Anda di halaman 1dari 104

i

EKSTRAK DAUN JAMBU BIJI MUDA (Psidii folium) MENGHAMBAT

PERTUMBUHAN Streptococcus mutans SECARA IN VITRO

Fitria Intifada
NPM : 10.8.03.81.41.1.5.046

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI


UNIVERSITAS MAHASARASWATI DENPASAR
DENPASAR
2014
ii

EKSTRAK DAUN JAMBU BIJI MUDA (Psidii folium)MENGHAMBAT


PERTUMBUHAN Streptococcus mutans SECARA IN VITRO

Skripsi ini dibuat sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan


Gelar Sarjana Kedokteran Gigi pada Fakultas Kedokteran Gigi
Universitas Mahasaraswati Denpasar

Oleh :

Fitria Intifada
NPM : 10.8.03.81.41.1.5.046

Menyetujui
Dosen Pembimbing

Pembimbing I Pembimbing II

Nyoman Nurdeviyanti, drg., M. Biomed Dewa Made Wedagama, drg., Sp.KG


NPK : 826 495 204 NPK : 826 395 207

ii
iii

Tim penguji skripsi Sarjana Kedokteran Gigi Fakultas Kedokteran Gigi Universitas
Mahasaraswati Denpasar telah meneliti dan mengetahui cara pembuatan skripsi dengan
judul : “EKSTRAK DAUN JAMBU BIJI MUDA (Psidii folium)MENGHAMBAT
PERTUMBUHANStreptococcus mutans SECARA IN VITRO” yang telah
dipertanggungjawabkan oleh calon sarjana yang bersangkutan pada tanggal 14 Februari
2014.
Maka atas nama Tim penguji skripsi Sarjana Kedokteran Gigi Fakultas
Kedokteran Gigi Universitas Mahasaraswati Denpasar dapat mengesahkan.

Denpasar, 14 Februari 2014

Tim Penguji Skripsi


Fakultas Kedokteran Gigi
Universitas Mahasaraswati Denpasar

Ketua,

Nyoman Nurdeviyanti, drg., M.Biomed


NPK : 826 495 204

Anggota : Tanda Tangan:

1. Dewa Made Wedagama, drg., Sp.KG 1...........................


NPK. 826 395 207

2. Kadek Sugianitri, drg., M. Biomed 2..........................


NPK. 826 494 195

iii
iv

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, Allah SWT,

karena atas berkat dan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul

“EKSTRAK DAUN JAMBU BIJI MUDA(Psidii folium)MENGHAMBAT

PERTUMBUHAN Streptococcus mutansSECARA IN VITRO” tepat pada waktunya.

Skripsi ini disusun untuk memenuhi kewajiban penulis sebagai salah satu syarat

untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Gigi (SKG) pada Fakultas Kedokteran

Gigi Universitas Mahasaraswati Denpasar. Skripsi ini juga merupakan kesempatan

berharga untuk dapat menghasilkan sebuah karya ilmiah yang diharapkan penulis

sehingga bermanfaat di bidang kedokteran gigi.

Mengingat segala keterbatasan yang dimiliki penulis, maka penulis menyadari

bahwa penyusunan skripsi ini tidak mungkin berjalan lancar tanpa bimbingan serta

bantuan baik moril maupun materiil dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada

kesempatan ini penulis ingin menyampaikan rasa terima kasihyang sebesar - besarnya

kepada :

1. Yth. Nyoman Nurdeviyanti, drg., M. Biomed. selaku dosen pembimbing I sekaligus

dosen penguji, atas segala upaya dan bantuan Beliau yang telah banyak meluangkan

waktu untuk memberikan bimbingan, pengarahan, memberikan saran – saran dan

memberikan petunjuk yang sangat bermanfaat bagi penulis hingga penulisan skripsi

ini dapat terselesaikan dengan baik.

2. Yth. Dewa Made Wedagama, drg., Sp.KG. selaku dosen pembimbing IIsekaligus

dosen penguji yang senantiasa meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan

dan pengarahan yang sangat bermanfaat bagi penulis dalam menyelesaikan skripsi

ini.

iv
v

3. Yth. Kadek Sugianitri, drg., M.Biomed. selaku dosen penguji yang senantiasa

meluangkan waktu untuk memberikan pengarahan dan nasihat – nasihat yang

sangat bermanfaat bagi penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

4. Yth. P.A Mahendri Kusumawati, drg., M. Kes., FISID selaku Dekan Fakultas

Kedokteran Gigi Universitas Mahasaraswati Denpasar

5. Keluarga tercinta, Mama dan Abah atas dukungan, doa, perhatian serta dorongan

moral dan material yang diberikan selama penyusunan skripsi ini.

6. Bagus Surya Sapto Widagdo., SKG. atas dukungan dan perhatian yang diberikan

sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi tepat waktu.

7. A.A Sagung Istri Pradnyantari atas dukungan, perhatian serta bantuan yang

diberikan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi tepat waktu.

8. Kepada semua teman angkatan Cranter 2010 serta semua pihak yang tidak bisa

penulis sebutkan satu persatu yang telah memberikan dukungan dan bantuan.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini jauh dari sempurna, oleh karena

keterbatasan pengetahuan dan pengalaman penulis. Penulis mengharapkan saran dan

kritik yang bersifat membangun dan untuk menyempurnakan skripsi ini.

Harapan penulis semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak,

khususnya bagi mahasiswa Fakultas Kedokteran Gigi.

Denpasar, 14 Februari 2014

Penulis

v
vi

EKSTRAK DAUN JAMBU BIJI MUDA (Psidii Folium) MENGHAMBAT

PERTUMBUHAN Streptococcus mutans SECARA IN VITRO

ABSTRAK

Karies gigi merupakan masalah kesehatan yang mempunyai prevalensi cukup


tinggi, dan Streptococcus mutans dianggap sebagai agen penyebab utamanya. Bahan
yang terkandung dalam daun jambu biji muda (Psidii folium) yang berperan sebagai
antibakteri adalah senyawa tannin, saponin, eugenol, fenol dan triterpenoid, yang
mampu merusak membran sel dari Streptococcus mutans sebagai penyebab terjadinya
karies gigi. Tujuan penelitian ini adalah untuk menguji efek antibakteri ekstrak daun
jambu biji muda (Psidii folium) terhadap Streptococcus mutans secara In Vitro.
Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental dengan rancangan Post Test Design
Group. Metode yang digunakan dalam uji efek antibakteri adalah Metode Kirby-Bauer
atau metode difusi cakram (agar). Uji ini dibagi menjadi lima kelompok perlakuan dan
dua kelompok kontrol. Masing - masing kelompok perlakuan diberi ekstrak daun jambu
biji muda (Psidii folium) dengan konsentrasi 20%, 40%, 60%, 80% dan 100%, dan dua
kelompok kontrolnya yaitu kontrol negatif menggunakan etanol dan kontrol positif
menggunakan ChKM. Analisis data menggunakan uji ANOVA.Ekstrakdaun jambu biji
muda (Psidii folium) mampu menghambat pertumbuhan Streptococcus mutans secara In
Vitro adalah pada konsentrasi 80% (2,608) dan 100% (2,793). Kepekatan dan
kemampuan ekstrak dalam melisis dinding sel bakteri mempengaruhi efektivitas ekstrak
daun jambu biji muda (Psidii folium).

Kata kunci: ekstrak daun jambu biji muda (Psidii folium), Streptococcus mutans,
efek antibakteri.

vi
vii

YOUNG GUAVA SEEDS EXTRACT (Psidii folium) CAN INHIBIT THE


GROWTH OF Streptococcus mutants THROUGH IN VITRO

ABSTRACT

Tooth caries is a common health problem with such a high prevalence, where
Streptococcus mutants are considered to be the main causing agent. Substances within
the seeds of young guava (Psidii folium) which act as an antibacterial are tannin,
saponin, eugenol, fenil and triterphenoid. These substances are able to destruct cell
membrane of Streptococcus mutants. The aim of this study is to examine the
antibacterial effect of the young guava seeds extract (Psidii folium) against
Streptococcus mutants through In Vitro. This study is an experimental study with a
planning of Post Test Design Group. The method used in the testing of the antibacterial
effect is the Kirby-Baure method or the agar method. The testing would be divided into
5 groups of treated group and two controlled groups. Each of the treated group is given
the extract with concentrations of 20%,40%,60%,80%, and 100% and the two
controlled groups, firstly the negative controlled group is given ethanol and the positive
controlled group is given ChKM. The analizing of data is done by using ANOVA test.
The young guava seeds extract (Psidii folium) that are able to inhibit the growth of
Streptococcus mutants through In Vitro are within the concentrations of 80% (2.608)
and 100% (2.793). The density and ability of the extract to destruct the cell membrane
of bacteria would determine the effectivity of the young guava seeds extract (Psidii
folium).

Keywords: Young guava seeds extract (psidii folium), streptococcus mutants,


antibacterial effect.

vii
viii

DAFTAR ISI

Halaman

Halaman Judul .................................................................................................. i

Halaman Persetujuan Pembimbing................................................................... ii

Halaman Persetujuan Penguji dan Pengesahan Dekan..................................... iii

Kata Pengantar.................................................................................................. iv

Abstrak ............................................................................................................. vi

Daftar Isi ........................................................................................................... viii

Daftar Tabel...................................................................................................... xiii

Daftar Gambar .................................................................................................. xiv

Daftar Singkatan dan Lambang ........................................................................ xvi

BAB I PENDAHULUAN ................................................................................ 1

1.1 Latar Belakang.................................................................................... 1

1.2 Rumusan Masalah............................................................................... 4

1.3 Tujuan Penelitian ................................................................................ 4

1.3.1 Tujuan Umum............................................................................ 4

1.3.2 Tujuan Khusus........................................................................... 4

1.4 Manfaat Penelitian ............................................................................... 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ...................................................................... 6

2.1 Streptococcus mutans ......................................................................... 6

2.1.1 Morfologi Streptococcus mutans............................................... 6

2.1.2 Klasifikasi Streptococcus mutans.............................................. 8

viii
ix

2.1.3 Peranan Streptococcus mutans Dalam Pembentukan Karies .... 10

2.1.4 Mekanisme Pengurangan Streptococcus mutans ...................... 14

2.2 Jambu Biji (Psidium Guajava,Linn)................................................... 20

2.2.1 Morfologi Jambu Biji (Psidium Guajava,Linn) ........................ 21

2.2.2 Kandungan Kimia Daun Jambu Biji (Psidii folium) ................. 23

2.2.3 Manfaat Daun Jambu Biji (Psidii folium) ................................. 27

BAB III KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESIS............................ 31

3.1 Kerangka Konseptual......................................................................... 31

3.2 Hipotesis Penelitian ........................................................................... 32

BAB IV METODE PENELITIAN................................................................... 33

4.1 Rancangan Penelitian ......................................................................... 33

4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian.............................................................. 34

4.3 Penentuan Populasi dan Sampel ......................................................... 35

4.3.1 Populasi ..................................................................................... 35

4.3.2 Sampel ....................................................................................... 35

4.4 Variabel Penelitian ............................................................................. 36

4.4.1 Variabel Bebas .......................................................................... 36

4.4.2 Variabel Tergantung.................................................................. 36

4.4.3 Variabel Terkendali ................................................................... 36

4.5 Definisi Operasional Variabel ............................................................ 36

4.6 Instrumen Penelitian ........................................................................... 38

4.6.1 Alat yang Digunakan Dalam Pembuatan Ekstrak Daun

Jambu BijiMuda (Psidii folium) ................................................ 38

ix
x

4.6.2 Alat yang Digunakan Dalam Uji Fitokimia .............................. 39

4.6.3 Alat yang Digunakan Dalam Uji Daya Hambat Ekstrak Daun

Jambu Biji (Psidii folium) Terhadap Streptococcus mutans ..... 39

4.7 Bahan Penelitian ................................................................................. 40

4.7.1 Bahan yang Digunakan Dalam Pembuatan Ekstrak Daun Jambu

Biji Muda (Psidii folium) .......................................................... 40

4.7.2 Bahan yang Digunakan Dalam Uji Fitokimia ........................... 40

4.7.3 Bahan yang Digunakan Uji Daya Hambat Ekstrak Daun Jambu

Biji Muda (Psidii folium) Terhadap Streptococcus mutans ...... 41

4.8 Prosedur dan Alur Penelitian.............................................................. 42

4.8.1 Pembuatan Ekstrak Daun Jambu Biji Muda (Psidii folium) ..... 42

4.8.1.1 Persiapan Sampel .......................................................... 42

4.8.1.2 Penetapan Kadar Air Simplisia..................................... 43

4.8.1.3 Proses Ekstraksi Serbuk Daun Jambu Biji Muda ......... 44

4.8.1.4 Skrining Fitokimia Ekstrak Daun Jambu Biji Muda..... 44

4.8.1.4.1 Pembuatan Larutan Uji Skrining Fitokimia ... 44

4.8.1.4.2 Pemeriksaan Minyak Atsiri............................ 44

4.8.1.4.3 Pemeriksaan Flavonoid .................................. 45

4.8.1.4.4 Pemeriksaan Steroid dan Triterpenoid ........... 45

4.8.1.4.5 Pemeriksaan Saponin ..................................... 45

4.8.1.4.6 Pemeriksaan Alkaloid .................................... 46

4.8.1.4.7 Pemeriksaan Fenol ......................................... 46

4.8.1.4.8 Pemeriksaan Tannin ....................................... 46

4.8.1.4.9 Pemeriksaan Glikosida................................... 46

x
xi

4.8.2 Pengujian Efektivitas Ekstrak Daun Jambu Biji Muda (Psidii

folium) Terhadap Streptococcus mutans .................................. 47

4.8.2.1 Pembuatan Larutan Uji ................................................. 47

4.8.2.2 Pembuatan Media Pembiakan Streptococcus mutans... 47

4.8.2.3 Peremajaan Streptococcus mutans ................................ 48

4.8.2.4 Uji Aktivitas Antibakteri Secara In Vitro ..................... 48

4.8.2.5 Pengamatan dan Pengukuran ........................................ 49

4.9 Alur Penelitian.................................................................................... 49

4.10 Analisis Data ...................................................................................... 50

BAB V HASIL PENELITIAN ......................................................................... 52

5.1 Hasil Media Pembiakan Streptococcus mutans................................... 52

5.2 Hasil Peremajaan Streptococcus mutans ............................................. 53

5.3 Hasil Suspensi Streptococcus mutans ................................................. 53

5.4 Hasil Ekstrak Daun Jambu Biji Muda (Psidii folium)......................... 54

5.4.1 Pemeriksaan Minyak Atsiri (Eugenol) ...................................... 55

5.4.2 Pemeriksaan Flavonoid ............................................................. 55

5.4.3 Pemeriksaan Steroid dan Triterpenoid ...................................... 56

5.4.4 Pemeriksaan Saponin ................................................................ 57

5.4.5 Pemeriksaan Alkaloid................................................................ 57

5.4.6 Pemeriksaan Fenol .................................................................... 58

5.4.7 Pemeriksaan Tannin .................................................................. 59

5.4.8 Pemeriksaan Glikosida .............................................................. 59

5.5 Efektivitas Ekstrak Daun Jambu Biji Muda (Psidii folium) Terhadap

Streptococcus mutans ................................................................................. 60

xi
xii

BAB VI PEMBAHASAN ................................................................................ 64

BAB VII KESIMPULAN................................................................................. 71

7.1 Simpulan.............................................................................................. 71

7.2 Saran .................................................................................................... 71

DAFTAR PUSTAKA....................................................................................... 72

LAMPIRAN

xii
xiii

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 2.1 Kandungan Fitokimia Dalam Daun Jambu Biji ............................... 23

Tabel 2.2 Perbandingan Senyawa Fitokimia .................................................... 24

Tabel 2.3 Zona Hambat Ekstrak Daun Jambu Biji Muda................................. 26

Tabel 5.1 Uji Anova Pada Kelompok Kontrol dan Kelompok Perlakuan........ 61

Tabel 5.2 Uji Post Hoc (LSD) Ekstrak Daun Jambu Biji Muda ...................... 62

xiii
xiv

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 2.1 Morfologi Streptococcus mutans.................................................. 7

Gambar 2.2 Interaksi 4 Faktor Penyebab Karies .............................................. 10

Gambar 2.3 Pohon Jambu Biji.......................................................................... 22

Gambar 2.4 Daun dan Buah Jambu Biji ........................................................... 28

Gambar 3.1 Kerangka Konseptual.................................................................... 31

Gambar 4.1 Rancangan Penelitian.................................................................... 33

Gambar 4.2 Alat yang Digunakan Dalam Penelitian ....................................... 40

Gambar 4.3 Bahan yang Digunakan Dalam Uji Daya Hambat Ekstrak Daun

Jambu Biji Muda Terhadap Streptococcus mutans ....................... 42

Gambar 4.4 Bahan yang Digunakan Dalam Pembuatan Ekstrak ..................... 43

Gambar 4.5 Alat yang Digunakan Dalam Pembuatan Ekstrak ........................ 47

Gambar 4.6 Alat yang Digunakan Untuk Menginkubasi Bakteri .................... 49

Gambar 4.7 Alur Penelitian .............................................................................. 50

Gambar 5.1 Pembuatan Media Mueller-Hinton Agar ...................................... 52

Gambar 5.2 Peremajaan Isolat Streptococcus mutans...................................... 53

Gambar 5.3 Suspensi Sterptococcus mutans .................................................... 54

Gambar 5.4 Larutan Uji Daun Jambu Biji Muda (Psidii folium) ..................... 54

Gambar 5.5 Larutan Flavonoid......................................................................... 56

Gambar 5.6 Larutan Triterpenoid..................................................................... 56

Gambar 5.7 Larutan Saponin............................................................................ 57

Gambar 5.8 Larutan Alkaloid........................................................................... 58

Gambar 5.9 Larutan Fenol................................................................................ 58

xiv
xv

Gambar 5.10 Larutan Tannin ........................................................................... 59

Gambar 5.11 Larutan Glikosida ....................................................................... 59

Gambar 5.12 Hasil Pengamatan Uji Efektivitas Ekstrak Daun Jambu Biji Muda

(Psidii folium) Terhadap Streptococcus mutans......................... 61

xv
xvi

DAFTAR SINGKATAN DAN LAMBANG

α : alfa

ATCC : American Type Culture Collection

atm : atmosphere

ATP : Adenosine Triphosphate

bar : barometer
0
C : Celcius

cc : centimeter cubic

CFU : Colony Forming Units

ChKM : Chlorphenol kamfer menthol


cm : centimeter

CO2 : carbon dioxide

Cu : Cuprum

Cu2+ : atom cuprum

dkk : dan kawan - kawan

F : Fluorin

Fe : ferrum

FeCl3 : ferri clorite

FMIPA : Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

HCl : Hydrochlorida

H0 : Hipotesis nol

m : meter

McF : Mac-Farland

mg : miligram

MHB : Mueller-Hinton Blood

xvi
xvii

ml : mililiter

NaCl : Natrium chloride

NaF : Natrium fluorida

OH : Hydroxide

P : Psidium

Pb : timbal

pH : Potential of Hydrogen

ppm : part per milion

rpm : revolution per minute

sig. : signifikan

Sn2+ : atom sianida

SPSS : Statistical Product and Service Solution

UV : ultra violet

Zn2+ : atom zinc

Zn : Zinc

µg : Microgram

xvii
1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kesehatan gigi dan gusi sangat penting untuk diperhatikan. Gigi dan gusi yang

sehat selain akan terhindar dari kuman dan bakteri yang menimbulkan berbagai keluhan

sakit gigi, juga akan menjaga kesegaran aroma mulut dan menjadikan senyum terlihat

lebih menawan. Untuk menjaga kesehatan gigi dan gusi tidak cukup hanya dengan

menggosok gigi setiap hari atau memakai obat kumur saja, tetapi faktor makanan juga

memiliki peran yang cukup besar untuk menyehatkan gigi dan gusi. Setiap kali kita

memakan makanan yang mengandung gula atau mengandung zat tepung, bakteri pada

plak gigi akan membentuk asam dan menyebabkan pembusukan gigi. Oleh karena itu,

mengkonsumsi makanan yang sehat seperti sayuran dan buah - buahan merupakan cara

terbaik untuk menjaga kesehatan gigi dan gusi karena mampu melawan bakteri dalam

mulut, mampu menghilangkan plak, menguatkan email gigi, sekaligus memberikan

nafas yang segar.

Seiring perkembangan zaman, masalah kesehatan khususnya kesehatan gigi dan

mulut semakin lama makin meningkat. Hal ini disebabkan karena penyakit gigi dan

mulut dipengaruhi oleh berbagai faktor yang saling berinteraksi satu dengan lainnya

yakni faktor host (gigi), substrat, mikroorganisme dan waktu (Kidd & Sally, 1991).

Kesehatan gigi dan mulut telah mengalami peningkatan pada abad terakhir, meskipun

demikian prevalensi terjadinya karies gigi tetap merupakan masalah klinik yang

signifikan. Karies gigi merupakan masalah kesehatan yang sering dijumpai

dalam masyarakat dengan prevalensi yang cukup tinggi yaitu sebesar 90,05%

1
2

(Anonymous, 2007).

Streptococcus mutans merupakan bakteri penyebab karies yang ditemukan di

dalam rongga mulut manusia, merupakan penyebab utama terjadinya karies gigi

(Nugraha, 2008). Bakteri ini berkembang biak pada suhu 37 0C selama 48 jam dan

bersifat asidogenik yaitu dapat menghasilkan asam dan polisakarida yang dapat

melarutkan email gigi (Nugraha, 2008).

Pembentukan plak gigi dapat dikurangi untuk mencegah kerusakan gigi, dengan

cara menghambat kolonisasi, pertumbuhan dan metabolisme mikroba, menghambat

pematangan plak, dan modifikasi ekologi dan biokimia plak. Senyawa yang dapat

mengurangi bakteri pembentuk plak gigi antara lain chlorhexidine, cetylpyridinium

chloride, delmopinol, hexetidine, ion logam (Cu2+, Sn2+,Zn2+), sodium dodecyl sulfate,

triclosan, enzim (glukanase, amiloglukosidase), xylitol, fluor, ekstrak tanaman, dan

minyak esensial tanaman (minyak atsiri) (Elwood & Fejerskov, 2003).

Sampai saat ini tanaman obat tradisional telah banyak dimanfaatkan oleh

masyarakat Indonesia untuk menanggulangi beberapa penyakit. Manfaat penggunaan

obat tradisional tersebut secara luas telah dirasakan oleh masyarakat. Hal ini terlihat

dengan semakin meningkatnya penggunaan dan produksi obat dari industri - industri

obat tradisional. Seiring dengan slogan “back to nature”, penggunaan obat tradisional

menjadi alternatif pengobatan di samping obat modern. Saat ini upaya pemanfaatan

tanaman sebagai sumber utama obat menjadi pilihan peneliti obat di Indonesia

(Nugroho, 2012).

Penelitian tanaman – tanaman tradisional telah banyak dilakukan oleh para

ilmuwan, yang memiliki manfaat bagi manusia salah satunya adalah jambu biji. Jambu

biji merupakan salah satu buah yang memiliki berbagai macam manfaat yang berguna
3

bagi kesehatan. Buah jambu biji mengandung vitamin C dan beberapa jenis mineral

sebagai penangkal berbagai jenis penyakit, serta berperan dalam menjaga kebugaran

tubuh. Daun dan kulit batangnya mengandung zat antibakteri yang dapat

menyembuhkan beberapa jenis penyakit. Selama ini penelitian yang dilakukan pada

daun jambu biji umumnya berkaitan dengan khasiatnya sebagai antidiare sedangkan

belum diketahui khasiat daun jambu biji sebagai antiinflamasi, antimutagenik,

antimikroba dan analgesik (Santos, 1997).

Beberapa senyawa kimia yang terkandung dalam daun jambu biji adalah

senyawa polifenol, karoten, flavonoid dan tannin (Popenoe, 1974), kandungan tersebut

berperan sebagai antioksidan yang berkaitan erat dalam pengobatan berbagai penyakit.

Daun jambu biji juga mengandung senyawa aktif lain seperti triterpenoid, saponin, dan

eugenol (Winarno, 1998) yang mempunyai efek antibakteri dengan cara merusak

struktur membran sel (Adi, 2012).

Penelitian tentang daun jambu biji sebagai antibakteri khususnya terhadap

Streptococcus mutans masih dirasakan kurang pemanfaatannya oleh peneliti lain,

sehingga diperlukan penelitian lebih lanjut. Disamping itu, ketersediaan daun jambu biji

yang melimpah dapat menunjang jalannya penelitian ini.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut maka permasalahannya adalah

sebagai berikut:

1. Apakah ekstrak daun jambu biji muda (Psidii folium) dapat menghambat

pertumbuhan Streptococcus mutans?


4

2. Pada konsentrasi berapakah ekstrak daun jambu biji muda (Psidii folium)

dapat menimbulkan zona hambat?

1.3 Tujuan

1.3.1 Tujuan Umum

Untuk mengetahui efektivitas ekstrak daun jambu biji muda (Psidii folium)

dalam menghambat pertumbuhan Streptococcus mutans.

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Untuk mengetahui apakah ekstrak daun jambu biji muda (Psidii folium)

dapat berperan sebagai antibakteri terhadap Streptococcus mutans.

2. Untuk dapat mengetahui pada konsentrasi berapakah ekstrak daun jambu

biji muda (Psidii folium) mampu menghambat Streptococcus mutans

secara In Vitro.

1.4 Manfaat Penelitian

1. Dapat dimanfaatkan oleh masyarakat sebagai salah satu alternatif

yang digunakan untuk mencegah karies gigi.

2. Mengoptimalkan manfaat sumber daya alam, khususnya daun

jambu biji muda untuk menjaga kesehatan masyarakat pada

umumnya, kesehatan gigi dan mulut, khususnya sebagai pencegah

terjadinya karies gigi.

3. Sebagai dasar penelitian lebih lanjut mengenai pemakaian ekstrak daun

jambu biji muda (Psidii folium) dalam dunia kedokteran gigi.


5

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Streptococcus mutans

Streptococcusmutans merupakan flora normal di dalam rongga mulut (Loesche,

1996). Organisme ini pertama kali diisolasi oleh Clarke pada tahun 1924 (Mc Ghee &

Michalek, 2000). Bakteri ini dapat berubah menjadi patogen bila populasinya

meningkat, sehingga kontrol terhadap pertumbuhannya sangat penting sebagai pencegah

karies (Naini, 2006).

Streptococcus mutans dapat hidup hanya di dalam mulut bila terdapat

permukaan padat seperti gigi atau gigi tiruan. Bakteri ini tidak ditemukan pada bayi

yang tidak bergigi dan baru dapat dideteksi setelah gigi mulai tumbuh. Pada orang tua

yang sudah tidak bergigi lagi, bakteri ini akan menghilang dan akan tampak lagi setelah

memakai gigi tiruan (Yunilawati, 2002).

2.1.1 Morfologi Streptococcus mutans

Sel Streptococcus mutans berbentuk bulat dan oval, serta merupakan bakteri

kokus gram positif. Koloni Streptococcus mutans menunjukkan gambaran yang

berpasangan atau membentuk rantai, tidak bergerak, dan tidak membentuk spora.

Metabolisme bakteri ini bersifat anaerob. Jika bakteri ini ditanam dalam media yang

solid, maka bakteri ini akan berbentuk kasar, runcing, dan berkoloni mukoid. Dalam

proses tumbuh kembangnya akan membentuk CO2 jika dilakukan inkubasi pada suhu 37
0
C selama 48 jam (Samaranayake, 2002).

Dalam rongga mulut, Streptococcus mutans umumnya hidup pada permukaan

yang keras dan solid. Permukaan - permukaan tersebut antara lain adalah permukaan

5
6

gigi, gigi tiruan ataupun alat ortodonti cekat. Habitat utama Streptococcus mutans

adalah permukaan gigi, namun mereka tidak dapat tumbuh secara bersamaan pada

seluruh permukaan gigi, melainkan hanya tumbuh pada permukaan gigi tertentu saja.

Biasanya bakteri ini banyak ditemukan pada daerah pit, fissure, permukaan oklusal gigi,

permukaan proksimal gigi, margin gusi, dan pada karies gigi. Jumlah populasi

Streptococcus mutans dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain diet sukrosa, topikal

aplikasi fluor, penggunaan antibiotik, obat kumur yang mengandung antiseptik, dan

keadaan oral hygiene seseorang (Samaranayake, 2002).

Gambar 2.1Streptococcus mutans (Todar, 2013).

Streptococcus mutans merupakan bakteri gram positif, bersifat katalase negatif

(pembeda antara Streptococcus dengan Staphylococcus), oksidase negatif, dan

umumnya termasuk dalam kelompok Streptococcus α-hemolitik.Streptococcus mutans

dapat bersifat komensal maupun parasit bagi manusia, hewan, dan tumbuhan saprofit.

Streptococcus mutans memerlukan nutrisi yang kompleks untuk pertumbuhannya,

sehingga diperlukan darah atau serum pada media pertumbuhannya (Roeslan, 2011).
7

Streptococcus mutans tumbuh pada suhu 18 – 40 0C dalam suasana fakultatif

anaerob, sehingga bakteri ini dapat tumbuh dengan atau tanpa oksigen yang merupakan

penyebab terjadinya fermentasi fruktosa menjadi asam laktat yang mampu merusak gigi

dan menyebabkan karies (Roeslan, 2011).

Streptococcus mutans memiliki dinding sel, membran plasma, mesosom, dan

nukleoid. Dinding selnya tebal, tahan terhadap gentian violet, tersusun dari

peptidoglikan (murein) dan teichoic acids yang mampu mencegah terjadinya lisis

dinding sel bakteri serta dapat mempertahankan bentuk sel. Streptococcus mutans

memiliki kapsul yang tersusun dari polisakarida dan dextran glukosa (Roeslan, 2011).

2.1.2 Klasifikasi Streptococcus mutans

Streptococcus mutans pertama kali diisolasi dari plak gigi oleh Clark pada tahun

1924. Klasifikasi bakteri tersebut sebagai berikut:

Kingdom : Monera

Divisio : Firmicutes

Class : Bacilli

Ordo : Lactobacillales

Family : Streptococcaceae

Genus : Streptococcus

Species : Streptococcus mutans (Anonim, 2012).

Streptococcus mutans bersifat asidogenik yang mampu menghasilkan asam dari

makanan yang mengandung karbohidrat, dan bersifat asidurik karena mampu bertahan

dan berkembang biak dalam suasana asam hingga pH 4,5. Asam yang paling banyak

dihasilkan adalah asam laktat, asam piruvat, asam asetat, asam propionat, dan asam

formiat (Houwink, 1993).


8

Beberapa faktor virulensi Streptococcus mutans yang menjadi pembeda dari

bakteri Streptococcus oral lainnya adalah:

1. Streptococcus mutans mampu mensintesis glukan yang pekat dan lengket

dari sukrosa.

2. Streptococcus mutans lebih toleran terhadap suasana asam dalam rongga

mulut (asidurik).

3. Streptococcus mutans lebih cepat memproduksi asam laktat (Anonim,

2012).

Streptococcus mutans menghasilkan dua enzim yaitu glukosiltransferase dan

fruktosiltransferase. Enzim tersebut bersifat spesifik untuk substrat sukrosa yang

digunakan untuk sintesa glukan dan fruktan. Pada metabolisme karbohidrat, enzim

glukosiltransferase menggunakan sukrosa untuk mensintesis molekul glukosa dengan

berat molekul tinggi (glukan), yang terdiri dari ikatan glukosa α(1 - 6) dan α(1 - 3).

Ikatan glukosa α(1 - 3) bersifat sangat pekat seperti lumpur, lengket, dan tidak larut

dalam air. Kelarutan ikatan glukosa α(1 - 3) dalam air berpengaruh terhadap

pembentukan koloni Streptococcus mutans pada permukaan gigi. Ikatan glukosa α(1 -

3) berfungsi pada perlekatan dan peningkatan koloni dalam kaitannya pada

pembentukan plak dan terjadinya karies gigi (Roeslan, 2011).

2.1.3 Peranan Streptococcus mutans dalam pembentukan karies

Karies merupakan penyakit jaringan gigi ditandai dengan kerusakan jaringan

yang dimulai dari daerah keras gigi (pit, fissure, daerah interproksimal) dan meluas ke

daerah pulpa (Houwink, 1993).

Berbagai faktor sebagai penyebab karies diantaranya adalah makanan (substrat),

mikroorganisme, host (morfologi gigi) dan waktu. Beberapa jenis makanan karbohidrat
9

seperti sukrosa dan glukosa, dapat difermentasi oleh bakteri tertentu dan membentuk

asam sehingga terjadi penurunan pH plak <5 dalam waktu 1 - 3 menit. Penurunan pH

yang berulang dalam waktu tertentu mengakibatkan demineralisasi permukaan gigi

yang rentan, dan proses karies dimulai. Proses demineralisasi tersebut terjadi pada

bagian anorganik gigi yang diikuti dengan kerusakan bagian organiknya (Kidd & Sally,

1991).

Paduan keempat faktor penyebab karies digambarkan sebagai empat lingkaran

yang saling berkaitan seperti gambar berikut:

Gambar 2.2 Interaksi 4 Faktor Penyebab Karies (Edwina A.M. Kidd, 1992).

Perkembangan karies membutuhkan:

1. Bakteri kariogenik yang mampu memproduksi asam dengan cepat

dibawah pH kritis yang dibutuhkan untuk melarutkan email,


10

2. Gula yang terkandung dalam makanan yang memudahkan bakteri

berkolonisasi dan difermentasi menjadi asam. Proses ini dapat terganggu

dengan adanya respon imun yang baik (Lehner, 1995).

Streptococcus mutans adalah jenis bakteri yang paling kariogenik diantara

semua jenis bakteri Streptococcus di dalam mulut. Streptococcus mutanssebenarnya

merupakan flora normal rongga mulut, tetapi bila berada dalam lingkungan

menguntungkan dan terjadi peningkatan populasi dapat berubah menjadi patogen. Jika

prosentase Streptococcus mutans pada plak gigi mencapai 2 - 10%, maka resiko

terjadinya karies lebih tinggi. Apabila prosentaseStreptococcus mutans pada plak gigi

dapat diturunkan hingga 0,1%, resiko karies menjadi lebih rendah (Anonim, 2012).

Streptococcus mutans adalah penyebab utama karies pada mahkota gigi karena

mampu menempel pada email, menghasilkan asam dan dapat hidup di lingkungan asam,

berkembang pada lingkungan yang kaya sukrosa dan menghasilkan bakteriosin, dan

merupakan substansi yang dapat membunuh organisme kompetitornya seperti

Streptococcus sanguinis (Loesche, 1987).

Beberapa bukti pendukung Streptococcus mutans penyebab terjadinya karies

adalah:

1. Adanya hubungan yang signifikan antara jumlah Streptococcus mutans

dalam saliva dan plak gigi dengan insidensi dan prevalensi terjadinya

karies.

2. Jumlah Streptococcus mutans dengan progresifitas karies yang

berbanding lurus.

3. Penelitian terhadap hewan yang diinfeksi dengan Streptococcus mutans

menunjukkan adanya peningkatan insidensi karies.


11

4. Penelitian terhadap hewan yang terinfeksi Streptococcus mutansdan

kemudian diimunisasi menunjukkan adanya penurunan insidensi karies.

5. Streptococcus mutans menghasilkan polisakarida ekstraseluler yang

merupakan komponen penyebab terbentuknya plak.

6. Streptococcus mutans memetabolisme sukrosa dengan cepat sehingga

dihasilkan asam organik yang menyebabkan demineralisasi enamel gigi

(produksi asam terjadi  5 menit setelah kita mengkonsumsi gula)

(Anonim, 2012).

Pada tahun 1980, Miller melaporkan teori khemoparasitik karies gigi yang

disebut sebagai hipotesis plak non-spesifik yang menggambarkan proses dekalsifikasi

enamel sampai terjadinya karies gigi sebagai dampak dari akumulasi asam yang

diproduksi oleh bakteri plak gigi. Bakteri utama penghasil asam adalah Streptococcus

mutans yang terdapat di dalam plak gigi. Bakteri ini memiliki kemampuan yang lebih

cepat dalam memetabolisme sukrosa menjadi asam bila dibandingkan dengan bakteri

lainnya (Loesche, 1987).

Kemampuan Streptococcus mutans melekat pada permukaan gigi dan

membentuk plak merupakan salah satu faktor virulensi yang dimilikinya. Sejak erupsi,

elemen gigi - geligi langsung berhubungan dengan ludah. Pada gigi yang telah

dibersihkan, dalam beberapa menit akan melekat protein ludah pada emailgigi yang

disebut Acquired Enamel Pellicle (AEP) (Amerongen, 1991). Pembentukan plak gigi

oleh Streptococcus mutans diawali dengan terjadinya perlekatan molekul adhesin

bakteri dengan glikoprotein pada AEP, seperti protein lektin yang dapat menutupi

permukaan gigi. Protein adhesin pada Streptococcus mutans berperan dalam inisiasi

pembentukan plak gigi adalah antigen I/II, Glucan Binding Protein B (GbpB), dan
12

Glucan Binding Protein C (GbpC). Protein antigen tersebut bersifat mengikat asam dan

musin, seperti glikoprotein pada saliva yang dihasilkan oleh kelenjar sub mandibularis.

Perlekatan Streptococcus mutans pada email gigi diikuti dengan proses kolonisasi.

Peningkatan kolonisasi bakteri disebabkan oleh agregasi kuman melalui tiga dasar

interaksi sel yaitu perlekatan bakteri pada permukaan gigi, perlekatan homotipik antar

sel yang sama, dan perlekatan heterotipik antar sel yang berbeda. Selanjutnya

Streptococcus mutans yang terdapat pada plak akan memetabolisme sisa makanan yang

bersifat kariogenik, terutama yang berasal dari karbohidrat yang dapat difermentasi

seperti glukosa, sukrosa, fruktosa, dan maltosa. Gula mempunyai molekul yang kecil

dan berat yang rendah, sehingga mudah meresap dan dimetabolisme oleh bakteri. Hasil

metabolisme bakteri yaitu menghasilkan asam dan polisakarida ekstraseluler dan

intraseluler, alkohol serta CO2 (Gani, 2006).

Asam yang terbentuk dari hasil metabolisme menyebabkan demineralisasi

struktur gigi karena plak gigi dapat menghambat difusi asam ke dalam saliva, akibatnya

terjadi lokalisasi produk asam dengan konsentrasi tinggi pada permukaan email serta

mengakibatkan penurunan pH plak pada permukaan email. Asam melepaskan ion

hidrogen yang akan bereaksi dengan kristal apatit, sehingga kristal apatit menjadi tidak

stabil. Dari reaksi tersebut akan terbentuk air dan fosfat yang larut dan pada akhirnya

akan menghancurkan membran email (Gani, 2006).

Dengan hancurnya membran email, asam yang terbentuk mampu berpenetrasi

lebih dalam dan melarutkan kristal apatit pada lapisan terdalam. Dekalsifikasi awal

terjadi di subsurface dan mungkin terjadi selama 1 - 2 tahun sebelum menjadi kavitas.

Setelah terjadi kavitas email, dentin yang mendasari juga sudah terpengaruh oleh

destruksi tersebut. Hal ini disebabkan adanya kavitas pada email yang menjadi celah
13

bagi sisa makanan dan bakteri membuat kavitas tersebut menjadi semakin besar

sehingga terjadi dekalsifikasi dentin lebih lanjut (Gani, 2006).

2.1.4 Mekanisme pengurangan Streptococcus mutans

Mengurangi karies di dalam rongga mulut berbanding lurus dengan mengurangi

bakteri penyebab karies yaitu Streptococcus mutans. Banyak yang bisa dilakukan untuk

mengurangi karies. Mengetahui penyebabnya merupakan hal penting agar mengerti

tindakan pencegahannya. Jika kekuatan penghancur karies melebihi kekuatan reparatif

saliva, karies akan terus berlanjut, sebaliknya jika kekuatan reparatifnya mengalahkan

kekuatan perusaknya, karies akan berhenti atau bahkan membaik tergantung pada

stadium apa terjadi. Penegakan diagnosis dini sangatlah penting, agar pengerusakan

tidak berlanjut terlalu jauh.

Dasar – dasar pencegahan karies adalah modifikasi satu atau lebih dari 3 faktor

utama penyebab karies yaitu plak, substrat karbohidrat, dan kerentanan gigi. Karies

membutuhkan waktu bulanan sampai tahunan untuk menghancurkan gigi, maka pasien

sendiri yang bisa mengendalikan faktor waktu terjadinya karies.

Ada beberapa cara yang bisa dilakukan dalam mencegah karies, yaitu :

1. Dental Health Education

Penyuluhan kesehatan gigi dan mulut adalah upaya yang dilakukan untuk

merubah perilaku seseorang, sekelompok orang atau masyarakat sehingga mempunyai

kebiasaan untuk berperilaku hidup sehat di bidang kesehatan gigi dan mulut.Penyuluhan

kesehatan gigi pada anak merupakan salah satu usaha menanamkan pengertian bahwa

kesehatan gigi tidak kalah penting dengan kesehatan tubuh secara umum. Penyuluhan

kesehatan gigi bertujuan untuk meningkatkan pemberdayaan perorangan dan

masyarakat guna tercapainya tingkat kesehatan gigi yang lebih baik di masa mendatang.
14

Penyuluhan kesehatan gigi ini tidak semata - mata menjadi tanggung jawab pemerintah,

melainkan semua pihak (Boedihardjo, 1985).

Penekanan konsep penyuluhan kesehatan lebih pada upaya mengubah perilaku

sasaran agar berperilaku sehat terutama pada aspek kognitif (pengetahuan dan

pemahaman sasaran), sehingga pengetahuan sasaran penyuluhan telah sesuai dengan

yang diharapkan oleh penyuluh kesehatan dan penyuluhan berikutnya akan dijalankan

sesuai dengan program yang telah direncanakan.Adapun tujuan dari penyuluhan

kesehatan gigi dan mulut adalah:

1. Meningkatkan pengetahuan kesehatan sasaran di bidang kesehatan gigi

dan mulut.

2. Membangkitkan kemauan, membimbing masyarakat dan individu untuk

meningkatkan dan melestarikan kebiasaan memelihara diri di dalam

bidang kesehatan gigi dan mulut.

3. Mampu memelihara kesehatan gigi dan mulut baik sendiri maupun

kesehatan keluarga.

4. Mampu menjalankan upaya pencegahan terjadinya penyakit gigi dan

mulut serta menjelaskan kepada keluarganya tentang pemeliharaan

kesehatan gigi dan mulut.

5. Mampu mengenal adanya kelainan dalam mulut sedini mungkin

kemudian mencari sarana pengobatan yang tepat dan benar (Damanik,

2002).

Terdapat beberapa jenis penyuluhan kesehatan gigi dan mulut namun yang

paling sering digunakan adalah penyuluhan kesehatan gigi dan mulut dengan metode

ceramah dan penyuluhan kesehatan gigi dan mulut dengan metode bermain.Penyuluhan
15

diharapkan dapat memberi manfaat yang berkesinambungan dengan sasaran perubahan

konsep sehat pada aspek pengetahuan, sikap dan perilaku individu maupun masyarakat

(Sondang, 2008).

2. Diet karbohidrat

Karies adalah penyakit yang bergantung pada gula, sehingga penurunan

frekuensi dan jumlah konsumsi gula diharapkan dapat mempengaruhi penurunan karies.

Semua karbohidrat bisa menyebabkan pembusukan gigi, tetapi yang paling jahat adalah

gula. Semua gula sederhana, termasuk gula meja (sukrosa), gula di dalam madu

(levulosa dan dekstrosa), buah - buahan (fruktosa) dan susu (laktosa) memiliki efek

yang sama terhadap gigi. Jika gula bergabung dengan plak, maka dalam waktu sekitar

20 menit, bakteri Streptococcus mutans di dalam plak akan menghasilkan asam. Jumlah

gula yang dimakan tidak masalah, yang memegang peran penting adalah lamanya gula

berada di dalam gigi. Orang yang cenderung mengalami karies harus mengurangi

makanan yang manis - manis. Berkumur - kumur setelah memakan makanan manis

akan menghilangkan gula, tetapi cara yang lebih efektif adalah dengan menggosok gigi.

Untuk menghindari terbentuknya karies, sebaiknya tidak meminum minuman dengan

pemanis buatan, minum teh atau kopi tanpa gula.

3. Flour

Tindakan pencegahan primer yang kini cukup populer adalah pemberian

suplemen fluor. Fluor dapat diberikan dalam bentuk air minum, cairan tetes, tablet, obat

kumur, dan pasta gigi. Di tempat praktek dokter flour diberikan dalam bentuk

larutan/gel yang diaplikasikan pada gigi disebut topikal fluoridasi. Suplemen fluor yang

masuk ke dalam tubuh seperti tablet disebut sistemik. Fluor berguna untuk benih gigi

yang akan tumbuh, sedangkan yang diaplikasikan pada gigi berguna pada saat itu juga.
16

Di beberapa negara, fluor diberikan pada air minum, sedangkan di Indonesia belum.

Pemberian fluor dalam air minum jumlahnya bervariasi antara 1 - 1,2 ppm. Selain

dapat mencegah karies, fluor juga mempunyai efek samping yang tidak baik yaitu

‘mottled enamel’. Pada mottled enamel permukaan gigi - geligi berbintik kecoklatan dan

bila fluor yang masuk dalam tubuh terlalu banyak dapat menyebabkan kerusakan gigi.

Konsentrasi optimum fluorida yang dianjurkan dalam air minum adalah 0,7 – 1,2 ppm.

Menurut penelitian Murray and Rugg-gun cit. Linanof bahwa fluoridasi air minum

dapat menurunkan karies 40 – 50% pada gigi susu (Ami Angela, 2005). Pemberian fluor

tablet dapat juga dilakukan dengan tablet yang dikombinasikan dengan vitamin lain

maupun dengan tablet tersendiri. Pemberian fluor tablet disarankan pada anak yang

berisiko karies tinggi dengan air minum yang tidak mempunyai konsentrasi fluor yang

optimal (2,2 mg NaF, yang akan menghasilkan fluor sebesar 1 mg per hari). Fluor tablet

dapat diberikan sejak bayi berumur 2 minggu hingga anak 16 tahun. Umur 2 minggu - 2

tahun diberikan dosis 0,2 mg, 2 - 3 tahun diberikan 0,5 mg, dan 3 - 16 tahun sebanyak 1

mg (Ami Angela, 2005).

4. Fissure sealant

Pit adalah titik terdalam pertemuan antar beberapa groove atau akhir dari

groove. Istilah pit sering berkaitan dengan fisura. Fisura adalah garis berupa celah yang

dalam pada permukaan gigi (Russel C.Wheeler, 1974). Macam pit dan fisura bervariasi

bentuk dan kedalamannya, dapat berupa tipe U (terbuka cukup lebar), tipe V (terbuka,

namun sempit), dan tipe I (bentuk seperti leher botol). Bentuk pit dan fisura bentuk U

cenderung dangkal dan lebar sehingga mudah dibersihkan dan lebih tahan karies.

Sedangkan bentuk pit dan fisura bentuk V atau I cenderung dalam, sempit dan berkelok

sehingga lebih rentan karies. Bentukan ini mengakibatkan penumpukan plak,


17

mikroorganisme dan debris. Istilah karies fisura menggambarkan adanya karies pada pit

dan fisura(Edwina A.M. Kidd, 1992:25). Awal pembentukan karies dimulai dari fisura,

yaitu bagian terdalam dan paling dasar dari permukaan gigi. Kemudian karies berlanjut

ke arah lateral dinding fisura dan lereng cusp. Upaya pencegahan terjadinya karies

permukaan gigi telah dilakukan melalui fluoridasi air minum, aplikasi topikal fluor

selama perkembangan enamel, dan program plak kontrol. Namun tindakan ini tidak

sepenuhnya efektif menurunkan insiden karies pada pit dan fisura dikarenakan adanya

sisi anatomi gigi yang sempit. Hal ini karena pit dan fisura merupakan daerah cekungan

yang dalam dan sempit. Fluor yang telah diberikan tidak cukup kuat untuk mencegah

karies. Upaya lain dalam pencegahan karies pit dan fisura telah dilakukan pada uji coba

klinis pada tahun 1965 melalui penggunaan sealant pada pit dan fisura. Tujuan sealant

pada pit dan fisura adalah agar sealant berpenetrasi dan menutup semua celah, pit dan

fisura pada permukaan oklusal baik gigi sulung maupun permanen. Area tersebut

diduga menjadi tempat awal terjadinya karies dan sulit dilakukan pembersihan secara

mekanis (R.J Andlaw, 1992).

5. Chlorhexidine

Cara pelaksanaan oral hygiene normal pada pasien yang mulutnya sangat kering,

akan menyakitkan sehingga hasilnya tidak akan baik. Pada kasus ekstrim seperti ini,

pengendalian plak secara kimia dengan obat kumur yang berisi Chlorhexidinegluconate

akan sangat bermanfaat. Chlorhexidinegluconate menghambat pembentukan plak pada

permukaan gigi. Streptococcus mutansmerupakan kuman yang sangat sensitif terhadap

obat kumur tersebut.


18

6. Sikat gigi

Kebersihan mulut yang baik mencakup gosok gigi setelah sarapan dan sebelum

tidur di malam hari serta membersihkan plak dengan benang gigi (flossing) setiap hari.

Hal ini sangat efektif dalam mencegah terjadinya pembusukan permukaan yang licin.

Menggosok gigi mencegah terbentuknya karies di pinggir gigi dan flossing dilakukan di

sela - sela gigi yang tidak dapat dicapai oleh sikat gigi. Menggosok gigi yang baik

memerlukan waktu selama 3 menit. Pada awalnya plak agak lunak diangkat dengan

sikat gigi yang berbulu halus dan benang gigi minimal setiap 24 jam. Jika plak sudah

mengeras maka akan sulit untuk membersihkannya.

7. Kunjungan ke dokter gigi

Memeriksakan gigi dan mulut ke dokter gigi adalah hal penting yang harus

dilakukan secara rutin untuk menjaga kesehatan gigi. Kunjungan teratur ke dokter gigi

dilakukan minimal 6 bulan sekali.

Aliran saliva juga tidak kalah pentingnya dalam mempengaruhi proses

penurunan karies. Aliran saliva dapat menurunkan akumulasi plak pada permukaan gigi

dan juga menaikkan tingkat pembersihan karbohidrat dari rongga mulut. Komponen

saliva seperti kalsium, fosfat, ion OH, dan F ke dalam plak dapat menurunkan kelarutan

email dan meningkatkan remineralisasi karies dini. Sistem bufer asam karbonat-

bikarbonat, serta kandungan amonia dan urea dalam saliva dapat menyangga dan

menetralkan penurunan pH yang terjadi saat bakteri plak sedang memetabolisme gula.

Beberapa komponen saliva yang termasuk ke dalam komponen non imunologi seperti

lysozyme, lactoperoxydase dan lactoferrin mempunyai daya antibakteri yang langsung

terhadap mikroflora sehingga derajat asidogeniknya berkurang.


19

2.2 Jambu Biji (Psidium Guajava,Linn)

Tanaman jambu biji (Psidium guajava L.) merupakan tanaman asli Amerika

tropis. Di Jawa umumnya ditanam pada ketinggian kurang dari 1.200 meter di atas

permukaan laut (Heyne, 1987). Bunga terdapat di ujung cabang (aksilar), daunnya oval

atau elips dengan pinggiran rata melingkar dan ujung meruncing, serta daging buah

berwarna putih kekuningan atau merah terang (Backer dan Van den Brink, 1963).

Buah jambu biji dengan daging buah berwarna putih diperkenalkan dan dijual ke

masyarakat oleh seorang pekebun dari Florida dengan nama P. Guinenseatau P.

guianense, sedangkan buah jambu biji dengan daging buah berwarna merah

diperkenalkan ke California dengan nama P. aromaticum. Kedua varietas tersebut

dimasukkan ke dalam satu golongan spesies yaitu P. guajava (Popenoe, 1974).

2.2.1 Morfologi Jambu Biji (Psidium Guajava,Linn)

Tanaman jambu biji merupakan spesies dari famili Myrtaceae. Jambu biji yang

berbentuk bulat (P. pomiferum L.) dan buah pir (P. pyriferum L.) dahulu dianggap

sebagai spesies terpisah, akan tetapi sekarang hal tersebut dianggap sebagai variasi saja

(Morton, 1987). Secara taksonomi jambu biji dapat diklasifikasikan sebagai berikut:

Kingdom : Plantae

Divisi : Spermatophyta

Subdivisi : Angiospermae

Kelas : Dicotyledonae

Ordo : Myrtales

Famili : Myrtaceae

Genus : Psidium

Spesies : Psidium guajava,Linn


20

Jambu biji merupakan tanaman semak atau perdu, tingginya dapat mencapai9 m

(Nakasone & Paull, 1999). Batang muda berbentuk segi empat (Popenoe, 1974),

berwarna hijau atau merah muda, dengan rambut berwarna ke abu – abuan. Batang tua

berbentuk bulat dan keras, kulit batang licin berwarnacoklat kemerahan dengan lapisan

tipis yang mudah terkelupas jika sudah mengering. Bila kulitnya dikupas akan terlihat

bagian dalam batang berwarna hijau dan berair.

Gambar 2.3 Pohon Jambu Biji (Yusrianasari, 2013).

Tanaman jambu biji memiliki kanopi yang pendek, percabangan bebas dari

bawah ke atas dan sering tumbuh tunas liar di dekat pangkal batang. Tunas tersebut

dapat digunakan sebagai bahan tanam atau bibit. Pertumbuhan tunas tanaman jambu biji

bersifat indeterminan, dan batang atau cabang jambu biji dapat tumbuh terus

memanjang yang kadang - kadang dapat menekan pertumbuhan tunas lateral

(Sujiprihati, 1985).
21

Daun jambu biji mengeluarkan aroma jika diremas, berwarna hijau, mempunyai

daun tunggal dan bertangkai pendek. Kedudukan daun bersilangan, letak daun

berhadapan dan daun bertulang menyirip. Bentuk daun bulat atau bulat telur dengan

pinggiran melingkar rata dan ujung meruncing. Menurut Morton (1987) ada korelasi

antara bentuk daun dengan bentuk buah jambu biji. Pohon jambu biji yang berdaun

kecil berbuah kecil (jambu kerikil), bentuk daun bulat berbuah bulat, bentuk daun

memanjang dan agak lancip ujungnya buahnya berbentuk buah pir.

2.2.2 Kandungan kimia daun jambu biji (Psidii folium)

Nakasone dan Paull (1999) menyatakan bahwa selain pada buahnya, ternyata

daun jambu biji memiliki senyawa fitokimia yang dapat bermanfaat sebagai obat. Dari

hasil screening secara kualitatif, didapatkan kandungan fitokimia dalam daun jambu biji

adalah:

Tabel 2.1 Fitokimiadariekstrak daunjambu biji muda.


Phytochemical
Phytochemical test Inference
consituent

Ferric chloride +++


Tannin Lead acetate +++
Formaldehide ++
Saponin Frothing +++
Molish’s test +++
Free reducing sugar +++
Carbohydrate
Combined reducing sugar +++
Barfoed’s test -
NaOH ++
Ferric chloride +++
Flavonoid
Lead acetate ++
Shinoda’s test ++
22

Dragendorff’s test -
Alkaloid Mayer -
Wagner -

Phlobatanin HCL -

Lieberman’s test +
Steroid Salkowski’s test +
Keller-Kiliani +++

Cardiac glycoside General test ++

Free anthraquinone -
Anthraquinone
Combined anthraquinone -
Key: + = low concentration; + + = moderate concentration; + + + = high
concentration; - = absent

Tabel 2.2 Perbandingan Senyawa Fitokimia.


Daun Jambu Biji Daun Jambu Biji
Analisis
Merah Putih
Alkaloid + +
Steroid ++ ++
Triterpenoid - -
Fenol Hidrokuinon + +
Flavonoid + +
Saponin + +
Tannin +++ +++

Pada beberapa penelitian yang dilakukan secara spesifik ditemukan kandungan

utama daun adalah zat samak dan tannin terutama daun yang masih muda. Selain itu

daun juga mengandung minyak atsiri dengan komponen penyusunnya yaitu α-pinene, β-

pinene, limonene, mentol, terpenyl asetat, isopropyl alcohol, longicyclene,


23

caryophyllene, β-bisabolene, oksida caryophyllene, β-copanene, farnesene, humulene,

selinene, cardinene dan curcumene (Gunawan, 2010).

Selain minyak atsiri, daun mengandung nerolidiol, β-sitosterol, ursolat,

krategolat, asam guayavolat, minyak lemak 6% dan avikularin. Lima konstituen

termasuk satu asam baru pentacyclic triterpenoid, asam guajanoat dan empat senyawa

β-sitosterol yang dikenal sebagai uvaol, asam oleanolat, dan asam ursolat telah diisolasi

dari daun jambu biji (Gunawan, 2010).

Secara empiris, daun jambu biji bersifat antibiotik dan telah dimanfaatkan untuk

antidiare. Beberapa penelitian membuktikan daun jambu biji memiliki beberapa

senyawa fitokimia yang dapat dimanfaatkan untuk mencegah dan mengobati suatu

penyakit. Daun jambu biji yang mengandung berbagai macam komponen fitokimia ini

dapat digunakan sebagai antioksidan, antidiare dan anti-DBD (Demam Berdarah

Dengue). Senyawa tannin, flavonoid, dan steroid pada daun jambu biji dapat digunakan

sebagai antioksidan. Tannin adalah semua komponen fenolat yang derajat

hidroksilasinya dan ukuran molekulnya cukup untuk membentuk suatu senyawa yang

kuat dengan protein dan polimer lainnya pada konsentrasi dan pH yang sesuai. Adanya

tannin dalam bahan makanan ikut menentukan cita rasa suatu bahan makanan (Morton,

1987).

Secara kimia terdapat dua jenis tannin utama yang tersebar tidak merata dalam

dunia tumbuhan yaitu tannin terkondensasi (jenis paku - pakuan dan gimnospermae,

serta tumbuhan berkayu) dan tannin terhidrolisiskan penyebarannya pada tumbuhan

berkeping dua.

Daun jambu biji memiliki aktifitas antioksidan yang cukup tinggi. Selain untuk

antioksidan, tannin juga dapat digunakan sebagai antidiare, karena ekstrak daun
24

memiliki aktivitas menghambat pertumbuhan bakteri gram positif dan gram

negatif seperti Escherichia coli, Salmonella typhi, Staphylococcus aureus,Proteus

mirabilis, Mycobacterium phlei dan Shigella dysenteria. Tannin bersifat sebagai

astringent yaitu melapisi mukosa usus besar, penyerap racun dan dapat menggumpalkan

protein. Dalam penelitian lain tannin mampu menghambat pertumbuhan Streptococcus

spp. Hal ini dibuktikan dengan adanya penghambatan ekstrak daun jambu biji dengan

beberapa tingkat konsentrasi, terhadap pertumbuhan beberapa bakteri patogen

(Nakasone & Paull, 1999).

Tabel 2.3 Zona hambat ektrak daun jambu biji.


Zone of inhibition (mm)
Concentration
Of ekstrac Staph. Strep. Klebsiella
Escherichia Salmonella
aureu fecali pneumonic
coli Typhi
s s se
-
100 (mg mL 1) R R R 7,0 9,0
200 (mg mL-1) R R R 8,0 10,0
-
400 (mg mL 1)
R R R 9,0 11,0
Oxytetracycline
10 (mg mL-1) 20 20 22 20,0 10,0
Key: R = Resistant

Selain tannin, senyawa flavonoid juga dapat digunakan sebagai antibakteri. Dari

penelitian yang berbeda, ditemukan empat senyawa antibakteri yang diisolasi dari

daun jambu yaitu morin-3-O-αlfa-L-liksopiranosida dan morin-3-O-alfa-L-

arabopiranosida, guaijavarin dan kuersetin (Gunawan, 2010).

Flavonoid merupakan kelompok senyawa fenol terbesar yang ditemukan di

alam. Senyawa - senyawa ini merupakan zat warna merah, ungu, dan biru, dan sebagian
25

zat berwarna kuning yang ditemukan pada tumbuh - tumbuhan. Kuersetin termasuk ke

dalam kelompok flavonol. Kuersetin melindungi tubuh dari beberapa jenis penyakit

degeneratif dengan cara mencegah terjadinya proses peroksidasi lemak. Kuersetin

memperlihatkan kemampuan mencegah proses oksidasi Low Density Lipoproteins

(LDL) dengan cara menangkap radikal bebas dan mengkhelat ion logam transisi

(Sujiprihati, 1985).

Ketika flavonol kuersetin beraksi dengan radikal bebas, kuersetin mendonorkan

protonnya dan menjadi senyawa radikal, tetapi elektron tidak berpasangan yang

dihasilkan didelokalisasi oleh resonansi, hal ini membuat senyawa kuersetin radikal

memiliki energi yang sangat rendah untuk menjadi radikal yang reaktif. Kebanyakan

flavonoid terikat pada gula dalam bentuk alamiah yaitu O-glikosida. Proses glikosilasi

dapat terjadi pada gugus hidroksil mana saja untuk menghasilkan gula. Bentuk glikosida

kuersetin yang paling umum ditemukan adalah kuersetin yang memiliki gugus glikosida

pada posisi 3 seperti kuersetin-3-O-β-glukosida (Sujiprihati 1985).

2.2.3 Manfaat daun jambu biji (Psidii folium)

Daun jambu biji sering dimanfaatkan sebagai obat. Daun jambu biji

mengandung tannin,eugenol (minyak atsiri), minyak lemak, damar, zat samak,

triterpenoid, dan asam apfel. Daun jambu biji banyak mengandung flavonoid,

khususnya kuercetin. Kuercetin merupakan flavonol yaitu golongan flavonoid nabati

yang ditemukan dalam buah, sayuran dan daun yang memiliki aktivitas antibakteri.

Senyawa polifenol yang terkandung pada daun jambu biji memiliki aktivitas sebagai

antioksidan (Al-zahira, 2013).


26

Gambar 2.4 Daun dan Buah Jambu Biji (Tanri, 2013).

Beberapa manfaat daun jambu biji digunakan untuk mengobati berbagai macam

penyakit, antara lain sariawan, sembelit, maag, masuk angin, kanker, menjaga

ketahanan tubuh, batuk dan flu. Ekstrak etanol daun jambu biji putih dan merah mampu

menghambat pertumbuhan bakteri penyebab diare (Escherichia coli, Shigella

dysenteriae, Shigella flexneri, dan Salmonella typhi) pada konsentrasi tertentu. Selain

obat diare, daun jambu biji yang mengandung senyawa tannin dan flavonoid juga

memiliki potensi sebagai obat demam berdarah (Zakaria, 1994).

Daun jambu biji berkhasiat sebagai obat antara lain untuk mengobati penyakit

gastroenteritis, muntah – muntah, luka – luka, penyakit kulit (ulcer), gusi bengkak, sakit

gigi, sakit tenggorokan, dan keputihan. Daun jambu biji dapat digunakan sebagai

antiseptik, antibakteri, analgesik, antispasmodik, antipiretik, dan antiinflamasi (Zakaria,

1994).

Beberapa manfaat daun jambu biji muda sebagai berikut:

1. Antibakteri: ekstrak daun jambu biji menunjukkan aktivitas antimikroba

secara In Vitro terhadap Escherichiacoli, Salmonellatyphi,

Staphylococcus aureus, Proteusmirabilis,dan Shigelladysenteria. Dalam

penelitian lain terbukti memiliki aktivitas antibakteri terhadap


27

Streptococcusspp. Daun banyak mengandung tannin, dan memiliki sifat

antiseptik. Kandungan antimikroba daun jambu biji pada organisme gram

positif dan gram negatif pada Sarcina lutea, Staphylococcus aureus dan

pada Mycobacteriumphlei.

2. Antiinflamasi : Teh daun jambu efektif digunakan sebagai obat infeksi

kulit. Studi menyebutkan, komponen ekstrak daun jambu biji memiliki

sifat antibakteri yang mencegah infeksi pada luka bedah, kulit dan infeksi

jaringan lunak. Daun jambu biji mampu mencegah jerawat dan dapat

digunakan untuk mencuci wajah. Teh daun jambu biji mencegah proses

pelepasan histamin yang merupakan senyawa penangkal reaksi alergi.

3. Teh daun jambu bermanfaat mengobati penyakit yang berhubungan

dengan mulut seperti sakit gigi, sakit tenggorokan, dan sakit pada gusi.

Teh yang terbuat dari daun jambu biji dapat mengobati luka pada dinding

mulut, sebagai cairan kumur, dan mengurangi ketidaknyamanan di dalam

mulut akibat sakit tenggorokan, radang dan mulut bengkak.

4. Daun jambu biji kaya antioksidan seperti vitamin C dan kuercetin yang

menangkal radikal bebas, meningkatkan sistem kekebalan tubuh,

sehingga membantu memperlambat proses penuaan dan mencegah

penyakit yang melemahkan seperti penyakit jantung, kanker, arthritis,

degenerasi makula, dan stroke.

5. Daun jambu juga merupakan bahan ramuan yang populer sebagai obat

diare. Diare disebabkan oleh racun yang dihasilkan oleh kuman pada

lapisan saluran usus. Daun jambu mampu mengatasi perut mual dan

mencegah kuman memproduksi racun penyebab diare, konsumsi teh


28

daun jambu juga menghambat aktivitas racun yang mungkin telah

diproduksi.

6. Ramuan daun jambu biji mencegah sukrosa dan maltosa diserap ke

dalam tubuh membantu menurunkan kadar gula darah dan menurunkan

berat badan. Mereka yang minum teh daun jambu biji selama 12 minggu

memiliki kadar gula darah yang lebih rendah, tanpa meningkatkan

produksi insulin.

7. Teh daun jambu biji efektif menurunkan kadar glukosa darah dan

menghambat enzim alpha-glucosidase. Penghambatan enzim ini

bermanfaat mengurangi kadar glukosa dalam darah, penting dalam

pencegahan diabetes tipe 2 (Zakaria, 1994).


29

BAB III

KERANGKA KONSEPTUAL DAN

HIPOTESIS PENELITIAN

3.1 Kerangka Konseptual

Ekstrak Daun Jambu Biji Muda

Konsentrasi 20%, 40%, 60%, 80% dan 100%

Internal:
Ekstrenal:
 Daun Jambu Biji Muda
 Sterilisasi
 Jenis Jambu
 Alat & bahan
 Geografis
 Waktu pertumbuhan
 Demografis
 Suhu
 Kelembapan
 Cara perhitungan zona

Pertumbuhan Koloni
Streptococcus mutans Terhambat

Gambar 3.1 Kerangka Konseptual

29
30

3.2 Hipotesis Penelitian

Berdasarkan kerangka konsep dan teori di atas dapat dirumuskan suatu hipotesis

bahwa:

1. Ekstrak daun jambu biji muda (Psidii folium) dapat menghambat

pertumbuhan Streptococcus mutans secara In Vitro sehingga dapat

mencegah terjadinya karies.

2. Ekstrak daun jambu biji muda (Psidii folium) dengan konsentrasi tertentu

dapat menimbulkan zona hambat sehingga dapat mencegah terjadinya

karies.
31

BAB IV

METODOLOGI PENELITIAN

4.1 Rancangan Penelitian

Penelitian ini bersifat eksperimental laboratoris (In Vitro), dengan rancangan

penelitian Post Test Design Group. Rancangan penelitian sebagai berikut:

K0 O0
K1 O1

K2 O2

R RA
K3 O3
P S
K4 O4

K5 O5

K6 O6

Gambar 4.1 Rancangan Penelitian

Keterangan:

P= Populasi

S= Sampel

R= Random

RA = Randomisasi alokasi

K0 = Perlakuan dengan etanol pada kelompok kontrol I (negatif)

K1 = Perlakuan dengan ChKM pada kelompok kontrol II (positif)

31
32

K2 = Perlakuan dengan ekstrak daun jambu biji muda dengan konsentrasi 20%

K3 = Perlakuan dengan ekstrak daun jambu biji muda dengan konsentrasi 40%

K4 = Perlakuan dengan ekstrak daun jambu biji muda dengan konsentrasi 60%

K5 = Perlakuan dengan ekstrak daun jambu biji muda dengan konsentrasi 80%

K6 = Perlakuan dengan ekstrak daun jambu biji muda dengan konsentrasi 100%

O0 = Pengamatan hasil pada kelompok P0

O1 = Pengamatan hasil pada kelompok P1

O2 = Pengamatan hasil pada kelompok P2

O3 = Pengamatan hasil pada kelompok P3

O4 = Pengamatan hasil pada kelompok P4

O5 = Pengamatan hasil pada kelompok P5

O6 = Pengamatan hasil pada kelompok P6

4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di dua Laboratorium, yaitu pembuatan ekstrak daun

jambu biji muda (Psidii folium) dilakukan di Laboratorium Farmakognosi dan Fitokimia

Farmasi FMIPA Universitas Udayana dan pengujian daya hambat ekstrak daun jambu

biji muda (Psidii folium) terhadap bakteri Streptococcus mutans dilakukan di

Laboratorium Mikrobiologi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana. Waktu yang

diperlukan yaitu tanggal 19 Oktober – 13 November 2013:

1. Pengeringan daun jambu biji hingga menghasilkan serbuk dilakukan di

rumah peneliti selama 14 hari.


33

2. Pembuatan ekstrak daun jambu biji muda dan uji identifikasi fitokimia

dilakukan di Laboratorium Farmakognosi dan Fitokimia Farmasi FMIPA

Universitas Udayana selama 4 hari.

3. Pengujian daya hambat ekstrak daun jambu biji muda (Psidii folium)

terhadap bakteri Streptococcus mutans dilakukan di Laboratorium

Mikrobiologi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana selama 7 hari.

4.3 Penentuan Populasi dan Sampel

4.3.1 Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah koloni bakteri Streptococcus mutansATCC

35668 yang didapatkan dari Laboratorium Mikrobiologi Fakultas Kedokteran

Universitas Udayana.

4.3.2 Sampel

Penelitian ini menggunakan bakteri, sehingga penentuan besar sampel ditetapkan

sesuai dengan penetapan baku uji bakteri yaitu menggunakan 108 bakteri.

Untuk mendapatkan data yang valid dilakukan pengulangan sesuai rumus

Federer (1997):

(n - 1) (t - 1) ≥ 15

(n - 1) (5 - 1) ≥ 15

n-1 ≥ 15
4
n ≥ 3,75 + 1

n ≥ 4,75 ≈ 5

Keterangan:

t = perlakuan, dalam hal ini ada 5 perlakuan


34

n = banyak pengulangan

Jadi besar sampel yang digunakan pada penelitian ini adalah 35, yaitu setiap

kelompok (P0, P1,P2, P3, P4, P5, P6) direplikasi sebanyak 5 kali.

4.4 Variabel Penelitian

Pada penelitian ini penulis menggunakan 3 variabel, yaitu :

4.4.1 Variabel bebas

a. Ekstrak daun jambu biji muda (Psidii folium)

b. ChKM

c. Etanol 95%

4.4.2 Variabel tergantung

Pertumbuhan bakteri Streptococcus mutans pada uji sensitivitas diukur dengan

metode pengukuran diameter zona hambat.

4.4.3 Variabel terkendali

a. Suhu inkubasi

b. Waktu pembiakkan bakteri Streptococcus mutans

c. Media pertumbuhan bakteri Streptococcus mutans

d. Cara penghitungan zona hambat terhadap Streptococcus mutans

e. Sterilisasi alat dan bahan

4.5 Definisi Operasional Variabel

a. Ekstrak daun jambu biji (Psidii folium) adalah ekstrak yang diperoleh

dengan melakukan ekstraksi daun jambu biji kering yang telah

dihaluskan dengan pelarut etanol 80% kemudian diuapkan dengan


35

evaporator sehingga diperoleh ekstrak daun jambu biji (Psidii folium).

b. ChKM adalah zat yang mengandung chlorophenol yang berfungsi

sebagai antiseptik pada rongga mulut.

c. Etanol adalah cairan tak berwarna yang mudah menguap dengan aroma

yang khas, larut dalam air dan pelarut organik lainnya.

d. Uji fitokimia adalah suatu uji yang dilakukan untuk mengidentifikasi

komponen kimia umum ataupun khusus dalam tanaman,

mendeskripsikan efek utama senyawa yang mungkin mempunyai efek

farmakologi.

e. Koloni Streptococcus mutans adalah penyebab utama karies pada

mahkota gigi.

f. Metode Kirby-Bauer atau metode difusi cakram (agar) adalah tes

kepekaan kuman terhadap antimikroba yang mengukur konsentrasi obat

yang diperlukan untuk menghambat pertumbuhan mikroorganisme

dengan cara suatu cakram yang mengandung sejumlah anti mikroba yang

sudah distandarisasi ditempatkan pada cawan agar yang ditanami bakteri

kemudian diuji, kemudian diukur besar zona hambatnya.

g. Diameter zona hambat adalah diameter zona dimana bakteri tidak

tumbuh, ditandai dengan zona bening yang terbentuk karena kemampuan

larutan dalam menghambat pertumbuhan Streptococcus mutans.

h. Cara penghitungan zona hambat terhadap Streptococcus mutans adalah

mengukur zona hambat yang tampak dengan menggunakan jangka

sorong dengan tingkat ketelitian 0,02 mm.


36

i. Media pengeraman adalah media yang dipakai untuk menumbuhkan

Streptococcus mutans dalam hal ini berbentuk agar, yang dipakai adalah

Mueller-Hinton (MH) agar + darah kambing.

j. Sterilisasi alat dan bahan adalah suatu usaha untuk membebaskan alat

- alat atau bahan - bahan dari segala macam kehidupan, terutama

kehidupan mikroorganisme.

4.6 Instrumen Penelitian

4.6.1 Alat yang digunakan dalam pembuatan ekstrak daun jambu biji muda

a. Timbangan untuk menimbang daun jambu biji

b. Blender untuk menghaluskan daun jambu biji

c. Erlenmeyer untuk pembuatan media

d. Corong buchner untuk menyaring ekstrak

e. Rotary evaporator untuk penguapan pelarut ekstrak

f. Pisau untuk memotong daun jambu biji muda

g. Vacum gas untuk penguapan ekstrak

h. Botol timbang kaca untuk penentuan kadar air simplisia daun jambu

biji

i. Desikator untuk mendinginkan simplisia daun jambu biji

j. Oven untuk mengeringkan simplisia daun jambu biji

k. Ayakan 100 mesh untuk menyaring simplisia ukuran 100 mesh

l. Kertas saring untuk menyaring ekstrak daun jambu biji


37

4.6.2 Alat yang digunakan dalam uji fitokimia

a. Tabung reaksi untuk tempat media

b. Penjepit tabung untuk uji skrining fitokimia

c. Pipet tetes untuk uji skrining fitokimia

d. Cawan porselin untuk menguapkan larutan uji

e. Gelas ukur untuk mengukur volume ekstrak daun jambu biji

f. Lampu spritus untuk pemanasan

4.6.3 Alat yang digunakan dalam uji daya hambat ekstrak daun jambu biji muda

terhadap Streptococcus mutans

a. Cawan petri untuk tempat media padat datar

b. Paper disc blank untuk menyerap ekstrak daun jambu biji

c. Mikropipet untuk mengukur volume ekstrak daun jambu biji

d. Pinset untuk mengambil disc blank

e. Tabung durham untuk menangkap gas yang dihasilkan oleh bakteri

f. Inkubator untuk suasana pertumbuhan optimal bakteri

g. Ose/sengkelit untuk mengambil koloni bakteri

h. Autoclave untuk sterilisasi alat - alat dan media

i. Lampu spritus/bunsen untuk flamber bahan dan sterilkan ose

j. Lidi kapas steril

k. Stop watch untuk mengukur waktu perendaman

l. Jangka sorong untuk mengukur diameter zona bening

m. Tabung glass untuk tempat pengenceran ekstrak daun jambu biji

n. Waterbath untuk membuat suasana media pada suhu 50 0C

o. Kamera untuk mendokumentasikan kegiatan yang berkaitan


38

dengan penelitian ini.

A B C
Gambar 4.2 Beberapa Alat yang Digunakan Dalam Penelitian.
A. Paper disc, B. Pipet, C. Mikropipet.

4.7 Bahan Penelitian

4.7.1 Bahan yang digunakan dalam pembuatan ekstrak daun jambu biji muda

a. Daun jambu biji muda

b. Etanol 80%

c. Akuades steril

d. Aluminium foil

e. Kertas label

4.7.2 Bahan yang digunakan dalam uji fitokimia

a. Akuades

b. Ekstrak daun jambu biji

c. Aseton P

d. Asam borat P

e. Asam oksalat P

f. Eter P 10 ml
39

g. Etanol 80%

h. Serbuk Zn 0,5 g

i. HCl2N

j. HCl pekat

k. Kloroform 0,5 ml

l. Asam asetat anhidrat 2 ml

m. Asam sulfat pekat 2 ml

n. Asam encer

o. Dragendorff

p. Mayer

q. Wagner

r. Bouchardat

s. FeCl3 10%

t. Larutan Pb asetat 10%

4.7.3 Bahan yang digunakan dalam uji daya hambat ekstrak daun jambu biji

muda terhadap Streptococcus mutans

a. Streptococcus mutansATCC 35668.

b. Mueller-Hinton (MH) agar, kode VL 124037 006

c. Darah Kambing

d. Masker

e. NaCl 0,9%

f. Blood agar VM458486 (Merck)

g. Ekstrak daun jambu biji muda

h. Etanol 95%
40

i. ChKM

A B
Gambar 4.3 Beberapa Bahan yang Digunakan Dalam Uji Daya Hambat Ekstrak Daun
Jambu Biji Muda Terhadap Streptococcus mutans.
A. ChKM, B. NaCl 0,9%.

4.8 Prosedur dan Alur Penelitian

4.8.1 Pembuatan ekstrak daun jambu biji muda (Psidii folium)

4.8.1.1 Persiapan sampel

Mencari daun jambu biji yang muda, lalu dibersihkan dengan mencuci di bawah

air mengalir sampai bersih, ditiriskan, diiris tipis - tipis, lalu dikeringkan dengan cara

diangin - anginkan. Sampel yang telah kering diserbukkan dengan menggunakan

blender. Kemudian disimpan di dalam wadah tertutup.


41

A B
Gambar 4.4 Bahan yang Digunakan Dalam Pembuatan Ekstrak.
A. Daun Jambu Biji, B. Serbuk Daun Jambu.

4.8.1.2 Penetapan kadar air simplisia

Botol timbang disiapkan 3 buah, dikeringkan dan ditimbang. Botol timbang

dikeringkan dalam oven pada suhu 105 0C selama 30 menit. Dinginkan dalam desikator,

kemudian botol timbang dan tutup ditara. Ditimbang 1 gram simplisia dan dimasukkan

ke dalam oven dengan suhu 105 0C selama 30 menit dengan tutup terbuka. Setelah 30

menit, botol timbang dikeluarkan dan ditutup, selanjutnya didinginkan dalam desikator

kemudian ditimbang. Jika selisih antara 2 penimbangan lebih dari 0,25% maka simplisia
0
dikeringkan kembali dalam oven pada suhu 105 C hingga bobot konstan. Kadar air

simplisia yang diperbolehkan pada proses ekstraksi yaitu ≤ 15%.

berat simplisia awal – berat simplisia akhir


Kadar air simplisia = X 100%
berat simplisia awal

Kadar air simplisia 1 = 16,43%

Kadar air simplisia 2 = 16,36%

Kadar air simplisia 3 = 16,32%

Rerata = 16.37%
42

Kadar air simplisia yang diperoleh sebesar 16.37% sehingga dapat disimpulkan

proses ekstraksi harus segera dilakukan untuk mengurangi terjadinya kerusakan pada

simplisia.

4.8.1.3 Proses ekstraksi serbuk daun biji

Serbuk daun jambu biji dihaluskan hingga diperoleh serbuk berukuran 100

mesh. Sebanyak 300 gram serbuk daun jambu biji dimaserasi menggunakan 2,5 liter

etanol 80% pada suhu kamar selama 1 hari disertai dengan pengadukan setiap 10 jam

sekali. Disaring (diperoleh ekstrak cair pertama) kemudian ampas diremaserasi kembali

dengan 2,5 liter etanol 80% pada suhu kamar selama 1 hari disertai dengan pengadukan

setiap 10 jam sekali. Disaring (diperoleh ekstrak cair kedua) kemudian ekstrak cair

pertama dan kedua disatukan, didiamkan 1 hari dan dilanjutkan ketahap pengentalan

ekstrak menggunakan rotary evaporator (80 rpm, 45 0C, 0,62 bar).

4.8.1.4 Skrining fitokimia ekstrak daun jambu biji

Skrining fitokimia terhadap ekstrak daun jambu biji meliputi pemeriksaan

minyak atsiri, tannin, alkaloid, steroid, terpenoid, saponin, fenol, glikosida dan

flavonoid.

4.8.1.4.1 Pembuatan larutan untuk skrining fitokimia

Pembuatan larutan uji untuk skrining fitokimia dilakukan dengan melarutkan

500 mg ekstrak dalam 10 ml etanol 80%.

4.8.1.4.2 Pemeriksaan minyak atsiri

Ekstrak yang diperoleh ditambah dengan etanol, bila berbau enak/aromatik

larutan alkoholik tersebut diuapkan kembali hingga kering. Bila residu tetap berbau

enak, menunjukkan ekstrak positif mengandung minyak atsiri.


43

4.8.1.4.3 Pemeriksaan flavonoid

Cara 1 (Reaksi Pew):Sebanyak 1 ml larutan ekstrak uji diuapkan, dibasahkan

sisanya dengan aseton P, ditambahkan sedikit serbuk halus asam borat P dan serbuk

halus asam oksalat P, dipanaskan hati - hati di atas tangas air dan dihindari pemanasan

berlebihan. Sisa yang diperoleh dicampur dengan 10 ml eter P. Diamati dengan sinar

UV366, larutan berfluoresensi kuning intensif, menunjukkan adanya flavonoid.

Cara 2 (Reaksi WilsonTaubock):Sebanyak 1 ml larutan ekstrak uji diuapkan,

sisanya dilarutkan dalam 1 – 2 ml etanol 80% P, ditambahkan 0,5 g serbuk Zn dan 2 ml

HCl2N, diamkan selama 1 menit. Tambahkan 10 tetes HCl pekat, jika dalam waktu 2 - 5

menit terjadi warna merah intensif, menunjukkan adanya flavonoid (glikosida-3-

flavonol).

4.8.1.4.4 Pemeriksaan steroid dan triterpenoid

Pemeriksaan steroid dan triterpenoid dilakukan dengan reaksi Liebermann-

Burchard. Sebanyak 2 ml larutan uji diuapkan dalam cawan penguap. Residu dilarutkan

dengan 0,5 ml kloroform, kemudian ditambahkan 0,5 ml asam asetat anhidrat.

Selanjutnya ditambahkan 2 ml asam sulfat pekat melalui dinding tabung. Terbentuknya

cincin kecoklatan atau violet pada perbatasan larutan menunjukkan adanya triterpenoid,

sedangkan bila muncul cincin biru kehijauan menunjukkan adanya steroid.

4.8.1.4.5 Pemeriksaan saponin

Sebanyak 2 ml larutan ekstrak uji dalam tabung reaksi ditambahkan dengan 10 ml

akuades kemudian dikocok vertikal selama 10 detik. Pembentukan busa setinggi 1 – 10

cm yang stabil selama tidak kurang dari 10 menit, menunjukkan adanya saponin. Pada

penambahan 1 tetes HCl2N, busa tidak hilang.


44

4.8.1.4.6 Pemeriksaan alkaloid

Sebanyak 2 ml larutan ekstrak uji diuapkan di atas cawan porselin hingga di

dapat residu. Residu kemudian dilarutkan dengan 5 ml HCl2N. Larutan yang didapat

kemudian dibagi ke dalam 5 tabung reaksi. Tabung pertama ditambahkan dengan asam

encer yang berfungsi sebagai blanko. Tabung kedua ditambahkan pereaksi Dragendorff

sebanyak 3 tetes dan tabung ketiga ditambahkan pereaksi Mayer sebanyak 3 tetes.

Tabung keempat ditambahkan pereaksi Wagner sebanyak 3 tetes. Tabung kelima

ditambahkan pereaksi Bouchardat sebanyak 3 tetes. Terbentuknya endapan jingga pada

tabung kedua dan endapan kuning pada tabung ketiga menunjukkan adanya alkaloid.

4.8.1.4.7 Pemeriksaan fenol

Sebanyak 2 ml larutan uji ditambahkan 3 tetes FeCl3 10%. Terbentuk warna

hitam pekat menunjukkan adanya fenol.

4.8.1.4.8 Pemeriksaan tannin

Sebanyak 2 ml larutan uji ditambahkan 2 tetes larutan Pb asetat 10%. Terbentuk

endapan berwarna putih menunjukkan adanya tannin.

4.8.1.4.9 Pemeriksaan glikosida

Sebanyak 2 ml larutan uji dan 2 ml asam asetat anhidrat, dilanjutkan dengan

penambahan asam sulfat pekat. Terbentuk larutan berwarna hijau kebiruan

menunjukkan adanya glikosida.


45

A B
Gambar 4.5 Alat yang Digunakan Dalam Pembuatan Ekstrak Daun Jambu Biji Muda.
A. Rotary evaporator, B. Erlenmeyer.

4.8.2 Pengujian efektivitas ekstrak daun jambu biji terhadap Streptococcus mutans

4.8.2.1 Pembuatan larutan uji

Dibuat larutan uji dengan konsentrasi 20%, 40%, 60%, 80%, dan 100%. Larutan

20% berarti larutan tersebut terdiri dari 20 ml ekstrak daun jambu biji dan 80 ml etanol

95%. Begitu pula dengan konsentrasi 40%, 60%, 80%, dan 100%. Pembuatan larutan

kontrol negatif yaitu dengan menggunakan etanol 95% dan kontrol positif yaitu dengan

menggunakan ChKM.

4.8.2.2 Pembuatan media pembiakan Streptococcus mutans

Pembuatan media Mueller-Hinton agar darah dilakukan dengan menimbang 6,8

gram bubuk media Mueller-Hinton agar, dimasukkan ke dalam erlenmeyer yang sudah

berisi 200 ml akuades lalu diaduk, kemudian di autoclavepada tekanan 121 atm selama

15 menit. Selanjutnya media ditaruh dalam water bath hingga suhu ± 50 0C dan

ditambahkan 10 cc darah kambing dan dihomogenkan. Media Mueller-Hinton agar yang

sudah diproses tersebut dituangkan pada cawan petri steril untuk 5 cawan petri lalu

didinginkan hingga beku. Kita ambil 5% dari jumlah total cawan petri yang berisi media

dalam hal ini diambil 2 cawan petri dimasukkan ke dalam inkubator untuk di inkubasi
46

selama 24 jam dengan suhu 37 0C. Keesokkan harinya kita kontrol sterilitas daripada

media, jika bening berarti steril bisa kita pakai untuk media penanamanStreptococcus

mutans.

4.8.2.3 Peremajaan Streptococcus mutans

Dari stok Streptococcus mutans kita ambil dengan ose steril beberapa koloni

kemudian kita goreskan ke media Mueller-Hintonagar darah, lalu masukkan ke dalam

inkubator untuk diinkubasi selama 24 jam dengan suhu 37 0C keesokan harinya akan

terlihat koloni kecil - kecil, lembut berwarna bening.

4.8.2.4 Uji aktivitas antibakteri secara In Vitro

Suspensi kekeruhan Streptococcus mutansATCC 35668 yang setara dengan 108

CFU/ml, diambil dengan menggunakan lidi kapas steril. Kemudian dioleskan secara

merata di atas media Mueller Hinton Agar steril.

Ekstrak daun jambu biji muda dengan berbagai konsentrasi (20%, 40%, 60%,

80%, 100%), kontrol negatif dan kontrol positif ditambahkan disc blanksebanyak 5 biji.

Kemudian disk yang telah mengandung ekstrak daun jambu biji muda dengan berbagai

konsentrasi, kontol negatif, dan kontrol positif diletakkan di atas media Mueller-Hinton

Agar yang telah berisi suspensi Streptococcus mutansATCC 35668, dan diinkubasi

dalam inkubator pada suhu 37 °C selama 24 jam.


47

Gambar 4.6. Alat yang Digunakan Untuk Menginkubasi Streptococcus mutans

4.8.2.5 Pengamatan dan Pengukuran

Pengamatan dilakukan setelah 24 jam masa inkubasi. Daerah bening merupakan

petunjuk kepekaan bakteri terhadap antibiotik atau bahan antibakteri lainnya yang

digunakan sebagai bahan uji yang dinyatakan dengan lebar diameter zona hambat.

Diameter zona hambat dihitung dalam satuan millimeter (mm) menggunakan jangka

sorong.

4.9 Alur Penelitian

Untuk lebih memudahkan dalam pelaksanaan penelitian, maka dibuat alur

penelitian, seperti ditunjukkan dengan gambar 4.7:


48

Ekstrak Daun Jambu Biji Muda (Psidii folium)

Uji Fitokimia

Minyak atsiri, Tanin, Steroid &Triterpenoid,


Saponin, Fenol, Alkaloid, Flavonoid, Glikosida

20% 40% 60% 80% 100%

KoloniStreptococcus mutans pada Media MHB

Dibuat Suspensi 0,5 McF

Uji difusi dengan Metode Kirby-Bauer

Data hasil penelitian

Analisis data

Hasil Zona Bening


≤ Kontrol + AB sebagai AB
≥ Kontrol + AB sebagai antiseptik

Gambar 4.7 Alur Penelitian.


49

4.10 Analisis Data

Untuk menganalisis data hasil penelitian dilakukan dengan mendiskripsikan

semua data untuk memberikan gambaran tentang karakteristik data yang didapatkan dari

hasil penelitian. Analisis perbedaan perlakuan dilakukan menggunakan SPSS.


50

BAB V

HASIL PENELITIAN

5.1 Hasil Media Pembiakan Streptococcus mutans

Media Mueller-Hinton agar dibuat sesuai dengan prosedur baku pembuatan

media agar, diawali dengan melarutkan media Mueller-Hinton agar dengan akuades,

dan penambahan 5 ml darah kambing. Media tersebut harus tetap steril dan siap untuk

digunakan dalam penanaman Streptococcus mutans. Proses pembuatan media dapat

dilihat pada gambar 5.1:

Gambar 5.1 Proses Pembuatan Media Mueller-HintonAgar.

50
51

5.2 Hasil Peremajaan Isolat Streptococcus mutans

Untuk mendapatkan Streptococcus mutans murni dilakukan peremajaan isolat

yaitu dari stok Streptococcus mutans diambil beberapa koloni kemudian digoreskan ke

media Mueller-Hinton agar darah dan diinkubasi selama 24 jam dengan suhu 370C.

Keesokan harinya diperoleh koloni kecil - kecil, lembut berwarna bening (Gambar 5.2).

Dan untuk memastikan bahwa koloni tersebut adalah Streptococcus mutans dilakukan

dengan pengecatan gram.

Gambar 5.2 Hasil yang Didapat dari Peremajaan Isolat Streptococcus mutans.

5.3 Hasil Suspensi Streptococcus mutans

Suspensi Streptococcus mutans dibuat dari koloni yang tumbuh pada media

Mueller-Hinton agar darah. Dari koloni tersebut diambil 1 - 2 koloni dimasukkan ke

dalam media NaCl 0,9%, dibuat kekeruhan setara dengan 0,5 Mac-Farland. Lidi kapas

steril dicelupkan ke dalam suspensi tersebut dan diperas pada dinding tabung supaya

cairan yang diambil tidak berlebihan. Kemudian dioleskan secara merata pada media

Mueller-Hinton agar darah.


52

Secara menyeluruh dapat dilihat pada gambar 5.3:

A B C
Gambar 5.3 Suspensi Streptococcus mutans.
A. Koloni Streptococcus mutans dimasukkan ke dalam media NaCl 0,9% dibuat
kekeruhan setara dengan 0,5 Mac-Farland, B.Lidi kapas steril dicelupkan ke dalam
suspensi tersebut dan diperas pada dinding tabung,C. Koloni Streptococcus mutans
dioleskan secara merata pada media Mueller-Hinton agar darah.

5.4 Hasil Ekstrak Daun Jambu Biji Muda (Psidii folium)

Pembuatan larutan uji untuk skrining fitokimia dilakukan dengan melarutkan

500 mg ekstrak dalam 10 ml etanol 80% pada gambar 5.4 :

Gambar 5.4 Larutan Uji Jambu Biji Muda.


53

5.4.1 Pemeriksaan minyak atsiri

Ekstrak yang diperoleh ditambah dengan etanol, bila berbau enak/aromatik

larutan alkoholik tersebut diuapkan kembali hingga kering. Bila residu tetap berbau

enak, menunjukkan ekstrak positif mengandung minyak atsiri.

Hasil : terjadi bau aromatis pada residu yang menunjukkan bahwa ekstrak daun

jambu biji positif mengandung minyak atsiri.

5.4.2Pemeriksaan flavonoid

Cara 1 (Reaksi Pew):Sebanyak 1 ml larutan ekstrak uji diuapkan, dibasahkan

sisanya dengan aseton P, ditambahkan sedikit serbuk halus asam borat P dan serbuk

halus asam oksalat P, dipanaskan hati - hati di atas tangas air dan dihindari pemanasan

berlebihan. Sisa yang diperoleh dicampur dengan 10 ml eter P. Diamati dengan sinar

UV366, larutan berfluoresensi kuning intensif, menunjukkan adanya flavonoid.

Hasil : pada pengamatan di bawah UV 366 nm, larutan tidak berfluoresensi

kuning intensif (larutan berfluoresensi merah muda), sehingga negatif mengandung

flavonoid.

Cara 2 (Reaksi WilsonTaubock):Sebanyak 1 ml larutan ekstrak uji diuapkan,

sisanya dilarutkan dalam 1 – 2 ml etanol 80% P, ditambahkan 0,5 g serbuk Zn dan 2 ml

HCl2N, diamkan selama 1 menit. Tambahkan 10 tetes HCl pekat, jika dalam waktu 2 - 5

menit terjadi warna merah intensif, menunjukkan adanya flavonoid (glikosida-3-

flavonol).

Hasil : tidak terjadi warna merah intensif (negatif mengandung flavonoid) dapat

dilihat pada gambar 5.5:


54

Kristal asam borat


yang dipanaskan
membentuk noda Larutan tidak
hitam berfluoresensi
kuning intensif dan
tidak terjadi warna
Mistar sebagai alat merah intensif
ukur
Gambar 5.5 Larutan Flavonoid.

5.4.3Pemeriksaan steroid dan triterpenoid

Pemeriksaan steroid dan triterpenoid dilakukan dengan reaksi Liebermann-

Burchard. Sebanyak 2 ml larutan uji diuapkan dalam cawan penguap. Residu dilarutkan

dengan 0,5 ml kloroform, kemudian ditambahkan 0,5 ml asam asetat anhidrat.

Selanjutnya ditambahkan 2 ml asam sulfat pekat melalui dinding tabung. Terbentuknya

cincin kecoklatan atau violet pada perbatasan larutan menunjukkan adanya triterpenoid,

sedangkan bila muncul cincin biru kehijauan menunjukkan adanya steroid.

Hasil : tidak terbentuk cincin berwarna biru kehijauan (negatif mengandung

steroid), dan terbentuk cincin coklat (positif mengandung triterpenoid) dapat dilihat

pada gambar 5.6:

Gambar 5.6 Larutan Triterpenoid.


55

5.4.4Pemeriksaan saponin

Sebanyak 2 ml larutan ekstrak uji dalam tabung reaksi ditambahkan dengan 10

ml akuades kemudian dikocok vertikal selama 10 detik. Pembentukan busa setinggi 1 –

10 cm yang stabil selama tidak kurang dari 10 menit, menunjukkan adanya saponin.

Pada penambahan 1 tetes HCl2N, busa tidak hilang.

Hasil : terbentuk busa setinggi 5 cm yang stabil (positif mengandung saponin)

dapat dilihat pada gambar 5.7:

Gambar 5.7 Larutan Saponin.

5.4.5Pemeriksaan alkaloid

Sebanyak 2 ml larutan ekstrak uji diuapkan di atas cawan porselin hingga

didapat residu. Residu kemudian dilarutkan dengan 5 ml HCl2N. Larutan yang didapat

kemudian dibagi ke dalam 5 tabung reaksi. Tabung pertama ditambahkan dengan asam

encer yang berfungsi sebagai blanko. Tabung kedua ditambahkan pereaksi Dragendorff

sebanyak 3 tetes dan tabung ketiga ditambahkan pereaksi Mayersebanyak 3 tetes.

Tabung keempat ditambahkan pereaksi wagner sebanyak 3 tetes. Tabung kelima


56

ditambahkan pereaksi Bouchardat sebanyak 3 tetes. Terbentuknya endapan jingga pada

tabung kedua dan endapan kuning pada tabung ketiga menunjukkan adanya alkaloid.

Hasil : tidak terbentuk endapan (negatif alkaloid) dapat dilihat gambar 5.8 :

A B C D
Gambar 5.8 Larutan Alkaloid.
A. Bouchardat, B. Mayer, C. Dragendorff, D. Wagner

5.4.6Pemeriksaan fenol

Sebanyak 2 ml larutan uji ditambahkan 3 tetes FeCl3 10%. Terbentuk warna

hitam pekat menunjukkan adanya fenol.

Hasil : terbentuk warna hitam pekat (positif mengandung fenol) dapat dilihat

pada gambar 5.9:

Gambar 5.9 Larutan Fenol.


57

5.4.7Pemeriksaan tannin

Sebanyak 2 ml larutan uji ditambahkan 2 tetes larutan Pb asetat 10%. Terbentuk

endapan berwarna putih menunjukkan adanya tannin.

Hasil : terbentuk endapan putih (positif mengandung tannin) dapat dilihat pada

gambar 5.10:

Gambar 5.10 Larutan Tannin.

5.4.8Pemeriksaan glikosida

Sebanyak 2 ml larutan uji, 2 ml asam asetat anhidrat, dilanjutkan dengan

penambahan asam sulfat pekat. Terbentuk larutan berwarna hijau kebiruan

menunjukkan adanya glikosida.

Hasil : tidak terbentuk warna hijau kebiruan (negatif mengandung glikosida)

dapat dilihat pada gambar 5.11:


58

Gambar 5.11 Larutan Glikosida.

5.5 Efektivitas Ekstrak Daun Jambu Biji Muda (Psidii folium) Terhadap

Streptococcus mutans

Efektivitas ekstrak daun jambu biji (Psidii folium) terhadap Streptococcus

mutans dilakukan sesuai metode zona hambat menggunakan paper disc. Paper disc

direndam selama 15 menit dalam larutan ekstrak daun jambu biji dengan konsentrasi

20%, 40%, 60%, 80% dan 100%, sedangkan untuk kontrol negatifnya dipakai etanol

95%, dan kontrol positifnya menggunakan ChKM, kemudian disc tersebut ditempelkan

di atas media Mueller-Hinton agar darah kambing. Selanjutnya diinkubasi pada suhu 37
0
C selama 24 jam. Keesokan harinya dilihat dan diukur zona bening yang terbentuk.

A B C
59

Zona hambat yang


Kontrol 2
ditimbulkan oleh
negatif ekstrak daun jambu
menggunakan konsentrasi 100%
etanol
Zona hambat yang
ditimbulkan oleh
ekstrak daun jambu
konsentrasi 80%

Kontrol positif
menggunakan
D ChKM
E
Gambar 5.12 Hasil Pengamatan Uji Efektivitas Ekstrak Daun Jambu Biji Muda
(Psidii folium) Terhadap Streptococcus mutans.
A. Larutan ekstrak daun jambu biji dengan konsentrasi 20%, 40%, 60%, 80% dan
100%,B.Paper disc ditempelkan di atas media Mueller-Hinton agar darah
kambing,C.Inkubasi Streptococcus mutans pada suhu 37 0C selama 24 jam,D.Hasil zona
bening yang terbentuk,E. Pengukuran zona bening yang terbentuk menggunakan jangka
sorong.

Dari hasil pengamatan yang dilakukan setelah 24 jam masa inkubasi, terlihat

daerah bening yang merupakan petunjuk kepekaan bakteri terhadap antibiotik atau

bahan antibakteri lainnya. Bahan ini digunakan sebagai bahan uji yang dinyatakan

dengan lebar diameter zona hambat. Diameter zona hambat dihitung dalam satuan

millimeter (mm) menggunakan jangka sorong.

Tabel 5.1 Uji Anova pada Kelompok Kontrol dan Kelompok Perlakuan.
No. Kelompok n Rerata Simpang Baku ρ
1 P 0 5 0 0
2 P1 5 25,0 0
3 P2 5 0 0
4 P3 5 0 0
5 P4 5 0 0
6 P5 5 11,4 2,608
7 P6 5 13,4 2,793 0,00
60

Tabel 5.1 menunjukkan bahwa ekstrak daun jambu biji muda (Psidii folium)

konsentrasi 80% dan 100% memiliki zona hambat yang lebih luas dibandingkan

kelompok lainnya. Uji Anova dengan tingkat kemaknaan α = 0,05 menunjukkan

perbedaan rerata yang signifikan (ρ < 0,00). Selanjutnya untuk mengetahui kelompok

mana saja yang berbeda, dilakukan uji post hoc yaitu uji LSD (Less Significance

Difference).

Tabel 5.2Uji Post Hoc (LSD) Ekstrak Daun jambu Biji Muda.
Konsentrasi Beda Rerata ρ
ekstrak jambu biji 40% 0,000 1,000
ekstrak jambu biji 60% 0,000 1,000
ekstrak jambu biji 80% -11,400* 0,000
ekstrak jambu biji 20%
ekstrak jambu biji 100% -13,400* 0,000
CHKM kontrol (+) -25,000* 0,000
Etanol kontrol (-) 0,000 1,000
ekstrak jambu biji 20% 0,000 1,000
ekstrak jambu biji 60% 0,000 1,000
ekstrak jambu biji 80% -11,400* 0,000
ekstrak jambu biji 40%
ekstrak jambu biji 100% -13,400* 0,000
CHKM kontrol (+) -25,000* 0,000
Etanol kontrol (-) 0,000 1,000
ekstrak jambu biji 20% 0,000 1,000
ekstrak jambu biji 40% 0,000 1,000
ekstrak jambu biji 80% -11,400* 0,000
ekstrak jambu biji 60% ekstrak jambu biji 100% -13,400* 0,000
CHKM kontrol (+) -25,000* 0,000
Etanol kontrol (-) 0,000 1,000
ekstrak jambu biji 20% 11,400* 0,000
ekstrak jambu biji 40% 11,400* 0,000
ekstrak jambu biji 60% 11,400* 0,000
ekstrak jambu biji 80% ekstrak jambu biji 100% -2,000* 0,037
CHKM kontrol (+) -13,600* 0,000
Etanol kontrol (-) 11,400* 0,000
ekstrak jambu biji 20% 13,400* 0,000
ekstrak jambu biji 40% 13,400* 0,000
ekstrak jambu biji 60% 13,400* 0,000
ekstrak jambu biji 100% ekstrak jambu biji 80% 2.000* 0,037
CHKM kontrol (+) -11,600* 0,000
Etanol kontrol (-) 13,400* 0,000
61

ekstrak jambu biji 20% 25,000* 0,000


ekstrak jambu biji 40% 25,000* 0,000
ekstrak jambu biji 60% 25,000* 0,000
CHKM kontrol (+) ekstrak jambu biji 80% 13,600* 0,000
ekstrak jambu biji 100% 11,600* 0,000
Etanol kontrol (-) 25,000* 0,000
ekstrak jambu biji 20% 0,000 1,000
ekstrak jambu biji 40% 0,000 1,000
ekstrak jambu biji 60% 0,000 1,000
Etanol kontrol (-) ekstrak jambu biji 80% -11,400* 0,000
ekstrak jambu biji 100% -13,400* 0,000
CHKM kontrol (+) -25,000* 0,000

Tabel 5.2 di atas menunjukkan bahwa ekstrak daun jambu biji muda dengan

konsentrasi 20%, 40%, 60% tidak memiliki perbedaan rerata yang bermakna

dibandingkan dengan kelompok lainnya (ρ> 0,05), sedangkan daun jambu biji dengan

konsentrasi 80% dan 100% memiliki konsentrasi daya hambat minimal setara dengan

konsentrasi kontrol positif dan memiliki perbedaan rerata yang bermakna bila

dibandingkan dengan kelompok lainnya (ρ < 0,05).

Tabel 5.1 dan 5.2 di atas menunjukkan bahwa daya hambat minimal ekstrak

daun jambu biji muda (Psidii folium) terhadap Streptococcus mutans dimulai dari

konsentrasi 80% sampai 100%. Sebaliknya konsentrasi 20%, 40% dan 60% ekstrak

daun jambu biji muda tidak menimbulkan zona hambat.

Hasil uji statistik di atas menunjukkan nilai sig. < 0,05 maka H0 ditolak, artinya

terdapat perbedaan yang signifikan atau bermakna antara ekstrak daun jambu bijimuda

(Psidii folium) konsentrasi 80% dan 100% dengan kelompok konsentrasi lainnya.
62

BAB VI

PEMBAHASAN

Beberapa penelitian berkaitan dengan tanaman yang dapat digunakan sebagai

tanaman obat, salah satunya adalah jambu biji. Para peneliti menemukan kandungan

tannin yang terdapat pada daun jambu biji muda (Psidii folium)memiliki khasiat sebagai

antidiare. Selain memiliki kandungan tannin, daun jambu biji muda (Psidii folium)

memiliki kandungan yang berfungsi sebagai antibakteri seperti fenol, eugenol, saponin

dan triterpenoid. Penelitian ini menemukan bahwa ekstrak daun jambu biji muda (Psidii

folium) dengan konsentrasi 80% dan 100% menimbulkan zona hambat, sehingga

mampu menghambat pertumbuhan Streptococcus mutans.

Daun jambu biji muda (Psidii folium) digunakan sebagai larutan uji terhadap

bakteri Streptococcus mutans karena mudah didapat, pengolahannya mudah, dan

tanaman ini banyak terdapat pada pekarangan rumah masyarakat Indonesia. Selain itu

banyak penelitian yang menyebutkan kandungan – kandungan yang terdapat pada daun

jambu biji (Psidii folium) memiliki manfaat yang sangat baik untuk kesehatan. Dari

penelitian - penelitian tersebut disebutkan bahwa daun jambu biji memiliki aktivitas

farmakologis, antara lain sebagai antiinflamasi, antidiare, antioksidan, antimutagenik

dan juga memiliki aktivitas antimikroba (Prabu, 2006).

Penelitian ini menggunakan media Mueller-Hinton agar. Media ini telah

direkomendasikan WHO (World Health Organization) sebagai tes antibakteri terutama

bakteri aerob dan bakteri fakultatif anaerob. Agar darah merupakan media diferensial,

bukan media selektif. Agar darah memungkinkan untuk membedakan bakteri

berdasarkan kemampuan dalam melisiskan sel-sel darah merah. Media agar darah

62
63

disebut media universal karena dapat digunakan untuk menumbuhkan beragam jenis

bakteri. Media Agar darah dapat membedakan bakteri hemolitik dan bakteri non

hemolitik, yang ditandai oleh zona disekitar koloni (Gunariah, 2013).

Isolat bakteri yang digunakan yaitu isolat Streptococcus mutans yang didapat

dari Laboratorium Mikrobiologi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana. Ekstrak

yang digunakan dalam penelitian adalah ekstrak daun jambu biji muda (Psidii folium).

Ekstrak didapat dengan cara ekstraksi metode maserasi yang dilakukan di Laboratorium

Farmakognosi dan Fitokimia Farmasi FMIPA Universitas Udayana. Ekstrak daun

jambu biji muda mempunyai kandungan fenol sehingga pelarut yang digunakan dari

golongan alkohol (yaitu etanol 80%).

Efektivitas antibakteri daun jambu biji muda (Psidii folium) dibuktikan dengan

adanya kandungan berupa eugenol, triterpenoid, saponin, fenol dan tannin. Masing –

masing komponen bekerja dengan mekanisme sendiri. Pada penelitian ini ekstrak positif

mengandung minyak atsiri (eugenol) yang ditandai dengan adanya bau aromatis pada

residu ekstrak. Menurut Cowan (1999), eugenol merupakan turunan senyawa fenol yang

potensial memiliki daya antibakteri. Mekanisme antibakteri eugenol berkaitan dengan

interaksi pada membran sel yang menyebabkan kehancuran membran sel. Eugenol

mengakibatkan perubahan permeabilitas dinding sel sampai pada batas tertentu dan

mengakibatkan kebocoran ion potasium. Kebocoran ion potasium merupakan indikator

awal terjadinya kerusakan membran sel. Eugenol menghambat peningkatan level ATP

yang mengakibatkan penurunan ATP sebagai sumber energi sel.

Berdasarkan uji fitokimia yang telah dilakukan, selain minyak atsiri ekstrak daun

jambu biji muda mengandung senyawa triterpenoid, saponin, fenol dan tannin. Hal ini

sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Hardjawinata dkk. (2009) bahwa hasil
64

fitokimia ekstrak daun jambu biji muda mengandung senyawa tannin, triterpenoid dan

saponin. Penelitian yang dilakukan oleh Winarno (1998) juga menemukan ekstrak daun

jambu biji mengandung senyawa aktif seperti tannin, triterpenoid, saponin, dan eugenol.

Senyawa tersebut merupakan senyawa metabolit sekunder yang ada didalam tumbuhan.

Penelitian yang dilakukan oleh Hembing (1992) menemukan bahwa triterpenoid dan

tannin berkhasiat sebagai antidiare.

Pada penelitian ini ekstrak daun jambu biji muda (Psidii folium) positif

mengandung triterpenoid, ditandai dengan terbentuknya cincin coklat pada perbatasan

larutan yang menunjukkan triterpenoid. Senyawa terpena atau triterpenoid memiliki

aktivitas antibakteri dengan mekanisme pengerusakan membran sel oleh senyawa

lipofilik (Cowan, 1999). Menurut Banwart (1981), kerusakan membran sel terjadi ketika

senyawa aktif antibakteri bereaksi dengan sisi aktif dari membran atau dengan

melarutkan konsituen lipid dan meningkatkan permeabilitasnya. Membran sel bakteri

terdiri dari fosfolipid dan molekul protein. Akibat peningkatan permeabilitas, senyawa

antibakteri dapat masuk ke dalam sel. Ketika di dalam sel, senyawa tersebut melisis

membran sel atau mengkoagulasi sitoplasma dari sel bakteri tersebut.

Ekstrak daun jambu biji muda (Psidii folium) positif mengandung senyawa

saponin ditandai dengan terbentuknya busa setinggi 5 cm yang stabil selama 10 menit.

Daun jambu biji merupakan tanaman yang kaya akan kandungan saponin. Menurut

Ganiswarna (1995), saponin mengandung zat yang mampu menghemolisis darah.

Membran sel darah menyerupai membran sel pada bakteri sehingga proses yang terjadi

pada sel bakteri oleh saponin sama seperti yang terjadi pada sel darah merah. Saponin

adalah segolongan senyawa glikosida yang mempunyai struktur steroid dan sifat khas

yang mampu membentuk larutan koloidal dalam air dan membui bila dikocok. Saponin
65

merupakan senyawa berasa pahit menusuk menyebabkan bersin dan mengiritasi selaput

lendir. Saponin dapat menghancurkan butir darah merah lewat reaksi hemolisis.

Saponin bekerja sebagai antibakteri dengan cara mengganggu stabilitas membran sel

bakteri sehingga menyebabkan sel bakteri lisis. Mekanisme kerja saponin termasuk

dalam kelompok antibakteri yang mengganggu permeabilitas membran sel bakteri, yang

mengakibatkan kerusakan membran sel dan menyebabkan keluarnya berbagai

komponen penting dari dalam sel bakteri yaitu protein, asam nukleat dan nukleotida.

Ekstrak daun jambu biji muda (Psidii folium) mengandung senyawa fenol,

ditandai dengan terbentuknya warna hitam pekat pada larutan ekstrak. Hasil penelitian

yang dilakukan oleh Rivai dkk. (2007) menemukan bahwa daun jambu biji memiliki

kandungan senyawa fenol yang cukup banyak diantaranya tannin dan flavonoid,

sehingga daun jambu biji memiliki aktivitas antimikroba. Selain itu, daun jambu biji

juga memiliki aktivitas farmakologis lain, diantaranya sebagai analgesik, antiinflamasi,

antidiare, dan antijamur.MenurutMoeljantoro (2004) senyawa golongan fenol berperan

sebagai antioksidan, semakin besar kandungan senyawa golongan fenolnya maka

semakin besar aktivitas antioksidannya. Antioksidan merupakan senyawa yang dapat

menunda, memperlambat, dan mencegah terjadinya reaksi oksidasi radikal bebas dalam

oksidasi lipid. Fenol merupakan salah satu antiseptik tertua dengan khasiat bactericidal.

Mekanisme kerja fenol sebagai antibakteri adalah meracuni protoplasma, merusak dan

menembus dinding serta mengendapkan protein sel bakteri. Senyawa fenolik

bermolekul besar mampu menginaktifkan enzim esensial di dalam sel bakteri meskipun

dalam konsentrasi sangat rendah. Fenol dapat menyebabkan kerusakan sel bakteri,

denaturasi protein, menginaktifkan enzim dan menyebabkan kebocoran sel.


66

Daun jambu biji kaya akan kandungan tannin. Ekstrak daun jambu biji muda

(Psidii folium) mengandung tannin, ditandai oleh terbentuknya endapan putih pada

larutan ekstrak. Istilah tannin berasal dari bahasa Perancis yaitu “tanning”. Tannin

merupakan suatu substansi yang banyak dan tersebar, sehingga sering ditemukan dalam

tanaman. Harbone (1996) menyatakan bahwa keberadaan tannin dalam sel menggangu

penyerapan protein karena menghambat proteolitik menguraikan protein menjadi asam

amino. Tannin mempunyai beberapa khasiat yaitu sebagai astringent, antidiare,

antibakteri dan antioksidan. Menurut Scalbert (1991), Tannin bekerja sebagai zat

antibakteri dengan tiga mekanisme. Mekanisme pertama berperan sebagai astringent

yaitu zat yang dapat menciutkan. Hal ini dikarenakan tannin mampu berikatan

membentuk kompleks dengan enzim bakteri ataupun substrat. Mekanisme kedua

dengan memasuki sel bakteri. Tannin mampu masuk ke dalam sel bakteri melalui

dinding sel bakteri. Dinding sel bakteri terbuat dari peptidoglikan (murein) dan teichoic

acids yang memungkinkan tannin masuk ke dalamnya. Mekanisme ketiga dengan

membentuk kompleks dengan ion metal. Mayoritas tannin memiliki lebih dari dua grup

o-difenol pada molekulnya yang mampu membuat ikatan ion – ion metal seperti Cu dan

Fe. Tannin mereduksi ketersediaan ion metal esensial untuk mikroorganisme. Daya

antimikroba tannin disebabkan oleh adanya gugus pirogalol dan gugus galoil yang

merupakan gugus fenol yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri atau

membunuhnya dengan cara bereaksi dengan sel protein dari bakteri sehingga terjadi

denaturasi protein. Adanya denaturasi protein pada dinding sel bakteri menyebabkan

gangguan metabolisme bakteri sehingga terjadi kerusakan pada dinding sel yang

akhirnya menyebabkan sel lisis (Mc Kane, 1996).


67

Hasil penelitian menunjukkan bahwa makin besar konsentrasi ekstrak daun

jambu biji muda (Psidii folium) semakin rendah pertumbuhan bakteri Streptococcus

mutans. Hal ini sesuai penelitian yang dilakukan oleh Ekoputro dkk. (2009)

menunjukkan bahwa makin besar konsentrasi ekstrak daun jambu biji, makin rendah

pertumbuhan bakteri sampai akhirnya tidak didapatkan pertumbuhan bakteri. Tabel 5.1

dan 5.2 menunjukkan bahwa pada konsentrasi 20%, 40% dan 60% ekstrak tidak

menimbulkan zona hambat, sedangkan pada konsentrasi 80% dan 100% menimbulkan

zona hambat. Hasil uji statistik menunjukkan nilai sig. < 0,05 maka H0 ditolak, artinya

terdapat perbedaan yang signifikan atau bermakna antara ekstrak daun jambu biji

konsentrasi 80% dan 100% dengan kelompok konsentrasi lainnya.

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Adi dkk. (2012) menunjukkan bahwa

ekstrak daun jambu biji memiliki efekantimikroba terhadapStreptococcus mutans

melalui pengerusakan dinding dan membran sel bakteri, serta menghambat proses

metabolisme bakteri dengan menghambat aktivitas enzim GTF (glukosiltrasferase).

Adanya penurunan jumlah koloni bakteri yang tumbuh seiring dengan peningkatan

konsentrasi ekstrak membuktikan adanya efek penghambatan pertumbuhan dan daya

bunuh terhadap bakteri.

Sebuah penelitian secara In Vitro yang dilakukan oleh Darsono (2003) dan

Ulfaningtyas (2005) menyatakan bahwa pemberian ekstrak daun jambu biji memiliki

efek antimikroba terhadap bakteri Staphylococcus aureus. Daun jambu biji memiliki

bahan aktif yang mampu merusak sel bakteri pada konsentrasi tertentu. Disamping

terhadap Staphylococcus aureus, penelitian yang dilakukan oleh Ajizah (2004)

menyebutkan bahwa daun jambu biji juga memiliki aktivitas antimikroba terhadap

bakteri Salmonella typhimurium yang merupakan jenis bakteri gram negatif. Sehingga
68

dapat dikatakan bahwa daun jambu biji memiliki efek antimikroba yang cukup luas.

Staphylococcus aureus dan Streptococcus mutans merupakan bakteri gram positif

dimana kedua bakteri ini sama - sama bersifat fakultatif anaerob dan memiliki

kemiripan struktur dinding sel bakteri.

Penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Adi (2012), menunjukkan ekstrak

daun jambu biji (Psidii folium) dapat menghambat pertumbuhan Streptococcus mutans

pada konsentrasi 2%. Sedangkan pada penelitian ini ekstrak mampu menghambat

pertumbuhan bakteri Streptococcus mutans pada konsentrasi 80% dan 100%. Perbedaan

ini dipengaruhi oleh letak geografis yang berbeda, tingkat kemudaan daun jambu yang

digunakan, pelarut yang digunakan dalam pembuatan ekstrak, bobot daun jambu biji

yang digunakan, serta kemampuan dari ekstrak dalam melisis dinding sel bakteri.
69

BAB VII

SIMPULAN DAN SARAN

7.1 Simpulan

Dari hasil penelitian dan pembahasan dapat disimpulkan sebagai berikut:

1. Ekstrak daun jambu biji muda (Psidii folium) terbukti memiliki aktivitas

sebagai antibakteri terhadap Streptococcus mutans.

2. Ekstrak daun jambu biji muda (Psidii folium) konsentrasi 20%, 40%, dan

60% tidak dapat menghambat pertumbuhan Streptococcus mutans,

sedangkan pada konsentrasi 80% dan 100% dapat menghambat

pertumbuhan Streptococcus mutans secara In Vitro.

3. Efektivitas ekstrak daun jambu biji muda (Psidii folium) dipengaruhi oleh

kepekatan dan kemampuan ekstrak dalam melisis dinding sel bakteri.

7.2 Saran

1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai daya antibakteri ekstrak

dengan metode lain yang lebih baik.

2. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui daya antibakteri

ekstrak daun jambu biji (Psidii folium) terhadap bakterilain.

3. Perlu dilakukan penelitian mengenai cara ekstraksi lain yang lebih baik

dalam mengambil zat aktif pada ekstrak.

4. Diperlukan studi lebih lanjut tentang farmakokinetik, farmakodinamik,

toksisitas dan efek ekstrak ini pada hewan percobaan sebelum

diaplikasikan pada manusia.

69
70

DAFTAR PUSTAKA

A Frandsen. Mechanical oral hygiene practices. In: H Loe, DV Kleinman. Proceedings


from a State of the Science Workshop, 1986: 93-109.

Ajizah, A. 2004. Sensitivitas Salmonella typhimurium Terhadap Ekstrak Daun Psidium


guajava L. J Bioscientiae; 1(1): 31- 38.

Alim Tantri, http://www.biologi-sel.com/2013/10/taksonomi-dan-morfologi-tanaman-


jambu.html. Diakses tanggal 16 September 2013.

Al-zahira, T. M. 2012. Khasiat Istimewa Jambu Klutuk, Dunia Sehat, Jakarta.

Amerongen. Ludah dan Kelenjar Ludah Arti Bagi Kesehatan Gigi (terjemahan).
Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.; 1991. H. 78-94.

Anonymous. Tanaman Obat Indonesia. Available from: URL;


http://www.iptek.net.id/ind/pd_tanobat

Backer CA, Van den Brink RCB. 1963. Flora of Java Volume I. N. V.P. Noordhoff.
Groningen.

Banwart, G. J. 1981. Basic Food Microbiology. Avi. New York Brooks, G. F. et al.
2001. Mikrobiologi Kedokteran. Jakarta: Salemba Media: Hal. 318-
326.November 2009).

Boedihardjo. Pemeliharaan kesehatan gigi keluarga. Ed. 1. Surabaya: Airlangga


University Press, 1985: 30-32.

Cowan MM, 1999. Plant Product as Antimicrobial Agents. Clinical Microbiology


Reviews, p: 564-582.

Damanik S, Sinaga ED. Efek penyuluhan dan pelatihan dalam penurunan indeks plak
pada murid-murid kelas IV dan V di dua SD Negeri Medan. Dentika Dental
Journal 2002; 7 (1): 1-5.

Darsono, F.L. dan Artemisia, S.D. 2003. Aktivitas Antimikroba Ekstrak Daun Jambu
Biji Dari Beberapa Kultivar T erhadap Streptococcus aureus ATCC 25923
Dengan “Hole-plate Diffusion Method”. J Berk. Penel. Hayati; 9:49-51.

Departemen Kesehatan RI. Profil kesehatan gigi dan mulut di Indonesia pada Pelita V.
Jakarta. 1994. h. 12–3.
Ekoputro, Jeffi Wahyu. Prof. Dr. dr. Sumarno, DMM, Sp MK, dr. Bambang Soemantri,
M.Kes, (2009). EFEK ANTIBAKTERI EKSTRAK DAUN JAMBU BIJI

70
71

(Psidium guajava Lamk.) TERHADAP Staphylococcus aureus SECARA IN


VITRO.
Fajerkov O. Concepts of dental caries and their consequences for understanding the
disease. Community Dent Oral Epidemiol 1997; 25:5–12.
Gani BA, Tanzil A, Mangundjaja S. Aspek molekuler sifat virulensi Streptococcus
mutans. Indonesian Journal of Dentistry 2006 Aug;13(2):107- 14.

Ganiswarna, S. 1995. Farmakologi dan Terapi. Edisi 4. Penerbit UI : Jakarta.

Gunawan, D., Sudarsono, Wahyuono, S.,Donatus, I.A., Purnomo. 2001. TumbuhanObat


2 : Hasil Penelitian, Sifat-sifat danPenggunaan. Yogyakarta: PPOT UGM.

Gunariah, daraninggar. 2013. Media Agar Darah.


http://daradaraninggar.blogspot.com/2013/01/media-agardarah-tanggal-waktu-
praktikum.html. Diakses tanggal 10 Januari 2014.

Harborne, 1996, Metode fitokimia: penuntun cara modern menganalisis tumbuhan,


Terbitan kedua, Penerjemah: K panduwinata dan I soediro, Penerbit ITB,
Bandung.

Hardjawinata, K, Irna Sufiawati, Nina Djustina, Muchtaridi, Sri Olyndriana Dewi. 2009.
Ekstrak Daun Jambu Biji (Psidium guajava) Sebagai Obat Kumur Untuk
Pengobatan Gingivitis pada Wanita. Ringkasan Eksekutif Hasil-hasil Penelitian.
Bandung; Universitas Padjajaran.

Hembing W, 1992. Tanaman Berkhasiat Obat di Indonesia. Jilid 2. Pustaka Kartini.

Heyne K. 1987. Tumbuhan Berguna Indonesia III. Badan Litbang Departemen


Kesehatan. Jakarta. 1852

Houwink B. Ilmu Kedokteran Gigi Pencegahan (terjemahan). Yogyakarta; Gadjah


Mada University Press; 1993. H. 58-85, 125-159.

Kidd EAM dan Sally JB. Dasar – dasar Karies dan Penanggulangannya. (terjemahan).
Jakarta.: EGC Penerbit Buku Kedokteran Gigi; 1991. H. 1-2, 66-74.

Lehner T. Imunologi pada Penyakit Mulut (terjemahan). Jakarta; EGC Penerbit Buku
Kedokteran Gigi; 1995. H.61.

Loesche WJ. Microbiology of dental decay and periodontal disease. In: Baron S, editor.
Medical microbiology. 4th ed. Galveston, Texas: The University of Texas
Medical Branch at Galveston; 1996. p. 1169-84.

McGhee JR, Michalek SM. Oral streptococci with emphasis on Streptococcus mutans.
In: McGhee JR, Michalek SM, Cassell GH, editor. Dental microbiology.
Philadelphia: Harper & Row Publishers; 2000. p. 679-89.
72

Mc Kane, L. and Kandel, J. 1996. Microbiology Essentials And Applications 2nd ed.
New York: McGraw-Hill.Moeljantoro. 2004. Khasiat dan Manfaat Daun Sirih.
Jakarta: Agromedia Pustaka.

Morton, J. 1987. Guava. In: J.F. Morton. Fruits of warm climates. Julia F. Morton,
Miami, FL. p. 356- 363.

Naini A. Pengaruh ekstrak daun jambu biji (Psidium guajava Linn) terhadap
pertumbuhan Streptococcus mutans. Indonesian Journal of Dentistry 2006
Aug;13(2):90-4.

Nakasone HY, Paull RE. 1999. Tropical Fruits. CAB International. New York. 445.

Nugraha, A.W. 2008. Streptococcus mutans, Si Plak Dimana-mana.


Jogjakarta:Unversitas Sanatha Darma .

Popenoe W. 1974. Manual of Tropical and Subtropical Fruits. Hafner Press. New York.
474

Prabu, G.R., Gnanamani, A., Sadulla, S.J. 2006. Guajaverin – a plant flavonoid as
potential antiplaque agent against Streptococcus mutans. J Journal of Applied
Microbiology; 101:487-495.

Rivai, H., Nurdin, H., Suyani, H., Bakhtiar, A. 2007. Pengaruh Perbandingan Etanol-
Air Sebagai Pelarut Ekstraksi Terhadap Perolehan Ekstaktif, Kadar Senyawa
Fenolat Dan Aktivitas Antioksidan Dari Daun Jambu Biji (Psidium guajava
Linn.). Padang: Universitas Andalas.
Roeslan OB. Karakteristik Streptococus mutans penyebab karies gigi. Majalah Ilmiah
Kedokteran Gigi Fakultas Kedokteran Gigi Usakti. 1995; 29–30(10):112–5.
Samarayanke, L.P 2002. Essential Microbiology For Dentistry, W. B. Saunders
Company, Philadelphia, page 175, 217-223, 425-426, 719-720.
Scalbert, A. 1991. Antimicrobial Properties of Tannin. Review Article 63.
Phytochemsitry 30 (12):3875-3883. 12. Cowan MM, 1999. Plant Product as
Antimicrobial Agents. Clinical Microbiology Reviews, p: 564-582.

Sondang P, Hamada T. Pemeliharaan rongga mulut (oral care). Dalam: Menuju gigi dan
mulut sehat: pencegahan dan pemeliharaan. Medan: USU Press, 2008: 69-90.

Sujiprihati S. 1985. Studi Keragaman Berbagai Sifat Agronomis dan Pola Pembungaan/
Pembuahan Jambu Bangkok. Laporan. Jurusan Budi Daya Pertanian Fakultas
Pertanian Institut Pertanian Bogor. Bogor. 25 hal.

Todar, Kenneth. http://textbookofbacteriology.net/normalflora.html. The Normal


Bacterial Flora of Humans. Diakses tanggal 7 Agustus 2013.
73

Ulfaningtyas, K. 2005. Uji Efektivitas Antimikroba Dekok Daun Jambu Biji Terhadap
Staphylococcus aureus Secara In Vitro. Tugas Akhir. Fakultas Kedokteran.
Universitas Brawijaya, Malang.

Wilson, Gisvold. Kimia farmasi dan medisinal organik. Edisi ke- 8. Achmad Mustofa
Fatah. Jakarta: Dirjen Dikti dan Kebudayaan; 1982. h. 10–2.

Winarno, Wien M. Jambu Biji Menyetop Diare. 1998. (online).


http://www.indomedia.com/Intisari/1998/november/alternatif.html. Diakses
tanggal 12 November 2013.

Yunilawati R. 2002. Minyak Atsiri Daun Sirih Sebagai Antibakteri Streptococcus


mutans dalam Pasta Gigi. Skripsi Bogor. IPB

Zakaria, Muhamad bin & Mohd, Mustafa Ali: Traditional Malay Medicinal Plants.
1994. Penerbit Fajar Bakti Sdn. Bhd. Photocopy. ISBN No. 967-65-2476-X
74

LAMPIRAN
75
76
77
78
79

Lampiran 1

Tabel Hasil Penelitian Screening dan Fitokimia Ekstrak Daun Jambu Biji.

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN

JURUSAN FARMASI
FAKULTAS MIPA UNIVERSITAS UDAYANA
BUKIT JIMBARAN – BALI Tlp/Fax 0361-703837 Email : farmasi.udayana@yahoo.co.id

Nomor : 03/UN14.LBF-FAR-MIPA/2013
Lamp. : 1(satu)
Hal : Hasil Uji Skrining Fitokimia

IDENTIFIKASI
METODE
NO GOLONGAN PENGAMATAN* HASIL
PENGUJIAN
SENYAWA
larutan berfluoresensi
REAKSI PEW -
merah muda
1 Flavonoid
REAKSI WILSON Tidak terjadi warna merah
-
TAUBOCK intensif
2 Minyak atsiri Residu berbau aromatis +

Wagner Tidak terbentuk endapan -

Bouchardat Terbentuk endapan hitam -


3 Alkaloid
Meyer Terbentuk endapan putih -

Dragendorff Tidak terbentuk endapan -

Terbentuk busa setinggi 5


4 Saponin Forth +
cm yang stabil
Tidak terbentuk cincin
5 Steroid Lieberman-Burchard -
berwarna biru kehijauan
6 Triterpenoid Lieberman-Burchard terbentuk cincin coklat +
Terbentuk warna hitam
7 Fenol +
pekat
8 Tannin Terbentuk endapan putih +
Terbentuk warna hijau
9 Glikosida -
kebiruan
80

Lampiran 2

Data Hasil Statistik.

Oneway

Notes

Output Created 23-Dec-2013 15:59:15

Comments
Input Data D:\filenya igoh\data fitri.sav

Active Dataset DataSet1


Filter <none>
Weight <none>
Split File <none>
N of Rows in Working 35
Data File

Missing Value Handling Definition of Missing User-defined missing values are treated as
missing.

Cases Used Statistics for each analysis are based on


cases with no missing data for any
variable in the analysis.
Syntax ONEWAY zona_hambat BY larutan
/STATISTICS DESCRIPTIVES
HOMOGENEITY
/MISSING ANALYSIS
/POSTHOC=LSD ALPHA(0.05).

Resources Processor Time 0:00:00.015

Elapsed Time 0:00:00.030


81
Uji Descriptives

Descriptives

Zona Hambat

N Mean Std. Deviation Std. Error


ekstrak jambu biji 20% 5 .00 .000 .000
ekstrak jambu biji 40% 5 .00 .000 .000
ekstrak jambu biji 60% 5 .00 .000 .000
ekstrak jambu biji 80% 5 11.40 2.608 1.166
ekstrak jambu biji100% 5 13.40 2.793 1.249
CHKM kontrol (+) 5 25.00 .000 .000
Etanol kontrol (-) 5 .00 .000 .000
Total 35 7.11 9.330 1.577

Descriptives
Zona Hambat
95% Confidence Interval for
Mean
Lower Bound Upper Bound Minimum Maximum
ekstrak jambu biji 20% .00 .00 0 0
ekstrak jambu biji 40% .00 .00 0 0
ekstrak jambu biji 60% .00 .00 0 0
ekstrak jambu biji 80% 8.16 14.64 8 15
ekstrak jambu biji 100% 9.93 16.87 11 18
CHKM kontrol (+) 25.00 25.00 25 25
Etanol kontrol (-) .00 .00 0 0
Total 3.91 10.32 0 25
82

Uji Homogenitas

Test of Homogeneity of Variances


Zona Hambat
Levene Statistic df1 df2 Sig.

7.288 6 28 .000

Uji Anova

ANOVA
Zona Hambat
Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Between Groups 2901.143 6 483.524 231.826 .000
Within Groups 58.400 28 2.086
Total 2959.543 34
83

Post Hoc Tests

Multiple Comparisons
Zona Hambat
LSD

(I) ekstrak jambu biji (J) ekstrak jambu biji Mean Difference (I-J) Std. Error Sig.
ekstrak jambu biji 20% ekstrak jambu biji 40% .000 .913 1.000
ekstrak jambu biji 60% .000 .913 1.000
*
ekstrak jambu biji 80% -11.400 .913 .000
*
ekstrak jambu biji 100% -13.400 .913 .000
*
CHKM kontrol (+) -25.000 .913 .000
Etanol kontrol (-) .000 .913 1.000
ekstrak jambu biji 40% ekstrak jambu biji 20% .000 .913 1.000
ekstrak jambu biji 60% .000 .913 1.000
*
ekstrak jambu biji 80% -11.400 .913 .000
*
ekstrak jambu biji 100% -13.400 .913 .000
CHKM kontrol (+) -25.000* .913 .000
Etanol kontrol (-) .000 .913 1.000
ekstrak jambu biji 60% ekstrak jambu biji 20% .000 .913 1.000
ekstrak jambu biji 40% .000 .913 1.000
*
ekstrak jambu biji 80% -11.400 .913 .000
*
ekstrak jambu biji 100% -13.400 .913 .000
*
CHKM kontrol (+) -25.000 .913 .000
Etanol kontrol (-) .000 .913 1.000
ekstrak jambu biji 80% ekstrak jambu biji 20% 11.400* .913 .000
*
ekstrak jambu biji 40% 11.400 .913 .000
*
ekstrak jambu biji 60% 11.400 .913 .000
*
ekstrak jambu biji 100% -2.000 .913 .037
*
CHKM kontrol (+) -13.600 .913 .000
*
Etanol kontrol (-) 11.400 .913 .000
*
ekstrak jambu biji 100% ekstrak jambu biji 20% 13.400 .913 .000
*
ekstrak jambu biji 40% 13.400 .913 .000
ekstrak jambu biji 60% 13.400* .913 .000
*
ekstrak jambu biji 80% 2.000 .913 .037
*
CHKM kontrol (+) -11.600 .913 .000
*
Etanol kontrol (-) 13.400 .913 .000
*
CHKM kontrol (+) ekstrak jambu biji 20% 25.000 .913 .000
*
ekstrak jambu biji 40% 25.000 .913 .000
*
ekstrak jambu biji 60% 25.000 .913 .000
*
ekstrak jambu biji 80% 13.600 .913 .000
ekstrak jambu biji 100% 11.600* .913 .000
*
Etanol kontrol (-) 25.000 .913 .000
84

Etanol kontrol (-) ekstrak jambu biji 20% .000 .913 1.000
ekstrak jambu biji 40% .000 .913 1.000
ekstrak jambu biji 60% .000 .913 1.000
*
ekstrak jambu biji 80% -11.400 .913 .000
*
ekstrak jambu biji 100% -13.400 .913 .000
*
CHKM kontrol (+) -25.000 .913 .000
*. The mean difference is significant at the 0.05 level.

Multiple Comparisons
Zona Hambat
LSD
95% Confidence Interval
(I) ekstrak jambu biji (J) ekstrak jambu biji Lower Bound Upper Bound
ekstrak jambu biji 20% ekstrak jambu biji 40% -1.87 1.87
ekstrak jambu biji 60% -1.87 1.87
ekstrak jambu biji 80% -13.27 -9.53
ekstrak jambu biji 100% -15.27 -11.53
CHKM kontrol (+) -26.87 -23.13
Etanol kontrol (-) -1.87 1.87
ekstrak jambu biji 40% ekstrak jambu biji 20% -1.87 1.87
ekstrak jambu biji 60% -1.87 1.87
ekstrak jambu biji 80% -13.27 -9.53
ekstrak jambu biji 100% -15.27 -11.53
CHKM kontrol (+) -26.87 -23.13
Etanol kontrol (-) -1.87 1.87
ekstrak jambu biji 60% ekstrak jambu biji 20% -1.87 1.87
ekstrak jambu biji 40% -1.87 1.87
ekstrak jambu biji 80% -13.27 -9.53
ekstrak jambu biji 100% -15.27 -11.53
CHKM kontrol (+) -26.87 -23.13
Etanol kontrol (-) -1.87 1.87
ekstrak jambu biji 80% ekstrak jambu biji 20% 9.53 13.27
ekstrak jambu biji 40% 9.53 13.27
ekstrak jambu biji 60% 9.53 13.27
ekstrak jambu biji 100% -3.87 -.13
CHKM kontrol (+) -15.47 -11.73
Etanol kontrol (-) 9.53 13.27
85

ekstrak jambu biji 100% ekstrak jambu biji 20% 11.53 15.27
ekstrak jambu biji 40% 11.53 15.27
ekstrak jambu biji 60% 11.53 15.27
ekstrak jambu biji 80% .13 3.87
CHKM kontrol (+) -13.47 -9.73
Etanol kontrol (-) 11.53 15.27
CHKM kontrol (+) ekstrak jambu biji 20% 23.13 26.87
ekstrak jambu biji 40% 23.13 26.87
ekstrak jambu biji 60% 23.13 26.87
ekstrak jambu biji 80% 11.73 15.47
ekstrak jambu biji 100% 9.73 13.47
Etanol kontrol (-) 23.13 26.87
Etanol kontrol (-) ekstrak jambu biji 20% -1.87 1.87
ekstrak jambu biji 40% -1.87 1.87
ekstrak jambu biji 60% -1.87 1.87
ekstrak jambu biji 80% -13.27 -9.53
ekstrak jambu biji 100% -15.27 -11.53
CHKM kontrol (+) -26.87 -23.13
86

Lampiran 3
Foto – Foto Hasil Penelitian.

Pohon jambu biji yang digunakan. Proses pengeringan daun jambu biji.

Alat yang digunakan untuk


Proses mencampurkan darah
membuat media agar.
kambing ke dalam tabung yang
berisi Mueller-Hinton.
87

Proses Penelitian.

1 2 3

4 5

Hasil zona hambat yang ditimbulkan oleh ekstrak daun jambu biji muda
terhadap Streptococcus mutans pada pengulangan 1, 2, 3, 4 dan 5.

Anda mungkin juga menyukai