Anda di halaman 1dari 62

PENGARUH CHLORHEXIDINE GLUCONATE 0,12% TERHADAP

KEBERHASILAN PERAWATAN PERIIMPLANTITIS MUCOSITIS

KOMANG YULLAN PUSPITA


NPM : 10.8.03.81.41.1.5.061

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI


UNIVERSITAS MAHASARASWATI DENPASAR
DENPASAR
2014

PENGARUH CHLORHEXIDINE GLUCONATE 0,12% TERHADAP


KEBERHASILAN PERAWATAN PERIIMPLANTITIS MUCOSITIS

Skripsi ini dibuat sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan


Gelar Sarjana Kedokteran Gigi pada Fakultas Kedokteran Gigi
Universitas Mahasaraswati Denpasar

Oleh :

KOMANG YULLAN PUSPITA


NPM : 10.8.03.81.41.1.5.061

Menyetujui
Dosen Pembimbing

Pembimbing I

Pembimbing II

Setiaiwan, drg., M.Kes., FISID


NPK 19600507 199203 1 001

Hendri Poernomo, drg., M.Biotech


NPK 827 003 222

ii

Tim Penguji skripsi Sarjana Kedokteran Gigi Fakultas Kedokteran Gigi


Universitas

Maharaswati Denpasar telah meneliti dan mengetahui cara

pembuatan skripsi dengan judul : Pengaruh Chlorhexidine Gluconate 0,12%


terhadap Perawatan Perimplantitis Mucositis yang telah dipertanggung
jawabkan oleh calon sarjana yang bersangkutan pada tanggal.
Maka atas nama Tim Penguji skripsi Sarjana Kedokteran Gigi Fakultas
Kedokteran Gigi Universitas Mahasaraswati Denpasar dapat mengesahkan.

Denpasar, 26 Februari 2014

Tim Penguji Skripsi


FKG Universitas Mahasaraswati Denpasar
Ketua,

Setiawan, drg., M.Kes., FISID


NIP. 19600507 199203 1 001
Anggota :

Tanda Tangan

1. Hendri Poernomo, drg.m M.Biotech


NPK 827 003 222

2. Durra Mufida, drg., FISID


NPK 827 808 302

iii

KATA PENGANTAR
Dengan memanjatkan puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena
berkat rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Pengaruh
Chlorhexidine Gluconate 0,12% terhadap keberhasilan perawatan Periimplantitis
Mucositis ini tepat waktunya.
Skripsi ini disusun sebagai salah satu persyaratan bagi mahasiswa Fakultas
Kedokteran Gigi Universitas Mahasaraswati Denpasar untuk memenuhi Satuan
Kredit Semester (SKS) dari akademi dalam rangka mencapai gelar Sarjana
Kedokteran Gigi (SKG).
Mengingat keterbatasan penulis maka penulis sangat menyadari bahwa
penyusunan skripsi ini tidak mungkin dapat berjalan dengan lancar tanpa
bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak, maka pada kesempatan ini penulis
menyampaikan rasa terima kasih kepada :
1. Yth. Setiawan, drg., M.Kes., FISID., selaku dosen pembimbing I dan penguji,
atas segala upaya dan bantuan beliau dalam mengarahkan, membimbing dan
memberi petunjuk kepada penulis sehingga skripsi ini dapat terselesaikan
dengan baik.
2. Yth. Hendri Poernomo, drg., M.Biotech., selaku pembimbing II dan penguji,
yang telah meluangkan banyak waktu penulis sehingga skripsi ini dapat
terselesaikan dengan baik.
3. Yth. Durra Mufida, drg., FISID., selaku dosen penguji yang telah bersedia
menguji serta memberikan koreksi dan masukan yang berharga kepada
penulis.

iv

4. Yth. Dekan Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Mahasaraswati Denpasar


beserta staf.
5. Seluruh

civitas

akademik

Fakultas

Kedokteran

Gigi

Universitas

Mahasaraswati Denpasar, Staf, Dosen, yang telah membantu penulis secara


langsung maupun tidak langsung.
Kepada kedua orang tua penulis yang terkasih Bapak Made Ngurah
Atmadja, SH dan Ibu Nyoman Nariati terima kasih juga penulis ucapkan kepada
mertua Bapak Made Pariasa dan Ibu Dewi Ekarini, untuk suami tercinta Putu
Satrya Ekayasa, dan anak saya Putu Kayla Nathevayasa serta seluruh keluarga
besar, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesarnya atas dukungan, doa,
semangat serta materil, yang diberikan kepada penulis selama menyelesaikan
pendidikan sarjana dan dalam menyelesaikan skripsi ini.
Terima kasih juga penulis ucapkan kepada teman seperjuangan di Lab.
Bedah Mulut : Angga Triadi, Dananjaya, dan Riscapy serta sahabat baik dan
teman yang membantu : Ika Puspita, Nanda Pradana, Sandy, Yoga Widiantara dan
kepada seluruh sahabat Cranter 2010 yang telah memberikan dukungan dan
semangat dalam menulis skripsi ini serta seluruh pihak yang tidak bisa penulis
sebutkan satu persatu.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam penyusunan skripsi ini masih
kurang sempurna karena keterbatasan kemampuan serta pengalaman penulis.
Namun demikian, skripsi ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi yang
berkepentingan.
Denpasar, Februari 2014
Penulis

PENGARUH CHLORHEXIDINE GLUCONATE 0,12% TERHADAP


KEBERHASILAN PERAWATAN PERIIMPLANTITIS MUCOSITIS
Abstrak
Implantasi gigi pada tulang alveolar merupakan salah satu metode
untuk memberikan retensi dan dukungan kekuatan pada pemasangan
protesa gigi. Namun dalam perkembangannya muncul suatu komplikasi
biologis antara permukaan implan dengan jaringan sekitarnya dimana
terjadi peradangan pada jaringan disekitar implan yang menyebabkan
terjadinya kegagalan pemasangan implan yaitu, periimplantitis.
Periimplantitis mucositis adalah sebuah reaksi inflamasi reversible yang
berpengaruh dan jaringan lunak disekitar implan fungsional dan hasilnya
kehilangan tulang pada tepi dan akhirnya menyebabkan hilangnya
oseointegrasi. Penyebab lain periimplantitis mucositis adalah kolonisasi
mikroorganisme dari poket periimplan. Mikroorganisme yang paling
sering berkaitan dengan kegagalan pemasangan implan gigi adalah
mikroorganisme gram (-)anaerob, seperti ginggivalis Porphyromonas,
prevotella intermedia, streptococcus viridans, dan streptococcus spp.
Perawatan periimplantitis dapat dilakukandengan menggunakan
antimikroba lokal seperti chlorhexidine gluconate 0,12%. Chlorhexidine
gluconate 0,12% memiliki peranan penting yakni mampu membunuh
mikroorganisme gram (-) anaerob misalnya Porphyromona gingivalis,
Prevotella intermedia, dan Staphylococcus aureus. Tujuan dari penulisan
skripsi ini adalah untuk mengetahui seberapa besar pengaruh
chlorhexidine gluconate 0,12% terhadap keberhasilan perawatan periimplantitis mucositis.
Kata kunci : Implan gigi, Periimplantitis Mucositis,Chlorhexidine Gluconate
0,12%

vi

DAFTAR ISI
HalamanJudul...................................................................................................... i
HalamanPersetujuanPembimbing ....................................................................... ii
HalamanPersetujuanPengujidanPengesahanDekan ............................................ iii
KATA PENGANTAR ........................................................................................ iv
ABSTRAK .......................................................................................................... v
DAFTAR ISI ....................................................................................................... vi
DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... viii
DAFTAR TABEL ............................................................................................... ix
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................... 1
A. LatarBelakang ......................................................................................... 1
B. RumusanMasalah .................................................................................... 4
C. TujuanPenelitian ..................................................................................... 4
D. ManfaatPenelitian ................................................................................... 4
BAB IICHLORHEXIDINE ................................................................................. 5
A. DefinisiChlorhexidine ............................................................................. 5
B. KonsentrasiChlorhexidine ....................................................................... 6
C. PerananChlorhexidine ........................................................................................... 7
1. PerananChlorhexidinedalammenghambatplak............................. 7
2. PerananChlorhexidinedalammenghambatStreptococcus .......... 8
D. Farmakokinetik ....................................................................................................... 9
E. Farmakodinamik ....................................................................................................9
F. KeuntungandankerugianpenggunaanChlorhexidine ................................10
G. Indikasidankontraindikasi..................................................................................12
H. Efeksamping .............................................................................................................12
I. InteraksiObat ...........................................................................................................14
J. Cara pemakaian.......................................................................................................15
1. Chlorhexidine yang dikemasdalambentukobatkumur ...............14
2. Disemprotkan ............................................................................................15
3. Diirigasikankedaerahsubgingival ......................................................15
BAB IIIPERIIMPLANTITIS .................................................................................................. 17
A. Implangigi ............................................................................................... 17
B. Bagian- bagianimplan ............................................................................. 18
1. Badanimplan ............................................................................... 18
2. Healing cup ................................................................................. 18
3. Abutment ..................................................................................... 19
4. Mahkota....................................................................................... 19
C. Indikasidankontraindikasipemasanganimplan ........................................ 20
1. Indikasipemasanganimplangigi ................................................... 20
2. Kontraindikasipemasanganimplangigi ........................................ 20
D. Klasifikasipemasanganimplan................................................................. 21
1. Berdasarkanbahan yang digunakan ............................................. 21
2. Berdasarkanpenempatannyadalamjaringan ................................. 22
E. Periimplantitis ......................................................................................... 23
1. Definisi ........................................................................................ 23
2. Patogenesis .................................................................................. 27
3. Insidensi ...................................................................................... 28

vii

4. Etiologi ........................................................................................ 29
5. Pemeriksaan ................................................................................ 31
6. Perawatanperiimplantitis............................................................. 33
7. Penatalaksanaan .......................................................................... 34
8. Pencegahaan ................................................................................ 37
BAB IV PEMBAHASAN ................................................................................... 40
BAB V SIMPULAN DAN SARAN ................................................................... 44
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... ix

viii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 StrukturkimiaChlorhexidine ............................................................ 5


Gambar 2.2 Chlorhexidineobatkumur................................................................. 15
Gambar 2.3 Chlorhexidine Spray ........................................................................ 16
Gambar 2.4 Chlorhexidine Gel ........................................................................... 16
Gambar 3.1 PerbedaanImplangigidangigiasli ..................................................... 17
Gambar 3.2 Periimplantitis ................................................................................. 24
Gambar 3.3Periimplantitiskelas 1 dan 2 (PeriimplantitisMucositis).................. 26
Gambar 3.4 Periimplantitiskelas 3 dan 4 (PeriimplantitisOsteotitis) ................. 27
Gambar 3.5 RadiografiPeriimplantitis ................................................................ 33
Gambar 3.6 TahapperawatanPeriimplantitis ...................................................... 36

ix

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 PerbedaanP. MucositisdenganP. Osteotitis......................................... 34


Tabel 3.2 PerawatanPeriimplantitis .................................................................... 38

BAB I
PENDAHULUAN

A. LatarBelakang
Kehilangan gigi merupakan suatu kasus yang sering dijumpai di
bidang kedokteran gigi. Kasus kehilangan gigi idealnya harus segera
direstorasi, untuk mencapai kondisi normal yang baik, sehingga hasil akhir
dari perawatan dapat memperbaiki kontur yang normal, kenyamanan,
estetika, fungsi bicara, dan mencegah terjadinya karies. Ada beberapa cara
untuk menggantikan gigi yang hilang, yaitu antara lain, dengan gigi tiruan
lepasan, gigi tiruan cekat dan implan gigi. Perbedaan antara ketiga cara
tersebut menjadi pilihan bagi pasien (Peterson dkk. 2003 cit Poernomo
2011).
Perawatan rehabilitasi kehilangan gigi secara garis besar dibedakan
menjadi dua macam, yaitu dengan gigi tiruan lepasan (GTL) dan gigi
tiruan cekat (GTC). Penanganan kehilangan gigi dengan GTL telah
menjadi salah satual ternatif perawatan yang telah dilakukan sejak jaman
dahulu meskipun banyak kekurangannya. Kekurangan dari perawatan ini,
antara lain menurunnya potensikekuatan kunyah seseorang dan penderita
merasa tidak nyaman menggunakan gigi tiruan lepasan yang mempunyai
basis akrilik yang menutupi permukaan mukosa (Misch, 2008).
Menurut Brown dkk, (2005) rehabilitas iedentulus yang secara
fungsional paling mendekati gigi alami adalah penggantian dengan
menggunakan GTC.Gigi penyangga yang menjadi dukungan ini dapat

berupa gigi alami atau suatu restorasi implan (tooth borne atauimplant
borne). Dengan adanya gigi, dapat memberikan dukungan yang cukup
terhadap daerah edentulus. Hal tersebut menyebabkan gigi tiruan menjadi
lebih

stabil,

retentif,

sehingga

penderita

akan

merasa

lebih

nyaman(Nallaswamy, 2004).
Implantasi gigi pada tulang alveolar merupakan salah satu metode
untuk memberikan retensi dan dukungan kekuatan pada pemasangan
protesa gigi, baik protesa gigi tiruan cekat maupun lepasan (Elias. 2007 cit
Poernomo 2011). Implan gigi memiliki bagian yang masuk ke dalam
tulang sebagai pengganti akar gigi dan disebut bagian infra struktur,
sedangkan bagian atasnya sebagai tempat pemasangan gigi tiruan disebut
dengan bagian supra struktur (Pedersen. 1996, Guehennec. 2007 cit
Poernomo 2011). Implan gigi akan memberikan stabilitas yang lebih baik
untuk fungsi bicara maupun fungsi pengunyahan di dalam rongga mulut
(Elias. 2007 cit Poernomo 2011) dan mengurangi resiko karies,
mempermudah pembersihan permukaan proksimal gigi di sebelahnya dan
rata-rata kesuksesan 97% untuk 10 tahun (Misch. 2010 cit Poernomo
2011).
Kriteria keberhasilan penggunaan implan gigi adalah bila secara
klinis tidak terdapat kegoyangan, dapat tahan menerima beban kunyah,
tidak terdapat gejala patologis, tidak ada kerusakan jaringan di dekatnya,
tidak ada gambaran radiolusen yang progresif pada jaringan tulang sekitar
implan dan hilangnya ketinggian tulang krista alveolar yang minimal
(Worthington, 1993).

Periimplantitis mucositis merupakan suatu komplikasi pemasangan


implan gigi. Periimplantitis mucositis yaitu keradangan yang terjadi pada
jaringan lunak di sekeliling implan, sama dengan gingivitis padagigi
normal dan yang menjadi penyebab utamanya adalah plak biofilm, di sini
tidak terjadi hilangnya perlekatan pada tulang. Periimplantitis mucositis
adalah reversible, jika plak biofilm dihilangkan kondisi akan kembali
normal, jika berlanjut akan menjadi periimplantitis termasuk hilangnya
proses oseointegrasi sama dengan hilangnya perlekatan tulang pada kasus
periodontitis.
Infeksi

dini

akibat

prosedurimplan

gigi

dapat

terjadi,

manifestasinya berupasa kitspontan, pembengkakan, terlepasnya jahitan


dan eksudasi purulen dari luka. Hal ini dapat dicegah dengan melepaskan
satu atau dua jahitan dan berkumur dengan chlorhexidinegluconate (0,12%
tiga kali sehari) dan pemberian antibiotik selama 5 hari. Adanya infeksi
dini dapat pula menyebabkan implan gigi goyang akibat infeksi sekunder
pada jaringan periimplan (Buser and Maeglin, 1996).
Berdasarkan latar belakang di atas penulis ingin mengetahui
seberapa

besar

pengaruh

chlorhexidinegluconate

0,12%

terhadap

keberhasilan perawatan periimplantitis mucositis. Dengan diketahui


seberapa

besar

pengaruh

chlorhexidinegluconate

0,12%

terhadap

keberhasilan perawatan periimplantitis mucositis di harapkan kedepannya


dapat dicegah dan diminimalisir sehingga dapat menjadi

bekal untuk

dokter gigi, memberi pengetahuan masyarakat serta meningkatkan

kesiapan Institusi Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Mahasaraswati


Denpasar dalam upaya pencegahan terhadap periimplantitis mucositis.
B. RumusanMasalah
Seberapa besar pengaruh chlorhexidinegluconate 0,12% terhadap
keberhasilan perawatan periimplantitis mucositis?
C. TujuanKajian
Untuk

mengetahui

chlorhexidinegluconate

0,12%

seberapa
terhadap

besar

pengaruh

keberhasilan

perawatan

periimplantitis mucositis.
D. ManfaatKajian
1. Tambahan

informasi

mengenai

pengaruh

obat

kumur

chlorhexidinegluconate 0,12% terhadap keberhasilan perawatan


periimplantitis mucositis bagi penulis sendiri khususnya mahasiswa
Fakultas Kedokteran Gigi, dokter gigi dan komunitas medis yang
sedang mencari informasi mengenai pengaruh obat kumur
chlorhexidinegluconate 0,12% terhadap keberhasilan perawatan
periimplantitis mucositis.
2. Tambahan informasi kepada masyarakat mengenai pengaruh obat
kumur chlorhexidinegluconate

0,12% terhadap

keberhasilan

perawatan periimplantitis mucositis.


3. Tambahan informasi kepada Institusi Fakultas Kedokteran Gigi
Universitas Mahasaraswati Denpasar mengenai pengaruh obat
kumur chlorhexidinegluconate

0,12% terhadap

perawatan periimplantitis mucositis.

keberhasilan

BAB II
CHLORHEXIDINE

A. Definisi chlorhexidine
Chlorhexidine adalah suatu antiseptik yang termasuk golongan
bisbiguanide

yang

umumnya

glukonatnya.Chlorhexidined i g u n a k a n

digunakan
sebagai

dalam

bentuk

surgical scrub, mouth

wash, neonatal bath & general skin antiseptic. Chlorhexidine menyerang


bakteri Gram postif dan negatif, bakteri ragi, jamur, protozoa, alga dan virus.
Chlorhexidine merupakan antiseptik dan disinfektan yang mempunyai efek
bakterisidal dan bakteriostatik terhadap bakteri Gram (+) dan Gram (-).
Chlorhexidine lebih efektif terhadap bakteri Gram (+) dibandingkan dengan
bakteri Gram (-). Chlorhexidine sangat efektif mengurangi radang gingiva,
akumulasi plak, dan plak kontrol pada perawatan radang gingiva (Haveles,
2000).
Chlorhexidine mulai dikenal sejak tahun 1950 sebagai antimikroba
dengan rumus kimia:

Gambar 2.1 Strukrur kimia Chlorhexidine (Hennesey, 1973).

Chlorhexidine juga tidak dilaporkan

memiliki bahaya terhadap

pembentukan substansi karsinogenik. Chlorhexidine sangat sedikit diserap


oleh saluran gastrointestinal, oleh karena

itu chlorhexidine memiliki

toksisitas yang rendah. Namun demikian, chlorhexidine memberikan efek


samping berupa rasa yang tidak enak, mengganggu

sensasi rasa, dan

menghasilkan warna coklat pada gigi yang susah untuk dihilangkan. Hal ini
juga dapat terjadi pada mukosa membran dan lidah yang dihubungkan dengan
pengendapan faktor diet chromogenic pada gigi dan membran mukosa (Eley,
1999).
Penggunaan jangka panjang dari chlorhexidine sebaiknya dilarang
pada pasien dengan

keadaan periodontal yang normal. Chlorhexidine

digunakan dalam jangka waktu yang pendek

hingga dua minggu ketika

prosedur higien oral sukar atau tidak mungkin dilakukan. Seperti pada infeksi
rongga mulut akut, dan setelah prosedur bedah rongga mulut (Eley, 1999).
B. Konsentrasi chlorhexidine
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa chlorhexidine dengan
konsentrasi 0,1%- 0,2% efektif terhadap gingivitis. Penelitian menunjukkan
bahwa berkumur dengan chlorhexidine 0,2% dua kali sehari sebanyak 10 ml
dapat menurunkan skor plak sebesar 85% dan skor perdarahan sebesar 77%
pada hari ke-7 (Prijantojo dan Lelyati 1992 cit. Rosmelita 2003), sedangkan
penelitian Alberto dkk, (1991) menemukan bahwa chlorhexidine 0,12%
efektif menekan jumlah bakteri aerob dan an-aerob fakultatif dalam mulut
sampai 97%.

C. Peranan Chlorhexidine

1. Peranan chlorhexidine dalam menghambat plak


Penelitian Loe dan Schiott dalam Prijantojo (1996) pada golongan
Arthus, menyatakan bahwa chlorhexidine dapat menghambat pertumbuhan
plak dan mencegah gingivitis. Pembentukan plak dapat dicegah dengan
berkumur larutan chlorhexidine gluconate 0,12%, namun pengaruh
chlorhexidine terhadap plak subgingiva berkurang jika dibandingkan
pengaruh chlorhexidine terhadap plak supragingiva.
Dasar yang kuat untuk mencegah terbentuknya plak adalah
terjadinya ikatan antara Chlorhexidine dengan molekul permukaan gigi
antara lain polisakarida, protein, glikoprotein, saliva, pelikel, mukosa serta
permukaan hidroksiapatit. Akibat

adanya ikatan tersebut maka

pembentukan plak dihambat. Hal ini juga dipengaruhi oleh konsentrasi


dari medikasi, pH, temperatur, lamanya waktu kontak larutan dengan
struktur rongga mulut. Penyelidikan lain secara in vitro, chlorhexidine
yang diserap oleh hidroksiapatit pada permukaan gigi dan mucin pada
saliva, kemudian dilepas dalam bentuk yang aktif, yang menyebabkan efek
antimikroba diperpanjang sampai 12 jam, keadaan ini yang menjadi dasar
aktivitas chlorhexidine dalam menghambat plak (Prijantojo, 1996).
Mekanisme penghambatan pembentukan plak oleh chlorhexidine
adalah sebagai berikut :
a. Mengikat kelompok asam anionik dari glikoprotein saliva
sehingga pembentukan pelikel akuid terhambat. Hal ini
menghambat kolonisasi bakteri plak.

b. Mengikat plasma polisakarida yang menyelubungi bakteri atau


langsung berikatan dengan dinding sel bakteri. Ikatan dengan
lapisan

polisakarida

yang

menyelubungi

bakteri

akan

menghambat absorbsi bakteri ke permukaan gigi atau pelikel


akuid. Sebaliknya ikatan clorhexidine langsung dengan sel
bakteri menyebabkan perubahan struktur permukaannya yang
pada akhirnya menyebabkan pecahnya membran sitoplasma
bakteri.
c. Mengendapkan faktor aglutinasi asam dalam saliva dan
menggantikan kalsium yang berperan merekatkan bakteri
membentuk massa plak.

2. Peranan chlorhexidine dalam menghambat Streptococcus mutans


Chlorhexidine telah terbukti dapat mengikat bakteri, hal ini
dimungkinkan karena adanya interaksi antara muatan positif dari molekul
chlorhexidine dan dinding sel yang bermuatan negatif. Interaksi ini akan
meningkatkan permeabilitas dinding sel bakteri yang menyebabkan
membran sel ruptur, terjadinya kebocoran sitoplasma, penetrasi ke dalam
sitoplasma,

dan

pada

akhirnya

menyebabkan

kematian

pada

mikroorganisme (Prijantojo, 1996).


Chlorhexidine telah diteliti sebagai bahan kemoterapi yang paling
potensial dalam menghambat

Streptococcus mutans

dan karies gigi,

sehingga chlorhexidine sering digunakan sebagai kontrol positif untuk


penilaian potensi anti kariogenik bahan lainnya (Emilson, 1994).

D. Farmakokinetik
Chlorhexidine sangat sedikit diserap oleh saluran gastrointestinal, oleh
karena itu chlorhexidine memiliki toksisitas yang rendah. Chlorhexidine di
absorbsi ke permukaan gigi atau mukosa oral, dental plak untuk kemudian
dilepas dalam level terapeutik sehingga lebih efektif dalam mengontrol
pertumbuhan plak bakteri. Chlorhexidinemasih terasa efektif, bila 30%
dipertahankan dalam rongga mulut dan kemudian dirilis secara perlahan
(Singh, 2010).
E. Farmakodinamik
Chlorhexidine dapat menyebabkan kematian sel bakteri dengan
menimbulkan kebocoran sel (pada pemaparan chlorhexidine konsentrasi
rendah) dan koagulasi kandungan intraselular sel bakteri pada pemaparan
chlorhexidine konsentrasi tinggi (Singh, 2010).
Chlorhexidine akan diserap dengan sangat cepat oleh bakteri dan
penyerapan ini tergantung pada konsentrasi chlorhexidine dan pH.
Chlorhexidine menyebabkan kerusakan pada lapisan luar sel bakteri, namun
kerusakan ini tidak cukup untuk menyebabkan kematian sel atau lisisnya sel
(Singh, 2010).
Chlorhexidine akan melintasi dinding sel atau membran luar, diduga
melalui proses difusi pasif, dan menyerang sitoplasmik bakteri atau membran
dalam sel bakteri. Kerusakan pada membran semi permiabel ini akan diikuti
dengan keluarnya kandungan intraselular sel bakteri. Kebocoran sel tidak
secara langsung menyebabkan inaktivasi selular, namun hal ini merupakan
konsekuensi dari kematian sel. Chlorhexidine konsentrasi tinggi akan

10

menyebabkan koagulasi (penggumpalan) kandungan intraselular sel bakteri


sehingga sitoplasma sel menjadi

beku, dan mengakibatkan penurunan

kebocoran kandungan intraselular. Jadi terdapat efek bifasik (memiliki 2 fase)


chlorhexidine pada permeabilitas membran sel bakteri, dimana peningkatan
kebocoran kandungan intraselular akan bertambah seiring bertambahnya
konsentrasi chlorhexidine, namun kebocoran ini akan menurun pada
chlorhexidine konsentrasi tinggi akibat koagulasi dari sitosol (cairan yang
terletak di dalam sel ) sel bakteri (Singh, 2010).
F. Keuntungan dan kerugian penggunaan Chlorhexidine
Kelebihan utama chlorhexidine dibandingkan dengan obat kumur
lainnya adalah perlekatannya dengan substansi (jaringan rongga mulut). Ikatan
yang baik dengan jaringan lunak maupun keras pada mulut menyebabkan efek
chlorhexidine bertahan dalam jangka waktu yang lama setelah digunakan.
Jumlah bakteri dalam saliva secara perlahan berkurang mencapai antara 1020% dibandingkan jumlah awal sebelum pemakaian dan tetap bertahan selama
7 hingga 12 jam (Addy dan Wright, 1978).
Produk yang mengandung chlorhexidine konsentrasi tinggi harus
dijauhkan dari mata dan telinga, karena berbahaya bagi organ tersebut. Pada
konsentrasi rendah chlorhexidine aman digunakan untuk cairan kontak lensa.
Chlorhexidine tersedia dalam preparat obat kumur, pembersih kulit, dan tidak
jarang sebagai bahan pengawet. Chlorhexidine cukup efektif walaupun
keberadaannya bersamaan dengan darah, sabun, dan nanah. Namun
aktivitasnya akan berkurang. (Hennesey, 1973).

11

Chlorhexidine dinetralisasi oleh pasta gigi, terutama yang mengandung


sodium lauryl sulfate dan sodium monofluorophosphat. Meskipun data masih
terbatas, untuk memaksimalkan efektivitas chlorhexidine disarankan memberi
jarak 30 menit sampai dua jam antara waktu menyikat gigi dan berkumur
(Kolahi dan Soolari, 2006).
Produk berbahan dasar chlorhexidine biasanya digunakan untuk
melawan dan mencegah penyakit pada gingiva, misalnya gingivitis.
Chlorhexidine ternyata tidak terbukti mengurangi kalkulus subginggival dan
pada beberapa penelitian justru meningkatkan deposit. Jika dikombinasikan
dengan xylitol, akan terjadi efek sinergis antara keduanya, sehingga efektivitas
anti plak chlorhexidine meningkat (Decker dkk, 2008).
Pada pH fisiologis chlorhexidine mengikat bakteri di permukaan
rongga mulut, dapat bersifat bakteriostatik atau bakterisid tergantung
konsentrasinya. Chlorhexidine memiliki sifat bakteriostatik pada konsentrasi
antara 432 ug/ ml. Konsentrasi yang lebih tinggi akan menyebabkan efek
bakterisid, karena terjadinya presipitasi protein sitoplasma. Efek bakterisid
kurang penting dibandingkan dengan efek bakteriostatik. Hambatan
pertumbuhan plak oleh chlorhexidine dihubungkan dengan sifat chlorhexidine
untuk membentuk ikatan dengan komponen pada permukaan gigi. Ikatan
tersebut terjadi 1530 detik setelah kumur dan lebih dari 1/3 bagian
chlorhexidine diserap dan melekat, namun jumlah perlekatan sebanding
dengan konsentrasinya. Penelitian menunjukkan bahwa perlekatan akan
terjadi sampai 24 jam, yang berarti sebanding dengan efek bakteriostatik
terhadap bakteri. Penelitian menunjukkan bahwa larutan 0,2% chlorhexidine

12

sebagai obat kumur selama 1 minggu menurunkan indeks plak sebanyak 72%
pada hari ke 3 dan 85% pada hari ke 7, dan terjadi penurunan indeks radang
gingiva sebanyak 32% pada hari ke 3 dan 77% pada hari ke 7 (Decker dkk,
2008).
G. Indikasi dan kontraindikasi
Menurut Singh dan Surender (2007) indikasi penggunaan chlorexidine,
adalah :
a. Gingivitis
b. Lesi intra oral
c. Denture stomatitis
d. Acute aphtous ulcer.
e. Periodontitis
f. Menghambat pembentukan plak
g. Mencegah karies
h. Mencegah terjadinya osteitis alveolar pasca pencabutan molar
ketiga yang impaksi
Kontraindikasi penggunaan chlorhexidine adalah pasien memiliki
hipersensitifitas terhadap chlorhexidine.
H. Efek samping
Chlorhexidine dalam bentuk obat kumur lebih efektif menurunkan
skor plaque index dibandingkan dengan yang berbentuk pasta gigi. Oleh sebab
itu, chlorhexidine bukanlah bahan alternatif yang baik untuk pasta gigi (Slot
dkk, 2007).
Chlorhexidine biasa digunakan sebagai bahan aktif di dalam obat

13

kumur untuk mengurangi bakteri pada gigi dan rongga mulut. Salah satu efek
samping dari penggunaan chlorhexidine adalah dapat meningkatkan bau
mulut. Chlorhexidine dinonaktifkan oleh komponen anionik, termasuk
surfaktan anionik yang biasa digunakan pada pasta gigi dan obat kumur.
Karena alasan inilah obat kumur chlorhexidine sebaiknya digunakan minimal
30 menit setelah penggunaan produk mulut yang lain. Untuk mendapatkan
efek terbaik, makanan, minuman, dan rokok harus dihindari minimal satu jam
setelah penggunaan obat kumur (Denton, 2001).
Efek negatif yang paling banyak dikeluhkan oleh pasien pengguna
chlorhexidine adalah munculnya noda pada gigi, mulut dan mukosa pipi
setelah 2 minggu pemakaian. Selain itu, berkumur dengan menggunakan
chlorhexidine juga dapat menimbulkan iritasi pada mukosa mulut, sensasi
terbakar, dan perubahan persepsi rasa (Gurgan dkk, 2006).
Dalam satu kasus pernah dilaporkan bahwa chlorhexidine dapat
menyebabkan suatu reaksi alergi pada kulit, yaitu urtikaria. Reaksi ini muncul
pada pasien setelah berkumur dengan chlorhexidine (Sharma dan Chopra,
2009).
Efek samping yang juga dapat ditimbulkan oleh penggunaan
chlorhexidine dalam jangka waktu yang lama, diantaranya adalah :
a. Taste alteration
b. Staining / pewarnaan pada gigi, lidah dan restorasi
c. Iritasi mukosa
d. Deskuamasi mukosa
e. Contact dermatitis

14

f. Photosensitivity
g. Transient parotitis (Singh dan Surender, 2007).
I. Interaksi obat
Penggunaan chlorhexidine tidak dikenankan bersamaan dengan alkohol,
disfulfiram dan

metrodenazole. Apabila digunakan seara bersamaan maka

akan memimbulkan efek reaksi disulfiram, yaitu seperti mual, muntah, pusing,
muka merah, napas pendek, sakit kepala hebat, gangguan penglihatan, palpitasi
jantung, dan pingsan (Singh dan Surender, 2007).
J. Cara pemakaian
Menurut Greenstein, dkk (1986) bentuk bahan antiplak yang
dikembangkan saat ini adalah bervariasi. Untuk tujuan kontrol plak
supragingival, bahan antiplak yang digunakan bisa berbentuk cairan atau
pasta. Sedangkan untuk tujuan kontrol plak subgingival, bentuk bahan
antiplak yang digunakan pada umumnya adalah berupa cairan atau jel. Cara
pemakaian chlorhexidine bervariasi tergantung bentuk sediaannya terdapat
beberapa cara penggunaan chlorexidine, diantaranya :
1. Chlorexhidine yang dikemas dalam bentuk obat kumur.
Obat kumur dapat dibedakan atas :
a. Obat kumur biasa
Merupakan obat kumur yang biasa digunakan setelah menyikat
gigi pada kesempatan lain yang tidak bersamaan dengan watu
penyikatan gigi.
b. Obat kumur pra-penyikatan
Merupakan obat kumur yang penggunaannya sesaat sebelum

15

menyikat gigi (prebrushing rinse). Dasar pemikiran bagi


penggunaan

obat

melonggarkan

kumur

perlekatan

pra-penyikatan
plak

sehingga

adalah

untuk

lebih

mudah

tersingkirkan pada waktu penyikatan gigi. Mengenai manfaat obat


kumur pra-penyikatan, tampak masih kontroversial namun
demikian ada kesan bahwa hasil penelitian mengenai efektivitas
obat kumur pra-penyikatan adalah lebih disebabkan perbedaan
aktivitas bahan deterjen yang digunakan dalam melonggarkan
perlekatan plak. (Gambar 2.2)

Gambar 2.2

Chlorhexidine obat
kumur ( Nobre, 2009)

2. Disemprotkan
Bahan yang digunakan dikemas dalam bentuk bahan semprot (spray).
Bahan

antiplak

berupa

semprotan

ini

dikembangkan

dengan

pertimbangan agar bahan anti plak lebih mudah mencapai semua daerah
di rongga mulut, terutama bagi mereka yang karena keadaan fisiknya
tidak dapat berkumur dengan baik. (Gambar 2.3)

16

Gambar 2.3 Chlorhexidine Spray( Nobre, 2009)

3. Diirigasikan ke daerah subgingival.


Untuk mengirigasikan bahan anti plak berupa cairan ke darerah
subgingival dipergunakan alat irigasi mulai alat yang sederhana, berupa
alat suntik biasa yang jarumnya dibengkokkan dan ujungnya
ditumpulkan, baik atau layak untuk irigasi khususnya yang diproduksi
oleh pabrik. Irigasi subgingival tidak saja dilakukan oleh dokter gigi di
klinik tetapi juga bisa dilakukan pasien sehari-hari di rumah. Dasar
pemikiran bagi irigasi subgingival adalah bahwa cara berkumur atau
semprotan tidak efektif mencapai subgingival. Pada kasus periodontitis
justru mikroorganisme subgingival yang harus disingkirkan dalam
rangka mengontrol inflamasi yang terjadi masih terus dilakukan
penelitian, namun ada kesan sementara bahwa irigasi subgingival ini
akan sangat bermanfaat bagi perawatan periodontal. (Gambar 2.4)

Gambar 2.4
Gel ( Nobre, 2009)

Chlorhexidine

BAB III
PERIIMPLANTITIS

A. Implan Gigi
Implan gigi merupakan salah satu cara untuk mengganti gigi yang
hilang sehingga diperoleh fungsi pengunyahan, estetik dan kenyamanan yang
ideal.Implan gigi adalah suatu alat yang ditanam secara bedah ke dalam
jaringan lunak atau tulang rahang sehingga dapat berfungsi sebagai akar
pengganti untuk menahan gigi tiruan maupun jembatan.Keuntungan implan
gigi adalah restorasi tersebut sangat menyerupai gigi asli karena tertanam di
dalam jaringan sehingga dapat mendukung dalam hal estetik, perlindungan gigi
tetangga serta pengembangan rasa percaya diri (Srinivasan, 2005). (Gambar
3.1)

Gambar 3.1 Perbedaan implan gigi dan gigi asli (Kashu, 2012)

Kesuksesan pemasangan implan gigi pada pasien di awali dengan


metode pemasangan implan yang baik, tidak menimbulkan rasa sakit dan hasil
akhir yang didapatkan gigi yang lebih baik secara estetika. Cara fungsional ini
memberikan rangkaian gigi yang sehat agar pasien dapat mengunyah makanan
dengan baik dan terlihat menawan, sehingga metode pemasangan implan dapat

17

18

terjangkau dan akan menjadi pilihan yang baik bagi pasien yang kehilangan
gigi (Misch. 2005 cit Poernomo 2011).
B. Bagian-bagian Implan
Menurut Glumphy dan Larsen (2003) Implan gigi terdiri dari beberapa
komponen, yaitu :
1. Badan Implan
Merupakan bagian implan yang ditempatkan dalam tulang.Komponen
ini dapat berupa silinder berulir atau tidak berulir, dapat menyerupai
akar atau pipih.Bahan yang digunakan bisa terbuat dari titanium saja
atau titanium alloy dengan atau tanpa dilapisi hidroksi apatit (HA).
Permukaan implan yang paling banyak digunakan ada tiga tipe yaitu,
plasma spray titanium dengan permukaan yang berbentuk granul
sehingga memperluas permukaan kontaknya, machine finished
titanium yang merupakan implan bentuk screw yang paling banyak
digunakan dan tipe implan dengan lapisan permukaan hidroksiapatit
untuk meningkatkan oseointegrasi.
2. Healing Cup
Merupakan komponen berbentuk kubah yang ditempatkan pada
permukaan implan dan sebelum penempatan abutment. Komponen ini
memiliki panjang yang bervariasi antara 2 mm sampai 10 mm
3. Abutment
Abutment adalah bagian komponen implan yang disekrupkan
dimasukkan secara langsung ke dalam badan implan.Dipasangkan
menggantikan healling cup dan merupakan tempat melekatnya

19

mahkota porselin. Memilih permukaan yang halus terbuat dari titanium


atau titanium alloy, panjang dari 1 mm sampai 10 mm.
4. Mahkota
Merupakan protesa gigi yang diletakkan pada permukaan abutment
dengan sementasi (tipe cemented) atau dengan sekrup (tipe screwing)
sebagai pengganti mahkota gigi dan terbuat dari porselin.
Pada prinsipnya implan gigi memerlukan bahan yang dapat diterima
jaringan tubuh, cukup kuat dan dapat berfungsi bersama dengan restorasi
protesa di atasnya. Menurut Reuther (1993), syarat implan gigi adalah sebagai
berikut :
1. Biokompatibel
Biokompatibel adalah non toksik, non alergik, non karsinogenik, tidak
merusak dan mengganggu penyembuhan jaringan sekitar serta tidak
korosif.
2. Cukup kuat untuk menahan beban pengunyahan
3. Resistensi tinggi terhadap termal dan korosi
4. Elastisitasnya sama atau hampir sama dengan jaringan sekitar
5. Dapat dibuat dalam berbagai bentuk
C. Indikasi dan Kontra indikasi Pemasangan Implan
1. Indikasi pemasangan implan
Menurut Mozartha (2010) terdapat indikasi pemasangan implan gigi
adalah :
a. Pada pasien dengan ketebalan tulang rahang yang cukup.
b. Pasien dengan kebersihan rongga mulut yang baik.

20

c. Pasien yang kehilangan semua atau sebagian gigi geliginya, akan


tetapi sulit memakai gigi tiruan konvensional akibat adanya
koordinasi otot mulut yang kurang sehingga stabilitas gigi tiruan
sulit tercapai atau adanya refleks muntah sehingga sulit memakai
gigi tiruan.
d. Pasien yang menolak gigi aslinya diasah untuk pembuatan gigi
tiruan.
2. Kontra indikasi pemasangan implan gigi :
Menurut Mozartha (2010) terdapat kontra indikasi pemasangan implan
diantaranya :
a. Pada pasien dengan keadaan patologi pada jaringan lunak dan keras.
b. Luka ekstraksi yang baru.
c. Pasien dengan penyakit sistemik.
d. Pasien yang hipersensitif terhadap salah satu komponen implan.
e. Pasien dengan kebiasaan buruk seperti bruksism, merokok dan
alkohol.
f. Pasien dengan kebersihan mulut yang buruk.
D. Klasifikasi Implan Gigi
1. Berdasarkan bahan yang digunakan (Nallaswamy, 2007 dan Srinivasan,
2005).
Bahan yang digunakan untuk implan gigi, antara lain :
a. Logam
Terdiri dari Stainless Steel, Vitallium, Titanium dan logam.Pemakaian
Stainless Steel merupakan kontra indikasi bagi pasien yang alergi

21

terhadap nikel, pemakaiannya juga dapat menyebabkan arus listrik


galvanik jika berkontak dengan logam campuran atau logam
murni.Vitallium paling sering digunakan untuk kerangka implan
subperiosteal.Titanium terdiri dari titanium murni dan logam
campuran titanium yang tahan terhadap korosi.Implan yang dibuat
dari logam dengan lapisan pada permukaan adalah implan yang
menggunakan titanium yang telah diselubungi dengan lapisan tipis
keramik kalsium fosfat pada bagian strukturnya.Material keramik
bioaktif mempunyai sifat bereaksi dengan jaringan tulang.Reaksi ini
menghasilkan hidroksiapatit atau senyawa kalsium fosfat pada
permukaan tulang.Reaksi ini pula yang membentuk ikatan kimia
antara implan dengan tulang baru. Desain ini mempunyai keuntungan
antara lain struktur komponen implan menjadi rigid, high strength
metal, dengan karakteristik kekuatan fraktur sangat tinggi. Aplikasi
pelapisan ini juga meningkatkan pembentukan ikatan interfaceimplantulang dan meningkatkan kekuatan serta stabilitas implan.
b. Keramik
Keramik terdiri keramik bioaktif dan bio-inert.Bioaktif berarti bahan
yang memiliki kemampuan untuk merangsang pertumbuhan tulang
baru disekitar implan, contoh dari bahan ini adalah hidroksiapatit dan
bioglass.Bio-inert adalah bahan yang bertoleransi baik dengan tulang
tetapi tidak terjadi formasi tulang.
c. Polimer dan komposit
Polimer dibuat dalam bentuk porus dan padat, digunakan untuk

22

peninggian dan penggantian tulang.Polimer merupakan suatu bahan


yang sukar dibersihkan pada bagian yang terkontaminasi dan pada
partikel porusnya karena sifatnya yang sensitif terhadap formasi
sterilisasi (Nallaswamy, 2007).
2.

Berdasarkan penempatannya dalam jaringan (Karasutisna, 2002).


a. Implan Subperiosteal
Implan jenis ini diletakkan diatas linggir tulang dan berada dibawah
perioteum.Sering dipergunakan pada rahang yang sudah tak bergigi
baik untuk rahang atas maupun rahang bawah.
b. Implan Transosseus
Implan jenis ini diletakkan menembus tulang rahang bawah dan
penggunaanya terbatas untuk rahang bawah saja.
c. Implan Endosseus atau Endosteal
Implan jenis ini ditanam kedalam tulang melalui gusi dan periosteum.
Jenis ini merupakan jenis yang paling banyak dipakai dan ditolerir
oleh para praktisi, pabrik maupun pakar yang mendalami secara
Scientific & Clinical Forndation, yang pada dasarnya menanam
implan pada alveolar dan basal bone .Bentuk bisa berupa root form
atau blade form.
Keuntungan yang didapat dari penggunaan implan endosseus ialah
bahwa jenis ini dapat dilaksanakan pada pasien tidak bergigi dengan
semua tingkatan absorbsi, bahkan pada keadaan resorbsi yang ekstrim
dengan bantuan grafting.Juga dapat digunakan pada pasien tidak
bergigi sebagian, dari kehilangan satu gigi sampai keseluruhan.

23

Albrektsson dkk (2007) menyatakan bahwa terdapat kriteria keberhasilan


pemasangan implan gigi, diantaranya :
1. Tidak ada kegoyangan ketika dites secara klinis.
2. Tidak ada gambaran radiolusen pada pemeriksaan radiografi.
3. Tidak ada tanda keradangan, nyeri, infeksi, neuropati, parastesi atau
gangguan pada kanal mandibular.
E. Periimplantitis
1. Definisi
Periimplantitis adalah suatu kondisi yang meliputi adanya reaksi
inflamatori dalam jaringan periimplan dan hilangnya tulang pendukung
disekitar implan yang berfungsi.Periimplantitis juga digambarkan sebagai
infeksi spesifik yang gambarannya mirip dengan periodontitis kronis dan
inflamasi yang di dorong oleh bakteri yang disebabkan oleh bahan implan
(Albrektson dan Isidor 1994 cit. Tord, dkk. 2004).Pandangan bahwa
mikroorganisme

memainkan

peran

utama

dalam

pengembangan

periimplantitis didukung oleh beberapa temuan klinis (Tord, dkk 2004)


(Gambar 3.2).

Gambar 3.2 Periimplantitis (Klinge, 2005)

24

Jenis Periimplantitis ada 2 yaitu periimplantitis mucositis dan


periimplantitis osteotitis.Periimplantitis mucositis adalah sebuah reaksi
inflamasi reversible yang berpengaruh dan jaringan lunak disekitar implan
fungsional dan hasilnya kehilangan tulang pada tepi dan akhirnya
menyebabkan hilangnya oseointegrasi.Jaringan lunak disekitar mengalami
peradangan seperti radang gusi.Bakteri diketahui sebagai penyebab utama
infeksi ini atau akibat fenomena permukaan implan itu sendiri.Pencegahan
dan pengendalian infeksi ini merupakan faktor utama ketika merawat pasien
implan, terutama jika pasien memiliki riwayat penyakit periodontal (Norton,
2010).Jaringan mukosa disekitar intraosseus implan membentuk perlekatan
yang kuat dimana kolagen lamina propria yang dikandungnya di tutup oleh
epitel squamosal keratinisasi.Perlekatan epitel- implan (implan- ephitelium
junction) adalah istilah untuk perbatasan jaringan epitel disekitar gigi asli,
dimana sel epitel melekat pada titanium implan atau disebut perlekatan
hemidesmosome dengan lamina basal (Goodacre, dkk. 1999).
Sebuah

sulkus

terbentuk

disekitar

implan

dengan

sulkular

epitelium.Sulkus disekitar implan ditandai oleh sulkular epitelium yang


menyambung kearah apikal dengan junctional epitelium. Jaringan normal
sekitar implan memiliki perlekatan epitel dan jumlahnya hampir sama dengan
jumlah sel inflamasi yang terdapat disekitar gigi asli. Pembuluh kapiler pada
jaringan ikat dibawah perlekatan dan sulkulas epithelial bentuk anatomisnya
mirip dengan pembuluh kapiler yang ditemukan pada periodontium yang
normal

(Gross,

dkk.

1999).Beberapa

peneliti

menemukan

penurun

vaskularitas didekat permukaan implan dibandingkan dengan disekitar gigi

25

dan hal ini menimbulkan adanya pendapat bahwa jaringan sekitar implan
lebih rentan terinfeksi oleh bakteri patogen dibandingkan dengan jaringan
disekitar gigi sehat.Walaupun beberapa peneliti menyatakan bahwa sejumlah
inflamasi tidak dipengaruhi oleh kualitas jaringan lunak sekitar implan,
peneliti lainnya menemukan adanya peningkatan resiko periimplantitis
mucositis pada pasien tanpa mukosa keratinisasi (Carranza dan Saglie 1990).
Periimplantitis osteotitis menurut Antolin (2007), merupakan reaksi
inflamasi irreversible dalam jaringan lunak dan keras yang mengelilingi
implan, karena kehilangan tulang yang terjadi jika tidak ada perawatan yang
diberikan. Dilihat dari gejala klinisnya, periimplantitis osteotitis memiliki
flora normal lebih banyak karena pada tahap awal menyajikan tanda yang
sama seperti periimplantitis mucositis, tetapi disertai oleh gejala keropos
tulang itu sendiri. Bakteri yang berperan adalah intermedia prevotella,
streptoccus spp, prevotella spp, staphylococcus spp. Perbedaan antara
periimplantitis

osteotitis

dengan

periimplantitis

mucositis

adalah

periimplantitis osteotitis mengalami mobilitas implan, kehancuran tulang


secara vertikal, pembentukan nanah, dan peningkatan kedalaman probe.
Namun tanda umum yang sering terjadi pada periimplantitis adalah adanya
plak, bakteri, dan kalkulus juga kemerahan di jaringan perifer, dan
hyperplasia mukosa di daerah yang mengalami keratinisasi gingiva.
Periimplantitis

mempunyai

klasifikasi

berdasarkan

tingkat

keparahannya. Jovanovic dan Spiekermann (1995) membuat klasifikasi


mengenai periimplantitis, yaitu :
Periimplantitis kelas 1 : kerusakan tulang pada tulang horizontal sedikit

26

disekitar area periimplan.


Periimplantitis kelas 2 : kehilangan dan kerusakan tulang tingkatan sedang,
vertikal dan tersendiri (Gambar 3.3)

a.

b.

Gambar 3.3.a. Periimplantitis kelas 1 , b. Periimplantitis kelas 2 Periimplantitis Mucositis


(Spiekermann, 1995).

Pada klasifikasi keparahan periimplatitis, kelas 1 dan 2 menunjukkan


belum adanya kerusakan pada tulang.Sehingga periimplantitis kelas 1 dan 2
termasuk periimplantitis mucositis.
Periimplantitis kelas 3 : kerusakan tulang tingkatan sedang meliputi tulang
lysis yang luas dan melingkar.
Periimplantitis kelas 4 : kerusakan tulang secara horizontal, lebih intens di
sekitar tulang lysis, meluas dan meliputi daerah lingual dan dinding vestibular
(Gambar 3.4).

27

a.

b.

Gambar 3.4. a. Periimplantitis kelas 3, b. Periimplantitis kelas 4Periimplantitis


Osteotitis(Spiekermann, 1995)

Pada klasifikasi keparahan periimplantitis, kelas 3 dan 4 menunjukkan


adanya kerusakan pada tulang.Sehingga periimplantitis kelas 3 dan 4
termasuk periimplantitis osteotitis.
2. Patogenesis
Periimplantitis terjadi diawali dengan akibat beberapa hal seperti
longgarnya

screw

atau

akibat

reaksi

alergi

yang

dialami

oleh

penderitanya.Longgarnya screw dapat membentuk suatu celah disekitar implan


dimana tempat tersebut menjadi tempat akumulasi sisa makanan dan
bakteri.Berkembangnya bakteri dan sisa makanan membuat tubuh mengeluarkan
sistem imun berupa keradangangan didaerah disekitar mukosa periimplan
tersebut. Pada daerah tersebut ditemukan bahwa sel- sel inflammatory
berinfiltrasi kedalam sejumlah besar jaringan lunak periimplantitis seperti yang
telah ditemukan dalam penelitian sebelumnya, Tord, dkk (2004) menganalisa
biopsi jaringan lunak pada enam pasien yang mengalami lesi periimplantitis dan
melaporkan bahwa sekitar 65% dari bagian jaringan ikat mengalami lesi
inflammatory. Selain itu sel- sel PMN seperti neuthrofill granulosit terdapat

28

dalam jumlah besar dalam berbagai lesi yang berbeda yang mengindikasikan
adanya peningkatan aktifitas sel- sel PMN pada daerah yang mengalami
periimplantitis.Interpretasi ini sesuai dengan hasil studi terhadap cairan
crevikular pada implan yang mengalami periimplantitis.
3. Insidensi
Walaupun

terdapat

beberapa

laporan

mengenai

insidensi

dari

periimplantitis namun terdapat sedikit informasi mengenai karakteristik klinis


dan radiografis dari lesi tersebut.Sebagian besar informasi mengenai jaringan
lunak dan keras periimplantitis didapat dari studi eksperimen yang dilakukan
pada anjing dan monyet (Tord, dkk. 2004).Pada beberapa model eksperimen
dibiarkan terjadi pembentukan plak dan ligeratures diletakkan pada posisi
submarginal di sekitar leher implan.Ligeraturesakan dilepas ketika terjadi
respon inflamasi dalam jaringan periimplan dipicu oleh kerusakan tulang yang
luas dan biopsi diambil pada interval waktu berbeda. Analisis histologis dari
bahan biopsi memperlihatkan adanya lesi periimplantitis yang besar dalam
mukosa periimplan dan lesi tersebut juga meluas hingga ke tulang
alveolar.Lindhe dkk (1992) memperlihatkan bahwa jaringan periimplan berbeda
dengan jaringan periodontal dimana jaringan tersebut mudah mengalami lesi
akibat pengaruh plak.
4. Etiologi
a. Infeksi bakteria
Mikrobiologi implan dengan tulang adalah sama yaitu implan yang sehat
memiliki

mikroflora

yang sama

dengan

gigi

yang sehat

terutama

mikroorganisme gram (+), non-motile, aerobik dan mikroorganisme berbentuk

29

kokus. Pada penderita periimplantitis, mikroflora yang ada sama dengan pada
pasien dengan penyakit periodontal yaitu mikroorganisme gram (-), motile,
anaerob dengan presentase Spirochete yang tinggi. Jenis bakteri yang sering
ditemukan pada penderita penyakit periodontal seperti Prevotella intermedia
dan phorphyromonas gingivalis juga ditemukan pada penderita periimplantitis.
Hal ini bisa disebabkan oleh proses pembentukan plak pada jaringan implan
yang disertai dengan proses pergantian mikroorganisme seperti bakteri kokus
menghilang digantikan oleh bentuk filamen dan dari bakteri non-patogen
digantikan oleh bentuk patogen seperti Spirochete (Rapley 1990 cit. Fedi, dkk.
2005).
Bakteri subgingiva yang melekat pada sisi implan yang mengalami
peradangan klinis berbeda dengan yang ada di sekitar implan yang
sehat.Perubahan mikrobial ini sangat mirip dengan yang terjadi disekitar gigi
asli. Jika plak berakumulasi pada permukaan implan, jaringan ikat subepitel
akan terinfiltarsi oleh sejumlah besar sel radang dan epitelium tampak
mengalami

ulserasi

serta

kehilangan

perlekatan.

Ketika

plak

terus

berakumulasi hingga ke dalam apeks, maka tanda klinis dan radiografis dari
kerusakan jaringan akan tampak di sekitar implan maupun gigi (Jovanovic
1976 cit. Caranza dan Saglie 1990).
Hal ini dapat dicegah dengan melakukan perawatan seperti scaling dan
root planning sebelum perawatan implan dilakukan untuk mengurangi jumlah
mikroorganisme disekitar implan tersebut.Selain itu kebersihan rongga mulut
harus tetap dijaga selama perawatan berlangsung (Carranza dan Saglie 1990).

30

b. Faktor Biomekanis
Hasil penelitian memperlihatkan bahwa daya biomekanis yang berlebihan
dapat menimbulkan tekanan yang tinggi atau mikrofraktur pada sisi kontak
antara tulang koronal dengan implan sehingga mengakibatkan tidak terjadinya
osseointergration di sekitar leher implan. Hal ini dipengaruhi oleh 4 faktor
antara lain (Jovanovic 1976 cit. Carranza dan saglie 1990) :
1. Implan ditempatkan pada tulang yang berkualitas buruk.
2. Posisi implan atau jumlah implan yang ditempatkan secara keseluruhan
tidak memadai untuk mentransmisikan beban secara ideal ke atas
permukaan implan.
3. Pasien memiliki pola kerja oklusi berat yang terkait dengan
parafungsinya.
4. Superstruktur gigi protesa tidak sesuai dengan implan yang digunakan.
c. Desain implan
Desain implan merupakan faktor penting dalam pengembangan
periimplantitis mucositis.Komponen yang buruk dari prosthesis sistem implan
dapat

mendorong

retensi

plak

bakteri

dan

mikroorganisme

yang

memungkinkan masuk ke abutment transpithelial.Penelitian yang dilakukan


oleh Banon dkk (1992) menjelaskan bahwa hal ini memungkinkan karena ada
perbedaan antara komponen jenis implan yang ada di pasaran.Desain
makroskopik yang mencakup sekrup dan silinder dapat menularkan stress pada
tulang dan dapat menyebabkan stress mekanik berlebihan pada titik tertentu,
terutama pada sambungan antara leher servikal dari implan (Current Health
Journal, 2010).

31

Untuk mencegah hal ini, yang dapat dilakukan adalah dengan (Carranza dan
Saglie, 1993) :
1. Pemasangan implan dilakukan pada tulang dengan kualitas yang
bagus.
2. Jumlah implan disesuaikan dengan kekuatan dari jaringan tulang
penyangga gigi.
3. Memeriksa pola oklusi dari pasien dan membuat rencana perawatan
sesuai dengan pola oklusi dari pasien tersebut
d. Reaksi Alergi
Reaksi alergi terjadi karena bahan implan yang di tolak oleh tubuh
sehingga timbul suatu reaksi penolakan dari tubuh sehingga pemasangan
implan menjadi tidak berhasil.Untuk mencegah kegagalan implan akibat
reaksi alergi ini bisa dilakukan dengan cara melakukan pemeriksaan secara
menyeluruh pada penderita dengan melakukan test sensitivitas untuk
mengetahui apakah penderita alergi terhadap suatu bahan tertentu. Jika sudah
terjadi kegagalan maka implan sebaiknya diganti dengan bahan lain yang
lebih cocok dengan kondisi tubuh pasien (Carranza dan Saglie 1990).
e. Penyakit Sistemik
1. Diabetes Mellitus
Prevalensi penyakit periodontal pada diabetes mellitus selain lebih
tinggi, juga lebih berat dan berjalan lebih cepat dibandingkan dengan
penderita non diabetes. Penyakit periodontal biasanya disebabkan oleh
infeksi bakteri yang progresif dan kronik. Terutama pada penderita
diabetes mellitus dengan kebersihan mulut yang jelek, bakteri gram

32

negatif dan aerobik akan membentuk plak, apabila plak ini tidak
segera dihilangkan akan terus menyebar ke jaringan periodontal dan
prosesus alveolaris. Apabila keadaan ini tidak dirawat terjadilah
periodontitis diabetik yang manifestasinya klininiknya dapat berupa
mobilitas, migrasi dan lepasnya implan gigi disertai dengan
keroposnya

tulang

alveolaris.Sehubungan

dengan

adanya

periodontopati diabetika terjadi peningkatan prevalensi destruksi,


mobilitas gigi dan lepasnya implan gigi ataupun kalkulus. Kalkulus
subgingiva merupakan salah satu faktor yang dapat merusak jaringan
periodontium
2. Osteoporosis (Bobia, 2010).
f. Faktor Sosial
1. Oral hygiene buruk
2. Merokok
3. Penyalahgunaan Narkoba
4. Bruxism (Bobia, 2010)
g. Faktor iatrogenik
1. Kurangnya stabilitas primer
2. Beban prematur selama periode pembedahan (Bobia, 2010)
5. Pemeriksaan
Pemeriksaan yang dilakukan untuk menegakkan diagnosa dibagi
menjadi dua, yaitu pemeriksaan klinis dan pemeriksaan penunjang.
Pemeriksaan klinis dilakukan secara visual dengan melihat tanda adanya
gejala periimplantitis dalam rongga mulut, yaitu adanya keradangan gingival

33

disekitar implan, adanya pendarahan, adanya penambahan kedalaman


probing, adanya akumulasi debris dan plak serta adanya kegoyangan pada
implant apabila terdapat gejala tersebut, dapat ditegakkan diagnosa sementara
periimplantitis (Newmen, dkk. 2002).
Table 3.1 Diagnosis awal perbedaan Periimplantitis mucositis dengan
Periimplantitis osteotitis(Chen dan Derby, 2003)
Parameter Klinis

Periinplantitis
Mucositis

Periimplantitis
osteotitis

Peningkatan
Kedalaman Probe

+/-

+/-

Mobilitas Implan

+/-

Radiografi
kehilangan tulang

BOP
Nanah

Untuk mendukung penegakan diagnosa pada kasus tersebut, perlu


dilakukan pemeriksaan penunjang.Pemeriksaan penunjang bisa dilakukan
dengan menggunakan radiografi.Pemeriksaan radiografi bertujuan untuk
memperoleh informasi mengenai kondisi tulang, kualitas dan kuantitas
tulang, daerah jaringan periodontal pada periapikal serta posisi dan lokasi
fixture implan.Radiografi yang digunakan dapat menggunakan periapikal,
panoramik, oklusal,

lateral

sefalometri,

dsb.Hasil

dari pemeriksaan

radiografis dapat dijadikan pedoman untuk menentukan rencana perawatan


pada kasus tersebut (Gambar 3.5).Selain itu juga bisa dilakukan analisis pada
model studi.Model studi penting untuk mempelajari sisa geligi dan tulang

34

rahang dan hubungan rahang atas dan bawah. Model rahang atas dan rahang
bawah yang dipasang dan model malam dengan penyusunan percobaan dari
gigi akan membantu untuk mendapatkan gambaran letak implan yang tepat.
Hal ini penting jangan sampai terjadi implan berada diluar lengkung gigi
sehingga menggangu estetik (Renouard dan Rangert, 1999).

Gambar 3.5 A. Radiografi Lesi Periimplantitis, B. Probing Lesi


Periimplantitis(Klinge, 2005)

6. Perawatan periimplantitis
Menurut Chen dan Darby (2003) pada perawatan kegagalan implan,
terdapat dua fase terapi, yaitu :
a. Fase pendahuluan dari periimplantitis terapi
Pada fase ini, terdapat dua hal yang dilakukan, yaitu :
1. Terapi oklusal
2. Terapi antiinfeksi
Pertimbangan

dilakukan

perawatan

pendahuluan

tanpa

melakukan

pembedahan adalah inlflamasi mukosa yang dapat dideteksi secara klinis dan

35

tidak adanya level kehilangan tulang pada pemeriksaan radiografi.


b. Teknik pembedahan untuk terapi periimplantitis
Teknik pembedahan ini dibagi menjadi dua, yaitu :
1. Terapi periimplan resektif
Terapi ini digunakan untuk kehilangan tulang secara horizontal
dan moderate vertical (<3 mm) dan menghilangkan pedalaman
poket. Pertimbangan dilakukan perawatan ini adanya moderate
severe kehilangan tulang secara horizontal, adanya defek tulang
pada satu dan dua dinding , dan implan pada posisi yang
estetiknya kurang .
2. Terapi periimplan regenerative
Pertimbangan

untuk

submerged

regenerative

therapy

detoksifikasi implan kemungkinan dapat dilakukan, defek tulang


pada dua atau tiga dinding, moderate- severe defek pada
sekeliling infrabony poket, dan implan dengan kemungkinan
penutupan flep sempurna. (Tabel 3.2)

Tabel 3.2 Perawatan Periimplantitis

Plak (-)
Poket
Periimplan
3 mm

Perawatan (-)

Plak BOP

OHI dan Debrimen Lokal

Perawatan (-)

Plak (-)
BOP (-)
Kehilangan
Tulang (-)

OHI dan Debrimen Lokal


Bedah Reseksi

Plak BOP
Poket
Periimplan
>3mm
Mild

OHI dan Debrimen Lokal, Bedah Reseksi, Tx


Antiseptik, Antibiotik lokal dan sistemik

Moderate

OHI dan Debrimen Lokal, Bedah Reseksi, Tx


Antiseptik, Antibiotik lokal dan sistemik ,Open
Debriment

Kehilangan
Tulang (+)

36Severe

OHI dan Debrimen Lokal, Bedah Reseksi, Tx


Antiseptik, Antibiotik lokal dan sistemik ,Open
Debriment Explanation

7. Penatalaksanaan
Periimplantitis mucositis adalah kondisi reversible dan hanya
membutuhkan intervensi minimal untuk mengobati.Debriment mekanis
menyeluruh wilayah bersama dengan lokal anti mikroba (Chlorhexidine
irigasi, Dentomycin) biasanya cukup untuk menyelesaikan masalah.Sebuah
pemeriksaan menyeluruh daerah juga harus diselesaikan untuk memastikan
tidak ada faktor iatrogenic lokal memberikan kontribusi terhadap masalah.
Jika masalah itu telah berkembang lebih lanjut dan terdapat kehilangan
tulang, fase pengobatan awal adalah sama, anti mikroba (Chlorhexidine,
dentomycin), debriment mekanis dan protokol kebersihan mulut yang ketat,
termasuk obat kumur chlorhexidine. Pemberian antibiotik sistemik juga harus
dipertimbangkan untuk mengurangi jumlah bakteri patogen. Banyak metode
telah digunakan untuk debridement plak pada permukaan implan yang
terkontaminasi termasuk scaler, sonik, ultrasonik mekanik dan laser, udara
bubuk abrasi, dan berbagai solusi kimia seperti chlorhexidine gluconate,
asam sitrat, hidrogen peroksida, dan saline. Di Pusat Pengobatan Penyakit
Periimplan (CTPID) digunakan kombinasi metode termasuk chlorhexidine
gluconate, solusi tetrasiklin, garam dan debridement mekanis, namun setiap
kasus adalah unik dan membutuhkan solusi yang sesuai (Chen dan Darby,
2003).
Dokter kemudian dapat mempertimbangkan apakah akan mencoba
untuk menumbuhkan tulang di sekitar implan. Keputusan ini dibuat
berdasarkan jumlah tulang yang hilang, morfologi cacat dan respon pasien
dan motivasi.Tujuannya di sini adalah untuk membangun kembali volume

37

38

tulang sekitar implan, namun ada perdebatan tentang kemampuan untuk


kembali osseointegrate permukaan implan yang sebelumnya terkontaminasi.
Menurut Buser dan Maeglin (1996), terdapat tahap perawatan
periimplantitis, yaitu :
a. Gambaran klinis infeksi jaringan lunak
b. Pada intraoperatif terlihat defek berbentuk kawah yang ekstensif
c. Pengurangan defek dinding tulang dan pembersihan permukaan
implan
d. Pemberian chlorhexidine 0,12%selama 5 menit
e. Flep dikembalikan dan dijahit kembali
f. Pemberian periodontal dressing

Gambar 3.6. a. Gambaran klinis infeksi jaringan lunak, b. Pada intraoperative terlihat defek
berbentuk kawah yang ekstensif, c. Pengurangan defek dinding tulang dan permbersihan
permukaan implan, d. Pemberian Chlorhexidine gluconate012% , e. Flep dikembalikan dan dijahit
kembali. (Buser dan Maeglin, 1996)

39

8. Pencegahan
Ada beberapa hal yang bisa dilakukan untuk meminimalkan ataupun
mencegah agar tidak terjadi periimplantitis saat pemasangan implan selesai
dilakukan. Menurut Anam (2009), ada beberapa tindakan yang dapat
dilakukan, yaitu dengan memperhatikan :
a. Pemilihan alat pembersih
Hal yang paling penting dalam pemilihan alat pembersih jangan sampai
menimbulkan goresan atau lubang pada permukaan titanium atau implan
untuk mencegah akumulasi plak. Dan seorang klinisi harus juga
mengevaluasi desain protesa, lokasi deposit dan ketahanan kalkulus untuk
menentukan pemakaian alat yang cocok dan sesuai. Alat yang cocok
biasanya digunakan non metal. Setelah pembersihan kalkulus dianjurkan
untuk dilakukan pemolesan dengan menggunakan rubber atau karet.
b. Prosedur pemeliharaan implan
Setelah pemasangan implan perlu adanya kunjungan berkala untuk
mengevaluasi kesehatan implan dengan melihat secara klinis diantaranya
tidak ada keradangan dan poket pada implan dengan menggunakan probe
periodontal. Pengambilan kalkulus harus diperhatikan lokasi kalkulus,
horizontal, dan vertikal untuk menghindari trauma pada jaringan.
Kunjungan berkala setelah pemasangan implan gigi untuk mengevaluasi
keberhasilan implan. Pembersihan plak dan kalkulus dengan pembersihan
ringan.Bila terjadi keradangan dan infeksi bisa dilakukan dengan bedah
dan pemeriksaan oklusi secara periodik.

40

c. Chemotherapy agent
Chlorhexidine gluconate dapat menurunkan jumlah plak pada rongga
mulut dan disekeliling implan, saat irigasi sub gingiva harus hati- hati
karena akan bisa mengungkit permukaan tepi implan. Ada suatu penelitian
perawatan non bedah pada lesi periimplantitis dengan kapsul minocylin
dan 0,12% chlorhexidine dapat mereduksi kedalaman poket setelah 12
bulan, dan ini dapat disimpulkan bahwa perawatan mekanis sendiri atau
kombinasi dengan chlorhexidine diteruskan dengan plak kontrol dapat
menurunkan keradangan dan antibiotik sistemik juga bisa digunakan untuk
terapi infeksi.
d. Kualitas implan terhadap derajat kesehatan
Kriteria untuk keberhasilan implan dalam kedokteran gigi sangat
kompleks.Istilah sukses dan berhasil dapat disebut dengan daya tahan atau
kelangsungan hidup implan didalam mulut dan istilah gagal digunakan
untuk

mengindikasikan

implan

tidak

berumur

panjang

didalam

mulut.Secara umum istilah berhasil atau sukses implan harus didasarkan


pada konsep kualitas kesehatan dengan sebuah rangkaian kesatuan sehat
dan sakit yang menggambarkan status implan. Periodontal indeks sering
digunakan untuk mengevaluasi implan akan tetapi ada perbedaan yang
fundamental karena implan tidak bisa membusuk karena tidak mempunyai
pulpa gigi yang berfungsi sebagai tanda awal suatu penyakit dan tidak
mempunyai periodontal ligament.
e. Pemberian antibiotika
Antibiotik dapat digunakan sebagai perawatan profilaksis pada saat implan

41

ditempatkan,

atau

periimplantitis
dianjurkan

pada

osteotitis,

adalah

kasus
dan

terjadi
kegagalan

klindamisin,

periimplantitis

mucositis,

implan.Antibiotik

amoxicillin,

metronidazole, penicillin G, ampicillin atau macrolide.

clavulanate

yang
atau

BAB IV
PENGARUH KEBERHASILAN CHLORHEXIDINE GLUCONATE 0,12%
TERHADAP KEBERHASILAN PERAWATAN PERIIMPLANTITIS
MUCOSITIS
Pemakaian implan gigi jika tidak dilakukan perawatan secara benarakan
menyebabkan suatu infeksi dan gejala yang paling umum dari implan gigi yang
terinfeksi adalah peradangan dan pembengkakan jaringan sekitarnya. Peradangan
implan gigi memicu respon dari sistem kekebalan tubuh menyerang gingiva yang
terinfeksi dan sel tulang, hal ini dapat mengakibatkan hilangnya tulang disekitar
implan dan jika terus dibiarkan implan akan menjadi longgar dan harus dilepas.
Patologi periimplantitis meliputi peradangan yang mempengaruhi jaringan lunak
dan keras di sekitar implan yang mengakibatkan terjadi penyusutan atau
keroposnya tulang pendukung yang berlangsung cepat disertai dengan pendarahan
dan nanah oleh karenaja ringan ikat periimplan merupakan pencegah yang kurang
efektif dibandingkan dengan jaringan yang sama disekitar gigi. Patogenesis
tersebutditandaibaikdenganadanyapathwaydarijaringanlunakkeapikaltulang,
atausesuaturetrogradedaritulangpadajaringanlunak.
Kejadianperiimplantitismasihsangatrendahterjadi,
namundenganadanyapeningkatanpenggunaanimplangigidalamduniakedokterangig
imakahalituakanmengarahpadapeningkatanjumlahprevalensikejadianperiimplantit
is(Nobre, dkk 2009).
Sejumlah parameter klinis yang digunakanuntukmengevaluasikondisi
periodontal telahdigunakanuntukmenilaikondisijaringansekitarimplan, parameter
itumeliputi; evaluasioral hygiene, jaringan marginal disekeliling implan, dan
ikatan antar permukaan tulang dengan implan (interface). Keberhasilan

42

43

pemasangan implan pada umumnya ditandai dengan masuknya probe sekitar 3-4
mm, dan lokasi ketinggian tulang di sekelilingimplandapatdiperkirakansekitar 1
mm kearahapikal dari posisi ujung probe. Kesehatan jaringan lunak dan kerasakan
terjaga apabila pasien menaati semua instruksi untuk membersihkan plak dan
memiliki desain protesa yang mengikuti standar perawatan periprostetik
(Carranza danSaglie, 1993).
Salah satu infeksi oleh karena pemakaia nimplan gigi adalah terjadinya
periimplantitis mucositis. Periimplantitis mucositis adalah lesi inflammatory pada
jaringan lunak sekitar implan yang berfungsi (Salvidkk, 2007). Penyebablain
periimplantitis mucositis adalah kolonisasi mikroorganisme dari poketperiimplan.
Hubungan antara mikroorganisme yang berbeda dan penyakit periodontal atau
periimplantitis diatur oleh parameter biologis yang sama. Mikroorganisme yang
paling sering berkaitan dengan kegagalan pemasangan implan gigi adalah
mikroorganisme gram (-)anaerob, seperti intermedia prevotella, ginggiva
lisporphyromonas, actinomycetemcomitan sActinobacillys, denticolatreponema,
prevotellaintermedia, streptococcus viridans, streptococcus sppdan micros
peptostreptococcus (Gupta, 2009).
Bagian yang paling penting dari perawatan periimplantitis adalah untuk
menemukan dan mengobati penyebab infeksi implan gigi. Dokter gigi biasanya
akan membersihkan daerah tersebut dan menganjurkan pemberian obat kumur
untuk

melawan

infeksi.

Terdapat

beberapa

pilihan

dalam

perawatan

periimplantitis mucositis salah satunya adalah dengan menggunakan anti mikroba


lokal seperti, chlorhexidinegluconate 0,12%. Pada proses penyembuhan
periimplantiti smucositis,chlorhexidin egluconate 0,12% memiliki peranan

44

penting yakni chlorhexidine mampu membunuh mikroorganisme gram (-) anaerob


misalnya porphyromonagingivalis,

prevotellaintermedia,

dan staphylococcus

aureus (Corbella, dkk 2010). Pernyataan ini didukung oleh Vianna (2004) dimana
chlorhexidine gluconate dengan konsentrasi 0,12% memakan waktu 15 detik
untuk menetralkan mikroorganisme gram (-) anaerob dan dalam waktu 10 menit
dapat menetralkan staphylococcus aureus. Penggunaan chlorhexidine gluconate
bersamaan dengan pengobatan mekanik menghasilkan hasil yang baik pada saat
pengobatan penyakit periodontal, serta dalam pengobatan periimplantitis
mucositis. Peningkatkan keberhasilan perawatan periimplantitis mucositis dengan
anti bakteri long acting dan substantivitas dari chlorhexidine dengan mengisi
chlorhexidine di dalam poket dalam jangka waktu yang lama. Perawatan tersebut
hanya diberikan pada kasus periimplantitis mucositis dan patologi periimplan
dengan kedalaman probe hingga 5 mm dan 6 mm, dengan diikuti spesifikasi
penggunaan chlorhexidine gluconate 0,12% yang diberikan kepada pasien dan
dilakukan pengawasan jangka pendek (Nobre, 2009).
Chlorhexidine gluconate berfungsi menghambat pembentukan plak gigi
melalui efek bakteriosida dan bakteriostatik, penyumbatan pada kelompokasam
(acidic group) dari glikoprotein saliva ataukelenjar saliva yang membentuk
pelikel dan mengikat permukaan mikroorganisme dalam jumlah sublethal
sehingga adhesi awal kepermukaan dihambat dan mengganggu pembentukan plak
dengan presipitasi faktor aglutinasi dalam saliva dan dengan mengeluarkan
kalsium dari matriks plak (Quirynen, 2005).Person dkk (1996) juga mendukung
bahwa Chlorhexidine gluconate dalam badan implan dapat memiliki efek yang
signifikan dalam membunuh mikroorganisme. Chlorhexidine gluconate juga

45

dapat bergerak atau berdifusi keluar mendesak efek anti bakteri dan dengan cara
ini dapat memperkuat sistem pertahanan yang melindungi jaringan periimplan
tersebut. Keberhasilan perawatan mucositisperi implantitis dengan menggunakan
chlorhexidine gluconate 0,12% membutuhkan waktu penyembuhan selama 10
hari, dan pasien diinstrusikan menggunakan obat kumur chlorhexidine gluconate
0,12% dua kali sehari selama sepuluh hari (Corbella, dkk 2010).
Berdasarkan penelitian Nobre (2009) perawatan non bedah terapi poket
periimplan titismucositis menunjukkan keberhasilan 89% pada kelompok
perlakuan dengan menggunakan chlorhexidinegluconate 0,12% dan 56% untuk
kelompok perlakuan dengan menggunakan hyaluronic acid namun, penggunaan
hyaluronic acid tidak menunjukkan hasil yang baik dalam perawatan periimplan
titis dengan kedalaman poket 5 mm sedangkan perawatan dengan chlorhexidine
gluconate 0,12% menunjukkan hasil yang baik dalam perawatan infeksi
periimplantitis mucositis pada poket 5 mm dan 6 mm.
Perawatan periimplantitis mucositis dengan menggunakan chlorhexidine
gluconate 0,12% menghasilkan efek posititf pada parameter klinis berdasarkan
penelitian tersebut diatas, oleh karena itu chlorhexidine gluconate 0,12%
direkomendasikan untuk mengobati periimplan titismucositis pasca pemasangan
implan gigi.

BAB V
SIMPULAN DAN SARAN

A. SIMPULAN
Dari kajian penulis tentang pengaruh chlorhexidine gluconate 0,12% terhadap
keberhasilan perawatan periimplantitis mucositis, penulis dapat menarik beberapa
kesimpulan, yaitu:
1. Chlorhexidine gluconatemempunyai efek antibakteri spektrum luas dan
dikenal sebagai suatu zat desinfektan yang sering digunakan, efektif
terhadap bakteri tipe kokus (streptococcus) baik gram (+) maupun (-)
yang dominan pada gigi serta sifat toksisitasnya rendah.
2. Terapiperiimplantitis mucositis lebih efektif menggunakan chlorhexidine
gluconate konsentrasi 0,12% dan akan berhasil dengan baik dalam waktu
jangka pendek, dengan kedalaman poket 5 mm dan 6 mm.
3. Proses penyembuhan periimplantitis mucositis dengan menggunakan
chlorhexidine gluconate 0,12% berlangsung selama 10 hari.

B. SARAN
1. Pada perawatan periimplantitis mucositis pasien diinstruksikan menjaga
kebersihan rongga mulut (oral hygiene) dan kontrol plak.
2. Pada perawatan periimplantitis mucositisobat kumur chlorhexidine
gluconate 0,12% digunakan dua kali sehari.

46

47

DAFTAR PUSTAKA

Alberto, E., Veksler, Ghassan, A., Kayrouz, Michael G. Newman., 1991,


Reduction of Salivary Bacteria by Pre-Procedural Rinses with
Chlorhexidine 0,12%, Journal of Periodontology, Vol.62, No.11, hlm.
649-651
AlbrektsonMc Hass, 2007, Dental Implan in Periodontal Therapy, J of Academy
report, vol. 71, hlm. 936-937.
Annam, Syaiful., 2009, September 7-last upadate, PemeliharaanImplangigi
[Homepage Dunia Gigi]. Available :www.duniagigi.com [20 Januari
2014]
Anonim, 2008, Periimplant-3, January-3 last update, [Homepage of Esorib.com]
Available :http://www.esorib.com//Artc_Periimplantitis.html [6 februari
2014].
Antolin Bowen Antonio., 2007, Infections of Implantology: From Prophylaxis to
treatment, JMed Oral Patol Oral CitBucal, hal. 323-326. [ 1Maret 2014 ]
Bastian

Tedyasihto.,
2010,
BukuajarImplantology:
BukuKedokteran EGC, Jakarta.

TeoridanPraktik,

Brown DT, Carr AB, McGivney GP,. McCrackens, 2005, Removable Partial
Prosthodontics., Ed. Ke-11th , C.V. Mosby Company , St Louis.
Buser D. and Maeglin B., 1996, Complication with ITI Implants in Schroeder A.,
et al. Oral Implantologi, Basic, ITI Hollow Cylinder System, New York
:Thieme
Carranza Jr F.A, Saglie F.R, 1990, Glickmans Clinical Periodontology, 7th Ed,
W.B Saunders Company, Harcourt- Tokyo
Chen, S. dan Darby, I., 2003, Dental Implants: Maintenance, Care and Treatment
of Peri-implant Infection, J of Australian Dental, vol. 48:(4), hlm. 212-220
Corbella S, Del Fabbro M, Taschieri S, De Siena F, Francetti L., 2011, Clinical
Evaluation of an Implant Maintenance Protocol for the Prevention of Periimplant Diseases in Patients Treated with Immediately Loaded Full-arch
Rehabilitations, J of Int Dent Hygiene vol. 9, hlm. 216222
Current Health Journal., 2010, May21- last update, Desain Implant [Homepage
Dental World]. Available :www.dentalworld.com

48

Decker., Gabriele Maier., DetlefAxmann, PhD., Michel Brecx, Prof., Christiane


von Ohle, DMD., 2008,Effect of xylitol versus chlorhexidine as single
rinses on intial biofilm formation of cariogenic streptococci.,
Quintessence Int, Vol.39, No.1 hlm 17-26
Denton GW., 2001, Chlorhexidine. In: Block SS,ed. Desinfection, sterilization,
and preservation., 5th Ed., Lippincolt Williams & Wilkins, Philadelphia
Dover MS., 2007, Advanced oral implanthology. In : Booth PW, Schendel SA,
Hausamen JE, eds. Maxillofacial surgery: Oral surgery. 2nd ed. Missouri :
Churchill Livingstone.
Elias, Oshida, Lima, Muller, 2008, Relationship between Surface Properties
(roughness,wettability and morphology) of Titanium and Dental Implant
Removal Torque, J of Mechanical behavior of Biomedical Materials, vol.
1, hlm. 234-242.
Elley, B. M., 1999, Antibacterial Agents in the Control of Supra Gingiva Plaque
Review, JofBritish Dent, vol. 186(6), no. 286, hlm.9.
Fedi, P.F., Gray, J.L., Vermino, A.R., 2005, SilabusPeriodonti, ed-4, Alihbahasa
:Amalia, PenerbitBukuKedokteran EGC, Jakarta.
Goodacre, CJ.,Kan, JY., Rungcharassaeng, K., 1999, Clinical complications of
osseointegrated implants, J Prosthet Dent , Vol. 81(5), hlm. 537-52
Greenstein G., Berman C and Jaffin R., 1986,Chlorhexidine: An adjunct to
periodontoltherapy, J of Periodontal, vol. 57, hlm. 370-374.
Gross, M., Kozak,D., Laufer,B.Z., Weiss, E.I., 1999, Manual closing Torque in
Five Implant Abutment System: An In Vitro Comparative Study, J of
Prosthetic Dentistry, vol. 81, hlm. 574- 578.
Gupta HK et al., 2011, Peri-implantitis: A risk factor in implant failure. J of
Clinical and Diagnostic Research, vol. 5(1), hlm. 138-141.
Gurgan, CA., Zaim, E., Bakirsoy, I., Soykan., 2006, Short- term side effects of
0,2 alcohol free chlorhexidinemouthrinse used as an adjunct to non
periodontal treatment: a double- blind clinical study, J Periodontal,
Vol.7(3), hlm. 370- 84.
Haveles, Elena, 2000, Delmars Dental Drug Reference, Delmar, Virginia,
hlm.156-157.
Hennessey TD., 1973, Some antibacterial properties of chlorhexidine, J of
Periodont Res (Serial on Internet) (cited 2014 Feb 2), vol. 12, p. 61.

49

Hennessey TD., 1973, Some antibacterial properties of chlorhexidine. J of


Periodont Res (Serial on Internet) (cited 2014 Jan 13), vol. 12, p. 61.
HimanshuKhashu, CS Baiju, Gunjan Gupta, Praful Bali, 2012, Periimplantitis, J
of International of Oral Implantology and Clinical Research, vol. 3 no.2,
hlm. 71-76
Jovanovic and Spiekermann., 1995, Agustus 15 - last update, Classification of
periimplantitis, Google book.
Karasutisna, T., 2002.,Bahan Ajar IlmuBedahMulut, TinjauanUmum Dental
ImplandanPengenalanSistemImplan ITI. BagianBedahMulut FKG
UNPAD.
Kolahi, J., Soolari, A., 2006,Rinsing with chlorhexidinegluconate solution after
brushing and flossing teeth: a systematic review of effetiveness,
QuintensensenceInt, Vol.37(8), hlm. 605-12
Kubler N., Reuther J, Kirchner T., Priessnitz B., Sebald W., 1993,
Osteoinductive, morpohologic, and biomechanical properties of
autolyzed, antigen- extracted, allogeneic humans bone, J Oral
MaxilloSurg, vol. 51(21), hlm.1346-57.
Lindhe, J., Berglundh, T., Ericsson, I., Liljenberg, B., Marinello, C., 1992,
Experimental breakdown of periimplant and periodontal tissue. A study in
the beagle dog, Clin Oral Implants Res, vol.3(1), hlm. 9-16
McGlumphy, EA dan Larsen, PE., 2003, Contemporary Implant Dentistry, In
Peterson Implant Dentistry, Contemporary Oral and Maxilofacial Surgery,
Fourth ed. Mosby, St Louis.
McGluphy EA, Larsen PE., 2003, Contemporary implant dentistry. In : Peterson
LJ, Ellis E, Hupp JR, Tucker MR, eds. Contemporary oral and
maxillofacial surgery, Preprosthetic surgery and implant surgery. 4th ed.
Missouri: Elsevier.
Misch, C. E., 2005.,Dental Implan Prosthetic. Mosby
Misch, C.E., 2008, Contemporary implant dentistry. St. Louis: Mosby Inc.
Misch, 2010, Contemporary Implant Dentistry, 3rd Edition, Mosby Elsevier, St.
Louis, Missouri.
MozarthaDiandra., 2010., Implan Gigi danperawatannya 11- October,
[Homepagenormalgigi.com],[online].Available:http://normalgigi.
blogspot.com/2010_09_01_archive.html [15 January 2014].
Nallaswamy D., 2004, Textbook of prosthodontics. New Delhi: Jaypee Brothers
Medical Publisher.

50

Nallaswamy D., 2007, Dental implanthogy. Textbook of Prosthodontics


:Maxillofacial Prosthetics. 1sted. New Delhi: Jaypee Brothers.
Newmen, M. G., Takey, H. H., Carranza, F. A., 2002, WB saunders, J
ofCarranzas clinical periodontology, vol. 9, no. 651, hlm. 74
Nobre M, Rosa Carvalho, R., Paulo Malo., 2009, Non Surgical Treatment ofPeriimplant Pockets: An Exploratory Study Comparing 0.2% Chlorhexidine
and 0.8% Hyaluronic Acid, J of Dent hygiene, vol. 43, no.1, hlm. 2530
Norton Carl., 2010, Implant Practeciushttp://www.implantpracticeus.com/web
/images/stories/downloads/norton.pdf [2 Februari 2014]
Pederson GW., 1996, Buku ajar praktisbedahmulut. Alihbahasa. Purwanto,
Basoeseno. Jakarta : EGC.
Persson, L.G., Ericsson, I., Berglundh, T. &Lindhe, J., 1996, Guided bone
regeneration in the treatment of periimplan- titis. J of Clinical Oral
Implants Research, vol.7, p. 366372.
Peterson, L.J., Ellis, E., Hupp, J.R., Tucker, M.R., 2003,Conteporary Oral and
Maxillofacial Surgey,4thed, Mosby, Saint Louis
Poernomo, H., 2011, Pengaruh lama pencelupanetsa 18% HCL+ 49% H2SO4
terhadap Tingkat Kekasarandan Wettability Permukaan Titanium Alloy,
Tesis, UniversitasGadjahMada, Yogyakarta.
Prijantojo, 1996, PerananChlorhexidineterhadapKelainan Gigi danRonggaMulut,
CerminDuniaKedokteran, vol. 113, hlm. 33-36.
Quirynen M, Vogels R, Alsaadi G, Naert I, Jacobs R, van Steenberghe D., 2005,
Predisposing conditions for retrograde peri- implantitis, and treatment
suggestions.JofClin Oral Implants Res, vol. 16, p. 599-608.
Renouard, F., and Rangert, B., 1999., Risk Factors in Implant Dentistry ;
Simplified Clinical analysis for Predictable Treatment. Quintessence Pub.
Co., Inc
Rosmelita, D., Prayitno, S. W., 2003, EfektifitasPengenceranChlorhexidine 0,2%
1:1 terhadapKasus Gingivitis sertaEvaluasiDiskolorisasipada Gigi
(penelitian), J of Kedokteran Gigi Indonesia, Ed. Khusus KPPIKG/ FKG
UI, vol. 10, no. 661, hlm. 6.
Salvi, G.E., Persson, G.R., Heitz-Mayfield, L.J.A., Frei, M., Lang, N.P., 2007,
Adjunctive Local Antibiotic Therapy in the Treatment of Peri-implantitis
II: Clinical and Radiographic Outcomes, Jof Clinical Oral Implant
Research, vol.18, p. 281285.
Sharma, A., Chopra, H., 2009,Case report: Chlorhexidine urticarial: A rare

51

occurrence with a common mouthwash, Indian Journal of Dental


Research, Vol.20, No.3, hlm. 377-379
Singh, Surender., 2007., Pharmacology for Dentistry. New Delhi: New
AgeInternational (P) Limited, Publishers.
Singh, P., A. Norman Cranin., 2010, Atlas of Oral Implantology, Ed. Ke-3, Mosby
Inc., Missouri.
Slot, D.E., Lindeboom, R., Rosema, N.A., Timmerman, M.F., Van der Weijden,
G.A., 2007 The effect of 0,12% chlorhexidine dentifrice gel on plaque
accumulation: a 3-day non-brush, Int J Dent, Vol. 5(1), hlm. 45-52
Srinivasan, B., 2005, Introduction to dental implantology, Textbook of Oral and
Maxillofacial Surgery. 2nd ed. Elsevier: Churchill Livingstone.
Tord,

B., Gislason,O. Leholm, U., Sennerby, L. Lindhe,


PemeriksaanHispatologisLesiPeriimplantitispadaManusia,
Munksguard 2004, J. ofClin Periodontal vol. 3, p. 341-347.

J., 2004,
Blackwell

Vianna ME, Gomes BP, Berber VB, Zaia AA, Ferraz CC, Souza- Filho F.J., 2004,
In Vitro Evaluation of the Antimicrobial Activity of Chlorhexidine and
Sodium Hypochlorite. J of Oral Surg Oral Med Oral Pathol, vol. 97, p.
7984.
Worthington, P., Taylor, T.D., 1993, Osseointegrated Implant Rehabilitation of
the Previously Irradiated Mandible: Results of a Limited Trial at 3 to 7
years, J Prosthet Dent, vol. 69 (1), p. 60-69.
Mombelli, A., 2002, Microbiology and antimicrobial therapy of peri-implantitis,
Periodontol, Vol.28, hlm. 177-189
Anam, S., 2009, Oktober 20- last update, Diabetes Mellitus danpenyakit
periodontal [Homepage of Dunia Gigi], [Online]. Available:
http://normalgigi.blogspot.com/ [7 maret 2014].
Gupta, H.K., Garg, A., Bedi, NJ., 2011, Peri-Implantitis: A Risk Factor In
Implant Failure, Journal of Clinical and Diagnostic Research, Vol.5(1),
hlm. 38-141
Schwarz, F., 2007, Peri-implant infection : etiology, diagnosis and treatment,
Quintessence Publishing, United Kingdom, hlm. 88
Klinge, B., DDS, Dra, O., Hultin, M., Berglundh, D., 2005, Periimplantitis,
Dent Clin, Vol. 49, hlm. 661-76.
Chen, S., Darby., 2003, Dental implants: Maintenance, care and treatment of
peri-implant infection, Australian Dental Journal, Vol. 48(4), hlm. 212220

52

Bobia, F., Pop, R, V., 2010, Periimplantitis. Aetiology, diagnosis,


treatment.A review from the literature, Current Health Sciences

Journal, Vol. 36 No. 6, hlm. 171-75.

Anda mungkin juga menyukai