Anda di halaman 1dari 79

PENGARUH METODE PENYINARAN YANG BERBEDA

TERHADAP KEKUATAN IKATAN KOMPOSIT MIKROHIBRID

DENGAN BASE BERBASIS RESIN

TESIS

Oleh:

WAHDANIAH MASDY
J102210204

PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER GIGI SPESIALIS


PROGRAM STUDI KONSERVASI GIGI
FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2014
PENGARUH METODE PENYINARAN YANG BERBEDA

TERHADAP KEKUATAN IKATAN KOMPOSIT MIKROHIBRID

DENGAN BASE BERBASIS RESIN

TESIS

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk


memperoleh gelar Dokter Gigi Spesialis Konservasi Gigi
pada Program Pendidikan Dokter Gigi Spesialis
Fakultas Kedokteran Gigi universitas Hasanuddin

OLEH:

WAHDANIAH MASDY
J102210204

PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER GIGI SPESIALIS


PROGRAM STUDI KONSERVASI GIGI
FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2014

i
PENGARUH METODE PENYINARAN YANG BERBEDA TERHADAP

KEKUATAN IKATAN KOMPOSIT MIKROHIBRID DENGAN

BASE BERBASIS RESIN

OLEH

WAHDANIAH MASDY

J102210204

Setelah membaca tesis ini dengan seksama, menurut pertimbangan kami


tesis ini telah memenuhi persyaratan ilmiah

Makassar, November 2014

Pembimbing I Pembimbing II

drg. Aries Chandra Trilaksana, Sp.KG drg. Christine A. Rovani,sp.KG

NIP. 19760327 200212 1 001 NIP. 19800901 200812 2 002

Mengetahui,
Ketua Program Studi
Program Pendidikan Dokter Gigi Spesialis
Konservasi Gigi

drg. Juni Jekti Nugroho, Sp.KG


NIP. 19710625 200501 2 001

ii
PENGESAHAAN UJIAN TESIS

PENGARUH METODE PENYINARAN YANG BERBEDA TERHADAP


KEKUATAN IKATAN KOMPOSIT MIKROHIBRID DENGAN
BASE BERBASIS RESIN

Diajukan Oleh

WAHDANIAH MASDY

J102210204

Telah Disetujui,

Makassar, November 2014

Pembimbing I Pembimbing II

drg. Aries Chandra Trilaksana, Sp.KG drg. Christine A. Rovani,sp.KG

NIP. 19760327 200212 1 001 NIP. 19800901 200812 2 002

Ketua Program Studi Dekan Fakultas


Pendidikan Dokter Gigi Spesialis Kedokteran Gigi
Konservasi Gigi Universitas Hasanuddin

drg. Juni Jekti Nugroho, Sp.KG Prof. Drg. Mansjur Nasir, Ph.D
NIP. 19710625 200501 2 001 NIP. 19540625 198403 1 001

iii
TESIS

PENGARUH METODE PENYINARAN YANG BERBEDA TERHADAP


KEKUATAN IKATAN KOMPOSIT MIKROHIBRID DENGAN BASE
BERBASIS RESIN

OLEH

WAHDANIAH MASDY

J102210204

Telah Disetujui,
Makassar, November 2014

1. Penguji I : drg Aries Chandra Trilaksana, Sp.KG 1.......................

2. Penguji II : drg Christine A. Rovani, Sp.KG 2.......................

3. Penguji III: drg Juni Jekti Nugroho, Sp.KG 3.......................

4. Penguji IV: drg Nurhayati Natsir, Ph D, Sp.KG 4........................

5. Penguji V : Dr.drg Indrya Kirana Mattulada,MS 5.......................

Mengetahui,
Ketua Program Studi
Program Pendidikan Dokter Gigi Spesialis
Konservasi Gigi

drg. Juni Jekti Nugroho, Sp.KG


NIP. 19710625 200501 2 001

iv
PERNYATAAN KEASLIAN TESIS

Yang bertandatangan di bawah ini:

Nama : Wahdaniah Masdy

Nomor Mahasiswa : J102210204

Program Studi : Program Pendidikan Dokter Gigi Spesialis

Bidang Studi Konservasi Gigi

Menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa tesis yang saya tulis ini benar-

benar merupakan hasil karya saya sendiri, bukan merupakan pengambilalihan

tulisan atau pemikiran orang lain. Apabila dikemudian hari terbukti atau dapat

dibuktikan bahwa sebagian atau keseluruhan tesis ini hasil karya orang lain,

saya bersedia menerima sangsi atas perbuatan tersebut.

Makassar, 3 Oktober 2014

Yang Menyatakan,

Wahdaniah Masdy

v
KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kepada Allah SWT, karena atas berkat dan karuniaNya

sehingga saya dapat memperoleh kekuatan dan kemampuan dalam

menyelesaikan tesis ini. Penulisan tesis ini dilakukan dalam rangka memenuhi

salah satu syarat untuk mencapai Gelar Dokter Gigi Spesialis Konservasi Gigi

pada Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Hasanuddin. Saya menyadari bahwa

tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, dari masa perkuliahan sampai

dengan penyusunan tesis ini, sangatlah sulit bagi saya untuk menyelesaikan tesis

ini. Oleh karena itu pada kesempatan ini saya memberikan penghargaan dan

terima kasih yang sebesar – besarnya kepada :

1. drg. Aries Chandra Trilaksana, Sp.KG selaku pembimbing I dan kepada

drg. Christine A. Rovani, Sp.KG selaku pembimbing II, yang telah

menyediakan waktu, tenaga, pikiran dan dengan penuh kesabaran

memberikan arahan dan masukan yang sangat berharga kepada saya dari

awal penelitian sampai dengan selesainya tesis ini.

2. Kedua orang tua saya, Drs masdy Toto Mase dan Djuhaedah yang tak

hentinya memberikan doa, dorongan dan semangat agar saya mampu

menyelesaikan pendidikan dan tesis ini.

3. Suami tercinta Andi Fauzan, terimakasih atas doa dan dukungannya, terima

kasih atas kesabarannya selama ini.

ii
4. Anak-anakku tercinta freya, fazwa dan fildza, terima kasih atas doa dan

pengertiannya selama ini sehingga bunda termotivasi untuk menyelesaikan

tesis ini dengan secepatnya.

5. drg Juni Jekti Nugroho, Sp.KG, drg. Nurhayaty Natsir,PhD.,Sp.KG dan

DR. drg. Indrya Kirana Mattulada, MS yang bersedia menjadi penguji tesis

dan memberikan saran dan masukan yang berharga untuk perbaikan tesis

ini.

6. Prof. drg. Mansjur Nasir.,PhD selaku dekan Fakultas Kedokteran Gigi

Universitas Hasanuddin yang telah memperkenankan dan memberikan

kepercayaan kepada saya untuk mengikuti pendidikan pada Program

Pendidikan Dokter Gigi Spesialis Konservasi Gigi,Universitas Hasanuddin.

7. drg. Juni Jekti Nugroho, Sp.KG, selaku Ketua Program Studi PPDGS

Konservasi Gigi yang tak henti-hentinya memberikan motivasi dan

bimbingan selama mengikuti pendidikan.

8. Staff Pengajar Program Pendidikan Dokter Gigi Spesialis Konservasi Gigi

Universitas Hasanuddin yang telah memberikan banyak pengetahuan dan

dorongan kepada saya selama mengikuti pendidikan.

9. Teman – teman seperjuangan residen konservasi gigi, yang sangat

bermurah hati mengulurkan tangan untuk memberikan bantuan dan

dorongan disaat saya sangat terpuruk, di saat saya tidak mampu bangkit

untuk menyelesaikan tesis dan pendidikan ini..

iii
10. Staff Pegawai di RSGMP Universitas Hasanuddin yang telah memberikan

bantuan kepada saya selama mengikuti pendidikan.

11. Semua pihak yang telah membantu saya selama pendidikan, penelitian,

dan tesis yang namanya tidak dapat saya sebutkan disini, saya mohon maaf

dan mengucapkan terima kasih yang sebanyak banyaknya.

Dalam kesempatan ini, izinkanlah saya untuk meminta maaf kepada semua pihak

yang terlibat selama masa pendidikan, atas segala kesalahan, kekurangan, serta

kelemahan saya baik dalam proses belajar mengajar, selama perkuliahan,

maupun dalam pelaksanaan dan penulisan tesis ini.

Akhir kata, saya menyadari bahwa tesis ini masih jauh dari sempurna, untuk itu

sangat diharapkan adanya saran dan kritik yang membangun dari semua pihak.

Harapan terbesar saya, semoga tesis ini dapat bermanfaat bagi perkembangan

ilmu pengetahuan khususnya dibidang kedokteran gigi.

Makassar, 3 Oktober 2014

Penulis

iv
ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan kekuatan ikatan antara 2


bahan yaitu bahan restorasi komposit mikrohibrid dan base berbasis resin
dengan metode penyinaran yang berbeda. Metode penyinaran yang digunakan
pada penelitian ini adalah metode penyinaran ramp cure, intermitten cure,
uniform continous cure dan high intensity cure. Penelitian ini merupakan
penelitian eksperimental laboratorium dengan total jumlah sampel yang
digunakan 24 sampel (n=24) yang dibagi ke dalam 4 kelompok, masing-masing
6 sampel untuk setiap metode penyinaran. Perhitungan besar sampel dalam
penelitian ini menggunakan rumus frederer. Sampel dibuat dengan cara
menempatkan base resin dalam cincin plastik menggunakan gun setinggi 2 mm
kemudian pin ditempatkan diujung tengah bahan base resin lalu di cure
kemudian dilanjutkan dengan penempatan komposit mikrohibrid setinggi 2 mm
dan pin ditmnpatkan di ujung tengah sampel lalu di cure. Sampel kemudian
direndam dalam metylen blue selama 60 menit sebelum di uji tarik dengan
menggunakan universal testing machine (UTM). Pengukuran dianalisa secara
statistik dengan menggunakan uji parametrik one way anova dan uji post hoc
test yang menunjukkan adanya perbedaan secara signifikan antara metode
penyinaran intermitten cure terhadap high intensity cure serta metode
intermitten cure terhadap ramp cure, dimana metode penyinaran intermitten
cure menunjukkan nilai kekuatan tertinggi dibandingkan metode penyinaran
lain.
Kata Kunci :
Komposit mikrohibrid, base berbasis resin, metode penyinaran, kekuatan ikatan

ix
ABSTRACT

This study aims to determine the bond strength of the relationship between
2 composite restorative materials based mikrohibrid and base resins with
different irradiation methods. Irradiation methods used in this study are
method of irradiating ramp cure, intermittent cure, continuous uniform cure
and high intensity cure. This study is an experimental laboratory with a
total of samples used 24 samples ( n = 24 ) were divided into 4 groups,
each of 6 samples for each method of irradiation. Calculation of sample
size in this study using the frederer formula. Samples were prepared by
placing the base resin in a plastic ring using the gun as high as 2 mm and
then placed the tip of the middle pin base material and resin on the cure
was followed by placement of composite mikrohibrid as high as 2 mm and
placing the tip of the middle of sample than the sample was cured.
Samples were immersed in metylen blue for 60 minutes before the tensile
test using a universal testing machine ( UTM ) has done. Measurements
were analyzed statistically using one way ANOVA parametric test and post
hoc test. The test showed significant differences between method of
intermittent cure to high intensity cure and between intermittent cure
method and ramp cure, where the intermittent cure irradiation method
showed the highest strength values compared to the another method of
irradiation.

Key Word :

Microhybrid composite, resin base, irradiation method, bond


strength

x
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ................................................................................... i

PENGAJUAN TESIS ................................................................................ ii

PENGESAHAN UJIAN TESIS ................................................................. iii

PERNYATAAN KEASLIAN TESIS ........................................................... v

KATA PENGANTAR ................................................................................ vi

ABSTRAK ................................................................................................ ix

ABSTRACT ................................................................................................ x

DAFTAR ISI .............................................................................................. xi

DAFTAR GAMBAR ................................................................................... xv

DAFTAR TABEL ...................................................................................... xvi

DAFTAR GRAFIK .................................................................................... xvii

DAFTAR LAMPIRAN................................................................................ xviii

BAB I PENDAHULUAN........................................................................ 1

1.1 Latar Belakang Penelitian…………………………………… ………. 1

1.2 Rumusan Masalah…………………………………………………… 4

1.3 Tujuan Penelitian……………………………………………………. .. 4

1.3.1 Tujuan Umum………………………………………………… 4

1.3.2 Tujuan Khusus………………………………………………… 5

1.4 Manfaat Penelitian……………………………………………………. 5

1.4.1 Manfaat Umum………………………………………………… 5

1.4.2 Manfaat Khusus………………………………………………. 5

xi
BAB II TINJAUAN PUSTAKA…………………………………………… 6

2.1 Resin Komposit………………………………………………………... 6

2.1.1 Komposisi Resin Komposit…………………………........….. 6

2.1.1.1 Matriks Organik………………………………………. 6

2.1.1.2 Filler…………………………………………………… 7

2.1.1.3 Coupling Agent………………………………………. 8

2.1.2 Klasifikasi Resin Komposit…………………………………… 9

2.1.2.1 Resin Komposit Makrofil/Tradisional…..………….. 9

2.1.2.2 Resin Komposit Mikrofiller………………………….. 10

2.1.2.3 Resin Komposit Hibrid………………………………. 10

2.1.2.4 Resin Komposit Mikrohibrid………………………… 11

2.1.2.5 Resin Komposit Nano………………..........………… 13

2.2 Polimerisasi……………………………….........……………………... 14

2.3 Metode Penyinaran..…………………….........……………………... 16

2.3.1 Continuous Cure .................………………………………… 17

2.3.1.1 High-Energy Pulse Cure..………………………….. 18

2.3.1.2 Uniform Continous..…………………………………. 18

2.3.1.2.1 Step Cure..………………………………… 18

2.3.1.2.2 Ramp Cure.........…………………………. 19

2.3.2 Discontinuous Cure ……………………………………..…… 19

2.3.2.1 Pulse-Delay Cure..…............……….………………. 20

2.3.2.2 Metode Light-Curing Intermitten..…………………. 20

xii
2.4 Base……………………………………………………………………. 21

2.4.1 Bahan Base……………………………………………………. 21

2.4.1.1 Glass Ionomer……………………………………….. 21

2.4.1.2 Resin Modified Glass Ionomer (RMGI).......………. 21

2.4.1.3 Resin Komposit Flowable …………….……………. 22

2.5 Kerangka Teori………………………………………………………… 23

2.6 Kerangka Konsep…………………………………………………...... 24

2.7 Hipotesis Penelitian…………………………………………………… 24

BAB III METODE PENELITIAN………………………………………….. 25

3.1 Jenis dan Desain Penelitian…………………………………………. 25

3.1.1 Jenis Penelitian……………………………………………… . 25

3.1.2 Desain Penelitian……………………………………………. .. 25

3.2 Waktu dan Lokasi Penelitian………………………………………… 25

3.2.1 Waktu Penelitian………………………………………………. 25

3.2.2 Lokasi Penelitian………………………………………………. 25

3.3 Sampel Penelitian…………………………………………………….. 25

3.3.1 Perhitungan Besar Sampel…………………………………… 25

3.4 Cara Kerja……………………………………………………………… 26

3.4.1 Material dan Alat………………………………………………. 26

3.4.1.1 Material………………………………………………... 26

3.4.1.2 Alat…………………………………………………….. 28

3.4.2 Cara Pembuatan Sampel…………………………………….. 29

xiii
3.4.3 Prosedur Kerja………………………………………………… 30

3.4.3.1 Perendaman dalam Methylene Blue ………………. 30

3.4.3.2 Uji Kekuatan Ikatan…………………………………. 31

3.5 Identifikasi Variabel dan Defenisi Operasional Variabel………….. 32

3.5.1 Identifikasi Variabel ……………………………………………….. . 32

3.5.2 Defenisi Operasional Variabel ……………………………………. 33

3.6 Data………………………………………………………………………. 34

3.6.1 Jenis Data……………………………………………………… 34

3.6.2 Pengolahan Data……………………………………………… 34

3.6.3 Analisis Data…………………………………………………… 34

3.6.4 Penyajian Data………………………………………………... 34

3.7 Alur Penelitian…………………………………………………………. 35

BAB IV HASIL PENELITIAN …………………………………………… 36

BAB V PEMBAHASAN …… …………………………………………….. 41

BAB VI SIMPULAN DAN SARAN .……………………………………… 51

6.1 Simpulan……………………………………………………………….. 51

6.2 SARAN…………………………………………………………………. 51

DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………. 52

LAMPIRAN ………..………………………………………………………. 59

xiv
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Gambaran grafis mode curing yang umum …………. 17

Gambar 3.1 . Base SDR………………………………………………… 27

Gambar 3.2 Methylene Blue 2%……………………………………… 27

Gambar 3.3 Light Cure LED………………….…………………………. 27

Gambar 3.4 Cincin plastik………………….…………………………. 28

Gambar 3.5 Universal Testing Machine…………………………….. 28

Gambar 3.6. Sampel …………………………………………………… 29

Gambar 3.7. Rantai Besi pada sampel ……………………………… 30

Gambar 3.8 Sampel setelah perendaman methylene blue …....... 30

Gambar 3.9 Sampel yang dijepit pada mesin………………………. 31

Gambar 3.10 Pengaturan kecepatan mesin…………………………. 31

Gambar 3.11 Jarum penunjuk jumlah gaya yang digunakan……… 32

Gambar 3.12 Sampel yang terputus setelah penarikan ……………. 32

xv
DAFTAR TABEL

Tabel 4.1 Uji normalitas data dengan analisa statistik

Saphiro-Wilk …………………………………………………. 37

Tabel 4.2 uji statistik one way ANOVA ………………………………... 38

Tabel 4.3 Hasil Pengukuran kekuatan ikatan komposit

mikrohibrid dengan base berbasis resin berdasarkan

empat metode penyinaran yang berbeda …………………. 38

Tabel 4.4. Hasil analisa Post Hoc Test ………………………………… 39

xvi
DAFTAR GRAFIK

Gambar 4.1. Diagram Hasil Pengukuran kekuatan ikatan

komposit mikrohibrid dengan base berbasis

resin berdasarkan empat metode penyinaran

yang berbeda ……………………………………........... 36

xvii
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Rekomendasi Persetujuan Etik ……………………………. 59

xviii
LAMPIRAN 1

xv
LAMPIRAN 2

Lampiran Output SPSS.20

Oneway

xvi
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Penelitian

Komposit resin adalah salah satu bahan restorasi yang digunakan

untuk mengembalikan bentuk dan fungsi gigi dengan kualitas estetik serta

adanya kemampuan bahan untuk berikatan dengan struktur gigi

sekitarnya.1,2 Walaupun telah banyak perbaikan yang dicapai dalam hal

warna dan daya tahan terhadap tekanan kunyah, kontraksi polimerisasi

masih menjadi masalah terbesar pada bahan restorasi resin

komposit.3,4,5,6

Komposit mengalami shrinkage sekitar 0,6-1,4 % selama

polimerisasi tergantung pada jenis komposit, jumlah dan sifat filler, serta

penyinaran (cure).1,2,7 Shrinkage ini dapat menyebabkan terjadinya celah

antara bahan komposit dan struktur gigi, terutama jika margin restorasi

ditempatkan di dentin atau sementum.5 Jika bakteri, cairan, molekul, atau

ion dapat melewati celah antara resin komposit dan dinding kavitas, maka

terjadi proses yang disebut "kebocoran mikro." Kebocoran mikro dianggap

bertanggung jawab atas hipersensitivitas, karies sekunder, dan kegagalan

restorasi.5,6,7

Beberapa teknik telah dilakukan untuk mengurangi terjadinya

stress polimerisasi pada restorasi resin komposit. Salah satu teknik yang

digunakan adalah penggunaan base dengan modulus elastisitas rendah

1
yang ditempatkan di bawah restorasi resin komposit.8 Bahan yang bisa

dijadikan base seperti glass ionomer cement, resin-modified glass ionomer

cements, dan komposit flowable.9 Komposit flowable adalah komposit

yang mempunyai viskositas dengan kandungan filler 20-25 % lebih rendah

dibandingkan komposit konvensional. Komposit ini memiliki daya alir yang

baik sehingga dapat beradaptasi dengan baik ke dinding kavitas.9,10,11

Resin komposit terdiri dari bahan pengisi anorganik yang pada

dasarnya, menentukan sifat fisik dan mekanis komposit. Partikel-partikel

filler ditambahkan ke fase organik dengan tujuan untuk memperbaiki sifat

fisik dan mekanik dari matriks organik. Partikel filler yang digunakan

bervariasi dalam komposisi kimia, morfologi dan dimensi.12,13,14 Untuk

alasan ini, beberapa bahan baru telah dikembangkan dengan modifikasi

dalam teknologi filler, distribusi filler, jumlah filler, dan perubahan dalam

matriks.1,15 Kandungan filler yang lebih tinggi dan resin yang lebih rendah

menyebabkan berkurangnya shrinkage.15,16

Bahan restorasi komposit terdiri dari berbagai tipe, menurut

ukuran partikel fillernya dan persentase muatan filler-nya. Resin komposit

menurut ukuran partikel filler-nya yaitu komposit makrofiller, mikrofiller,

hibrid filler, mikrohibrid, dan nanofiller komposit.,12,16 Mikrohibrid

diperkenalkan sebagai komposit yang memiliki kandungan filler yang lebih

tinggi. Resin komposit mikrohibrid adalah hasil perkembangan dari resin

komposit hibrid dengan ukuran partikel rata-rata ukuran 0,4-0,6 mikron (

400 sampai 600 nm) dan ukuran partikel filler 0,04 sampai 0,1 mikron

2
yang dapat mencapai 75% berat seluruhnya sehingga dapat

meningkatkan sifat mekanisnya dan mengurangi shrinkage saat

polimerisasi.4,13

Derajat shrinkage saat polimerisasi resin komposit tidak hanya

tergantung pada bahan resin komposit tetapi juga pada metode

penyinarannya.14,16 polimerisasi optimal dari bahan restoratif resin

komposit merupakan hal penting untuk meningkatkan sifat fisik, mekanik,

dan kimia.1,17,18 Sifat bahan tidak dapat diubah oleh operator maka radiasi

cahaya merupakan alat kontrol bagi operator untuk menyesuaikan sifat

bahan sehingga dapat diperoleh hasil akhir yang lebih baik.1,18 Dalam

beberapa tahun terakhir, beberapa aternatif metode penyinaran yang

dimodifikasi telah diusulkan sebagai sarana untuk mengurangi atau

meminimalkan peningkatan stress dan pembentukan celah antara gigi dan

dan restorasi yang terjadi akibat adanya shrinkage. 1,16,17

Beberapa metode yang digunakan seperti ramp cure, intermittent

cure, high intensity cure. Metode Ramp-curing pada awalnya

menggunakan cahaya intensitas rendah untuk jangka waktu yang

ditentukan dan secara bertahap meningkat menjadi intensitas tinggi

sampai waktu ekspos yang tersisa. Metode intermittent cure

menggunakan metode penyinaran untuk waktu tertentu diikuti dengan

penundaan selama beberapa detik dan di cure kembali, hal tersebut

dilakukan berulangkali sampai waktu eksposure yang tersedia. Metode

3
high intensity, menggunakan metode penyinaran dengan intensitas

tinggi.1,15

Perbedaan pada masing-masing metode penyinaran dapat

memberikan inisiasi dan tingkat polimerisasi yang berbeda, akibatnya,

terjadi variasi pada sifat mekanik akhir dari komposit.1,2 Dengan

berkembangnya beberapa metode penyinaran, maka hal tersebut dapat

membingungkan operator.17 Oleh karena itu, perlu untuk menentukan

metode penyinaranyang tepat memaksimalkan bond stength bahan

restorasi.1,2,17 Sampai saat ini, belum ada penelitian mengenai hubungan

kekuatan ikat antar dua bahan yaitu bahan restorasi komposit mikrohibrid

dan base berbasis resin dengan metode penyinaran yang berbeda.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian yang telah dijelaskan di atas, maka dapat

dirumuskan permasalahan sebagai berikut : Apakah ada perbedaan

kekuatan ikatan antara komposit mikrohibrid terhadap base berbasis resin

dengan metode penyinaran yang berbeda?

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Mengetahui kekuatan ikatan yang dimiliki komposit mikrohibrid

terhadap base berbasis resin dengan metode penyinaran yang berbeda.

4
1.3.2 Tujuan khusus

Mengetahui kekuatan ikatan yang di dimiliki komposit mikrohibrid

terhadap base berbasis resin dengan metode penyinaran ramp cure,

intermittent cure, high intensity cure, uniform contiunous cure

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Manfaat Umum

• Mengetahui pengaruh metode penyinaran yang berbeda terhadap

kekuatan ikatan antar dua bahan yaitu komposit mikrohibrid dan base

berbasis resin.

• Dapat digunakan sebagai referensi untuk menjelaskan keterkaitan

antara metode penyinaran dengan peningkatan kekuatan mekanik

khususnya kekuatan ikatan antar bahan restorasi.

• Sebagai informasi dan bahan pertimbangan bagi operator dalam

melakukan prosedur penyinaran pada saat restorasi resin komposit.

1.4.2 Manfaat Khusus

• Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan

pengetahuan dan informasi bagi dokter gigi mengenai kekuatan ikatan

yang dimiliki oleh komposit mikrohibrid terhadap base berbasis resin

yang disinari dengan metode yang berbeda, sehingga dapat

diminimalkan terjadinya gap diantara bahan restorasi.

5
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Resin Komposit

Resin komposit merupakan tumpatan sewarna gigi yang

merupakan gabungan atau kombinasi dua atau lebih bahan kimia berbeda

dengan sifat-sifat unggul atau lebih baik dari pada bahan itu

sendiri.19,20,21,22 Pada dasarnya, resin komposit terdiri dari tiga bahan

kimia yang berbeda : matriks organik atau fase organik ; filler atau fase

dispersi, dan coupling agent untuk menyatukan filler ke resin organik.

23,24,25,26

2.1.1 Komposisi Resin Komposit

2.1.1.1 Matriks Organik

Kebanyakan bahan komposit menggunakan monomer yang

merupakan diakrilat aromatik atau alipatik. bisphenol-A-glycidyl

methacrylate (Bis-GMA), urethane dimethacrylate (UDMA), dan trietilen

glikol dimetakrilat (TEGDMA) merupakan dimetakrilat yang umum

digunakan dalam resin komposit.1,27,28,29 Semakin rendah berat molekul

rata-rata dari monomer atau kombinasi monomer, semakin besar

persentase shrinkage. Karena resin ini sangat kental, untuk memudahkan

proses manufaktur dan penanganan klinisnya, resin diencerkan dengan

monomer lainnya yang kekentalannya lebih rendah (berat molekul rendah)

6
yang dianggap sebagai pengendali viskositas, seperti bisphenol A

dimetakrilat (Bis-DMA), etilen glikol dimetakrilat (EGDMA), trietilenglikol

dimetakrilat (TEGDMA) , metil metakrilat (MMA) atau urethane dimetakrilat

(UDMA). 1,3

2.1.1.2 Filler

Penambahan filler sebagian besar menentukan sifat mekanik dari

bahan restorasi.1,2 Partikel-partikel filler ditambahkan ke fase organik

untuk memperbaiki sifat fisik dan mekanik dari matriks, seperti

berkurangnya pengerutan karena jumlah resin sedikit, berkurangnya

penyerapan air dan ekspansi koefisien panas, dan meningkatkan sifat

mekanis seperti kekuatan, kekakuan, kekerasan, dan ketahanan abrasi.1,3

Faktor-faktor penting lainnya yang menentukan sifat dan aplikasi klinis

komposit adalah jumlah bahan pengisi yang ditambahkan, ukuran partikel

dan distribusinya, radiopak dan kekerasan. 1,20,25

Partikel filler yang digunakan bervariasi dalam komposisi kimia,

morfologi dan dimensi. Pengisi utama adalah silikon dioksida, silikat boron

dan silikat aluminium lithium juga umum digunakan. Pada kebanyakan

restorasi komposit, bahan kuarsa sebagian besar digantikan oleh partikel

logam berat seperti barium, strontium, zinc, aluminium atau zirkonium

yang radiopak. 1,20,25

7
2.1.1.3 Coupling Agent

Komponen penting yang terdapat pada komposit resin yang

banyak dipergunakan pada saat ini adalah coupling agent. Resin akrilik

yang awal digunakan tidak berfungsi dengan baik karena ikatan antara

matriks dan filler tidak kuat. Melapiskan partikel filler dengan coupling

agent contohnya vinyl silane memperkuat ikatan antara filler dan

matriks.1,4,25 Coupling agent memperkuat ikatan antara filler dan matriks

resin dengan cara bereaksi secara kimia dengan keduanya. Hal ini

membuat matriks resin memindahkan tekanan kepada partikel filler yang

lebih kaku.1,20,25 Kegunaan coupling agent tidak hanya untuk memperbaiki

sifat kimia dari komposit tetapi juga meminimalisasi hilangnya partikel filler

akibat penetrasi cairan antara resin dan filler. 1,11,,20

Selain mengandung tiga komponen utama tersebut, resin

komposit juga mengandung inisiator dan akselerator yang memungkinkan

untuk mode light, self-cure, dan mode dual- cure.1,2 Untuk aktivasi

sinartampak, camphoro-quinones (0,03%-0.09%) memulai reaksi radikal

bebas menggunakan sinar biru di kisaran 468 nm ± 20 nm. Pada zona

estetik, komposit light cure adalah pilihan terbaik karena pencocokan

warna dan stabilitas warna paling mudah diprediksi.1,2 Komposit juga

mengandung pigmen warna agar resin komposit dapat menyerupai warna

struktur gigi.1,12

8
2.1.2 Klasifikasi Resin Komposit

Sejumlah sistem klasifikasi telah digunakan untuk komposit

berbasis resin. Klasifikasi yang sangat populer sampai sekarangf dari Lutz

dan Phillips (1983), yang didasarkan pada ukuran partikel filler.25 Para

penulis ini membagi resin komposit ke komposit makro filler (partikel 0,1-

100 µ), komposit mikro filler (0,04 µ partikel) dan komposit hibrid (pengisi

dengan ukuran yang berbeda). Klasifikasi yang lebih rinci dikemukakan

oleh Willems dkk, didasarkan pada sejumlah parameter seperti Modulus

Young, persentase (berdasarkan volume) pengisi anorganik, ukuran

partikel utama, kekasaran permukaan dan tegangan tekanan.3,25

Van Noort 21 mengklasifikasikan komposit resin sebagai berikut :

2.1.2.1 Resin Komposit Makrofil / Tradisional

Komposit berasal dari resin akrilik yang ditambah filler anorganik

seperti glass, quartz, boron glass, bahan dengan ukuran partikel rata-rata

10-20 µm tetapi dapat tampak partikel ukuran 40 µm, Komposit

konvensional memiliki derajat keausan yang sangat tinggi karena matriks

resin yang lunak cenderung terlepas dari partikel keras yang lebih

resisten.1,3,21 Campuran komposit konvensional kuat dan keras tetapi sulit

dipolis karena partikel filler-nya berukuran besar sehingga menghasilkan

permukaan mikroskopis yang kasar pada restorasi, akan terlihat dan

terasa berbeda dari gigi asli. Restorasi cenderung berubah warna karena

makanan atau minuman sehingga jarang digunakan lagi di klinik.1,2,3

9
2.1.2.2 Resin Komposit Mikrofiller

Jenis komposit mikrofil mempunyai ukuran partikel filler yang lebih

kecil dari makrofil, dengan ukuran partikel rata-rata 0,02 µm, (0,01-

0,05µm). Bahan filler komposit ini adalah senyawa anorganik silika

koloidal dengan komposisi sekitar 50% dari total komposit. Resin komposit

ini mempunyai ukuran partikel yang lebih kecil dengan permukaan lebih

mudah dipolis sampai sangat halus dan berkilau sehingga memiliki

kualitas estetik sangat baik. Warnanya lebih stabil karena itu lebih sering

digunakan pada gigi anterior.1,21,26 Walaupun kekuatan kompresifnya baik

tetapi secara keseluruhan sifat fisik dan mekanis bahan ini dianggap

rendah untuk aplikasi di daerah tekanan oklusal berat. Hal ini dapat

diperkirakan karena hampir 50% volume bahan tambahan terdiri atas

resin. Beberapa bahan pengisi partikel kecil menggunakan quartz sebagai

bahan pengisi, tetapi kebanyakan memakai glass yang mengandung

logam berat. Kandungan resin yang lebih besar dibanding filler

mengakibatkan absorbsi air, koefisien panas yang tinggi, serta

menurunnya modulus elastisitas.1,21

2.1.2.3 Resin Komposit Hibrid

Komposit hibrid generasi pertama dikembangkan tahun 1980-an,

mengandung partikel filler berukuran 15-20 µm dan 0,01-0,05 µm, yang

disebut midihibrid.1,3,21 Penelitian klinis membuktikan bahwa komposit

hibrid partikel sedang dengan kekuatan dan resistensi fraktur yang lebih

besar, terbukti tiga tahun bertahan lebih lama dari mikrofil.18 Komposit

10
hibrid menghasilkankan permukaan yang halus dan estetis yang kompetitif

dengan komposit mikrofil untuk aplikasi restorasi anterior.1,20,21

Komposit hibrid merupakan kombinasi ideal dari estetik dan daya

tahan pada restorasi komposit. Sifat fisik dan mekanis untuk komposit

hibrid umumnya berkisar diantara komposit konvensional dan

mikrofil.1,18,21 Resistensi terhadap fraktur dihubungkan dengan jumlah filler

pada komposit. Komposit yang memiliki filler banyak berarti memiliki

resistensi terhadap fraktur yang tinggi, karena itu hibrid lebih resisten

terhadap fraktur dari mikrofil.18 Ada dua jenis bahan filler dalam komposit

hibrid, yaitu silika koloidal yang berjumlah 10-20% dari total kandungan

filler dan partikel glass yang mengandung logam berat yang berukuran

0,6-1,0 µm.1,3,21

Pengembangan komposit hibrid generasi kedua menunjukkan

peningkatan yang besar dari hibrid generasi pertama. Komposisi filler

yang tinggi (70-75% per berat). Partikel berukuran rata-rata 1 mikron

(minihibrid) dan partikel submikron memberikan kekuatan dan kepadatan.

Kepadatan menyebabkan shading yang akurat dan optik warna yang

sangat baik. 21

2.1.2.4 Resin Komposit Mikrohibrid

Komposit mikrohibrid mengandung distribusi dari dua atau lebih

bentuk tidak teratur, tapi diameter yang agak seragam, '' glass '' atau

partikel quarts 0,2 sampai 3 mm ditambah 5% sampai 15% partikel

11
microfine yang berukuran 0.04 mm. Distribusi ini membuat volume

komposit mikrohibrid terisi 60 % sampai 70 % filler, yang diterjemahkan

secara kasar meningkat menjadi 77% volume dan 84% berat. 1,2,3 Ukuran

partikel, distribusi dan presentase filler memberikan keuntungan bagi

komposit mikrohIbrid: kekuatan; shrinkage polimerisasi rendah (0,6 %-

1.4%); koefisien ekspansi termal rendah; nilai penyerapan air rendah,

kekuatan lentur yang lebih tinggi (150 MPa), dan kekerasan Knoop lebih

tinggi. 1,2,3

Dari sudut pandang estetika, komposit mikrohibrid lebih opak dan

sangat baik menggantikan dentin. Mikrohibrid dengan ukuran partikel

rata-rata lebih kecil sangat baik dalam menggantikan enamel. Komposit

mikrohibrid merupakan generasi terbaru komposit mikrofil sebelumnya

yang diproses dalam laboratorium dengan meningkatkan rasio filler/resin

dan menunjukkan perkembangan signifikan dalam sifat mekanis

komposit.1,21,22 Komposisi filler yang tinggi (70-75% per berat) yang sama

dengan kebanyakan komposit laboratorium generasi kedua menghasilkan

bahan yang berkekuatan tinggi, tidak seperti mikrofil yang mudah fraktur.16

Potongan partikel rata-rata 1 mikron, filler submikron dan

penambahan pengeras resin membuat resin mikrohibrid memiliki derajat

kehalusan dan kemampuan polis yang lebih baik dibanding hibrid

sebelumnya. Penambahan resin dan filler menghasilkan pola pantulan

yang memberikan efek bunglon, yang memungkinkan bahan ini

memancarkan warnanya sendiri dan menyerap sinar dari gigi tetangga

12
atau restorasi lain. Karena itu resin mikrohibrid dapat menyesuaikan

warna dengan lingkungan sekitar gigi dan restorasi walaupun warnanya

tidak tepat. 1,2

Restorasi resin mikrohibrid umumnya bertahan selama 10 tahun

dan warnanya stabil. Resin mikrohibrid merupakan bahan klinis yang

sangat baik karena kekuatan, warna, kemampuan polis dan

metamorfosisnya. Selain resistensi yang sangat baik, bahan ini juga

mudah dipolis dan resisten terhadap plak dan stain. 1,2

Bahan ini mudah disesuaikan dengan gigi sekitar dengan panduan

warna-warna Vita yang sama dengan porselen. 1,3 Komposit ini unik

karena memiliki persediaan warna yang rinci dan opasitas termasuk

modifikasi warna kroma tinggi yang menghasilkan pilihan warna yang

luas.2,3,16 Komposit jenis ini memungkinkan klinisi untuk menghasilkan

restorasi posterior dengan estetik tinggi yang mendekati sifat gigi

porselen.2

Walaupun bahan ini tidak menunjukkan perbedaan yang

bermakna dalam peningkatan teknologi, bahan ini menawarkan kombinasi

optimal dari kemampuan polis, kekuatan, resistensi pemakaian dan

radioopasitas.16

2.1.2.5 Resin Komposit Nano

Kategori terbaru dari resin komposit adalah resin komposit tipe

Nanofilled Composite. Resin komposit ini mengandung dua jenis partikel

13
filler yaitu nanomer dan nanocluster. Partikel nanomer mengandung silika

dengan ukuran yang sangat kecil yaitu 25 – 70 nm dengan penambahan

silane dan secara sempurna dapat berikatan dengan matriks resin, dan

partikel nanocluster berukuran 0,4 – 1 µm. Kombinasi kedua partikel dapat

mengurangi celah interstitial dari partikel filler sehingga dapat

meningkatkan muatan filler. 21

2.2 Polimerisasi

Banyak faktor yang dapat memiliki pengaruh pada shrinkage

volumetrik dari resin komposit yaitu, isi filler material, ukuran filler, jenis

monomer, jenis matriks organik, dan faktor konversi matriks organik, dan

juga sumber sinar.1,29,30 Suksesnya restorasi komposit secara klinis

bergantung pada polimerisasi yang sempurna.31,32,33 Polimerisasi

merupakan proses pembentukan polimer dari gabungan beberapa

monomer. Polimerisasi pada komposit menggunakan gugus radikal yang

diperoleh melalui aktivasi dengan sinar (light-cured composite) atau

senyawa kimia (self-cured composite).33

Proses pengerasan resin komposit memerlukan alat visible light

cure (VLC) atau sinar tampak.1 Keuntungan dari VLC adalah proses

pengerasan yang cepat, dalam, dan dapat diandalkan, meskipun melalui

lapisan email bagian labial atau lingual.1 Bahan restorasi sinar

menunjukkan warna yang lebih stabil dibandingkan sistem self-cured

(pengerasan secara kimiawi), dan proses pengerasan atau polimerisasi

yang terkontrol.2 Namun secara klinis ditemukan kelemahan resin

14
komposit yaitu shrinkage dan menurunnya kekerasan. Resin komposit

yang diaktivasi sinar akan mengalami pengerutan polimerisasi ke arah

sumber sinar.1,3,33

Komposisi resin komposit terdiri dari monomer dasar resin Bis-GMA atau

Bowen’s, monomer pengencer seperti triethylene atau tetraethylene glycol

dimethacrylate untuk kemudahan mengalir, monomer pengisi yang bersifat

penguat seperti crystaline quartz, lithium aluminosilicate,barium

aluminoborate silica glass, dan fused silica, bahan penggabung untuk

mendapatkan ikatan adesif yang sangat stabil oleh bahan pengisi

terhadap resin dapat meningkatkan kekuatan dan daya tahan dari

komposit. Bahan penghambat polimerisasi untuk membatasi terjadinya

proses polimerisasi selama penyinaran, bahan pemula polimerisasi

(initiator) dan yang terakhir adalah bahan pengaktif polimerisasi

(activator).3,4

Proses polimerisasi terjadi dalam tiga tahapan yaitu tahap inisiasi

dimana molekul besar terurai karena proses panas menjadi radikal bebas.

Proses pembebasan tersebut menggunakan sinar tampak yang dimulai

dengan panjang gelombang 460–485 nm. Tahap kedua adalah propagasi,

pada tahap ini monomer yang diaktifkan akan saling berikatan sehingga

tercapai polimer dengan jumlah monomer tertentu. Tahap terakhir adalah

terminasi dimana rantai membentuk molekul yang stabil.31

Menurut Price dkk (2000), jarak sumber sinar yang paling ideal

guna mendapatkan polimerisasi yang optimal adalah 1-2 mm dengan

15
ketebalan material komposit resin 1,5-2mm. Jika jarak sumber sinar

mencapai 5-6 mm,maka sinar yang diterima oleh material komposit resin

tidak dapat mempolimerisasi komposit resin dengan optimal, yang secara

langsung akan menyebabkan penurunan sifat fisik dan mekanik.12 Seperti

yang dilaporkan oleh Herrero dkk (2005) bahwa polimerisasi yang tidak

sempurna pada komposit resin dapat menurunkan kekerasan, kekuatan

dan stabilitas warna serta meningkatnya penyerapan air.13

2.3 Metode Penyinaran

Output sinar dari unit light-curing dirancang untuk menghasilkan

intensitas sinar yang cukup besar untuk cure bagian yang lebih dalam dari

bahan komposit. Penggunaan intensitas sumber sinar sering

menyebabkan pembentukan gap marginal. Saat ini, sulit untuk

memastikan bahwa adaptasi yang sempurna pada dinding kavitas akan

terjadi karena adanya kontraksi polimerisasi akibat tekanan diinduksi ke

dalam bahan resin komposit saat polimerisasi.30,34,35

Jika self curing adhesif resin yang diaplikasikan pada dinding

kavitas dapat menghambat stress akibat curing dengan memungkinkan

bahan pengisi resin untuk mengalir selama polimerisasi, dengan demikian

ada hal yang menarik untuk mengevaluasi adaptasi sistem perekat

dengan mode / curing yang berbeda. Pada sisi lain, penelitian terbaru

menunjukkan hal itu mungkin untuk mengurangi tekanan dari resin

komposit dengan cara metode intensitas sinar yang berbeda-beda selama

penyinaran.35

16
Ada Dua kategori teknik yang umum digunakan untuk cure

polimer : continuous dan terputus-putus.

2.3.1 Continuous cure1

Mengacu pada light cure yang menyala terus menerus. Ada empat

jenis kontinyu curing; High-Energy Pulse, Uniform Continuous, step cure,

ramp cure.

Beberapa metode cure yang dapat digunakan, diilustrasikan pada

gambar 2.1

Gbr 1. Gambaran grafis mode curing yang umum

(sumber : Albers, H.F. 2002. Tooth-colored Restoratives Principles and Techniques. BC


Decker Inc Hamilton : London)

17
2.3.1.1 High-Energy Pulse Cure 1,15,36

Metode ini menggunakan penyinaran dalam waktu singkat (10

detik) dan intensitas yang sangat tinggi (900-2800 mW per cm2), yaitu 3-6

kali rapat daya normal.. Light curing dengan intensitas sinar yang tinggi

dikembangkan untuk membantu dalam memaksimalkan tingkat konversi

monomer dan pemendekan waktu pemaparan. Namun, konversi monomer

ke polimer selalu disertai dengan penyusutan akibat pemadatan dari jarak

antarmolekul. Terjadi pemendekan jarak antarmolekul dari 0,3 - 0.4nm

menjadi 0.15nm pada polimerisasi komposit resin. Pemendekan jarak

yang besar dari konversi monomer menjadi hasil polimer menyebabkan

terjadinya shrinkage polimerisasi yang dapat menyebabkan terbentuknya

celah mikro. High-Energy Pulse Cure memiliki manfaat tertentu yang

dapat membantu dokter gigi menyelesaikan prosedur restoratif dalam

waktu lebih singkat dan mungkin memastikan polimerisasi lebih

menyeluruh.27

2.3.1.2 Uniform Continuous 1

Intensitas sinar konstan diterapkan mulai dari awal penyinaran pada

komposit untuk hingga akhir penyinaran komposit resin. Ini adalah metode

penyinaran yang paling sering digunakan saat ini.28

2.3.1.2.1 Step Cure 1,15,36

Pada metode ini, pertama komposit di sinari dengan intensitas rendah,

lalu melangkah ke intensitas tinggi, masing-masing untuk jangka waktu

yang ditetapkan. Tujuannya adalah untuk mengurangi stress dengan

18
menginduksi polimerisasi komposit mengalir dalam keadaan gel selama

aplikasi pertama. Secara teoritis, praktik ini mengurangi shrinkage

polimerisasi secara keseluruhan pada tepi restorasi. Namun, pengurangan

shrinkage kecil, dan polimerisasi komposit kurang karena intensitas sinar

rendah menghasilkan tingkat intensitas yang lebih rendah. Selain itu,

teknik ini memberikan hasil cure yang tidak merata, karena lapisan atas

lebih jenuh dengan sinar dan dengan demikian waktu cure yang lebih

tinggi. 1,15,36

2.3.1.2.2 Ramp Cure 1,15

Pada metode ini sinar awalnya diterapkan dengan intensitas

rendah dalam jangka waktu yang telah ditentukan dan secara bertahap

dari waktu ke waktu meningkat menjadi intensitas tinggi. Sampai waktu

eksposuryang tersisa. Hal ini memungkinkan komposit untuk

berpolimerisasi secara perlahan-lahan, sehingga mengurangi stres awal,

karena komposit dapat mengalir selama polimerisasi. Ramp curing

merupakan upaya untuk melewati semua intensitas berbeda dengan

harapan mengoptimalkan polimerisasi komposit.1,15,36

2.3.2 Discontinuous cure1

Pada metode ini, low intensity atau sinar rendah, digunakan untuk

memulai polimerisasi secara lambat yang memungkinkan resin komposit

mengalir dari permukaan restorasi bebas (tidak terikat) terhadap struktur

gigi yang terikat. Hal ini akan mengurangi stress polimerisasi pada tepi

restorasi. 1,15

19
Untuk menyelesaikan proses polimerisasi, intensitas sinar dari

siklus curing berikutnya sangat meningkat, untuk menghasilkan intensitas

yang dibutuhkan untuk polimerisasi optimal.1,15

2.3.2.1 Pulse-Delay Cure

Pada metode ini, pertama komposit disinari, kemudian diikuti

dengan jeda 3-5 menit dan penyinaran ke dua dengan intensitas sinar

yang lebih besar dan durasi yang lebih lama. Lampu intensitas rendah

memperlambat laju polimerisasi, yang memungkinkan shrinkage terjadi

sampai material menjadi kaku. Penyinaran yang kedua, untuk

menyelesaikan polimerisasi komposit.1,15,36

2.3.2.2 Metode Light - Curing Intermittent

Metode light - curing intermittent diperkenalkan oleh Obici dkk.37

Penyinaran pada komposit terjadi dalam siklus sinar dan lampu mati.

Periode on - off sinar bisa memodifikasi kinetika polimerisasi komposit,

dengan pengurangan atau modifikasi dalam distribusi stress. Secara

teori, sinar intermittent bisa efektif mengurangi shrinkage polimerisasi dan

meningkatkan adaptasi marginal restorasi komposit.38,39,40

Banyak upaya telah dilakukan mengembangkan bahan baru untuk

mengurangi shrinkage saat polimerisasi, sulit untuk memastikan agar

terjadi seal sepenuhnya pada tepi restorasi, terutama dengan komposit

resin light cure. Resin base fleksibel ditempatkan antara gigi dan restorasi

komposit telah terbukti menyerap sebagian dari stres yang dihasilkan

komposit selama polimerisasi, yang dapat mereduksi leakage interfacial.35

20
2.4 Base

Anusavice mendefinisikan base sebagai lapisan untuk isolasi,

kadang-kadang berupa obat, semen ditempatkan di bagian dalam dari

kavitas preparasi untuk melindungi pulpa dari panas dan cedera kimia.

Ferracane menyatakan bahwa base ditempatkan dalam lapisan tebal dan

harus cukup kuat untuk mendukung bahan restoratif selama penempatan

dan fungsinya. Selain itu, seharusnya memberikan perlindungan dari

rangsang termal dan listrik (dari aktivitas galvanik ).41

2.4.1 Bahan Base

Beberapa bahan yang bisa digunakan sebagai base adalah:

2.4.1.1 Glass Ionomer

Glass ionomer merupakan campuran asam poliakrilat dengan

glass Alumino-Fluoro-silikat. Ikatan antara semen dan jaringan keras gigi

dicapai melalui pertukaran ion pada daerah interface. Rantai

Polyalkenoate memasuki permukaan molekul email dan dentin,

menggantikan ion fosfat.42,43,44

2.4.1.2 Resin Modified Glass Ionomer (RMGI)1,26

Resin modified glass ionomer (RMGI) mengandung sejumlah kecil

komponen resin (20%). Bahan ini memiliki banyak keuntungan dari glass

ionomer semen seperti adhesi struktur gigi tanpa teknik bonding, estetika

yang baik, dan pelepasan fluoride sementara juga memiliki kemampuan

resin untuk mempercepat pengerasan dengan menggunakan light cure.

21
Resin modified glass ionomer (RMGI) mengurangi sensitivitas pasca

restorasi.1,26

2.4.1.3 Resin Komposit Flowable 1,23

Bahan resin komposit flowable diperkenalkan pertama kali pada

pertengahan tahun 1990 dengan indikasi sebagai bahan tumpatan dalam

prosedur restorasi adhesif. Bahan restorasi ini diformulasikan dengan

ukuran partikel yang hampir sama dengan ukuran partikel resin komposit

hybrid. Resin ini mempunyai volume filler lebih sedikit daripada resin

komposit biasa. Karena itu bahan ini mempunyai viskositas yang lebih

rendah dan kemampuan flow yang tinggi sehingga merupakan pilihan

yang baik untuk restorasi pit dan fisur. Selain itu dapat dengan mudah

mengisi atau menutupi celah kavitas yang kecil dan dapat beradaptasi

lebih baik sehingga menghasilkan perbaikan ketahanan penyatuan gigi

dengan restorasi. Bahan ini juga mengalami shrinkage yang lebih besar

dan mudah aus karena kurangnya kekuatan. ,22,24

Komposit flowable direkomendasikan sebagai liner atau base

karena modulus elastisitasnya yang relatif rendah dan kemampuannya

untuk mereduksi stress polimerisasi shrinkage dari restorasi komposit

yang terdapat diatasnya.1,41,42

22
2.5 Kerangka Teori

Komposit Base

Makrofill Glass ionomer

Mikrofill RMGI

Hibrid Komposit flowable

Mikrohibrid

Nano

Penyinaran
ppenyinaran
Arah

Waktu

Intensitas

Jarak

Metode

Polimerisasi

Kekuatan
Mekanik

Kekuatan
Ikatan

23
2.6 Kerangka Konsep

Komposit
Mikrohibrid
+ Base

Warna Sampel Ramp Cure

Ketebalan Metode Intermittent


Penyinaran
Arah Penyinaran High Intensity

Jarak Penyinaran Uniform


Continuous
Kekuatan
Ikatan

Keterangan :

: variabel terikat

: variabel bebas`

: variabel kendali

: variabel antara

2.7 Hipotesis Penelitian

Metode penyinaran intermitten cure dapat meningkatkan sifat

mekanik bahan restorasi, sehingga memberikan kekuatan ikatan yang

baik antara komposit mikrohibrid dengan base berbasis resin.

24
BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis dan Desain Penelitian

3.1.1 Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental laboratoris.

3.1.2 Desain Penelitian

Penelitian ini menggunakan desain penelitian posttest only control

group design.

3.2 Waktu dan Lokasi Penelitian

3.2.1 Waktu Penelitian

Waktu dilakukannya penelitian ini dilakukan pada bulan juni 2014.

3.2.2 Lokasi Penelitian

Pembuatan sampel komposit dilakukan di laboratorium konservasi

FKG Unhas dan pengukuran kekuatan ikat penelitian ini dilakukan di

Laboratorium Teknik Mesin Politeknik Negeri Makassar.

3.3 Sampel Penelitian

Sampel yang digunakan yaitu resin komposit mikrohibrid warna A3

dan base berbasis resin

3.3.1 Perhitungan Besar Sampel

Perhitungan besar sampel dalam penelitian ini menggunakan

rumus Frederer.

25
(t-1) (n-1) ≥ 15

t = Jumlah kelompok perlakuan

n= jumlah ulangan

cara perhitungan besar sampel :

t=4 kelompok perlakuan → (4-1)(n-1) ≥ 15

3(n-1) ≥ 15

3n-3 ≥ 15

N≥6

Dalam penelitian ini terdapat 4 kelompok kerja dengan masing –

masing kelompok terdiri dari sampel (n=6) dengan jumlah 24 sampel.

Kelompok :

1. Cure selama 20 detik dengan metode ramp cure. Light cure LED

dengan intensitas 600 mW/cm-2

2. Cure selama 40 detik dengan metode intermittent cure.. Light cure

LED dengan intensitas 600 mW/cm-2

3. Cure selama10 detik dengan metode high intensity cure. Light cure

LED dengan intensitas1.200 mW/cm2

4. Cure selama 20 detik dengan metode uniform continuous cure.

Light cure LED dengan intensitas 600 mW/cm-2

3.4 Cara Kerja

3.4.1 Material dan Alat

3.4.1.1 Material

• Komposit mikrohibrid 3M™ ESPE™ Filtek™ Z250

26
• Base berbasis Resin

• Methylene Blue 2%

• Base SDR

Gambar 3.1. Base SDR

• Methylene Blue 2%

Gambar 3.2. Methylene Blue 2%

• Light cure LED

Gambar 3.3. Light cure LED

27
3.4.1.2 Alat

• Plastis instrument

• Semen stopper

• Gun untuk aplikasi SDR®

• Light cure LED dengan intensitas 600 mW/cm-2

• Light cure LED dengan intensitas1.200 mW/cm2

• Cincin plastik dengan diameter 3mm dan tinggi 4mm

Gambar 3.4. Cincin plastik

• Pin

• Universal Testing Machine (GALDABINI, Italy)

Gambar 3.5. Universal Testing Machine

28
3.4.2 Cara Pembuatan Sampel

• Aplikasi base berbasis resin dalam cincin plastik menggunakan gun

setinggi 2mm, pin ditempatkan diujung tengah bahan base sebelum

dicure selama 20 detik untuk sampel yang pertama dengan metode

penyinaran ramp cure, 40 detik untuk sampel yang kedua dengan

metode penyinaran intermittent cure, 10 detik untuk sampel yang

ketiga dengan metode penyinaran high intensity cure dan 20 detik

untuk sampel kontrol dengan metode uniform continuous.

• Aplikasikan komposit mikrohibrid setinggi 2 mm, dan pin ditempatkan

pada ujung tengah lalu dicure selama 20 detik untuk sampel yang

pertama dengan metode penyinaran ramp cure, 40 detik untuk sampel

yang kedua dengan metode penyinaran intermittent cure, 10 detik

untuk sampel yang ketiga dengan metode penyinaran high intensity

cure dan 20 detik untuk sampel kontrol dengan metode uniform

continuous.

Gambar 3.6 Sampel

Pada ujung masing-masing pin dipasang rantai besi sebagai

pemegang sampel saat ditarik

29
Gambar 3.7. Rantai Besi pada sampel

3.4.3 Prosedur Kerja

3.4.3.1. Perendaman dalam Methylene Blue

• Perendaman sampel dalam methylene blue dilakukan selama 60

menit sebelum sampel ditarik untuk melihat kepadatan bahan dan

menghindari adanya celah (gap) antar lapisan bahan.

Gambar 3.8. Sampel setelah perendaman methylene blue

30
3.4.3.2 Uji kekuatan Ikatan

Setelah komposit mikrohibrid dan base direkatkan melalui proses

polimerisas dan direndam dalam larutan methylen blue 2 %,pada sampel

yang tidak terlihat adanya serapan methylen blue diantara base dan

komposit akan dilakukan pengujian menggunakan Universal Testing

Machine dengan kecepatan 5 mm/menit.

Hasil yang didapatkan dikalkulasi dengan rumus F/πr2 untuk

mendapatkan nilai kekuatan ikat.

Pemasangan kedua ujung


sampel pada mesin

Gambar 3.9. Sampel yang dijepit pada mesin

Pengatur kecepatan pada


mesin

Gambar 3.10. Pengaturan kecepatan mesin

31
Gambar 3.11 Jarum penunjuk jumlah gaya yang digunakan

Setelah dilakukan
penarikan

Gambar 3.12. Sampel yang terputus setelah penarikan

3.5 Identifikasi Variabel dan Defenisi Operasional Variabel Penelitian

3.5.1 Variabel Penelitian

Variabel bebas : metode penyinaran

Variabel terikat : kekuatan ikatan

Variabel kendali : ketebalan sampel, warna sampel, arah sinar, jarak sinar.

Variabel antara : komposit mikrohibrid dan base berbasis resin

32
3.5.2 Definsi operasional variabel penelitian.

Kekuatan ikatan (Bond strength) adalah kemampuan maksimum

komposit mikrohibrid untuk melekat dengan base dapat dihitung dengan

F/πr2, dengan menggunakan alat ukur Universal Testing Machine dengan

kecepatan uji 5 mm/menit. F: Beban uji (KgF)

π: 3,14 (konstanta)

r: jari-jari spesimen

KgF x 9,8 = MPa

Komposit mikrohibrid : Bahan restorasi yang mempunyai partikel

filler dalam ukuran mikrohibrid dan memerlukan aktifasi sinar untuk

polimerisasi. (Filtek Z250) 3M ESPE, komposisinya BIS-GMA, UDMA dan

Bis-EMA filler 60% (volume) silika / zirconia dengan ukuran 0,01-3,5

mikron dan ukuran rata-rata 0,6 mikron.

Base berbasis resin: base yang berbahan dasar resin dan

memerlukan aktifasi sinar untuk polimerisasi. (SDR®) DENTSPLY

komposisinya Barium-alumino-fluoro-borosilicate glass, Strontium

alumino- oro-silicate glass, Modified urethane dimethacrylate resin,

EBPADMA, TEGDMA, CQ Photoinitiator, Photoaccelerator, BHT, UV

stabilizer, Titanium dioxide, iron oxide pigments, Fluorescing agents.

Metode penyinaran (ramp, intermittent, high intensity cure, uniform

continuous cure) :

Metode ramp cure adalah metode yang cahaya awalnya

diterapkan dengan intensitas rendah dan secara bertahap meningkat dari

33
waktu ke waktu untuk intensitas tinggi. Menggunakan light cure LED

dengan intensitas 600 mW/cm2

Metode Intermittent cure adalah penyinaran pada komposit terjadi

dalam siklus cahaya (lampu hidup) selama 2 detik dan Lampu mati selama

2 detik, hal ini berulang sampai waktu polimerisasi selesai. Dengan

menggunakan light cure LED dengan intensitas 600 mW/cm2

Metode High intensity cure adalah metode yang menggunakan

penyinaran dalam waktu singkat (10 detik) dan energi yang tinggi

menggunakan light cure LED dengan intensitas1.200 mW/cm2

Metode uniform continuous cure adalah metode yang

menggunakan intensitas cahaya konstan diterapkan pada komposit untuk

periode waktu tertentu dengan menggunakan light cure LED dengan

intensitas 600 mW/cm-2

3.6 Data

3.6.1 Jenis Data : Data primer

3.6.2 Pengolahan Data : SPSS 17.0 for windows

3.6.3 Analisis Data : Oneway Anova, Post Hoc Test

3.6.4 Penyajian Data : Dalam bentuk tabel

34
3.7 Alur Penelitian

Aplikasi Base Resin


Pada Cincin Plastik

Kelompok 1 Kelompok 2 Kelompok 3 Kelompok


cure selama 20 cure selama 40 cure selama 10 kontrol
detik dengan detik dengan detik dengan cure selama 20
metode ramp metode metode hight detik dengan
cure intermittent cure intensity metode uniform
cure continuous cure

Aplikasi Komposit
Mikrohibrid

Kelompok 1 Kelompok 2 Kelompok 3 Kelompok


cure selama 20 cure selama 40 cure selama 10 kontrol
detik dengan detik dengan detik dengan cure selama 20
metode ramp metode metode hight detik dengan
cure intermittent intensity metode uniform
cure cure continuous cure

Uji Tarik

D a t a

Analisa Statistik
ANOVA

H a s i l

35
BAB IV

HASIL PENELITIAN

Hasil pengukuran kekuatan ikatan komposit mikrohibrid dengan

base berbasis resin berdasarkan 4 metode penyinaran yang berbeda

secara deskriptif terlihat pada diagram 4.1. Uji hipotesis yang digunakan

adalah uji parametrik one way ANOVA. Syarat penggunaan uji parametrik

one way ANOVA adalah data harus berdistribusi normal dan varian data

homogen serta kelompok perlakuan lebih dari dua. Untuk mengetahui

data terdistribusi normal atau tidak maka dilakukan uji normalitas.

Rerata kekuatan ikatan berdasarkan metode penyinaran

2,413
2,420
2,400
2,380 2,363
2,360
Kekuatan ikatan

2,340 2,325

2,320 2,296
2,300
2,280
2,260
2,240
2,220
Uniform Cure High Intensity Ramp Cure Intermitten
Cure Cure
Metode Penyinaran

Gambar 4.1. Diagram Hasil Pengukuran kekuatan ikatan komposit


mikrohibrid dengan base berbasis resin berdasarkan empat metode
penyinaran yang berbeda.

36
Berdasarkan diagram 4.1 Tampak hasil pengukuran kekuatan

ikatan komposit mikrohibrid dengan base berbasis resin berdasarkan

empat metode penyinaran yang berbeda, tampak besar kekuatan ikatan

dengan metode penyinaran Intermitten Cure menunjukkan nilai rerata

kekuatan tertinggi yaitu 2.413 Mpa. Nilai kekuatan ikatan tertinggi kedua

tampak pada merode penyinaran uniform cure yaitu 2,363 MPa, dan besar

kekuatan ikatan dengan menggunakan metode ramp cure menempati

urutan ketiga yaitu 2,325 Mpa. Nilai rerata kekuatan terendah tampak

pada metode penyinaran high Intensity Cure yaitu 2.296 Mpa.

Pada penelitian ini sample berjumlah 24 sampel atau kurang dari

50 sampel, maka dilakukan analisa statistik Shapiro-Wilk pada setiap

kelompok data untuk mengetahui distribusi normal yang dapat dilihat pada

tabel 1.

Tabel 4.1 uji normalitas data dengan analisa statistik Saphiro-wilk.

Berdasarkan hasil uji normalitas data dengan analisa statistik

Saphiro-Wilk pada tabel 4.1, diperoleh nilai probabilitas (p)>0,05, maka

dapat diambil kesimpulan bahwa distribusi keempat kelompok data adalah

37
normal sehingga untuk menganalisanya menggunakan uji statistik

parametrik One way ANOVA ( tabel 4.2).

Tabel 4.2 hasil uji statistik parametrik one way anova

Tabel 4.3. Hasil Pengukuran kekuatan ikatan komposit


mikrohibrid dengan base berbasis resin berdasarkan empat metode
penyinaran yang berbeda.

Metode Penyinaran n Rerata ± SD p

Uniform Cure 6 2362,50 ± 20,92

High Intensity Cure 6 2295,83 ± 62,08


0,011
Ramp Cure 6 2325,00 ± 22,36

Intermitten Cure 6 2412,50 ± 89,09

Pengukuran nilai rata-rata kekuatan ikatan komposit mikrohobrid

dengan base berbasis resin dengan metode penyinaran yang berbeda

38
dapat diihat menggunakan uji statistik parametrik One way ANOVA pada

tabel 4.3

Nilai P ≤ 0,05 pada tabel 4.3 menunjukkan bahwa pada uji

statistik parametrik One way ANOVA terdapat perbedaan yang signifikan

antara nilai kekuatan ikatan komposit mikrohibrid dengan base berbasis

resin berdasarkan empat metode penyinaran yang berbeda. Standar

deviasi kekuatan ikatan pada penelitian ini dihitung sebagai ukuran

penyebaran perkelompok. Untuk melihat perbedaan yang bermakna

antara kelompok perlakuan maka dilakukan Post Hoc Test yang hasilnya

dapat dilihat pada tabel 4.4.

Tabel 4.4 Hasil analisa Post Hoc Test

LSD

Mean
Difference 95% Confidence Interval
(I) Metode penyinaran (J) Metode penyinaran (I-J) Std. Error Sig. Lower Bound Upper Bound
Uniform cure High Intensity cure 66,66667 32,56937 ,054 -1,2718 134,6052
Ramp Cure 37,50000 32,56937 ,263 -30,4385 105,4385
Intermitten cure -50,00000 32,56937 ,140 -117,9385 17,9385
High Intensity cure Uniform cure -66,66667 32,56937 ,054 -134,6052 1,2718
Ramp Cure -29,16667 32,56937 ,381 -97,1052 38,7718
Intermitten cure -116,66667* 32,56937 ,002 -184,6052 -48,7282
Ramp Cure Uniform cure -37,50000 32,56937 ,263 -105,4385 30,4385
High Intensity cure 29,16667 32,56937 ,381 -38,7718 97,1052
Intermitten cure -87,50000* 32,56937 ,014 -155,4385 -19,5615
Intermitten cure Uniform cure 50,00000 32,56937 ,140 -17,9385 117,9385
High Intensity cure 116,66667* 32,56937 ,002 48,7282 184,6052
Ramp Cure 87,50000* 32,56937 ,014 19,5615 155,4385
*.

Hasil Post Hoc Test yang membandingkan kelompok dengan

metode penyinaran uniform cure dan high intensity cure tidak

menunjukkan adanya perbedaan yang bermakna. Hal yang sama terlihat

39
pada kelompok dengan metode penyinaran Uniform Cure dan Ramp Cure

serta pada kelompok Uniform Cure dan Intermitten Cure. Pada metode

penyinaran yang membandingkan kelompok High Intensity Cure dan

Ramp Cure juga tidak didapatkan adanya perbedaan yang bermakna

sedangkan hasil Post Hoc Test yang membandingkan kelompok dengan

metode penyinaran High Intensity Cure dan Intermitten Cure nilainya

p=0,02 (<0,05) serta metode penyinaran Ramp Cure dan Intermitten Cure

nilainya p=0,014(<0,05) menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan.

Hasil uji One Way ANOVA menunjukkan nilai p<0,05 maka dapat

disimpulkan bahwa terdapat perbedaan kekuatan ikatan yang bermakna

pada kelompok metode penyinaran. Uji post-hoc menunjukkan bahwa

kelompok yang berbeda secara bermakna adalah pada metode

penyinaran High Intensity Cure vs Intermitten Cure, serta pada kelompok

Ramp Cure vs Intermitten Cure.

40
BAB V

PEMBAHASAN

Polimerisasi adalah reaksi kimia yang terjadi ketika molekul-molekul

resin dengan berat molekul kecil yang disebut monomer bergabung bersama

dengan molekul besar yang disebut polimer untuk membentuk rantai panjang.

Ketika sisi-sisi polimer yang berdekatan berbagi elektron, mereka membentuk

ikatan kovalen yang membentuk cross link. Ikatan silang polimer-polimer

menghasilkan material yang lebih kuat, kaku daripada polimer dengan rantai

tunggal.3,30,31,36

Shrinkage polimerisasi berkaitan dengan polimerisasi yang adekuat dari

komposit resin dan merupakan suatu hal yang penting untuk keberhasilan

suatu restorasi.3,33 Shrinkage yang terjadi pada komposit setelah penyinaran

berkisar dari 1,35% menjadi 7,1%, bersama dengan stres saat penyinaran,

yang menyebabkan kegagalan kohesi dan adhesi, yang bergabung dengan

tingkat konversi monomer polimer menjadi penyebab utama kegagalan

restorasi resin komposit. Hal ini tergantung pada warna, komposisi resin

komposit, waktu paparan light curing yang digunakan, dan ketebalan lapisan

komposit serta teknik penyinaran seperti posisi, jarak antara cahaya dan jarak

optimal resin <1 mm dan arah cahaya diposisikan 90 derajat dari permukaan

komposit, intensitas cahaya dan panjang gelombang light cure.3,33

41
Lee dkk (2008) menyatakan bahwa komposit di cure dengan waktu

berkisar antara 10 hingga 40 detik untuk kedalaman 2 mm dengan panjang

gelombang cahaya antara 400-500 nm. Sigusch dkk pada tahun 2007

menyatakan cahaya yang digunakan untuk penyinaran resin komposit harus

mempunyai panjang gelombang 360-520 nm dan intensitas 800-1000

mW/cm2.5 Polimerisasi yang optimal merupakan faktor penting untuk

memperoleh sifak fisik dan mekanik serta performa klinik yang optimal.1,14

Penyinaran yang tidak menyeluruh pada permukaan tumpatan resin komposit

juga akan menyebabkan berkurangnya kekerasan karena lapisan bagian luar

akan mengeras sedangkan lapisan bagian yang lebih dalam masih lunak.25

Adanya berbagai metode penyinaran yang berbeda akan menghasilkan

intensitas cahaya yang bervariasi. Intensitas cahaya yang memadai serta lama

penyinaran akan mempengaruhi derajat polimerisasi.34,35

Perbedaan pada masing-masing metode penyinaran dapat memberikan

inisiasi dan tingkat polimerisasi yang berbeda, akibatnya, terjadi variasi pada

sifat mekanik akhir dari komposit.1,2 Pada penelitian ini, dilakukan penyinaran

dengan berbagai metode yang berbeda yaitu metode High-Energy Pulse,

Uniform Continuous, intermitten cure, ramp cure untuk melihat pengaruhnya

terhadap kekuatan ikatan komposit mikrohibrid dengan base resin. Berdasarkan

uji one way ANOVA, metode penyinaran intermitten cure menunjukkan nilai

rerata kekuatan tertinggi yaitu 2.413 Mpa yang tampak terlihat pada diagram

4.1.

42
Kedalaman cure sangat dipengaruhi oleh metode foto–aktivasi dan

jumlah total energi yang dipasok ke komposit untuk polimerisasi. Total energi

berkaitan dengan waktu penyinaran dan intensitas cahaya yang dihasilkan.37

Menurut Sakaguchi dan Berge, intensitas cahaya maksimum dicapai pada

waktu penyinaran 0,55 detik dan kemudian menurun. Hal ini menandakan

bahwa, bahkan dengan metode continous cure (uniform cure), jumlah energi

yang diberikan tidak konstan. Sebaliknya, pada metode cahaya intermiten

menggunakan 2 detik penyinaran diikuti dengan 2 detik tanpa cahaya, yang

berarti bahwa puncak intensitas cahaya maksimum tercapai setiap kali cahaya

dipancarkan.37,40 Hal ini sesuai dengan hasil penelitian ini, yang tampak pada

diagram 4.1 yang memperlihatkan pada metode intermitten didapatkan nilai

kekuatan ikatan yang lebih tinggi dibandingkan dengan metode lain. Menurut

Peutzfeldt dkk pada saat penyinaran, parameter penting adalah jumlah energi

cahaya dari panjang gelombang yang tepat dipancarkan selama iradiasi. Energi

ini dihitung sebagai produk output dari unit light curing dan waktu iradiasi dan

dapat disebut sebagai kepadatan energi.37 Proses polimerisasi tampaknya lebih

tergantung pada total energi yang tersedia untuk foto-aktivasi daripada jumlah

intensitas cahaya, metode intermitten mampu memberikan jumlah energi yang

lebih tinggi untuk polimerisasi komposit, 37,40 Hasil penelitian ini sesuai juga

dengan penelitian yang dilakukan oleh obici dkk,( 2004).37

Metode uniform cure merupakan metode penyinaran dengan intensitas

cahaya yang konstan dari awal sampai akhir penyinaran. Pada penelitian ini

43
besar kekuatan ikatan komposit mikrohibrid dengan base berbasis resin adalah

2,363 Mpa, hal ini terlihat pada diagram 1. Hasil ini mungkin disebabkan jumlah

total energi yang disuplai ke camphoroquinone cukup memadai untuk

polimerisasi komposit dengan ketebalan 2 mm karena intensitas cahaya yang

konstan dan waktu pemaparan selama 20 detik.

Metode penyinaran ramp cure merupakan metode dengan penyinaran

yang berupaya untuk melewati semua tahap intensitas yang berbeda dengan

harapan mengoptimalkan polimerisasi komposit.35,36 Teknik curing ini

meningkatkan intensitas cahaya secara linier dari kecil ke besar. Paparan

cahaya radiasi awal pada nilai yang lebih rendah dapat mengakibatkan

berkurangnya pembentukan jumlah pusat-pusat pertumbuhan polimer,

mengurangi laju reaksi dan penurunan laju stres karena meningkatnya

kesempatan materi komposit mengalir selama tahap awal polimerisasi.20, Hal ini

akan mengurangi tekanan kontraksi yang berpotensi mengoptimalkan

polimerisasi sehingga meminimalkan shrinkage pada restorasi resin

komposit.35 Metode penyinaran ramp cure merupakan salah satu metode soft-

start yaitu penyinaran dimulai dengan mengurangi kerapatan daya . Beberapa

penelitian sebelumnya tentang metode penyinaran soft-start telah menunjukkan

sifat mekanik yang lebih baik setelah penyinaran seperti tingkat shrinkage,

kekerasan permukaan, dan konsentrasi monomer sisa dibandingkan dengan

metode penyinaran konvensional, asalkan kepadatan total energi yang

digunakan sama.39,45

44
Muangmingsuk melakukan penelitian tentang pengaruh metode light

cure yang berbeda, melaporkan bahwa tidak ada perbedaan antara soft start

cure( ramp cure) dan cure convensional (universal continous cure).39

Pada penelitian ini, berdasarkan uji oneway ANOVA pada diagram 4.1,

memperlihatkan metode penyinaran ramp cure memiliki nilai rerata yang rendah

yaitu 2.325 Mpa, hal ini dapat dipengaruhi oleh intensitas cahaya pada awal

penyinaran yang rendah. Intensitas cahaya pada awal penyinaran metode ini

100 mW/cm2 dan secara linear meningkat sampai 500 mW/cm2. Intensitas

cahaya akan mempengaruhi nilai kekuatan dari cahaya itu sendiri, yang

berakibat langsung terhadap kekerasan bahan resin. Menurunnya nilai

intensitas cahaya menyebabkan menurunnya nilai kekerasan resin komposit

dan menurunkan kekuatan mekanik dari komposit resin.46 Namun, waktu

paparan cahaya harus diperpanjang untuk mempertahankan jumlah energi

yang mirip dengan yang digunakan pada metode konvensional.47 Pada

penelitian ini waktu untuk metode penyinaran ramp cure sama dengan jumlah

waktu yang digunakan untuk metode penyinaran uniform continuous, sehingga

total energi pada metode ramp cure lebih rendah. Hal ini menyebabkan lebih

rendahnya nilai kekuatan ikatan metode penyinaran ramp cure pada penelitian

ini dibandingan dengan nilai metode penyinaran uniform continuous. Hasil

penelitian ini sesuai dengan pernyataan neves dkk (2005), menyatakan bahwa

kepadatan daya yang rendah dapat mengurangi tingkat polimerisasi maksimum

dan menunda terjadinya kekakuan resin. Namun, penurunan tingkat stres yang

45
dicapai oleh metode continuous cure yang dimulai dengan intensitas cahaya

150 dan 250 nm secara signifikan tidak cukup untuk meningkatkan ikatan

kekuatan.38

Pada penelitian ini tampak dari hasil uji statistik parametrik One way

ANOVA pada diagram 4.1 menunjukkan nilai rerata kekuatan terendah tampak

pada metode penyinaran high Intensity Cure, yang menggunakan spektrum

cahaya 1200 mW/cm2 dan waktu cure yang digunakan 10 detik dengan

ketebalan 2 mm didapatkan hasil kekuatan ikatan terendah 2.296 Mpa.

Penerapan cahaya intensitas tinggi menunjukkan hubungan yang bermakna

dengan integritas marginal. Temuan ini sesuai dengan yang dilaporkan oleh D'

Alpino dkk, yang melaporkan bahwa LED dengan intensitas cahaya 700

mW/cm2 memberikan tingkat radiasi yang lebih tinggi dalam konversi waktu

yang lebih singkat daripada radiasi dengan intensitas cahaya 540 mW/cm2, dan

terjadi peningkatan microleakage resin komposit yang di cure dengan

penerapan cahaya intensitas tinggi. Hal ini berkaitan dengan shrinkage akibat

terjadinya polimerisasi yang cepat setelah cure.46

Intensitas cahaya yang dipancarkan dari masing-masing unit bisa

menjadi faktor yang mempengaruhi polimerisasi. Penerapan cahaya intensitas

tinggi selama periode waktu yang singkat menyebabkan resin komposit

mengeras dengan cepat dengan konsentrasi stress tinggi pada pertemuan

bahan restorasi yang mengakibatkan adaptasi marginal rendah.27 pengerasan

lapisan komposit resin pada bagian permukaan dapat menghambat transmisi

46
cahaya melalui sebagian besar bahan karena perubahan dalam sifat optik dari

lapisan ini.46 Unit light curing dengan intensitas cahaya yang tinggi

dikembangkan untuk membantu memaksimalkan tingkat konversi monomer dan

pemendekan waktu pemaparan. Namun, konversi monomer ke polimer selalu

disertai dengan shrinkage akibat pemadatan dari jarak antar molekul. Terjadi

pemendekan jarak antarmolekul dari 0,3-0.4 nm menjadi 0.15 nm pada

polimerisasi komposit resin.27,28

Menurut Nemoto Iradiasi maksimum dicapai pada 466 nm jika di

polimerisasi dengan light curing LED, merupakan panjang gelombang yang

paling efisien untuk merangsang camphoroquinone, namun cahaya yang

diserap dan / atau tersebar ketika ketebalan meningkat akan mengakibat

menurun jumlah energi untuk foto - aktivasi.37 Suatu light curing LED yang

terintegrasi dengan kepadatan daya 700 mW/cm2, jika telah melewati komposit

maka intensitas cahaya akan melemah. Cahaya yang melewati komposit

berkurang menjadi 248 mW/cm2 pada ketebalan 0,5 mm sampai 25 mW/cm2

pada ketebalan 3 mm dari resin komposit.37,46

Beberapa penelitian mengenai waktu penyinaran mempengaruhi

kekuatan mekanis, sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Mc Cabe dkk

yang melaporkan bahwa waktu pemaparan 20 sampai 60 detik dapat

meningkatkan kedalaman cure dari 5% menjadi 85%. Penelitian yang

dilakukan price dkk (2013) menyatakan bahwa waktu pemaparan 40 detik

dianggap sebagai standar curing komposit dengan ketebalan 2,0 mm.47,48

47
Kekerasan bahan resin komposit juga ditentukan oleh ketebalan bahan.

Idealnya resin komposit cahaya diletakkan sebagai bahan restorasi sekitar 2–

2,5 mm, dengan demikian cahaya dapat menembus masuk sampai lapisan

yang paling bawah.9 Cebalos dkk (2009) menyatakan bahwa komposit tidak

seharusnya di cure dengan ketebalan lapisan yang lebih dari 2,5 mm terlepas

dari cahaya cure yang digunakan atau waktu penyinaran yang lebih lama.49

Kandungan resin komposit memainkan peran penting dalam derajat

polimerisasi shrinkage dan pengembangan stres. Beberapa bahan yang

tersedia secara komersial memiliki kecenderungan untuk memiliki nilai

shrinkage polimerisasi yang lebih tinggi dari yang lainnya.29

Pada penelitian ini, bahan yang digunakan adalah komposit mikrohibrid.

Mikrohibrid diperkenalkan sebagai komposit yang memiliki kandungan filler

yang lebih tinggi.2,4 Semakin tinggi proporsi filler, semakin sulit bagi cahaya

untuk menembus komposit.26 Resin komposit mikrohibrid adalah hasil

perkembangan dari resin komposit hibrid dengan ukuran partikel rata-rata

ukuran 0,4-0,6 mikron ( 400 sampai 600 nm) dan ukuran bahan pengisi

mikronya 0,04 sampai 0,1 mikron yang dapat mencapai 75% berat seluruhnya

sehingga dapat meningkatkan sifat mekanisnya dan mengurangi shrinkage saat

polimerisasi.1,4

Komposisi komposit mikrohibrid yang digunakan dalam penelitian ini

adalah Bis-GMA, Bis-EMA dan UDMA. Bis-EMA dan UDMA merupakan bahan

48
dengan berat molekul tinggi dan memiliki sifat difusi ligh cure yang baik.

Penggantian Bis-GMA atau TEGDMA oleh UDMA lebih meningkatkan sifat

mekanik (kekuatan tarik dan kekuatan lentur).2,11,14 UDMA telah dilaporkan

memiliki viskositas rendah dan fleksibilitas, yang dapat meningkatkan sifat

mekanik resin komposit.2,11,14,30

Warna komposit mikrohibrid yang digunakan pada penelitian ini adalah

warna yang sama (A3). Hal ini dilakukan untuk menghindari terjadinya “colorant

effect” yang mungkin terjadi pada saat fotopolimerisasi.1,48 Beberapa penelitian

menunjukkan bahwa komposit yang berwarna lebih terang dapat di cure

dengan kedalaman yang lebih besar daripada komposit yang berwarna lebih

gelap. Sebuah penelitian yang dilakukan oleh koupisa dkk (2004) melaporkan

bahwa komposit resin warna A2 mempunyai nilai derajat konversi secara

signifikan lebih besar dibandingkan dengan warna gelap A4.49 Pada komposit

yang berwarna lebih gelap akan menyerap lebih banyak cahaya sehingga akan

mengurangi penetrasi cahaya ke dalam bahan resin.1,49

Intensitas cahaya yang dipancarkan dari masing-masing alat bisa

menjadi faktor yang mempengaruhi. Sumber cahaya yang digunakan pada

penelitian ini adalah light cure LED. Light cure LED yang tersedia secara saat

ini sangat mirip dengan kekuatan lampu halogen sekitar 755 mW/cm2.

Penelitian menunjukkan bahwa kualitas light curing tidak semata tentang

intensitas cahaya, penyerapan sistem inisiator juga harus diperhitungkan,

sehingga spektrum yang dipancarkan merupakan faktor penentu penting dalam

49
kinerja sebuah light curing. Kurva penyerapan camphoroquinone sekitar 360-

520 nm, dengan puncak pada 465 nm.3

Spektrum emisi optimum dari sumber polimerisasi terletak di antara 440

dan 480 nm. Pada unit curing konvensional 95 % dari cahaya yang dipancarkan

pada panjang gelombang antara 400 dan 510 nm, sedangkan 95 % dari

spektrum yang dipancarkan oleh LED terletak di antara 440 dan 500 nm

dengan puncak pada 465 nm, identik dengan puncak camphoroquinone,

sehingga foton yang dipancarkan oleh light cure LED lebih mungkin untuk

diserap oleh camphoroquinone daripada yang dari lampu halogen.3,46

50
BAB VI

SIMPULAN DAN SARAN

6.1. Simpulan

Berdasarkan hasil data penelitian, simpulan yang dapat diambil

adalah metode penyinaran intermitten cure pada komposit mikrohibrid

menghasilkan kekuatan ikat terbesar pada base berbasis resin dengan

rerata kekuatan 2,413 Mpa. Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa ada

pengaruh metode penyinaran resin komposit terhadap kekerasan

permukaan bahan dan metode penyinaran intermitten cure memberikan

perbedaan kekuatan tarik secara bermakna dibandingkan metode

penyinaran high intensity, continuous cure dan ramp cure.

Intensitas cahaya curing yang lebih rendah menghasilkan adaptasi

marginal yang lebih baik dibandingkan intensitas tinggi dan terdapat

pengaruh waktu terhadap kekuatan ikat bahan, terlepas dari besarnya

kerapatan daya pada alat cure yang digunakan.

6.2. Saran

Perlu dilakukan penelitian yang lebih lanjut dengan jumlah sampel

yang lebih banyak dan variasi waktu yang berbeda melihat efek

dari metode penyinaran terhadap kekuatan ikat komposit

mikrohibrid terhadap base berbasis resin dengan mengkondisikan

keadaan penelitian seperti dalam rongga mulut.

51
DAFTAR PUSTAKA

1. Albers, H.F. 2002. Tooth-colored Restoratives Principles and

Techniques. BC Decker Inc Hamilton : London

2. LeSage, B.P. 2007. Aesthetic Anterior Composite Restorations: A

Guide to Direct Placement. Dent Clin N Am 51 : 359–378

3. García, A.H., Lozano, M.A.M., Vila,J.C., Escribano, A.B., and Galve,

P.F. 2006. Composite resins. A review of the materials and clinical

indications. Med Oral Patol Oral Cir Bucal. 11: E 215-20.

4. Rodrigues Junior, S.A.,Zanchi, C.H.,De Carvalho, R.V. and Demarco,

F.F. 2007. Flexural strength and modulus of elasticity of different

types of resin-based composites. Braz Oral Res. 21(1):16-21

5. Sharma, R.D., Sharma, J., Rani, A. 2011. Comparative evaluation of

Marginal Adaptation Between Nanocomposites And Microhybrid

Composites Exposed To Two Light Cure Units. Indian J Dent Res.

22(3): 520-526

6. Roggendorf, M.J., Kra¨mer, N., Appelt, A. 2011. Marginal quality of

flowable 4-mm base vs. Conventionally layered resin composite.

journal of dentistry. 39: 643–647

7. Malik, N.A.B., Lin, S.L., Rahman, N.A. and Jamaluddin, M. 2013.

Effect of Liners on Microleakage in Class II Composite Restoration.

Sains Malaysiana. 42(1): 45–51

52
8. Al-Saleh, M. 2009. A Novel Technique for Class II Composite

Restorations with Self-adhesive Resin Cements [Tesis]. Toronto:

Faculty of Dentistry University of Toronto

9. Kareem, S.A., Jehad, R.H. 2012. An evaluation of water absorption

of Giomer in comparison to other resin-based restorative materials. J

Bagh College Dentistry. Vol. 24(3): 25-27

10. Tyas, M.J., Burrow, M.F. 2004. Adhesive restorative materials: A

review. Australian Dental Journal. 49:(3):112-121

11. Cramer, N.B., Stansbury, J.W., Bowman, C.N. 2011. Recent

Advances and Developments in Composite Dental Restorative

Materials. J Dent Res. 90(4):402-416

12. Van Ende, A., De Munck, J,, Van Landuyt, K.L., Poitevin,A.,

Peumans, M. And Van Meerbeek, B. 2012. Bulk-filling of high C-

factor posterior cavities: Effect on adhesion to cavity-bottom dentin.

Dental Materials. (9): 1-9

13. Margeas, R.C. 2000. Composite Restoration Esthetics. www.

ineedce. com. 1-11

14. Malhotra, N., Mala, K., 2010. Light Curing Considerations For Resin

Based Composite Materials A Review Part I. Compendium. Vol.

31(7): 498-508

15. Malhotra, N., Mala, K., 2010. Light Curing Considerations For Resin

Based Composite Materials A Review Part II. Compendium. Vol.

31(8): 584-591

53
16. Chan, K.H.S., Mai, Y., Kim, H., Tong, K.C.T., Ng, D. And Hsiao,

J.C.M. 2010. Review: Resin Composite Filling. Materials. 3: 1228-

1243

17. Obici, A. C., Sinhoreti, M.A.C., Sobrinho,L.C., Góes,M.F. and

Consani,S. 2005. Evaluation of mechanical properties of Z250

composite resin light-cured by different methods. J. Appl. Oral Sci.

vol.13 no.4: 393-8

18. Donly, K.J., Godoy, F.G. 2002. The use of resin-based composite in

children. Pediatr Dent. 24:480-488

19. Ferracane, J.L., 2010. Review Resin composite—State of theart.

Dental Materials. 1753: 1-10

20. Cakir, D., Sergent. R., Burgess, J.O. 2007. Polymerization Shrinkage

A Clinical Review. Inside Dentistry. Vol 3(8):

21. Schneider, L.F.J., Cavalcante, L.M. and Silikas, N. 2010. Shrinkage

Stresses Generated during Resin-Composite Applications: A Review.

J Dent Biomech. 131630: 1-15

22. Karthick, A., Kaisalam, S., Priya, P.R.G. and Shanter, S. 2011.

Polymerization Shrinkage Of Composites A Review. JIADS. Vol 2 :

32-36

23. Mota, E.G., Hörlle, L., Oshima, H.M. and Hirakata, L.M. 2012.

Evaluation of inorganic particles of composite resins with nanofiller

content. Stomatologija, Baltic Dental and Maxillofacial Journal. Vol

14(4) : 103-107

54
24. Tarle, Z., Marović, D., Pandurić,V., 2012. Contemporary Concepts

On Composite Materials. Medical Sciences. 38 : 23-38

25. Khaled, A.N. 2011. Physical Properties of Dental Resin

Nanocomposites. Thesis. The Degree of Master of Philosophy

(MPhil) : Faculty of Medical and Human Sciences : University of

Manchester School of Dentistry

26. Burgess, J.O., Walker, M.S.R.,Davidson, J.M. 2002. Posterior

Resin-Based Composite Review Of The Literature. Pediatr Dent.

24:465-479

27. Braga, R.R., Ferracane, J.L. 2004. Alternatives in Polymerization

Contraction Stress Management. Crit Rev Oral Biol Med. 15(3):176-

184

28. Foroutan, F., Javadpour, J., Khavandi, A., Atai, M. and Rezaie, H.R.

2011. Mechanical Properties of Dental Composite Materials

Reinforced With Micro and Nano-Size Al2o3 Filler Particles. Iranian

Journal of Materials Science & Engineering. 8(2) : 25-33

29. Yazici, A.R., Çelik, C., Ozgünaltay, G. 2004. Microleakage of

different resin composite types. Quintessence Int. 35:790-794

30. Casselli, D.S.M., Worschech, C.C., Paulillo, L.A.M.S. and Dias,

C.T.D.S. 2006. Diametral Tensile Strength Of Composite Resins

Submitted To Different Activation Techniques. Braz Oral Res.

20(3):214-218

55
31. Aguiar, F.H.B., Oliveira, T.R.V., Lima, D.A.N.L., Paulillo, L.A.M.S.,

Lovadino, J.R. 2007. Effect of Light Curing Modes and Ethanol

Immersion Media on The Susceptibility of a Microhybrid Composite

Resin to Staining. J Appl Oral Sci. 15(2):105-109

32. Lopes, L.G., Franco, E.B., Pereira, J.C., Mondelli, R.F.L. 2008. Effect

of Light-Curing Units and Activation Mode on Polymerization

Shrinkage and Shrinkage Stress of Composite Resins. J Appl Oral

Sci. 16(1):35-42

33. Bektas, O.O., Hürmüzlü, F., Eren, D. 2012. Effect of The Composite

Curing Light Mode on Polymerization Shrinkage of Resin

Composites. Cumhuriyet Dent J. 15(1):1-6

34. Lindberg, A. 2005. Resin Composites Sandwich restorations and

Curing techniques. Dissertations. Sweden. Department of Dental

Hygienist Education, Faculty of Medicine, Umeå University

35. Yoshikawa, T., Burrow, M.F., Tagami, U. 2001. The Effects of

Bonding System and Light Curing Method on Reducing Stress of

Different C-factor Cavities. J Adhesive Dent. 3:177-183

36. Nalcaci, A., Salbas, M., Ulusoy, N. 2005. The Effects of Soft Start VS

Continous Light Polymerization on Microleakage In Class II Resin

Composite Restorations. J Adhes Dent. 7 : 309-314

37. Obici, O.C., Sinhoreti, M.A.C., Sobrinho, L.C., De Goes, M.F.,

Consani,S. 2004. Evaluation of Depth of Cure and Knoop Hardness

56
in a Dental Composite Photo-activated Using Different Methods. Braz

Dent J. 15(3): 199-203

38. Cunha, L.G., Alonso, R.C.B., Correr, G.M., Brandt, W.C., Sobrinho,

L.C., Sinhoreti, M.A.C. 2008. Effect of different photoactivation

methods on the bond strength of composite resin restorations by

push-out test. Quintessence International. 39(3) : 243-249

39. Cunha, L.G., Alonso, R.C.B., Souza, E.J.C.de. Neves, A.C.E.C.,

Sobrinho, L.C., Sinhoreti, M.A.C.. 2008. Influence of The Curing

Method on the Post Polymerization Shrinkage Stress of a Composite

Resin. J Appl Oral Sci. 16(4):266-70

40. Hegde, M.N., Hegde, P.and Malhan, B. 2008. Evaluation of Depth of

Cure and Knoop Hardness in a Dental Composite Photoactivated

Using Different Methods. J Conserv Dent. 11(2): 76–81

41. Weiner, R. 2011. Liners and bases in general dentistry . Australian

Dental Journal. 56:(1): 11–22

42. Weiner, R. 2009. Liners, bases, and cements: An in-depth review,

part II. Dent Today : 1-11

43. Riuiz, J.L., Mitra, S. 2006. Using Cavity Liners with Direct Posterior

Composite Restorations. Compendium. 27(6) : 302-306

44. Berzins, D.W., Abey, S., Costache, M.C., Wilkie, C.A. and Roberts,

H.W. 2010. Resin-modified Glass-ionomer Setting Reaction

Competition. J Dent Res. 89(1):82-86

57
45. Iriyama, N.T., Tango, R.N., ManettaI, I.P., Sinhoreti, M.A., 2009.

Effect of light-curing method and indirect veneering materials on the

Knoop hardness of a resin cement Braz Oral Res;23(2):108-12

46. Akram S, Abidi SYA, Ahmed S, Meo AA, Qazi FR. Effect of different

irradiation times on microhardness and depth of cure of a

nanocomposite resin. Journal of the College oh Physicians and

Surgeons Pakistan 2011;21(7):411-4

47. Kramer N, Lohbauer U, Godoy FG, Frankenberger R. Light curing of

resin-based composites in the LED era. AM J Dent 2008;21:135-42.

48. Ceballos L, Fuentes MV, Tafalla H, Martinez A, Flores J, Rodriguez

J. Curing effectiveness of resin composites at different exposure

times using LED and halogen units. J Clin Exp Dent 2009;1(1):e8-13

49. Thiab SS, Mohammad QAK, Mahdi AG. The effect of shade and

curing time on depth of cure (DOC) in two types of composites,

polymerized with a halogen light cure system. Kufa Med Journal

2010;13(1): 168-85

58

Anda mungkin juga menyukai