i
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING
Skripsi ini dibuat sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana
Kedokteran Gigi pada Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Mahasaraswati
Denpasar
Oleh :
Menyetujui,
Dosen Pembimbing
Pembimbing I Pembimbing II
I Dw Ayu Nuraini Sulistiawati, drg., M. Biomed Haris Nasutianto, drg., M.Ke s, Sp.RKG
i
LEMBAR PERSETUJUAN PENGUJI DAN PENGESAHAN DEKAN
Anggota : TandaTangan
Mengesahkan
Dekan Fakultas Kedokteran Gigi
Universitas Mahasaraswati Denpasar
ii
KATA PENGANTAR
Dengan memanjatkan puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena
Skripsi ini disusun sebagai salah satu persyaratan bagi mahasiswa Fakultas
Kredit Semester (SKS) dari akademi dalam rangka mencapai gelar Sarjana
penyusunan skripsi ini tidak mungkin dapat berjalan dengan lancar tanpa
bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak, maka pada kesempatan ini penulis
pembimbing I dan penguji, atas segala upaya dan bantuan beliau dalam
2. Yth. Haris Nasutianto, drg., M. Kes, SpRKG (K)., selaku pembimbing II dan
penguji, yang telah meluangkan banyak waktu penulis sehingga skripsi ini
3. Yth. Ni Kadek Ari Astuti, drg., MDSc., selaku dosen penguji yang telah
kepada penulis.
iii
4. Yth. Dekan Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Mahasaraswati Denpasar
beserta staf.
Kepada kedua orang tua penulis yang terkasih dan tersayang Bapak I Ketut
Gunawan, Ibu Ni Ketut Sukarmi, dan kakak I Gede Ary Cahyadi Gunawan
sebesarnya atas dukungan, doa, semangat serta materil, yang diberikan kepada
skripsi ini.
Radiologi : Gek Sri, Dian, Kresnananda (Cumik), Jayak, Rian, serta sahabat
baik dan teman yang membantu : Benyamin, Gungde Adirta Putra, Riscapy,
Yollan, Priska, Bagas Aditya, dan kepada seluruh sahabat Cranter 2010 yang
telah memberikan dukungan dan semangat dalam menulis skripsi ini serta
Namun demikian, skripsi ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi yang
berkepentingan.
Penulis
iv
PERBANDINGAN PANJANG GIGI INSISIF SENTRAL SEBENARNYA
DENGAN PANJANG GIGI INSISIF SENTRAL PADA PERHITUNGAN
DIAGNOSTIC WIRE FOTO (DWF) MENGGUNAKAN TEKNIK
RONTGEN FOTO PERIAPIKAL
Abstrak
v
DAFTAR ISI
Halaman Judul
vi
2. Panjang Rata-rata Gigi ..................................................................... 27
C. Sampel ..................................................................................................... 32
A. Simpulan ................................................................................................. 45
B. Saran ........................................................................................................ 45
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
vii
DAFTAR GAMBAR
viii
DAFTAR TABEL
Tabel 4.1 Hasil perhitungan jangka sorong dan Diagnostic Wire Foto (DWF) . 37
Tabel 4.2 Hasil uji Paired t-Test perhitungan jangka sorongf dan Diagnostic Wire
ix
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Radiologi adalah ilmu kedokteran gigi untuk melihat bagian dalam tubuh
Dental Radiology. Dental Radiograph ini memegang peranan yang penting dalam
(Margono, 1998).
sendiri dapat melihat suatu kelainan didalam rongga mulut. Terutama kelainan
pada jaringan penyangga gigi, akar gigi, maupun kelainan lainnya yang terdapat
pada apikal gigi. Hal ini sangat berguna sehingga memudahkan para klinisi dalam
Secara garis besar, radiografi yang digunakan dalam bidang kedokteran gigi
berdasarkan teknik pemotretan dan penempatan film, dapat dibagi menjadi dua,
yaitu taknik ekstraoral dan teknik intraoral (Hidayat, 2007). Teknik foto rontgen
radiografi gigi geligi dan jaringan disekitarnya dengan film rontgen diletakkan di
dalam rongga mulut pasien, salah satunya adalah foto periapikal dan bite
1
2
penting terutama untuk melihat adanya kelainan yang tidak tampak dan dapat
diketahui secara jelas, sehingga akan sangat membantu seorang dokter gigi dalam
Teknik periapikal merupakan salah satu foto rontgen gigi intraoral yang
paling sering digunakan, dengan keuntungan dapat melihat gambaran secara detail
tetapi daerah liputan foto tidak luas hanya terbatas beberapa gigi saja. Dengan
tindakan pencabutan agar gigi dapat bertahan dalam soketnya. Dalam perawatan
rontgen dengan teknik foto periapikal. Teknik tersebut merupakan teknik yang
digunakan untuk melihat keseluruhan mahkota serta akar gigi dan tulang
Setiap gigi yang sudah dipertimbangkan untuk dirawat, harus diperiksa secara
rontgen yang baik, hal ini tergantung pada teknik pengambilan, lama penyinaran,
kekuatan aliran listrik yang digunakan, dan proses pencuciannya (Tarigan, 2006).
3
pemeriksaan yang teliti agar kita dapat menegakkan diagnosa yang tepat dan
lengkap antara lain meliputi pemeriksaan subyektif dan obyektif serta rontgen foto
(Grossman, 1995). Pengambilan gigi insisif sentral rahang atas sebagai sampel
karena merupakan gigi anterior yang beresiko untuk terjadi fraktur, karies dan
akar, yang diukur dari oklusal sampai apeks. Dengan cara memasukkan instrumen
pada tiap saluran akar dan membuat radiograf instrumen. Dari hasil radiograf
Wire Foto (DWF), yang terlebih dahulu harus diketahui panjang gigi sebenarnya
(Grossman, 1995).
foto rontgen lebih pendek dari pada panjang rata-rata, panjang kerja menggunakan
Diagnostic Wire Foto (DWF) dalam menentukan panjang gigi sebenarnya, dan
B. Rumusan Masalah
Bertitik tolak dari latar belakang diatas, dapat dirumuskan suatu masalah
panjang gigi insisif sentral pada perhitungan Diagnostic Wire Foto (DWF)
C. Tujuan penelitian
dengan panjang gigi insisif sentral pada perhitungan Diagnostic Wire Foto (DWF)
D. Manfaat Penelitian
sentral sebenarnya yang diukur dengan jangka sorong dengan panjang gigi
TINJAUAN PUSTAKA
dari Universitas Wurzburg, Jerman. Saat itu ia melihat timbulnya sinar fluoresensi
yang dialiri listrik. Pada tahun 1901 mendapat hadiah nobel atas penemuan
tersebut. Akhir Desember 1895 dan awal Januari 1896 Dr Otto Walkhoff (dokter
gigi) dari Jerman adalah orang pertama yang menggunakan sinar x pada foto gigi (
fisika Walter Koenig menjadikan waktu penyinaran 9 menit dan sekarang waktu
sifat sinar X yaitu sifat Fisika dan Kimianya, namun ada satu sifat yang tidak
diketahuinya, yaitu sifat biologik yang dapat merusak sel-sel hidup. Sifat yang
ditemukan Rontgen antara lain adalah bahwa sinar X bergerak dalam garis lurus,
tidak dipengaruhi oleh lapangan magnetik dan mempunyai daya tembus yang
semakin kuat apabila tegangan listrik yang digunakan semakin tinggi (Sjahriar
dkk, 1996).
tahun 1896 mengalami cedera disebabkan efek pekerjaan yaitu kulit tangannya
pasien maupun radiographer. Korban lain dr Max Hermann Knoch orang Belanda
5
6
pelindung tahun 1904 dr Knoch menderita kelainan yang cukup berat luka yang
tak kunjung sembuh pada kedua belah tangannya. Lama kelamaan tangan kiri dan
kanan jadi nekrosis dan lama diamputasi yang akhirnya meninggal karena sudah
radiografi dan pemeriksaan visual atas struktur tubuh pada layar fluorosensi, atau
bayangan benda yang dikaji pada film. Hasil dari radiografi tersebut sering
Radiografi di kedokteran gigi ada 2 macam yaitu radiografi intra oral (film di
dalam mulut) dan radiografi ekstra oral (film di luar mulut). Radiografi intra oral
ekstra oral merupakan pemeriksaan radiografi yang lebih luas dari kepala dan
Foto rontgen Ekstra Oral digunakan untuk melihat area yang luas pada
rahang dan tengkorak, film yang digunakan diletakkan di luar mulut pasien.
Beberapa foto rontgen yang ekstra oral yang paling umum digunakan hingga yang
digunakan dalam teknik foto rontgen ekstra oral. Foto panoramik menghasilkan
2) Teknik Lateral
Foto rontgen ini digunakan untuk melihat keadaan sekitar lateral tulang
muka, diagnosa fraktur dan keadaan patologis tulang tengkorak dan muka.
8
gambaran struktur wajah, antara lain sinus frontalis dan ethmoidalis, fossanasalis,
dan orbita.
Foto rontgen ini digunakan untuk melihat kelainan pada bagian depan
maksila dan mandibula, gambaran sinus frontalis, sinus ethmoidalis, serta tulang
hidung.
5) Teknik Cephalometri
dan kelainan pertumbuhan dan perkembangan. Foto ini dapat juga digunakan
untuk melihat jaringan lunak nasofaringeal, sinus paranasalis, dan palatum keras.
6) Proyeksi Waters
ethmoidalis, sinus frontalis, sinus orbita, sutura zigomatiko frontalis, dan rongga
nasal.
7) Proyeksi Reverse-Towne
perpindahan tempat dan dapat juga digunakan untuk melihat dinding postero
lateral maksila.
9
8) Proyeksi Submentovertex
Foto ini dapat digunakan untuk melihat dasar tengkorak, posisis kondilus,
sinus sphenoidalis, lengkung mandibula, dinding lateral sinus maksila, dan arcus
zigomatikus.
umum digunakan pada praktek kedokteran gigi ada tiga jenis pemeriksaan yaitu
proksimal gigi dan puncak alveolar yang secara klinis tidak dapat dideteksi.
Teknik ini dilakukan dengan cara menggigit sayap dari film yang berfungsi
sebagai stabilisasi film dalam rongga mulut. Teknik pemotretan bitewing juga
Teknik pemotretan bitewing ini mudah dilakukan, teknik ini juga dapat
digunakan untuk pemeriksaan rahang atas dan rahang bawah sekaligus. Selain itu
10
alveolaris, melihat hubungan dari benih-benih gigi permanen terhadap gigi sulung,
sebagai check - up periodik untuk melihat karies baru dan perubahan awal
menggunakan satu film, jika dengan teknik bidangbagi tidak dapat menunjukkan
Film bitewing juga mempunyai kelemahan, dimana salah satu kelemahan dari
sehinggapuncak alveolar tidak terlihat selain itu tidak dapat melihat hasil rontgen
sampai pada bagian apikal gigi melainkan kita hanya bisa melihat bagian korona
bitewing yang gambaran radiografnya terbatas. Dengan teknik oklusal ini dapat
diperoleh gambaran yang luas dari daerah rahang yang ingin dilihat. Film
diletakkan didaerah oklusal gigi. Apabila film untuk oklusal tidak ada, maka dapat
digunakan dua film periapikal yang digabung menjadi satu. Pada penderita anak
anak, teknik oklusal dapat menggunakan film periapikal. Teknik oklusal dapat
dikelompokkan menjadi dua bagian yaitu, true occlusal yang disebut juga cross
11
section view/right angle view, dan oblik oklusal atau topografik oklusal.
1) Mengetahui tempat yang tepat dari akar gigi, gigi supernumerari, dan gigi
yang impaksi.
2) Mengetahui benda asing di dalam tulang rahang dan batu di dalam saluran
glandula saliva.
mulut atau dapat membuka mulut yang tidak terlalu besar, sehingga tidak
dapat dibuat radiograf intraoral yang lain karena memasukkan film kedalam
6) Untuk memeriksa bagian medial dan lateral bagian yang terkena kista,
1998).
radiograf yangsecara rutin digunakan dalam praktek kedokteran gigi. Proyeksi ini
mahkota serta akar gigi dan tulang pendukungnya sampai kedaerah periapikal.
daerah liputan foto tidak luas hanya terbatas pada beberapa gigi saja (Haring,
2000). Adapun indikasi yang dapat diperoleh dari rontgen periapikal adalah :
c) Pemeriksaan paska trauma pada gigi geligi yang melibatkan tulang alveolar
disekitarnya.
apikal.
h) Evaluasi detail kista apikal dan lesi lainnya dalam tulang alveolar.
Ada pun posisi ideal film dan arah sinar x terhadap gigi adalah letak gigi
dan film harus sejajar, gigi yang diperiksa tersebut dan filmnya harus berkontak,
apabila tidak mungkin, diusahakan dapat sedekat mungkin. Untuk gigi insisivus
dan kaninus film diletakkan vertikal, sedangkan premolar dan molar film
diletakkan horisontal. Arah tabung sinar x diatur sedemikian sehingga berkas sinar
x jatuh tegak lurus baik terhadap gigi dan film dalam bidang vertikal dan
horisontal. Posisi film, gigi, dan sinar x dapat diulang dalam kondisi yang sama
(Haring, 2000).
melepas alat-alat di daerah yang akan diperiksa, misalnya alat orthodonsi, gigi
13
tiruan lepasan atau kaca mata. Posisi kepala penderita diatur sedemikian rupa,
untuk rahang atas garis hidung telinga sejajar lantai, dengan demikian pada
waktu pasien membuka mulut, bidang oklusi rahang atas sejajar lantai, sedangkan
untuk rahang bawah garis ujung bibir telinga sejajar lantai, dengan demikian
pada waktu pasien membuka mulut, bidang oklusi sejajar lantai. Pemotretan gigi
regio anterior atas biasanya ditahan dengan ibu jari, regio anterior bawah,
posterior kiri atas dan bawah ditahan dengan telunjuk kanan, regio posterior kanan
atas dan bawah ditahan dengan telunjuk kiri. Perintahkan pada pasien untuk
(Haring, 2000).
periapikal yaitu teknik biseksi,parallel, buccal object rule. Tetapi yang paling
sering digunakan dalam perawatan endodontik adalah teknik biseksi dan pararel.
medio-lateral tidak dapat ditentukan. Dengan buccal object rule (tube shift),
Sebelum cara ini ditemukan oleh Clark (1910), cara yang lazim dipakai
adalah menyebutkan bahwa obyek yang lebih dekat dengan film akan
menghasilkan gambar yang lebih jelas. Akan tetapi cara ini banyak kelemahannya
karena tergantung pada proses penyinaran.Buccal object rule juga biasa disebut
sebagai teknik pergeseran tabung (tube shift technique). Dasar teknik adalah
kaidah yang menyebutkan bahwa gigi yang terpendam atau benda asing yang
14
bergerak searah dengan gerakan konus menunjukan bahwa objek berada dibagian
lingual, apabila objek bergerak berlawanan dengan gerakan konus maka objek
Teknik biseksi ini sering juga disebut metode garis bagi. Dasar teori teknik
pemotretan radiografis metode garis bagi adalah, sudut yang dibentuk antara
sumber panjang gigi dan sumbu panjang film dibagi dua sama besar yang
selanjutnya disebut garis bagi. Tabung sinar x diarahkan tegak lurus pada garis
bagi ini, dengan titik pusat sinar x diarahkan kedaerah apikal gigi. Dengan
terproyeksi sama besarnya pada film. Penentuan sudut vertikal tabung sinar x
adalah sudut yang dibentuk dengan menarik garis lurus titik sinar x terhadap
bidang oklusal. Penentuan sudut horisontal tabung sinar x, ditentukan oleh bentuk
lengkung rahang dan posisi gigi. Dalam bidang horizontal titik pusat sinar x
satu gigi dengan gigi sebelahnya (Gb.2.1). Untuk film yang digunakan diusahakan
diletakkan sedekat mungkin dengan gigi yang akan diperiksa tanpa menyebabkan
dipertengahan film untuk gigi-gigi rahang atas dan rahang bawah. Film harus
dilebihkan diatas permukaan oklusal atau incisal untuk memastikan seluruh gigi
dapat tercakup didalam film. Perlu diperhatikan juga sisi yang menghadap tabung
sinar x adalah sisi yang menghadap gigi dengan tonjol orientasi menghadap
kearah mahkota gigi. Pasien diminta untuk menahan film dengan perlahan tanpa
tekanan, dengan ibu jari atau telunjuk (menahan film dengan tekanan yang
gambar yang dihasilkan). Tabung sinar x diarahkan ke gigi dengan sudut vertical
dan horizontal yang tepat. Lakukan penyinaran dengan kondisi yang telah
kondisi yang ada. Hal-hal yang mempengaruhi besar kecilnya sudut ini adalah
posisi kepala, posisi dan inklinasi masing-masing gigi, dan keadaan jaringan
tentang cara kerja pada waktu pengambilan. Pakaikanlah baju timah hitam (lead
radiogramnya misalnya, gigi palsu, pelat orto, kacamata, jepit rambut, anting, dll.
Perhatikan kepala penderita dan letakkan kepala penderita pada tempat yang benar
di sandaran kepala dari kursi dental dan instruksikan padanya untuk tidak
menggerakkan kepalanya. Gigi dan prosesus alveolaris merupakan unit dari tulang
muka dan keduanya merupakan komponen dari tengkorak. Apabila kepala stabil
maka posisi gigi otomatis ada standarnya. Posisi yang perlu diperhatikan pada
bidang vertikal atau bidang sagital yaitu posisi kepala yang ditunjang oleh
sagital tegak lurus pada bidang horizontal, sedangkan pada bidang horizontal atau
bidang oklusal di bagian maksila, diimajinasikan suatu garis yang ditarik dari ala
nasi ke tragus dan garis ini sejajar dengan bidang horizontal. Pada bagian
mandibula, diimajinasikan suatu garis yang ditarik dari sudut mulut ke tragus dan
hiposalivasi atau hipersalivasi dan apakah penderita ambang rasa mualnya tinggi
atau rendah. Letakkan film dalam mulut, pada regio yang akan dibuat radiograf.
Penderita dianjurkan untuk memegang film tersebut dengan cara dan teknik yang
dipakai, apakah itu teknik bidang bagi atau teknik kesejajaran, dan ingatkan agar
17
penderita jangan bergerak. Operator harus berdiri 3 meter di belakang tabung atau
di belakang dinding pemisah yang dilapisi timah hitam setebal 2 mm. Tempatkan
tabung sinar x mengarah pada gigi yang akan dibuat radiograf dengan sudut yang
sudah ditentukan dengan benar. Setelah dilakukan pemotretan, bersihkan film dari
Penentuan sudut vertikal tabung sinar-x adalah sudut yang dibentuk dengan
menarik garis lurus titik sinar-x terhadap bidang oklusal. Pada gigi posterior,
tabung sinar-x ditentukan oleh bentuk lengkung rahang dan posisi gigi. Dalam
bidang horizontal titik pusat sinar-x diarahkan melalui titik kontak interproksimal,
untuk menghindari tumpang tindih satu gigi dengan gigi sebelahnya. Gigi yang
akan dibuat foto rontgennya harus berada di tengah - tengah film dan jarak oklusal
Film diletakkan sedekat mungkin dengan gigi yang akan diperiksa tanpa
yangdiperiksa ada di pertengahan film untuk gigi-gigi rahang atas dan rahang
2006).
nyaman untuk pasien, karena tidak ada alat tambahan lain kecuali film. Untuk
penentuan posisi relatif lebih sederhana dan cepat. Bila penentuan sudut
horizontal dan vertikalnya benar, gambaran radiografis yang dihasilkan akan sama
besar dengan yang sebenarnya dan memadai untuk hampir semua indikasi
pemotretan. Tidak perlu sterilisasi khusus, karena tidak menggunakan alat bantu
besar.
gambar.
3. Tinggi tulang periodontal, tidak dapat dilihat dan dinilai dengan baik.
4. Bayangan tulang zygomatik sering tampak menutupi region akar gigi molar.
6. Tidak bisa mendapatkan gambaran dengan kondisi dan posisi yang sama,
pada gigi yan sama diwaktu yang berbeda, karena tidak ada alat bantu yang
7. Dapat terjadi cone cutting bila titik pusat sinar x tidak tepat dipertengahan
film.
10. Gambaran radiografis pada akar bukal gigi premolar dan molar rahang atas
pemotretan periapikal parallel adalah film diletakkan pada film holder dan
ditempatkan dalam mulut, pada posisi parallel terhadap sumbu panjang gigi yang
diperiksa. Tube head (cone)diarahkan tegak lurus terhadap gigi dan film. Dengan
menggunakan film holder yang memiliki pemegang film dan penentu arah tube
head, teknik ini dapat diulang dengan posisi dan kondisi yang sama pada waktu
persyaratan untuk mendapatkan posisi ideal penempatan film terhadap gigi yang
anatomis palatum dan lengkung rahang yang berbentuk kurva, menyebabkan film
dan gigi tidak dapat ditempatkan secara paralel dan dalam keadaan saling
berkontak (ada jarak antara film dengan gigi yang diperiksa). Dengan adanya
jarak antara film dengan gigi ini menyebabkan pembesaran gambaran radiografis
20
yang dihasilkan. Untuk mengatasi keadaan ini maka digunakan konus panjang
menggunakan film holder khusus untuk region anterior, dengan film ditempatkan
secara vertical, sedangkan untuk gigi premolar dan molar gunakan film holder
perhatikan sisi film yang berwarna putih dan tonjol identifikasi menghadap kearah
datangnya sinar x. Kepala pasien bersandar pada kursi, bidang oklusal horizontal
region insisivus dan kaninus rahang atas, ditempatkan seposterior mungkin untuk
dengan benar dan tidak tertekuk, sedangkan region insisivus dan kaninus rahang
bawah, film ditempatkan di dasar mulut, segaris dengan kaninus rahang bawah
atau posterior. Untuk region posterior dan molar rahang atas, ditempatkan
region premolar dan molar rahang bawah, ditempatkan sulkus lingual, berhadapan
letakkan gulungan kapas dibawah bite lock, yang dapat menjaga film dan gigi
pada posisi parallel, juga mengurangi rasa tidak nyaman karena adanya holder di
dalam mulut. Pasien diminta mengigit secara perlahan, agar posisi bite tab/loop
stabil. Lingkaran penentu arah sumber sinar x-ray ditempatkan sesuai posisinya.
Sesuaikan lingkaran penentu posisi dengan ujung kone (cone), dengan ini sudut
1. Tinggi puncak tulang periodontal dan jaringan periapikal dapat terlihat jelas.
2. Mahkota gigi dapat tampak dengan jelas sehingga karies proksimal dapat
3. Sudut vertikal dan horizontal, sudah ditentukan oleh lingkaran penentu posisi
5. Dapat membuat beberapa foto radiografis dengan posisi dan kondisi yang
Adapun kerugian yang di dapat dari teknik parallel ini yaitu (Ghom,
2008):
1. Penggunaan film holder dapat menyebabkan rasa tidak nyaman pada pasien,
yang penting dan digunakan saat menentukan rencana perawatan. Radiografi gigi
dapat membantu dokter gigi untuk memeriksa struktur pendukung gigi yang di
foto rontgen. Adapun fungsi lain dari radiografi di bidang kedokteran gigi, yaitu
untuk melihat lokasi lesi/benda asing yang terdapat pada rongga mulut, untuk
melihat adanya karies, penyakit periodontal, dan trauma. Selain itu fungsi
sebagai alat diagnosis adanya perubahan jaringan keras gigi dan struktur
periradikular, penentu jumlah, lokasi, bentuk, ukuran, arah akar dan saluran akar,
kerja perawatan saluran akat, metode yang sering digunakan adalah metode
merupakan jarak dari titik referensi pada bagian mahkota gigi sampai titik yang
teridentifikasi pada bagian apikal akar. Pengukuran panjang kerja pada perawatan
Titik referensi pada gigi posterior adalah pada ujung cusp, sedangkan pada
gigi anterior biasanya pada tepi insisal. Titik referensi harus merupakan titik atau
permukaan yang pasti dan dapat diandalkan, untuk menjamin ketepatan pada
semua pengukuran berikutnya. Tepi insisal atau cusp yang rusak atau patah harus
Panjang kerja harus ditentukan secara acak 0,5-1,0 mm lebih pendek dari
panjang saluran. Ukuran instrumen terakhir yang digunakan dalam apeks akar
merupakan suatu variabel yang tergantung pada ukuran apikal akar, kurvatur akar
akar. Selain itu, semua instrumen harus dibatasi didalam saluran akar, untuk
kuman-kuman yang didorong keluar saluran akar dan masuk kedalam jaringan
panjang kerja dari perawatan saluran akar yang kemudian akan diperoleh jarak
dari apeks yang tepat bagi preparasi saluran akar dan kemudian obturasi. Panjang
yang optimal adalah kurang 1 2 mm dari apeks, walaupun hal ini sedikit
pulpanya masih vital. Tentu saja panjang ini bervariasi tergantung pada banyak
faktor dan tujuan ideal tersebut tidak selalu dapat dicapai (Walton, 2008).
C. Anatomi Gigi
gigi dan pulpa. Pentingnya pengetahuan tersebut tidak dapat dianggap berlebihan
anatomi gigi dan pulpa menduduki urutan kedua setelah kesalahan diagnosis dan
rencana perawatan. Selain mengetahui anatomi gigi dan pulpa normal, mengetahui
variasi yang sering terjadi pada pulpa juga merupakan salah satu faktor penting
melintangnya. Selain keadaan morfologi normal, pada saluran akar juga terdapat
saluran akar maksimal, instrumen saluran akar harus dapat mencapai sebanyak
mungkin ruang pulpa yang ada untuk membuang jaringan pulpa, dan
Gigi insisif sentral atas adalah gigi kesatu di rahang atas, yang terletak
a. Korona
atas adalah gigi yang paling menyolok mata, gigi yang representatif untuk menjadi
contoh dalam bentuk dan corak gigi perorangan karena gigi ini paling menarik
perhatian. Panjangnya sama atau lebih besar dari pada gigi depan lainnya, kecuali
kaninus bawah. Lebar mesio-distal pada serviks dan pada titik kontak lebih besar
b. Akar
Gigi insisif sentral merupakan gigi anterior berakar tunggal selain kaninus.
Menurut ingle, 100% gigi rahang atas dan 99,9% rahang atas memiliki satu
saluran akar.
c. Saluran Akar
Bentuk saluran akar pada penampang melintang gigi insisif rahang atas
1/3 tengah akar : saluran akar sedikit oval dan hampir mendekati bulat.
d. Pandangan Labial
2) Garis luar mesial, garis ini merupakan titik pertemuan korona dan akar ke
titik kontak mesial cembung sedikit, dengan titik kontak mesial terletak 1/8
Bentuk ini memberi kontak dengan atas lainnya dekat edge insisal.
3) Garis luar distal, garis dari titik pertemuan korona dan akar ke titik kontak
4) Garis luar insisal, garis yang menghubungkan garis luar mesial dan distal
5) Garis luar akar, akarnya tebal, bentuknya seperti kerucut dengan apeks yang
e. Pandangan Palatal
Garis luarnya adalah kebalikan dari garis luar pandangan labial. Ciri-ciri
yang menarik dari pandangan ini adalah terdapatnya singulum dari ridge
marginal.
f. Pandangan Mesial
Pandangan ini menunjukkan bahwa atas ini adalah alat untuk menggigit
karena berbentuk baji, dengan ukuran yang terbesar pada crest labial dan
palatal, lalu mengecil di insisal edge. Crest labial dan palatal terletak 2mm
dari serviks.
27
1) Garis luar servikal, garis ini melengkung ke insisal edge 1/3 panjang
menghubungkan titik pertemuan korona dan akar, crest labial dan titik
3) Garis luar palatal, garis yang menghubungkan titik pertemuan korona dan
akar, crest palatal dan titik pertemuan poros gigi dan edge insisal, berbentuk
4) Garis luar akar, berbentuk kerucut dengan apeks yang bundar, serta
ujungnya terletak pada poros gigi. Kadang-kadang kita melihat gigi dengan
edge insisal yang terletak di palatal dari poros gigi, yang dinamakan Hawk
g. Pandangan Distal
h. Pandangan Insisal
mempelajari anatomi gigi. Insisal edge terletak ditengah tebal korona labio-
Gigi manusia terdiri dari beberapa macam seperti gigi seri, gigi geraham dan
juga gigi taring dalam bahasa umumnya sedangkan dalam bahasa kedokterannya
disebut seperti gigi insisivus, caninus, premolar dan juga molar. Ukuran dari tiap
gigi ini berbeda antara satu dengan yang lain (Tabel 2.1)
Radiografi dental merupakan suatu gambaran fotografis pada suatu film yang
dihasilkan oleh paparan sinar X ke arah gigi dan struktur jaringan pendukung gigi.
lesi dan kondisi gigi serta tulang yang tidak bisa dilihat secara klinis. Radiografi
dental tidak hanya dipakai untuk mendeteksi penyakit tetapi juga untuk
memastikan penyakit yang diderita, serta membantu mengetahui letak dari lesi
rontgen radiografi yang paling sering dipergunakan dalam perawatan saluran akar
yaitu teknik periapikal, yang merupakan salah satu teknik foto rontgen gigi
intraoral. Keuntungan dari teknik tersebut dapat melihat gambaran secara detail,
tetapi daerah liputan foto tidak luas hanya terbatas beberapa gigi saja. Dengan
Setiap gigi yang sudah dipertimbangkan untuk dirawat, harus diperiksa secara
rontgen yang baik, hal ini tergantung pada teknik pengambilan, lama penyinaran,
kekuatan aliran listrik yang digunakan, dan proses pencuciannya (Tarigan, 2006).
menyelamatkan gigi dari tindakan pencabutan agar gigi dapat bertahan dalam
merupakan teknik yang digunakan untuk melihat keseluruhan mahkota serta akar
gigi dan tulang pendukungnya. Sehingga memudahkan dokter gigi untuk melihat
kelainan yang ada pada bagian apikal gigi (Tarigan, 2006). Pada tahapan
panjang kerja. Dengan melakukan Diagnostic Wire Foto (DWF) dapat diketahui
panjang gigi sebenarnya, dimana tujuannya adalah untuk memperoleh jarak dari
ukuran jarak rata-rata dari foramen apikalis ke apeks yang sebenarnya dan dari
konstriksi apeks (atau didalam saluran akar) ke foramen apikalis. Radiograf biasa
diputar 60-90 setiap putarannya dengan arah searah jarum jam dan
Fungsi dari gerakan tersebut bukan untuk membuang jaringan keras tetapi
ukuran kecil.
rontgen foto.
PAS dan PAF terkadang terjadi perbedaan karena adanya elongasi, ataupun
hasil perhitungan tersebut dapat diketahui panjang kerja gigi yang akan dirawat,
METODE PENELITIAN
A. Rancangan Penelitian
B. Identifikasi Variabel
Variable Terikat : panjang insisif sentral sebenarnya dengan gigi insisif sentral
C. Sampel Penelitian
Sampel yang digunakan adalah gigi insisif sentral rahang atas dengan
D. Definisi Operasional
1. Insisif sentral adalah gigi kesatu di rahang atas, yang terletak dikiri kanan dari
umumnya gigi atas merupakan gigi yang representatif untuk menjadi contoh
32
33
dalam bentuk dan corak gigi perorangan karena gigi ini paling menarik
mencakup gigi geligi dan jaringan sekitar sampai dengan daerah periapikal.
lurus (90) dengan sumbu panjang gigi dan film, waktu penyinaran 0,40 detik,
digunakanuntukmelihatkeseluruhanmahkotasertaakargigi
dantulangpendukungnya.
3. Diagnostic Wire Foto (DWF) adalah metode yang sering digunakan dalam
E. Instrumen Penelitian
panjang gigi insisif sentral sebenarnya dengan panjang gigi insisif sentral pada
jarum miller ke dalam saluran akar gigi insisif sentral dengan menggunakan
1. Dental x-ray
2. Gigi
3. Highspeed
4. Round bur
5. Film periapikal
6. Jarum File
7. Jarum Miller
8. Jangka sorong
9. Viewer
G. Alur penelitian
atas yang saluran akarnya sudah berisi jarum miller yang sesuai panjang
gigi rata-rata.
36
H. Pengumpulan Data
I. Analisis Data
HASIL PENELITIAN
A. Deskripsi Data
perbandingan panjang gigi insisif sentral sebenarnya dengan panjang gigi insisif
Tabel 4.1 hasil perhitungan jangka sorong dan Diagnostic Wire Foto (DWF)
Rerata
Standar Standar
N Jangka Rerata DWF
Deviasi Deviasi
Sorong
30 23,11 1,18 22,95 1,34
Dilihat dari tabel 4.1 diatas dapat dinyatakan bahwa nilai rata-rata (mean)
Wire Foto (DWF) dengan nilai 22,95 mm dengan nilai minimum dari panjang
gigi insisif sentral dari perhitungan jangka sorong tersebut adalah 20,8 mm, dan
perhitungan Diagnostic Wire Foto (DWF) adalah 20,10 mm. Sedangkan untuk
nilai maksimum dari data perhitungan jangka sorong adalah 25,72 mm, dan
37
38
B. Analisis Data
1. Uji Normalitas
berdistribusi normal atau tidak. Uji normalitas yang digunakan dalam penelitian
perhitungan Diagnostic Wire Foto (DWF) adalah 0,610. Hasil data tersebut
2. Uji homogenitas
dari varian yang sama. Uji homogenitas yang dipakai dalam penelitian ini adalah
jangka sorong dan Diagnostic Wire Foto (DWF) dengan nilai signifikansi
0,858. Hal ini menunjukan bahwa nilai signifikansi >0,05, maka data dari
perhitungan jangka sorong dan Diagnostic Wire Foto (DWF) berasal dari varian
3. Paired t-Test
Diagnostic Wire Foto (DWF). Dari hasil analisis data dengan menggunakan
Tabel 4.2. Hasil uji Paired t-Test perhitungan jangka sorong dan Diagnostic Wire
Foto (DWF)
Rerata
N Jangka Rerata DWF T P
Sorong
30 23,11 22,95 1,963 0,059
Berdasarkan uji Paired t-Test, nilai terhitung sebesar 1,963 dengan p value
atau signifikansi 0,059 > 0,05. Hal ini menunjukan bahwa tidak ada perbedaan
PEMBAHASAN
mengetahui panjang gigi sebenarnya. Radiografi itu sendiri merupakan salah satu
alat klinis yang paling penting untuk menentukan diagnosis. Alat ini
dilihat dengan mata telanjang. Tanpa alat ini tidak mungkin diagnosis, seleksi
dengan tepat, seorang klinisi harus mempunyai pengetahuan dan ketrampilan yang
menghitung panjang gigi sebenarnya. Metode ini merupakan jarak dari titik
referensi pada bagian mahkota gigi sampai titik pada bagian apikal gigi. Titik
referensi pada gigi anterior biasanya pada tepi insisal. Titik referensi harus
merupakan titik atau permukaan yang pasti dan dapat diandalkan, untuk menjamin
ketepatan pada semua pengukuran berikutnya. Tepi insisal atau cusp yang rusak
atau patah harus diasah sampai diperoleh suatu permukaan yang sehat (Grossman,
1995).
Tujuan penentuan panjang kerja itu sendiri adalah untuk memperoleh jarak
dari apeks yang tepat bagi preparasi saluran akar dan kemudian obturasi. Panjang
yang optimal adalah kurang 1 2 mm dari apeks, walaupun hal ini sedikit
40
41
pulpanya masih vital. Tentu saja panjang ini bervariasi tergantung pada banyak
faktor dan tujuan ideal tersebut tidak selalu dapat dicapai (Walton, 2008).
penelitian yang digunakan adalah 30 gigi insisif sentral rahang atas. Pengambilan
gigi insisif sentral rahang atas sebagai sampel karena merupakan gigi anterior
yang beresiko untuk terjadi fraktur, karies dan kerusakan gigi yang lain (Rini,
2013). Dari sampel tersebut kemudian diukur menggunakan jangka sorong yang
dan 0.01 untuk yang diatas 30cm. pengukuran ini bertujuan untuk mendapatkan
rontgen foto periapikal, dari hasil foto rontgen tersebut didapat hasil pengukuran
panjang gigi dalam foto, panjang alat dalam foto serta panjang alat sebenarnya
yaitu jarum miller, yang dimasukkan kedalam saluran akar sesuai dengan panjang
rata-rata gigi.
jangka sorong sebesar 23,11 mm dan perhitungan Diagnostic Wire Foto (DWF)
dengan nilai 22,95 mm dengan nilai minimum dari panjang gigi insisif sentral dari
perhitungan jangka sorong tersebut adalah 20,8 mm, dan perhitungan Diagnostic
Wire Foto (DWF) adalah 20,10 mm. Sedangkan untuk nilai maksimum dari data
perhitungan jangka sorong adalah 25,72 mm, dan perhitungan Diagnostic Wire
dengan panjang akar 13,5 dan panjang cervico-incisal korona adalah 10,5. Insisif
sentral merupakan gigi pertama dirahang atas yang terletak dikiri dan kanan dari
garis median. Bentuknya seperti sekop, sequare/ tapering/ ovoid. Hampir 100%
insisif sentral memiliki saluran akar satu dengan bentuk saluran akar oval atau
(DWF) terbukti akurat untuk melakukan pengukuran panjang gigi insisif sentral
atas, maka dilakukan Paired t-Test. Berdasarkan dari uji tersebut didapatkan hasil
sebesar 1,963 dengan p value atau signifikansi 0,059 > 0,05, yang artinya tidak
yang tidak dapat digantikan oleh cara apapun dalam prosedur perawatan
perawatan endodontik dapat dilihat dari sejak menegakkan diagnosa sampai saat
melakukan kontrol terhadap hasil perawatan. Maka tahap pertama yang perlu
radiogram yang dibuat dengan teknik yang tepat. Radiogram memang berperan
hasil perawatan. Alat foto rontgen atau dental X-ray unit yang mutakhir tidak
menjamin akan menghasilkan suatu radiogram yang baik tanpa disertai dengan
43
penerapan teknik foto dan processing film yang tepat dan memadai (Margono,
1998).
Teknik radiograf yang digunakan dalam bidang kedokteran gigi ada dua
yaitu teknik intraoral dan ekstraoral. Pada teknik intraoral, film rontgen diletakkan
di mulut pasien, yang terdiri dari teknik foto bite wing, oklusal, dan periapikal,
sedangkan pada foto rontgen ekstraoral, film rontgen diletakkan diluar mulut
pasien, terdiri dari teknik foto panoramik, lateral foto, cephalometri dan lain-lain
(Hidayat, 2007).
Menurut Mile (1975) foto periapikal adalah suatu teknik yang banyak digunakan
oleh dokter gigi untuk melihat gambaran seluruh bagian gigi, dari daerah koroner
sampai apikal dan keadaan tulang alveolar disekitar apeks gigi. Pada foto
periapikal lamina dura, trabekula tulang alveolar, pulp canal, lesi apikal gigi
maupun batas lesi dari jaringan karies dapat terlihat cukup jelas. Teknik yang
dipakai dalam penelitian ini adalah teknik parallel yang sering disebut dengan
metode kesejajarandimana posisi tube head (cone) tegak lurus dengan gigi dan
film. Posisi ini sudah memenuhi persyaratan untuk mendapatkan posisi ideal
penempatan film terhadap gigi yang diperiksa pada teknik pemotretan radiografis
A. Simpulan
23,11 mm dan perhitungan Diagnostic Wire Foto (DWF) dengan nilai 22,95
mm dengan nilai minimum dari panjang gigi insisif sentral dari perhitungan
jangka sorong tersebut adalah 20,8 mm, dan perhitungan Diagnostic Wire
Foto (DWF) adalah 20,10 mm. Sedangkan untuk nilai maksimum dari data
B. Saran
Adapun saran yang dapat diberikan dalam penelitian ini adalah agar
44
45
DAFTAR PUSTAKA
Boel, T. 2009, Dental Radiologi : Prinsip dan Teknik, USU Press, Medan.
Grossman, L. I. 1995, Ilmu Endodontik dalam Praktik, Ed. Ke-11, EGC, Jakarta.
Bandung.
Miles, D. A. 1975, Radiographic Imaging for Dental Auxilaries, ED. Ke-2, WB.
Rini, I.S. 2013, Jarak Atap Pulpa Terhadap Tepi Insisal Gigi Insivus Sentral
Sari, O. 2012, Perbandingan hasil Pengukuran Panjang Kerja Antara Dua Sistem
Walton, R. E. 2008, Prinsip dan Praktik Ilmu Endodonsia, Ed. Ke-3, EGC,
Jakarta.
47
LAMPIRAN
48
49
DATA PENELITIAN
Perhitungan DWF
Elemen Jangka PAS PGF PAF
Sorong
1 22,57 22 23,37 22,83 22,52037
2 23,49 23 23,8 23,28 23,51375
3 25,42 25 25,9 24,7 26,21457
4 22,66 22 22,95 22,13 22,81518
5 23,19 22 23,34 22,35 22,9745
6 25,06 25 24,65 24,35 25,30801
7 23,74 22 23,51 22,7 22,78502
8 25,72 25 25,76 25,05 25,70858
9 22,62 21 22,73 21,01 22,71918
10 23,85 23 24,62 23,31 24,29258
11 22,76 21 22,87 21,81 22,02063
12 20,8 19 21,11 19,95 20,10476
13 22,89 22 23,24 22,13 23,10348
14 23,49 22 23 22,64 22,34982
15 23,74 20 23,84 20,34 23,44149
16 22,88 22 22,96 22,22 22,73267
17 23,58 21 23,68 21,7 22,91613
18 23,23 22 23,21 21,87 23,34797
19 24,37 23 24,77 23,36 24,38827
20 22,15 21 22,72 21,05 22,66603
21 22,18 21 21,7 20,72 21,99324
22 22,56 21 22,99 21,83 22,1159
23 21,59 20 21,62 20,1 21,51244
24 24,43 23 24,56 23,4 24,14017
25 24,01 23 24,02 23,64 23,36971
26 21,85 21 22,21 21,7 21,49355
27 20,87 20 21,03 20,58 20,43732
28 23 22 23,69 22,88 22,77885
29 22,3 21 22,12 20,63 22,51672
30 22,32 21 22,45 21,09 22,3542
50
Frequencies
Statistics
Jangka_sorong PGS
N Valid 30 30
Missing 0 0
Mean 23.1107 22.9545
Median 22.9450 22.7819
a a
Mode 23.49 20.10
Std. Deviation 1.18254 1.34483
Variance 1.398 1.809
Range 4.92 6.11
Minimum 20.80 20.10
Maximum 25.72 26.21
Sum 693.32 688.64
a. Multiple modes exist. The smallest value is shown
Jangka_sorong PGS
N 30 30
a,,b
Normal Parameters Mean 23.1107 22.9545
Std. Deviation 1.18254 1.34483
Most Extreme Differences Absolute .075 .139
Positive .074 .139
Negative -.075 -.104
Kolmogorov-Smirnov Z .411 .760
Asymp. Sig. (2-tailed) .996 .610
a. Test distribution is Normal.
b. Calculated from data.
51
ANOVA
Ukuran_Gigi
Total 93.368 59
Paired T-Test
N Correlation Sig.
Pair 1 Jangka_sorong & PGS 30 .949 .000
Paired Differences
95% Confidence
Interval of the
Difference
Std. Std. Error Sig. (2-
Mean Deviation Mean Lower Upper t df tailed)
Pair 1 Jangka_sorong .15616 .43564 .07954 -.00651 .31883 1.963 29 .059
- PGS
52