Anda di halaman 1dari 7

Demam berdarah dengue (DBD) adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh infeksi virus dengue.

DBD adalah penyakit akut dengan manifestasi klinis perdarahan yang menimbulkan syok yang
berujung kematian. DBD disebabkan oleh salah satu dari empat serotipe virus dari genus
Flavivirus, famili Flaviviridae. Terdapat 4 serotipe DBD: Dengue 1, 2, 3 dan 4 di mana Dengue
tipe 3 merupakan serotipe virus yang dominan menyebabkan kasus yang berat. Dalam tubuh
manusia, virus memerlukan waktu masa tunas 4–6 hari (intrinsic incubation period) sebelum
menimbulkan penyakit. Terbentuknya kompleks antigen antibodi akan mengaktivasi system
komplemen. Pelepasan C3a dan C5a akibat aktivasi C3 dan C5 menyebabkan meningginya
permeabilitas dinding pembuluh darah dan merembesnya plasma melalui endotel dinding
pembuluh darah. Renjatan berat dapat terjadi jika volume plasma berkurang sampai lebih dari pada
30% dan berlangsung selama 24-48 jam. Renjatan yang tidak ditanggulangi secara adekuat akan
menimbulkan anoksia jaringan, asidosis metabolik dan kematian. Cara yang paling efektif dalam
mencegah penyakit DBD adalah dengan mengkombinasikan ”3M Plus”, yaitu menutup, menguras
dan menimbun. Pengobatan penderita Demam Berdarah Dengue bersifat simptomatik dan suportif.

Sejak tahun 1968 hingga tahun 2009, World Health Organization (WHO) mencatat Negara
Indonesia sebagai negara dengan kasus DBD tertinggi di Asia Tenggara. Di Indonesia, DBD
pertama kali ditemukan di kota Surabaya pada tahun 1968, sebanyak 58 orang terinfeksi dan 24
orang meninggal dunia. Sejak saat itu, penyakit ini menyebar luas ke seluruh Indonesia (Depkes
RI, 2010).

EPIDEMILOGI
Penyakit Demam Berdarah Dengue merupakan salah satu penyakit menular yang berbahaya dapat
menimbulkan kematian dalam waktu singkat dan sering menimbulkan wabah.

CARA PENULARAN
Terdapat tiga faktor yang memegang peranan pada penularan infeksi virus dengue, yaitu mausia,
virus dan vektor perantara. Virus dengue ditularkan kepada manusia melalui nyamuk Aedes
Aegypti. Aedes albopictus, Aedes polynesiensis dan beberapa spesies yang lain dapat juga
menularkan virus ini, namun merupakan vektor yang kurang berperan. Aedes tersebut
mengandung virus dengue pada saat menggigit manusia yang sedang mengalami viremia.
Kemudian virus yang berada di kelenjar liur berkembang biak dalam waktu 8 – 10 hari (extrinsic
incubation period) sebelum dapat di tularkan kembali pada manusia pada saat gigitan berikutnya.
Sekali virus dapat masuk dan berkembang biak di dalam tubuh nyamuk tersebut akan dapat
menularkan virus selama hidupnya (infektif).

Sebab lain dari kematian pada DBD ialah perdarahan saluran pencernaran hebat yang biasanya
timbul setelah renjatan berlangsung lama dan tidak dapat diatasi. Trombositopenia merupakan
kelainan hematologis yang ditemukan pada sebagian besar penderita DBD. Nilai trombosit mulai
menurun pada masa demam dan mencapai nilai terendah pada masa renjatan. Jumlah tromosit
secara cepat meningkat pada masa konvalesen dan nilai normal biasanya tercapai sampai hari ke
10 sejak permulaan penyakit. Kelainan sistem koagulasi mempunyai juga peranan sebagai sebab
perdarahan pada penderita DBD.

PENATALAKSANAAN
Pengobatan penderita Demam Berdarah Dengue bersifat simptomatik dan suportif yaitu adalah
dengan cara:
- Penggantian cairan tubuh.
- Penderita diberi minum sebanyak 1,5 liter - 2 liter dalam 24 jam (air teh dan gula sirup atau susu).
- Gastroenteritis oral solution/kristal diare yaitu garam elektrolit (oralit), kalau perlu 1 sendok
makan setiap 3-5 menit. Apabila cairan oral tidak dapat diberikan oleh karena muntah atau nyeri
perut yang berlebihan maka cairan intravenaperlu diberikan. Medikamentosa yang bersifat
simptomatis :
- Untuk hiperpireksia dapat diberikan kompres es di kepala, ketiak, inguinal.
- Antipiretik sebaiknya dari asetaminofen, eukinin atau dipiron.
- Antibiotik diberikan jika ada infeksi sekunder. Sampai saat ini obat untuk membasmi virus dan
vaksin untuk mencegah penyakit Demam Berdarah belum tersedia.

Menurut WHO tahun 2009, penyakit yang berasal dari vektor nyamuk tidak akan ada bila nyamuk
tidak muncul dan berkembang. Penyebab muncul dan berkembangnya nyamuk adalah adanya
tempat perindukan nyamuk. TPA potensial sebagai tempat perindukannya (breeding place) adalah
genangan air yang terdapat di dalam suatu wadah atau kontainer.2 Hal ini didukung dengan data
Tindakan pelaksanaan 3M Plus yang masih kurang baik ini menunjukkan bahwa masih kurangnya
kesadaran masyarakat terhadap pentingnya menjaga kebersihan rumah dan lingkungan sekitar
tempat tinggal agar dapat mencegah terjadinya penyakit DBD. Notoatmodjo pada tahun 2007
menyebutkan bahwa perilaku masyarakat mempunyai pengaruh terhadap lingkungan karena
lingkungan merupakan lahan untuk perkembangan perilaku tersebut.16 Kurang baiknya
perilaku/tindakan PSN DBD masyarakat akan menciptakan lingkungan yang kondusif bagi
perkembangbiakan nyamuk Ae. aegypti.

Vaksin untuk pencegahan terhadap infeksi virus dan obat untuk penyakit DB/DBD belum ada dan
masih dalam proses penelitian, sehingga pengendaliannya terutama ditujukan untuk memutus
rantai penularan, yaitu dengan pengendalian vektornya.7 Pengendalian Vektor DBD yang paling
efisien dan efektif adalah dengan memutus rantai penularan melalui pemberantasan jentik.
Pelaksanaannya di masyarakat dilakukan melalui upaya Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN)
dalam bentuk kegiatan 3 M plus, yaitu : menguras dan menyikat tempat penampungan air (TPA),
seperti bak mandi/wc seminggu sekali (M1), menutup rapat TPA, seperti gentong air, tempayan
(M2), memanfaatkan atau mendaur ulang barang bekas yang dapat menampung air hujan (M3),
selain itu ditambah (plus) dengan cara lainnya, seperti mengganti air vas bunga atau tempat lainnya
yang sejenis seminggu sekali, memperbaiki saluran dan talang air yang tidak lancar/rusak,
menaburkan bubuk larvasida/abate untuk membunuh jentik nyamuk, memelihara ikan pemakan
jentik, memasang kawat kasa, menghindari kebiasaan menggantung pakaian dalam kamar,
mengupayakan pencahayaan dan ventilasi ruang yang memadai, menggunakan kelambu, memakai
obat yang dapat mencegah gigitan nyamuk. Untuk mendapatkan hasil yang diharapkan, kegiatan
3 M Plus ini harus dilakukan secara luas/serempak dan terus menerus /berkesinambungan.

Apabila PSN dilaksanakan seluruh masyarakat maka diharapkan nyamuk Aedes aegypti yang
merupakan vektor DBD dapat terbasmi. Untuk itu diperlukan usaha penyuluhan dan motivasi
kepada masyarakat secara terus menerus dalam jangka waktu lama, karena keberadaan jentik
nyamuk tersebut berkaitan erat dengan perilaku/ tindakan masyarakat.9

Tujuan penelitian ini adalah menentukan hubungan tindakan PSN dengan keberadaan larva vektor
penyakit DBD di daerah endemik DBD Kelurahan Lubuk Buaya Kecamatan Koto Tangah Kota
Padang.

Faktor risiko manusia yang mempengaruhi keberadaan dan kepadatan vektor DBD yaitu kepadatan
penduduk, mobilitas dan perumahan. Jumlah penduduk di Kelurahan Lubuk Buaya adalah 19.653
jiwa dengan luas wilayah 3,67 km², sehinga didapatkan kepadatan pnduduk per km² sebesar 5.355.
Menurut Undang-undang nomor 56/PRP/1960 dalam Kementrian Agrarria dan Tata Ruang/Badan
Pertahanan Nasional, tingkat kepadatan lebih besar dari 401 jiwa/ km² menandakan bahwa
kepadatan penduduk sangat padat.12 Hal ini menunjukkan bahwa kepadatan penduduk di
Kelurahan Lubuk Buaya adalah sangat padat. Hal ini dapat memudahkan penyebaran penyakit
DBD. Hasil pengamatan menunjukkan perumahan di Kelurahan Lubuk Buaya juga tidak teratur,
yang mana satu rumah berdempet dengan rumah lain. Hal ini mempermudah nyamuk berpindah
dari satu rumah ke rumah lainnya sehingga sangat berperan dalam penyebaran penyakit DBD.

Tindakan pelaksanaan 3M Plus yang masih kurang baik ini menunjukkan bahwa masih kurangnya
kesadaran masyarakat terhadap pentingnya menjaga kebersihan rumah dan lingkungan sekitar
tempat tinggal agar dapat mencegah terjadinya penyakit DBD. Notoatmodjo pada tahun 2007
menyebutkan bahwa perilaku masyarakat mempunyai pengaruh terhadap lingkungan karena
lingkungan merupakan lahan untuk perkembangan perilaku tersebut.16 Kurang baiknya
perilaku/tindakan PSN DBD masyarakat akan menciptakan lingkungan yang kondusif bagi
perkembangbiakan nyamuk Ae. aegypti.

secara mendalam melalui penelitian ilmiah dengan judul “Pengaruh Kondisi Sanitasi
Lingkungan dan Perilaku 3M Plus Terhadap Kejadian Demam Berdarah Dengue di
Kecamatan Purwoharjo Kabupaten Banyuwangi.” Tujuan penelitian ini adalah untuk
menganalisis 1) pengaruh kondisi sanitasi lingkungan terhadap kejadian DBD di Kecamatan
Purwoharjo Kabupaten Banyuwangi, 2) pengaruh perilaku masyarakat dalam 3M plus terhadap
kejadian DBD di Kecamatan Purwoharjo Kabupaten Banyuwangi, 3) mengetahui faktor yang
paling berpengaruh terhadap kejadian DBD di Kecamatan Purwoharjo Kabupaten Banyuwangi.
Jenis penelitian ini adalah survei analitik. Survei analitik adalah survei atau penelitian yang
mencoba menggali bagaimana dan mengapa fenomena kesehatan itu terjadi, kemudian melakukan
analisis dinamika korelasi antara fenomena atau antara faktor risiko dengan faktor efek
(Notoatmodjo, 2010:37). Penelitian ini menggunakan rancangan survei case control. Rancangan
penelitian case control atau kasus control adalah suatu penelitian (survei) analitik yang
menyangkut bagaimana faktor penyebab. Rancangan case control dalam penelitian ini adalah
setiap kasus yaitu responden penderita DBD dicarikan control yaitu responden yang tidak sakit
ataupun terjangkit DBD. Penelitian ini menggunakan sampel dari seluruh populasi sebanyak 59
kasus. Penelitian ini menggunakan rancangan survei case control. Rancangan penelitian case
control atau kasus control adalah suatu penelitian (survei) analitik yang menyangkut bagaimana
faktor penyebab. Rancangan case control dalam penelitian ini adalah setiap kasus yaitu responden
penderita DBD dicarikan control yaitu responden yang tidak sakit ataupun terjangkit DBD.
Penelitian ini menggunakan sampel dari seluruh populasi sebanyak 59 kasus.
Uji Chi-Square untuk menganalisis tentang pengaruh sanitasi lingkungan dan perilaku masyarakat
3M plus terhadap kejadian DBD di Kecamatan Purwoharjo Kabupaten Banyuwangi
menggunakan. Dasar pengambilam keputusan hipotesis berdasarkan tingkat signifikan (nilai α)
sebesar 5% atau 0,05.
Pengaruh perilaku 3M Plus terhadap kejadian DBD di Kecamatan Purwoharjo didukung oleh
faktor mengubur dan menyingkirkan barang-barang bekas, perilaku masyarakat terhadap sumber
genangan air di kebun, ketersediaan ukuran penutup pada tempat penampungan air, menguras dan
menggosok tempat penampungan air, menabur serbuk pembasmi jentik abate, perilaku masyarakat
terhadap baju habis pakai, perlindungan diri responden dari gigitan nyamuk di luar rumah dan
perlindungan diri responden dari gigitan nyamuk di dalam rumah. Pengujian menggunakan uji
regresi logistik berganda divariabel perilaku 3M plus adalah faktor perilaku terhadap genangan air
di kebun, perlindungan dari gigitan nyamuk di dalam rumah, dan ukuran penutup tandon air
merupakan faktor yang paling signifikan. Kecamatan Purwoharjo merupakan salah satu penghasil
buah naga terbesar dengan luas lahan tanam sebesar 198,055 ha. Keberadaan tanaman buah naga
menggunakan ban bekas sebagai penyangga menyebabkan genangan air yang ada pada ban bekas
dapat menjadi perkembangbiakan vektor penyakit DBD. Bulan Pebruari salah satu dusun di
Kecamatan Purwoharjo yaitu Dusun Tambakrejo Desa Bulurejo dilakukan fogging, karena
penderita DBD meningkat dan sudah termasuk kejadian luar biasa.
Menurut Ginanjar (2008:22), “Telur Aedes aegypti tahan terhadap kondisi kekeringan, bahkan bisa
bertahan hingga satu bulan dalam keadaan kering. Telur kering dapat menetas menjadi larva,
sebaliknya larva sangat membutuhkan air yang cukup untuk perkembangannya. Kondisi larva saat
berkembang dapat mempengaruhi kondisi nyamuk dewasa yang dihasilkan.” Nyamuk
perkembangbiakannya sebagian besar prosesnya, berada di dalam air maka perilaku masyarakat
terhadap sumber genangan air di kebun harus memenuhi syarat yaitu harus membuang air pada
ban bekas minimal 2 kali seminggu atau kurang dari 7 hari. Jarak sumber genangan air di kebun
pada tanaman buah naga juga dapat berperan terhadap kejadian DBD. Responden yang memiliki
tanaman buah naga dengan perilaku buruk dalam membuang genangan air yang berada di subjek
kasus dan subjek kontrol sebesar 58,5% atau 69 responden yang mana semua memiliki jarak dari
kebun < 200 m atau berada di sekitar rumah. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan di Kecamatan Purwoharjo Kabupaten
Banyuwangi, dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut ini:
1. Ada pengaruh yang signifikan antara kondisi sanitasi lingkungan terhadap kejadian DBD di
Kecamatan Purwoharjo. Berdasarkan hasil uji chi square sebesar 13,701 diketahui nilai p = 0,000,
dengan menggunakan derajat kesalahan (α) = 0,05, sehingga akan memiliki pengaruh yang
signifikan jika p < α, maka (p=0,000 < α=0,05).

Bagi Masyarakat
Berdasarkan hasil penelitian perlunya meningkatkan kesadaran terhadap lingkungan dengan
melakukan bersih-bersih secara rutin pada lingkungan sekitar rumah bersama-sama warga lainnya
dengan cara kerja bakti, baik di dalam rumah maupun di luar rumah, khususnya perilaku
masyarakat terhadap sumber genangan air di kebun buah naga yang terdapat di sekitar rumah.
Perilaku tersebut berpengaruh sangat signifikan terhadap kejadian DBD di Kecamatan
Purwoharjo.
3. Bagi Peneliti lain
Hasil dari penelitian ini dapat diteruskan oleh peneliti lain dengan menambah jumlah variabel dan
jumlah sampel penelitian, sehingga diharapkan dapat memperkuat keputusan yang akan diambil.

Anda mungkin juga menyukai