Anda di halaman 1dari 53

SKRIPSI

PERANAN DAUN SIRIH MERAH (Piper crocatum)


DALAM MENGATASI HALITOSIS

UNMAS DENPASAR

Oleh:

I MADE RESTA WIGUNA ARTHA


NPM: 1706122010049

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI


UNIVERSITAS MAHASARASWATI DENPASAR
DENPASAR
2021
SKRIPSI
PERANAN DAUN SIRIH MERAH (Piper crocatum)
DALAM MENGATASI HALITOSIS

UNMAS DENPASAR

Oleh:

I MADE RESTA WIGUNA ARTHA


NPM: 1706122010049

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI


UNIVERSITAS MAHASARASWATI DENPASAR
DENPASAR
2021

ii
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING

PERANAN DAUN SIRIH MERAH (Piper crocatum)


DALAM MENGATASI HALITOSIS

SKRIPSI
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana
Kedokteran Gigi Pada Fakultas Kedokteran Gigi Universitas
Mahasaraswati Denpasar

Oleh:
I MADE RESTA WIGUNA ARTHA
NPM : 1706122010049

Menyetujui

Pembimbing I Pembimbing II

(drg. Intan Kemala Dewi, M.Biomed) (drg. Ni Nyoman Gemini Sari, M.Biomed)
NPK: 828 207 307 NPK: 828 010 310

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI


UNIVERSITAS MAHASARASWATI DENPASAR
DENPASAR
2021

iii
LEMBAR PERSETUJUAN PENGUJI DAN PENGESAHAN DEKAN

Tim Penguji Skripsi Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Mahasaraswati


Denpasar telah meneliti dan mengetahui cara pembuatan skripsi dengan judul:
“PERANAN DAUN SIRIH MERAH (Piper crocatum) DALAM MENGATASI
HALITOSIS” yang telah dipertanggungjawabkan oleh calon sarjana yang
bersangkutan pada tanggal … 2021
Maka atas nama Tim Penguji Skripsi Sarjana Kedokteran Gigi Fakultas
Kedokteran Gigi Universitas Mahasaraswati Denpasar mengesahkan.
Denpasar, 10 Februari 2021

Tim Penguji Skripsi


Fakultas Kedokteran Gigi
Universitas Mahasaraswati Denpasar
Ketua,

(drg. Intan Kemala Dewi, M.Biomed)


NPK: 828 207 307

Anggota:
Tanda Tangan

1. drg.Ni Nyoman Gemini Sari, M.Biomed 1. ………………….

2. drg. I. G. N Putra Dermawan, Sp.PM 2. ………………….

Mengesahkan,
Dekan Fakultas Kedokteran Gigi
Universitas Mahasaraswati Denpasar

Dr. drg. Dewa Made Wedagama, Sp.KG


NPK. 826 395 207

iv
UCAPAN TERIMA KASIH

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena

atas segala rahmat dan karunia-Nya saya dapat menyelesaikan penyusunan skripsi

ini yang berjudul “Peranan Daun Sirih Merah (Piper crocatum) Dalam Mengatasi

Halitosis”. Skripsi ini merupakan salah satu syarat menyelesaikan Program

Sarjana (S1) di Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Mahasaraswati Denpasar.

Terselesaikannya skripsi ini juga tidak terlepas dari bantuan, bimbingan, dan

dukungan dari berbagai pihak. Dalam kesempatan ini penulis ingin mengucapkan

terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. drg. Intan Kemala Dewi, M.Biomed,selaku Pembimbing I dan sekaligus

sebagai ketua penguji yang telah meluangkan banyak waktunnya,

memberikan banyak petunjuk, nasehat serta bimbingan yang sangat

bermanfaat dalam penyusunan skripsi ini.

2. drg.Ni Nyoman Gemini Sari, M.Biomed, selaku Pembimbing II dan sekaligus

sebagai anggota penguji yang telah memberikan masukan, bimbingan dan

memberikan petunjuk yang sangat bermanfaat dalam penyusunan skripsi ini.

3. drg. I. G. N Putra Dermawan, Sp.PM, selaku penguji tamu yang telah

memberikan masukan bagi kesempurnaan skripsi ini.

4. Dekan Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Mahasaraswati Denpasar, yang

telah memberi kesempatan kepada saya untuk menempuh pendidikan di

Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Mahasaraswati Denpasar.

5. Rektor Universitas Mahasaraswati Denpasar beserta staf.

6. Bapak dan Ibu tercinta I Made Soma dan Ni Wayan Putri Yani, ras

penghargaan dan terima kasih penulis berikan kepada orang tua yang selalu

vi
memberikan dukungan, semangat, kasih sayang dan doa yang selalu

mengiringi penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Serta kepada semua

keluarga yang memberikan dukungan kepada penulis dalam menyelesaikan

7. Desak Made Widiantari yang selalu membantu saya dalam segala hal,

memberikan bimbingan, dukungan, motivasi, perhatian dan semangat penulis

dalam menyelesaikan skripsi ini.

8. Sahabat terbaik yande, yana, dhika, amar, krisna dan temen-teman Oral

Medicine serta teman-teman Enamel angkatan 2017 yang tidak bisa

disebutkan satu persatu oleh penulis, penulis mengucapkan terimakasih yang

sebesar-besarnya telah memberikan dukungan, semangat, perhatian, motivasi,

saran dan bantuannya kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masihjauh dari sempurna, maka dari itu

penulis mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun di dalam

kesempurnaan skripsi ini.

Akhir kata, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya dan

semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Denpasar, 10 Februari 2021

Penulis

vii
ABSTRACT

Halitosis or bad breath is an oral condition that frightens with bad odors
emanating from the oral cavity. The main cause of halitosis is Volatile Sulfur
Compound (VSC) gas which is produced by gram-negative anaerobic bacteria in
the mouth, which is an unpleasant and volatile compound that causes an odor that
is easily smelled by other people around them.Red betel leaves contain
phytochemical compounds, namely essential oils, alkaloids, saponins, tannins, and
flavonoids. The aim of the authors of this thesis is to determine the role of red
betel leaf (Piper Caratum) in overcoming halitosis.Red betel leaf (Piper Crocatum)
is estimated to be able to overcome Haltiosis because it contains an essential oil
compound which contains carvacrol compounds which can provide antimicrobial,
antibacterial, antifungal benefits and increase cell membrane permeability which
causes fluids to enter and eliminate fungi that cause Halitosis.
Keywords:Halitosis, Red Betel Leaf (Piper Crocatum)

viii
ABSTRAK

Halitosis atau bau mulut merupakan suatu kondisi oral yang ditandai
dengan bau tidak sedap yang berasal dari rongga mulut. Penyebab utama halitosis
adalah gas Volatile Sulphur Compound (VSC) yang diproduksi oleh bakteri-
bakteri anaerob gram negatif di dalam mulut yang merupakan senyawa yang
berbau tidak sedap dan mudah menguap sehingga menimbulkan bau yang mudah
tercium oleh orang lain disekitarnya. Daun sirih merah mengandung senyawa
fitokimia yakni minyak atsiri, alkoloid, saponin, tanin, dan flavonoid Tujuan dari
penulisan dari penulis skripsi ini adalah untuk mengetahui peranan daun sirih
merah (Piper Caratum) dalam mengatasi Halitosis. Daun sirih merah (Piper
Crocatum) di perkirakan dapat mengatasi Haltiosis karena mengandung senyawa
minyak atsiri yang didalamnya mengandung senyawa karvakrol yang dapat
memberikan manfaat sebagai antimikroba , antibakteri, antifungi dan
meningkatkan permeabilitas membran sel yang menyebabkan cairan masuk dan
mengeliminasi jamur yang menyebabkan Halitosis.
Kata kunci : Halitosis, Daun Sirih merah (Piper Crocatum)

ix
DAFTAR ISI

Halaman
Sampul depan ............................................................................................ i
Sampul dalam ........................................................................................... ii
Lembar Persetujuan Pembimbing ............................................................. iii
Penetapan Pantia Penguji ......................................................................... iv
Surat Persyaratan Bebas Plagiat ................................................................ v
Ucapan Terima Kasih .............................................................................. vi
Abstract ................................................................................................ viii
Abstrak ................................................................................................... ix
Daftar isi .................................................................................................... x
Daftar Gambar ....................................................................................... xii
Daftar Lampiran .................................................................................... xiii
Daftar Singkatan .................................................................................... xiv

BAB I PENDAHULUAN .................................................................... 1


1.1 Latar Belakang...................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah................................................................ 4
1.3 Tujuan Penulisan ................................................................. 4
1.3.1 Tujuan Umum ............................................................. 4
1.3.2 Tujuan Khusus ............................................................ 4
1.4 Manfaat Penulisan ............................................................... 4
1.4.1 Manfaat Akademik ...................................................... 4
1.4.2 Manfaat Praktisi .......................................................... 4
BAB II HALITOSIS .............................................................................. 5
2.1 Definisi Halitosis ................................................................. 5
2.2 Etiologi Halitosis ................................................................. 5
2.3 Klasifikasi Halitosis ............................................................. 8
2.4 Mekanisme Halitosis .......................................................... 10
2.5 Perawatan Halitosis ............................................................ 11

x
BAB III DAUN SIRIH MERAH (Piper Crocatum) .............................. 13

3.1 Definisi Umum................................................................. 13


3.2 Nama Daerah ................................................................... 13
3.3 Klasifikasi Daun Sirih Merah ........................................... 14
3.4 Deksripsi Daun Sirih Merah ............................................. 15
3.5 Manfaat Daun Sirih Merah ............................................... 16

BAB IV KANDUNGAN DAUN SIRIH MERAH................................. 19

4.1 Kandungan Daun Sirih Merah .......................................... 19


4.2 Manfaat Daun Sirih Merah Untuk Kesehatan ................... 22

BAB V PERANAN DAUN SIRIH MERAH

DALAM MENGATASI HALITOSIS .................................................... 27

BAB VI SIMPULAN DAN SARAN ................................................... 30

6.1 Simpulan ......................................................................... 30


6.2 Saran ............................................................................... 30

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................. 31

LAMPIRAN ............................................................................................. 38

xi
DAFTAR GAMBAR

Gambar 3.1 Daun Sirih Merah (Piper Crocatum) ..................................... 15

xii
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Surat Izin Sidang .................................................................. 39

xiii
DAFTAR SINGKATAN

VSC : Volatile Sulfur Compound


H₂S : Hydrogen Sulfide
CH₃SH : Metal Merkaptan
(CH₃)₂S : Dimethyl Sulfide
TN : Treatment Needs
TCF : triclosan, copolimer dan NaF
C8H8O3 : Vanili
DNA : Deoxyribonucleic Acid atau Asam Deoksiribonukleat
ATP : Adenosina trifosfat
β : Beta
DM : Diabetes Melitus
sel HeLa : HeLa cell line
μg : Mikrogram
ml : Milimeter
EMT : Epithelial-Mesenchymal Transition
LDL : Low Density Lipoprotein
HDL : High Density Lipoprotein
mg : Miligram
dl : Desiliter

xiv
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Secara umum, kesehatan seseorang tidak hanya dilihat dari tubuh yang

sehat. Melainkan dilihat dari rongga mulut dan gigi yang sehat juga. Kesehatan

gigi dan mulut merupakan bagian dari kesehatan tubuh yang tidak dapat

dipisahkan satu dengan yang lainnya. Berdasarkan hal itu, kesehatan gigi dan

mulut berperan dalam menunjang kesehatan seseorang.

Kesehatan gigi dan mulut seringkali diabaikan oleh masyarakat. mereka

menganggap kesehatan lain lebih penting daripada kesehatan gigi dan mulut.

Pada masalah kesehatan gigi khususnya baumulut (halitosis). Banyak orang

mengalami keadaan tidaksedap pada mulutnya (halitosis) tetapi kurangkesadaran

akan keadaan mulut yang dialaminya (Mahesarani 2010).Halitosismerupakan

istilah untuk mendefinisikan bau tidak sedap dari pernafasan. Bau yang tidak

sedap diakibatkan oleh bebasnya Volatile Sulfur Compound (VSCs) yang

disebabkan oleh aktifitas pembusukan mikroorganisme gram negatif (Alshehri

2010).

Pada penelitian yang dilakukan oleh 25 % populasi dunia mengalami

halitosis dan biasanya tidak menyadari kondisi tersebut (Bollen & Beikler 2012).

Sekitar 90% kasus halitosis disebabkan oleh kondisi kurangnya kerbersihan

rongga mulut (Berardi dkk. 2009). Penyebab halitosis biasanya

1
karena kebersihan mulut yang buruk, karies yang dalam penyakit periodontal,

infeksi rongga mulut, mulut kering, mengonsumsi rokok, ulserasi mukosa,

perikoronitis, sisa makanan dalam mulut serta tongue coating (Cortelli dkk.

2008).

Rongga mulut yang sehat memungkinkan seseorang untuk berkomunikasi

secara efektif, menikmati berbagai jenis makanan, meningkatkan kualitas hidup,

percaya diri, dan mempunyai kehidupan social yang baik. Adanya halitosis

memberikan dampak negatif terhadap semua hal tersebut, bahkan dapat memicu

stress (Pintauli & Hamada 2008). Halitosis dapat menimbulkan kerugian tidak

hanya pada penderita tetapi juga orang lain dan dapat memengaruhi kehidupan

sosial seseorang seperti malu, menghindari pergaulan sosial dan penurunan rasa

percaya diri (Djaya 2001).

Oral hygiene yang buruk merupakan faktor risiko penyakit gigi dan mulut.

Praktik oral hygienedipengaruhi oleh lingkungan sosiodemografis, tingkat

pendidikan dan status sosioekonomi yang memberikan kontribusi pada kebiasaan

menjaga kebersihan gigi dan mulut serta menggunakan pelayanan kesehatan gigi

dan mulut (Thapa dkk. 2016).

Salah satu terapi halitosis yang bisa dilakukan adalah dengan

menggunakan obat kumur. Obat kumur adalah solusinya mengandung penyegar

nafas, astringent, demulent,surfaktan dan antibakteri untuk menyegarkan

pernafasansaluran yang digunakan dengan membilas. Bahan aktif dari formula

obat kumur bisa berasal dari bahan kimia atau bahan alami (Anastasia & Rinaldi

2017).

2
3

Obat kumur berdasarkan aktiframuan dibedakan menjadi beberapa

golongan yaitu minyak esensial, trichlosan, bisbiguanides, kuaterner campuran

amonia, sanguinarine, povidoneiodine,heksetidin dan ekstrak tumbuhan (Asdar

2007).Obat kumur dengan herbal bahan tanaman obat sudah banyak

dikembangkan karena memiliki sifat antibakteri dengan minimal efek samping.

Daun sirih merupakan salah satu tumbuhan yang dimanfaatkan sebagai tanaman

obat tradisional (Fatimah dkk. 2017).

Daun sirih merah (Piper crocatum) merupakan salah satu jenis tanaman

obat yang mudah didapat dengan harga relatif murah. Dari hasil kromatogram

diketahui daun sirih merah mengandung senyawa fitokimia yaitu minyak atsiri,

tanin, senyawa polevenolad, dan flavonoid (Sudewo 2010). Selain itu daun sirih

merah menggandung minyak atsiri dimana komponen utamanya terdiri dari

fenol, dan senyawa turunnya seperti kavikol, eugenol, kavibetol, karvakrol,

tannin, sponin, allilpyrocatechol yang mengandung zat antiseptic dan anti jamur

(Syukur &Hernani2001).

Berdasarkan uraian tersebut mendorong penulis untuk membahas lebih

lanjut mengenai peranan daun sirih merah (Piper Crocatum) untuk

mengatasiHalitosis.
4

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, maka dapat dirumuskan suatu masalah

yaitu bagaimanakah peranan daun sirih merah (Piper Crocatum) dalam

mengatasi Halitosis?

1.3. Tujuan Penulisan

1.3.1 Tujuan Umum

Untuk mengetahui manfaat dari peranan daun sirih merah (Piper

Crocatum) dalam mengatasi Halitosis

1.3.2 Tujuan Khusus

Untuk mengetahui peranan daun sirih merah (Piper Crocatum) dalam

mengatasi Halitosis.

1.4. Manfaat Penulisan

1.4.1 Manfaat Akademik

Sebagai bahan refrensiuntuk penelitian sejenis yang mungkin akan

dilakukan selanjutnya.

1.4.2 Manfaat Praktisi

Memberikan informasi dan pengetahuan kepada masyarakat mengenai

peranan daun sirih merah (Piper Crocatum) dalam mengatasi Halitosis.


BAB II

HALITOSIS

2.1 Definisi Halitosis

Halitosis berasal dari bahasa Latin nafas (halitus) dan keadaan

(osis)adalah istilah umum yang digunakan untuk menggambarkan baunafas tak

sedap yang keluar dari rongga mulut (Sanz dkk. 2001).Halitosis juga dikenal

dengan beberapa nama lain, seperti mouth odor, bad breath, oral malodor, fetor

ex ore, atau fetor oris (Pintauli& Hamada 2008).Halitosis disebabkan terutama

oleh terbentuknya VSC (Volatile Sulfur Compound) yaitu sekumpulan gas

mengandung sulfur yang dilepaskan lewat udara pernafasan. VSCyang terdiri

dari H₂S (Hydrogen Sulfide), CH₃SH (Metal Merkaptan),dan (CH₃)₂S (Dimethyl

Sulfide) adalah suatu gas utama penyebab bau dalam rongga mulut (Pintauli &

Hamada 2008).

2.2 Etiologi Halitosis

Secara umum faktor penyebab halitosisdapat dibagi menjadi faktor

penyebab oral dan non oral. Faktor penyebab oral meliputi kebersihan mulut

yang buruk atau adanya penyakit periodontal sedangkan faktor non oral meliputi

penyebab medis seperti: penyakit ginjal, diabetes, infeksi paru dan saluran

pernafasan, radang sinus, bronkitis kronis, serta gangguan saluran pencernaan.

Selain faktor penyebab oral dan non oral ada juga faktor resiko seperti:

5
6

tembakau, alkohol, mulut kering, diet, makanan dan minuman, obat, dan gigi

tiruan. Halitosis dapat timbul oleh karena beberapa faktor, antara lain (Pintauli

&Hamada 2008) :

2.2.1 Oral Hygiene yang buruk

Penyebab bau mulut yang utama adalah buruknya kebersihan mulut dan

penyakit jaringan periodontal. Tindakan pembersihan gigi yang tidak tepat

akan menyebabkan sisa makanan tertinggal di sela gigi dan mengalami

dekomposisi oleh bakteri dan menimbulkan bau.

2.2.2 Penyakit periodontal dan karies

Hasil penelitian ditunjukan bahwa ada hubungan antara halitosis dengan

gingivitis atau penyakit periodontal dimana produksi VSC dalam saliva

dijumpai meningkat pada gingiva yang mengalami inflamasi dan

sebaliknya menurun bila gingivanya sehat.Karies gigidapat memungkinkan

tertimbunnya sisa makanan dalam hal ini merupakan salah satu penyebab

timbulnya halitosis.

2.2.3 Makanan dan minuman

Makanan berbau tajam seperti: bawang putih, telur, jengkol, dan makanan

pedas akan diubah secara kimia dan kemudian masuk ke dalam aliran darah

dan dibawa ke paru. Udara di paru dikeluarkan dan bau mulut akan keluar

sampai tubuh kita mengeluarkan makanan tersebut dari pencernaan.

Sementara itu, bakteri akan memproses sisa makanan yang tertinggal di

mulut, gigi, dan lidah.Bau mulut yang disebabkan makanan atau minuman
7

hanya bersifat sementara dan mudah untuk diatasi hanya dengan tidak

makan makanan tersebut.

2.2.4 Xerostomia

Saliva pada rongga mulut dapat membersihkan mulut dan menghilangkan

bakteri namun kadar saliva setiap orang berbeda. Pada individu yang

mempunyai saliva sedikit (xerostomia) akan mengeluarkan bau mulut.

Minuman beralkohol dapat menyebabkan xerostomia yang ditandai dengan

mulut kering,saliva menjadi kental, dan sering merasa harus membasahi

kerongkongan.

2.2.5 Penyakit sistemik

Orang yang mengidap diabetes yang tidak terkontrol biasanya memiliki

bau manis(acetone breath) yang hanya dapat dikenali oleh dokter gigi. Bau

mulut busuk dan amis (fishy breath) biasanya keluar dari penderita gagal

ginjal. Orang yang mempunyai masalahpada hidung misalnya karena polip

pada hidung dan sinusitis juga dapat menyebabkan halitosis.Secara

keseluruhan persentase penyakit sistemik yang menyebabkan halitosis

hanya 1 sampai 2%.

2.2.6 Morning bad breath

Banyak orang yang mengeluarkan bau nafas yang tidak sedap pada pagi

hari setelah bangun tidur semalaman. Hal ini sesuatu yang normal terjadi

oleh karena mulut cenderung kering dan tidak beraktivitas selama tidur.

Bau nafas ini akan hilang setelah saliva dirangsang keluar pada waktu

sarapan.
8

2.2.7 Volatile Sulfur Compound

Di dalam mulut terkandung lebih dari 400 juta bakteri yang mengeluarkan

gas belerang. Bakteri akan memecah protein yang menghasilkan substansi

berbau yaitu Volatile Sulfur Compound (VSC). VSC adalah komponen

penting penyebab bau mulut yang terbentuk akibat gas berbau yang keluar

dari rongga mulut seperti: hydrogen sulfide (H₂S), metal merkaptan

(CH₃SH), dan dimethyil sulfide ((CH₃)₂S) hanya sedikit berperan.

2.3 Klasifikasi Halitosis

Secara umum halitosis dibedakan menjadi 3 jenis yaitu halitosis sejati

(genuine), pseudohalitosis,dan halitophobia.

2.3.1 Halitosis sejati atau halitosis sebenarnya

Halitosis tipe ini dibedakan lagi menjadi halitosis fisiologis dan

patologis.Halitosis fisiologis sering juga disebut halitosis transien atau

sementara. Bau tidak sedap yang ditimbulkannya akibat proses

pembusukan makanan pada rongga mulut terutama berasal dari bagian

posterior dorsum lidah, terbatas, dan tidak menghambat penderita untuk

beraktivitas secara normal serta tidak memerlukan terapi khusus (Pintauli

& Hamada 2008). Pada halitosis tipe ini tidak ditemukan adanya kondisi

patologis yang menyebabkan halitosis, contohnya adalah morning bad

breath yaitu bau nafas pada waktu bangun pagi. Keadaan ini disebabkan

tidak aktifnya otot pipi dan lidah serta berkurangnya saliva selama
9

tidur.Bau nafas ini dapat diatasi dengan merangsang aliran saliva dan

menyingkirkan sisa makanan di dalam mulut dengan mengunyah, menyikat

gigi atau berkumur (Pintauli 2008).

Halitosis patologis harus dirawat dan perawatannya bergantung pada

sumber bau mulut itu sendiri. Sumber penyebab halitosis patologis

dibedakan atas intra oral dan ektra oral.Sumber penyebab intra oral yaitu

kondisi patologisnya berasal dari dalam rongga mulut dan atau bagian

posterior dorsum lidah, sedangkan sumber penyebab halitosis patologis

dari ekstra oral adalah kondisi patologisnya berasal dari luar rongga mulut

misalnya saluran pencernaan, pernafasan, dan adanya gangguan sistemik

(Pintauli & Hamada 2008).

2.3.2 Pseudohalitosis

Pseudohalitosis disebut juga halitosis palsu yang sebenarnya tidak terjadi

tetapi penderita merasa bahwa mulutnya berbau. Seseorang terus mengeluh

adanya bau mulut tetapi orang lain tidak merasa orang tersebut menderita

halitosis (Pintauli & Hamada 2008). Penanganannya dapat dilakukan

dengan memberikan penyuluhan, dukungan, pendidikan, dan keterangan

dari hasil pemeriksaan serta pengukuran kebersihan mulut (Dharmautama

dkk. 2008).

2.3.3 Halitophobia

Banyak istilah yang dipergunakan untuk menyatakan halitophobia ini

misalnya imaginary bad breath, delusionalhalitosis, phsychological

halitosis, dan self halitosis.Pasien selalu khawatir dan terganggu oleh


10

adanya halitosis sedanngkan pada pemeriksaan oleh dokter atau dokter gigi

tidak ditemukan adanya halitosis yang mengganggu.Pasien dengan

halitophobia yakin menyatakan bahwa halitosis telah memisahkannya

dengan teman-temannya, mengganggu pekerjaannya, dan sering menerima

penolakan dalam pergaulan sosial.Pasien percaya bahwa suatu sumber bau

tak sedap mungkin dari keringat, pencernaan, dan nafas memancar keluar

dari badannya serta percaya bahwa orang disekitarnya telah merasakannya

(Djaya 2001).

2.4 Mekanisme Halitosis

Banyak peneliti berfokus pada mekanisme pembentukan halitosis dan

menemukan bahwa mikroorganisme penghasil VSCs terutamaberkontribusi

untuk itu (Nakanodkk. 2002). Itu menunjukkan bahwa dominankomposisi

halitosis adalah VSCs dan 82 spesies komensal mikroorganisme di lingkungan

mulut yang disebut sebagai VSCs-bakteri penghasil dapat menghasilkan H2S,

CH3SH dan asam diproses metabolisme yang berada di tempat pertama dalam

komposit VSCs (Takahashi 2005).

Bakteri yang paling umum terkait dengan bau mulut di masa lalu adalah

Gram-patogen negatif dan termasuk Fusobacteriumnucleatum , Porphryomonas

gingivalis , Prevotella antarmedia , Treponema denticola dan Tannerella

forsynthe-sis (Morita & Wang2001, Porter & Scully 2006).Bakteri ini berada di

kantong periodontal dan seterusnyabagian belakang lidah dan mulut, sehingga

menghindari-menghilangkan dan membersihkan (Krespi dkk.2006 ).


11

Selain itu, H. pylori telah terbukti menghasilkan H2S dan CH3SH, yang dapat

berkontribusi pada perkembangan halitosis (Hoshi dkk. 2002).Kehadiran H.

pylori di rongga mulut mungkin hanya sementara karenarefluks lambung ( Al-

Ahmad dkk. 2012 ).

Selain itu, di dalam saliva sendiri terdapat substrat yang mengandung

protein. Terdapat 3 asam amino utama yang menghasilkan volatile sulfur

compound, yaitu L cysteine menghasilkan H2S, L methionine menghasilkan

CH3SH, dan L cistine menghasilkan (CH3)2S (Djaya 2000 ).

2.5 Perawatan Halitosis

Perawatan untuk pasien bau mulut berdasarkan Treatment Needs (TN)

dikategorisasikan menjadi lima kelas dalam rangka untuk menyediakan panduan

dalam merawat pasien bau mulut. TN-1 merupakan penjelasan pada pasien

mengenai bau mulut dan instruksi oral hygiene, TN-2 berupa oral prophylaxis,

pembersihan secara profesional, dan perawatan untuk penyakit mulut khususnya

penyakit periodontal, TN-3 berupa rujukan ke dokter umum atau dokter spesialis,

TN-4 berupa penjelasan data pemeriksaan instruksi profesional lebih lanjut dan

pendidikan, dan TN-5 berupa rujukan ke psikologis klinis, psikiatris atau

spesialis psikologis lainnya (Sanz dkk. 2001).

Perawatan untuk bau mulut fisiologis dapat berupa TN-1, untuk bau

mulut patologis oral dapat berupa TN-1 dan TN-2, dan untuk pseudo-bau mulut

dapat berupa TN-1 dan TN- 4 yang merupakan tanggung jawab dokter gigi,

perawatan bau mulut patologis ekstraoral dapat berupa TN-3, untuk perawatan
12

halitophobia dapat berupa TN-5 harus ditangani oleh dokter umum atau dokter

spesialis seperti psikiatris atau psikologis (Sanz dkk. 2001).

Selain itu, penggunaan obat kumur klorheksidin diglukonat juga

memberikan hasil yang baik terhadap timbulnya halitosis (Yaegaki dkk. 2012).

Bahan lain yang juga dapat memperbaiki kondisi halitosis antara lain zinc

chloride dan sodium chloride (Codipilly dkk. 2004), TCF (triclosan, copolimer

dan NaF) (Niles dkk. 2005), oxygen release device (Choi 2005), oxohalogen

oxidant (campuran chlorite anion dan chlorine dioxide) (Silwood dkk. 2001)

serta minyak esensial (Takarada 2005).


BAB III

DAUN SIRIH MERAH (Piper Crocatum)

3.1 Definisi Umum

Familia terbesar di Piperales adalah Piperaceae. Piperaceae adalah

familia dari lada dalam ordo Piperales, secara komersial penting karena

tumbuhan Piper Nigrum, sumber lada hitam dan putih. Familia ini terdiri

memiliki sekitar 5 genera, yaitu yang paling terkenal adalah Piper (sekitar 2.000

spesies) dan Peperomia (sekitar 1.600 spesies). Tanaman ini tumbuh sebagai

tumbuhan, tanaman merambat, semak, dan pohon dan tersebar luas di seluruh

daerah tropis dan subtropis. Daun dari familia Piperaceae, yang memiliki rasa

pedas dan tumbuh liar. Spesies Piper sebagian besar adalah semak, tanaman

merambat kayu, dan pohon-pohon kecil. Banyak digunakan dalam obatobatan

dan makanan dan minuman sebagai bumbu dan bumbu (Britannica 2015).

3.2 Nama Daerah

Nama lokal dari sirih merah yaitu sirih merah (Indonesia). Sedangkan

nama daerah tanaman sirih yaitu suruh, sedah (jawa), seureuh (Sunda), ranub

(Aceh), cambai (Lampung), base (Bali), nahi (Bima), mata (Flores), gapura,

donlite, gamjeng, perigi (Sulawesi) (Mardiana 2004).

13
14

3.3 Klasifikasi Daun Sirih Merah

Gambar 3.1 Daun Sirih Merah (Piper Crocatum)

(Anonim 2019)

Kingdom : Plantae

Divisi : Magnoliophyta

Subdivisi : Angiospermae

Kelas : Magnoliopsida

Sub−kelas : Magnolilidae

Ordo : Piperales

Familia : Piperaceae

Genus : Piper

Spesies : Piper crocatum.

(Sudewo 2005)
15

3.4 Deskripsi Daun Sirih Merah

Sirih merah secara ilmiah dikenal dengan namaPiper crocatum yang

termasuk dalam familia Piperaceae.Tanaman sirih merah memiliki batang bulat

berwarna hijau keunguan dan tidak berbunga. Daunnya bertangkai membentuk

jantung dengan bagian atas meruncing bertepi rata dan permukaan mengkilap

dan tidak berbulu. Panjang daunnya bisa mencapai 15−20 cm. Warna daun

bagian atas hijau Tanaman sirih merah memiliki batang bulat berwarna hijau

keunguan dan tidak berbunga. Daunnya bertangkai membentuk jantung dengan

bagian atas meruncing bertepi rata dan permukaan mengkilap dan tidak berbulu.

Panjang daunnya bisa mencapai 15−20 cm. Warna daun bagian atas hijau

bercorak putih keabu-abuan. Bagian bawah daun berwarnabercorak putih keabu-

abuan. Bagian bawah daun berwarnamerah hati cerah. Daunnya berlendir, berasa

pahit, dan beraroma wangi khas sirih. Batangnya berjalur dan beruas dengan

jarak buku 5−10 cm di setiap buku bakal akar (Sudewo 2010).

Sirih merah merupakan tanaman yang tumbuh merambat dan terlihat

mirip dengan tanaman lada. Tinggi tanaman biasanya mencapai 10 m, tergantung

pertumbuhan dan tempat merambatnya. Batang sirih berkayu lunak, beruas-ruas,

beralur dan berwarna hijau keabu-abuan. Daun tunggal berbentuk seperti jantung

hati, permukaan licin, bagian tepi rata dan pertulangannya menyirip (Syariefa

2006). Sirih merah tidak dapat tumbuh dengan subur pada daerah yang panas,

tetapi dapat tumbuh subur pada daerah yang dingin, teduh, dan tidak terlalu

banyak terkena sinar matahari dengan ketinggian 300−1000 m. Tanaman sirih


16

merah sangat baik pertumbuhannya apabila mendapatkan sekitar 60−75% cahaya

matahari (Sudewo 2010).

Tanaman sirih merah tumbuh merambat atau menjalar, panjangnya

dapat mencapai sekitar 5-10m, batang bulat, hijau merah keunguan, beruas

dengan panjang ruas 3-8cm, pada setiap buku tumbuh satu daun. Daun tunggal,

kaku, duduk daun berseling, bentuk daun menjantung - membulat telur -

melonjong, permukaan helaian daun bagian atas rata - agak cembung, mengkilat,

permukaan helaian daun bagian bawah meneekung dengan pertulangan daun

yang menonjol, panjang daun 6, 1-14,6 cm, lebar daun 4-9,4cm, warna dasar

daun hijau pada kedua permukaannya, bagian atas hijau dengan garis-garis merah

jambu kemerahan, permukaan bagian bawah hijau merah tua keunguan. Tangkai

daun hijau merah keunguan, panjang 2,1-6,2 cm, pangkal tangkai daun pada

helaian daun agak ketengah sekitar 0,7-1 cm dari tepi daun bagian bawah.

Karakter morfologi daun sirih merah dengan nama ilmiahPiper crocatum

mempunyai bentuk daun yang cukup bervariasi antara daun muda (fase muda)

dan daun pada cabang yang akan menghasilkan alat reproduksi (fase dewasa).

Saat muda umumnya mempunyai bentuk daun menjantung - membulat telur dan

pada fase dewasa (siap menghasilkan alat reproduksi) terjadi perubahan bentuk

daun dari membulat telur-melonjong. (Inggit & Esti 2011).

3.5 Manfaat Daun Sirih Merah

Senyawa eugenol mempunyai aktivitas farmakologi sebagai analgesik,

antiinflamasi, antimikroba, antiviral, antifungal, antiseptik, antispamosdik,


17

antiemetik, stimulan, anastetik lokal sehingga senyawa ini banyak dimanfaatkan

dalam industri farmasi (Pramod dkk. 2010; Jirovetz, 2010). Begitupun dengan

salah satu turunan senyawa eugenol, yaitu isoeugenol yang dapat dipergunakan

sebagai bahan baku obat antiseptik dan analgesik (Sharma dkk. 2006).

Berdasarkan Sumangat dkk. (2005), Soesanto (2006) dan Nutritiondata (2010) di

kemukakan bahwa eugenol dan senyawa turunannya isoeugenol, eugenol asetat,

isoeugenol asetat, metil eugenol, metil isoeugenol, eugenol metil eter dan benzil

eugenol eter dapat dipergunakan sebagai zat aditif flavor pada produkminuman

tidak beralkohol, es krim, permen karet, dan berbagai produk pangan lainnya.

Selanjutnya dari senyawa eugenol dapat dibuat senyawa vanili sintetis, dimana

vanili (C8H8O3) merupakan flavor penting sebagai bahan penyegar, penyedap

makanan dan minuman seperti gula-gula, permen karet, kue, roti, dan es krim.

Dalam bidang pengawetan pangan, senyawa vanili dipergunakan sebagai

antimikroba dan antioksidan (Wibowo dkk. 2002).

Senyawa flavonoid yang terdapat pada sirih merahmenunjukkan lebih

dari 100 bioaktivitas, beberapa di antaranya adalah diuretik, analgesik,

antiinflamasi, antikonvulsan, antihepatotoksik, dan lain-lain (Wilmana 2007).

Efek flavonoid terhadap organisme sangat banyak macamnya sehingga dapat

menjelaskan mengapa tumbuhan yang mengandung flavonoid dipakai dalam

pengobatan tradisional. Beberapa flavonoid menghambat fosfodiesterase

sedangkan flavonoid lain menghambat aldoreduktase, monoaminoksidase,

protein kinase, DNA polimerase, lipoksigenase, dan siklooksigenase.

Penghambatan enzim siklooksigenase dapat menimbulkanpengaruh lebih luas


18

karena reaksi siklooksigenase merupakan langkah pertama pada jalur yang

menuju ke hormon eikosanoid seperti prostaglandin dan tromboksan (Middleton

dkk. 2000).
BAB IV

KANDUNGAN DAUN SIRIH MERAH

4.1 Kandungan Daun Sirih Merah

Tanaman sirih merah mengandung unsur-unsur zat kimia yang

bermanfaat untuk pengobatan, tetapi bagian tanaman sirih merah yang paling

banyak digunakan sebagai obat adalah daunnya (Syariefa 2006). Kandungan

kimia yang terkandung dalam daun sirih merah senyawa fitokimia yakni

minyak atsiri, alkoloid, saponin, tanin, dan flavonoid (Sholikhah 2006). Dari

hasil kromatogram diketahui daun sirih merah mengandung senyawa fitokimia

yaitu minyak atsiri, tanin, senyawa polevenolad, dan flavonoid (Sudewo

2010). Kandungan kimia lainnya yang terdapat di daun sirih merah adalah

hidroksikavikol, kavikol, kavibetol, karvakrol, eugenol, psimen, sineol,

kariofilen, kadimen estragol, terpenena, dan fenil propanoid (Manoi2007).

Berikut ini adalah beberapa senyawa yang terdapat pada daun sirih

merah, yaitu:

4.1.1 Minyak Atsiri

Minyak atsiri berperan sebagai antibakteri dengan cara mengganggu

proses terbentuknya membran atau dinding sel sehingga tidak terbentuk atau

terbentuk tidak sempurna (Juliantina dkk. 2009). Efek tanin antara lain

melalui: reaksi dengan membran sel, inaktivasi enzim, dan destruksi atau

inaktivasi fungsi materi genetik (Juliantina dkk. 2009). Tanin juga diduga

19
20

dapat mengganggu komponen penyusun peptidoglikan pada sel sehingga

mengkerutkan dinding sel dan membran sel yang berakibat pada terganggunya

permeabilitas sel itu sendiri. Akibat terganggunya permeabilitas, sel tidak

dapat melakukan aktivitas hidup sehingga pertumbuhannya terhambat atau

bahkan mati (Juliantina dkk. 2009). Minyak atsiri juga merupakan salah satu

kandungan daun sirih merah (piper crocatum) yang diharapkan memiliki efek

analgesik (Ning 2004). Daun sirih mengandung 4,2% minyakatsiri yang

sebagian besar terdiri dari betephenol yang merupakan isomer Eugenol

allypyrocatechine, Cineol methil euganol, Caryophyllen (siskuiterpen),

kavikol, kavibekol, karvakrol, estragol dan terpinen (Salas dkk. 2010).

Karvakrol adalah komponen dari minyak atsiri dan telah terbukti

menunjukkan penekanan aktifitas mikroba. Beberapa penelitian menunjukkan

aktifitas antimikroba dalam spektrum luas karvakrol terhadap hampir setiap

bakteri Gram positif dan Gram negatif. Selain itu,karvakrol juga dapat

digunakan sebagai antifungi. Karvakrol dapat meningkatkan

aktivitasfagositosis sehingga dapat meningkatkan kerja sistem imun(Duke

2000).

Dimana senyawa eugenol serta berbagai senyawa turunannya

mempunyai peran yang strategis dalam berbagai industri, seperti industri

farmasi, kosmetika, makanan dan minuman, rokok, pestisida nabati,

perikanan, pertambangan, kemasan aktif dan industri kimia lainnya (Ogata

dkk. 2000; Sumangat dkk. 2005; Pramod dkk. 2010).


21

4.1.2 Saponin

Saponin berfungsi sebagai antibakteri dengan jalan menghambat

stabilitas dari membran sel tubuh bakteri sehingga menyebabkan sel bakteri

hancur. Mekanisme kerja saponin termasuk dalam kelompok antibakteri yang

berfungsi meningkatkan tegangan permukaan pada dinding sel bakteri.

Dinding sel akan mengalami peregangan yang sangat kuat dan kemudian

mengakibatkan kerusakan membran sel yang pada akhirnya menyebabkan

keluarnya berbagai komponen penting untuk pertahanan hidup bakteri yaitu

protein, asam nukleat, dan nukleotida (Darsana dkk. 2012).

4.1.3 Tanin

Tanin (atau tanin nabati, sebagai lawan tanin sintetik) adalah suatu

senyawa polifenol yang berasal dari tumbuhan, berasa pahit dan kelat, yang

bereaksi dengan dan menggumpalkan protein, atau berbagai senyawa organik

lainnya termasuk asam amino dan alkaloid. Tanin memiliki potensi

antimikroba. Mekanisme kerja tanin sebagai antimikroba berhubungan

dengan kemampuan tanin dalam menonaktifkan adhesin pada sel mikroba

(molekul yang menempel pada sel inang) yang terdapat pada permukaan sel

(Noorhamdani Endang & Irwanto 2013). Senyawa ini juga memiliki bentuk

kompleks dengan polisakarida di dinding sel bakteri (Hayati Jannah& Fasya

2009).

4.1.4 Flavonoid

Flavonoid merupakan sebuah senyawa polar yang mudah larut dalam

pelarut polar seperti etanol, metanol, butanol dan aseton. Flavonoid


22

merupakan golongan terbesar dari senyawa fenol yang mempunyai sifat

sangat aktif memperlambat pertumbuhan dari virus, bakteri, dan jamur.

Senyawa kimia flavonoid pada umumnya bersifat antioksidan dan banyak

yang telah dimanfaatkan sebagai salah satu komponen bahan baku dalam

pembuatan obat-obatan (Naim 2004).

4.1.5 Alkoloid

Hasil skrining fitokimia menunjukkan bahwa sirih merah mengandung

senyawa alkaloid, tetapi belum diketahui jenisnya (Rahmawati 2011). Dalam

marga Piper, lazim terdapat kandungan alkaloid, sebagai contoh: piperine

(alkaloid inti piperidin) terisolasi dan teridentifikasi dalam Piper nigrum L.

(Hamrapurka dkk. 2011). P. longum (Swapna dkk. 2014) dan Piper

retrofractum Vahl (Kardono dkk. 2003). Selain itu, dijumpai pula adanya

senyawa alkaloid lain dalam Piper, yaitu Cenocladamide (Dihidropiridone

alkaloid) dari daun Piper cenocladum(Dodson dkk. 2000)

4.2 Manfaat Daun Sirih Merah untuk Kesehatan

4.2.1 Antiinflamasi

Berdasarkan penelitian Andayana Puspitasari (Sudewo 2010), daun

sirih merah mengandung golongan senyawa flavonoid, alkaloid, polifenol,

steroid, dan terpenoid,terutama senyawa monoterpen dan kemungkinan

adanya komponen minyak atsiri. Aktivitas antiinflamasi ekstrak daun sirih

merah diperkirakan karena adanya senyawa golonganflavonoid saponin dan

tannin. Mekanisme flavonoid dalam menghambat proses terjadinya inflamasi


23

melalui dua cara, yaitu dengan menghambat permeabilitas kapiler dan

menghambat metabolisme asam arakidonat dan sekresi enzim lisosom dari sel

neutrofil dan sel endothelial (Kurniawati 2005). Sedangkan mekanisme

antiinflamasi saponin adalah dengan menghambat pembentukan eksudat dan

menghambat kenaikan permeabilitas vaskular (Pelegrini dkk. 2005). Selain

flavonoid, tannin juga mempunyai aktivitas antiinflamasi, namun mekanisme

kerjanya sebagai antiinflamasi belum dijelaskan secara pasti (Khanbabaee

&Ree 2001).

4.2.2 Menurunkan Kadar Glukosa

Sirih merah bisa tumbuh dengan baik di tempat yang teduh dan tidak

terlalu banyak terkena sinar matahari. Sirih merah akan tumbuh dengan baik

bila mendapat 60-75% cahaya matahari (Hermiati dkk. 2013). Sirih merah

dapat dimanfaatkan sebagai obat dengan cara mengkonsumsi daunnya. Selain

itu juga bisa diekstrak untuk mengambil bahan aktif yang ada dalam daun

sirih merah (Mardiana 2012). Bahan aktif tersebut banyak terdapat pada daun

yang berumur setengah tua atau tidak terlalu muda (Sastroutama 1990). Daun

sirih merah (Piper crocatum Ruiz & Pav.) mengandung senyawa fitokimia

diantaranya yaitu senyawa flavonoid. Senyawa flavonoid pada daun sirih

merah bersifat antioksidan. Antioksidan ini dapat mengikat radikal hidroksil

yang merusak sel β pulau Langerhans pankreas, sehingga produksi insulin

akan menjadi maksimal. Secara empiris kandungan senyawa flavonoid daun

sirih merah dapat menurunkan kadar glukosa darah dan menyembuhkan

penyakit diabetes melitus (DM) (Sudewo 2005).


24

4.2.3 Antiproliferasi kanker payudara dan kanker serviks

Berdasarkan penelitian Widowati dkk. (2013) bahwa sirih merah memiliki

aktivitas antikanker pada sel HeLa dengan waktu inkubasi 24 jam dan 48 jam.

Sirih merah memiliki aktivitas antikanker dengan IC50 2.93 μg/ml (24 jam)

dan 0.005 μg/ml (48 jam). Aktivitas antikanker yang dimiliki sirih merah

(Piper crocatum) lebih kuat dibandingkan dengan sirih (Piper betle).

4.2.4 Menghambat migrasi sel

Senyawa hidroksil-kavikol yang terdapat pada sirih merah mampu

menghambat migrasi sel dengan cara menekan pembentukan Epithelial-

Mesenchymal Transition (EMT). EMTyang bertanggung jawab dalam migrasi

sel kanker ke jaringan lain. EMT diidentifikasi memiliki peran penting pada

fibrosis dan pertumbuhan sel kanker (Majumdar &Subramanian 2019).

4.2.5 Antidislipidemia

Dislipidemia adalah keadaan kadar lipid yang abnormal pada plasma.

Kelainan fraksi lipid yang utama adalah kenaikan kadar kolesterol total, LDL,

dan trigliserida serta penurunan kadar HDL (Dipiro dkk. 2015). Dislipidemia

merupakan faktor resiko primer untuk penyakit jantung koroner. Data

epidemiologi menunjukkan bahwa setiap penurunan LDL sebesar 30 mg/dL

maka akan terjadi penurunan resiko untuk penyakit jantung koroner sebesar

30% (Grundy 2004).

4.2.6 Antimikroba dan antifungi

Ekstrak etanol daun sirih merah terbukti mempunyai efek anti bakteri

terhadap Staphylococcus aureus ATCC 25923 dan Escherichia coli ATCC


25

35218, masing-masing pada Konsentrasi Hambat Minimal (KHM) dan

Konsentrasi Bunuh Minimal (KBM) 25% untuk S. aureus dan 6% untuk E.

coli (Juliantina dkk. 2009). Berdasarkan Mutmainnah (2013) bahwa ekstrak

daun Sirih merah 12,5% dapat memperbaiki gambaran histopatologi luka

insisi kulit tikus putih yang terinfeksi S. aureus. Rizky dkk. (2012)dilaporkan

bahwa ekstrak etanol daun Sirih merah pada kepekatan 40% v/v memiliki

daya hambat terhadap pertumbuhan fungi Candida albicans ATCC 10231

paling efektif dibanding dengan kepekatan yang lain, dengan lebar daya

hambat tertinggi (13,3 mm). Ekstrak etanol daun sirih merah pada kepekatan

40% v/v ditunjukkan daya hambat lebih tinggi dibanding ekstrak 10%, 20%,

80% maupun 100% v/v. Tetapi, penelitian Dhewayani dkk. (2012) ditunjukan

bahwa ekstrak air (infusa) daun sirih merah dengan kepekatan 1,875 sampai

30% tidak mampu menghambat pertumbuhan C. albicans. Berdasarkan,

Rachmawaty dkk. (2009), meneliti kemampuan aktivitas antibakteri terhadap

Staphylococcus aureus (S. aureus) dan Escherichia coli (E.coli).

Burt dkk. (2007) dilaporkan bahwa karvakrol menghambat mobilisasi

E.coli adalah suatu proses yang terjadi pada membran mitokondria yang

mampu menghasilkan ATP (energi). Proses penghasilan energi ini diinisiasi

oleh penggunaan ion-ion proton. Terganggunnya proton motive force oleh

karvakrol akan mengurangi produksi ATP sehingga menghambat pergerakan

flagella dan akhirnya mengurangi patogenitas E.coli. Rachmawati (2011),

juga telah dilakukan penelitian mengenai aktivitas antimikobakterium dan

telah melakukan uji toksisitas akut dengan hasil ekstrak etanol daun P.
26

crocatum aman dikonsumsi. Ekstrak daun sirih merah terbukti dapat

menghambat pertumbuhan Staphylococcus aureus dan Escherichia coli dan

percobaan in vitro dan in vivo menunjukkan senyawa karvakrol pada daun

sirih merah sangat aman digunakan dalam pengobatan infeksi multiresisten.


BAB V

PERANAN DAUN SIRIH MERAH DALAM MENGATASI HALITOSIS

Halitosis atau bau mulut merupakan suatu kondisi oral yang ditandai dengan

bau tidak sedap yang berasal dari rongga mulut. Penyebab utama halitosis adalah gas

Volatile Sulphur Compound (VSC) yang diproduksi oleh bakteri-bakteri anaerob

gram negatif di dalam mulut yang merupakan senyawa yang berbau tidak sedap dan

mudah menguap sehingga menimbulkan bau yang mudah tercium oleh orang lain

disekitarnya. Bakteri tersebut akan bereaksi dengan protein-protein yang ada didalam

mulut dan memecahnya menjadi asam amino. Terdapat tiga asam amino utama yang

menhasilkan VCS yaitu cysteine menghasilkan hydrogen sulfida (H2S), methionine

menghasilkan methil mercaptan (CH3SH) dan cysteine menghasilkan dimethil sulfida

(CH3SCH3). Ketiga VSC tersebut sangat mudah menguap sehingga menimbulkan

bau (Rai dkk. 2016).

Tanaman sirih merah mengandung unsur-unsur zat kimia yang bermanfaat

untuk pengobatan, tetapi bagian tanaman sirih merah yang paling banyak digunakan

sebagai obat adalah daunnya (Syariefa 2006). Kandungan kimia yang terkandung

dalam daun sirih merah senyawa fitokimia yakni minyak atsiri, alkoloid, saponin,

tanin, dan flavonoid (Solikhah 2006). Dari asil kromatogram diketahui daun sirih

merah mengandungsenyawa fitokimia yaitu minyak atsiri, tanin, senyawa

polevenolad, dan flavonoid (Sudewo 2010). Kandungan kimia lainnya yang terdapat

di daun sirih merah adalah hidroksikavikol, kavikol, kavibetol, karvakrol, eugenol,

27
28

psimen, sineol, kariofilen, kadimen estragol, terpenena, dan fenil propanoid (Manoi

2007).

Karvakrol adalah komponen dari minyak atsiri dan telah terbukti ditunjukkan

penekanan aktifitas mikroba. Beberapa penelitian ditunjukkam aktifitas antimikroba

dalam spektrum luas karvakrol terhadap hampir setiap bakteri Gram positif dan Gram

negatif. Selain itu, karvakrol juga dapat digunakan sebagai antifungi. Penelitian pada

hewan coba menunjukkan potensi karvakrol sebagai imunostimulator. Karvakrol

dapat meningkatkan aktivitas fagositosis sehingga dapat meningkatkan kerja sistem

imun (Duke 2002).Karvakrol bersifat desinfektan dan antijamur sehingga bisa

digunakan untuk obat antiseptik pada bau mulut dan keputihan (Manoi 2007).

Penelitian yang mengamati efek antimikroba senyawa karvakol biasanya

menggunakan bakteri Staphylococus aureus sebagai bakteri uji (Friedman 2002).

Berdasarkan Burt dkk. (2007) Carvacrol menghambat mobilisasi E.coli dengan

mengganggu proton motive force. Proton motive forceadalah suatu proses yang

terjadi pada membran mitokondria yang mampu menghasilkan ATP (energi). Proses

penghasilan energi ini diinisiasi oleh penggunaan ion-ion proton. Terganggunnya

proton motive force oleh karvakrolakan mengurangi produksi ATP sehingga

menghambat pergerakan flagella dan akhirnya mengurangi patogenitas E.coli.

Penghambatan terhadap sintesis flagella dimulai dari pembentukan kondisi yang

mengganggu enzim.

Hasil studi Xu menunjukkan adanya penurunan jumlah bakteri yang

mencolok pada curve time kill dengan dosis pemberian 200 mg/l carvacrol pada 6

jam pertama. Hal ini berkenaan dengan kemampuan carvacrol dalam meningkatkan
29

permeabilitas membran sel. Gugus phenolic hydroxyl akan berikatan dengan bagian

hidrofilik dan cincin benzena akan berikatan pada bagian hidrofobik pada lipid

bilayer dari membran sitoplasmik sehingga akan menganggu sistem koloid dan

mengakibatkan penggumpalan dan pengendapan protein (Riyanti 2006).

Karvakrol juga dapat mengganggu depolarisasi membran dengan

menurunkan potensial membran. Hal ini diduga disebabkan oleh grup hidroxil yang

bekerja sebagai protonophore yang akan menyisip pada membran sitoplasma

kemudian mengubah struktur fisik dan kimia membran dan akhirnya mempengaruhi

susunan dan stabilitas lapisan bilayer pada mebran sehingga proton keluar dari

membran (Nostro dkk.2007). Karvakrol juga memiliki fungsi sebagai antifungi.

Senyawa fenol dalam karvakrol dapat mengeliminasi pertumbuhan vegetatif fungus

dengan denaturasi protein dan mengurangi surface-tension yang menyebabkan

peningkatan permeabilitas jamur. Sama seperti efeknya pada bakteri, reaksi dengan

protein sel akan memicu terjadinya proses eliminasi dengan merusak sistem koloid

sehingga terjadi koagulasi dan presipitasi protein. Koagulasi protein sel mikroba akan

menyebabkan distraksi metabolisme dan perubahan permeabilitas membran dengan

menurunkan tegangan permukaan sehingga meningkatkan permeabilitas membran sel

yang menyebabkan cairan masuk dan mengeliminasi jamur(Nostro dkk. 2007).


BAB VI

SIMPULAN DAN SARAN

6.1 Simpulan

Berdasarkan hasil dari kajian pustaka yang telah dipaparkan sebelumnya,

maka dapat disimpulkan bahwa daun sirih merah (Piper Crocatum) berperan

dalam mengatasi Halitosis karena daun sirih merah (Piper Crocatum)

mengandung senyawa minyak astiri yang didalamnya mengandung senyawa

karvakrol yang dapat memberikan manfaat sebagai antimikroba, antibakteri,

antifungi dan meningkatkan permeabilitas membran sel yang menyebabkan

cairan masuk dan mengeliminasi jamur yang menyebabkan Halitosis.

6.2 Saran

1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai manfaat daun sirih merah

sebgai zat antibakteri, antimikroba dam antifungi dengan jumlah sempel

yang lebih banyak.

2. Perlu dilakukan pengembangan mengenai manfaat daun sirih merah yang

dapat digunakan sebgai bahan obat tradisonal dalam bidang kesehatan

khususnya pada bidang kedokteran gigi

30
DAFTAR PUSTAKA

Al-Ahmad A, Kürschner A, Weckesser S, Wittmer A, Rauberger H., Jakob T,


Hellwig E, Kist M, Waidner B. 2012. Is Helicobacter pylori resident or
transient in the human oral cavity? J Med Microbiol 61: 1146-1152.

Alshehri, Fahad Ali. 2015. Knowledge and Attitude of Saudi Individual Toward
Self-perceived Halitosis. The Saudi Journal for Dental Research.
Volume 7.

Anastasia, A.Y. & Rinaldi, T.M. 2017, Formulasi mouthwash pencegah plak gigi
ekstrak biji kakao (Theobroma cacao L.) dan uji efektivitas pada bakteri
Streptococcus mutans. Galenika Journal of Pharmacy. 3(1): 84-92.

Anonim, 2019, ‘Plantrescue’, viewed 18 Februari 2021, form


https://www.plantsrescue.com/piper-crocatum/

Asdar.2007. Bahan Kemoterapeutik Sebagai Pengontrol Plak dan Gingivitis. Journal


of Dentomaxillofacial Science.; 6(1): 2-3.

Berardi, R. R., Stefanie, P. F., Anne, L. H., Lisa A. K., Gail D.N. 2009. Handbook of
Nonprescription Drugs An Interactive Approach to Self-Care Sixteenth. :
77-89

Britannica, E., 2015. The Editors of Encyclopaedia Britannica. Encyclopædia


Britannica.:38-46

Bollen, CM and Beikler, T. 2012. Halitosis: The multidisciplinary approach. Int J


Oral Sci. 2012;4:55–63.

Burt, S.A., van der Zee, R., Koets, A.P., de Graaff, A.M., van Knapen, F., Gaastra,
W., Haagsman, H.P. and Veldhuizen,E.J.,2007. Carvacrol induces heat
shock protein 60 and inhibits synthesis of flagellin in Escherichia coli
O157: H7. Appl. Environ. Microbiol., 73(14), pp.4484-4490.

Choi YG. 2005. Effect of intraoral oxygen release device on breath odor. Oral Dis
;11(Suppl.1):110.

Codipilly DP, Kaufman HW, Kleinberg I. 2004. Use of a novel group of oral malodor
measurements to evaluate an anti-oral malodor mouthrinse (TriOralTM) in
humans. J Clin Dent;15(4):98-104.

31
32

Cortelli, J. R., Barbosa, M.D.S and Whestphal, M.A. 2008. Halitosis: A Review of
Associated Factors and Therapeutic Approach. Brazillian oral research. 22,
p. 44-54.

Dalimartha, S. 2005. Atlas Tumbuhan Obat Indonesia. Jakarta: Trubus Agriwidya. p.


25-39

Darsana, I.G.O., Besung, I.N.K., dan Mahatmi, H. (2012). Potensi daun Binahong
(Anredera cordifolia (Tenore) Steenis) Dalam Menghambat Pertumbuhan
bakteri Escherichia coli secara In Vitro. J. Indonesia Medicus Veterinus, 1
(3) ; 337-351.

Dharmautama M, Koyama AT, Kusumawati A. 2008 Tingkat Keparahan Halitosis


pada Manula Pemakai Gigitiruan. Jurnal Kedokteran Gigi Dentofasial.
7(2): 108-114.

Dhewayani, I.N., 2012, Efektifitas infusa daun sirih merah (Piper crocatum) terhadap
pertumbuhan Candida albicans. Karya ilmiah FKG Universitas Airlangga,
Surabaya

DiPiro J.T., Wells B.G., Schwinghammer T.L. and DiPiro C. V.,2015,


Pharmacotherapy Handbook. Ninth Edit., McGrawHill Education
Companies, Inggris.

Djaya, A. 2001. Halitosis- Nafas Tak Sedap. Jakarta: PT. Dental Lintas Mediatama.
:57-70

Dodson CD, Dyer LA, Searcy J, Wright Z, Letourneau DK. 2000. Cenocladamine, a
dihydropyridone alkaloid from Piper cenocladum.
Phytochemistry.;53(1):51-4.

Duke, 2000, Dr. Duke’s Constituens and Ethnobotanical Databases. Phytochemical


database,USDA - ARS – NGRL.

Fatimah S, Widodo, Adhani R.2017. Perbandingan Skor Indeks Plak Sebelum dan
Sesudah Berkumur dengan Air Rebusan Daun Sirih (Piper betle L) pada
Ibu Hamil. Jurnal Kedokteran Gigi.; 1(1): 95.

Friedman M, Henika PR, Mandrell RE. 2002. Bacterial activities of plant essential oil
and some of their isolated constituent against Campylobacter jejuni,
Eschericia coli, Listeria monocytogenes and Salmonella enterica. J Food
Protection 65: 1545-1560.
33

Salas, P., Morales-Soto, A., Segura-Carretero, A. and Fernández-Gutiérrez, A., 2010.


Phenolic-compoundextraction systems for fruit and vegetable samples.
Molecules, 15(12), pp.8813-8826.

Grundy, S.M., 2004. Obesity, metabolic syndrome, and cardiovascular disease. The
Journal of Clinical Endocrinology & Metabolism, 89(6), pp.2595-2600.

Hamrapurkar PD, Jadhav K, Zine S. 2011. Quantitative estimation of piperine in


Piper nigrum and Piper longum using high performance thin layer
chromatography. Journal of Applied Pharmaceutical Science.;01(03):117-
20.

Hayati, E., Jannah & Fasya, A., 2009. Aktifitas Anti Bakteri Komponen Tanin
Ekstrak Daun Belimbing Wuluh (Averrhoa blimbi L) sebagai Pengawet
Alami. Laporan Penelitian Kuantitatif Depag. Jakarta: Departemen Agama.
p. 11-23

Hoshi K, Yamano Y, Mitsunaga A, Shimizu S, Kagawa J, Ogiuchi H. 2002.


Gastrointestinal diseases and halitosis: association of gastric Helicobacter
pylori infection. Int Dent J 52 Suppl 3: 207-211.

Inggit PA, Esti M. 2011. Karakteristik Morfologi Daun Sirih Merah: Piper crocatum
Ruitz & Pav dan Piper porphyrophyllum N.E.Be. Koleksi Kebun Raya
Bogor. Berk Penel HAyati Ed Khusus.;7(A):83-5.

Jirovetz, L., 2010. Medicinal value of clove. University of Vienna, Departement


Pharmacy and Diagnostics,Austria.p. 125-138

Juliantina, F., Citra , D .A ., Nirwani, B., Nurmasitoh, T., Bowo, E.T. 2009. Manfaat
Sirih Merah (Piper crocatum) sebagai Agen Antibakterial terhadap Bakteri
Gram Positif dan Gram Negatif. Jurnal Kedokteran dan Kesehatan
Indonesia 1(1): 12-20.

Kardono LBS, Artanti N, Dewiyanti ID, Basuki T, Padmawinata K.2003. Selected


Indonesian medicinal plants, monographs and desciptions, Vol. I, Jakarta:
Penerbit Grasindo :393.

Khanbabaee, K. and van Ree, T., 2001. Tannins: classification and definition. Natural
product reports, 18(6), pp.641-649

Krespi YP, Rosenberg M 2004The relationship between oral malodor and volatile
sulfur compounds producing bacteria. Otolaryngology - Head and Neck
Surgery 131: 212–213.
34

Kurniawati, A., 2005. Uji aktivitas anti inflamasi ekstrak metanol Graptophyllum
griff pada tikus putih. Majalah Kedokteran Gigi Edisi Khusus Temu Ilmiah
Nasional IV, pp.11-13.

Mahesarani, T. 2010. Obat Kumur Murah dan Baik. Jakarta : EGC p. 10

Majumdar, A.G. and Subramanian, M., 2019. Hydroxychavicol from Piper betle
induces apoptosis, cell cycle arrest, and inhibits epithelial-mesenchymal
transition in pancreatic cancer cells. Biochemical pharmacology, 166,
pp.274-291.

Manoi, F.,2007. Sirih merah sebagai tanaman obat multifungsi. Warta Puslitbangbun,
13(2), pp. 1-2.

Mardiana, L., 2004. Kanker pada wanita: Pencegahan dan pengobatan dengan
tanaman obat. Jakarta: Penebar Swadaya. p. 90-110

Middleton, E., Kandaswami, C. and Theoharides, T.C., 2000. The effects of plant
flavonoids on mammalian cells: implications for inflammation, heart
disease, and cancer. Pharmacological reviews, 52(4), pp.673-751.

Morita M, Wang HL.2001. Relationship between sulcular sulfide level and oral
malodor in subjects with periodontal disease. Journal of
periodontology.;72:79–84.

Mutmainnah, A., 2013. Pengaruh pemberian ekstrak daun sirih merah (Piper
crocatum) terhadap gambaran histopatologi luka insisi kulit tikus putih
yang terinfeksi Staphylococcus aureus. Doctoral dissertation, universitas
airlangga. :80-99

Naim, R. 2004. Senyawa Antimikroba Dari Tumbuhan. Fakultas Kedokteran Hewan


Dan Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor p.105-120

Nakano, Y., Yoshimura, M., Koga, T., 2002. Methyl mercaptan production by
periodontal bacteria. Int. Dent. J. 52 (Suppl 3), 217– 220.

Nostro A, Roccaro AS, Bisignano G, Marino A, Cannateli MA, Pizzimenti FC.2001


Effects of oregano, carvacrol and thymol on Staphylococcus aureus and
Staphyococcus epidermidis biofilms. J Med Microbiol.; 56: 519-23.

Niles H, Hunter C, Vazquez J, Williams M, Cummins D. 2005. Clinical comparison


of a triclosan/copolymer/NaF dentrifice and a commercially available
breath-freshening dentrifice in reducing breath volatile sulfur compounds
overnight: a multiple-use study. Oral Dis;11(Suppl. 1):111.
35

Noorhamdani, A.S., Endang, A., irwanto, A.R. 2013. Uji Efektivitas Ekstrak Etanol
Kulit Buah Manggis (Garcinia mangostana l) Sebagai Antibakteri Terhadap
Acinetobacter baumannii Secara In Vitro. Jurnal Kedokteran Brawijaya.
pp. 29(11): 1-13.

Ogata, M., Hoshi, M., Urano, S. and Endo, T., 2000. Antioxidant activity of eugenol
and related monomeric and dimeric compounds. Chemical and
Pharmaceutical Bulletin, 48(10), pp.1467-1469.

Pellegrini, N., D. D. Rio, dan A. J. Stewart. 2005. A review of recent studies on


malondaildehyde as toxic molecule and biological marker of oxidative
stress Nutrition, Metabolism and Cardiovascular Diseases. 15(4): 316-328.

Pintauli, S. dan Hamada, T. 2008. Menuju Gigi dan Mulut Sehat Pencegahan dan
Pemeliharaan Karies Gigi. Medan: USU Press. p. 11-27

Porter SR, Scully C. 2006. Oral malodour (halitosis) BMJ.;333:632–5

Pramod, K., Ansari, S.H. and Ali, J., 2010. Eugenol: a natural compound with
versatile pharmacologicalactions. Natural product communications, 5(12),
p.193-236

Rai M1, Spratt D, Gomez-Pereira PR, Patel J, Nair SP. 2016. Light activated
antimicrobial agents can inactivate oral malodour causing bacteria. J Breath
Res. P.130-145

Rahmawati IS, Ciptati. 2011. Isolasi senyawa antioksidan dari daun sirih merah
(Piper crocatum). Prosiding Simposium Nasional Inovasi Pembelajaran dan
Sains, Bandung-Indonesia;:327-33.

Rachmawaty, F.J., Citra, D.A., Nirwani, B., Nurmasitoh, T. and Bowo, E.T., 2009.
Manfaat sirih merah (Piper crocatum) sebagai agen anti bakterial terhadap
bakteri gram positif dan bakteri gram negatif. Jurnal Kedokteran dan
Kesehatan Indonesia, 1(1), pp.12-20.

Rizky OR.2012, Uji daya antifungi ekstrak etanol daun sirih merah (Piper crocatum
Ruiz & Pav.) terhadap Candida albicans ATCC 10231 secara in vitro.Karya
ilmiah FK, UMS, Surakarta. :100-117

Riyanti D, Rogyanti S.2006. Antimicrobial effects of Coleus amboinicus. Maj. Kedok


Ggi (Dental J); 38(1):12-5.

Sanz M, Roldan S, Herera D.2001. Fundamentals of Breath Malodor. The Journal Of


Contemporary Dental Practice. :45-60
36

Sastroutama, S. 1990. Ekologi Gulma. Jakarta : Gramedia p. 150-169

Sharma, S., Khan, I.A., Ali, I., Ali, F., Kumar, M., Kumar, A., Johri, R.K., Abdullah,
S.T., Bani, S., Pandey, A. and Suri, K.A., 2009. Evaluation of the
antimicrobial, antioxidant, and anti-inflammatory activities of
hydroxychavicol for its potential use as an oral care agent. Antimicrobial
agents and chemotherapy, 53(1), pp.216-222..

Soesanto, H. 2006. Pembuatan isoeugenol dari eugenol menggunakan pemanasan


gelombang mikro. Skripsi Departemen Teknologi Industri Pertanian,
Fakultas Teknologi Pertanian, IPB Bogor. 90 hlm.

Silwood CJ, Grootveld MC, Lynch E. 2001. A multifactorial investigation of the


ability of oral health care products (OHCPs) to alleviate oral malodour. J
Clin Periodontol;28:634–641.

Solikhah, Aris , 2006 . Sirih Merah Menurunkan Glukosa Darah.pp,55-60.

Sudewo, B., 2010. Basmi penyakit dengan sirih merah. Jakarta: Agromedia Pustaka.
pp. 37-47.

Sudewo, B., 2005. Basmi Penyakit dengan Sirih Merah, 22. Jakarta: PT Agromedia
Pustaka. : 35-36

Sumangat, D., M. P. Laksmanahardja, Hernani, N. Nurjannah, dan Mamun., 2005.


Penelitian pengolahan iso-eugenol dari minyak daun cengkeh. Buletin
Teknologi Pascapanen Pertanian Volume 1(1).

Swapna DPR, Junise V, Shibin P, Senthila S, Rajesh RS. 2012. Isolation,


identification and antimycobacterial evaluation of piperine from Piper
longum. Der Pharmacia letter ;4(3):863-8.

Syariefa, E., 2006. Resep sirih wulung untuk putih merona hingga kanker ganas,
dalam majalah trubus no.434, tahun XXXVII Januari 2006

Syukur, C., dan Hernani, 2001, Budidaya Tanaman Obat Komersial, Penebar
Swadaya, Jakarta, 65.

Takahashi, N. 2005. Microbial ecosystem in the oral cavity: Metabolic diversity bin
an ecological niche and its relationship with oral diseases. International
Congress Series 1284: 103-112.
37

Takarada K. The effects of essential oils on periodontopathic bacteria and oral


halitosis. Oral Dis 2005;11(Suppl. 1):115.

Thapa P, Aryal K. K., Mehata S., Vaidya A, Jha B. K, Dhimal M, Pradhan S,


Dhakal P, Pandit A, Panday A. R, Bista B, Pokhrel A. U, Karkri K. B.
2016. Oral Hygiene Practices and Their Socio-Demographic Correlates
Among Nepalese Adult : Evidence From Non Communicable BDiseases
Risk Factors STEPS Survey Nepal 2013. BMC oral health 16 (1), p. 105.

Wibowo, W., W.P. Suwarso, T. Utari dan H. Purwaningsih. 2002. Aplikasi reaksi
katalisis heterogen untuk pembuatan vanilisintetik (3-hidroksi-2-
metoksibenzaldhida) dari eugenol (4-allil-2-metoksifenol) minyak cengkeh.
Makara Sains 6(3) : 142-148

Widowati, W., Wijaya, L., Wargasetia, T.L., Bachtiar, I.,Yellianty, Y. and


Laksmitawati, D.R., 2013. Antioxidant, anticancer, and apoptosis-inducing
effects of Piper extracts in HeLa cells. Journal of Experimental &
Integrative Medicine, 3(3).

Wilmana, P.F, Gan, S.G., 2007. Analgesik-antipiretik analgesik antiInflamasi


nonsteroid dan obat gangguan sendi lainnya. 5th. Jakarta: Gaya Baru.

Yaegaki, K., Brunette, D.M., Tangerman, A., Choe, Y.S., Winkel, E. G., Ito, S.,
Kitano, T., Ii, H., Calenic, B., Ishkitiev, N., Imai, T., 2012. Standardization
of clinical protocols in oral malodor research. J. Breath. Res. 6, 017101.

Yuharmen, 2002. Uji Aktivitas Antimikroba Minyak Atsiri dan Ekstrak Methanol
Lengkuas (Lenguas galanga) Jurusan Kimia, FMIPA. Universitas Riau:
Riau
LAMPIRAN

38

Anda mungkin juga menyukai