Anda di halaman 1dari 70

SKRIPSI

PENGARUH BUDAYA MENYIRIH TERHADAP KESEHATAN

JARINGAN PERIODONTAL

NAMA : WIRADYANTI.M

NIM : PO.71.4.261.19.2.028

KELAS : C / ALIH JENJANG

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN MAKASSAR
JURUSAN KEPERAWATAN GIGI
PROGRAM STUDI DIPLOMA IV
TAHUN 2020
SKRIPSI

PENGARUH BUDAYA MENYIRIH TERHADAP KESEHATAN

JARINGAN PERIODONTAL

Diajukan sebagai
salah satu syarat untuk memperoleh gelar
sarjana terapan kesehatan

NAMA : WIRADYANTI.M

NIM : PO.71.4.261.19.2.028

KELAS : C / ALIH JENJANG

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN MAKASSAR
JURUSAN KEPERAWATAN GIGI
PROGRAM STUDI DIPLOMA IV
TAHUN 2020
LEMBAR PERNYATAAN ORISINALITAS

Skripsi ini adalah karya saya sendiri, dan semua sumber baik yang dikutip

maupun dirujuk telah saya nyatakan dengan benar

Nama : WIRADYANTI.M
Nim : PO.71.4.261.19.2.028
Tanggal : FEBRUARI 2021

Yang Menyatakan,

(WIRADYANTI.M)
PO.71.4.261.19.2.028

i
LEMBARAN PENGESAHAN SKRIPSI
PENGARUH BUDAYA MENYIRIH TERHADAP
KESEHATAN JARINGAN PERIODONTAL

Oleh :
WIRADYANTI.M
PO.71.4.261.19.2.028

Telah dipertahankan di depan Tim Penguji


Pada tanggal Februari 2021
Dan dinyatakan telah memenuhi syarat

Susunan Tim Penguji

1. Hj.Nuraeni,S.SiT,M. MKes (………………………)


NIP. 19570903 198003 2 003
2. drg.Lucia Yauri, M.Mkes
NIP. 19580228 198903 2 002 (………………………)
3. drg.Rini Irmayanti Sitanaya,M.MKes
NIP. 19780831 200604 2 007 (………………………)

Makassar, Februari 2021


Program Studi D-IV Keperawatan Gigi
Ketua Jurusan

Syamsuddin Abubakar, S.SiT, M.MKes


NIP. 19660622 198903 1 003

ii
SKRIPSI

PENGARUH BUDAYA MENYIRIH TERHADAP


KESEHATAN JARINGAN PERIODONTAL

Oleh:

WIRADYANTI.M
PO 71.4.261.19.2.028

Telah dipertahankan di depan Tim Penguji


Pada tanggal Februari 2021
Dan dinyatakan telah memenuhi syarat

Komisi Pembimbing
Pembimbing I Pembimbing II

drg.Lucia Yauri,M.Mkes drg.Rini Irmayanti Sitanaya,M.Mkes


NIP. 19580228 198903 2 002 NIP. 19780831 200604 2 007

Makassar, Februari 2021


Program Studi D-IV Keperawatan Gigi
Ketua Prodi D.IV

drg. Hj. Asridiana, M.MKes


NIP.19640521 199101 2 001

iii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur saya panjatkan kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala atas
segala rahmat dan karunia-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan skripsi yang
berjudul “Pengaruh Budaya menyirih terhadap kesehatan jaringan
periodontal”.Skripsi ini dibuat sebagai salah satu syarat yang harus dipenuhi
untuk mencapai gelar S.Tr.Kes pada Program Studi Diploma IV Keperawatan
Gigi pada jurusan Keperawatan Gigi Poltekkes Kemenkes Makassar. Skripsi ini
dapat selesai atas bimbingan dosen pembimbing saya atas jerih payah beliau
dalam membimbing hingga selesai. Oleh karena itu saya ingin ucapkan terima
kasih kepada :
1. Allah SWT. Karena atas berkat Rahmat dan Hidayah-Nya sehingga saya
masih diberi kesehatan dan kesempatan untuk dapat menyelesaikan skripsi
ini.
2. Bapak Ir. Agustian Ipa, M.Kes selaku Direktur Poltekes Kemenkes
Makassar.
3. Bapak Syamsuddin Abu Bakar, S.SiT, M.Mkes selaku Ketua Jurusan
Keperawatan Gigi.
4. drg. Hj. Asridiana, M. Mkes selaku Ketua Program Studi D.IV
Keperawatan Gigi.
5. Syamsuddin Abu Bakar, S.SiT, M.Mkes selaku pembimbing akademik
saya yang telah memberikan motivasi selama menjalankan perkuliahan

6. Hj.Nuraeni,S.SiT,M. Mkes penguji Study Literatur saya yang telah


memberikan bimbingan selama proses penyusunan skripsi hingga selesai.
7. drg.Lucia Yauri, M. Mkes selaku pembimbing pertama telah
memberikan bimbingan, meluangkan waktu tenaga dan pikiran untuk
mengarahkan saya selama penyusunan skripsi hingga selesai.
8. drg.Rini Irmayanti Sitanaya,M.Mkes selaku pembimbing kedua telah
memberikan bimbingan, meluangkan waktu tenaga dan pikiran untuk
mengarahkan saya selama penyusunan skripsi hingga selesai.

iv
9. Segenap Dosen Jurusan Keperawatan Gigi Poltekkes Kemenkes
Makassar atas ilmu dan bimbingannya.
10. Orang yang paling berpengaruh dalam hidup penulis yaitu kedua orang
tua, Alm.Muhammadia dan Hj Rosmiati, SKM akan cinta kasih, doa,
dukungan semangat dan materi yang tak ternilai yang selalu diberikan
kepada saya.
11. H.Sudirman selalu Ayah tiri saya yang selalu memberikan dorongan dan
semangat sehingga skripsi saya dapat selesai.
12. Orang yang paling setia menemani, memberikan semangat kepada penulis
yakni suami tercinta Rudini,SE atas doa dan dukungannya sehingga
skripsi saya dapat selesai tepat waktu.
13. Ketiga Anak – anak saya yang tercinta yaitu Aulia Al maghfirah, Anisa
Nur Ramadhani dan yang paling setia menamani saya, anak terakhir saya
Asriel Adinata Putra yang semenjak lahir sudah bersama saya baik dalam
suka dan duka.
14. Saudara-saudara penulis yakni kakak saya Meldayanti.M yang selalu
membantu saya sebagai penghubung untuk membawakan hasil skripsi
saya untuk dikonsultasikan, adik Triwidyawanti yang selalu memberikan
semangat walaupun dari jauh dan keponakan saya Syakira Rihadatul
Aisya serta Mulyanto yang turut membantu sehingga skripsi saya dapat
selesai tepat waktu.
15. Kepada keluarga besar Angkatan AJ-2019 yang selama ini bersama-sama
menuntut ilmu di Poltekkes Makassar Jurusan Keperawatan Gigi.
16. Serta semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah
membantu saya selama pembuatan skripsi ini.

Akhir kata, saya berharap Allah SWT berkenan membalas segala kebaikan
semua pihak yang telah membantu. Semoga Tugas Akhir ini dapat menambah
pengetahuan dan bermanfaat bagi kita semua.

Makassar, Februari 2021

v
Penulis,

HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI SKRIPSI


UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Sebagai civitas akademik Poltekkes Kemenkes Makassar, saya yang bertanda


tangan dibawah ini :

Nama : Wiradyanti.M
NIM : PO.71.4.261.19.2.028
Program Studi/Jurusan : Sarjana Terapan Kesehatan Gigi
Judul Skripsi : Pengaruh Budaya Menyirih Terhadap Kesehatan
Jaringan Periodontal

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada


Poltekkes Kemenkes Makassar Hak Bebas Royalti Noneksklusif (Non-exclusive
Royalty - Free Right) atas Skripsi saya yang berjudul :

“Pengaruh Budaya Menyirih Terhadap Kesehatan Jaringan Periodontal”

Beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti
Nonekslusif ini Poltekkes Kemenkes Makassar berhak menyimpan, mengalih
media/format-kan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database), merawat,
dan mengaplikasikan tugas akhir saya selama tetap mencantumkan nama saya
sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya,

Dibuat di : Makassar, Februari 2021


Yang menyatakan

(Wiradyanti.M)

vi
PENGARUH BUDAYA MENYIRIH TERHADAP
KESEHATAN JARINGAN PERIODONTAL

Wiradyanti.M (¹), Lucia Yauri (2), Rini Irmayanti Sitanaya (3)


Jurusan Keperawatan Gigi
Poltekkes Kemenkes Makassar
Email : wiradyanti.m@poltekkes-mks.ac.id
ABSTRAK
Latar belakang: Menyirih merupakan suatu bentuk kebiasaan yang secara
turun temurun masih dilakukan dimasyarakat. Menyirih merupakan suatu proses
mencampur dari bahan-bahan yang terpilih serta dibungkus didalam daun sirih
kemudian dimasukkan kedalam mulut dan dikunyah. Campuran tersebut yakni biji
buah pinang , daun sirih, serbuk kapur, gambir Dilihat dari sisi Kedokteran gigi,
kebiasaan menyirih dapat menyebabkan penyakit periodontal. Dari ( ±73,50% )
dan sebesar 4-5 % penduduk Indonesia mengalami penyakit periodontal dan
merupakan penyakit kedua terbanyak dialami dimasyarakat. Tujuan dari
penelitian ini untuk mengetahui pengaruh budaya menyirih terhadap kesehatan
jaringan periodontal. Penelitian ini menggunakan pendekatan deskriptif kulitatif
dan jenis penelitian yang digunakan adalah kepustakaan/study literatur. Metode
pengumpulan data yang digunakan yaitu berasal dari sumber data sekunder
seperti jurnal, buku, karya tulis ilmiah, skripsi, text book dan artikel ilmiah. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa beberapa peneliti telah melakukan penelitian
tentang pengaruh budaya menyirih terhadap kesehatan jaringan periodontal dan
sebagian besar penelitian tersebut menunjukkan bahwa tidak ada pengaruh tradisi
makan sirih terhadap status kesehatan periodontal tapi ada pengaruh pada
komposisi sirih ,frekuensi makan sirih dan ada pengaruh lama makan sirih
terhadap status kesehatan periodontal dari beberapa variabel diatas yang paling
dominan terhadap status kesehatan periodontal adalah lamanya makan sirih yang
artinya lama makan sirih ≥ 5 tahun berisiko 2,9 kali lebih besar responden
mengalami status kesehatan periodontal dibanding dengan lama makan sirih < 5
tahun. Dan sebagian juga mengatakan bahwa tidak ada pengaruh frekuensi makan
sirih dan lama makan sirih terhadap status kesehatan periodontal tetapi ada
pengaruh yang bermakna antara komposisi makan sirih dengan status kesehatan
periodontal dengan demikian dapat ditarik kesimpulan bahwa bahwa ada
pengaruh yang paling kuat antara komposisi makan sirih terhadap status kesehatan
periodontal.

Kata Kunci : budaya ,Menyirih,komposisi,frekuensi,lama,Jaringan Periodontal

vii
THE INFLUENCE OF CUTTING CULTURE ON
PERIODONTAL NETWORK HEALTH
 
 
Wiradyanti.M ( ¹ ) , Lucia Yauri (2) , Rini Irmayanti Sitanaya (3)
Department of Dental Nursing
Poltekkes Kemenkes Makassar
Email: wiradyanti.m@poltekkes-mks.ac.id

ABSTRACT
Background : Chewing is a form of habit that is still practiced in society
from generation to generation. Betel nut is a process of mixing selected
ingredients and wrapped in betel leaf then put into the mouth and chewed. The
mixture is betel nut seeds, betel leaf, lime powder, gambier. In terms of dentistry,
the habit of betel nut can cause periodontal disease. From (± 73.50%) and as much
as 4-5% of the Indonesian population has periodontal disease and is the second
most common disease in the community . Purpose of researchThis is to
determine the effect of betel culture on periodontal tissue health. This study uses a
descriptive qualitative approach and the type of research used is a literatur study.
The data collection method used is derived from secondary data sources such as
journals, books, scientific papers, theses, text books and scientific articles. The
results showed that several researchers had conducted research on the influence
of betel culture on the health of periodontal tissues and most of these studies
indicated that there was no effect of the tradition of eating betel on periodontal
health status but there was an effect on betel composition , frequency of eating
betel and there was an effect on length of meal. Betel on periodontal health status
from several variables above, the most dominant to periodontal health status is the
duration of eating betel, which means that the duration of eating betel ≥ 5 years
has a 2.9 times greater risk of respondents experiencing periodontal health status
compared to the duration of eating betel <5 years. And some also said that there
was no effect on the frequency of eating betel and the length of time eating betel
on periodontal health status, but there was a significant effect between the
composition of betel nut and periodontal health status. periodontal health.
 
 
Keywords: culture, chewing, composition, frequency, duration, periodontal tissue

viii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL

HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS .................................. i

HALAMAN PENGESAHAN SKRIPSI .............................................. ii

HALAMAN PERNYATAAN SKRIPSI ............................................. . iii

KATA PENGANTAR ........................................................................... iv

HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ............... vi

ABSTRAK .............................................................................................. vii

ABSTRACT ................................................................................................ viii

DAFTAR ISI ................................................................... x

DAFTAR GAMBAR ..................................................................... xi

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar belakang .................................................................... 1

B. Rumusan masalah .................................................................... 4

C. Tujuan Study Literatur ................................................................... 4

D. Manfaat ................................................................... 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Menyirih ............................................................................. 6

B. Komposisi Campuran Menyirih ...................................................... 7

1. Daun Sirih .............................................................................. 7

2. Pinang ............................................................................. 11

3. Gambir ............................................................................. 15

4. Kapur ............................................................................. 18

ix
C. Jaringan Periodontal .................................................................. 23

D. Penyebab terjadinya Penyakit Periodontal .............................. 26

E. Dampak Menyirih terhadap

Kesehatan Jaringan Periodontal ...................................................... 30

F. Kerangka Pikir ............................................................................. 34

G. Ringkasan Kerangka Pikir ..................................................... 34

BAB III METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian ........................................................................... 37

B. Metode Pengumpulan Data .................................................... 37

BAB IV PEMBAHASAN

Pembahasan ................................................................ 38

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan .................................................................... 45

B. Saran ................................................................................ 45

DAFTAR PUSTAKA

x
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Daun Sirih ................................................................. 7

Gambar 2.2 Buah Pinang .................................................................. 11

Gambar 2.3 jenis –jenis pinang ..................................................... 13

Gambar 2.4 Gambir ................................................................. 15

Gambar 2.5 Kapur Sirih ................................................................. 19

Gambar 2.6 Kapur Karbonat ..................................................... 20

Gambar 2.7 Kapur Tembok ..................................................... 21

Gambar 2.8 Penyakit Periodontium ......................................... 24

Gambar 2.9 Komponen Jaringan Periodontal ............................. 24

Gambar 2.10 Gingiva ................................................................. 25

Gambar 2.11 Tulang Alveolar ..................................................... 25

Gambar 2.12 Ligamen Periodontal ....................................................... 26

Gambar 2.13 Cementum .................................................................. 26

Gambar 2.14 Dampak menyirih

terhadap Kesehatan Jaringan periodontal........................ 30

xi
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Kesehatan gigi merupakan salah satu hal yang mendukung paradigma

sehat dalam upaya membangun pada strategi kesehatan nasional. Upaya kesehatan

gigi dan mulut adalah salah satu bagian dari kesehatan tubuh seseorang yang

secara berkeseinambungan dapat mempengaruhi kehidupan manusia termasuk

fungsi dalam berbicara, mengunyah serta percaya diri, dalam menjaga kebersihan

gigi dan mulut merupakan suatu hal yang sangat perlu dilakukan sedini mungkin,

namun hal ini sebagian masyarakat masih banyak yang tidak memperhatikan

tentang kesehatan gigi dan mulutnya (Berelaku,2020). Berdasarkan hasil dari

Riset Kesehatan Dasar Nasional tahun 2018 di Provinsi Sulawesi Selatan bahwa

Sulawesi Selatan mempunyai masalah kesehatan gigi yang cukup tinggi yaitu

sekitar 69%, jika dibandingkan dengan prevalensi nasional yang hanya 57,6%

(Kementerian Kesehatan RI, 2018)

Kesehatan gigi dan mulut ini sering kita abaikan karena adanya kebiasaan

masyarakat dan pola hidup yang tidak terjaga sehingga status kebersihan gigi dan

mulut menjadi buruk (Berelaku,2020). Kesehatan gigi dan mulut tidak dapat di

pisahkan satu dengan yang lainnya karena kesehatan gigi dan mulut itu dapat

mempengaruhi kesehatan tubuh sesorang. Salah satu upaya dalam meningkatkan

derajat kesehatan gigi dan mulut yaitu dengan cara menjaga kebersihan gigi dan

mulut. Peranan rongga mulut sangat besar kaitannya bagi kesejahteraan dan

1
kesehatan tubuh seseorang secara umum, karena seseorang dikatakan sehat jika

didalam rongga mulut dan giginya juga sehat , oleh karena itu kesehatan gigi dan

mulut mempunyai peranan penting dalam menunjang kesehatan tubuh seseorang

(Syafrina, 2019 ).

Kebiasaan menyirih adalah salah satu contoh yang mempengaruhi

kesehatan gigi dan mulut. Kebiasaan yang dilakukan para leluhur kita dan

menganggap sebagai tradisi turun temurun. Menginang biasa dikenal dengan

menyirih yang artinya suatu kegiatan mengunyah daun sirih (Ismawati dkk, 2019).

Tradisi ini sudah perlahan lahan mulai ditinggalkan oleh generasi muda dan masih

banyak dilakukan para orang tua. Tradisi menyirih ini bahkan digunakan sebagai

bahan untuk menjamu para tamu – tamu yang baru berkunjung didaerah tertentu

dan merupakan sebagai wujud persahabatan, bahan ini akan disuguhkan kepada

tamu – tamu pada acara bersifat kekeluargaan atau acara adat. Selain daripada itu

menyirih dapat juga digunakan untuk membuka percakapan untuk setiap

pertemuan, menyirih ini sebagai bentuk penghargaan dan dapat mempererat tali

persaudaraan ( Tandiarrang, 2015).

Dalam kalangan masyarakat Indonesia sudah lama mengenal bahan

penyirih. Pada jaman dahulu kala orang tua kita masih mempercayai bahwa

menyirih dapat mempertahankan kekuatan gigi, menyembuhkan luka kecil

dimulut, mengobati gigi yang sakit dan dapat menghilangkan bau mulut. Mereka

mempercayai bahwa bahan menyirih yang digunakan dapat memperkuat gigi

(Ismawati dkk, 2019). Menyirih merupakan kegiatan yang sudah dikenal dan

dijadikan sebagai tradisi turun temurun pada daerah tertentu, sebagai contoh salah

2
satu daerah yang ada diSulawesi Selatan yang dikenal dengan kebiasaan adat

menyirih yakni Suku Toraja. Ini merupakan Suku yang berada dipegunungan

dibagian Utara Sulawesi selatan, dimana suku ini sangat unik dan sudah terkenal

dengan kebiasaan menyirihnya, di Toraja pemandangan dalam hal menyirih ini

sudah tidak lazim lagi apalagi kaum ibu, di Toraja menyirih dikenal dengan

sebutan Ma’Pangan (dalam bahasa daerah setempat) bukan hal yang asing lagi,

sebagian besar setiap hari kita dapat melihat ibu – ibu melakukan kegiatan

menyirih, dan sebagian kecil laki –laki terlihat mengunyah sirih, apalagi dalam

kegiatan acara Adat yakni Upacara Kematian Masyarakat Tana Toraja (Rambu

Solo) dan Pesta pernikahan dan Ulang tahun (Rambu Tuka) ( Tandiarrang,

2015).

Menyirih ini dilakukan dengan cara meramu campuran dari berbagai

bahan - bahan yang terpilih serta dibungkus didalam daun sirih dan ditempatkan

didalam mulut kemudian dikunyah (Syafrina, 2019 ). Campuran tersebut

dilengkapi dengan komponen utama yakni biji buah pinang , daun sirih, serbuk

kapur, gambir bahkan sebagian masyarakat menambahkan tembakau, papermint,

kapulaga, cengkeh, pewangi dan parutan kelapa (Ritonga dkk, 2017).

Dilihat dari sisi Kedokteran gigi, kebiasaan menyirih dapat menyebabkan

penyakit periodontal. Dari ( ±73,50% ) dan sebesar 4-5 % penduduk Indonesia

mengalami penyakit periodontal dan merupakan penyakit kedua terbanyak

dialami dimasyarakat ( Tandiarrang, 2015), sebagai contoh Daerah Suku Karo

Kabupaten Deli menunjukkan bahwa dari 59 orang responden dengan lama

menyirih kurang lebih 5 tahun, sebanyak 40 responden ( 57,8% ) mengalami

3
kesehatan jaringan periodontal kurang baik (Aritonang, 2016), jika dibiarkan

penyakit periodontal ini dapat menyebabkan gigi menjadi goyang atau lepas.

Alasan ini dapat dijelaskan karena didalam menyirih adanya bahan yang dapat

memicu terjadinya hipersalivari dimana deposit kalsium dapat memicu kerusakan

gingiva dan membran periodontal, dengan demikian kebiasaan menyirih ini

mempunyai beberapa efek buruk yang sangat merugikan karena didalam

penggunaannya terdapat kapur yang diramu menjadi satu sehingga terjadi suasana

basa dalam mulut, dan menimbulkan adanya kalkulus yang erat melekat pada gigi,

juga adanya silikat yang terdapat didalam bahan daun tembakau dan jika kita

mengunyah dalam waktu lama dapat mengikis element gigi sampai gingiva

secara berangsur – angsur dan dapat menyebabkan terjadinya penyakit

periodontium ( Arini, 2012).

B. RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan dengan latar belakang yang telah dijabarkan sebelumnya, maka dapat

dirumuskan masalah sebagai berikut :

“Bagaimana pengaruh budaya menyirih terhadap kesehatan jaringan Periodontal?”

C. TUJUAN PENULISAN

a. Tujuan Umum

Untuk mengetahui pengaruh menyirih terhadap kesehatan jaringan periodontal.

b. Tujuan Khusus

1. Untuk mengetahui pengaruh budaya menyirih terhadap kesehatan jaringan

periodontal.

2. Untuk mengetahui komposisi bahan penyirih terhadap kesehatan jaringan

4
periodontal.

3. Untuk mengetahui pengaruh lama menyirih terhadap kesehatan jaringan

periodontal.

4. Untuk mengetahui pengaruh frekuensi menyirih terhadap kesehatan

jaringan periodontal.

D. MANFAAT

1. Manfaat Bagi Penulis

Untuk menambah ilmu pengetahuan dan wawasan tentang pengaruh budaya

menyirih terhadap kesehatan jaringan periodontal.

2. Manfaat Bagi Instansi

Dapat menambah referensi bacaan di perpustakaan Poltekkes Kemenkes

Makassar Jurusan Keperawatan Gigi yang berhubungan dengan Pengaruh

budaya menyirih terhadap kesehatan jaringan periodontal.

5
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. MENYIRIH

Menyirih merupakan suatu bentuk kebiasaan yang wariskan secara turun -

temurun masih dilakukan dimasyarakat. Menyirih merupakan suatu proses

mencampur dari bahan-bahan yang terpilih serta dibungkus didalam daun sirih

kemudian dimasukkan kedalam mulut dan dikunyah. Proses mengunyah sirih ini

di akhiri dengan cara menggosokkan segumpalan tembakau pada permukaan gigi

agar hasil mengunyah sirihnya merata yakni dengan cara diselipkan didalam pipi

sebelah kanan dan sebelah kiri untuk dihisap - hisap. Kebiasaan menggosok

tembakau inilah yang biasa disebut dengan menyusur dimana penyirih percaya

sebagai pengganti gosok gigi untuk membersihkan gigi, selain itu menyirih juga

dapat dipercaya dapat memperkuat kekuatan gigi (Gipayanti dkk, 2019). Menyirih

sudah dikenal diberbagai negara yang satu ke negara yang lain dan satu daerah

kedaerah yang lain, proses menyirihnya juga berbeda, komposisi terbesar hampir

sama dan relatif konsisten, yakni terdiri dari Piper betle (daun sirih) , Areca

catechu (buah pinang) , Kalsium hidroksid (Kapur) dan Uncaria gambir

(Gambir) digunakan secara bersama-sama (Nguru dkk, 2019).

Salah satu dari efek menyirih terhadap gigi adalah jika dilihat dari segi

positif dan negatifnya, dimana dari segi positifnya mengunyah sirih dapat

6
menghambat pembentukan karies, sedangkan jika dilihat dari segi negatifnya

menyirih dapat menimbulkan adanya stein ( warna yang menempel pada

permukaan gigi) terhadap gigi dan gingiva, selain itu menyirih juga dapat

menimbulkan penyakit periodontal dan lesi - lesi pada mukosa mulut juga dapat

timbul, oral hygine/ kebersihan mulut akan buruk, dan mukosa lidah dapat

menyebabkan atropi(kaku)( Syafrina, 2019 ).

B. KOMPOSISI CAMPURAN DALAM MENYIRIH

Sesuai dengan kandungan utamanya, campuran dalam menyirih

merupakan kombinasi dari campuran daun sirih (piper betle ), buah pinang (areca

catechu), Kapur (kalsium hidroksid) dan Gambir (uncaria gambir) dibeberapa

daerah juga menambahkan tembakau dalam menyirih (Tandiarrang, 2015 ).

Komposisinya antara lain adalah :

1. Daun Sirih (Piper Betle)

Gambar 2.1 Daun sirih


Sumber: https://www.suara.com/health/2020/05/07/213919/minum-air-rebusan-daun-sirih-amankah

Nama lain dari daun sirih biasa disebut dengan Piper betle Linn adalah

merupakan tanaman yang ada disekitar kita dan mudah ditemukan, Sirih ini

banyak terdapat di Indonesia yang banyak tumbuh dan merambat pada pohon

lain. Sirih selain dikenal didalam acara adat juga digunakan dalam pengobatan

Herbal ( Syafrina, 2019 ).

7
Ciri - ciri daun sirih adalah yakni ukuran pajang sirih sesuai usianya,

sirih ini tumbuh diatas tanah yang subur, kelembaban udaranya tidak boleh

terlalu lembab, diperlukan cuaca tropis, dan air yang cukup agar tumbuh dengan

subur ( Tandiarrang,2015), tumbuhnya dengan cara merambat tinggi mencapai

15 meter, batangnya berwarna coklat kehijauan, daunnya berbentuk bulat,

cabang daun sirih bersifat tunggal atau satu-satu , bertangkai dan jika diremas

akan tercium aroma/bau yang sedap , panjangnya berukuran sekitar 6-8 cm

dengan lebarnya 3-5 cm ( Syafrina,2019 ).

Kandungan piper batle atau daun sirih ini merupakan tanaman herbal yang

banyak mempunyai manfaat dalam hal kesehatan dan juga kecantikan, karena

sekitar 85-90 persen banyak mengandung air, didalam kandungannya daun sirih

ini mempunyai nutrisi dan nilai gizi yang baik dan setiap 100 gram daun sirih

terkandung 44 kalori dan 0,4-1 persen lemak ( Ardyanto, 2020 )

Didalam daun sirih ada zat yang terkandung yakni minyak atsiri dimana

komponen utama dalam minyak atsiri ini terdiri atas fenol dan senyawa

turunannya seperti kavikol, karvakol, kavibetol, allilpyrocatekol dan eugenol.

Selain terkandung minyak atsiri, daun sirih ini juga banyak mengandung tiamin,

vitamin C ,karoten, riboflavin, asam nikotinat, tanin, gula, pati, dan asam amino

(Adhani dkk, 2017)

Adapun zat yang terkandung dalam daun sirih terhadap kesehatan

jaringan periodontal adalah dapat menghambat pertumbuhan plak, dimana jika

terjadi penumpukan plak maka akan timbul adanya karies dan penyakit

periodontal, ini terjadi karena adanya hubungan antara plak dan bakteri, dimana

8
plak ini terdiri dari mikroorganisme Streptococcus mutans, Candida albicans dan

Lactobacillus spp, ini merupakan jenis mikroorganisme yang paling dominan

banyak didapat pada plak gigi karena mempunyai sifat acidophilic dan

acidogenic yang mempunyai kemampuan untuk mengubah karbohidrat menjadi

zat asam sehingga pH dalam rongga mulut dapat menurun (Novita , 2016)

Di Asia Tenggara, tanaman daun sirih sangat erat kaitannya dalam proses

pencegahan karies, penyakit jaringan periodontal dan bau mulut / halitosis dapat

dikontrol. Hal ini ditunjukkan bahwa dalam kandungan daun sirih mempunyai

kemampuan untuk meningkatkan daya tahan tubuh atau imunitas seperti

antikanker dan antibakteri. Didalam komponen utamanya daun sirih mempunyai

efek sebagai bakterisidal, antiseptik dan antioksidan dan kandungan kimia yang

terdapat dalam daun sirih bersifat sebagai antiseptik misalnya minyak atsiri,

karena didalam minyak atsiri terkandung senyawa fenol dan turunannya yang

dapat mendenaturasi protein salah satunya adalah kavikol yang memiliki daya

bakterisida lima kali lebih kuat dibandingkan fenol (Novita, 2016)

Manfaat daun sirih terhadap jaringan periodontal dapat mengobati gusi

berdarah ( akibat dari penyakit gingivitis dan penyakit periodontal ) daun sirih

ini sangat efektif untuk menghentikan pendarahan, karena didalam daun sirih

terkandung tanin, saponin, kalsium, mineral dan fosfor yang dapat membantu

meredakan peradangan pada gusi yang berdarah. Cara menggunakannya adalah

dengan cara merebus daun sirih sebanyak 10 lembar, kemudian hasil rebusan

tersebut digunakan dengan cara dikumur di saat gusi berdarah ,cukup dilakukan

3 kali sehari ( Ardyanto, 2020 ). Dan didalam kandungan daun sirih juga dapat

9
mencegah karsinogen penyebab kanker mulut ( akibat lanjut dari penyakit

periodontitis ). Daun sirih juga dapat dipercaya sebagai pencegah kanker mulut

karena didalam daun sirih kadar asam karbonat didalam air liur dapat dijaga,

caranya cuci bersih daun sirih sebanyak 13 lembar, setelah itu air rebusan

diminum tiap hari secara rutin (Ardyanto, 2020 ).

Penyakit periodontitis merupakan tindak lanjut dari peradangan gusi

yang dibiarkan dan tidak diobati karena adanya bakteri porphyromonas

gingivalis sebagai penyebab radang gusi yang akan melepaskan racun sehingga

plak menumpuk pada sela-sela gigi yang kemudian menginfeksi dan merusak

jaringan lunak pada gusi dan tulang yang menyokong gigi, bakteri ini sudah

lama disangkut pautkan dengan perkembangan sel tumor ganas pada jaringan

disekitar kepala, mulut dan leher, karena adanya racun yang dilepaskan termasuk

radikal bebas yang bersifat karsinogenik (pemicu kanker) (Suyatra, 2018).

Daun sirih juga dapat menghambat pembentukan plak gigi karena

diketahui bahwa setelah mengunyah ekstrak daun sirih suasana rongga mulut

akan cenderung basah, sehingga pembentukan plak pada gigi akan berkurang

(Argentina, 2020).

Didalam penggunaan daun sirih menurut penelitian jornal Of American

Dental Assosiation mengatakan bahwa pada pengguna daun sirih beresiko

terkena fibrosis submukosa oral yang lebih tinggi dan akan berpengaruh pada

jaringan periodontal, akibat dari hal tersebut dapat terjadi kekakuan didalam

mulut(Atropi) dan pada akhirnya pergerakan rahang akan hilang, kondisi ini sulit

untuk disembuhkan (Argentina, 2020).

10
2. Buah Pinang

Gambar 2.2 Buah Pinang

Sumber https://www.timesindonesia.co.id/read/news/154605/3-manfaat-buah-pinang-untfuk-tubuh

Pinang dalam bahasa ilmiah disebut juga dengan Areca catechu, Pinang

merupakan suatu komponen utama kedua dari menyirih. Pinang termasuk suatu

jenis tanaman kelapa dari family Arecaeae yang ditemukan dan tumbuh

berkembang di daerah Asia, Pasifik, dan Afrika bagian timur, Tiongkok dan

India (Samura, 2009 ). Ciri - ciri pinang dapat tumbuh sekitar 10-30 meter dan

ketika masih muda hasil buahnya akan berwarna hijau dan akan berubah menjadi

kekuningan dan kemerahan setelah matang. ( Samura ,2009).

Pinang banyak didapat dihalaman rumah baik sebagai tanaman hias maupun

tanaman herbal karena pinang termasuk tanaman yang sudah dikenal didalam

masyarakat secara luas. Jenis pinang merupakan suatu tanaman yang masuk

dalam golongan family Palmae, tanaman ini tumbuh baik diIndonesia karena

mempunyai iklim tropis ( Samura ,2009).

Adapun zat yang terkandung dalam buah pinang terhadap kesehatan

jaringan Periodontal karena biji pinang banyak mengandung tanin, saponin,

flavonoid dan alkoloid dimana saponin ini dapat digunakan sebagai pembersih

11
sehingga sangat efektif untuk penyembuhkan luka terbuka, sedangkan

kandungan tanin dapat mencegah infeksi pada luka bakar karena memiki daya

antiseptik yang tinggi. Flavonoid juga mempunyai aktifitas sebagai antiseptik

sedangkan alkoloid memiliki kemampuan sebagai aktibakteri (Karapa dan Fitria

Handayani , 2016). Sifat Alkoloid ini lah yang dapat menghambat terjadinya

plak oleh bakteri steptococus sehingga penyakit periodontal dapat dicegah, tapi

arekolin dalam senyawa alkoloid aktif bila digunakan secara berlebihan justru

dapat membahayakan kesehatan, oleh karena itu diajurkan untuk pemakaian

dalam jumlah kecil (Nasution, 2019).

Kebiasaan menyirih dilakukan setiap saat oleh para penggunanya oleh

karena itu sifat alkoloid dalam biji pinang dalam penggunaan lama dapat

menyebabkan terjadinya penyakit periodontal, selain itu kerusakan dapat

berkembang menjadi fibrosis submukosa, yaitu salah satu jenis kanker mulut

yang diderita sekitar 0,5 % pada pengguna biji pinang. Secara fisik orang

mengkomsumsi biji pinang, sisa - sisa pinangnya tertinggal pada gigi sehingga

menimbulkan karang gigi terbentuk, menyebabkan gigi akan menjadi kasar

sehingga memicu terjadinya infeksi atau peradangan pada gusi, bila gusi

terinfeksi akan terasa gatal dan bau mulut tidak sedap, dalam sikat gigi sering

berdarah bahkan gigi bisa lepas dengan sendirinya/ tanggal (Nasution, 2019).

Adapun frekuensi tingkat pengetahuan masyarakat terhadap kebiasaan

mengunyah biji pinang dengan penyakit periodontal bahwa ada 10 orang (33%)

tingkat pengetahuan baik tentang kebiasaan mengunyah pinang, tetapi 17 orang

(56,6%) tingkat pengetahuan sedang dan ada 3 orang tingkat pengetahuan buruk,

12
oleh karena itu frekuensi dan tingkat pengetahuan sedang seseorang dapat

mempengaruhi kesehatan jaringan periodontal (Nasution, 2019).

Sekitar 460 ragam tanaman pinang, ada 5 jenis tanaman pinang yang

paling banyak dipelihara diantaranya adalah

(1) (2) (3)

(4) (5)
Gambar 2.3 Jenis – Jenis Pinang
Dari sisi atas kanan kekiri (1)Pinang merah, (2)Pinang Hutan dan (3)Pinang Irian ,
dari sisi bawah kanan kekiri (4)pinang Biru ,(5)Pinang Kelapa
Sumber: https://steemit.com/indonesia/@hanifa/keindahan-palem-atau-pinang-merah-yang-menawan-
52e87b3cabdf4

Manfaat buah pinang dapat menguatkan gusi karena buah pinang ini

banyak mengandung Tanin yang mempunyai khasiat dapat menguatkan gusi

sehingga gigi tidak mudah goyang / tanggal sehingga kerusakan jaringan

periodontal akibat dari menyirih dapat dihindarkan. Selain itu juga biji dan kulit

pinang dapat menguatkan gigi yang sudah rapuh jika digunakan bersama

dengan daun sirih. Khasiat dalam buah pinang muda dapat mencegah karies dan

bersifat antibakteri yang dapat menghilangkan bakteri berbahaya didalam mulut

dimana diketahui bahwa bakteri berasal dari plak yang menumpuk dan tidak

dibersihkan akan berlanjut menjadi kalkulus dan jika dibiarkan dapat membuat

gigi menjadi goyang ( Sendari,2020 ).

13
Orang dengan kebiasaan mengunyah buah pinang dapat mengurangi

terbentuknya plak pada gigi dan dapat mencegah mulut kering karena

penggunaan buah pinang ini dapat menghasilkan air liur dalam jumlah yang

banyak, sehingga bau mulut dan gigi berlubang dapat dicegah (Sendari,2020 ).

Efek samping dalam penggunaan buah pinang adalah jika dilihat dari segi

kedokteran gigi pengguna pinang aktif dapat merusak jaringan periodontal.

Penyebab terjadinya penyakit periodontal ini karena adanya karang gigi atau

kalkulus yang bercampur dengan air liur/ saliva pada pengguna pinang (Murti

dan Toetik Koesbardiati, 2019)

Mengunyah pinang dapat merusak jaringan keras termasuk gigi, jaringan

pendukung, sendi temporomandibular dan jaringan lunak sekitar gigi dan jika

kebiasaan dalam mengkomsumsi buah pinang dalam jangka waktu lama dapat

menyebabkan abrasi kerusakan gigi, atrisi, gigi akan berubah warna, dan dapat

terjadi penyakit periodontal diantaranya gusi menjadi iritasi dan longgarnya

jaringan penyangga gigi. Peneliti mengatakan bahwa kebiasaan dengan

mengunyah pinang resiko karies dapat dihindari tetapi jika penggunaan

dilakukan dalam kurung waktu yang lama, calculus yang dihasilkan oleh

kunyahan pinang dapat menyebabkan terjadinya penyakit periodontitis . Dan

peneliti lain mengatakan bahwa tanggalnya gigi akibat dari penyakit periodontal

lebih dominan pada pengunyah pinang aktif dibandingkan dengan pengunyah

pinang passif (Murti dan Toetik Koesbardiati, 2019)

Beberapa penelitian mengatakan bahwa dalam mengkomsumsi buah

pinang dapat memberikan efek yang buruk terhadap jaringan kesehatan gigi dan

14
mulut. WHO menghimbau kepada masyarakat bahwa pengunyah pinang dapat

menyebabkan kanker mulut jika dilakukan dalam kurung waktu yang lama.

Apalagi jika dikomsumsi dengan penggunaan tembakau efeknya akan semakin

besar. Public Health Law Center juga mengatakan hal yang sama bahwa

pengunyah pinang dapat menyebabkan berbagai jenis kanker baik dengan atau

tanpa tembakau misalnya kanker pada mulut, bibir, pharinx, lidah, esophagus,

perut, kanker paru, prostat, bahkan kanker cervix (Murti dan Toetik

Koesbardiati, 2019).

3. Gambir (Uncaria Gambir)

(1) (2)
Gambar 2.4 Gambir
Dari kanan gambar (1)gambir muda dan kiri gambar (2) gambir setelah diolah
Sumber :https://www.boleh.id/bolehtau/gambir-apa-itu-manfaatnya-apa/

Gambir berasal dari ekstrak remasan ranting dan daun yang merupakan

sejenis getah yang dikeringkan biasa disebut juga dengan Uncaria Gambir.

Gambir adalah sejenis tanaman tropis tumbuh secara menjalar dengan

percabangan memanjang. Ciri- cirinya daunnya berbentuk lonjong, memanjang,

bagian ujungnya meruncing, permukaannya licin ( tidak berbulu ), tangkai

daunnya pendek dan tingginya kurang lebih 1-3 cm. Bunganya berbentuk

tersusun secara majemuk serta berwarna hijau atau merah muda pada bagian

mahkotanya , bentuknya seperti corong (seperti bunga kopi), jumlah benang sari

15
ada lima, dan bentuk buahnya seperti kapsula dengan dua ruang

( Saphira,2019 ).

Buah gambir ini banyak mengandung getah yang mempunyai banyak

manfaat bagi kesehatan, Adapun kandungan -kandungan baiknya antara lain :

(Saphira,2019 )

a. Asam Katechu Tannat (Tanin) 20-50%

b. Policatechol 20-30%

c. Katechin 7-33%

d. Katechu merah 3-5%

e. Kuersetin 2-4%

f. Florisin 1-3 %

g. Fixed oil 1-2 %

h. Wax (Lilin) 1-2 %

Dari beberapa jenis kandungan baik diatas, kandungan Asam Katechu

Tannat (Tanin) dan katechin lah yang manfaatnya paling banyak dari tanaman

ini. Dan yang paling sering digunakan adalah katechin karena sangat besar

manfaatnya bagi kesehatan (Saphira,2019 ).

Adapun zat yang terkandung dalam buah gambir terhadap kesehatan

jaringan periodontal adalah karena ekstrak gambir banyak mengandung katekin

sebagai kandungan utama dimana senyawa didalam menyirih adalah suatu

usaha dalam mengeksplorasi manfaat gambir, karena kandungan katekin dalam

buah gambir mempunyai daya hambat terhadap bakteri steptococus mutans,

jenis bakteri ini merupakan flora normal didalam mulut dan dapat berubah

16
menjadi patogen apabila kebersihan didalam mulut diabaikan. Menurut beberapa

penelitian mengatakan bahwa sifat katekin dalam ektrak gambir sebagai

antimikroba dan menghambat sintesis sehingga dapat mengurangi pembentukan

plak gigi. Kandungan Katekin juga dapat digunakan sebagai antimikroba,

antispamodik, bronkodilar dan vasodilator serta dapat digunakan pada penderita

gingivitis (Nurhayati, 2019).

Buah gambir dapat menghilangkan bau mulut atau halitosis yang

bersumber dari bakteri dan plak, sedangkan bakteri itu asalnya dari plak serta

poket yang dalam, dan bakteri juga berasal dari lidah yang dapat menyebabkan

timbulnya halitosis karena enzim – enzim akan dikeluarkan . Kandungan

terbanyak dalam buah gambir adalah fenol dan katekin, dimana kandungan

katekin ini bermanfaat dapat membunuh kuman atau menghambat pertumbuhan

bakteri karena adanya proses denaturasi protein dari bakteri (Aditya dkk, 2015)

Manfaat gambir terhadap kesehatan jaringan periodontal dapat

menghambat pertumbuhan plak yang melekat pada permukaan gigi, karena

adanya bakteri streptococus mutans yang merupakan penyebab terjadinya plak

pada gigi, didalam gambir juga terdapat kandungan tanin yang mempunyai sifat

antibakteri sehingga plak-plak akan dilawan yang akan beresiko sakit pada gigi ,

gambir dapat bermanfaat sebagai obat sakit gigi karena daun gambir bersifat

antibakteri yang tinggi yang dapat menghilangkan rasa sakit pada gigi , selain itu

ekstrak tanaman gambir juga dapat digunakan sebagai bahan -bahan obat kumur

atau mountwash terutama pada menderita sakit pada tenggorokan karena

mempunyai sifat antibakterinya dan antioksidan yang tinggi sehingga dapat

17
menangkal bakteri penyebab radang serta mampu mempercepat kesembuhan

pada sakit tenggorokan (Saphira, 2019 ).

Pemanfaatan tanaman gambir dapat digunakan sebagai obat tradisional,

tapi untuk efek samping dan penyebabnya belum diketahui lebih jelas apakah

berbahaya bagi tubuh, selama penggunaan tidak berlebihan penggunaan ekstrak

gambir tidak mengancam jiwa (Saphira, 2019 ).

4. Kapur

Kapur mempunyai ciri-ciri sebagai berikut diantaranya adalah warnanya

putih seperti salep yang diperoleh dari berbagai sumber seperti dari kerang laut,

batu kapur, batu karang dan kerang air tawar yang berasal dari laut. Di Indonesia

kerang di hancurkan dengan menggunakan tangan ,cangkang yang keras dibakar

dan hasil dari debu cangkang diolah menjadi bubuk ( kalsium dioksida) setelah

itu dicampurkan dengan air kadang dicampur sedikit minyak kelapa sehingga

konsistensinya seperti pasta dan mempermudah sebagai pengolesan pada daun

sirih (Pertanianku,2015).

Kapur yang telah dicampur dengan sirih dapat mengubah zat arecoline

menjadi zat arecaidine yang akan membentuk suatu sistem saraf pusat, dan jika

penggunaan digabungkan dengan minyak lada esensial (campuran fenol dan zat

terpenlike) maka akan menimbulkan rasa nyaman bagi para penggunanya atau

akan bersifat euphoria ketika diserap dari mukosa bukal. Penggunaan pasta

kapur ketika kontak langsung dengan mukosa dapat mempercepat pergantian sel.

Didalam suatu daerah tertentu penggunaan kapur dapat ditambahkan dan

dicampur langsung ke pinang, kemudian disatukan dalam bungkusan daun sirih,

18
hasil dari gabungan tersebut diletakkan di dalam mulut ( pada pipi kanan atau

kiri) sehingga akan merasakan sensasi rasa panas dan terbakar

(Pertanianku,2015).

Jenis –jenis kapur diantaranya kapur tohor / kapur sirih , pembuatan kapur

ini dapat dilakukan melalui proses pemanasan/ pembakaran, kapur ini biasa

dikenal dengan kapur sirih karena dikomsumsi oleh pengguna sirih, jenis

bahannya dari batuan kapur gunung dan kulit kerang, kapur ini sering dijuluki

kalsium hidroksida. Kalsium hidroksida merupakan bubuk berwarna putih yang

tidak berbau. Dalam dunia industri, penggunaan kalsium hidroksida sangat

beragam, mulai dari campuran dalam pengolahan limbah, produksi kertas,

hingga konstruksi. Sedangkan dalam kedokteran gigi, kapur sirih sering

digunakan sebagai bahan campuran dalam isian akar gigi (Pertanianku,2015).

Gambar 2. 5 Kapur sirih

Sumber: https://www.boleh.id/bolehtau/gambir-apa-itu-manfaatnya-apa/

Kapur mengandung kalsium (Ca) bisa dalam bentuk CaO atau CaCO3.

Kapur sirih juga mengandung bahan lain yang bisa dimanfaatkan sebagai

penyerap atau adsorben seperti karbon aktif kalau dalam air bisa menjadi Ca

(OH)2 atau kalsium hidroksida (Syafrina, 2019 ).

19
Kapur sirih ini terbuat dari cangkang kerang kepah yang dibakar selama

10-11 jam dengan potongan kayu, setelah itu cangkangnya dihancurkan dengan

air kemudian dihaluskan menjadi bubuk putih, sehingga kapur ini mengandung

senyawa kalsium hidroksida Ca (OH) ( Noviati, 2020 ).

Manfaat yang terdapat dalam kalsium hidroksida adalah dapat digunakan

dalam perawatan gigi. Dalam kedokteran gigi, penggunaan kalsium hidroksida

dapat digunakan sebagai root canal atau perawatan saluran akar gigi dan dapat

memperbaiki pulpa gigi yang rusak, kasium hidroksida ini mempunyai sifat

sebagai antibakteri dan mineralisasi ( Noviati, 2020 ).

Jenis kapur yang ke 2 adalah kapur karbonat dimana kapur ini berasal

dari bebatuan kapur dengan cara digiling bukan melalui proses pembakaran, cara

pengolahannya yaitu bahan bakunya dimasukkan dalam mesin pemecah batu

kemudian digiling halus, kesulitannya hanya pada proses penggilingannya

karena bongkahannya harus digiling halus hingga butirannya mirip seperti

tepung ( Noviati, 2020 )..

Gambar 2.6 Kapur Karbonat

Sumber htthttps://sainskimia.com/kalsium-karbonat-sifat-dan-kegunaannya/

Kapur ini sekitar 95% mempunyai kandungan mineral kalsium, dimana

kalsium karbonat ini pada saat proses pemanasan (kalsinasi) dapat berubah

20
menjadi kalsium oksida dimana kalsium ini mudah untuk dimurnikan untuk

mendapatkan kalsiumnya (Sujiono dkk , 2015)

Manfaat yang terdapat dalam calcium carbonate sangat baik untuk pH tanah

dimana tingkat keasaman menjadi netral, kondisi ini dapat menumbuhkan

aktivitas organisme dengan cara melepaskan bahan-bahan organik dari tanah,

sehingga struktur tanah dapat diperbaiki (Pertanianku, 2015).

Jenis kapur lainnya adalah kapur tembok , dimana kapur ini merupakan

hasil pembakaran pada kapur tohor /sirih tapi dengan cara menambahkan air

batuan kapur. Kapur ini dapat dipergunakan untuk mengapur tembok biasa

dikenal dengan kapur hidroksida Ca(OH)2 (Pertanianku, 2015).

Gambar 2.7 Kapur Tembok


Sumber https://belajartani.com/3-jenis-kapur-pertanian-untuk-memperbaiki-tanah-asam/

Kandungan yang terdapat dalam kapur tembok, secara ilmiah kapur

tembok biasa dikenal dengan calsium oksida (CaO), dimana kapur ini

merupakan hasil pembakaran dari kapur tohor yang kemudian ditambahkan

dengan air sehingga disebut dengan calsium hidroksida, kapur tembok ini

digunakan untuk meningkatkan PH tanah menjadi netral sehingga dapat

menetralkan unsur senyawa beracun secara organik maupun anorganik

(Pertanianku, 2015).

21
Adapun zat yang terkandung dalam kapur terhadap jaringan periodontal

karen adanya zat kitin dalam penggunaannya yang berbentuk serbuk kapur

sehingga merusak jaringan periodonsium, ini terjadi karena penggunaan serbuk

kapur dapat membentuk kalkulus sehingga peradangan pada jaringan periodontal

serta kegoyangan gigi dapat terjadi (Nguru dkk, 2019 ).

Efek samping kapur terhadap kesehatan jaringan periodontal yakni peneliti

mengatakan bahwa penggunaan kapur dapat menyebabkan kerusakan jaringan

periodontal sebab kapur mempunyai sifat panas yang dapat merusak jaringan

gingiva apabila sering dikunyah. Dampaknya gusi tidak dapat menyangga gigi

yang menyebabkan gigi menjadi goyang sehingga dalam mengunyah makanan

atau berbicara akan merasa terganggu (Tandiarrang,2015). Ketua Asosiasi

Rumah Sakit Gigi dan Mulut Pendidikan (RSGM) mengatakan bahwa gigi dapat

terlindungi dan kuat karena adanya daun sirih yang bersifat antibakteri. Tapi

gingiva sebagai penyangga giginya dapat menjadi rusak dengan zat kapur . Jadi

tidak ada gunanya giginya kuat tapi pada akhirnya gigi akan akan mudah

goyang/ tanggal dengan sendirinya (Erika, 2015)

Adapun bahaya dalam penggunaaan kapur sirih diantaranya adalah :

a) Akan terjadi keracunan

Apabila kita tidak sengaja menelan kapur sirih atau sensitif terhadap kapur

sirih, maka akan terjadi sakit pada tenggorokan, mulut terasa terbakar, terasa

mual bahkan muntah, buang air besar berdarah. Keracunan akibat dari

kalsium hidroksida ini dapat mengakibatkan pH dalam darah akan menjadi

basa sehingga kerusakan pada organ lain dapat dipicu (Lestari, 2019)

22
b) Kerusakan kulit dan mata

Efek lain pada penggunaan kalsium hidroksida adalah dapat merusak kulit

dan mata dimana kulit dapat menyebabkan iritasi yang tidak nyaman dan

nekrosis apabila penderita memiliki kulit yang sensitif dan apabila mata

terkena kalsium hidroksida maka dapat menyebabkan sakit nyeri yang parah

bahkan penglihatan dapat buta baik yang bersifat sementara maupun

permanen . Kapur sirih ini jika penggunaannya tidak tepat akan terasa panas

dan terbakar bahkan akan terjadi luka bakar pada kulit serta rambut dan

kulit kepala juga akan rusak (Lestari, 2019)

c) Masalah pernapasan

Akan terjadi komplikasi yang cukup berbahaya apabila kita tidak sengaja

menghirup kalsium hidroksida dari kapur sirih baik dari hidung maupun dari

mulut. Efeknya akan terasa nyeri pada hidung dan tenggorokan bahkan

pembengkakan dapat terjadi (Lestari, 2019)

d) Botulisme

Efek samping lain dari penggunaan kalsium hidroksida dapat

menyebabkan Batulisme / kelumpuhan, walaupun kalsium hidroksida

penggunaannya hanya terhitung sedikit, tapi harus lebih diwaspadai efek

sampingnya (Lestari, 2019).

C. JARINGAN PERIODONTAL

Didalam rongga mulut terdapat suatu jaringan yang biasa disebut

periodonsium,yang tersusun atas gingiva, tulang alveolar, ligamen periodontal,

dan sementum yang merupakan jaringan penyanggah bagi gigi geligi. Penyakit

23
periodontium ini pada umumnya merupakan penyakit berkembang lambat namun

secara pasti dapat menyebabkan tanggalnya gigi geligi penderita tanpa

menimbulkan rasa sakit. Adanya proses degenerasi (Kemunduran) dan Atrophie

(penyusutan) dari jaringan ini akan selalu terjadi sesuai dengan bertambahnya

umur seseorang (Sariningsih, 2014 ).

Gejala awal penyakit periodontium ditandai dengan gejala diantaranya

gusi mudah berdarah saat menyikat gigi, kadang- kadang gusi terasa gatal, mulut

terasa berbau tidak sedap, dan kadang - kadang pada gigi tertentu terasa sakit pada

waktu mengunyah (Sariningsih, 2014 ).

Bila keadaan ini tidak ditanggulangi sedini mungkin, maka poket

periodontal akan bertambah dalam, sehingga sulit untuk membersihkan sisa – sisa

makanan yang masuk kedalam poket ini (Sariningsih, 2014 )

Gambar 2.8 penyakit periodontium


Sumber:https://docplayer.info/158703070-Bab-ii-tinjauan-pustaka-periodontitis-merupakan-penyakit-
periodontal-berupa-inflamasi-kronis-pada.html

Jaringan Periodontal merupakan jaringan penyangga gigi yang

mengelilingi gigi dan melekat erat pada tulang rahang (Alveolar) (Sariningsih,

2014 ).

24
Gambar 2.9 Komponen Jaringan Periodontal
Sumber : https://www.intechopen.com/books/gingival-disease-a-professional-approach-for-treatment-and-
prevention/introductory-chapter-the-importance-of-gingival-treatment-and-prevention
Jaringan Periodontal mempunyai 4 komponen diantaranya :

a. Gingiva

Gingiva adalah bagian dari jaringan periodontal yang paling luar dan

merupakan bagian dari membran mukosa yang mengelilingi gigi dan

menutupi ridge (lingir) pada tulang alveolar, jika jaringan periodontal

terkena penyakit maka gingiva sering dipakai sebagai indikator karena

penyakit periodontal biasanya diawali dari gingiva, bahkan kita dapat

menggambarkan keadaan tulang alveolar yang berada dibawahnya (Nguru,

2019)

Gambar 2.10 Gingiva


Sumber : https://www.dentalcare.com/en-us/professional-education/ce-courses/ce592/clinical-anatomy-of-
the-healthy-gingival-unit

b. Tulang Alveolar

Adalah bagian dari tulang rahang yang menyangga/menopang gigi geligi

sehingga membentuk prosessus alveolaris dan Alveolar propium

merupakan bagian dari tulang alveolar yang membentuk dinding soket

25
gigi. Tulang alveolar merupakan bagian dari maksila dan mandibula yang

dapat membentuk dan mendukung soket gigi. (Tandiarrang, 2015 ).

Gambar 2.11 Tulang Alveolar


Sumber : https://balidentistry.wordpress.com/tag/tulang-alveolar/

c. Ligamen periodontal

adalah Jaringan ikat yang menghubungkan dua buah tulang yaitu akar gigi

dan tulang alveolar dan merupakan struktur jaringan penyanggah gigi yang

mengelilingi akar gigi dan melekatnya ke alveolar. Ligamen periodontal

melanjutkan diri dengan jaringan ikat gingiva dan berhubungan dengan

ruang sumsum melalui kanalis vaskuler yang ada pada alveolar propium

(Tandiarrang, 2015 ).

Gambar 2.12 Ligament Periodontal


Sumber : https://biodentalcostarica.com/holistic-dental-services/removal-periodontal-ligament/

26
d. Cementum

Adalah suatu lapisan tipis pada permukaan gigi dari jaringan ikat yang

menutupi dentin di area akar gigi (Ritonga dkk, 2017 ).

Gambar 2.13 Cementum


Sumber : http://www.paulweberdds.com/learning-center/the-hard-tissues-of-the-tooth/the-
cementum/

D. PENYEBAB TERJADINYA PENYAKIT PERIODONTAL

Penyakit periodontal ini dibagi menjadi 2 faktor diantaranya adalah

1. Faktor Lokal / Ekstrinsik adalah faktor yang berada pada lingkungan sekitar

gigi diantaranya :

a. Plak bakteri

Jika seseorang tidak memperhatikan kebersihan gigi dan mulutnya maka

akan menjadi tempat tumbuhnya mikroba yang melekat pada permukaan

gigi. Karena bakteri yang terkandung di dalam plak yang berada didaerah

sulkus gingiva akan mudah merusak jaringan, karena sebagian besar

27
penyakit periodontal ada hubungannya dengan plak bakteri, dan telah

terbukti bersifat toksik (Lebukan, 2013).

b. Kalkulus

Plak yang dibiarkan terlalu lama dan tidak dibersihkan maka dapat

terbentuk karang gigi /kalkulus sehingga gigi akan terasa kasar dan tebal.

Kalkulus terjadi karena adanya proses pengendapan dari makanan yang

tertinggal yang telah tercampur dengan air ludah sehingga proses

pengapuran dapat terjadi dan lama - kelamaan dapat menjadi keras dan

jika dibiarkan iritasi dan radang pada gusi dapat terjadi, jaringan

penyangga akan menjadi rusak sehingga gigi akan mudah goyang dan

lepas dengan sendirinya ( Imani, 2019 )

c. Impaksi makanan

Impaksi makanan terjadi pada gigi yamg berjejal dan miring, ini

merupakan gejala awal yang dapat menyebabkan terjadinya penyakit

periodontal karena tempat ini merupakan tempat menumpuknya sisa

makanan dan juga tempat terbentuknya plak, dibandingkan dengan gigi

dengan oklusi yang baik (Imani, 2019 )

d. Pernafasan mulut

Pernafasan melalui mulut kadang terjadi pada anak dengan kebiasaan

membuka mulutnya telalu lama misalnya pada anak penderita bibir

sumbing atau gigi depan protusi (sulit untuk menutup bibirnya). Ini

terjadi karena adanya kekentalan pada saliva sehingga aliran salivanya

28
berkurang dan jumlah bakteri yang masuk bertambah banyak dengan

demikian palatum bahkan lidah akan menjadi kering dan pada akhirnya

panyakit periodontal dapat terjadi ( Imani, 2019 ).

e. Sifat fisik makanan

Makanan yang kita makan sehari - hari sangat penting untuk diketahui

sifat - sifatnya, seperti halnya makanan lunak dan makanan keras.

Makanan lunak misalnya bubur atau makanan lembek lainnya

membutuhkan sedikit pengunyahan sehingga sisa- sisa makanan akan

mudah melakat pada permukaan gigi dan merupakan tempat

bersarangnya bakteri sehingga mudah terbentuknya karang gigi ( Imani,

2019 )

Sebaliknya jika makanan yang kita komsumsi bersifat kaku dan

keras dapat merupakan menjadi massa yang melengket bila sudah

bercampur dengan ludah. Karena makanan akan dikulum sampai

lunak/lembek dengan ludah dan tidak dikunyah didalam mulut.

Penumpukan seperti ini akan mudah terjadi penyakit. Makanan yang

paling baik yang kita makan yaitu makanan berserat dan mempunyai

tekstur self cleansing misalnya sayuran mentah yang segar, buah –

buahan yang banyak mengandung air dan ikan yang teksturnya tidak

lengket pada permukaan gigi karena makanan yang kita komsumsi

29
dengan baik sangat efektif dapat membersihkan gigi dan mulut ( Imani,

2019 ).

2. Faktor Sistemik /Instrinsik adalah faktor yang dapat dihubungkan dengan

metabolisme dan kesehatan umum meliputi

a. Penyakit periodontal juga dapat terjadi pada anak yang menderita demam

yang tinggi (misal disebabkan karena pilek dan batuk yang lama dan

parah), karena anak yang sakit sukar untuk membersihakan mulutnya

secara optimal dan biasanya makanan yang diberikan pun berbentuk cair

sehingga debris/sisa-sisa makanan berkumpul didalam mulut sehingga

mudah menyebabkan terbentuknya plak dan terjadilah penyakit

periodontal ( Imani, 2019 )

b. Dari beberapa banyak vitamin, vitamin C sangat berpengaruh pada

jaringan periodontal, karena berfungsi dalam pembentukan serat jaringan

ikat. Di dalam kandungannya vitamin C sendiri sebenarnya tidak

menyebabkan penyakit periodontal, tetapi defisiensi vutamin C dapat

memperlemah jaringan dan dapat terjadi iritasi lokal sehingga peradangan

dapat terjadi ( Imani, 2019

c. Drugs atau obat-obatan

Pada penderita yang sering mengkomsumsi obat - obatan tertentu misalnya

pada anak-anak penderita epilepsi yang mengkomsumsi obat anti kejang,

yaitu phenytoin (dilantin), obat-obatan ini dapat menyebabkan hiperplasia,

karena obat dilantin bukan penyebab langsung penyakit jaringan

periodontal, tetapi hiperplasia gingiva memudahkan terjadinya penyakit.

30
Penyebab utama adalah plak bakteri ( Imani, 2019 ).

d. Penyakit periodontal dipengaruhi oleh hormon steroid. Yakni hormon

estrogen dan progesteron ,peningkatan hormon ini selama masa remaja

dapat memperhebat peradangan pada margin gingiva terutama bila ada

faktor lokal penyebab penyakit periodontal ( Imani, 2019 ).

E. DAMPAK MENYIRIH TERHADAP JARINGAN PERIODONTAL

Gambar 2.14 Dampak negatif menyirih


Sumber : https://www.google.com/search?
q=gambar+dampak+negatif+menyirih&safe=strict&client=firefox-b-
d&source=lnms&tbm=isch&sa=X&ved=2ahUKEwiSu9aIxPvsAhWfgUsFHd0SDDUQ_AUoAXoECAgQA
w&biw=1339&bih=663#imgrc=wdPfM5S-qJ0jwM

Kebiasaan menyirih dapat merugikan jaringan periodontal, beberapa

pendapat mengatakan bahwa gigi menjadi coklat karena menyirih, ini terjadi

karena adanya penimbunan kapur pada gigi ,sehingga leher gigi terpisah dari gusi

dan gigi akan goyang /tanggal. Kebiasaan menyirih menyebabkan kerusakan

jaringan periodontal. Dibeberapa negara diAsia antara Lain India dan Celon

mengatakan bahwa pinang mempunyai peranan yang penting dalam kerusakan

jaringan periodontium. Di India (Bombai) dari 1023 kasus diperoleh bahwa

kerusakan jaringan periodontium pada penyirih lebih tinggi daripada bukan

31
penyirih maka dapat dsimpulkan bahwa menyirih dapat mematikan jaringan

periodontium (Samura , 2009 ).

Kebiasaan mengunyah sirih mempunyai efek buruk yang sangat

merugikan karena adanya kapur didalam ramuan sirih yang menyebabkan suasana

basa di dalam mulut sehingga dapat terjadi penumpukan kalkulus. Silikat yang

terdapat di dalam daun tembakau dan pengunyahan yang lama berangsur-angsur

akan mengikis elemen gigi sampai gingiva (Nguru, 2019), kapur juga mempunyai

sifat panas yang dapat merusak jaringan gusi bila sering dikunyah. Akibatnya,

gusi tidak mampu menopang gigi sehingga menyebabkan gigi menjadi goyang

bahkan tanggal, dalam menggigit dan mengunyah makanan atau berbicara pun

akan terganggu (Tandiarrang,2015).

Menyirih memiliki efek positif dan negatif terhadap gigi, gingiva dan

mukosa mulut. Efek positifnya adalah menghambat proses pembentukan karies

gigi, sedangkan efek negatifnya adalah menyebabkan timbulnya stein, selain itu

dapat menyebabkan penyakit periodontal dan mokosa mulut dapat menyebabkan

timbulnya lesi-lesi pada mukosa mulut, oral hygene yang buruk dan dapat

menyebabkan atropi pada mukosa lidah ( Nguru, 2019)

Menurut dari situs resmi Badan Kesehatan Dunia (WHO), kebiasaan

menyirih beresiko menyebabkan kanker, terutama pada bagian mulut, kesimpulan

ini didapat menurut penelitian yang dilakukan International Agency for research

on cancer di Asia Selatan dan asia tenggara. Dalam campuran daun sirih ,biji

pinang, kapur dan gambir terdapat kandungan zat Arecolina yang bersifat

karsinogenik (zat yang dapat menyebabkan pertumbuhan sel kanker), jika

32
dikomsumsi dalam jangka waktu yang panjang dapat menyebabkan terjadinya

kanker mulut, kanker esofagus (Kerongkongan) , kanker laring dan kanker pipi

(Ardyanto, 2020 )

Adapun pengaruh menyirih terhadap gigi dan mulutnya pada pengguna

sirih yang sudah lama dapat meninggalkan noda pada giginya, giginya akan

berwarna kecoklatan karena menyirih akan menghasilkan sisa atau residu berupa

ludah berwarna coklat kemerahan dari ampas pada bahan menyirihnya. Alasan

yang dapat menunjukkan bahwa mengapa menyirih itu dapat membahayakan

jaringan periodontal ini dapat dijelaskan bahwa didalam bahan daun sirih, pinang,

gambir dan kapur yang dipakai dapat memberikan efek karsinogenik (zat yang

dapat menyebabkan pertumbuhan sel kanker) pada saat menyirih dan akan

bercampur dengan garam kalsium, Namun perlu diketahui bahwa deposit pada

kalsium ini dapat memberikan faktor yang dapat memicu terjadinya hipersalivari.

Meningkatnya deposit kalsium ini dapat terjadi kerusakan jaringan gingival dan

jaringan periodontal akibat dari kebiasaan menyirih ( Ismawati,dkk 2019 ).

Kebiasaan menyirih ini dilakukan dalam waktu dan frekuensi yang lama

dapat menyebabkan kerusakan pada jaringan periodontal. Menurut beberapa

penelitian mengatakan bahwa tidak ada pengaruh kebiasaan menyirih atau nilai

menyirih terhadap kesehatan jaringan periodontal tapi ada pengaruh pada

komposisi, frekuensi serta lama menyirih yang dapat mempengaruhi kesehatan

jaringan periodontal, variabel yang paling dominan terhadap kesehatan jaringan

periodontal adalah lamanya menyirih kurang lebih 5 tahun akan beresiko 2,9 kali

33
lebih besar responden mengalami kesehatan jaringan periodontal dibandingkan

dengan menyirih kurang dari 5 tahun (Nasution, 2019)

Adapun kebiasaan buruk terkait dengan menjaga kebersihan dan kesehatan

gigi menurut Riva Ismawati,dkk diantaranya adalah 4:

a. Kurang memperhatikan kebersihan gigi dan mulut

Dari penelitian yang telah dilakukan diketahui bahwa responden tidak

membersihkan mulut setelah menginang, sayangnya para penyirih kebiasaan

menggosok gigi telah tergantikan dengan kebiasaan menyirih. Responden

hanya berkumur sebelum makan dan menggosok gigi pada saat mandi, adapun

para penyirih mengakhiri kegiatannya dengan menyusur atau menggosok-

gosokkan gumpalan tembakau pada gigi. Menyusur mempunyai fungsi untuk

meratakan hasil menyirih dan membersihkan gigi, kesehatan gigi itu akan tetap

terjaga jika kebersihan gigi selalu diperhatikan dengan menggosok gigi

(Ismawati dkk, 2019).

b. Membuang residu menyirih sembarang tempat

Dalam menyirih akan menghasilkan sisa atau residu berupa ludah berwarna

coklat kemerahan dari ampas dari bahan menyirih, menurut hasil penelitian

menunjukkan bahwa para penyunyah sirih memiliki kebiasaan membuang

ludah dan menempatkan ampas di sembarangan tempat, sehingga orang merasa

risih /jijik jika kebiasaan meludah sirih sembarangan tempat, selain itu

kebiasaan ini merupakan kebiasaan yang tidak baik karena dapat meningkatkan

resiko terhadap penyakit menular melalui air liur dan menjadi sarana penularan

berbagai macam penyakit. Sebenarnya, ludah tersebut dapat ditampung dalam

34
wadah yang disebut tempolong, setelah tempolong penuh baru kemudian sisa

residu dibuang ( Tandiarrang, 2015 )

F. KERANGKA PIKIR

MENYIRIH

KOMPOSISI LAMA FREKUENSI CARA


MENYIRIH MENYIRIH MENYIRIH MENYUSUR

DAMPAK MENYIRIH
TERHADAP KESEHATAN
JARINGAN PERIODONTAL

G. RINGKASAN KERANGKA PIKIR

a. Budaya Menyirih

Menyirih merupakan kebiasaan yang dilakukan oleh berbagai suku di

Indonesia, kebiasaan menyirih ini merupakan tradisi yang dilakukan secara

35
turun temurun pada sebagian besar penduduk pedesaan yang pada mulanya

berkaitan erat dengan adat kebiasaan masyarakat setempat. Adat kebiasaan

ini di lakukan pada saat acara yang sifatnya ritual. Penyirih mempercayai

bahwa menyirih dapat memperkuat gigi, menyembuhkan luka kecil dimulut,

mengobati gigi yang sakit dan dapat menghilangkan bau mulut.

b. Komposisi menyirih

Sesuai dengan kandungan utamanya, campuran dalam menyirih

merupakan kombinasi dari campuran daun sirih (piper betle ), buah pinang

(areca catechu), Kapur (kalsium hidroksid) dan Gambir (uncaria

gambir) .Dari salah satu komposisi diatas bahan kapurlah yang dapat

merusak jaringan periodontal karena didalam kapur ada zat yang terkandung

diantaranya zat kitin, dimana zat kitin ini dalam penggunaannya berbentuk

serbuk kapur sehingga dapat merusak jaringan periodonsium, dimana ini

terjadi dengan cara pembentukan kalkulus yang dapat menyebabkan

peradangan pada jaringan periodontal serta kegoyangan gigi.

c. Frekuensi dan lama menyirih

Dalam menyirih ini jika dilakukan dalam waktu dan frekuensi yang

lama dapat menyebabkan kerusakan pada jaringan periodontal, variabel

yang paling dominan terhadap kesehatan jaringan periodontal adalah

lamanya mengunyah sirih kurang lebih 5 tahun akan beresiko 2,9 kali lebih

besar responden mengalami kesehatan jaringan periodontal dibandingkan

dengan menyirih kurang dari 5 tahun.

d. Cara menyusur

36
Menyirih merupakan suatu proses mencampur dari bahan-bahan yang

terpilih serta dibungkus didalam daun sirih kemudian dimasukkan kedalam

mulut dan dikunyah. Proses mengunyah sirih ini di akhiri dengan

menggosokkan segumpalan tembakau pada gigi untuk meratakan hasil

menguyah sirih dengan cara diselipkan didalam pipi sebelah kanan dan kiri

untuk dihisap - hisap. Kebiasaan menggosok inilah yang dipercaya sebagai

pengganti gosok gigi karena fungsi menyusur sebagai pembersih gigi dan

mengunyah sirih dapat dipercaya dapat memperkuat kekuatan gigi

e. Dampak menyirih terhadap Kesehatan jaringan Periodontal

Efek menyirih dapat menyebabkan kerusakan jaringan periodontal,

termasuk peningkatan kejadian resesi gingiva, gusi berdarah, lesi oral, bau

mulut, kesulitan menelan makanan padat, kesulitan membuka mulut dan

sensasi mulut terbakar pada jaringan lunak. Kebiasaan menyirih ini dapat

menimbulkan masalah periodontal, gigi akan menjadi coklat, terjadinya

penimbunan kapur pada gigi, leher gigi akan terpisah dari gusi dan gigi

sehingga gigi dapat tanggal akibat menyirih. Penyakit periodontal terjadi

karena adanya karang gigi yang terdapat pada bagian subgingiva. Karang

gigi ini akan terbentuk karena stagnasi saliva dan adanya kapur Ca (OH)2

didalam saliva. Produk kitin yang digunakan saat menyirih berbentuk

serbuk kapur dapat merusak jaringan periodontal secara mekanis dengan

pembentukan kalkulus yang akan mengakibatkan peradangan jaringan

periodontal dan kegoyangan pada gigi.

37
BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan adalah study literatur. Dimana studi

literatur ini merupakan salah satu tehnik untuk mencari referensi teori

yang relevan dengan kasus terhadap permasalahan yang ditemukan.

B. Metode Pengumpulan Data

Data yang diangkat pada penelitian ini berasal dari text book, jurnal,

artikel ilmiah dan juga literatur yang berhubungan dengan penelitian yang

di lakukan.

38
BAB IV

PEMBAHASAN

Ditinjau dari sisi kedokteran gigi, kebiasaan menyirih dapat

mengakibatkan penyakit periodontal. Penyebab terbentuknya penyakit periodontal

karena adanya kalkulus atau karang gigi akibat stagnasi saliva pada penyirih

karena adanya kapur Ca(OH)2. Gabungan kapur dengan pinang mengakibatkan

timbulnya respon primer terhadap pembentukan senyawa oksigen reaktif dan

dapat mengakibatkan kerusakan oksidatif pada DNA di aspek bukal mukosa

penyirih. Efek negatif dari menyirih adalah dapat mengakibatkan penyakit

periodontal dengan adanya lesi-lesi pada mukosa mulut seperti submucous

fibrosis,oral premalignant lesion dan bahkan dapat mengakibatkan kanker mulut

(Kasim dkk.,2006 cit Tarigan dkk ,2016).

Berdasarkan hasil penelitian yang di lakukan oleh Murni Aritonang ,dkk

(2016) dengan judul pengaruh budaya makan sirih terhadap status kesehatan

Periodontal pada masyarakat Suku Karo didesa Tiga Juhar Kabupaten Deli

39
Serdang menunjukkan bahwa tidak ada pengaruh tradisi makan sirih terhadap

status kesehatan periodontal (p=0,424), tapi ada pengaruh pada komposisi sirih

(P=0,022) dalam hal ini dari 49 orang responden dengan komposisi sirih yang

lengkap terdapat 32 (65,3%) yang mengalami status kesehatan periodontal kurang

baik dan 17 orang (34,7%) dengan status kesehatan periodontal yang baik.

sedangkan dari 39 orang responden dengan komposisi sirih yang tidak lengkap

terdapat 15 (38,5%) yang mengalami status kesehatan periodontal kurang baik

dan 24 orang (61,5%) dengan status kesehatan periodontal yang baik. Hal ini

berarti bahwa dengan komsumsi komposisi sirih seperti pinang dan dilakukan

secara terus menerus maka dapat mempengaruhi status kesehatan periodontal

para pengunyah sirih, frekuensi makan sirih ( P=0,001 ) dalam hal ini dari 50

orang responden dengan frekuensi makan sirih > 3x/ hari terdapat 35 (70%) yang

mengalami status kesehatan periodontal kurang baik dan 15 orang

(68,4%)dengan status kesehatan periodontal yang baik sedangkan 38 orang

responden dengan frekuensi makan sirih ≤ 3x/hari terdapat 12 (31,6%) yang

mengalami status kesehatan periodontal kurang baik dan 26 orang (68,4%)

dengan status kesehatan periodontal yang baik,maka dalam hal ini berarti bahwa

dengan frekuensi makan sirih diatas >3x sehari maka kemungkinan para penyirih

cenderung mengalami gangguan kesehatan jaringan periodontal yang kurang baik

dan bahkan dapat berakibat terkena kanker mulut dan ada pengaruh lama makan

sirih terhadap status kesehatan periodontal (P=0,000) dari beberapa variabel diatas

yang paling dominan terhadap status kesehatan periodontal adalah lamanya makan

sirih (P=0,032;OR=2,9 ) yang artinya dari 59 orang responden dengan lama

40
makan sirih >5tahun terdapat 40 (57,8%) yang mengalami status kesehatan

periodontal kurang baik dan 22 orang (75,9%) dengan status kesehatan

periodontal yang baik sedangkan dari 29 orang responden dengan lama makan

sirih ≤ 5tahun terdapat 7 (24,1%) yang mengalami status kesehatan periodontal

kurang baik dan 19 orang (32,2%) dengan status kesehatan periodontal yang

baik,hal ini berarti bahwa jika responden sudah lama makan sirih maka

kemungkinan para penyirih tersebut cenderung mengalami status kesehatan

periodontal yang kurang baik.

Demikian juga penelitian yang dilakukan oleh Sri Wahyuni Ritonga,dkk

(2017) dengan judul Pengaruh budaya makan sirih terhadap penyakit periodontal

pada masyarakat di Desa Tanjung Medan Kecamatan Bilah Barat Labuhan Batu

mengatakan dalam penelitiannya bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara

frekuensi menyirih perhari terhadap kesehatan periodontal (P= 0,027 <0,05)

dimana didapat hasil dari 12 responden dengan frekuensi menyirih <3 kali paling

banyak mengalami gingiva normal yaitu 8 orang (66,7%), dari 14 responden

dengan frekuensi menyirih 3-5 kali paling banyak mengalami periodontitis yaitu

50% dan dari 20 responden dengan frekuensi menyirih >5 kali paling banyak

responden mengalami periodontitis (43,5%) dan dan terdapat hubungan yang

bermakna antara lama mengunyah sirih terhadap kesehatan jaringan periodontal

(P=0,017<0,05) dimana didapat hasil dari 11 responden dengan waktu mengunyah

sirih < 15 menit paling banyak responden mengalami gingiva normal dan

gingivitis yaitu 4 orang (36,4%), dari waktu mengunyah sirih 15-30 menit paling

banyak responden mengalami gingiva normal yaitu 8 orang (53,3%) dan dari 20

41
responden dengan waktu mengunyah sirih >30 menit paling banyak responden

mengalami periodontitis yaitu 14 orang (70%) dan juga ada hubungan komposisi

dalam sirih terhadap kesehatan jaringan periodontal (P=0,001<0,005) dimana

didapat hasil dari 14 responden dengan komposisi menyirih kapur, pinang dan

daun sirih paling banyak responden mengalami gingiva normal yaitu 9 orang

(64,3%), dari 7 responden dengan komposisi menyirih kapur, pinang, daun sirih

dan gambir paling banyak responden mengalami periodontitis yaitu 4 orang

(57,1%) dan dari 25 responden dengan komposisi menyirih kapur, pinang, daun

sirih, tembakau dan gambir paling banyak responden mengalami periodontitis

yaitu 19 orang (76%).

Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Gabriella Wika

Tandiarrang dengan judul Pengaruh lama dan frekuensi menyirih dengan

terjadinya gingivitis pada masyarakat dikabupaten Toraja Utara Tahun 2015 dari

hasil penelitian yang menunjukkan bahwa dari hasil uji statistik, Chi-square

memperlihatkan nilai P:0.000 (p<0.05), yang berarti bahwa terdapat hubungan

antara frekuensi menyirih perhari maupun perminggu dengan terjadinya penyakit

gingivitis dimana dari hasil penelitian menunjukkan bahwa sebanyak 80% dari

total sampel yang menyirih tiga kali sehari memiliki gingiva dengan inflamasi

ringan, sedangkan sisanya sebanyak 20% memiliki gingivitis berat. Pada kategori

kelompok sampel 50 yang menyirih 3-5 kali sehari, memiliki jumlah sampel

paling banyak dengan kondisi gingivitis sedang, yaitu 83.3% dari total sampel.

Adapun, kelompok sampel dengan kategori menyirih lebih dari lima kali sehari,

memiliki sampel terbanyak yang mengalami gingivitis berat. Jumlah ini yang

42
paling banyak diantara kelompok lainnya, yaitu 92.3% dari total kelompok

sampel. dan juga terdapat hubungan yang signifikan antara lama menyirih dengan

terjadinya penyakit periodontal nilai P:0.000 (p<0.05) dimana didapat hasil

penelitian yang menyirih kurang dari 5 tahun memiliki status gingiva dengan

kondisi gingivitis yang ringan dan tidak ada sampel dengan kondisi gingivitis

berat. Berbanding terbalik dengan lama menyirih 5-10 tahun dan lebih dari 10

tahun, kedua kategori ini tidak memiliki sampel dengan kondisi gingivitis yang

ringan. Seluruh sampel yang lama menyirihnya 5-10 tahun memiliki kondisi

gingivitis sedang, sedangkan pada sampel yang lama menyirih lebih dari 10 tahun

memiliki 36.4% sampel dengan kondisi gingivitis sedang dan 63.6% dengan

kondisi gingivitis berat salah satunya gingivitis yang parah dengan demikian dapat

disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara terjadinya gingivitis

dan penyakit periodontal dengan lama kebiasaan menyirih, frekuensi kebiasaan

menyirih dalam sehari, dan frekuensi kebiasaan menyirih per minggu sehingga

makin lama seseorang melakukan kebiasaan menyirih dan makin sering seseorang

melakukan kebiasaan menyirih maka semakin tinggi risiko seseorang untuk

mengalami gingivitis dan penyakit periodontal

Demikian juga penelitian yang dilakukan oleh Christina Ngadilah dan

Leni marlina pinat dengan judul memprediksi kebiasaan mengkomsumsi sirih

pinang dan pengaruhnya terhadap kerusakan jaringan periodontal tahun 2019

mengatakan bahwa ada hubungan perilaku mengkomsumsi sirih pinang dengan

CPITN atau kerusakan jaringan periodontal (P=0,726 dengan signifikansi 0,000

arah hubungan keduanya positif yaitu semakin tinggi perilaku mengkomsumsi

43
sirih pinang maka angka CPITN semakin tinggi yang artinya jaringan periodontal

yang rusak semakin tinggi. Dimana hasil penelitian mengatakan penelitian ini

menghasilkan prevalensi yang paling tinggi. Namun demikian tidak ada hubungan

antara kelompok umur maupun jenis kelamin dengan banyaknya mengkonsumsi

sirih pinang dalam sehari maupun lamanya mengkonsumsi sirih pinang. Dalam

penelitian ini lamanya mengkonsumsi sirih pinang tidak ada hubungan dengan

kelompok umur dan jenis kelamin. Kelompok umur yang paling banyak

mengkonsumsi sirih pinang adalah 41-50 tahun sebanyak 50% dan pendidikan

paling banyak adalah SD .Tidak ada hubungan antara pendidikan dengan perilaku

mengkonsumsi sirih pinang. Responden dalam penelitian ini pendidikan yang

paling banyak (mayoritas responden) adalah SD oleh karena itu dapat disimpulkan

bahwa ada hubungan antara kontrol perilaku dengan perilaku dalam perilaku

mengkonsumsi sirih pinang

Demikian juga penelitian yang dilakukan oleh Ni Wayan Arini (2012)

dengan judul hubungan menyirih dengan keadaan jaringan periodontal pada orang

yang menyirih di banjar Sedana Merttha Kota Denpasar berdasarkan hasil analisis

uji pearson diperoleh nilai R=0,669 (P=0,001) menunjukkan bahwa ada

hubungan yang signifikan antara lama kebiasaan menyirih dengan keadaan

jaringan periodontal dalam hal ini ditunjukkan bahwa responden terbanyak

lamanya menyirih 1 s/d 3 tahun sebanyak 11 responden (55%) dan yang terendah

< 1 tahun sebanyak 2 responden (10%) dengan demikian dapat disimpulkan

bahwa ada hubungan yang signifikan antara lama kebiasaan menyirih dengan

keadaan jaringan periodontal.

44
Tetapi berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Jul Asdar Putra

Samura ( 2009 ) dengan judul Pengaruh budaya makan sirih terhadap status

kesehatan periodontal pada masyarakat di Suku Karo Desa Biri-Biru Kabupaten

Deli Serdang mengatakan bahwa berdasarkan hasil uji statistik tidak ada pengaruh

yang bermakna antara tradisi dengan status kesehatan periodontal P=1,000

(P>0,05) (HO diterima) dari hasil penelitian mengatakan bahwa responden yang

paling banyak ditemukan adalah yang berstatus periodontal parah yang tradisinya

baik sebanyak 68 orang (73,9%) sedangkan tradisinya kurang sebanyak 6 orang

(6,5%).Untuk responden yang status periodontalnya sangat parah dan tradisi baik

adalah paling banyak ditemukan yaitu sebanyak 16 orang (17,4%) sedangkan

tradisi kurang sebanyak 2 orang (2,2%) dan tidak ada pengaruh frekuensi makan

sirih P=0,064 (P>0,05) (HO diterima) dimana hasil dari penelitian bahwa

responden yang paling banyak ditemukan adalah yang berstatus periodontal parah

yang frekuensi makan sirihnya 4-5 kali sebanyak 38 orang (41,3%).Frekuensi

makan sirih 1-3 kali sebanyak 25 orang (27,2%) dan frekuensi >5kali sebanyak

11 orang(12,0%). Untuk responden yang status periodontal sangat parah dan

frekuensi makan sirihnya 4-5 kali adalah paling banyak ditemukan yaitu sebanyak

10 orang (10,9%), frekuensi makan sirih >5kali sebanyak orang (6,5%) dan

frekuensi makan sirih 1-3 kali sebanyak 2 orang (2,2%) dan lama makan sirih

P=0,624 (P>0,05) terhadap status kesehatan periodontal dan dari penelitian ini

didapat lama makan sirih 1-5 tahun sebanyak 62 orang (67,2%) berstatus

periodontal parah ,lama makan sirih 6-10 tahun sebanyak 11 orang (12,1%) dan

lama makan sirih >10 tahun sebanyak 1orang (1,1%) dan status periodontal

45
sangat parah dan lama makan sirihnya 1-5 tahun adalah paling banyak ditemukan

sebanyak 14 (15,2%) lama makan sirih 6-10 tahun sebanyak 4 orang (4,3%) dan

lama makan sirih >10 tahun sebanyak tidak ada (0,0%) tetapi ada pengaruh yang

bermakna antara komposisi makan sirih dengan status kesehatan periodontal

P=0,011 (P <0,05) dari penelitian didapat hasil bahwa responden yang berstatus

periodontal parah yang komposisi makan sirihnya terdiri dari

kapur,pinang,gambir,tembakau sebanyak 44orang (47,8%), komposisi makan sirih

yang terdiri dari kapur, pinang, gambir dan kapur, pinang sama sama berjumlah

15 orang (16,3%), Untuk responden yang status periodontal sangat parah dan

komposisi makan sirihnya terdiri dari kapur,pinang,gambir,tembakau adalah

paling banyak ditemukan sebanyak yaitu 16 orang (17,4%), komposisi makan

sirih yang terdiri dari kapur,pinang,gambir tidak (0,0%) dan komposisi makan

sirih kapur, gambir sebanyak 2 orang (2,2%) dengan demikian dapat ditarik

kesimpulan bahwa ada pengaruh yang paling kuat antara komposisi makan sirih

terhadap status kesehatan periodontal.

Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Welmince Oktofina

Fatlolona,dkk ( 2016 ) dengan judul Hubungan status kesehatan periodontal

dengan kebiasaan menyirih pada mahasiswa Etnis Papua di Manado mengatakan

berdasarkan uji korelasi chi square test bahwa tidak ada hubungan atau pengaruh

yang signifikan antara lama kebiasaan menyirih dengan status kesehatan

periodontal P=0,029 (P>0,05),dan tidak terdapat hubungan atau pengaruh yang

signifikan antara frekuensi kebiasaan menyirih dalam seminggu dengan status

kesehatan periodontal P=0,205 (P>0,05) tetapi ada hubungan yang signifikan

46
antara frekuensi menyirih dalam sehari dengan status kesehatan periodontal

P=0,017 (P<0,05) Dari hasil penelitian menggunakan kuesioner didapat responden

yang paling banyak melakukan kebiasaan menyirih kurang dari 3 kali dalam

sehari dengn jumlah responden 23 orang (54,8%). yang artinya terdapat hubungan

atau pengaruh yang signifikan antara frekuensi menyirih dalam sehari dengan

status kesehatan periodontal

Sedangkan menurut pendapat saya bahwa komposisi dalam menyirih dapat

merusak jaringan periodontal karena menurut teori bahwa campuran dalam

menyirih diantaranya daun sirih (piper betle ), buah pinang (areca catechu),

Kapur (kalsium hidroksid) dan Gambir (uncaria gambir) . Dari salah satu

komposisi diatas bahan kapurlah yang dapat merusak jaringan periodontal karena

didalam kapur ada zat yang terkandung diantaranya zat kitin, dimana zat kitin ini

dalam penggunaannya berbentuk serbuk kapur sehingga dapat merusak jaringan

periodonsium, secara mekanis dengan pembentukan kalkulus yang akan

menyebabkan peradangan pada jaringan periodontal serta kegoyangan gigi,ini

terjadi karena adanya penimbunan kapur pada leher gigi ,sehingga leher gigi

terpisah dari gusi dan gigi dapat tanggal dan penyakit periodontal dapat terjadi

karena adanya karang gigi yang terdapat pada bagian subgingiva ,karang gigi ini

terjadi karena stagnasi saliva dan adanya kapur Ca (OH)2 didalam saliva, selain

itu penggunaan kapur didalam ramuan sirih dapat menyebabkan suasana basa

didalam mulut, sehingga penumpukan kalkulus dapat terjadi ( Nguru dkk, 2019 ).

Menyirih juga dapat membentuk stain atau perubahan warna pada gigi, perubahan

tersebut diakibatkan oleh oksidasi polifenol dari buah pinang dan menyirih juga

47
dapat mengakibatkan atrisi dan abrasi yang disebabkan oleh gambir dan kapur

( Andriyani,2005 cit Kamisorei R.V dan shrimarti rukmini Devy,2017)

Adapun kebiasaan buruk terkait dengan menjaga kebersihan dan kesehatan

gigi para penyirih yakni kurang memperhatikan kebersihan gigi dan mulutnya.

Penyirih tidak membersihkan giginya setelah menyirih, penyirih hanya

menggosokkan segumpalan tembakau pada gigi untuk meratakan hasil menguyah

sirih dengan cara diselipkan didalam pipi sebelah kanan dan kiri untuk dihisap -

hisap. Kebiasaan menggosok inilah yang dipercaya sebagai pengganti gosok gigi

karena fungsi menyusur sebagai pembersih gigi ,penyirih hanya berkumur

sebelum makan dan menggosok gigi pada saat mandi. Iptika (2014) menyatakan

bahwa kesehatan gigi akan tetap terjaga jika kebersihan gigi selalu diperhatikan

dengan cara menggosok gigi, tapi bagi para penyirih menggosok gigi telah

tergantikan oleh kebiasaan menyirih (Riva Ismawati dkk, 2019). Cara

membersihkan giginya hanya dengan menggesekkan atau mendorong segumpalan

tembakau pada giginya pada bagian pipi sebelah kanan dan sebelah kiri sehingga

kebersihan mulut tidak efektif, sehingga sisa-sisa bahan menyirih mudah melekat

pada permukaan gigi, lama kelamaan akan terbentuk karang gigi dan penyakit

periodontal dapat terjadi bahkan didalam daun tembakau terdapat silikat jika

digunakan dalam jangka waktu lama berangsur-angsur akan mengikis elemen gigi

sampai gingiva sehingga penyakit periodontal dapat terjadi (N W Arini,2012) dan

setelah selesai menyusur biasanya mereka akan menyiapkan racikan bahan

menginang lagi agar rongga mulut mereka tidak terasa pahit dan asam (Graharani

A S,2016).

48
Menurut pendapat saya tentang frekuensi dalam menyirih dapat

berpengaruh terhadap jaringan periodontal karena menurut teori frekuensi

menyirih yang >2 kali sehari dapat berakibat buruk bagi kesehatan gigi dan mulut,

hal ini membuat penyirih menjadi ketagihan karena sensasi yang dirasakan saat

mengunyah sirih lebih dari 2 buah pinang akan lebih nikmat. Frekuensi menyirih

yang dilakukan berulang kali membuat penyirih tidak menjaga oral hygiene

dengan benar. Mayoritas memiliki kebersihan mulut yang rendah karena index

oral higine yang buruk akibat iritasi zat bahan menyirih yang dilakukan secara

berulang kali dan usia penyirih dapat menyebabkan kerusakan jaringan

periodontal. Frekuensi menyirih 5 kali dalam sehari sebasar 81,25 % dan rata-rata

memiliki gangguan kesehatan rongga mulut (Kamisorei R V dan Shrimarti

Rukmini Devy , 2017)

Menurut pendapat saya tentang pengaruh lamanya menyirih terhadap

kesehatan jaringan periodontal adalah sangat berpengaruh karena semakin lama

penyirih melakukan kebiasaan menyirih maka semakin banyak kontak antara

jaringan mukosa mulut dengan bahan yang digunakan untuk menyirih, seperti

kapur yang dapat menyebabkan bertumpuknya kalkulus kemudian ditambah

dengan kebersihan mulut Oral Hygiene(OHI-S) yang tidak dijaga, diperparah

dengan kebiasaan masyarakat yang sudah menggantikan kebiasaan menggosok

gigi dengan kebiasaan menyusur atau menggosok segumpalan bahan meyirih

maka akan semakin tinggi risiko untuk mengalami penyakit periodontitis. Hal ini

dapat terjadi disebabkan karena kebersihan mulut atau Oral Hygiene (OHI-S)

yang tidak dijaga atau dibersihkan dari sisa-sisa bahan menyirih, sehingga

49
mengakibatkan bertumpuknya kalkulus dan terjadi iritasi terus-menerus seiring

dengan bertambah lamanya waktu menyirih (Cheny Hontong,dkk,2016.

BAB V

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Berdasarkan dari pencarian beberapa literatur yang telah dilakukan

maka dapat di ambil kesimpulan bahwa

“Sebagian besar penelitian memperlihatkan bahwa terdapat pengaruh antara

prilaku menyirih dengan kesehatan jaringan periodontal berdasarkan hasil

penelitian tidak ada hubungan antara kelompok umur, jenis kelamin dan

pendidikan dengan prilaku menyirih terhadap kesehatan jaringan periodontal ,

50
dalam hal ini komposisi (daun sirih, pinang, kapur dan gambir), frekuensi > 5

kali perhari dan lamanya menyirih >5 tahun sangat berpengaruh terhadap

kesehatan jaringan periodontal sementara budaya menyirih sendiri tidak

memiliki pengaruh terhadap status kesehatan jaringan periodontal”

B. SARAN

Perlu adanya sosialisasi kepada masyarakat tentang bahaya menyirih,

komposisi dari bahan penyirih yang digunakan dan pengaruh lama menyirih

terhadap kesehatan jaringan periodontal dan diharapkan kepada masyarakat

untuk mengurangi frekuensi menyirihnya agar penyakit periodontal dapat

dihindari serta perlu dilakukan promosi kesehatan secara terus menerus untuk

merubah prilaku masyarakat yang masih mempertahankan tradisi budaya

kebiasaan menyirihnya.

DAFTAR PUSTAKA

Aditya G, irfan,Yayun siti Rochmah,muh yusuh, (2015) Efektivifitas Daun

Gambir (Uncaria Gambir Roxb ) untuk menurunkan halitosis yang

disebabkan oleh plak. ODONTO Jurnal Dental Jurnal Falkutas

Kedokteran gigi Unissula Semarang Volume 4 Nomor 2 ,Desember 2015

Adhani R,Siti Fatimah, Widodo ( 2017) . Perbandingan skorindeks plak sebelum

dan sesudah berkumur dengan air rebusan daun sirih pada ibu hamil.

Jurnal Kedokteran gigi Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Lambung

51
Mangkurat, Banjarmasin. Vol I. No 1. April 2017

A Gipayanti , Quroti A’yun, Dwi Eni Purwati , ( 2019 ). Hubungan kebiasaan

menyirih terhadap tingkat keparahan resesi gingiva pada masyarakat

didesa Susut Kabupaten Bangli. Skripsi Politeknik Kesehatan Kemenkes

Yogyakarta

Ardyanto F, ( 2020 ) 20 manfaat Daun sirih untuk kesehatan yang perlu

diketahui. Liputan 6.com) pada 2 september 2020 pukul 19.00 WIB

tersedia https://m.liputan6.com/hot/read/4346092/20-manfaat-daun-sirih-

untuk-kesehatan-yang-perlu-diketahui

Argentina Callista, (2020) Tak disangka ,ini Manfaat sirih untuk gigi Anda, Aug

2020, 16:30 WIB, Klik dokter berita kesehatan,tersedia

https://www.klikdokter.com/info-sehat/read/2695132/tak-disangka-ini-

manfaat-sirih-untuk-gigi-anda

Aritonang M, Mindo Tua Siagian, Frida Lina Tarigan, ( 2016 ). Pengaruh budaya

Penyirih terhadap kesehatan jaringan periodontal pada masyarakat

suku Karo didesa Tiga Juhar Kabupaten Deli Serdang .Jurnal

Maternitas Kebidanan, Vol 4, No. 1 April – September 2019 ISSN

2599-1841.

Arini N G, ( 2012 ). Hubungan Menyirih dengan Keadaan Jaringan Periodontal

pada orang yang menyirih di Banjar Sedana Merttha Kota Denpasar.

Jurnal Kesehatan gigi Vol.1 Nomor 2 (Agustus 2013).

52
Berelaku M.M, ( 2020 ) . Efektifitas menyikat gigi menggunakan kulit pinang dan

sikat gigi terhadap penurunan debris index pada penyirih Dusun 3 Desa

Nekbaun. Skripsi D4 Politeknik Kesehatan Kementrian Kesehatan,

Yogyakarta

Erika K, (2015) .Kapur sirih salah satu penyebab gigi goyah. OKLIFESTILE

Jurnalis Selasa 24 Maret 2015 20:03 WIB tersedia

https://lifestyle.okezone.com/read/2015/03/24/481/1123676/kapur-sirih-

salah-satu-penyebab-gigi-goyah

Hontong C,dkk (2016) Hubungan status gingiva dengan kebiasaan menyirih pada

masyarakat di Kecamatan Manganitu. Skripsi Program Studi Pendidikan

Dokter Gigi Fakultas Kedokteran, Universitas Sam Ratulangi Manado

Ismawati R, Arief Budi Wicaksono, Rina Rahayu, ( 2019 ). Kebiasaan buruk

pada pengunyah sirih. Jurnal Jurusan Matematika dan Ilmu

Pengetahuan Alam, FKIP, UNTIDAR.

Imani N P, ( 2019) Analisis faktor penyebab kalkulus diklinik drg.Ratna

Handayani.Jurnal prodi kedokteran gigi Falkutas Sebelas Maret

Surakarta ,Indonesia

Karapa H N,Fitria Handayani, (2016) Uji aktifitas Ekstrak Etanol Biji Pinang

Terhadap penyembuhan luka bakar pada kulit punggung,Mencit Putih

Jintan.Jurnal Ilmiah Manuntung2/2.154-160 18 November 2016

Kementerian Kesehatan RI, (2018). Riset Kesehatan Dasar 2018.

Jakarta:Balitbangkes

53
Lebukan B J, (2013) Faktor – Faktor Penyebab Penyakit Periodontal.Skripsi

Kedokteran Gigi Falkutas Kedokteran gigi Universitas Hasanuddin tahun

2013

Lestari K, ( 2019) Mengenal Berbagai Kegunaan Kapur Sirih untuk

Kesehatan.SehatQ Kumpulan artikel dan forum tanggal 04 Dec 2019

Tersedia https://www.sehatq.com/artikel/berbagai-manfaat-kapur-sirih-

yang-bisa-anda-nikmati

Murti B D , Toetik Koesbardiati, (2019).Komsumsi sirih pinang dan patologi gigi

pada masyarakat prasejarah Lewaleba dan liang Bua diNusa Tenggara

Timur,Indonesia. Jurnal Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik,

Universitas Airlangga, Indonesia. Volume 39 No. 2, November 2019,

121-138

Nasution D P S, (2019) Gambaran pengetahuan masyarakat terhadap kebiasaan

mengunyah biji pinang dengan penyakit periodontal di Padangsindipuan

kelurahan Aek Tampang. Karya Tulis Ilmiah Politeknik Kementrian

Kesehatan RI Jurusan Keperawatan gigi.

Nguru Y.L (2019) Hubungan antara Kebiasaan Menyirih dengan Status Jaringan

Periodontal pada masyarakat. Sripsi Prodi Sarjana Terapan Poltekkes

Kemenkes Jogyakarta Tahun 2019

Novita W, (2016). Uji aktivitas antibakteri fraksi daun sirih (Piper betle)

terhadap pertumbuhan bakteri streptococus mutan secara in Vitro.

Program Studi Kesehatan Masyarakat FKIK Universitas Jambi. JMJ ,

Volume 4 , Nomor 2,November 2016,Hal:140–155

54
.Email:wilianovitaer@yahoo.co.id.

Noviati C, ( 2020 ). Bukan tanaman ini penjelasan kapur sirih dilengkapi

manfaat,bahaya dan cara membuat. Tersedia

https://www.99.co/indonesia/pengertian-kapur-sirih/

Nurhayati N, (2019) Pengaruh pasta gigi yang mengandung katekin gambir

terhadap indeks plak gigi.Skripsi Falkutas Kedokteran Gigi Universitas

Andalas

Pertanianku.com, ( 2015). Jenis jenis Kapur Pertanian.7 juli 2015 tersedia

https://www.pertanianku.com/jenis-jenis-kapur-pertanian/

Rahel V.K, Shrimarti R.D (2017) Gambaran Kepercayaan tentang Khasiat

menyirih pada masyarakat papua di Kelurahan Ardipura I Distrik

Jayapura Selatan Kota Jayapura. Jurnal Falkutas Kesehatan

Masyarakat,Universitas Airlangga,Surabaya

Ritonga Sri Wahyuni, Nurhamidah, Citra Lestari, ( 2017 ). Pengaruh Budaya

Penyirih terhadap Penyakit Periodontal pada masyarakat Didesa

Tanjung Medan Kecamatan Bilah barat labuhan. Jurnal B-Dent, Vol 4,

No.1, Juni 2017 : 45 – 51

Samura J.A, ( 2009 ). Pengaruh budaya Penyirih terhadap kesehatan jaringan

periodontal pada masyarakat suku Karo didesa Biru –Biru Kabupaten

Deli Serdang.Tesis Program Studi Magister Ilmu Kesehatan Masyarakat

FKM Universitas Sumatra Utara.

55
Saphira K, ( 2019 ). Manfaat, Efek samping dan cara penggunaannya. Tim Riset

idnMedis.com tersedia https://idnmedis.com/gambir/amp diakses Maret

2019

Sariningsih E, ( 2014 ) .Gigi busuk dan Poket Periodontal sebagai Fokus Infeksi.

Buku Teks download iPusnas

Sendari A A, ( 2020 ). 8 manfaat buah pinang Muda,Ketahui Resiko Efek

sampingnya. Liputan 6.com pasa 23 Maret 2020,15.50 WIB tersedia

www.https://m.liputan6.com/hot/read/4346092/20-manfaat-daun-sirih-

untuk-kesehatan-yang-perlu diketahui?

utm_source=Mobile&utm_medium=whatsapp&utm_campaign=Share_Ha

nging

Sujiono E H, Noviyanti1, Jasruddin ( Karakteristik Kalsium Karbonat ,(2015)

(Ca(CO3)) dari Batu Kapur Kelurahan Tellu Limpoe Kecamatan Suppa)

Jurnal Sains danPendidikan Fisika. Jilid 11, Nomor 2, Agustus 2015,

hal.169 –172

Suyatra P, (2018) Radang gusi Tingkatkan Resiko Kanker hingga Empat Kali.Bali

Ekspress.diakses 04 April 2018 )9:45:31 WIB tersedia

https://baliexspress.jawapos.com/read/2018/04/04/62381/radang-gusi-

tingkatkan-risiko-kanker-hingga-empat-kalilipat.

Syafrina J, ( 2019 ). Gambaran Kebiasaan Menyirih Terhadap Terjadinya Karies

gigi pada masyarakat Lansia didesa Bintang Marsada Kecamatan

Sidikalang Kabupaten Dairi. Skripsi Politeknik Kementrian Kesehatan

RI Medan Jurusan Keperawatan gigi.

56
Tandiarrang G W, ( 2015 ). Pengaruh Lama dan Frekuensi menyirih dengan

terjadinya gingivitis pada masyarakat di Kabupaten Toraja Utara.

Skripsi Universitas Hasanuddin, Falkutas Kedokteran gigi.

57

Anda mungkin juga menyukai