Anda di halaman 1dari 94

i

PENGARUH KONSENTRASI GEL EKSTRAK DAUN PEPAYA


(Carica papaya) TERHADAP KEPADATAN KOLAGEN PADA
PENYEMBUHAN LUKA INSISI GINGIVA MARMUT (Cavia porcellus)

I GEDE ANJASMARA
NPM : 13.8.03.81.41.1.5.059

BAGIAN ILMU BEDAH MULUT


FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI
UNIVERSITAS MAHASARASWATI DENPASAR
2016
ii

Lembar Persetujuan Pembimbing

Pengaruh Konsentrasi Gel Ekstrak Daun Pepaya (Carica Papaya) Terhadap


Kepadatan Kolagen pada Penyembuhan Luka Insisi Gingiva Marmut
(Cavia Porcellus)

Skripsi ini dibuat sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan


gelar Sarjana Kedokteran Gigi di Fakultas Kedokteran Gigi
Universitas Mahasaraswati Denpasar

Oleh :
I Gede Anjasmara
NPM : 13.8.03.81.41.1.5.059

Menyetujui
Dosen Pembimbing

Pembimbing I Pembimbing II

drg. Putu Sulistiawati Dewi, M. Biomed Dr. drg. Mochammad Taha Maruf, M.Erg
NPK : 827 408 303 NPK : 826 594 200

ii
iii

Tim penguji skripsi Sarjana Kedokteran Gigi Fakultas Kedokteran Gigi


Universitas Mahasaraswati Denpasar telah meneliti dan mengetahui cara pembuatan
skripsi dengan judul Pengaruh Konsentrasi Gel Ekstrak Daun Pepaya
(Carica Papaya) Terhadap Kepadatan Kolagen pada Penyembuhan Luka Insisi
Gingiva Marmut (Cavia Porcellus) yang telah dipertanggungjawabkan oleh calon
sarjana yang bersangkutan pada tanggal 21 Desember 2016.
Atas nama Tim Penguji Skripsi Sarjana Kedokteran Gigi Fakultas Kedokteran
Gigi Universitas Mahasaraswati Denpasar dapat diselesaikan.

Denpasar, 21 Desember 2016


Tim Penguji Skripsi
Fakultas Kedokteran Gigi
Universitas Mahasaraswati Denpasar
Ketua

drg. Putu Sulistiawati Dewi, M.Biomed


NPK : 827 408 303

Anggota : Tanda Tangan


1. Dr. drg. Mochammad Taha Maruf, M.Erg 1. .
NPK : 826 594 200

2. drg. Durra Mufida, M.Biomed, FISID 2. .


NPK : 827 808 302

Mengesahkan,
Dekan Fakultas Kedokteran Gigi
Universitas Mahasaraswati Denpasar

Drg. P.A. Mahendri Kusumawati. M. Kes., FISID


NIP : 19590512 198903 2001
iii
iv

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas

limpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi

dengan judul Pengaruh Konsentrasi Gel Ekstrak Daun Pepaya

(Carica Papaya) Terhadap Kepadatan Kolagen pada Penyembuhan Luka Insisi

Gingiva Marmut (Cavia Porcellus). Skripsi ini disusun dalam rangka memenuhi

persyaratan tugas akhir belajar untuk meraih gelar Sarjana Kedokteran Gigi

di Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Mahasaraswati Denpasar.

Terselesaikannya skripsi ini juga tidak terlepas dari bantuan, bimbingan dan

dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis ingin

mengucapkan terima kasih kepada:

1. Dr. Drs. I Made Sukamerta, M.Pd selaku Rektor Universitas Mahasaraswati

Denpasar.

2. drg. Putu Ayu Mahendri Kusumawati, M.Kes.,FISID selaku Dekan Fakultas

Kedokteran Gigi Universitas Mahasaraswati Denpasar.

3. drg. Putu Sulistiawati Dewi, M.Biomed, selaku pembimbing I dan selaku

penguji yang banyak memberikan bimbingan, koreksi, masukan, saran ilmiah

serta memberikan semangat untuk dapat menyelesaikan skripsi ini.

4. Dr. drg. Mochammad Taha Maruf, M.Erg selaku pembimbing II dan selaku

penguji, penulis juga menghaturkan penghargaan dan terima kasih yang

sebesar-besarnya yang telah banyak memberikan bimbingan mulai dari awal

usulan penelitian hingga akhir penelitian, koreksi, masukan, saran ilmiah serta

memberikan semangat untuk dapat menyelesaikan skripsi ini.

iv
v

5. drg. Durra Mufida, M.Biomed, FISID selaku penguji yang secara teliti

mengkoreksi skripsi ini dan memberikan masukan yang positif untuk lebih

menyempurnakan skripsi ini.

6. dr. I Gusti Kamasan Nyoman Arijana, M.si.Med dalam membantu pembacaan

hasil penelitian, Bapak I Made Angga Baskara, A. Md, A.K yang membantu

pemeliharaan dan memberi perlakuan terhadap marmut sehingga penelitian

berjalan lancar, serta Bapak I Wayan Surya Rahadi yang sudah banyak

membantu dalam pembuatan gel ekstrak daun pepaya di Akademi Farmasi

Saraswati Denpasar.

Ucapan terimakasih ini tidak lupa saya sampaikan kepada kedua orang tua

saya tercinta, Bapak Drs. I Gede Ardana dan Ibu Ir. Ni Ketut Suwitri yang selalu

memberikan dukungan dan semangat dari awal perlkuliahan hingga saat ini, dan saya

mengucapkan terimakasih pula atas semangat yang diberikan oleh adik saya tercinta,

Ni Made Anggita Laras Hati.

Sahabat GA-PLA, serta teman-teman seperjuangan RADIX 2013 yang telah

banyak memberikan dukungan dan ikut merasakan suka duka selama menjalankan

pendidikan Sarjana Kedokteran Gigi di FKG UNMAS dan dalam penelitian serta

penyusunan skripsi ini.

Dalam penyusunan skripsi ini penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini

masih jauh dari sempurna karena keterbatasan waktu, kemampuan, dan pengetahuan

yang dimiliki penulis, untuk itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang

membangun dari berbagai pihak.

v
vi

Akhir kata, semoga Tuhan Yang Maha Esa senantiasa melimpahkan berkah

dan rahmat-Nya kepada kita semua, dan memberikan pahala sebesar-besarnya kepada

semua pihak yang telah membantu penyelesaian skripsi ini.

Denpasar, 21 Desember 2016

Penulis

vi
vii

PENGARUH KONSENTRASI GEL EKSTRAK DAUN PEPAYA


(Carica papaya) TERHADAP KEPADATAN KOLAGEN PADA
PENYEMBUHAN LUKA INSISI GINGIVA MARMUT (Cavia porcellus)

ABSTRAK

Praktik kedokteran gigi sering kali menimbulkan trauma ataupun luka pada
rongga mulut setelah perawatan gigi, salah satunya luka insisi pada jaringan lunak
rongga mulut. Luka akan diikuti oleh suatu proses penyembuhan luka yang terjadi
secara fisiologis. Luka akan sembuh lebih cepat bila daerah sekitar luka dalam
keadaan steril. Penyembuhan luka juga dipengaruhi oleh kebersihan luka dan adanya
konsumsi zat-zat pembangun dengan kadar yang cukup. Kecepatan penyembuhan
luka dapat disebabkan oleh peningkatan sintesis kolagen pada fase proliferasi yang
bertujuan untuk mempertautkan jaringan yang rusak. Pepaya merupakan tumbuhan
yang sangat banyak ditemukan di Indonesia dan memiliki banyak khasiat. Pepaya
mengandung senyawa flavonoid, saponin, alkaloid, papain dan tannin yang berkerja
sama melalui mekanisme yang berbeda dalam menstimulasi pembentukan kolagen
pada proses penyembuhan luka. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui
konsentrasi optimal ekstrak daun papaya (Carica papaya) terhadap kepadatan
kolagen pada penyembuhan luka insisi gingiva marmut (Cavia porcellus). Jenis
penelitian adalah eksprimental laboratorium secara in vivo dengan rancangan post test
only control group menggunakan 24 ekor marmut jantan yang dibagi menjadi empat
kelompok perlakuan yaitu dengan pemberian gel ekstrak daun pepaya konsentrasi
25%, 50%, 75%, dan pemberian gel CMC-Na 2% sebagai kontrol. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa rerata kepadatan kolagen setelah diberikan gel ekstrak daun
pepaya 25%, 50%, dan 75% secara berturut-turut adalah 22,07%, 26,58%, dan 53,60%.
Seluruh kelompok menunjukkan hasil berbeda bermakna (<0,05) dengan uji One
Way Anova. Kesimpulan dari penelitian ini adalah gel ekstrak daun pepaya
konsentrasi 75% lebih efektif dalam meningkatkan kepadatan kolagen daripada
konsentrasi 50% dan 25%.

Kata kunci: ekstrak daun pepaya (Carica papaya), kepadatan kolagen, luka insisi

vii
viii

THE EFFECT OF PAPAYA (Carica papaya) LEAF EXTRACT GEL ON THE


COLLAGEN DENSITY OF GINGIVAL INCISION WOUND HEALING IN
GUINEA PIG (Cavia porcellus)

ABSTRACT
Dental practice frequently causes a trauma or an injury in oral cavity soft
tissues after dental treatment, one of them is an incision injury on oral cavity soft
tissues. Injury will be followed by wound healing process physiologically. The wound
will heal faster if the area around the wound in a sterile condition. Wound healing
also affected by wound cleanliness and consumption of builder substances on a
sufficient level. Acceleration of wound healing can be caused by collagen synthesis
enhancement in proliferation phase which aims to bind the damaged tissue. Papaya
is a plant that commonly found in Indonesia and has many functions. Papaya leaf
contains flavonoids, saponin, alkaloid, papain, and tannin that work together with
different mechanism in stimulating collagen synthesis in wound healing process. The
aim of this study is to know the optimal concentration of papaya (Carica papaya) leaf
extract gel on the collagen density of gingival incision wound healing in guinea pig
(Cavia porcellus). The type of this study is in vivo laboratory experiment with post
test only control group using 24 male guinea pigs that divided into four treatment
groups, such as application of papaya leaf extract gel concentration of 25%, 50%,
75% and application of CMC-Na 2% gel as a control group. The result of this study
shows that the average collagen density after being treated with papaya leaf extract
gel 25%, 50%, and 75% sequentially is 22.07%, 26.58%, and 53.60%. All groups
show significant difference result (<0.05) in One Way Anova Test. The conclusion of
this study is papaya leaf extract gel concentration of 75% is more effective in
collagen density enhancement than concentration of 50% and 25%.

Keywords : papaya (Carica papaya) leaf extract, collagen density, incision injury

viii
ix

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL
LEMBARAN PERSETUJUAN PEMBIMBING
LEMBARAN PERSETUJUAN PENGUJI DAN PENGESAHAN DEKAN
KATA PENGANTAR ........................................................................................... iv
ABSTRAK ............................................................................................................. vii
DAFTAR ISI .......................................................................................................... ix
DAFTAR TABEL .................................................................................................. xii
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................. xiii
DAFTAR LAMPIRAN .......................................................................................... xiv
BAB I PENDAHULUAN ..................................................................................... 1
A. Latar Belakang ..................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ................................................................................ 4
C. Tujuan Penelitian ................................................................................. 4
D. Manfaat Penelitian ............................................................................... 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................ 6
A. Luka ...................................................................................................... 6
1. Definisi Luka .................................................................................. 6
2. Klasifikasi Luka ............................................................................. 6
B. Luka Insisi ............................................................................................ 9
1. Insisi Vertikal ................................................................................. 10
2. Insisi Horizontal ............................................................................. 11
3. Insisi Interpapil ............................................................................... 11
4. Insisi Gingival Margin .................................................................... 12
5. Insisi pada Regio Molar Ketiga ..................................................... 13
6. Insisi pada Regio Torus Palatinus .................................................. 13
C. Proses Penyembuhan Luka .................................................................. 14
1. Definisi Penyembuhan Luka ........................................................... 14
2. Tahap-Tahap Penyembuhan Luka .................................................. 15
a. Fase inflamasi ........................................................................... 15
b. Fase Proliferasi ......................................................................... 16
c. Fase Maturasi ............................................................................ 18
D. Faktor yang Memperngaruhi Penyembuhan Luka ............................... 19
1. Sirkulasi Darah dan Oksigenasi ..................................................... 20
2. Konsumsi Rokok dan Alkohol ........................................................ 20
3. Infeksi ............................................................................................. 21
4. Benda Asing ................................................................................... 21
5. Penjahitan ....................................................................................... 21
6. Umur .............................................................................................. 22

ix
x

E. Kolagen ................................................................................................ 22
1. Definisi Kolagen ............................................................................. 22
2. Fungsi Kolagen dalam Penyembuhan Luka ................................... 24
F. Ekstrak .................................................................................................. 25
1. Definisi Ekstrak .............................................................................. 25
2. Metode Ekstraksi ............................................................................ 26
a. Maserasi ................................................................................... 26
b. Perlokasi .................................................................................. 26
c. Refluks ....................................................................................... 27
d. Soxhlet ...................................................................................... 27
e. Digesti ...................................................................................... 27
G. Gel ........................................................................................................ 28
H. Pepaya .................................................................................................. 28
1. Definisi Pepaya .............................................................................. 28
2. Daun Pepaya ................................................................................... 30
3. Kandungan dan Manfaat Daun Pepaya .......................................... 31
I. Marmut ................................................................................................. 32
J. Hipotesis ............................................................................................... 34
BAB III METODE PENELITIAN ......................................................................... 35
A. Jenis Penelitian ..................................................................................... 35
B. Rancangan Penelitian ........................................................................... 35
C. Jumlah sampel ...................................................................................... 35
D. Alat dan Bahan Penelitian .................................................................... 36
1. Alat Penelitian ................................................................................ 36
2. Bahan Penelitian ............................................................................. 37
E. Tempat dan Waktu Penelitian .............................................................. 37
F. Identifikasi Variabel Penelitian ............................................................ 38
1. Variabel Bebas ............................................................................... 38
2. Variabel Terikat ............................................................................. 38
3. Variabel Terkendali ........................................................................ 38
G. Definisi Operasional ............................................................................. 38
1. Ekstrak Daun Pepaya ..................................................................... 38
2. Gel Ekstrak Daun Pepaya ............................................................... 39
3. Kepadatan Kolagen ........................................................................ 39
4. Panjang dan Dalam Insisi Gingiva ................................................. 39
5. Waktu Pengamatan ......................................................................... 40
6. Skalpel ............................................................................................ 40
7. Marmut ........................................................................................... 40
8. Makanan Marmut ........................................................................... 40
9. Kandang Marmut ........................................................................... 40
10. Kelembaban, Suhu, dan Cahaya ..................................................... 41
H. Prosedur Penelitian ............................................................................... 41
1. Pembuatan Ekstrak Daun Pepaya ................................................... 41
2. Pembuatan Gel Ekstrak Daun Pepaya ............................................ 42
3. Uji In Vivo ....................................................................................... 43

x
xi

4. Cara Pembuatan Sediaan ................................................................ 44


5. Perhitungan Persentase Kepadatan Kolagen ................................. 44
I. Analisis Data ........................................................................................ 45
1. Analisis Deskriptif ......................................................................... 45
2. Uji Normalitas dan Homogenitas ................................................... 46
3. Uji Efek Perlakuan ......................................................................... 46
4. Uji Hipotesis .................................................................................. 46
5. Alur Penelitian ............................................................................... 47
BAB IV HASIL PENELITIAN ............................................................................. 48
A. Gambaran Histopatologis Kepadatan Kolagen pada Penyembuhan
Luka ...................................................................................................... 48
B. Analisis Deskriptif ............................................................................... 51
C. Uji Normalitas Data ............................................................................. 51
D. Uji Homogenitas Data antar Kelompok ............................................... 52
E. Analisis Efek Pemberian Gel Ekstrak Daun Pepaya terhadap
Kepadatan Kolagen .............................................................................. 52
BAB V PEMBAHASAN ....................................................................................... 55
A. Subyek Penelitian ................................................................................. 55
B. Distribusi dan Homogenitas Data Hasil Penelitian .............................. 56
C. Pengaruh Pemberian Gel Ekstrak Daun Pepaya Terhadap
Kepadatan Kolagen ............................................................................... 56
BAB VI SIMPULAN DAN SARAN ..................................................................... 63
A. Simpulan .............................................................................................. 63
B. Saran ..................................................................................................... 63
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................ 64
LAMPIRAN

xi
xii

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 3.1 Kelompok perlakuan ............................................................................ 35


Tabel 4.1 Analisis Deskriptif Rerata Persentase Kepadatan Kolagen ................. 51
Tabel 4.2 Hasil Uji Normalitas Data Presentase Kepadatan Kolagen
Masing-masing Kelompok ................................................................... 52
Tabel 4.3 Hasil Uji Homogenitas antar Kelompok Data Presentase
Kepadatan Kolagen .............................................................................. 52
Tabel 4.4 Uji Perbedaan Rerata Persentase Kepadatan Kolagen Antar
Kelompok Setelah Diberikan Ekstrak Daun Pepaya ............................ 53
Tabel 4.5 Beda Nyata Terkecil Presentase Kepadatan Kolagen Setelah
Diberikan Ekstrak Daun Pepaya antar Kelompok ............................... 53

xii
xiii

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 2.1 Luka ................................................................................................ 6


Gambar 2.2 Insisi Vertikal ................................................................................. 10
Gambar 2.3 Insisi Horizontal ............................................................................. 11
Gambar 2.4 Insisi Interpapila Bagian Palatal ..................................................... 12
Gambar 2.5 Insisi Gingival Margin ................................................................... 12
Gambar 2.6 Insisi Molar Ketiga ......................................................................... 13
Gambar 2.7 Insisi Torus Palatinus ..................................................................... 14
Gambar 2.8 Fase Inflamasi ................................................................................ 16
Gambar 2.9 Fase Proliferasi ............................................................................... 18
Gambar 2.10 Fase Maturasi ................................................................................. 19
Gambar 2.11 Serabut Kolagen ............................................................................. 24
Gambar 2.12 Pohon Pepaya ................................................................................. 30
Gambar 2.13 Daun Pepaya ................................................................................... 31
Gambar 2.14 Marmut ........................................................................................... 34
Gambar 3.1 Skema Pembuatan Ekstrak ............................................................. 42
Gambar 3.2 Tahapan Penelitian .......................................................................... 47
Gambar 4.1 Kepadatan Kolagen pada Aplikasi Gel Ekstrak Daun Pepaya
25% ................................................................................................. 49
Gambar 4.2 Kepadatan Kolagen pada Aplikasi Gel Ekstrak Daun Pepaya
50% ................................................................................................. 49
Gambar 4.3 Kepadatan Kolagen pada Aplikasi Gel Ekstrak Daun Pepaya
75% ................................................................................................. 50
Gambar 4.4 Kepadatan Kolagen pada Aplikasi CMC-Na 2% ........................... 50

xiii
xiv

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Surat Keterangan Kelaikan Etik


Lampiran 2 Surat Keterangan Melakukan Penelitian
Lampiran 3 Dokumentasi Penelitian
Lampiran 4 Hasil Uji Statistik

xiv
1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Praktik kedokteran gigi sering kali menimbulkan trauma ataupun luka

pada rongga mulut setelah perawatan gigi. Luka merupakan suatu kerusakan atau

hilangnya sebagian dari jaringan tubuh yang disebabkan oleh goresan benda

tajam, zat kimia, perubahan suhu, dan sengatan listrik. Setelah terjadinya luka,

secara fisiologis akan diikuti dengan adanya suatu proses penyembuhan luka.

Proses penyembuhan luka dibagi menjadi tiga fase yaitu fase inflamasi, fase

proliferasi dan fase maturasi (Sjamsuhidajat, 2005).

Tujuan dari penyembuhan luka adalah untuk mempertautkan kembali

kedua sisi dari luka tersebut dan pengembalian fungsi jaringan seperti semula

(Andreasen,2007). Penyembuhan luka secara fisiologis membutuhkan waktu yang

lama sehingga dapat meningkatkan potensi terjadinya infeksi pada daerah yang

terluka tersebut. Penyembuhan luka diharapkan dapat berlangsung dengan cepat

agar fungsi tubuh dapat cepat kembali normal dan mengurangi potensi terjadinya

infeksi pada daerah luka. Luka akan sembuh lebih cepat bila daerah sekitar luka

dalam keadaan steril. Selain itu ada faktorfaktor pendukung seperti kebersihan

luka terjaga dan adanya konsumsi zat-zat pembangun dengan kadar yang cukup

(Stevens, 1999). Pemberian zat pembangun seperti vitamin C dapat membantu

mempercepat proses penyembuhan luka dengan cara peningkatan sintesis kolagen

1
2

pada fase proliferasi yang bertujuan untuk mempertautkan jaringan yang rusak

(Darma, 2013).

Kolagen adalah serabut yang terbentuk dari fibrolas, merupakan suatu

protein utama penyusun komponen matrik ekstraseluler dan merupakan protein

terbanyak yang ditemukan dalam tubuh manusia. Kolagen berperan sangat

penting pada setiap tahap penyembuhan luka (Novariansyah, 2008). Pada

jaringan normal serabut kolagen dibentuk dan didegradasi dalam keadaan

seimbang. Setelah terjadi luka tingkat sintesis serabut kolagen akan meningkat,

kemudian proses degradasi dan penyimpanan serabut kolagen akan menyebabkan

kekuatan dan integritas luka tanpa menimbulkan jaringan parut yang berlebihan

(Damayanti, 2012).

Sediaan obat topikal banyak dipilih ketika melakukan terapi yang

berkaitan dengan luka atau kerusakan jaringan kulit lainnya, seperti memberikan

antibiotik topikal ataupun antiseptik topikal untuk mencegah terjadinya infeksi

pada daerah luka yang dapat menghambat penyembuhan luka (Capriyanti, 2015).

Ada beberapa sediaan obat topikal salah satunya adalah gel. Gel merupakan

sediaan setengah padat yang terdiri dari suspensi partikel organik dan anorganik.

Aplikasi gel akan membentuk suatu lapisan ketika menyentuh kulit dan dapat

diabsorpsi dengan baik oleh kulit (Yanhendri, 2012).

Penggunaan bahan-bahan tradisional pada zaman modern ini oleh

masyarakat karena dianggap memiliki khasiat pada berbagai penyakit. Pemerintah

Indonesia berkomitmen kuat dalam pemanfaatan bahan-bahan tradisional sebagai


3

bahan obat alternatif yang memiliki efek samping yang minimal dan akan

diintegrasikan kedalam sistem kesehatan nasional (KEMENKES RI, 2011).

Pepaya merupakan tumbuhan yang sangat banyak ditemukan di Indonesia.

Selain buahnya yang dapat dikonsumsi, bagian lain dari tumbuhan pepaya

memiliki banyak manfaat dan khasiat yang dapat digunakan sebagai bahan

alternatif dalam pengobatan masalah kesehatan. Hampir semua bagian dari

pepaya dapat digunakan sebagai bahan obat seperti daun, bunga, biji, akar, getah

dan kulit pepaya (Andareto, 2015).

Daun pepaya diketahui mengandung vitamin A, vitamin B1, vitamin C,

protein, lemak, karbohidrat, dan air. Skrining fitokimia daun pepaya

menunjukkan bahwa terdapat banyak kandungan zat aktif dalam daun pepaya

seperti alkanoid, triterpenoid, steroid, flavonoid, saponin, dan tannin

(Ayun, 2015). Senyawa flavonoid memiliki aktivitas sebagai antimikroba dan

antiinflamasi sehingga dapat mengurangi peradangan, senyawa lainnya yaitu

saponin juga dapat memacu pembentukan kolagen, sehingga senyawa-senyawa

tersebut dapat membantu mempercepat proses penyembuhan luka (Ruswanti,

2014).

Penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Darma (2013) menyatakan

bahwa vitamin C dapat membentuk kolagen yang lebih padat sehingga dapat

mempercepat proses penyembuhan luka. Hal ini disebabkan pemberian vitamin C

dapat menjadi kofaktor pada proses sintesa kolagen. Penelitian yang dilakukan

oleh Yuza (2014) juga menyatakan bahwa vitamin C dapat menjadi kofaktor

dalam pembentukan kolagen pada penyembuhan luka. Selain vitamin C,


4

penelitian ini juga menunjukkan bahwa senyawa saponin dapat meningkatkan

tingkat protein prokolagen tipe I yang merupakan bahan untuk sintesis kolagen.

Penelitian ekstrak daun pepaya sebagai antiinflamasi yang

dilakukan oleh Aldelina (2013) dengan menguji ekstrak daun papaya (Carica

papaya) dengan konsentrasi 25%, 50%, dan 75% menujukkan adanya aktivitas

antiinflamasi dari ekstrak daun pepaya (Carica papaya) pada konsentrasi 75%.

Hal ini ditandai dengan adanya penurunan sel makrofag oleh karena penurunan

koloni bakteri yang disebabkan oleh aktivitas enzim flavonoid yang bersifat

antibakteri. Pada penelitian ini penulis membuat inovasi untuk menguji pengaruh

konsentrasi gel ekstrak daun papaya (Carica papaya) terhadap kepadatan kolagen

pada penyembuhan luka insisi gingiva marmut (Cavia porcellus).

B. Rumusan Masalah

Dari uraian latar belakang di atas maka timbul suatu permasalahan yaitu

apakah konsentrasi gel ekstrak daun papaya (Carica papaya) berpengaruh

terhadap kepadatan kolagen pada penyembuhan luka insisi gingiva marmut

(Cavia porcellus).

C. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui konsentrasi optimal

ekstrak daun papaya (Carica papaya) terhadap kepadatan kolagen pada

penyembuhan luka insisi gingiva marmut (Cavia porcellus).


5

D. Manfaat Penelitian

Dalam penelitian ini dapat diketahui pengaruh konsentrasi ekstrak gel

daun papaya (Carica papaya) terhadap kepadatan kolagen pada penyembuhan

luka insisi gingiva marmut (Cavia porcellus) maka :

a. Mengetahui efektivitas penyembuhan luka oleh ekstrak daun papaya

(Carica papaya) dengan melihat kepadatan kolagen pada penyembuhan

luka.

b. Dapat digunakan sebagai dasar penelitian lebih lanjut untuk menguji

potensi daun papaya (Carica papaya) terhadap penyembuhan luka.

c. Diharapkan agar daun papaya ini dapat digunakan sebagi pengobatan

alternatif dalam penyembuhan luka.


6

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Luka

1. Definisi Luka

Luka adalah hilang atau rusaknya sebagian jaringan tubuh yang

disebabkan oleh trauma benda tajam atau tumpul, perubahan suhu, zat kimia,

ledakan, sengatan listrik, atau gigitan hewan (Sjamsuhidajat, 2005). Luka atau

trauma jaringan pada praktik kedokteran gigi biasanya melibatkan jaringan

periodonsium, jaringan pulpa, dan jaringan lunak rongga mulut (Andreasen,

2007).

Epidermis
Eritrosit
fibroblas
Monosit
Dermis
Platelet

Pembuluh
darah

Gambar 2.1 Gambaran Luka (Diegelmann dan Evans, 2004).

2. Klasifikasi Luka

Menurut Sarabahi dan Tiwari (2012), berdasarkan derajat

kontaminasinya, luka dapat diklasifikasikan yaitu:

6
7

a. Luka bersih (Klas I): Luka yang tidak terdapat inflamasi dan infeksi,

merupakan luka sayat elektif dan steril tetapi berpotensi untuk terinfeksi.

b. Luka bersih terkontaminasi (Klas II): Luka pembedahan pada kondisi

saluran pernafasan, saluran pencernaan dan saluran perkemihan dalam

kondisi terkontrol. Proses penyembuhan luka akan lebih lama namun tidak

menunjukkan tanda infeksi.

c. Luka terkontaminasi (Klas III): Luka yang berpotensi terinfeksi, pada luka

terbuka karena trauma atau kecelakaan (luka laserasi), fraktur terbuka

maupun luka penetrasi.

d. Luka kotor (Klas IV): Luka lama dengan keterlambatan perawatan,

biasanya akibat luka kecelakaan yang mengandung jaringan mati dan luka

dengan tanda infeksi seperti cairan purulen. Luka ini bisa sebagai akibat

pembedahan yang sangat terkontaminasi.

Menurut Maryunani (2015) berdasarkan kedalaman dan luasnya, luka

dapat dibagi menjadi :

a. Luka superfisialis (Stadium I): Luka terbatas pada bagian dermis kulit.

b. Luka Partial Thickness (Stadium II): Luka akibat kehilangan jaringan

kulit pada lapisan epidermis dan bagian atas dermis.

c. Luka Full Thickness (Stadium III): Luka akibat hilangnya jaringan kulit

keseluruhan sampai jaringan subkutan yang dapat meluas tetapi tidak

mengenai otot.

d. (Stadium IV) : Luka mengenai otot, tendon dan tulang dengan adanya

kerusakan/destruksi yang luas.


8

Berdasarkan waktu penyembuhan atau waktu kejadiannya, dapat

dibagi menjadi:

a. Luka akut : luka trauma baru yang biasanya segera mendapat penanganan

dan dapat sembuh dengan baik bila tidak terjadi komplikasi.

b. Luka kronik : luka yang berlangsung lama dan mengalami kegagalan

dalam proses penyembuhan yang diakibatkan oleh faktor eksogen dan

endogen.

Klasifikasi berdasarkan jenisnya, luka dapat dibagi menjadi luka

memar, luka abrasi/lecet, luka robek/laserasi, luka tusuk, luka tembak, luka

avulsi, luka hancur (Maryunani, 2015).

a. Luka memar: luka akibat benturan oleh suatu tekanan dan

dikarakteristikkan cedera pada jaringan lunak, perdarahan dan bengkak.

b. Luka abrasi/lecet: luka permukaan (superfisial) dan dapat mengenai

sebagian atau seluruh kulit. Luka ini dapat mengakibatkan nyeri karena

mengenai ujung saraf terbuka.

c. Luka robek/laserasi: luka karena benda tajam mengakibatkan kerusakan

jaringan yang berat dan dapat menyebabkan perdarahan yang serius.

d. Luka tusuk: luka oleh benda tajam dan runcing sehingga mengakibatkan

luka dengan lebar lebih kecil dibandingkan dalamnya. Hal ini dapat

meningkatkan resiko terhadap infeksi bakteri terutama bakteri anaerob.

e. Luka tembak: luka yang menembus organ tubuh, biasanya pada bagian

awal luka masuk memiliki diameter yang kecil tetapi pada bagian ujung

biasanya lukanya melebar.


9

f. Luka gigitan: luka yang terjadi akibat gigitan binatang dengan ciri-ciri

luka kecil tetapi dalam.

g. Luka avulsi: luka dengan ciri kulit dan jaringan bawah kulit terkelupas,

tetapi sebagian masih ada hubungan dengan tubuh.

h. Luka hancur: luka yang sulit digolongkan pada salah satu jenis luka,

banyak jaringan yang hancur dan non vital. Pada kasus ini biasanya

dilakukan tindakan amputasi.

Berdasarkan ada tidaknya hubungan dengan dunia luar/integritas luka

dibedakan menjadi luka tertutup dan luka terbuka (Maryunani, 2015).

a. Luka tertutup: luka ditandai dengan tidak adanya robekan pada kulit dan

tidak melampaui tebal kulit.

b. Luka terbuka: luka ditandai dengan adanya robekan pada kulit atau

membran mukosa dan melampaui tebal kulit.

Secara umum luka dapat terjadi secara patologis dan dapat pula terjadi

akibat tindakan yang disengaja. Praktik kedokteran gigi tidak lepas dari

tindakan pembedahan yang dapat menyebabkan luka, seperti luka insisi.

B. Luka insisi

Luka inisisi adalah luka yang disebabkan oleh sayatan instrumen yang

tajam. Insisi intraoral dan ekstraoral pada pembedahan berfungsi untuk

memberikan akses untuk melihat organ atau struktur di dalam tubuh. Insisi

dilakukan pada bedah endodontik, augmentasi ridge , implan, odontektomi dan

lain sebagainya (Balaji, 2008).


10

Insisi pada pembedahan dibuat dengan menggunakan skalpel bedah nomor

15 dengan ujung membulat, skalpel nomor 11 dengan ujung runcing dan skalpel

nomor 12C dengan ujung membulat kecil dapat digunakan pada beberapa

prosedur oleh beberapa operator. Selain itu, insisi dapat dilakukan dengan

menggunakan elektrosurgeri, laser, atau juga kombinasi skalpel bedah dengan

elektrosurgeri (Andersson dkk, 2010)

Menurut Andersson dkk (2010), ada beberapa tipe insisi intraoral yang

dapat dilakukan yaitu sebagai berikut.

1. Insisi vertikal

Tipe insisi ini memberikan hasil yang lebih estetik dengan

menghasilkan sedikit jaringan parut. Tipe ini diindikasikan untuk memperoleh

akses ke lesi yang lebih dalam, dan untuk prosedur intraoral lain yang

memerlukan invasi minimal. Insisi tipe ini memiliki akses yang terbatas.

Gambar 2.2 Insisi Vertikal (Andersson dkk, 2010).


11

2. Insisi horizontal

Inisisi tipe ini sering dilakukan pada sulkus bukal. Tipe ini sering

diindikasikan pada kelainan periapikal, gigi impaksi, tumor, dan penanganan

kelainan sinus. Tipe insisi ini menghasilkan jaringan parut yang lebih banyak

daripada insisi vertikal.

Gambar 2.3 Insisi Horizontal (Andersson dkk, 2010).

3. Insisi interpapil

Insisi interpapila, insisi sulkus atau insisi gingiva margin ini

memberikan akses yang sangat baik dan memberikan jaringan parut yang

minimal. Insisi interpapila ini dapat dilakukan di bukal, palatal, atau lingual.

Namun tipe ini dapat menyebabkan masalah pada sekitar perawatan mahkota

dan jembatan, serta dapat menyebabkan resesi gingiva dan masalah gingiva

yang berlanjut.
12

Gambar 2.4 Insisi Interpapila Bagian Palatal (Andersson dkk, 2010).

4. Insisi gingival margin

Insisi gingival margin dapat dikombinasikan dengan sayatan sudut 70o

untuk peningkatan akses pada lesi tulang, namun dengan mempertahankan

vaskularisasi flap. Insisi ini merupakan insisi yang populer, tapi

kekurangannya adalah jika sayatan dibuat di bagian anterior, maka hasilnya

akan membentuk papilla yang tidak normal dan menghasilkan jaringan parut.

Gambar 2.5 Insisi Gingival Margin (Andersson dkk, 2010).


13

5. Insisi pada region molar ketiga

Insisi pada region molar ketiga dilakukan menuruni ridge oblik

eksterna ke distobukal line angle molar kedua dan diteruskan ke sekitar

gingival margin molar satu dan dua, dan dapat diperluas ke anterior bila

diperlukan. Insisi ini memberikan akses yang baik, namun sulit pada proses

penjahitan dan menyebabkan resesi gingiva.

Gambar 2.6 Insisi Molar Ketiga (Andersson dkk, 2010).

6. Insisi pada regio torus palatinus

Insisi pada regio torus palatinus menggunakan tipe insisi double-Y.

Insisi ini memberikan suplai darah yang baik pada mukosa palatal dan

memberikan akses yang baik pada torus yang akan diangkat.


14

Gambar 2.7 Insisi Torus Palatinus (Andersson dkk, 2010).

Hal yang perlu diperhatikan dalam melakukan insisi adalah instrumen

yang digunakan harus tajam agar membentuk luka yang bersih, tanpa kerusakan

berlebih akibat goresan yang berulang. Skalpel tumpul memberikan hasil yang

kurang maksimal, sehinga skalpel harus diganti ketika sudah berulang kali

digunakan. Insisi harus dilakukan dengan cermat agar tidak terjadi pemotongan

struktur vital pada daerah insisi (Peterson dkk, 2003).

Setelah terjadinya luka insisi pada proses pembedahan, secara fisiologis

akan diikuti dengan proses penyembuhan luka untuk menutup bagian yang

terbuka akibat insisi.

C. Proses Penyembuhan Luka

1. Definisi Penyembuhan Luka

Penyembuhan luka adalah proses fisiologis yang terjadi setelah tubuh

mengalami suatu cedera yang bertujuan untuk mengembalikan atau


15

mempertautkan kembali sisi dari luka dan mengembalikannya seperti semula.

Pada keadaan ini terjadi kontrol perdarahan, pertahanan terhadap infeksi,

pembersihan luka dari jaringan nekrotik dan benda asing, serta penutupan luka

dengan jaringan ikat dan epitelium baru. Penyembuhan terjadi dalam tiga fase

yaitu fase inflamasi, fase proliferasi dan fase maturasi (Andreasen, 2007).

2. Tahap-Tahap Penyembuhan Luka

a. Fase Inflamasi

Fase inflamasi berlangsung sejak terjadinya luka sampai kira-kira

hari kelima. Pembuluh darah yang terputus pada luka akan menyebabkan

perdarahan dan tubuh akan berusaha menghentikannya dengan cara

vasokontriksi, pengerutan ujung pembuluh darah yang putus (retraksi),

dan reaksi haemostasis. Hemostasis terjadi karena trombosit keluar dari

pembuluh darah saling melengket dan bersama benang-benang fibrin

terbentuk, membekukan darah yang keluar dari pembuluh darah. Sel mast

dalam jaringan ikat menghasilkan serotonin dan histamin yang

meningkatkan permeabilitas kapiler sehingga terjadi eksudasi,

pembentukan sel radang, disertai vasodilatasi setempat yang menyebabkan

udem dan pembengkakan. Tanda dan gejala klinis radang yang terlihat

dalam fase ini adalah adanya warna kemerahan karena kapiler melebar

(rubor), rasa hangat (kalor), nyeri (dolor), dan pembengkakan (tumor)

(Sjamsuhidajat, 2005).

Aktivitas seluler yang terjadi pada fase ini adalah neutrofil,

limfosit, dan makrofag menuju tempat terjadinya luka. Hal ini bertujuan
16

sebagai pertahanan terhadap terjadinya infeksi dengan cara pembersihan

daerah luka dari debris dan benda asing (Andreasen, 2007).

Neutrofil Fibroblas
t
Marginasi
Diapedesi
s
Monosit

Gambar 2.8 Fase Inflamasi (Diegelmann dan Evans, 2004).

b. Fase Proliferasi

Fase proliferasi juga disebut sebagai fase fibroblasia karena yang

menonjol adalah proses proliferasi fibroblas. Fase ini berlangsung dari

akhir fase inflamasi sampai akhir minggu ketiga. Fase ini dapat terjadi

dalam waktu yang lama pada kasus luka terbuka dengan kehilangan

banyak jaringan. Hal ini disebabkan oleh diperlukannya jaringan ikat yang

banyak untuk mempertautkan kembali jaringan luka (Andreasen, 2007).

Pada fase ini terjadi invasi fibroblas yang dimulai pada hari ke dua

setelah terjadi luka. Fibroblas bertanggung jawab dalam membentuk

jaringan granulasi pada daerah luka. Pada fase ini fibroblas menghasilkan

dan melepaskan proteoglikan dan glikosaminoglikan (GAG) yang


17

merupakan komponen penting dalam pembentukan matriks ekstraseluler

pada jaringan granulasi. Terjadi pembentukan banyak kapiler baru yang

berbentuk granuler (angiogenesis). Pada fase ini makrofag membentuk

faktor pertumbuhan yang diperlukan dalam menstimulasi fibroplasia dan

angiogenesis (Andreasen, 2007).

Pada fase ini, luka dipenuhi sel radang, fibroblas, dan kolagen

serta terjadi pembentukan jaringan berwarna kemerahan dengan

permukaan yang berbenjol halus yang disebut jaringan granulasi. Epitel

tepi luka terdiri atas sel basal akan terlepas dari dasarnya dan berpindah

mengisi permukaan luka. Daerah tersebut akan diisi oleh sel baru yang

terbentuk dari proses mitosis. Selama terjadi revaskularisasi, kolagen baru

terbentuk setelah tiga sampai lima hari dan memberikan kekuatan pada

luka. Produksi kolagen tertinggi terjadi pada hari kesebelas sampai hari ke

dua belas untuk mempertautkan luka (Andreasen, 2007). Proses ini

terhenti ketika semua sel epitel saling menyentuh dan menutupi semua

permukaan luka, proses fibroblasia dengan pembentukan jaringan

granulasi juga akan terhenti dan diikuti proses pematangan dalam fase

penyudahan (Sjamsuhidajat, 2005).


18

Scab

Monosit

Fibroblas
t
Makrofag

Gambar 2.9 Fase Proliferasi (Diegelmann dan Evans, 2004).

c. Fase Maturasi

Pada fase ini terjadi proses pematangan yang terdiri atas

penyerapan kembali jaringan yang berlebih, pengerutan sesuai dengan

gaya gravitasi, dan perupaan kembali jaringan yang baru terbentuk. Fase

ini dapat berlangsung berbulan-bulan dan dinyatakan berakhir ketika

semua tanda radang sudah hilang. Ketika kandungan kolagen pada daerah

luka telah stabil, maka kolagen akan diserap kembali sehingga kolagen

menjadi semakin terorganisir yang dimulai pada hari ke 21 (Simon, 2016).

Tubuh berusaha menormalkan kembali semua yang menjadi abnormal

karena proses penyembuhan. Udem dan sel radang diserap, semua sel

muda menjadi matang, kapiler baru mulai menutup dan diserap kembali,

fibronektin secara bertahap menghilang, dan asam hyaluronic dan


19

glikosaminoglikan digantikan oleh proteoglikan. Kolagen tipe III

digantikan oleh kolagen tipe I.

Selama proses ini dihasilkan jaringan parut yang pucat, tipis, dan

lemas, serta mudah digerakkan dari dasar. Terlihat pengerutan maksimal

pada luka. Pada akhir fase ini, perupaan luka kulit mampu menahan

regangan kira-kira 3-6 bulan setelah penyembuhan (Sjamsuhidajat, 2005).

Fibroblas
t
Monosit

Pembuluh
darah
Makrofag

Gambar 2.10 Fase Maturasi (Diegelmann dan Evans, 2004).

D. Faktor yang Mempengaruhi Penyembuhan Luka

Menurut Andreasen (2007) proses penyembuhan luka dapat dipengaruhi

oleh beberapa faktor yang dapat menghambat ataupun mempercepat proses

penyembuhan luka. Luka yang dihasilkan dari pembedahan dapat dipengaruhi

oleh faktor terkait pembedahan dan pasiennya sendiri. Faktor-faktor tersebut

antara lain adalah:


20

1. Sirkulasi darah dan oksigenasi

Suplai darah yang adekuat perlu bagi tiap aspek penyembuhan. Suplai

darah dapat terbatas karena kerusakan pada pembulu darah jantung/paru.

Hipoksia mengganggu aliran oksigen dan nutrisi pada luka, serta aktifitas dari

sel pertumbuhan tubuh. Neutrofil memerlukan oksigen untuk menghasilkan

oksigen peroksida untuk membunuh bakteri pathogen. Fibroblas dan proses

fagositosis terbentuk lambat apabila suplai oksigen tidak mencukupi pada

daerah luka. Satu-satunya aspek yang dapat meningkatkan penyembuhan luka

pada keadaan hipoksia adalah angiogenesis.

2. Konsumsi rokok dan alkohol

Merokok dapat mempengaruhi proses penyembuhan luka dengan

mekanisme yang berbeda. Nikotin diserap dan melepaskan catecolamin yang

dapat menyebabkan konstriksi pembuluh darah perifer. CO pada rokok dapat

berefek pada penurunan konsentrasi oksigen pada darah. Hal ini dapat

menyembabkan penurunan perfusi jaringan. Sel leukosit pada perokok

memiliki kekuatan yang lebih rendah dalam membunuh bakteri sehingga

terjadi peningkatan pada resiko terjadinya infeksi.

Alkohol juga dapat meningkatkan resiko terjadinya infeksi pasca

operasi, perdarahan, dan eksudasi. Dampak spesifik pada penyembuhan luka

belum diketahui, namun konsumsi alkohol dapat menurunkan protein.

Perubahan dapat terjadi setelah menghentikan konsumsi terhadap alkohol.


21

3. Infeksi

Infeksi adalah komplikasi yang paling sering ditemui dalam proses

penyembuhan luka. Infeksi terjadi akibat kontaminasi bakteri pada daerah

luka yang terjadi pada tiga sampai empat jam setelah terjadinya luka. Pada

periode ini terjadi fase inflamasi yang bertujuan untuk mengeliminasi bakteri

pada daerah luka. Jika bakteri tidak dihlangkan pada periode ini, maka akan

berefek pada pengahambatan penyembuhan luka. Toksin, enzim, dan hasil

metabolisme bakteri akan meningkatkan sintesis enzim kolagenase yang dapat

melisiskan kolagen. Bakteri juga dapat menurunkan jumlah oksigen pada

daerah luka sehingga menggangu proses penyembuhan luka.

4. Benda asing

Adanya benda asing pada daerah luka dapat menghambat

penyembuhan luka. Benda asing dapat menjadi media dalam pertumbuhan

bakteri dan sebagai agen penyebab infeksi pada daerah luka. Pada luka

traumatik, benda asing dapat dihilangkan sehigga dapat mempercepat

penyembuhan dan menurunkan resiko terjadinya infeksi. Benda asing sangat

jarang ditemukan pada luka pembedahan, benda asing yang paling sering

ditemukan adalah benang penjahitan dan material biologis seperti hematoma.

5. Penjahitan

Penjahitan yang ideal adalah penjahitan yang bebas dari infeksi dan

tidak iritasi terhadap jaringan. tujuan dari penjahitan adalah untuk mengontrol

perdarahan, mengaitkan sisi luka, dan mengontrol penyebab infeksi.


22

Penjahitan pada luka pembedahan atau luka traumatik bertujuan untuk

mempercepat prses penyembuhan luka.

6. Umur

Pasien usia lanjut mengalami penurunan respon inflamatori yang

memperlambat proses penyembuhan. Usia lanjut menyebabkan penurunan

sirkulasi migrasi sel darah putih pada sisa luka dan fagositasis terlambat.

Tujuan utama dari penyembuhan luka adalah mempertautkan sisi luka

agar dapat kembali seperti semula. Pembentukan jaringan baru pada proses

penyembuhan luka didominasi oleh sel fibroblas sebagai pembentuk matriks

ekstraseluler yang berfungsi untuk memberikan kekuatan dalam

mempertautkan luka. Matriks ekstraseluler yang dijumpai pada proses

penyembuhan luka adalah kolagen (Andreasen, 2007).

E. Kolagen

1. Definisi Kolagen

Kolagen merupakan protein terbanyak dalam tubuh manusia yaitu

sebanyak 30% yang berasal dari berat keringnya (Mescher, 2015).

Pembentuk utama kolagen adalah sel mesenkim dan derivatnya yaitu

fibroblas, kondrosit, osteoblas, odontoblas, dan cementoblas (Nanci, 2013).

Serat kolagen bersifat tidak lentur dan memberikan tegangan yang besar.

Setiap serat terdiri dari subunit halus yaitu molekul tropokolagen yang terdiri

dari tiga rantai alfa yang saling membungkus satu sama lain dalam

konfigurasi heliks. Sekitar 20 macam jenis kolagen telah diketahui dan

perbedaannya terletak pada urutan asam amino rantai alfa. Asam amino yang
23

terbanyak pada rantai alfa adalah glisin, prolin, hidroksiprolin, dan hidroksilin

(Gartner, 2007).

Enam tipe kolagen utama yaitu kolagen tipe I yang paling banyak

ditemui dalam tubuh manusia antara lain pada jaringan penyambung sejati,

tulang, gigi dan sementum; kolagen tipe II terdapat pada tulang rawan hialin

dan elastin; kolagen tipe III terdapat pada serat retikulin; kolagen tipe IV

terdapat pada lamina densa pada lamina basalis; kolagen tipe V terdapat pada

plasenta dan dikaitkan dengan kolagen tipe I; dan kolagen tipe VI melekatkan

lamina basalis kepada lamina retikularis (Gartner, 2007).

Pada jaringan normal serabut kolagen dibentuk dan didegradasi dalam

keadaan seimbang. Setelah terjadi luka, tingkat sintesis serabut kolagen akan

meningkat, kemudian proses degradasi dan penyimpanan serabut kolagen

akan dilakukan untuk memberikan kekuatan dan integritas luka tanpa

menimbulkan jaringan parut yang berlebih (Damayanti, 2012).

Serat kolagen merupakan untaian tidak berwarna dan dalam jumlah

besar akan terlihat putih. Serat kolagen bersifat asidofilik, serat ini terpulas

merah muda dengan eosin, biru dengan pulasan trikrom Mallory, hijau dengan

pulasan trikrom Masson, dan merah dengan Sirius red pada pengamatan

dengan menggunakan mikroskop cahaya (Mescher, 2015).


24

Gambar 2.11 Serabut Kolagen (C) dengan Pengecatan H&E (Mescher, 2015).

2. Fungsi Kolagen dalam Penyembuhan Luka

Kolagen memiliki fungsi yang sangat penting dalam proses

penyembuhan luka. Pada fase homeostasis kolagen merupakan agen

hemostatik yang sangat efesien, sebab trombosit melekat pada kolagen, terjadi

pembengkakan kolagen dan pelepasan substansi yang memulai proses

hemostasis. Kolagen membantu agregasi trombosit karena kemampuannya

mengikat fibronektin. Interaksi kolagen dan trombosit merupakan tahap

pertama terjadinya proses penyembuhan yaitu hemostasis, kemudian diikuti

dengan terjadiya vasokonstriksi dan vasodilatasi (Novariansyah, 2008).

Pada fase proliferasi, sintesis dan deposit kolagen merupakan saat

terpenting pada penyembuhan luka secara umum. Kolagen disekresi keruang

ekstraseluler dalam bentuk prokolagen. Bentuk ini selanjutnya membelah diri

pada segmen terminal dan disebut troprokolagen. Tropokolagen bergabung

dengan molekul tropokolagen lainnya dan terbentuk filamen kolagen. Filamen


25

kolagen kemudian bergabung membentuk fibril. Fibril-fibril selanjutnya

bergabung membentuk serat kolagen. Bentuk filamen, fibril, serat terjadi di

matrik glikosaminoglikan yang dihasilkan oleh fibroblas. Sintesis kolagen

dimulai hari ke tiga setelah luka dan berlangsung cepat sekitar minggu ke dua

sampai ke empat. Sintesis kolagen dikontrol oleh enzim kolagenase dan faktor

lain yang mempengaruhi kolagen (Andreasen, 2007).

Proses remodeling kolagen pada fase maturasi tergantung pada sintesis

kolagen dan adanya degradasi kolagen. Kelebihan kolagen dalam proses

peyembuhan luka akan dibuang oleh enzim kolagenase. Kolagen lebih

terorganisasi selama remodeling. Secara bertahap fibronektin akan

menghilang, glikosaminoglikan digantikan oleh proteoglikan. Kolagen tipe III

tempatnya digantikan oleh kolagen tipe I, air akan diserap dari jaringan parut.

Pada saat yang sama, serat-serat kolagen menutup bersama, menyebabkan

kolagen cross-linking dan akhirnya mengurangi ketebalan jaringan parut.

Kolagen intermolekul dan intramolekul cross-link menghasilkan peningkatan

kekuatan luka (Novariansyah, 2008).

Pentingnya peranan kolagen pada proses penyembuhan luka menarik

minat para peneliti untuk melakukan penelitian dalam meningkatkan

kepadatan kolagen pada proses penyembuhan luka. Penelitian-penelitian

sebelumnya banyak melakukan penelitian peningkatan kepadatan kolagen

dengan menggunakan berbagai ekstrak dari bahan herbal (Damayanti, 2012

dan Yuza, 2014).


26

F. Ekstrak

1. Definisi Ekstrak

Ekstrak adalah senyawa kering, kental, dan cair yang didapatkan dari

hasil pemisahan bahan kimia bahan nabati atau bahan hewani dengan

menggunakan pelarut yang sesuai, kemudian semua pelarut atau hampir

semua pelarut diuapkan. Massa serbuk yang tersisa diperlakukan sedemikian

hingga memenuhi standar yang telah ditetapkan (DEPKES RI, 2000).

2. Metode Ekstraksi

Ekstraksi adalah kegiatan penarikan kandungan kimia yang dapat larut

sehingga terpisah dari bahan yang tidak dapat larut dengan pelarut cair

(DEPKES RI, 2000).

Menurut DEPKES RI (2000), ada beberapa metode ekstraksi yang

dapat dilakukan adalah sebagai berikut.

a. Maserasi

Maserasi adalah proses pengekstrakan bahan menggunakan pelarut

dengan beberpa kali pengocokan atau pengadukan pada temperatur

ruangan. Secara teknologi termasuk ekstraksi dengan prinsip metode

pencapaian konsentrasi pada keseimbangan. Remaserasi berarti dilkukan

pengulangan penambahan pelarut setelah dilakukan penyaringan maserat

pertama dan seterusnya.

b. Perlokasi

Perlokasi adalah ekstraksi dengan pelarut yang selalu baru sampai

sempurna yang umumnya dilakukan pada temperatur ruangan. Prosesnya


27

terdiri dari tahapan pengembangn bahan, tahap maserasi antara, tahap

perlokasi sebenarnya, terus menerus hingga diperoleh ekstrak yang

jumlahnya 1-5 kali bahan.

c. Refluks

Refluks adalah ekstraksi dengan pelarut titik didihnya, selama

waktu tertentu dan jumlah pelarut terbatas yang relatif konstan dengan

adanya pendingin balik. Umumnya dilakukan pengulangan proses pada

residu pertama sampai 3-5 kali sehingga dapat termasuk proses ekstraksi

sempurna.

d. Soxhlet

Soxhlet adalah ekstraksi menggunakan pelarut yang selalu baru

yang umumunya dilakukan dengan alat khusus sehingga terjadi ekstraksi

berlanjut dengan jumlah pelarut yang relatif konstan dengan adanya

pendingin balik.

e. Digesti

Digesti adalah maserasi kinetik (dengan pengadukan berlanjut)

pada temperatur yang lebih tinggi dari temperatur ruangan, yaitu pada

temperatur 40-50oC.

Sediaan ekstrak yang digunakan dalam penelitian dapat dibuat dalam

berbagai bentuk sediaan topikal sesuai dengan kebutuhan yang diperlukan pada

penelitian. Sediaan aplikasi topikal yang dapat dibuat yaitu dalam bentuk cairan,

salep, krim, pasta, dan gel (Yanhendri, 2012). Pada penelitian ini, ekstrak dibuat

dalam bentuk sediaan gel.


28

G. Gel

Gel merupakan sediaan setengah padat yang terdiri dari suspensi partikel

organik dan anorganik. Gel dikelompokkan ke dalam gel fase tunggal dan fase

ganda. Gel fase tunggal terdiri dari makromolekul organik yang tersebar dalam

suatu cairan hingga tidak terlihat adanya ikatan antara molekul besar yang

terdispersi dan cairan. Gel fase ganda yaitu gel yang terdiri dari jaringan partikel

yang terpisah (Yanhendri, 2012). Aplikasi gel akan membentuk suatu lapisan

ketika menyentuh kulit dan dapat diabsorpsi dengan baik oleh kulit. Aplikasi

sediaan topikal dalam bentuk gel baik digunakan untuk lesi pada kulit yang

berambut (Yanhendri, 2012).

Polimer yang biasa digunakan dalam pembuatan gel farmasetik meliputi

gom alam tragakan, pektin, karagen, agar, asam alginat, serta bahan-bahan sintetis

dan semisintetis seperti metil selulosa, hidroksietilselulosa, karboksimetilselulosa

(CMC-Na), dan karbopol (Kartinah, 2012).

Carboxymethylcellulose Sodium (CMC-Na) adalah bahan umum yang

digunakan dalam industri farmasi, kimia, dan makanan. Dalam bidang farmasi,

CMC-Na memiliki karakteristik fungsional yang penting yaitu sebagai

stabilisator, emulsifier, dan sebagai pembentuk gel (Musfiroh dan Budiman,

2013).

Gel dapat dibuat dengan cara mencampur bahan dasar dengan

CMC-Na sebagai pengemulsi. Pada penelitian ini dibuat gel dengan mencampur

CMC-Na dengan ekstrak daun pepaya.


29

H. Pepaya

1. Definisi Pepaya

Pepaya atau dalam bahasa latin disebut dengan Carica papaya

merupakan tumbuhan berbatang tegak dengan tinggi sekitar 10 meter.

Tumbuhan ini berasal dari Meksiko Selatan dan disebarkan oleh bangsa

Spanyol ketika menjelajah ke Asia (Prabantini, 2013). Pepaya dengan mudah

ditemukan di Indonesia. Selain buahnya yang dapat dikonsumsi, bagian lain

dari tumbuhan pepaya memiliki banyak manfaat dan khasiat yang dapat

digunakan sebagai bahan alternatif dalam pengobatan penyakit. Hampir

semua bagian dari pepaya dapat digunakan sebagai bahan obat seperti daun,

bunga, biji, akar, getah dan kulit papaya (Andareto, 2015).

Pepaya memiliki nama yang berbeda-beda disetiap daerah di

Indonesia, antara lain : Pente (Aceh); Botik (Batak Toba); Bala (Nias);

Sikailo (Mentawai); Kates (Palembang); Kalikih (Minangkabau); Gedang

(Bali), Gedang (Lampung); Gedang (Sunda); Kates (Jawa Tengah); Kates

(Madura); Kates (Sasak); Kampaya (Bima); Kala jawa (Sumbawa); Padu

(Flores); Papaya (Gorontalo); Papaya (Manado); Unti Jawa (Makasar); Kaliki

riaure (Bugis); Papaya (Halmahera); Papae (Ambon); Palaki (Seram); Kapaya

(Tidore); Tapaya (Ternate) (Badan POM RI, 2008).

Menurut taksonominya, tumbuhan pepaya dapat diklasifikasikan

sebagai berikut :
30

Divisi : Spermatophyta

Sub divisi : Angiospermae

Kelas : Dicotyledoneae

Bangsa : Violales

Suku : Caricaceae

Marga : Carica

Spesies : Carica papaya L. (Badan POM RI, 2008).

Gambar 2.12 Pohon Pepaya (Badan POM RI, 2008).

2. Daun Pepaya

Daun papaya merupakan daun tunggal dengan ukuran besar. Daun

pepaya mempunyai bangun bulat, ujung daun yang meruncing, tangkai daun

panjang dan berongga. Dilihat dari sususnan tulang daunnya, daun pepaya

termasuk daun bertulang menjari. Daun muda terbentuk dibagian tengah

tanaman (Andareto, 2015).


31

Gambar 2.13 Daun Pepaya (Andareto, 2015).

3. Kandungan dan Manfaat Daun Pepaya

Daun papaya diketahui mengandung vitamin A, vitamin B1, vitamin

C, protein, lemak, karbohidrat, dan air. Selain itu daun pepaya banyak

memiliki kandungan zat aktif didalamnya. Terbukti dalam uji fitokimia daun

papaya yang dilakukan oleh Ayun (2015) menyatakan bahwa daun pepaya

positif mengandung alkaloid, triterpenoid, steroid, flavonoid, saponin, dan

tannin.

Daun pepaya memiliki banyak manfaat dan khasiat dalam kehidupan

sehari-hari seperti melunakkan daging, menambah nafsu makan, obat nyeri

saat haid, obat diare, obat jerawat dan lain sebagainya. Selain manfaat di atas,

kandungan vitamin C pada daun pepaya juga dapat meningkatkan sel

fibroblas pada penyembuhan luka karena vitamin C berperan dalam

mengaktivasi pemberian sinyal intraseluler yang berfungsi untuk regulasi

proliferasi sel fibroblas (Sorongan, 2015).


32

Ekstrak daun pepaya memiliki khasiat antiinflamasi yang dibuktikan

dengan penelitian yang dilakukan oleh Aldelina (2013) menyatakan bahwa

adanya efek antiinflamasi dari ekstrak daun pepaya (Carica papaya) pada

konsentrasi 75% yang ditandai dengan adanya penurunan sel makrofag oleh

karena penurunan koloni bakteri yang disebabkan oleh aktivitas enzim

flavonoid yang bersifat antibakteri dan antiinflamasi.

Kandungan saponin dan flavonoid dalam daun pepaya memiliki

khasiat dalam mempercepat proses penyembuhan luka, dimana saponin dapat

mempercepat terjadinya sintesis kolagen pada penyembuhan luka dan efek

antiinflamasi dari flavonoid dapat mengurangi proses peradangan (Ruswanti,

2014).

Penelitian-penelitian sebelumnya menguji efektifitas ekstrak daun

pepaya pada penyembuhan luka dengan menggunakan hewan coba tikus

wistar, pada penelitian ini hewan coba yang digunakan adalah marmut.

I. Marmut

Marmut (Cavia porcellus) merupakan hewan dari kelas mamalia berdarah

panas (homoioterm). Marmut mempunyai suhu tubuh tetap, tidak terpengaruh

terhadap lingkungan luar dan mereka dapat mempertahankan suhu tubuhnya

karena didukung oleh rambut yang tumbuh diseluruh tubuhnya. Marmut memiliki

bulu yang halus, mengkilap, licin agak kasar, bersih dan berwarna macam-macam

yang merupakan ciri khas dari marmut (Agani, 2014).


33

Marmut merupakan anggota mamalia yang berordo rodentia, yaitu ordo

hewan pengerat seperti tikus dan kelinci yang mempunyai gigi pemotong seperti

pahat yang berguna untuk memotong dan mengerat. Marmut (Cavia

porcellus) mempunyai badan pendek, kuat dengan kaki dan telinga yang pendek.

Marmut biasanya tinggal di lubang-lubang dalam tanah atau dalam sarang

diantara rumput tinggi. Hidupnya membentuk kelompok kecil tetapi kadang

membentuk kelompok besar. Badan marmut gemuk, pendek, dan mudah

menyimpan panas dengan baik pada suhu rendah dari pada suhu tinggi (Agani,

2014).

Marmut merupakan anggota mamalia yang bagian caecumnya

berkembang lebih baik dari semua mamalia yang ada dalam satu spesies, yang

jumlahnya kira-kira mencapai tiga ribu jenis. Marmut merupakan hewan

pentadactyl (memiliki jari-jari yang bercakar), lengan bawahnya dapat pronasi

dan suprinasi. Hewan ini tidak berekor dan memiliki glandula mamae untuk

menyusui anaknya. Uterusnya bertipe duplex, merupakan tipe yang paling

primitif dimana bagian kanan dan kiri uterus terpisah oleh adanya vagina pada

hewan betina (Agani, 2014).

Taksonomi marmut adalah sebagai berikut:

Kingdom: Animalia

Phylum : Chordata

Kelas : Mamalia

Ordo : Rodentina

Famili : Caviinae
34

Genus : Cavia

Spesies : Cavia porcellus (Agani, 2014).

Gambar 2.14 Marmut (Anonim, 2016).

J. Hipotesis

Konsentrasi gel ekstrak daun pepaya berpengaruh dalam peningkatan

kepadatan kolagen pada penyembuhan luka insisi gingiva marmut.


35

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian adalah eksprimental laboratorium secara in vivo dengan

rancangan post test only control group.

B. Rancangan Penelitian

Tabel 3.1 Kelompok perlakuan

Ulangan
Perlakuan I II III IV V VI
K0 K 0I K0II K0III K0IV K0V K0VI

P1 P1I P1II P1III P1IV P1V P1VI

P2 P2I P2II P2III P2IV P2V P2VI

P3 P3I P3II P3III P3IV P3V P3VI

Keterangan:
K0 : kelompok kontrol diberi CMC-Na 2% (kontrol).
P1 : kelompok pertama diberi gel ekstrak daun pepaya dengan konsentrasi 25%.
P2 : kelompok kedua diberi gel ekstrak daun pepaya dengan konsentrasi 50%.
P3 : kelompok ketiga diberi gel ekstrak daun pepaya dengan konsentrasi 75%.
I-VI : nomor pengulangan.

C. Jumlah Sampel

Subjek penelitian adalah 24 ekor marmut (Cavia porcellus). Sampel

penelitian adalah gingiva marmut dan menggunakan pengelompokan berdasarkan

Rancangan Acak Lengkap (RAL). Sampel penelitian terdiri dari tiga kelompok

perlakuan yang dibedakan berdasarkan konsentrasi gel ekstrak daun pepaya

(Carica papaya) yaitu: kelompok I (25%), kelompok II (50%), kelompok III

35
36

(75%) dan kelompok kontrol (CMC-Na 2%). Jumlah sampel ditentukan

berdasarkan rumus Frederer (1999), yaitu:

(n - 1) (t - 1) 15

Keterangan:

n : banyaknya ulangan

t : banyaknya perlakuan

Berdasarkan rumus tersebut, didapatkan perhitungan sebagai berikut:

(n - 1) (t - 1) 15

(n - 1) (4- 1) 15

(n - 1) (3) 15

3n 3 15

3n 15 + 3

n 18 : 3

n6

Berdasarkan perhitungan dengan rumus di atas, maka diperoleh n = 6. Banyaknya

kelompok perlakuan adalah 4 sehingga jumlah sampel keseluruhan adalah 24

sampel.

D. Alat dan Bahan Penelitian

1. Alat penelitian

a. Mikroskop elektrik (Olympus Type CX21)

b. Skalpel nomor 15 dan handle

c. Kapas steril
37

d. Evaporator

e. Tabung maserasi

f. Kertas saring

g. Pisau

h. Oven

i. Tabung reaksi

j. Alat pengaduk

2. Bahan penelitian

a. Gel ekstrak daun pepaya 25%, 50%, 75%.

b. Pewarna picrosirius red

c. Anastesi (ketamine + xylazine)

d. Larutan buffer formalin 10%

e. Daun pepaya

f. Etanol 96%

g. Gel placebo (CMC-Na 2%)

h. Akuades

i. Marmut

E. Tempat dan waktu penelitian

Pembuatan ekstrak daun pepaya dan gel ekstrak daun pepaya dilakukan di

Laboratorium Akademi Farmasi Saraswati Denpasar. Perlakuan pada marmut dan

proses pengambilan jaringan dilakukan di Laboratorium Histologi, Fakultas

Kedokteran Universitas Udayana Denpasar. Proses pemerikasaan secara

histologis seperti pembuatan blok paraffin, preparat, pewarnaan sampai


38

pembacaan hasil dilakukan di Laboratorium Histologi, Fakultas Kedokteran

Universitas Udayana Denpasar. Penelitian dimulai bulan Juli 2016 Oktober

2016.

F. Identifikasi variabel penelitian

Variabel penelitian adalah semua faktor yang mempengaruhi kepadatan

kolagen pada penyembuhan luka insisi gingiva marmut, antara lain:

1. Variabel bebas : konsentrasi gel ekstrak daun pepaya (25%, 50%, 75%)

2. Variabel terikat : persentase kepadatan kolagen pada penyembuhan luka

insisi gingiva marmut.

3. Variabel kendali: :

a. Panjang insisi (15 mm) dan dalam insisi (2 mm)

b. Waktu pengamatan kolagen (pada hari ke-7)

c. Skalpel (nomor 15)

d. Makanan marmut (pellet dan air putih)

e. Kandang marmut (ukuran 50 cm (panjang) x 40 cm (lebar) x 40 cm

(tinggi))

G. Definisi Operasional

1. Ekstrak daun pepaya

Ekstrak daun pepaya adalah ekstrak yang diperoleh dari daun pepaya

segar berwarna hijau yang dipetik dari pohon pepaya yang ditananam di

kelurahan Tegalcangkring, Kecamatan Mendoyo, Kabupaten Jembrana. Daun

kemudian dibersihkan, diiris halus dan dikeringkan serta dimaserasi.


39

2. Gel ekstrak daun pepaya

Gel ekstrak daun pepaya adalah sediaan setengah padat dari ekstrak

daun pepaya yang dibuat dengan pencampuran CMC-Na 2%, akuades, dan

ekstrak daun pepaya dengan konsentrasi 25%, 50%, dan 75%.

3. Kepadatan kolagen

Serat kolagen merupakan untaian tidak berwarna dan dalam jumlah

besar akan terlihat putih. Serat kolagen bersifat asidofilik, serat ini

menunjukkan warna (terpulas) merah muda dengan eosin, biru dengan pulasan

trikrom Mallory, hijau dengan pulasan trikrom Masson, dan merah dengan

Sirius Red pada pengamatan dengan menggunakan mikroskop cahaya. Kolagen

mulai terbentuk pada hari ke tiga sampai hari ke lima dan produksi kolagen

tertinggi terjadi pada hari ke sebelas sampai hari ke dua belas. Pada penelitian

ini, kolagen diamati dengan menggunakan pewarnaan khusus Picrosirius red.

Ekspresi kolagen dihitung sebagai persentase pixel area kolagen yang berwarna

merah dibandingkan dengan pixel area seluruhnya.

4. Panjang dan dalam insisi gingiva

Panjang dan lebar insisi adalah ketentuan yang ditetapkan untuk

melakukan tindakan insisi pada gingiva marmut. Dengan ketentuan panjang

insisi yaitu 15 mm dan dalam insisi adalah 2 mm yang dilakukan permukaan

gingiva rahang atas.


40

5. Waktu pengamatan

Waktu pengamatan adalah waktu yang ditentukan untuk dilakukannnya

pengamatan terhadap kepadatan kolagen. Waktu pengamatan kepadatan kolagen

dilakukan pada hari ke-7 setelah luka insisi terjadi.

6. Skalpel

Skalpel adalah alat yang digunakan untuk melakukan insisi. Skalpel

yang digunakan pada penelitian ini adalah scalpel nomor 15. Penggantian mata

skalpel dilakukan setelah melakukan insisi pada 6 ekor marmut.

7. Marmut

Marmut adalah hewan percobaan yang digunakan dalam penelitian yang

berumur tiga bulan dengan berat 250-350 gram dan berjenis kelamin jantan.

8. Makanan marmut

Makanan marmut adalah makanan yang diberikan untuk marmut berupa

pakan pellet babi yang diberikan 2x sehari dengan takaran yang sama. Minuman

marmut berupa air putih.

9. Kandang marmut

Kadang marmut adalah tempat tinggal marmut selama proses adaptasi

yang disesuaikan dengan habitat aslinya dengan memberikan serbuk kayu pada

dasar kandang, terbuat dari plastik dengan ukuran 50 cm (panjang) x 40 cm

(lebar) x 40 cm (tinggi).
41

10. Kelembaban, suhu, dan cahaya

Kelembaban, suhu, dan cahaya diatur sehingga marmut dapat

beradaptasi dengan baik. Kelembaban 70-75%, suhu 25-27oC, dan cahaya 12

jam terang dan 12 jam gelap.

H. Prosedur penelitian

1. Pembuatan ekstrak daun pepaya

Daun pepaya diperoleh dari pohon pepaya yang ditanam di Kelurahan

Tegalcangkring, Kecamatan Mendoyo, Kabupaten Jembrana. Daun pepaya

segar dan berwarna hijau sebanyak 2000 gram dibersihkan dari kotoran,

dicuci bersih, ditimbang, lalu dipotong halus dan dikeringkan dengan cara

didiamkan pada suhu kamar.

Sampel yang telah kering yang diperoleh kemudian diblender sampai

menjadi serbuk. Serbuk daun pepaya diayak menggunakan ayakan hingga

diperoleh serbuk halus. Serbuk daun pepaya yang diperoleh dimaserasi

menggunakan etanol 96% pada suhu kamar selama satu hari. Hasil maserasi

selanjutnya disaring sehinga diperoleh maserat tahap satu dan dilakukan

maserasi kembali sampai tiga kali pengulangan. Hasil maserasi selanjutnya

disaring dan diperoleh ekstrak cair etanol berwarna bening yang menandakan

bahwa kegiatan ekstraksi dicukupkan. Ekstrak cair yang diperoleh pada tahap

ekstraksi didiamkan 1 hari dan dilanjutkan ketahap pengentalan ekstrak

menggunakan rotary evaporator.

Berikut merupakan sekema pembuatan ekstrak daun pepaya:


42

Daun Pepaya

*Dipilih (sortasi)
Tangkai Daun Pepaya
*Dipisahkan dari tangkainya

Daun Pepaya Bersih

*Dicuci

Serbuk Halus + Ampas *Dipotong-potong

*Disaring *Dikeringkan dengan cara


diangin-anginkan
Potongan Kecil
Ekstrak
*Dihaluskan
*Diuapkan

Ekstrak Kental
Serbuk Halus Daun Pepaya
*Dimaserasi menggunakan etanol
96% (3 hari)

Gambar 3.1 Sekema Pembuatan Ekstrak Daun pepaya

2. Pembuatan gel ekstrak daun pepaya

Pembuatan sediaan gel dibuat dengan cara mencampurkan bahan dasar

gel yaitu CMC-Na kemudian ditambahkan akuades steril hingga terbentuk

massa gel, kemudian ditambahkan ekstrak daun pepaya sesuai konsentrasi

yang diinginkan (25%, 50, 75%). Untuk membuat ekstraksi suatu larutan

dengan jumlah gram zat dalam 100ml pelarut (etanol). Konsentrasi 25%
43

dibuat dengan memasukan 25 gram ekstrak daun pepaya dalam tabung

ditambahkan etanol sampai volume 100ml. Konsentrasi 50% dibuat dengan

memasukan 50 gram ekstrak daun pepaya dalam tabung ditambah etanol

sampai volume 100ml. Konsentrasi 75% dibuat dengan memasukan 75 gram

ekstrak daun pepaya dalam tabung ditambah etanol sampai volume 100ml

3. Uji In Vivo

Marmut dipelihara selama satu minggu di dalam kandang dengan

ketentuan tiga marmut dalam satu kandang sebelum dilakukan penelitian agar

marmut dapat beradaptasi. Marmut ditempatkan dalam ruangan yang

berventilasi dan mendapat cahaya matahari secara tidak langsung dengan

temperatur 22C. Marmut tersebut diberi makanan berupa pelet dan minuman

berupa air putih.

Marmut kemudian dianastesi dengan menggunakan ketamin yang

dikombinasikan dengan xylazine dengan dosis ketamin 40 mg/kg BB dan

xylazine 5 mg/kg BB sebelum dilakukan insisi pada gingivanya (Santoso,

2011). Insisi gingiva dilakukan di gingiva rahang atas dengan panjang insisi

15 mm dan dalamnya 2 mm.

Marmut dibagi menjadi empat kelompok. Kelompok I, II, III diolesi

gel ekstrak daun pepaya 25%, 50%, dan 75% sedangkan kelompok kontrol

diolesi CMC-Na 2%, selama 1 menit dan dilakukan dua kali pada pagi dan

sore hari. Marmut yang terkena penyakit pada masa penelitian akan

diserahkan ke dokter hewan.


44

Marmut didekapitasi pada hari ke-7 dengan menggunakan anastesi

ketaminm dikombinasikan dengan xylazine. Pengambilan spesimen di daerah

luka yaitu bagian gingiva marmut, organ dan bagian tubuh lain yang tidak

dipakai akan dikuburkan.

4. Cara pembuatan sediaan

Pembuatan sediaan diawali dengan pengambilan spesimen di daerah

luka yaitu bagian gingiva rahang atas marmut, selanjutnya jaringan difiksasi

dengan buffer formalin 10% dan dibuat sediaan mikroskopik. Untuk semua

spesimen, pemotongan dengan mikrotom dilakukan dengan ketebalan 5

mikron, diambil untuk diwarnai dengan Picrosirius Red. Perbandingan antar

kelompok dilakukan dengan pemeriksaan mikroskopik dengan pembesaran

400x dan masing-masing sediaan dinilai dengan menghitung persentase pixel

area kolagen yang berwarna merah dibandingkan dengan pixel area

seluruhnya.

5. Perhitungan persentase kepadatan kolagen

Pengamatan hasil jumlah ekspresi kolagen sediaan dilakukan dengan

metode analisis digital dengan pembesaran 400x, menggunakan mikroskop

Olympus Type CX21 difoto dengan kamera Optilab Pro. Masing masing

preparat difoto sebanyak tiga kali dengan menggunakan format JPEG

menggunakan perangkat lunak Optilab Viewer 1.0. Penghitungan jumlah

kolagen dermis dengan menggunakan piranti lunak Adobe PhotoShop CS3

dan Image J.
45

Jaringan kolagen yang tampak berwarna merah terang dengan

pengecatan Picrosirius Red dipilih menggunakan fungsi Magic Wand pada

Adobe Photoshop CS3. Gambaran selain yang berwarna merah dipilih dengan

menggunakan fungsi inverse selanjutnya dihapus dengan fungsi delete

sehingga hanya tersisa gambaran dengan pixel berwrna merah. Ekspresi

kolagen dihitung sebagai persentase pixel area kolagen yang berwarna merah

dibandingkan dengan pixel area seluruh jaringan. Pertama-tama gambar yang

sudah dihilangkan pixel selain warna merah, dipisah channel warna merahnya

melalui fungsi RGB stack pada Image J. Setelah didapatkan channel warna

merah kemudian dibuat nilai threshold untuk warna merah, lalu dijalankan

fungsi measure sehingga didapatkan presentase pixel warna merah dari total

pixel secara otomatis.

pixel area kolagen


umlah kolagen= X 100%
pixel area seluruh jaringan

I. Analisis data

Data dianalisis secara statistik dengan langkah-langkah sebagai berikut:

1. Analisis deskriptif: analisis data untuk memberikan gambaran tentang

karakteristik data (kepadatan kolagen) yang didapatkan dari hasil penelitian

yaitu rerata, standar deviasi, nilai minimum dan nilai maksimum.


46

2. Uji normalitas dan homogenitas

a. Distribusi data diuji dengan uji Shapiro-Wilk oleh karena sampelnya < 30.

Data yang diuji yaitu persentase kepadatan kolagen. Sebaran data dapat

dikatakan terdistribusi normal bila nilai p>0,05.

b. Homogenitas data diuji dengan Levenes test. Data yang diuji yaitu

persentase kepadatan kolagen. Data dapat dikatakan homogen bila p>0,05.

3. Uji efek perlakuan/Analisis Komparasi dilakukan dengan Uji One Way

Anova, untuk membandingkan post-test masing-masing kelompok, kemudian

untuk mengetahui seberapa besar efek dilanjutkan dengan uji LSD (Least

Significant Difference).

4. Uji hipotesis

H0 : X1 = X2 = X3 = X4

H1 : X1 X2 X3 X4

Keterangan:
X1 = kelompok pertama yang diberi gel ekstrak daun pepaya dengan konsentrasi
25%.
X2 = kelompok kedua diberi gel ekstrak ekstrak daun pepaya dengan konsentrasi
50%.
X3 = kelompok ketiga diberi gel ekstrak ekstrak daun pepaya dengan konsentrasi
75%.
X4 = kelompok kontrol diberi CMC-Na 2% (kontrol).
47

J. Alur peneliti
Marmut

24 ekor marmut

Random alokasi

Luka insisi dibuat pada gingiva rahang atas marmut

Kelompok Kelompok II Kelompok III Kelompok IV


Kontrol Diolesi gel Diolesi gel Diolesi gel
Diolesi gel ektrak daun ekstrak daun ekstrak daun
CMC-Na 2x pepaya 25% 2x pepaya 75%
pepaya 50%
sehari
sehari 2x sehari 2x sehari
n=6
n=6 n=6 n=6

Dekapitasi marmut hari ke-7 pada masing-masing kelompok

Pembuatan preparat dengan pewarnaan Picrosirius Red

Pengamatan kepadatan kolagen

Analisis data

Gambar 3.2 Tahapan Penelitian


48

BAB IV

HASIL PENELITIAN

Pada penelitian ini digunakan 24 ekor marmut berumur tiga bulan dengan

berat 250-350 gram dan berjenis kelamin jantan yang terbagi menjadi

4 (empat) kelompok. Masing-masing kelompok terdiri dari 6 ekor marmut, yaitu

kelompok I (dilukai, diberi gel ekstrak daun pepaya 25%), kelompok II (dilukai,

diberi gel ekstrak daun pepaya 50%), kelompok III (dilukai, diberi gel ekstrak daun

pepaya 75%) dan kelompok kontrol (dilukai dan diberi gel CMC-Na 2%). Pada hasil

penelitan ini dijelaskan tentang gambaran histopatologis kepadatan kolagen pada

penyembuhan luka, disertai dengan uji statistik yang meliputi uji normalitas, uji

homogenitas, uji komparabilitas dari efek perlakuan.

A. Gambaran Histopatologis Kepadatan Kolagen pada Penyembuhan Luka

Gambaran histopatologis kepadatan kolagen pada penyembuhan luka

setelah diberi perlakuan diamati dengan pembesaran 400x, menggunakan

mikroskop Olympus Type CX21 yang diambil dari daerah luka insisi gingiva

marmut pada hari ke-7 setelah insisi. Gambaran histopatologis kepadatan kolagen

ditunjukkan dengan warna merah dengan pengecatan Picrosirius Red. Gambaran

histopatologis kepadatan kolagen dapat dilihat pada Gambar 4.1.

48
49

19,924% 17,774% 43,351%

18,236% 18,341% 17,787%

Gambar 4.1 Kepadatan Kolagen pada Aplikasi Gel Ekstrak Daun Pepaya 25%

26,226% 25,395% 17,443%

33,59% 28,863% 27,956%

Gambar 4.2 Kepadatan Kolagen pada Aplikasi Gel Ekstrak Daun Pepaya 50%
50

58,132% 57,867% 52,879%

48,105% 44,554% 60,67%

Gambar 4.3 Kepadatan Kolagen pada Aplikasi Gel Ekstrak Daun Pepaya 75%

11,756% 11,03% 9,854%

18,948% 14,213% 12,537%

Gambar 4.4 Kepadatan Kolagen pada Aplikasi CMC-Na 2%


51

B. Analisis Deskriptif

Analisis deskriptif dari rerata persentase kepadatan kolagen pada

masing-masing kelompok disajikan pada Tabel 4.1.

Tabel 4.1 Analisis Deskriptif Rerata Persentase Kepadatan Kolagen (n = 6)

Rerata Nilai Nilai


Kelompok SB
(%) minimum maksimum
Kontrol 13,06 3,23 9,85 18,95
I 22,07 10,56 14,77 43,35
Kolagen
II 26,58 5,31 17,44 33,59
III 53,60 6,21 44,55 60,07
Keterangan:
I : pemberian gel ekstrak daun pepaya 25%
II : pemberian gel ekstrak daun pepaya 50%
III : pemberian gel ekstrak daun pepaya 75%

Data rerata kepadatan kolagen yang tersaji dalam tabel diatas merupakan

hasil pengukuran persentase kepadatan kolagen yang dilakukan dengan

membandingkan persentase pixel area kolagen yang berwarna merah dengan pixel

area seluruh jaringan yang terlihat pada gambarang histologis kepadatan kolagen

pada penyembuhan luka setelah diberikan perlakuan.

C. Uji Normalitas Data

Data persentase kepadatan kolagen pada masing-masing kelompok diuji

normalitasnya dengan menggunakan uji Shapiro-Wilk yang disajikan pada

Tabel 4.2.
52

Tabel 4.2 Hasil Uji Normalitas Data Presentase Kepadatan Kolagen


Masing-masing Kelompok (n = 6)

Kelompok Perlakuan terhadap


Keterangan
Kepadatan Kolagen
Kontrol 0,295 Normal
I 0,159 Normal
II 0,640 Normal
III 0,412 Normal
Keterangan:
I : pemberian gel ekstrak daun pepaya 25%
II : pemberian gel ekstrak daun pepaya 50%
III : pemberian gel ekstrak daun pepaya 75%

Data hasil uji normalitas yang tersaji dalam tabel diatas menunjukkan data

persentase kepadatan kolagen pada masing-masing kelompok perlakukan

berdistribusi normal yang ditunjukkan dengan >0,05.

D. Uji Homogenitas Data antar Kelompok

Data persentase kepadatan kolagen diuji homogenitasnya dengan

menggunakan Levenes test. Hasilnya menunjukkan data homogen (p>0,05),

disajikan pada Tabel 4.3.

Tabel 4.3 Uji Homogenitas antar Kelompok Presentase Kepadatan Kolagen


(n = 6)

Variabel F Keterangan
Kolagen 1,332 0,292 Homogen

E. Analisis Efek Pemberian Gel Ekstrak Daun Pepaya Terhadap Kepadatan

Kolagen

Analisis efek perlakuan diuji berdasarkan rerata kepadatan kolagen antar

kelompok sesudah diberikan perlakuan berupa pemberian gel ekstrak daun pepaya
53

dengan berbagai konsentrasi. Hasil analisis kemaknaan dengan One Way Annova

disajikan pada Tabel 4.4.

Tabel 4.4 Uji Perbedaan Rerata Persentase Kepadatan Kolagen Antar Kelompok
Setelah Diberikan Ekstrak Daun Pepaya (n = 6)

Kelompok Subjek Rerata Kepadatan SB F


Kolagen (%)
Kontrol (CMC Na 2%) 13,06 3,23
I 22,07 10,56
38,68 0,000
II 26,58 5,31
III 53,60 6,21
Keterangan:
I : pemberian gel ekstrak daun pepaya 25%
II : pemberian gel ekstrak daun pepaya 50%
III : pemberian gel ekstrak daun pepaya 75%

Tabel 4.4 menunjukkan bahwa rerata presentase kepadatan kolagen

kelompok gel ekstrak daun pepaya 25% adalah 22,07%, rerata kelompok gel

ekstrak daun pepaya 50% adalah 26,58%, rerata kelompok gel ekstrak daun

pepaya 75% adalah 53,60% dan rerata kelompok kontrol (CMC-Na 2%) adalah

13,06%. Analisis kemaknaan dengan uji One Way Annova menunjukkan bahwa

nilai F = 38,68 dan nilai = 0,000, hal ini menunjukkan bahwa rerata kepadatan

kolagen pada keempat kelompok setelah diberikan perlakuan berbeda bermakna

(p<0,05).

Untuk mengetahui kelompok mana saja yang berbeda bermakna dilakukan

uji Least Significant Difference (LSD). Hasil uji disajikan pada Tabel 4.5.

Tabel 4.5 Beda Nyata Terkecil Presentase Kepadatan Kolagen Setelah Diberikan
Ekstrak Daun Pepaya antar Kelompok

Kelompok Kontrol I II
I 0,034* -
II 0,003* 0,269 -
III 0,000* 0,000* 0,000*
54

Keterangan :
* : berbeda bermakna
I : pemberian gel ekstrak daun pepaya 25%
II : pemberian gel ekstrak daun pepaya 50%
III : pemberian gel ekstrak daun pepaya 75%

Tabel 4.5 di atas menunjukkan bahwa gel ekstrak daun pepaya dengan

konsentrasi 75% (Kelompok III) memiliki perbedaan rerata yang bermakna

dibandingkan dengan kelompok lainnya ( < 0,05), sedangkan gel ekstrak daun

pepaya dengan konsentrasi 50% (Kelompok II) tidak memiliki perbedaan rerata

yang bermakna bila dibandingkan dengan kelompok I (Konsentrasi 25%)

( > 0,05).

Hasil analisis menyimpulkan bahwa gel ekstrak daun pepaya konsentrasi

75% lebih efektif dalam meningkatkan kepadatan kolagen daripada konsentrasi

50% dan 25%.


55

BAB V

PEMBAHASAN

A. Subyek Penelitian

Untuk menguji pemberian gel ekstrak daun pepaya dengan konsentrasi

25%, 50%, dan 75% terhadap kepadatan kolagen pada penyembuhan luka insisi

gingiva marmut dilakukan penelitian eksperimental laboratorium dengan desain

Post Test Only Control Group, menggunakan 24 ekor marmut jantan dengan berat

250-350 gram yang berumur tiga bulan dan diberikan pakan pellet dan air.

Sampel dibagi menjadi empat kelompok yaitu kelompok I dengan pemberian gel

ekstrak daun pepaya 25%, kelompok II dengan pemberian gel ekstrak daun

pepaya 50%, kelompok III dengan pemberian gel ekstrak daun pepaya 75%, dan

kelompok kontrol diberikan gel CMC-Na 2%.

Pada penelitian ini menggunakan hewan coba marmut (Cavia porcellus)

karena hewan coba memiliki tubuh yang lumayan besar sehingga mudah untuk

dilakukan insisi pada gingivanya, harganya terjangkau, mudah didapat, mudah

dipelihara, dan pakannya mudah. Jenis kelamin jantan dipilih karena hewan coba

tidak terpengaruh dengan pengaruh hormonal.

B. Distribusi dan Homogenitas Data Hasil Penelitian

Data hasil penelitian berupa persentase kepadatan kolagen sebelum

dianalisis lebih lanjut, terlebih dahulu diuji distribusinya dan variannya. Distribusi

data diuji dengan menggunakan uji Shapiro Wilk karena menggunakan sampel

kurang dari 30 sampel, untuk menguji homogenitas data meggunakan uji

55
56

Levenes test dan untuk mengetahui kelompok mana saja yang berbeda bermakna,

dilakukan uji LSD (Least Significant Difference). Berdasarkan hasil analisis

didapatkan bahwa data terdistribusi normal dan homogen (> 0,05).

C. Pengaruh Pemberian Gel Ekstrak Daun Pepaya Terhadap Kepadatan

Kolagen

Uji perbandingan kedua kelompok setelah perlakuan menggunakan uji

One Way Annova. Rerata persentase kepadatan kolagen pada kelompok I

(pemberian gel ekstrak daun pepaya 25%) adalah 22,07%, rerata persentase

kepadatan kolagen pada kelompok II (pemberian gel ekstrak daun pepaya 50%)

adalah 26,58%, rerata persentase kepadatan kolagen pada kelompok III

(pemberian gel ekstrak daun pepaya 75%) adalah 53,60% dan rerata presentase

kepadatan kolagen kelompok kontrol (CMC-Na 2%) adalah 13,06%. Analisis

kemaknaan dengan dengan menggunakan uji One Way Annova menunjukkan

bahwa nilai F = 38.68 dan = 0,000 Hal ini menunjukkan bahwa rerata

kepadatan kolagen pada ketiga kelompok sesudah diberikan perlakuan berbeda

secara bermakna (<0,05).

Berdasarkan hasil penelitian tersebut, didapatkan bahwa pada kelompok

gel ekstrak daun pepaya 75% memiliki persentase kepadatan kolagen lebih besar

dibandingkan dengan pemberian gel ekstrak daun pepaya konsentrasi 50% dan

25%. Hasil ini sesuai dengan penelitian pendahuluan yang telah diakukan dan

didapatkan hasil yaitu pemberian gel ekstrak daun pepaya 75% meningkatkan

persentase kepadatan kolagen dibandingkan konsentrasi 50% dan 25% pada

penyembuhan luka insisi gingiva marmut. Secara keseluruhan, hasil menunjukkan


57

bahwa gel ekstrak daun pepaya dapat meningkatkan persentase kepadatan kolagen

dibandingkan kelompok kontrol.

Terjadinya peningkatan kepadatan kolagen pada penyembuhan luka insisi

gingiva marmut setelah perlakuan diduga disebabkan karena ekstrak daun pepaya

memiliki beberapa kandungan zat aktif yang dapat mendukung dalam

meningkatkan pembentukan kolagen dengan mekanisme yang berbeda seperti

flavonoid, saponin, alkaloid, papain dan tannin.

Flavonoid dan saponin dalam daun pepaya bersifat imunostimulan yang

akan menstimulasi limfosit T yang akan mengaktifkan makrofag ke daerah luka

untuk pertahanan terhadap infeksi (Dewi, 2014 dan Rajput, 2007). Keberadaan

makrofag pada daerah luka akan menstimulasi Transforming Growth Factor Beta

1 (TGF- 1). Transforming growth factor- (TGF-) yang matur secara aktif

terlibat dalam proses perkembangan dan diferensiasi berbagai jenis sel. Diketahui

bahwa TGF- 1 merupakan isoform paling penting pada manusia. Transforming

growth factor- 1 (TGF- 1) adalah sitokin yang mempunyai banyak fungsi. Dari

penelitian in vitro maupun in vivo didapatkan bahwa TGF-1 mempunyai tiga

aktivitas biologik terpenting, yaitu dampak biologik terhadap proliferasi sel,

matriks ekstra selular, dan efek imunosupresif (Damayanti, 2012 dan Trihono,

2011). Peningkatan migrasi dan proliferasi sel fibroblas pada daerah luka akan

meningkatan produksi fibronektin dan pembentukan serabut kolagen. Dilaporkan

TGF- 1 bekerja sebagai stimulator pembentukan matriks ekstra seluler melalui

empat proses hasil kerja, yaitu stimulasi sintesis komponen matriks ekstra seluler,

stimulasi sintesis integrin yaitu reseptor membran yang memungkinkan sel


58

mengenali molekul matriks ekstra seluler tertentu pada membran basalis maupun

sel lain, menghambat sintesis protease inhibitor yang berfungsi memecah matriks

ekstra seluler, dan mengurangi sintesis enzim Extra Cellular Matrix-degrading

protease yang memecah matriks ekstra seluler (Trihono, 2011). Kandungan

flavonoid dalam ekstrak daun pepaya memiliki manfaat lain yaitu sebagai agen

antiinflamasi melalui mekanisme penghambatan siklooksigenase dan

lipoksigenase sehingga terjadi pembatasan jumlah sel inflamasi yang bermigrasi

ke jaringan perlukaan, sehingga reaksi inflamasi akan berlangsung lebih singkat

dan tanpa menghambat kemampuan proliferatif dari TGF- (Napanggala, 2014).

Menurut penelitian yang dilakukan oleh Mahmood (2005) dan Ancheta

(2016), kandungan zat aktif alkaloid dan papain dalam ekstrak daun pepaya

sangat membantu dalam mempercepat proses penyembuhan luka. Hal ini

disebabkan oleh kedua zat aktif tersebut memiliki sifat antibakteri yang dapat

mengurangi resiko infeksi pada proses penyembuhan luka. Zat aktif papain yang

terkandung dalam ekstrak daun pepaya selain memiliki sifat antibakteri, juga

memiliki potensi untuk memicu pembentukan jaringan granulasi, mengurangi

pembentukan jaringan parut berlebih sehinga membentuk luka yang bersih.

Kandungan lain yaitu tannin dalam ekstrak daun pepaya juga memiliki

sifat antibakteri yang baik melalui mekanisme bereaksi dengan protein dan

membentuk senyawa larut air yang stabil sehingga dapat membunuh bakteri

dengan merusak dinding sel bakteri (Baskaran, 2012). Pengerusakan dinding sel

bakteri oleh senyawa tannin juga dapat melalui mekanisme inaktivasi adhesin sel

mikroba yang terdapat pada permukaan sel sehingga sel bakteri tidak dapat
59

melekat pada inangnya. Tannin mempunyai target pada polipeptida dinding sel

akan menyebabkan kerusakan dinding sel karena tannin merupakan senyawa

fenol (Sari, 2011). Penelitian lain tentang tannin yang berkaitan dengan proses

penyembuhan luka yang dilakukan oleh Kusumawardhani (2015) menyatakan

bahwa kandungan tannin dapat membantu mempercepat penyembuhan luka

dengan memicu produksi fibroblas, mempercepat angiogenesis, menghentikan

perdarahan, mempercepat penutupan luka dan dengan reaksi seluler dengan

membersihkan radikal bebas dan oksigen reaktif.

Perbedaan kepadatan kolagen pada proses penyembuhan luka pada insisi

gingiva marmut pada penelitian ini diduga karena pemberian gel ekstrak daun

pepaya dengan konsentrasi berbeda. Persentase kepadatan kolagen tertinggi

terjadi pada kelompok III yaitu dengan pemberian gel ekstrak daun pepaya

konsentrasi 75%. Hal ini disebabkan karena gel ekstrak daun pepaya konsentrasi

75% merupakan konsentrasi tertinggi dibandingkan dengan konsentrasi 50% dan

25%. Hal ini berkaitan dengan semakin tinggi konsentrasi ekstrak maka kualitas

ekstrak semakin baik serta kadar zat aktif yang terkandung didalamnya semakin

tinggi (Hernani, 2007). Adanya kandungan flavonoid konsentrasi tinggi dapat

mengakibatkan penghambatan jalur siklooksigenase dan lipooksigenase. Apabila

kedua jalur ini terhambat maka produksi prostaglandin, leukotrin dan tromboksan

akan menurun sehingga reaksi inflamasi akan berlangsung lebih singkat dan

kemampuan proliferatif dari TGF- tidak terhambat, sehingga proses proliferasi

dapat segera terjadi (Sabir, 2003 dan Indraswary, 2011). Hal ini dapat

menstimulasi terjadinya peningkatan migrasi fibroblas ke area luka yang


60

kemungkinan disebabkan oleh kandungan saponin dan flavonoid melalui

stimulasi faktor pertumbuhan seperti TGF-. Hal ini memungkinkan terjadinya

peningkatan pembentukkan kolagen oleh fibroblas sehingga proses penyembuhan

luka dapat terjadi secara optimal (Indraswary, 2011).

Sedikitnya persentase kolagen pada pemberian gel ekstrak daun pepaya

konsentrasi 50% dan 25% diduga karena konsentrasinya semakin rendah dan

kandungan zat aktif yang terkandung didalamnya pun semakin sedikit. Flavonoid

dengan konsentrasi rendah hanya mampu menghambat jalur lipooksigenase saat

terjadi proses peradangan sehingga proses inflamasi terjadi lebih lambat dan

berefek pada waktu proliferasi dan sintesis matriks ekstraseluler yang lebih lama.

Selain itu, konsentrasi ekstrak tanaman yang terlalu rendah hanya mengandung

saponin dalam jumlah yang sedikit sehingga fungsi biologisnya menjadi tidak

optimal (Indraswary, 2011).

Hal lain yang dapat mempengaruhi gel ekstrak daun pepaya 25% dan 50%

menghasilkan kepadatan kolagen lebih rendah dibanding konsentrasi 75% dapat

ditinjau dari viskositas gelnya, dimana semakin tinggi konsentarsi ekstrak daun

pepaya maka viskositas sediaan gel akan semakin meningkat. Hal ini disebabkan

ekstrak mempunyai tekstur yang lebih kental dibanding basis gel yang digunakan

untuk sediaan. Semakin tinggi viskositas maka akan semakin besar tahanannya,

begitupun sebaliknya. Hal ini dianggap berpengaruh karena kemungkinan gel

ekstrak daun pepaya 50% dan 25% yang diaplikasikan pada permukaan luka tidak

bertahan baik dan mudah terlepas dari permukaan luka sehingga zat aktif yang
61

ada didalam ekstrak daun pepaya tidak dapat diabsorpsi dengan baik

(Mutmainah, 2014).

Pada penelitian ini menguji konsentrasi gel ekstrak daun pepaya terhadap

kepadatan kolagen pada penyembuhan insisi gingiva marmut (Cavia porcellus)

menunjukkan bahwa gel ekstrak daun pepaya 75% dapat meningkatkan

persentase kepadatan kolagen pada proses penyembuhan luka dibandingkan

dengan konsentrasi 50%, dan 25%. Peningkatan kepadatan kolagen dalam proses

penyembuhan luka diduga dipengaruhi oleh kerjasama zat aktif yang terkandung

dalam gel ekstrak daun pepaya seperti flavonoid, saponin, alkaloid, papain dan

tannin.

Penelitian ini memiliki keterbatasan antara lain pengamatan keadatan

kolagen hanya dilakukan pada hari ke tujuh pasca insisi gingiva marmut (Cavia

porcellus), dimana kolagen mulai muncul pada hari ketiga sampai hari kelima,

dan produksi jumlah kolagen terbanyak pada hari kesebelas pasca insisi gingiva

(Andreasen, 2007). Penulis tidak dapat melihat proses penyembuhan luka pasca

insisi gingiva karena keterbatasan waktu. Keterbatasan lain adalah penulis

memakai ekstrak daun pepaya secara keseluruhan bukan memakai zat aktifnya

saja, sehingga penulis tidak mengetahui secara spesifik zat aktif mana yang paling

berperan dalam peningkatan jumlah kolagen pada proses penyembuhan luka.

Mekanisme gel ekstrak daun pepaya terhadap kepadatan kolagen pada

penyembuhan luka pada insisi gingiva marmut dapat dijelaskan pada Gambar 5.1.
62

Gel Ekstrak Daun Pepaya

Papain Flavonoid Alkaloid


Saponin Tannin

Antibakteri Imunostimulan Antibakteri


Stimulasi jaringan granulasi
Penekan jaringan parut

Infeksi Makrofag Infeksi


Jaringan granulasi
TGF-1
Jaringan parut

Kepadatan kolagen

Penyembuhan Luka

Gambar 5.1 Mekanisme Gel Ekstrak Daun Pepaya dalam


Proses Penyembuhan Luka Insisi Gingiva Marmut
63

BAB VI

SIMPULAN DAN SARAN

D. Simpulan

Dari hasil penelitian ini maka dapat disimpulkan bahwa gel ekstrak daun

pepaya konsentrasi 75% lebih efektif dalam meningkatkan kepadatan kolagen

daripada konsentrasi 50% dan 25%.

E. Saran

1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut tentang gel ekstrak daun pepaya

terhadap kepadatan kolagen pada penyembuhan luka dengan konsentrasi yang

lebih tinggi.

2. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui efektifitas gel

ekstrak daun pepaya terhadap sel atau jaringan lain yang berkaitan dengan

penyembuhan luka.

3. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut tentang ekstrak daun pepaya terhadap

kepadatan kolagen pada penyembuhan luka dengan sediaan topikal yang lain.

4. Perlu dilakukan penelitian mengenai cara ekstraksi lain yang lebih baik dalam

mengambil zat aktif pada ekstrak.

5. Diperlukan studi lebih lanjut tentang farmakokinetik, farmakodinamik, uji

toksisitas secara in vitro dan efek ekstrak ini pada hewan percobaan lain

sebelum diaplikasikan pada manusia.

63
64

DAFTAR PUSTAKA

Agani, H., 2014, Anatomi Marmut (Cavia porcellus), http:// www.docfoc. com/
download/ documents/ laporan- anatomi- marmut- cavia- porcellus, Diakses
pada hari Rabu, 1 Juni 2016

Ancheta, M. Acero, L., 2016, Wound Healing Property of Carica papaya Stem in
Albino Rats, International Journal of Bioscience, Biochemistry and
Bioinformatics, Volume 6, Number 2, Filipina

Andareto, O., 2015, Apotik Herbak di Sekitar Anda (Solusi Pengobatan 1001
Penyakit Secara Alami dan Sehat Tanpa Efek Samping), Pustaka Ilmu
Semesta, Jakarta

Andersson, L., Kahnberg, K., Pogrel, M.A., 2010, Oral and Maxillofacial Surgery,
Blackwell, Singapore

Andreasen, J.O., Andreasen, F.M., Andresson, L., 2007, Textbook and Color Atlas
of Traumatic Injuries to the Teeth 4th Edition, A Blackwell Publishing
Company, UK

Aldelina, N L., Sari, D S., Amin, M.N., 2013, Efek Pemberian Ekstrak Daun Pepaya
Muda (Carica papaya) Terhadap Jumlah Sel Makrofag Pada Gingiva Tikus
Wistar Yang Diinduksi Porphyromonas gingivalis. Artikel Ilmiah Hasil
Penelitian Mahasiswa. Jember

Ayun, Q. Laily, A.N., 2015, Analisis Fitokimia Daun Pepaya (Carica papaya L.) Di
Balai Penelitian Tanaman Aneka Kacang dan Umbi, Kendalpayak, Malang,
Seminar Konservasi dan Pemanfaatan Sumber Daya Alam, Malang

Balaji, S.M., 2008, Textbook of Oral & Maxillofacial Surgery, Elsevier

Baskaran, C., Bai, V.R., Velu, S., Kumaran, K., 2012, The Efficacy of Carica Papaya
Leaf Extract on Some Bacterial and A Fungal Strain by Well Diffusion
Method, Asian Pacific Journal of Tropical Disease, India

BPOM RI, 2008, Carica papaya L. Direktorat Obat Asli Indonesia, http ://
perpustakaan .pom. go.id/ ebook/Taksonomi% 20Koleksi%20Tanaman
%20Obat%20Kebun%20Tanaman%20Obat%20Citeureup/Carica%20papaya
%20L..pdf. Diakses pada hari Minggu, 22 Mei 2016, Pukul 22.09 WITA
65

Capriyanti, Y., 2015, Obat untuk Luka Cepat Kering. http://www. alo dokter. com/
komunitas/ topic/ nama-obat. Diakses pada hari Kamis,
17 November 2015, Pukul 22.37 WITA

Damayanti, S.A., Yuwono, B., Robin, D.M.C., 2012, Efek Pemberian Kurkumin
terhadap Peningkatan Pembentukan Kolagen pada Soket Gigi Tikus Wistar
Pasca Pencabutan, Artikel Ilmiah Hasil Penelitian Mahasiswa FKG UNEJ

Darma, S., Manjas, M., Saputra, D., Agus, S., Erkadius., 2013, Efek Pemberian
Suntikan Subkutan Vitamin C Terhadap Luka Insisi Dermal,. Jurnal
Kesehatan Andalas. 2013; 2(3)

DEPKES RI, 2000, Parameter Standar Umum Ekstrak Tumbuhan Obat, Jakarta

Dewi, P.S., 2014, Gel Ekstrak Mengkudu (Morinda Citrifolia) Meningkatkan Jumlah
Makrofag dan Mempercepat Angiogenesis pada Soket Mandibula Pasca
Pencabutan Gigi Marmut Jantan (Cavia cobaya), Tesis, Universitas Udayana,
Denpasar

Diegelmann, R.F., Evans, M.C., 2004, Wound Healing: An Overview of Acute,


Fibrotic and Delayed Healing, Frontiers in Bioscience 9, 283-289

Gartner, L.P., Hiatt, J.L., 2007, Buku Ajar Berwarna Histologi. Elsevier, Singapore

Hernani, M.T., Winarti, C., 2007, Pemilihan Pelarut pada Pemurnian Ekstrak
Lengkuas (Alpinia galanga) Secara Ekstraksi, Jurnal Pascapanen 4(1),
Bogor

Indraswary, R., 2011, Efek Konsentrasi Ekstrak Buah Adas (Foeniculum Vulgare
Mill.) Topikal pada Epitelisasi Penyembuhan Luka Gingiva Labial Tikus
Sprague Dawley In Vivo. http:// unissula.ac.id /jurnal-majalah ilmiah
sultan agung vol xlix juli -2011 edisi khusus -fkg/. Diakses pada hari
Minggu, 30 Oktober 2016, Pukul 23.14 WITA

Kartinah, 2012, Gel. https://nanikartinah.wordpress.com/2012/03/20/gel/ diakses


pada hari Minggu, 5 juni 2016 pukul 22.00 WITA
66

KEMENKES RI, 2011, Integrasi Pengobatan Tradisional Dalam Sistem Kesehatan


Nasional. http:// www.depkes .go.id/article /print /1706/integrasi-pengobatan-
tradisional-dalam-sistem-kesehatan-nasional.html. Diakses pada hari Selasa,
17 Mei 2016, Pukul 22.10 WITA

Kusumawardhani, A.D., Kalsum, U., Rini, I S., 2015, Pengaruh Sediaan Salep
Ekstrak Daun Sirih (Piper betle Linn.) terhadap Jumlah Fibroblas Luka Bakar
Derajat IIA pada Tikus Putih (Rattus norvegicus) Galur Wistar, Majalah
Kesehatan FKUB Volume 2, No.1, Malang

Mahmood, A.A., Sidik, K., Salmah, I., 2005, Wound Healing Activity of Carica
papaya L. Aqueous Leaf Extract in Rats, International Journal of Molecular
Medicine and Advance Science 1 (4): 398-401, Malaysia

Maryunani, A., 2015, Perawatan Luka Modern (Modern Woundcare) Terkini dan
Terlengkap, In Media, Jakarta

Mescher, A.L., 2015, Histologi Dasar Junqueira Teks & Atlas, EGC , Jakarta

Musfiroh, I., Budiman, A.N.H.I., 2013, The Optimization of Sodium Carboxymethyl


Cellulose (Na-CMC) Synthesized from Water Hyacinth (Eichhornia crassipes
(Mart.) Solm) Cellulose, Research Journal of Pharmaceutical, Biological
and Chemical Sciences

Mutmainah. K.L., Puspitaningrum, I., 2014, Pengaruh Perbedaan Konsentrasi


Ekstrak Etanol Kulit Buah Manggis (Garcinia Mangostana L.) Terhadap
Karakteristik Fisik Sediaan Gel .http:// download. Portal garuda.org /article.
php?article= 352431&val= 5638&title =PENGARUH %20 PERBEDAAN
%20 KONSENTRASI% 20 EKSTRAK%20 ETANOL% 20KULIT
%20BUAH% 20MANGG1S %20(Garcinia% 20mangostana %20L.)%
20TERHADAP% 20KARAKTERISTIK% 20FISIK %20SEDIAAN
%20GEL. Diakses pada hari Minggu, 30 Oktober 2016, pukul 13.00 WITA

Nanci, A., 2013, Ten Cates Oral Histology, Elsevier, USA


67

Napanggala, A., Susianti, A.E., 2014, Pengaruh Pemberian Getah Tanaman Jarak
Pagar (Jatropha curcas L.) Secara Topikal Terhadap Tingkat Kesembuhan
Luka Iris Pada Tikus Putih Jantan Galur Sprague dawley.
http://juke.kedokteran.unila.ac.id/index.php/majority/article/view
File/262/260 diakses pada hari sabtu, 29 oktober 2016 pukul 22.14 WITA

Novariansyah, R., 2008, Perbedaan Kepadatan Kolagen di Sekitar Luka Insisi Tikus
Wistar yang Dibalut Kasa Konvensional dan Penutup Oklusif Hidrokoloid
Selama 2 dan 14 Hari, Tesis, Universitas Diponegoro

Prabantini, D., 2013, 18 Makanan dengan Kekuatan Dahsyat Menangkal Kanker,


Rapha Publishing, Jakarta

Peterson, dkk., 2003, Oral and Maxillofacial Surgery, Elsevier, India

Rajput, Z I. Hu, S.H., Xiao, C.W., Arijo, A.G., 2007, Adjuvant Effects of Saponins on
Animal Immune Responses, https: //www.ncbi.nlm.nih.gov /pmc /articles
/PMC1810383/. Diakses pada hari Minggu, 30 Oktober 2016, pukul 11.14
WITA

Ruswanti, E.O., Cholil, Sukmana, B.I., 2014, Efektivitas Ekstrak Etanol Daun
Pepaya (CaricapPapaya) 100% Terhadap Waktu Penyembuhan Luka
Tinjauan Studi Pada Mukosa Mulut Mencit (Mus musculus), DENTINO
Jurnal Kedokteran Gigi, Vol. II, No. 2

Sabir, A., 2003, Pemanfaatan Flavonoid di Bidang Kedokteran Gigi, Majalah


Kedokteran Gigi (Dental Journal) vol 36, hal 81-87.

Santoso, M.I.E., 2011, Buku Ajar Etik Penelitian Kesehatan. Universitas Brawijaya
Press, Malang

Sarabahi, S., Tiwari, VK., 2012, Principles and Practice of Wound Care, Jaypee,
New Delhi

Sari, F.P., Sari, M.S., 2011, Ekstraksi Zat Aktif Antimikroba dari Tanaman Yodium
(Jatropha multifidi Linn) Sebagai Baku Alternatif Antibiotik Alami, http://
eprints. Undip .ac.id /36728/1 /18. Artikel1.pdf. Diakses pada hari Rabu, 2
November 2016, pukul 23.38 WITA

Simon, E.P., 2016. Skin Wound Healing. http:// emedicine. medscape.com /article/
884594-overview#a5. Diakses pada hari Kamis, 29 Desember 2016, Pukul
22.16 WITA
68

Sjamsuhidajat, R., Wim de Jong, 2005, Buku Ajar Ilmu Bedah, EGC, Jakarta

Sorongan, R S., Pangemanan, D.H.C., Siagian, K. V., 2015, Efektivitas Perasan


Daun Pepaya Terhadap Aktivitas Fibroblas Pasca Pencabutan Gigi Pada Tikus
Wistar Jantan, PHARMACON Jurnal Ilmiah Farmasi UNSRAT Vol. 4 No. 4

Stevens, P.J.M., Bordui, F., Van der Weyde, J.A.G., 1999, Ilmu Keperawatan. EGC,
Jakarta

Syahdrajat, T., 2015, Panduan Menulis Tugas Akhir Kedokteran & Kesehatan,
PREDANAMEDIA GRUP, Jakarta

Trihono, PP., 2011, Peran Transforming Growth Factor-1 pada Penyakit Ginjal,
Sari Pediatri, Vol. 13, No. 1. Jakarta

Yanhendri., Yenny, S.W., 2012, Berbagai Bentuk Sediaan Topikal dalam


Dermatologi CDK-194/ vol. 39 no. 6

Yuza, F., Wahyudi, I.A., Larnani, S., 2014, Efek Pemberian Ekstrak Lidah Buaya
(Aloe Barbadensis Miller) pada Soket Gigi terhadap Kepadatan Serabut
Kolagen Pasca Ekstraksi Gigi Marmut (Cavia Porcellus), Majalah
Kedokteran Gigi. Desember 2014; 21(2): 127 135
69

LAMPIRAN
70

Lampiran 1
71

Lampiran 2
72

Lampiran 3

Dokumentasi Penelitian

A. Proses Pembuatan Gel Ekstrak Daun Pepaya

Proses pengumpulan daun Proses maserasi serbuk


pepaya daun pepaya

Pengukuran massa ekstrak Proses pembuatan gel


ekstrak daun pepaya
73

Gel ekstrak daun pepaya 25%, 50%, 75%, dan gel CMC-Na 2%

B. Proses Uji Gel Ekstrak Daun Pepaya Terhadap Kepadatan Kolagen pada
Penyembuhan Luka Insisi Gingiva Marmut (Cavia porcellus)

Peeliharaan hewan coba marmut


74

Skalpel untuk insisi gingiva marmut

Insisi gingiva hewan coba marmut


75

Pengambilan jaringan gingiva hewan coba marmut

19,924% 17,774% 43,351%

18,236% 18,341% 17,787%

Gambaran histopatologis kepadatan kolagen dengan pemberian gel ekstrak


daun pepaya 25%
76

26,226% 25,395% 17,443%

33,59% 28,863% 27,956%

Gambaran histopatologis kepadatan kolagen dengan pemberian gel ekstrak


daun pepaya 50%

58,132% 57,867% 52,879%

48,105% 44,554% 60,67%

Gambaran histopatologis kepadatan kolagen dengan pemberian gel ekstrak


daun pepaya 75%
77

11,756% 11,03% 9,854%

18,948% 14,213% 12,537%

Gambaran histopatologis kepadatan kolagen dengan pemberian CMC-Na 2%


78

Lampiran 4

Hasil Uji Statistik

Statistik Deskriptif

Descriptive Statistics

N Minimum Maximum Mean Std. Deviation

CMC-Na 2% 6 9.85 18.95 13.0563 3.23639

GEDP 25% 6 14.77 43.35 22.0688 10.56094

GEDP 50% 6 17.44 33.59 26.5788 5.31526

GEDP 75% 6 44.55 60.07 53.6007 6.21471

Valid N (listwise) 6

Uji normalitas

Tests of Normality

Shapiro-Wilk

Statistic df Sig.

CMC-Na 2% .885 6 .295

GEDP 25% .646 6 .159

GEDP 50% .938 6 .640

GEDP 75% .906 6 .412


79

a. Lilliefors Significance Correction

*. This is a lower bound of the true significance.

Uji homogenitas

Test of Homogeneity of Variances

Kolagen

Levene Statistic df1 df2 Sig.

1.332 3 20 .292

Oneway Anova

ANOVA

Kolagen

Sum of Squares df Mean Square F Sig.

Between Groups 5479.053 3 1826.351 38.677 .000

Within Groups 944.411 20 47.221

Total 6423.465 23
80

Post Hoc Tests

Multiple Comparisons

Kolagen

LSD

95% Confidence Interval


Mean Difference
(I) Perlakuan (J) Perlakuan (I-J) Std. Error Sig. Lower Bound Upper Bound

*
CMC-NA2% GEDP 25% -9.01250 3.96739 .034 -17.2883 -.7367

*
GEDP 50% -13.52250 3.96739 .003 -21.7983 -5.2467

*
GEDP 75% -40.54433 3.96739 .000 -48.8202 -32.2685

*
GEDP 25% CMC-NA2% 9.01250 3.96739 .034 .7367 17.2883

GEDP 50% -4.51000 3.96739 .269 -12.7858 3.7658

*
GEDP 75% -31.53183 3.96739 .000 -39.8077 -23.2560

*
GEDP 50% CMC-NA2% 13.52250 3.96739 .003 5.2467 21.7983

GEDP 25% 4.51000 3.96739 .269 -3.7658 12.7858

*
GEDP 75% -27.02183 3.96739 .000 -35.2977 -18.7460

*
GEDP 75% CMC-NA2% 40.54433 3.96739 .000 32.2685 48.8202

*
GEDP 25% 31.53183 3.96739 .000 23.2560 39.8077

*
GEDP 50% 27.02183 3.96739 .000 18.7460 35.2977

*. The mean difference is significant at the 0.05 level.

Anda mungkin juga menyukai