlM, tersebut diatas telah terbukti secara sah dan
menyakinkan bersalah melakukan tindak pidana : "DENGAN
SENGAJA MENGGUNAKAN BAHAN FORMALIN YANG
DILARANG SEBAGAl TAMBAHAl'l PANGAN'';
2) Memidananya dengan pidana penjara 8 (delapan) bulan;
3) Memerintahkan selama masa penangkapan dan penahanan
yang dijalani terdakwa sebelum putusan ini memiliki kek'Ulltan
tetap, dikurangkan seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan;
4) Memerintahkan agar terdakwa ditahan;
5) Memerintahkan agar barang bukti dikembalikan kepada
terdakwa.
No.J>utusan Kasus Barang Bukti Penyelesaian

No.154/PID/2005/PT. PLG Mengedarkan 1. Mie basah l.Memidana


makanan yang besar dan kecil selama 8
telah dicampur warna kuning (delapan) bulan.
dengan
serta air 2.Memerintahkan
I fonnalin dan
rebusan mie. agar barang buk1:i
Pemakaian zat
2. Mesin giling dikembalikan
Formalin
dan potong kepadasi
I
dalam I
mie. terdakwa.
I ·Jumlah yang
I
Melampani 3. Mesin 3.Membebankan
Batas yang pengaduk biayadua
I telah adonan mie. pengadilan, yang
ditentukan untuk tingkat
banding sebesar
Rp. 2.500,00
Analisis penulis mengenai kasus Nomor: 154/PID/2005/PT.PLG, ini adalah:

Pada tahun 2003 sampai dengan hari Senin 11 April 2005 yang masih wilayah

Pengadilan Negeri Palembang, telah terjadi pemalsuan makanan berupa mie

basah yang di dalamnya telah dicampur dengan zat pengawet berbahaya yang

dinamakan formalin. Sang pelaku bernama Amirudin alias Acai bin Dulhalim,

yang kesehariannya bekerja sebagai wiraswasta/memproduksi berbagai mie basah

berwama kuning dan menjualnya ke berbagai konsumen/pedagang. Terdakwa

mencampuri zat berbahaya (formalin) tersebut kedalam air rebusan sewaktu

merebus rnie. Dengan dernikia11 rnie yang terdakwa buat telah terkontarninasi oleh

formalin. Tetapi terdakwa tidak memikirkan akibat yang akan ditimbulkan dan

perbuatan yang menyalahi aturan yang telah pemerintah tetapkan, yaitu

menggunakan zat kimia berbahaya sebagai bahan campuran makanan/pengawet

makanan yang sangat membahayakan bagi kesehatan dan keselamatan konsiiW:en

dan melampaui ambang batas wajar/maksimal. Oleh karena itu terdakwa

dipastikan bersalah karena melakukan tindakan pidana "memproduksi dan

mengedarkan mie basah mengandung formalin sebagaimana tersebut dalam pasal

55 huruf b dan d tJu RI Nomor : 7 tahun 1996 tentang paingan jo pasal 3 ayat 1

permenkes RI No. 722/Permenkes/Per/IX/1988 tentang bahan tambahan

makanan Terdakwa dijatuhi hnkuman l (satu) tahun p~njara potong tahanan

selama terdakwa berada dalam tahanan dan terdakwa tetap ditahan.

Namun setelah mengajnkan banding oleh kuasa hnkum terdakwa, maka

setelah menimbang maka putusan pengadilan memberikan pengurangan terhadap


lamanya masa tahanan tersebut yang semula dari 1 (satu) tahun penjara menjadi 8

(delapan) bulan penjara dan memusnahkan barang bukti berupa mie besar dan

kecil warna kuning serta air rebusan mie serta mengembalikan barang bukti_

berupa mesin pemotong mie kepada terdakwa (keluarganya).

Demikian putusan yang diberikan oleh Pengadilan Tinggi Sumatera Selatan di

Palembang pada hari Kamis tanggal I Desember 2005 oleh H. M. Tojib Matderis,

S.H selaku hakim ketua majelis dan Manis Soejono, S.H serta Santun Napitupulu,

S.H selaku masing-masing hakim anggota, Nurlaili Hamid, S.H sebagai Panitera

Pengganti Pengadilan Tinggi tersebut

B. Penguatan Undang-Undang Perlindungan Konsumen dan Undang-Undang

Pidana

Seperti apa yang telah diuraikan pada bah sebelumnya, bahwa dalam

pembentukan Sllltfu peraturan/Undang-Undang haruslah memiliki tujuan yang

jelas, agar Undang-Undang tersebut tidaklah menjadi sekedar peraturan tertulis

yang tidak mempunyai efek apapun jika seseorang melanggarnya, karena

penerapan Undang-Undang tersebut sama sekali tidak ada, bahkan ada beberapa

oknum pejabrtt pemerintahan yang dengan sengaja memberi jalan kepada para

pelanggar Undang-Undang tersebut

Oleh karena itu jika dilihat dari tujuan-tujuan dari Undang-Undang pidana itu

sendiri di antaranya yaitu apa yang disebut dengan tujuan absolut atau yang

disebut juga dengan teori pembalasan dan teori selanjutnya adalah teori relatif

atau yang disebut juga teori prevensi sebagai teori lanjutan dari teori sebelumnya
(abso1ut) yang tidak memberikan kepuasan kepada masyarakat terutama kepada

orang yang menjadi korban dari tindakan pidana tersebut. 6

Dalam syari'at Islam-pun memiliki tujuan dalam pembentukan dan

penetapannya; diantara tujuannya adalah agar terciptanya kemashlahatan manusia,

baik di dunia yang fana ini mapun kemashlahatan di akbirat kelak.7 Selain itujuga

Islam memandang dari beberapa aspek di antaranya apa yang disebut dengan

maqashidul khamsah, yaitu:

1. Memelihara kemashlahatan agama;

2. Memeliharajiwa;

3. Memelihara akal;

4. Memelihara keturunan dan

5. Memelihara harta benda dan kehormatan. 8

Menjawab dari pertanyaan pada bah sebelwnnya "mengapa masih banyalrnya

pelanggaran yang terjadi? (dalam jual beli)'\ padahal yang kita tahu Undang-

Undang pidana telah mengatur banyak ha! diantaranya mengenai pemalsuan obat

dan makanan. Tapi mengapa masih banyak dan semakin "aman" saja orang-orang

yang berbuat pelanggaran tersebut? Jawaban dari pertanyaan tersebut menyangkut

dan dapat dilihat dari beberapa aspek, yang pertama mulai dari lemalmya

penerapan hukum dikalangan pemerintah sendiri yang terkadang cendenmg pilih

kasih terhadap pelanggar (kaum borjuis)/para pengusaha yang bermain dengan

6
Waluyad~ Hukum Pidana Indonesia (Jakarta: Djambatan, 2003), h. 72.
7
Ismail Muhammad Syah, Filsafat Hukum Islam (Jakarta: Bumi Aksara), Cet 3, h. 65.
8
Ibid.. ., h. 67-113.
kuatnya barta yang dimilikinya dan korban yang dinilai sebagai masyarakat kelas

bawah yang tidak mempunyai kekuatan apapun dan yang kedua juga tidak adanya

rasa keadilan yang dirasakan masyarakat jika bersentuhan dengan hukum. Jika

dilihat dari alasan yang telah dikemukakan di atas, maka hukum yang telah ada

sekarang harus diperkuat lagi dengan penerapannya yang benar-benar meajadi

produk hukum yang sebenarnya, karena tidak ada gunanya sebagus apapun materi

hukum yang ada jika tidak benar-benar diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.

Mulai dari pejabat pemerintah sampai kepada masyarakat itu sendiri harus taat

dan menjalankan hukum itu sebagimana mestinya, dart penerapan hukum juga

tidak boleh pilih kasih dan harus bisa bertindak adil kepada semua lapisan

masyarakat.

Perlu juga diterapkannya syari'at Islam di negara kita, walaupun yang nota

bene negara kita bukan negara yang berasaskan Islam (sebagai alasan kalru~illln

atas menolak syari' at Islam di Indonesia), padahal jika kita bisa lebih bijak dan

berfikir positif, syari'at Islam bukan hanya saja diperuntukan untuk kaum muslim

tapi mencakup pada keseluruhan. Jika Irita melihat Undang-Undang yang ada

sekarang-pun bukanlah Undang-Undang yang diperuntukan untuk satu kaum saja

(non-muslim/muslim) padahal yang kita tahu bersama bahwa Indonesia adalah

negara yang mayoritas beragama Islam, namun mengapa kita "takut"

menggunakan syari'at kita sendiri?

Dari kedua poin diatas, selain harus adanya perhatian pemerintah kepada

masyarakat, terutama masyarakat kelas menengah kebawah dengan cara


menerapkan segala apa yang tercantum dalam Undang-Undang, dengan jalan

yang benar-benar mumi dan bersih dari snap menyuap dan hams adanya rasa

keadilan yang menyelnrnh yang dirasakan oleh semua lapisa.Jl masyarakat Dalam

aspek Undang-Undangpun hams diperlmat lagi, bukan hanya saja Undang-

Undang pidana saja yang dijadikan pedoman, namun harus ada Undang-Undang

yang mengatur mengenai masalah kesehatan (konsumsi), dan Undang-Undang

yang mengatur masalah pangan, yang kesemuanya itu termuat dalam Undang-

Undang Perlindungan konsumen, perlu juga sebagai bahan perbandingan dalam

pemutusan suatu perkara misalnya. Karena dari masing-masing Undang-Undang

tersebut berlainan dari sudut pandang dalam memahami suatu perkara walaupun

intinya sama.

C. Memberikan Pendidikan dan Sosialisasi kepada Masyarakat dengan Data

yang Konkrit

Pembangunan dan perkembangan perekonomian umumnya dan khususnya

dibidang perindustrian dan perdagangan nasional telalrt rnenghasilkan berbagai

variasi barang dan/atau jasa yang dapat dikonsumsi. Disamping itu, globalisasi

dan perdagangan bebas yang didukung oleh kemajuan tekhnologi telekomunikasi

dan informatika telah memperluas ruang gerak arus transaksi barang atau jasa

melintasi batas-batas wilayah suatu negara, sehingga barang atau jasa yang

ditawarkan bervariasi baik produksi dalam maupun luar negeri.

Kondisi yang demikian pada satu pihak memiliki manfaat bagi konsumen

karena kebutuhan konsumen akan barang dan jasa yang diinginkan dapat
terpenuhi serta semakin terbuka lebar Jrebebasan untuk memilih aneka jenis

maupun kualitas barang dan jasa yang diinginkan sesuai dengan kemampuannya.

Di sisi lain, kondisi serta fenomena diatas dapat mengakibatkan kedudukan

pelaku usaha dan konsumen menjadi tidak seimbang dan konsumen berada pada

posisi yang lemab. Konsumen menjadi obyek aktivitas bisnis untuk meraup

keuntungan yang sebesar-besamya oleh pelaku usaba melalui kiat promosi, cara

penjualan serta penerapan perjanjian standar yang merugikan konsumen.

Faktor utama yang menjadi kelemaban konsumen adalab tingkat kesadaran

konsumen akan haknya masih sangat rendab. Hal ini terutama disebabkan oleh

rendabnya pendidikan konsumen. Oleh karena itu, Undang-Undang Perlindungan

Konsumen dimaksudkan sebagai landasan hukum yang !mat bagi pemerintah dan

lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat untuk melakukan upaya

pemberdayaan konsumen melalui pembinaan dill\ pendidikan konsumen. 9

Upaya pemberdayaan ini penting karena tidak mudab mengharapkan

keasadaran para pelaku usaha yang pada dasamya prinsip ekonomi pelaku usaha

adalab mendapat keuntungan yang semaksimal mungkin. Prinsip ini sangat

potensial merugikan kepentingan konsumen, baik secara langsung ataupun tidak

langsung.

Atas dasar kondisi sebagaimana dipaparkan di atas, perlu adanya

pemberdayaan konsumen melalui pembentukan Undang-Undang yang dapat

9
C.S.T., Kansil dan Christine S.T., KansiL Pokok-Pokok Pengetalma11 Hukum Dagang
Indonesia (Jakarta: Sinar Grafika, November 2004), Cet IL h. 212.
melindungi kepentingan konsumen secara integratif (menyeluruh) dan

komprehensif serta dapat diterapkan secara efektif dalam masyarakat.

Piranti hukum yang melindungi kepentingan konsum<m tidak dimaksudkan

untuk mematikan usaha para pelaku usaha, tetapi justru sebaliknya perlindungan

konsumen dapat mendorong iklim berusaha yang sehat yang mendorong lahimya

perusahaan yang tangguh dalam menghadapi persaingan melalui penyediaan

barang atau jasa yang berkualitas.

Disamping itu, Undang-Undang tentang Perlindungan Konsumen ini dalam

pelaksanaannya tetap memberikan perhatian khusus kepada pelaku usaha kecil

dan menengah. Hal itu dilakukan melalui upaya pembinaan dan penerapan sanksi

atas pelanggarannya. 10

Dalarn setiap masyarakat, akan dijumpai suatu perbedaan antara pola-pola

prikelakuan yang berlaku dalam masyarakat dengan pola-pola prikelakuan yang

dikehendaki oleh kaidah-kaidah hukum. Adalah suatu keadaan yang tidak dapat

dihindari, apabila timbul suatu ketegangan sebagai akibat dari perbedaan-

perbedaan tersebut diatas. Mengapa ha! itu bisa terjadi? Adalah suatu keadaan

yang lazim, bahwa kaidah-kaidah hukum disusun dan direncanakat1 oleh sebagian

kecil dari masyarakat yang menamakan dirinya sebagai elit masyarakat tertentu,

yang mungkin berbeda kepentingan dan pola-pola prilakunya, lagi pula suatu

kaidah hukum berisikan patokan prilaku yang dillarapkan. Sudah tidak asing lagi

bagi kita, betapa banyakuya perundang-undangan pada zaman kolonial dahulu,


10
Ibid., h. 212.
yang tidak kena tepat pada sasarannya. Dengan demikfan, maka tidak:lah terlalu

mengherankan mengapa hukum terkadang tidak berhasil mengusahakan atau

bahkan "memaksakan" agar warga masyarakat menyesuaikan tingkah laku pada

hukum yang telah ditetapkan. 11

Setiap masyarakat, selama hidupnya pasti pernah mengalami perubahan-

perubahan. Perubahan-perubahan itu ada yang tidak menarik perhatian orang lain,

ada yang pengaruhnya sangat luas, ada yang terjadi sangat lambat, ada juga yang

berjalan dengan cepat, ada pula perubahau yang direncanakan terlebih dahulu dan

ada pula yang tidak, dan seterusnya. Jika ada seseorang yang sempat melakukan

suatu penelitian terhadap suatu masyarakat tertentu pada suatu masa dan

membandingkannya dengan masyarakat pada masa lampau, maka akan sangat


12
jelas perubahan yang ada.

Dalam mengubah suatu masyarakat, harus ada suatu alat yang memang benar-

benar bisa dijadikan suatu pegangan dalam masyarakat tersebut. Salah satu alat

untuk mengubah masyarakat itu sendiri adalah "hukum ". Dalam arti bahwa

hukum dapat digunakan sebagai suatu alat oleh agent ofchange. Agent of change

atau pelopor perubahan adalah seseorang atau kelompok orang yang mendapat

kepercayaan dari masyarakat sebagai pemimpin satu atau lebih lembaga-lembaga

kemasyarakatan. Pelopor perubahan memimpin masyarnkat dalam mengubah

sistem sosial dan didalam melaksanakan ha! itu langsung tersangkut dalam

11
Soerjono Soekanto, Pokok-Pokok Sosiologi Hukum (Jakarta: Raja Graftndo Persada, 2006),
Cet 16, h. 22.
12
Ibid., h. 19.
tekanan-tekanan untuk mengadakan perubahan, bahkan mungkin menyebabkan

perubahan-perubahan pada lembaga-lembaga kemasyarakatan Jainnya. Suatu

perubahan sosial yang dikehendaki atau direncanakan, selalu berada dibawah

pengendalian serta pengawasan pelopor perubahan tersebut, atau yang biasa

disebut dengan social engineering atau social planning. 13

Sebagai sarana social engineering, hukum merupakan suatu sarana yang

ditunjnk untuk mengubah prikelakuan dalam masyarakat, sesuai dengan tujuan-

tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya. Salah satu masalah yang dihadapi

dalam masalah ini adalah apa yang dinamakan oleh Gunnar Myrdal sebagai

softdevelopment, dimana hukum-hukum yang dibentuk dan diterapkan, temyata

tidak efektif. Gejala-gejala semacam itu akan timbul, apabila ada faktor-faktor

tertentu yang menjadi halangan. Faktor-faktor tersebut dapat berasal dari

pembentuk hukum itu sendiri, penegak hnkum, para pencari keadilan

(justitiabelen), maupun golongan-golongan lainnya didalam masyarakat. Faktor-

faktor itulah yang hams diidenti:fikasikan, karena merupakan suatu kelemahan

yang terjadi kalau hanya tujuan-tujuannya yang dirumuskan, tanpa

mempertimbangkan sarana-sarana untuk mencapai tujuan-tujuan tersebut. Kalau

seandainya hukum yang menjadi sarana yang dipilih untuk mencapai tujuan

tersebut, rnaka prosesnya tidak hanya berhenti pada pemilihan hnkum sebagai

sarana saja. Kecuali pengetahuan yang mantap mengenai hakikat-hakikat suatu

hnkum, juga perlu diketahui batas-batas didalam penggunaan hnkum sebagai


13
Ibid., h.121.
Makanan, yang terlebih dahulu dikeluarkannya Unclang-Unclang terkait sepe1ti,

Undang-Undang perlindungan konsumen yang didalamnya menyangkut juga

tnengenai Unclang-Unclang tentang kesehatan clan Undang-Unclang tentang

pangan. Tidak hanya berhenti disitu saja, pemerintah-pun harus melakukan

sosialisasi clan penguatan terhadap Unclang-Unclang tersebut dengan cara

penegasan pemerintah dalam menerapkan Undang-Undang tersebut kesemua

kalangan.

Seperti salah satu contoh upaya pemerintah dalam melakukan sosialisasi pada

masyarakat dalam bentuk public warning, nomor: KH.00.01.1.034 dikeluarkan

pada tanggal 20 Agustus 2005 tentang Produk "Arma Sin Gang San Langsing

Ayu ", yang dicampur dengan bahan kimia obat keras Sibutramin Hidroklorida.

l. Berdasarkan hasil operasi pengawasan dan pen~jian laboratorium Badan

POM telab mketemukan di peredaran produk "Arma Sin Gang San Langsing

Ayu" yang dicampuri dengan bahan kimia obat keras Sibutramin

Hidroklorida, produksi perusahaan di Jawa Tengah dengan distributor tunggal

PT. W di Jakarta.

2. Sibutramin Hidroklorida adalah golongan obat keras yang hanya dapat

diperoleh clan digunakan berdasarkan dengan resep dokter. Obat keras ini

merupakan senyawa kimia yang bekerja dengan cara menghambat ambilan

(reuptake) norepinefrin, serotonin clan dopamin_ Dengan pengawasan dokter,

sibutramin hidroklorida digunakan untuk pengobatan obesitas.


3. Penggunaan sibutramin bidr()Jdorida yang tidak dibawah pengawasan dokter

dan penggunaannya yang tidak tepat, dapat meningkatkan tekanan darah dan

denyut jantung serta sulit tidur. Obat ini tidak boleh digunakan pada pasien

dengan riwayat penyakit arteri koroner, gagal jantung kongestif, aritmia.

4. Penggunaan obat keras ini dalam "Arma sin gang san langsing ayu", sangat

beresiko pada kesehatan/keselamatan konsumen. Perbuatan tersebut

merupakan tindak pidana dan terhadap pelaku pelanggaran dilakukan proses

pro-justitia. 15

" Badan POM, Public Warning kepada masyarakat, produk Anna Si11 Ga11g &m Lallgsi11g
Ayu yang Dicampur Oba/ Keras Sibutrami11 Hidroklorida.
BABV

PENUTIJP

A. Kesimpulan

1. Berdasarkan dari semua penelitian yang telah didapat oleh penulis, maim

dapat diambil berbagai kesimpulan. Dalam jual beli banyak sekali praktek

penipuan serta pemalsuan di dalamnya. Salah satu. di antaranya, ada yang

berupa pemalsuan merek dagang, penipuan dalam ha! label pada kemasan

yang dapat berupa ketidaksamaan label kemasan dengan isinya, mengenai

pemalsuan tanggal kadaluarsa. Peajualan produk-produk yang tidak

memenuhi standarisasi makanan yang sehat dan banyaknya pemalsuan barang

terutama pada obat dan makanan yang telah terkontaminasi oleh zat-zat yang

berbahaya dengan cara memasukan zat kimia berbahaya kedalam obat atau

makanan, atau dengan cara mencampur zat kimia berbahaya kedalam obat uan

makanan. Seperti yang telah diketahui bersama, banyaknya dari para nelayan

yang menggunakan bahan kimia berbahaya seperti formalin yang bertujuan

untuk membuat basil tangkapan mereka lebih awet dan terlihat segar walau

sudah beberapa hari.

2. Dalam hal huknman yang akan diterima oleh pelaku ada beberapa macam

diantaranya: Selain melanggar pasal 386 diatas, perbuatan tersebut juga

melanggar UU No. 7 tahun 1996 tentang pangan yang dapat dikenai pidana

penjara paling lama 5 (lima) tahun atau denda paling banyak Rp.

600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah), dan melanggar UU No. 8 tahun 1999
tentang perlindungan konsumen yang dapat dikenai pidana penjara paling

lama 5 (lima) tahun atau pidana denda paling banyak Rp. 2.000.000.000,00

(dua milyar rupiah). Selain dapat dijerat dengan pasal-pasal diatas, pelaku

usaha pun bisa dikenakan sanksi administratifmenurut UU No. 8 tahun 1999,

pasal 25 ayat 1 bempa pengembalian barang, uang atau jasa/setara dengan

nilainya, atau perawatan kesehatan/pemberian santunan yang sesuai dengan

peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dan bagi pelaku usaha yang

memproduksi barang yang masanya berkelanjutan dalam jangka waktu

sekurang-kurangnya satu tahun atau lebih menyediakan suku cadang

dan/fasilitas puma jual dan wajib memenuhi jaminan atau garansi sesuai yang

diperjanjikan, dan pada pasal 62 ayat 3 dijelaskan: terhadap pelanggaran yang

mengakibatkan Iuka berat, sakit berat, cacat tetap atau kematian diberlaknkan

ketentuan pidana yang berlaku. Dalan1 hnkum Islam, masalah ini tidak ada

penjelasan yang konkrit. Namun hukun1 Islam adalah hukum yang selalu bisa

mengikuti perkembangan zaman dan tidak akan pemah termakan usia. Dalam

hal ini pelaku pemalsuan obat dan makanan dapat dikenakan hnkuman ta'zir

yang dalam ha! ini adalah wewenang pengnasa (pem<irintah) sepenuhnya.

3. Solusi yang dapat dilakukan untuk meminimalisir praktek pemalsuan ini


banyak sekali. Solusi itu dapat berupa pengnatan dengan cara menerapkan

Undang-Undang yang telah ada ditambah kerjasama antara pemerintah dan

rakyatnya dalam menangani masalah pemalsuan obat dan makanan. Selain

dari itu semua, hams adanya sosialisasi lewat media cetak maupun elektronik,
sehingga masyarakat memiliki kesadaran penuh dalam melakukan segala

tindakan-tindakannya, apalagi yang menyangkut masalah hukum. Serta

pendidikan kepada masyarakat dengan cara memberikan data-data yang

konkrit lewat berbagai media (cetak dan elektronik) pada masalah ini.

B. Saran-saran

Mengakhiri tulisan ini, penulis menyarankan hal-hal sebagai berikut:

1. Agar pemerintah segera menindas tegas terhadap para pelaku usaha yang

dalam memproduksi usahanya menggunakan zat kimia berbahaya.

2. Agar pemerintah, tenaga akademisi serta medis lebih memberikan pendidikan

kepada warga masyarakat, tentang ciri-ciri barang yang sudah terkontaminasi

oleh zat kimia berbahaya, terlebih kepada masyarakat kalangan bawah yang

sangat kurang dalam mendapatkan informasi serta mensosialisasikan akan

bahaya nya zat kimia.

3. Supaya pemerintah menghimbau kepada warga masyarakat agar mereka bisa

hidup bergaya sehat dan lebih bisa memilih obat serta makanan apa saja yang

lebih diperlukan.

4. Dalam masalah Undang-Undang mengenai hal ini, peme1intah hams

memperkuatnya dengan beberapa Undang-Undang lainnya seperti: Undang-

Undang Perlindungan Konsumen, tentang Kesehatan, dan masalah Pangan.

Semua itu harus dipadukan secara selaras dan seimbang, demi terwujudnya

keadilan dan keamanan yang merata disetiap kalangan. Penerapan Undang-

Undang-pun hams benar-benar diperhatikan, jangan hanya sekedar peraturan


tertulis yang tidak ada penerapan didalamnya. Jika seperti itu tidaldah ada

gunanya sebagus apapun peraturan tersebut tanpa adanya penerapan yang

benar dan akan menjadikan Undang-Undang tersebut sebagai soft

development.
DAFT.AR PUSTAKA

Al-Jumanatul Ali. Al-Qur'an dan Terjemahannya.


Adi, Rianto. Metodologi Penelitian Sosial dan Hukum. Jakarta: Granit, 2004, Ed.
Pertama, Februari.
Hakim, Rahmat. Drs., H., Hukum Pidana Islam (Fiqih Jinayah), Bandung:
Pustaka Setia, 2000, Cet. Ke-1.
Kansil, C.S.T., Prof, Drs, S.H dan Kansil, Christine S.T, S.H, M.H. Pokok-Pokok
Pengetahuan Hukum Dagang Indonesia. Jakarta: Sinar Grafika,
November 2004, Cet. Ke-2.
Rusyd, Ibnu. Bidayatul Mujtahid, Analisa Fikih Para lv!ujtahid 1 (terj), Ghazali
Imam, Said dan Zaidun Achmad. Jakarta: Pustaka Amani, 2002, Cet. Ke2.
_ _ _ _. Bidayatul Mujtahid, Analisa Fikih Para Mujtahid 3 (terj), Ghazali
Imam, Said dan Zaidun Achmad. Jakarta: Pustaka Amani, 2002, Cet. Ke2:
Moeljatno, Prof., S.H. Kitab Undang-Undang Hukuin Pidana. Jakarta:-PT. Bumi
Aksara, 2003, Cet. Ke-22.
_ _ _ _. Asas~Asas Hukum Pidana. Jakarta: Rineka Cipta, 2002, Cet.
Ke-7.
Mudjib, Abdul, Drs., H. Kaidah-Kaidah Ilmu Fiqh (Al-Qawa'idu Fiqhiyyah).
Jakarta: Kalam Mulia, 2001, Cet. Ke- 4.
Nazir, Moh, Ph. D. Metode Penelitian. Jakarta: Ghalia Indonesia, 2003, Cet. Ke-5
Prodjodikoro, Wi1jono, Prof., Dr. Tindak-Tindak Pidana Tertentu Di Indonesia.
Bandung: PT. Refika Aditama, Juni, 2003, Cet. Ke-1, Ed. Ke-3.
Santoso Ananda dan Hanif, A.R.AL. Kamus Lengkap Bahasa Indonesia.
Surabaya: Alumni.
Soekanto, Soerjono, Prof., Dr., S.H., M.A. Pokok-Pokok Sosiologi Hukum.
Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2006.
Soekanto, Soerjono, Prof., Dr., S.II., M.A. dan Mamudji Sri, S.H., MLL.
Penelitian Hukum Nonnatif Suatu Ti1ifauan Singkat. Jakarta: PT Raja
Grafindo Persada, 2001.
Suhendi, Hendi, Dr., H., M.si. Fiqh lvfuamalah. Jakarta: PT. Raja Grafmdo
Persada, 2005.
Sayyid Sabiq. Fikih Sunnah 12 (terj), Marzuki, Kamaluddin. A, H. Bandung: PT.
Alma' arif, Bandwig.
Syah, Ismail Muhammad, Prof., Dr., H., S.H. Filsafat Hukum Islam. Jakarta: PT.
Bumi Aksara, 1999, Cet. Ke-3.
Sembiring, Sentosa, Dr., S.H., M.H. Himpunan Undang-Undang Tentang
Perlindungan Konsumen Dan Peraturan Undang-Undang Yang Terkatt.
Bandung: Nuansa Aulia, 2006, Cet. Ke-1, 2006.
Subekti, Prof., R, S.H & Tjitrosudibio, R. Kitab Undang-Undang Hukum
Perdata. Jakarta: Pradnya Paramita, Cet. Ke-34 (<:disi revisi).
Soekanto, Soerjono. P:::ngantar Penelitian Hukum. Jakarta: ill Press, 1986, Cet.
Ke-3.
Subek'ti, Prof., R, S.H. Pokok-pokok Hukum Perdata. Jakarta: PT Intermasa,
2003, Cet. Ke-31.
Sudirman Abbas, Alunad., Dr, MA. Qawaid Fiqhiyyah, Dalam Perspektif Fiqh.
Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya dengan Anglo Media, 2004, Cet. Ke-1.
Syarifuddin, Amir., Prof, Dr, H. Ushul Fiqh 2. Jakarta: Logos Wacana Ilmu, Mei,
2001, Cet. Ke-2.
Waiuyadi, S.H. Hukum Pidana lndone,;ia. Jakarta: Djambatan, 2003.
Surat Kabar dan Website
Berita Ilulnun, Jual Bakso Babi Digelandang Ke l'N, Rabu 14 Maret 2007.
Harian Kompas. Jum'at, 29 November 2002.
Info BPOM. "l'enyalahgunaan formalin untuk pengawet Mie Basah, Tahu dan
Jkan ". Badan Pengawas Obat dan Makanan, Jakarta. 3 Januari 2006.
"Jangan Tergiur Harga Murah". Suara Pembaharuan Daily. Minggu, 28 Januari
2007.
Redaksi Amanah; redaksi@amanah.or.id.
LAMPIRAN-LAMPIRAN

)ID Pondoklffiliinff
.. .·.
, ·: .
· pages

Tahu yang bentuknya sangal bagus, kenyal, lidak mudah hancur, awet
beberapa hori dan tidak mudah busuk.
Mie basah yans a.wet beberapa hari dan Udak mudah basi dibanclingkan
dengan yang tidak mengandung formalin.
Ayam potong 1ang. berwarna putih bersih, awet dan tidak mudah busuk.
lkan basah yang warnanya putih bersih, kenyal, insangnya berwarna
merah tua bukan merah segar, awet sampai beberapa harl dan tidak
mudah busuk.
Formalin blasanya dlperdagangkan di pasaran dengan nama
berbeda·beda antara lain:
Formal
Morbicld
Methane!
Formic aldehyde
Methyl oxide
Oxymcthylene
Methylene aldehyde
Oxomelhane
Fonnoforrn
Formalith ·•
Karsan
Me"hylene glycol
. Parnforin
F'olyoxymethyl ene. glycols
Superlysoform · • '
retraoxymethylene_
Trioxane

Pembunul1 kuman sehingga dirnanfaatkan untuk pembersili: lantal, kapal,


!)udang, dan pakaian.
l'embasmi lalal dan berbagal serangga lain.
Bahan pada pembuatan sutra buatan, zat pewarna, cermin kac,:a, dan
b<.~hc:n pi;;:c,dak.
Dalam dunia fotografi b'1asanya digunakan untuk pengNas laplsan gelatin
dan kertas.
Bahan pcmbuatan pupuk dalam benluk urea.
Bahan untuk pembuatan produk parfum.
Bahan pcngawel produk kosmetika dan pengeras kc·ku.Pencegah korosl
unlvk su1nur min yak.
Uahan untuk insulasl buoa.
Bahan perekal unluk produk kayu lapls {plywood).
Cairan pembalsam (pengawet mayat).
Dalam konsantrasl yang sangat keel! (kurang dan 1%) dlgunakan sebagal
pengawet untuk berbagal barang konsumen sepertl pembarslh rumah tangga,
cairan pemcuci plring, pelembut, 1Jerawat sepatu, sampo mobll, lilin dan pemberslh
karpet.

Penggunean formalin yang salah adalah ha! yang sangat dlsesdlkan. Melalul
sejumlah survey dan pemerlksaan laboratonum, dltemukan sejurnlah produk pangan
yang monggunakan formalin sebagal pengowet. ·

Praktek yang salah sepertl in! dllakukan produsen atau 'perigelola pangan yang
lidak bertan9gung jawab. Beberapa cohtoh produk yang soring mengandung
formalin rnisalnya ikan segar, a yam potong, mle qasah dan tahu yang beredar di
pasaran. Yang perlu '
diingat, tidak semua produk pangan mengandung formalin.
Dazmpak formalin pada kesehatan manusia, dapat bersifat ;
Akut efek pad a keseha .an m"nusia langsung terlihat seperti iritasi, alergi,
kemerahan, mata berair, mual, ff\untah, rasa lerbakar, sal<it perut dan
rusing

I ~ronik: efek pad a ke&chalan manusia terlihat setelah terkena dalam


iallgka waklu yang !c..ma dan bcrulang: irilosi parah, mata berair, gangguan
pada pencernaan, ha~i. ginjal, pankreas, system sarar pusat, menstruasl
dan pacla hewan perc)baan dapat menyebabkan kanker sedangkan pada
manusia diduga bersifat kars\n)gen (menyebabkan kanker). Mengkonsumsl bahan
makanan yang mengandung formalin, efek samplngnya terlihat setelah jangka
panjang, karena terjadi akurrulasi formalin dalam tubuh. ···'"

·-
Pertolongan tergantung konsentrasi cair<1n dan gejala yang dialami korban :.

Sebelum ke rumah sakit: Jerikan arang atau karbon aktif (norit)


bila tersedia. Jangan me\81<.ukan rangs~ng muntah pada korban-
kCJrt:na akan 1ncnimbulkan risiko traum<i korosif pada saluran cernn
atas.

pi run1ah sakit: lakukan bilas lan1bung {gastric lavage), berikan


arang aklif (walaupun pemberian arang aklif akan mengganggu
penglihatan bila nantinya dilnku~an lindal<nn endoskopi). Untuk
mendiagnosis terjadinya trauma esofagus dan saluran cerna dapat.
dilakU'k'an Undakl'.ln endosko;:ii. l!ntuk meningkalkan elirninasl formalin
dari tubuh dapat dilakul.an hemodyalisis (lindakan cucl darah), \
indikasl tindakan cuci darah ,ini bila terjadi keadaan asidosis \I /~
metabo\ik berat pada korban. v
(sumber: S!KerNas)

Seperti telah dipaparkan di muka, bahwa terdapat sejumlah produk yang "ecara
sengaja ditambahkan formalin sebagai pengawet. Untuk memastikan apakah
sebuah produk pangan rnengandung formalin atau tidak memang dibutuhk3n uji
laboratorium. Kita sebaiknya berhati-hati bila menjumpai produk pangan yang .,,.,
men1punyai ci~i sebage;i
be.rikut

-1
FormDlln odnloh n;una d;ignng untuk .nt~mmrtll
larutan .formnldohld dalam nlr dengon 0 Oonluk fislk knku,
kndnr 30o/o-'10%•• Fonnnlln 111cru,1nknn
O IJll::1 lnrmuf111 ynn!J torknnduno b1111ynk
bahan bcrncun dnn burbahnya bagl nknn borbou menyongnl.
kcsehat8n manusla. Jlka kandu~
0 Jika dosls lormalln rondah hanya blsa
ngannya dulam tubuh tlnggl akan dldoloksl dongnn ujl lnboratorlum.
bercalcsl ~ecara klinla dcngan hoinplr
semua zat dl tlnlom sci, Fungsl stli
nkan tertekan don mat!, schlngga
menyebabknn kcrncunan pndn tubuh. Jnngkn pondek
Di pasaran, lonnalln d;1pnl dip'l1 :i!ch dnlnm 0 Monyobabkan lrllasl pada saturt1n petn11·
bcntuk ~~udnh diJJnccrfmn, yaitu do11gn l kildnr pasan, muntah·mun!ah, pusing, dnri rasa
formtJ/dehid-nyn 40, 30, 20 dan 10 pnrson torbokar pndo tonggorokan. ' · ''
sorta dttfnm bonluk tnblcl ynng boralnya
masing·mnsing sckilrir 5 grrim.
Padn bahnn panaun, torrnnlin scngajn
ditwrik<in agar h::bill nwcl d<in tidal; mutliJ/I
hancur.

l'l:iIT~unJll11!
9 Jnduslri leksli/,
e fndustrl pfastlk.
e Jr:dustr! kortas.
a lndvstrl cat.
~ 1<ons!ruksl.
@, Mongawolknn mayo!.

a UOlLEf\

. ,.. .•
PENINGKATAN JAMINAN HALAL
PADA PRODUK PANGAN BEREDAR

SUKIMAN SAID UMAR

L
DbREKTUR INSPE!<SI DAN SERTIF.IKASI PANGAN
BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN

);> Jaminan halal atas


produk pangan dalam
kemasan diberikan oleh
produsen pangan yang
bersangkutan.

> Logo halal adalah Claim


Process darl produsen
pangan bahwa produknya
telah diproses melalui
cara-cara yang benar
sesuai dengan syariah
!11!'.!m (Lawful)
,.;·
'fliWl.\Nrl-. ~--------

i

E~AL,ALAN TH'A YYIBAN'' I !

,'
I!
Suatu pernyataan yang terintegrasi tidak
boleh dipisah-pisahkan.

Produk HALAL juga harus .Thavyib, yaitu


layak dan aman untuk dikonsumsi

IHALArJ

- DAN

KAIDAH·KAIDAH
KAll1AH·KAIDAH AGAMA ISLAM.
GOOD MANUFACTURING PRACTICES
(GMP)

ISLAMIC COUNCIL FOOD REGULATORY AGENCY


(BADAN POM)
I
VOLUNTARY MANDATARY
~ .Jika akan mencantumkan ii Jika suatu produk pangan secara jelas
logo halal pada label mengandung babl, maka pernyataan
kemasan "Sertifikat Halal" mengandung babl harus dicantuml<an
harus dlperoleh setelah pada label kemasan.
dliakukan audit dan
perilbahasan dalam Komis!
Fatwa MUI.
1-----------~--1---~
illt . Logo halal hanya dapat
dicantumkan pada label Mongon ung Babl
kemasan setelah produsen
memenuh\ pernyataan ·
GMP dan memperoleh ijin:
dari Badan POM.

VOLUNTARY MANDATARY

PROD~';,~~NGAN ~[ I ERSUS PR~~~:;::.,~c:;r;..NBYA';,~"


BERLAB~~L =:::H;;;:A::;LA:=L==-1----.\ "-----l
1. Audit Halal di produsen pangan
(LP-POM MUI, Depag, Badan
POM)

t
2. Pembahasan laporan aud,t oleh
Komis! Fatwa MUI
3. Pemberian sertifikat Halal darl
MUI. .
4. Pemberian ljln pencantuman logo Dimonitor oleh Badan POM
halal darl Badan POM setelah pada saat produk pangan
prpdusen rnemenuhi syarat GMP. didaftarkan di Badan POM.
5. Badan POM berwenang ·
mengawasl produk berlogo halal Contoh :
apakah wdah bersertlfikat halal •Gelatin (Babi)
atau tidak.
"Gelatin (Sapi)
"·"-.·
' .
..

BAGAIMANA SEHARUSNY A
J' AMINAN HALAL PRODUK PANGAN
DIKENDALIKAN?
1. Produsen p·angan HARUS mempunyai komitm.en untuk
menjamin kehalalan produknya yang dituangkan dalam
Halal Assurance System.
2. Divisi QA (Quality Assurance) yang ada diproduse11
pangan HARUS punya Tim Halal yang berfungsi
menja'min kehalalan produknya.

.
3. Internal Halal Audit HARUS dilakukan secara rutin oleh
Tim QA Halal untuk menjamin kehalalan pmduknya.
External Halal Audit dilaku~9n untuk mengecek apakah

t Halal Assurance System sudah dilaksanakan dengan


lancar.

!
' ----------

PP No. 28/2004 tentang KEAMANAN,MUTU DAN GIZI PANGAN

Pasal 45:

Ayat (1 ) : Sadan POM berwenang melakukan pengawasan


keamaran, mutu dan gizi pangan yang beredar.

"
~
I PENGA WASAN OLEH BADAN POM .

() PENILAIAN PRODUK SEBELUM DIIZINKAN


BEREDAR
q PEMERIKSAAN SARANA PRODUKSI/DISTRIBUSI
o SAMPLING DAN PENGUJIAN LAB
~ PENYIDIKAN
o PUBLIC WARNING DAN PEMBERDAYAAN
MASYARAKAT
...

PE1\fILAIAN PRODUK

o- PENILAIAN PRODUK (SKIM REGISTRASI) DILAKUKJ•N


SEBELUM PRODUK DIIZINAAN BEREDAR (PRE MARKET
CONTROLj
°'.PENILAIAN TERHADAP MUTU, KEAMANAN DAN MANFAAT
PRODUK
0< PENILAIAN ME~CAKUP BAHAN BAKU, BAHAN PENOLONG,
PROSES PE'NGOLAHAN DAN PENANDAAN
<> DILAKLIAAN PENELUSURAN SUMBER BAHAN BAKU DAN
PENOLONG

.J,,.
PRODUK. PANGAN PERRA.TIAN fZHUSUS
'
o KHUSUS UNTUK PRODUK PANGAN OLAHAN YANG
MENGGUNAAAN GELATIN, EMULSIFIER, SORTENING DAN
STABILISER, MAAA PRODUSEN HARUS MELAMPIRKAN
DOKUMEN - DOKUMEN YANG MENYATAAAN ASAL BTB:
NABATI ATAU HEWANI
o BILA BTB BERASAL DARI HEWAN HARUS MENYEBl.fTAAN
ASAL HEWAN
o JIAA BERASAL DARI BABI HARUS MENCATUMAAN
LOGO/KETERANGAN "MENGANDUNG BAB!"
. UU NO. 23 TH. 1992 tentang KESEHATAN
(Pasal 21)

1. Pe.1gamanan makanan dan minuman diselenggarakan rntuk


melindungi masyarakat dari makanan dan mlnuman yang tidak
rnernenuhl ketentuan rnengenal standar dan atau persya;atan
kesehatan.

2. Setiap makanan dan mlnurnan yang dikemas wajib diberi


fanda atau label yang berisi :

a. Bahan yang dipakal;


b. Komposlsl netlap bahan;
c. Tanggal,bvlan dan tahuh kadaluwarsa;
d. Ketentuan lainnya (mlsalnya : kata atau tanda halal yang
menjamin bahwa makanan dan minuman yang dimaksucl
diproduksi dan diproses sesuai dengan persyaratan makanan
halal).
~~-~-~~~~~~~~~~~~~---

UU NO. 7 /1996 tentang p,1\NGAN


f
Pasal 30;
LABEL memuat s,~kurang-kurangnya keterangan
mengenal:
a. Nama Produk
b. Daftar-Bahan yang digunakan
c. Berat Bersih atau isl bersih
d. Nama da11 Alama! Perusahaan ( Produsan/lmportir
e. Keterangan tentang halal
f. Tanggal, bulan dan tahun kadaluarsa

Pasal 41 :
Produsen bertenggung-jawab alas keamanan pangan yang
dlprodukslnya
PRODUI( /SEDIAAN FARMA.SI

\\ll MESKI BELUM ADA PERATURAN PERUNDANG UNDANGAN


YANG MENGATUR ASPEK HALAL-DALAM PRODUK/SEDIAAN
FARMASI, SADAN POM TELAH DAN TERUS MENGAMBIL
LANGKAH - LANGKAH PREVENTIFTERlJTAMA MELALL!I
EVALUASI ZAT BERKHASIAT, BAHAN PENOLONG/ZAT
TAMBAHAN SEBELUM PRODUK DIIZINKAN BEREDAR
DI INDONESIA

•Obat, Obat Trad!slonal, Suplemen


Makanandan Pangan Yang Mengandung
Bahan Tertentuatau Mengandung Alkohol
Sefaln Harus Memenuhl Ketentuan PENANDAt,''JJllliQliQJ.
Peratura~'2erundang '-Undangan Yang
Berlaku t :arus Memenuhl Ketentuan
<>
I
Obat, Obat Tradlsional, Suplefnen
Tentang anandaan l Label
t-.1akanan Dan Pongc:_n Yang
Mengandun:;i Alkohol H.irus
-CL- Mencantumkan Kadar Alkohol
Tersebut Pada Komposisl
... OBAT, OT, SUPLEMEN MAKANAN Penandaan I Label
IBERSUMBER BAB! I
$> UtmJK PANGAN, MENCAN11JMKAN TUL!SAN ci. Kadar Alkohol Dloantumkan
DAN GAMBAR BAS! Dalam Persentase
MENGANDUNG RABI + GAMBAR BAB! VolumoNolume (VIV)

Tertua.1g Dalam Keputusan KepJla Sadan POM Rl No. HK.OO,C.5.23.0131


Tanggal 13 Januart 2003 tentang
PE.~CATUMAN ASAL BAHAN TERTENTU, KANDUNGAN ALKOHOL
DllN TANGGAL KADALUWARSA PADA PENANDAAN LABEL OBAT,
OB11T 1RADISIONAL, SUPLEMEN MAKANAN DAN PANGAN
UU NO. 8 /1999 tentang PERLINDUNGAN KONSUMEN

Pasal 4 huruf c:
Konsumen berh:ik atas lnformasl yang benar, jelas, dan jujur
mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa.

pasal e ayat (1l huruf h :


Pelaku usaha dilarang memproduksl dan/atau
memperdagangkan barang dan/atau jasa yang ticlak mengikuti
ketantuan berproduksl·secara halal sebagalmana pernyataan
halal yang dlcanturnkan dalam label.

PP No. 69/1999 tentang LABEL DAN !KLAN PANGAN


'

Ayat (1 ) : Setiap orang yang mernproduksi atau mernasukkan


pangan yang dikemas ke dalam wilayah Indonesia
untuk dlperdagangkan clan menyatakan bahwa halal
tersebut halal bagl urnal Islam, bertanggung Jawab
alas kebenaran pernyataan tersebut dan wnjib
encanturnkan keterangan atau tulisan llalal pada
label.
Ayal (2) : Perriyataan tentang Halal sebagalmana dirnaksud
dalarn ayat (1), merupalcan bagian yang tidak
terplsahkan dari label. ·
••

',.
PP No. 69/1999 tentang LABEL DAN IKLAN PANGAN

Pasal11;

Ayat (1 ) : Untuf, mendukung kebennran pernyataan Halal.


sebagaimana dimaksud pasal 10 ayat (1), setiap orang
yang memproduksi atau memasukkan pangan yang
dikemas ke da!am viilayah Indonesia untuk diperdagangkan
wajib memeriksakan terleblh dahulu pangan tersebut
kepada lemtiaga pemeriksa yang telah diakreditasl ,sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
Ayat (2): Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada aya! (1)
dilaksanakan berdasarkan pedoman dan tata cara yang
ditetapkan oleh Menteri Agama denga memperilatikan
pertlmbangan dan ·sararr lembaga keagainaan yang
memiliki kompetensi di bidang tersebut.

PIAGAM KERJASAMA
Departemen Kc::ehatan(Ditjen POM), Departemen
J)gama dan Majelis Ulama Indonesia
tentang
Pelaksanac,·n Pencantuman Label Halal pad:- Makanan

* Pangan yang telah dilakukan pemeriksaan dlnyatakan halal atns


dasar futwa dari Majelis Ulama Indonesia.

• Pelaksanaan pencantuman label halal dldasarkan alas hasil


pembahasan Departemen Kesehatan (Gltjen POM),
Departemen Agama dan Ma]ells Uiama Indonesia.

* Untuk meningkakan koordinasi dan kerjasama dalam


pelaksanaan tersebut dibentuk Tim Koordinasi yang beranggota
kan wakll-waf:il dari Departemen Kesehatan (Ditjen POM),
Departemen Agama dan Majelis Ulama Indonesia
DATA H.J!N PENCANTUMAN LABEL HALAL
TAHUN 2001·2005
- DIN PENCANTUMAN
-
TAHUN SARAN A PRO DUK
~·~. I
2001 170 ~343

2002 294 2566


2003 223 1744
2004
..229 2571
2005 s/d bulan 141 1610
September
-

DATA MONITORING PRODUK BERLABEL HALAL


TAH1'\JN 2001-2:005

TAHUN JUMLAH SAMPEL MS TMS


YG DIMONITOR
2001 109 62 47

200:! 94 20 74
2003 276 53 223

2004 290 9 281

2005 s/d 935 680 255


bu/an
September
Labeiisasi Haiar··--

Pemeriksaan Kelengkapan Data Pemohon


,___ untuk
melengkapi
'
I Lengk!p I Tidak Lengkap

1
fP~lak~a~a~~dit J
Ditolak
Hasil audit 3 ~omponen

Tidak memenuhi syarat


Tim evaluasi

Perbaiikan dan
Kelengkapan dokumen
Memenuhi syarat

J..
- Komisi Fat;,va MfJT Pemohon

t
Sertifikai Halal

BadanPOM

-
Labelisasi Halal

Anda mungkin juga menyukai