Berikut ini kami ketengahkan ke hadapan pa ra pemba ca tuntunan puasa Ramadhan yang benar,
berupa kesimpulan-kesimpulan yang dipetik dari Al-Qur`an dan Sunnah Rasulullah shollallahu
‘alaihi wa ‘ala alihi wa sallam yang shohih.
Tulisan ini kam i sarikan dari pembahasan luas dari be rbaga i madzhab fiqh dan kami uraikan
dengan kesimpulan-kesimpulan ringkas agar menja di tuntuna n prak tis bagi setiap muslim dan
muslimah dalam menja lankan puasa Ramadhan.
Ha rapan kami mudah-mudahan be rmanfaat bagi segenap kaum muslimin dan muslimat dalam
menja lankan ibadah puasa Ramadhan yang mulia. Amin Ya Rabbal ‘Alamin.
Tidak boleh berpuasa sehari atau dua hari sebelum Ramadhan dengan maksud berjaga -ja ga
jangan sampai Ramadhan telah masuk pada satu atau dua hari itu sementa ra me reka tidak
mengetahuinya. Adapun kalau be rpuasa sehari atau dua hari sebelum Ramadhan ka re na
bertepatan dengan kebiasaannya seperti puasa Senin-Kamis, puasa Daud dan lain-lain, maka
hal te rsebut diperbolehkan.
Seluruh hal ini be rdasa rka n hadits Abu Hura ira h radhiyallahu ‘anhu riwa yat Al-Bukhary dan
Muslim , Rasululllah shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wa sallam bersabda :
å ➢˚a
˚ ş́h̊Á́ ›a̋9̊o
´ ç̊9̊a
˚ í ú́›‘´ ›h̋ç̊9́ ›”fi̧ ¿¸ ş̊á9̊í 9̊í́ ç„9̊í ç̧9̊a
´ i̧ ú́›á
´ á9́ t9̊å”›¤́i̊ ›f́
“Jangan kalian mendahului Ramadhan dengan berpuasa satu atau dua hari kecuali seseorang
yang biasa berpuasa dengan suatu puasa tertentu maka (tetaplah) ia berpuasa.”
Penentuan masuknya bulan adalah dengan ca ra melihat Hilal. Hilal adalah bulan sabit kecil
yang nampak di a wa l bulan.
Dan bulan Islam hanya te rdiri dari 29 hari atau 30 hari, sebagaimana dalam hadits ‘Abdullah
bin ‘Umar radhiyallahu ‘anhu ri wa yat Al-Bukhary dan Muslim, Nabi shollallahu ‘alaihi wa ‘ala
alihi wa sallam tatkala menyebut bulan Ramadhan beliau berisyarat dengan kedua tangannya
se ra ya be rka ta :
¿´ ş̊i̧›h́í åf́ t9̊9̊›˚Ã̊›Á́ ,˚ ²̊ş̊h́>´ ¿´➢¸n̊ í̊ ú˚ç̧Á́ a̧şí9̊,̊f̧ t9̊,̊b̧Á̊í́9́ a̧şí9̊,̊f̧ t9̊å9̊a
˚ Á́ ã̧íf̧›”ift ¿Á̧ åá›ǵi̊i̧ ›´¤́>´ ”,i̊ tś²́ǽ9́ tś²́ǽ9́ tś²́ǽ ,̊g̊”uft
“Bulan (itu) begini, begini dan begini, kemudian beliau melipat ibu jarinya pada yang ketiga
(yaitu sepuluh tambah sepuluh tambah sembilan,-pent.), maka puasalah kalian karena kalian
melihatnya (hilal), dan berbukalah kalian karena kalian melihatnya, kemudian apabila bulan
tertutupi atas kalian maka genapkanlah bulan itu tiga puluh.”
Maka untuk melihat hilal Ramadhan hendaknya dilakukan pada tanggal 29 Sya’ban setelah
matahari terbenam. Selang bebe rapa saat bila hilal nampak maka telah masuk tanggal 1
Ramadhan dan apabila hilalnya tidak nampak be ra rti bulan Sya’ban digenapkan 30 hari dan
setelah tanggal 30 Sya’ban se ca ra otomatis besoknya adalah tanggal 1 Ramadhan.
Apabila hilal telah terlihat pada satu negeri maka diharuskan bagi seluruh nege ri di dunia
untuk be rpuasa . Ini merupakan pendapat Jumhur ‘Ulama yang be rsanda rkan kepada sura t Al-
Baqaroh ayat 185 :
å ➢˚a
˚ ş́h̊Á́ ,́g̊”uft ,̊²̊s̊a̧ ›´ģú ¿˚ ➢´Á́
“Maka barangsiapa dari kalian yang menyaksikan bulan, hendaknya ia berpuasa.”
Dan juga dari hadits Abdullah bin ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma riwa yat Al-Bukhary dan Muslim
yang tersebut di atas dan hadits Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhuma riwa yat Al-Bukhary dan
Muslim , Nabi shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wa sallam :
¿´ş̊i̧›h́í t9̊?›×´Á́ ,̊g̊”uft ,˚ ²̊ş̊h́>´ ¿´”➢n̊ ú˚ç̧Á́ a̧şí9̊,̊f̧ t9̊,̊b̧Á̊í́9́ a̧şí9̊,̊f̧ t9̊å9̊o
˚
“Berpuasalah kalian karena melihatnya dan berbukalah kalian karena melihatnya dan apabila
bulan tertutup atas kalian maka sempurnakanlah tiga puluh.”
Ayat dan dua hadits di atas adalah pembica raan yang ditujukan kepada seluruh kaum
muslimin di manapun mereka be ra da di belahan bumi ini, wa jib atas me reka untuk be rpua sa
tatkala ada dari kaum muslimin yang melihat hilal.
Tidak diragukan bahwa niat me rupaka n sya ra t syahnya puasa dan sya ra t syahnya seluruh
jenis ibadah lainnya sebagaimana yang ditegaskan oleh Rasululllah shollallahu ‘alaihi wa ‘ala
alihi wa sallam dalam hadits ‘Umar bin Khaththab radhiyallahu ‘anhu ri wa yat Al-Bukhary dan
Muslim :
´ 9́í́ ›á ý
ç „ ,̧åt ”$²̊f̧ ›➢´”íi̧9́ u
¸ ›”ş”sf›i̧ $̊›➢´>˚ ¿´f̊t ›➢´”íi̧
“Sesungguhnya setiap amalan hanyalah tergantung pada niatnya dan setiap orang hanyalah
mendapatkan apa yang ia niatkan.”
Ka rena itu hendaknyalah seo ra ng m uslim benar-benar memperhatikan masalah niat ini yang
menja di tolak ukur diterima atau tidaknya amalannya. Seorang muslim tatkala akan be rpua sa
hendaknya berniat dengan sungguh-sungguh dan bertekad untuk be rpuasa ikhlash ka re na
Allah Ta’ala.
Niat tempatnya di dalam hati dan tidak dilafadzkan. Hal ini dapat dipahami dari hadits di atas.
Diwa jibkan bagi orang yang akan be rpua sa untuk berniat semenjak malam harinya yaitu
setelah matahari terbenam sampai te rbitnya fa ja r subuh.
Dan ke wa jiban be rnia t dari malam hari ini umum pada puasa wa jib maupun puasa sunnah
menurut pendapat yang paling kuat di kalangan pa ra ‘ulama.
Dan tidak dibena rkan berniat satu kali saja untuk satu bulan bahkan diha ruska n be rnia t setiap
malam menurut pendapat yang paling kuat.
Tiga point te rakhir be rda sa rkan pe rka taan Ibnu ‘Umar dan Hafshoh radhiyallahu ‘anhuma yang
mempunyai hukum marfu’ (sama hukumnya dengan hadits yang diucapkan langsung oleh
Nabi shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wa sallam) dengan sanad yang shohih :
å f́ ḉ›ş́o
¸ ›h́Á́ $̧ş̊”hft ¿´a̧ ḉ›ş́”aft u
¸ ”şş́i̊ ,˚ f́ ¿˚á
“Siapa yang tidak berniat puasa dari malam hari maka tidak ada puasa baginya.”
Apabila telah pasti masuk 1 Ramadhan dan berita tentang hal itu belum diterima kecuali pada
pertengahan hari, maka hendaknyalah be rsege ra berpuasa sampai maghrib wa laupun telah
makan atau m inum sebelumnya dan tidak ada ke wa jiban qodho` atasnya sebagaimana dalam
hadits Salamah Ibnul Ak wa ’ riwa yat Al-Bukhary dan Muslim, beliau be rka ta :
,˚ a
˚ ş́h̊Á́ ,˚ a
˚ í ,˚ f́ ú́›‘´ ¿˚ á µ
¸ ›”sft ¿Á̧ ú́ş9̊i̊ ú˚ í́ o̊ ,́á¿´Á́ ›´ t9́9̊ů›>´ ḉ 9̊í ,́h́G˚ í́ ¿˚ a̧ ›h̋ç̊9́ ,́ ”hǴ 9́ a̧ f̧i ,h́>´ 9́ a̧ ş̊h́>´ a
˚ t ,”ho
´ a
¸ t $̊9̊G̊ 9́ u
´ ×´í
$̧ş̊”hft ,f́i̧ å᛺́o
¸ ”,şş̊h̊Á́ $́‘´í́ ú́›‘´ ¿˚á9́
“Rasululllah shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wa sallam mengutus seorang laki-laki dari Aslam
pada hari ‘Asyuro` (10 Muharram,-pent.) dengan memerintahkannya untuk mengumumkan
kepada manusia siapa yang belum berpuasa maka hendaklah ia berpuasa dan siapa yang
telah makan maka hendaknya dia sempurnakan puasanya sampai malam hari.”
Waktu puasa be rmula dari te rbitnya fajar subuh dan berakhir ketika matahari terbenam . Allah
Subhanahu wa Ta’ala menyatakan dalam surah Al-Baqaroh ayat 187 :
4. Makan Sahur
Makan sahur adalah suatu hal yang sangat disunnahkan dalam syari’at Islam menurut
kesepakatan para ulama. Hal itu ka re na Rasululllah shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wa sallam
sangat menganjurka nnya dan mengaba rk an bahwa pada sahur itu te rda pat be rkah bagi
seorang muslim di dunia dan di akhira t sebagaimana dalam hadits Anas bin Malik riwa yat Al-
Bukhary dan Muslim :
Bahkan beliau menjadikan sahur itu sebagai salah satu syi’ar (simbol) Islam yang sangat
agung yang membedakan kaum muslimin dari o ra ng–orang yahudi dan nashroni, beliau
bersabda dalam hadits ‘Am r bin ‘Ash radhiyallahu ‘anhu riwa yat Muslim :
,̧⁄
˚ ”~ft ã̊h́‘´í́ ç
¸ ›ś²̧f̊t $̧æ̊í́ ç̧›ş́o
¸ 9́ ›śa̧›ş́o
¸ ¿´ş̊í ›á $̊a
˚ Á́
“Pembeda antara puasa kami dan puasa ahlul kitab adalah makan sahur.”
Dan juga disunnahkan mengakhirkan sahur sampai mendekati wak tu adzan subuh,
sebagaimana Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wa sallam memulai makan sahur dalam
selang wak tu memba ca 50 ayat yang tidak panjang dan tidak pula pendek sampai wak tu
adzan sholat subuh. Hal te rsebut dinyatakan dalam hadits Zaid bin Tsabit radhiyallahu ‘anhu
riwa yat Al-Bukhary dan Muslim :
ã̋ íi ¿´ ş̊~
¸ ➢˚ś $́›Ã́ c›➢´g̊śş̊í ›á 9̊›˚Ã̊ ú́ ›‘´ ,˚ ‘´ : u
˚ h̊Ã̊ .õ̧›h́”aft ,f́i̧ ›ś➢˚Ã̊ ”,i̊ ,́”hǴ9́ a̧f̧i ,h́>´ 9́ a̧ş̊h́>´ a
˚ t ,”ho
´ a
¸ t $̧9̊G̊ 9́ ḉá ›í́,̊”⁄ ~
´ í
“Kami bersahur bersama Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wa sallam kemudian kami
berdiri untuk sholat. Saya berkata (Anas bin Malik yang meriwaytkan dari Zaid,-pent.) :
“Berapa jarak antara keduanya (antara sahur dan adzan)?”. Ia menjawab : “Lima puluh
ayat”.”
Dan dari hadits di atas, juga dapat dipetik kesimpulan akan disunnahkannya makan sahur
se ca ra bersama.
Dan sebaik-baik makanan yang dipakai be rsahur oleh seo ra ng mu’m in adalah ko rma .
Sebagaimana dalam hadits Abu Hura irah radhiyallahu ‘anhu riwa yat Abu Da wud dengan sanad
yang shohih, Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wa sallam bersabda :
Batas akhir bolehnya makan sahur sampai adzan subuh, apabila telah masuk adzan subuh
maka hendaknya menahan makan dan m inum. Hal ini sebagaimana yang dipaham i dari ayat
dalam surah Al Baqo ro h ayat 187 :
Apabila telah yakin akan masuk wak tu subuh dan seseo ra ng sedang makan atau m inum maka
hendaknyalah berhenti dari makan dan minumnya. Ini me rupaka n fatwa Al-La jna h Ad-Daimah
yang diketuai oleh Syaikh ‘Abdul ‘Aziz bin Baz rahimahullah, Syaikh Muqbil bin Hadi Al-Wadi’iy
dan bebe ra pa ulama lainnya berdasa rkan nash ayat di atas. Adapun hadits Abu Daud, Ahmad
dan lain-lainnya yang menyebutkan bahwa Nabi shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wa sallam
bersabda :
Apabila seeorang ragu apakah wa ktu subuh telah masuk atau tidak, maka dipe rbo lehkan
makan dan minum sampai ia yakin bahwa wak tu subuh te lah masuk.
Hal ini berdasa rka n firma n Allah :
Diwa jibkan atas orang yang be rpuasa untuk meninggalkan makan, m inum dan hubungan
seksual. Hal ini tentunya sangat dimaklumi berdasa rkan firman Allah :
˚ ›´í ,a̧i̧ y
ç ˚ ý̧ç˚í́ ›í́í́9́ ¿˚f̧ å”íç̧Á́ ḉ›ş́”aft ’ð́i̧ : ,f́›×´í a
˚ t $́›Ã́ ➢
„ ×˚ó
¸ ã̧í́›➢¸×¸ş̊Ǵ ,f́i̧ ›ǵf̧›íåí́ ,́u
´ >´ ã̊ś~
´⁄´ f̊t ➢
˚ >´ ›á
´ i̊ ḉ ›´i ¿¸i̊t $̧➢´>´ $g‘˚
¿˚ḩç˚í́ ¿˚ a̧ åá›×´b́9́ åí9́g̊ú
“Setiap amalan Anak Adam kebaikannya dilipatgandakan menjadi sepuluh sampai tujuh ratus
kali lipat. Allah Ta’ala berfirman : “Kecuali puasa, sesungguhnya ia adalah (khusus) bagi-Ku
dan Aku yang akan memberikan pahalanya, ia (orang yang berpuasa) meninggalkan
syahwatnya dan makanannya karena Aku.” (Lafazh hadits bagi Imam Muslim)
Diwa jibkan meninggalkan pe rka taan dusta, makan harta riba dan mengadu domba.
Juga diharuskan meninggalkan segala perka ra yang sia-sia dan tidak berguna.
Dua point di atas berdasa rka n dalil-dalil umum akan la rangan melakukan perka ra-pe rka ra di
atas, dan seca ra khusus menyangkut puasa Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wa
sallam telah menjelaskan dalam hadits Abu Huro iroh radhiyallahu ‘anhu riwa yat Al-Bukhary :
åít,́ú9́ åá›×´b́ ç
´ ›´í ú˚ í́ ¿˚Á̧ ã̊ḉ›⁄́ a
¸ .
´ ş̊h́Á́ a̧i̧ $́➢´×´f̊t9́ 9̧9̊?ýft $́9̊Ã́ ç
˚ ›´í ,˚ f́ ¿˚á
“Siapa yang tidak meninggalkan perkataan dusta dan beramal dengannya maka Allah tidak
ada hajat/keperluan padanya apabila ia meninggalkan makan dan minumnya (yaitu pada
puasanya, -pent.).”
Dan juga dalam hadits Abu Hura irah radhiyallahu ‘anhu riwa yat Ibnu Khuzaimah dengan sanad
yang hasan, Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wa sallam menegaskan :
ç̊9̊a
˚ í9́ $̊~
¸ śz̊í ”,i̊ a̧ḩæ̊ í́ ¿˚a̧ ş
˚ s̊ç̊ 9́æ̊9́,̊ş
˚ ¤́f̊t å‘˚9̧›˚i̊ ú́ ›‘´ ,́”hǴ9́ a̧f̧i ,h́>´ 9́ a̧ş̊h́´>´ a
˚ t ,”ho
´ ”¿ş̧”sft ”úí́
“Sesungguhnya Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wa sallam kadang-kadang dijumpai
oleh waktu subuh sedang beliau dalam keadaan junub dari istrinya, kemudian beliau mandi
dan berpuasa.”
Tidak ada pe rbe daan apakah dia junub sebab mimpi a ta u sebab be rhubungan. Demikian pula
wa nita yang haid atau nifas yang telah suci sebelum te rbit fa ja r akan tetapi dia belum sempat
mandi takut kesiangan dia juga boleh be rpua sa menurut pendapat yang paling kuat di
kalangan para ‘ulama berdasa rka n hadits di atas.
Juga dipe rbo lehkan untuk be rsiwak bahkan hal te rsebut me rupakan sunnah, apakah
menggunakan kayu siwak atau dengan sikat gigi.
Dan juga dibolehkan menyikat gigi dengan pasta gigi, tetapi dengan menjaga jangan sampai
menelan sesuatu ke dalam ke ro ngkongannya dan juga ja ngan mempe rgunakan pasta gigi
yang mempunyai pengaruh kuat ke dalam perut dan tidak bisa diatasi.
Dua point di atas be rdasa rkan keumuman hadits-hadits yang menunjukkan akan
disunnahkannya bersiwak seperti hadits Abu Hura irah radhiyallahu ‘anhu riwa yat Al-Bukhary
dan Muslim, Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wa sallam bersabda :
õ„›h́o
˚ ”$‘˚ ›´s̊>¸ “¸t9́”~f›i̧ ,˚ g̊i̊,̊á¿´f́ ¿˚ş”aí̊ ,h́>´ ”9ůí́ ú˚í́ ›f́9̊f́
“Andaikata tidak akan memberatkan ummatku niscaya akan kuperintahkan mereka untuk
bersiwak setiap hendak sholat.”
Dan dalam riwa yat lain Malik, Ahmad, An-Nasa`i dan lain-lainnya dari Abu Hura ira h
radhiyallahu ‘anhu dengan lafadz :
›„9̊ó
˚ 9̊ ”$‘˚ ›´s̊>¸ “¸t9́”~f›i̧ ,˚ g̊i̊,̊á¿´f́ ¿˚ş”aí̊ ,h́>´ ”9ůí́ ú˚í́ ›f́9̊´
“Andaikata tidak akan memberatkan ummatku niscaya akan kuperintahkan mereka untuk
bersiwak bersama setiap wudhu`.”
Dua hadits ini menunjukkan sunnah be rsiwak se ca ra mutlak tanpa membedakan apakah
dalam keadaan berpuasa atau tidak.
Boleh be rkumur-kumur dan menghirup air ketika berwudhu`, dengan ketentuan tidak terlalu
dalam dan berlebihan sehingga mengakibatkan air masuk ke dalam kerongkongan. Juga tidak
ada la ranga n untuk be rkumur-kum ur disebabkan teriknya matahari sepanjang tidak menelan
air ke ke ro ngkongan. Seluruh hal ini be rdasa rka n hadits shohih dari Laqith bin Shabira h
radhiyallahu ‘anhu ri wa yat Abu Daud, At-Tirm idzy, An-Nasa `i, Ibnu Majah dan lain-lainnya,
Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wa sallam menyatakan :
›➢˝í̧›o
´ ú́9̊²̊í ú˚í́ ”ði̧ 9
¸ ›u
´ s̊şG˚ ç̧f̊t ¿Á̧ ¿˚f̧›í9́
“Dan bersungguh-sungguhlah engkau dalam menghirup air kecuali jika engkau dalam keadaan
puasa.”
Dan hadits-hadits lainnya yang menunjukkan disunnahkannya be rkumur-kum ur dan
menghirup air dalam wudhu`, juga datang dengan bentuk umum tanpa membedakan dalam
keadaan berpuasa atau tidak.
Juga boleh mandi dalam keadaan be rpuasa bahkan juga boleh be renang sepanjang ia
menja ga tidak tertelannya air ke dalam tenggorokannya.
Dan juga boleh memeluk/bersentuhan dan mencium istri bila mampu menguasai dirinya.
Menurut pendapat yang paling kuat di kalangan pa ra ‘ulama.
Boleh menelan ludah bagi o rang yang be rpuasa bahkan lebih dari itu juga boleh
mengumpulkan ludah dengan senga ja di mulut kemudian menelannya. Adapun dahak tidaklah
membatalkan puasa kalau ditelan, tetapi menelan dahak tidak boleh ka rena ia adalah koto ra n
yang membahayakan tubuh.
Boleh mencium bau-bauan apakah itu bau makanan, bau parfum dan lain-lain.
Dua point di atas boleh karena tidak adanya dalil yang mela ra ng.
Boleh mencicipi masakan dengan ketentuan menjaganya jangan sampai masuk ke dalam
tenggo rokan dan kembali mengelua rkannya . Hal ini berdasa rka n pe rka taan ‘Abdullah bin
‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma yang mempunyai hukum marfu’ dengan sanad yang hasan dari
seluruh ja lan-ja lannya :
,̊í̧›o
´ 9´æ̊9´ å¤́h̊⁄́ $˚ s̊›˚i̊ ,˚ f́›á o̊›´t,́ú ›˚i̊,̧i̊ y
˚ ş”ft ›´¿˚”uft9́ ”$z
´ f̊t ,̊í̧›”aft 9
´ 9̊s̊í ú˚í́ µ
´ ¿˚í ›f´
“Tidak apa-apa bagi orang yang berpuasa mencicipi cuka atau sesuatu yang ia ingin beli
sepanjang tidak masuk ke dalam tenggorokannya.”
Boleh bersuntik dengan apa saja yang tidak mengandung makna makanan dan m inuman
seperti suntikan vitamin, suntikan kekuatan, infus, dan lain-lainnya.
Hal ini boleh karena tidak ada dalil yang menunjukkan bahwa hal te rse but membatalkan
puasa.
Be rbekam (mengelua rkan da rah kotor dari kepala dan anggota tubuh lainnya) adalah mak ruh
ka rena bisa mengakibatkan tubuh menjadi lemas dan menye re t o rang berbekam untuk
berbuka. Demikian pula halnya yang semakna dengan ini adalah membe rika n donor darah.
Hukum ini me rupakan bentuk komprom i dari dua hadits Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa ‘ala
alihi wa sallam, yaitu anta ra hadits mutawatir yang di dalamnya beliau menyatakan :
ç̊9̊ş
˚⁄˚ ➢´f̊t9́ ,̊ç̧›⁄
´ f̊t ,́b́Á̊í́
“Telah berbuka orang yang berbekam dan orang yang membekamnya.”
Dan hadits Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma riwa yat Al-Bukhary :
,̊í̧›o
´ 9´æ̊9´ ,́”hǴ9́ a̧f̧i ,h́>´ 9́ a̧ş̊h́>´ a
˚ t ,”ho
´ ?¿ş̧”sft ,́ş
´ ś⁄˚t
“Nabi shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wa sallam berbekam dan beliau dalam keadaan berpuasa.”
å f́ 9
´ ”s9́ y
˚ ş”ft tśç̧Á́ o̊›ǵśÁ́ å f́¿´~
´ Á́ ,̊śi o̊›íí́9́ åf́ 9
´ ”s,́Á́ ,̧í̧›”ahf̧ õ̧,́ú›ş́➢´f̊t ¿¸ >´ ,́ ”hǴ9́ a̧f̧i ,h́>´ 9́ a̧ ş̊h́>´ a
˚ t ,”ho
´ ”¿ş̧”sft $́¿´Ǵ ›h̋ç̊9́ ”úí́
~ç›ú o̊›ǵí́ y
˚ ş”ft9́ ¿
˚ ş̊ú
“Sesungguhnya seseorang lelaki bertanya kepada Nabi shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wa
sallam tentang berpelukan/bersentuhan bagi orang yang berpuasa maka beliau memberikan
keringanan kepadanya (untuk melakukan hal tersebut) dan datang laki-laki lain bertanya
kepadanya dan beliaupun melarangnya (untuk melakukan hal tersebut), ternyata orang yang
diberikan keringanan padanya adalah orang yang sudah tua dan yang dilarang adalah
seseorang yang masih muda.”
8. Pembatal-Pembatal Puasa.
Makan dan m inum dengan sengaja merupakan pembatal puasa, adapun kalau seseo rang
melakukannya dengan tidak sengaja atau lupa, tidaklah membatalkan puasanya.
Hal ini adalah pe rka ra diketahui seca ra darura t dan dimaklumi oleh seluruh kaum muslimin
berdasa rkan dalil yang sangat banyak. Di antaranya adalah ayat dalam surah Al-Baqaroh
ayat 187 :
˚ ›´í ,a̧i̧ y
ç ˚ ý̧ç˚í́ ›í́í́9́ ¿˚f̧ å”íç̧Á́ ḉ›ş́”aft ’ð́i̧ : ,f́›×´í a
˚ t $́›Ã́ ➢
„ ×˚ó
¸ ã̧í́›➢¸×¸ş̊Ǵ ,f́i̧ ›ǵf̧›íåí́ ,́u
´ >´ ã̊ś~
´⁄´ f̊t ➢
˚ >´ ›á
´ i̊ ḉ ›´i ¿¸i̊t $̧➢´>´ $g‘˚
¿˚ḩç˚í́ ¿˚ a̧ åá›×´b́9́ åí9́g̊ú
“Setiap amalan Anak Adam kebaikannya dilipatgandakan menjadi sepuluh sampai tujuh ratus
kali lipat. Allah Ta’ala berfirman : “Kecuali puasa, sesungguhnya ia adalah (khusus) bagi-Ku
dan Aku yang akan memberikan pahalanya, ia (orang yang berpuasa) meninggalkan
syahwatnya dan makanannya karena Aku.” (Lafazh hadits bagi Imam Muslim)
Dan juga hadits Abu Hura irah radhiyallahu ‘anhu ri wa yat Al-Bukhary dan Muslim, Rasulullah
shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wa sallam bersabda :
o̊›¤́Ǵ 9́ a
˚ t å ➢´×´b˚ í́ ›➢´”íç̧Á́ åá9̊o
´ ”,şş̊h̊Á́ ç
´ ,̧ú 9̊í́ $́‘´¿´Á́ ,̊í̧›o
´ 9´æ̊9´ ¿´~
¸ í́ ¿˚á
“Siapa saja yang lupa dan ia dalam keadaan berpuasa lalu ia makan dan minum, maka
hendaknyalah ia sempurnakan puasanya karena sesungguhnya ia hanyalah diberi makan dan
minum oleh Allah.”
Pemahaman dari hadits ini bahwa siapa yang makan dan m inum dengan senga ja maka
batallah puasanya.
Suntikan–suntikan penambah kekuatan be rupa vitamin dan yang sejenisnya yang masuk
dalam makna makan dan m inum .
Menelan da rah mim isan dan da ra h yang keluar dari bibir juga me rupaka n pembatal puasa.
Dua point di atas be rdasa rkan keumuman nash-nash yang tersebut di atas.
Muntah dengan sengaja juga membatalkan puasa, adapun kalau muntah dengan tidak sengaja
tidak membatalkan.
Hal ini be rdasa rkan perkataan Abdullah bin ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma yang mempunyai
hukum marfu’, beliau be rkata :
›˚ ›á
´ ¤́f̊t a̧ş̊h́>´ .
´ ş̊h́Á́ ›˚¿˚¤́f̊t å>´ 9́ś ¿˚ á9́ ›˚›á
´ ¤́f̊t a̧ ş̊h́×´Á́ ,̊í̧›o
´ 9´æ̊9´ ›´›¤́śG˚ t ¿¸á
“Siapa yang sengaja muntah dan ia dalam keadaan berpuasa maka wajib atasnya untuk
membayar qodho` dan siapa yang tidak kuasai menahan muntahnya (muntah denga tidak
sengaja,-pent.) maka tidak ada qodho` atasnya.” (Diriwa yatkan oleh Imam Malik dengan
sanad yang shohih)
õ̧ ›h́”aft ›¸›á
´ ¤́i̧ ,̊á9̊í̊ ›f́9́ ç̧9̊”aft ›¸›á
´ ¤́i̧ ,̊á9̊s̊Á́ ™
´ f̧ś ›śş̊ş̊a
¸ i̊ ú́›‘´
“Adalah hal tersebut (haid,-pent.) menimpa kami dan kami diperintah untuk meng-qodho`
puasa dan tidak diperintah untuk meng-qodho` sholat.”
9. Berbuka Puasa.
Waktu be rbuka puasa adalah ketika siang be ra njak pe rgi dan matahari telah terbenam dan
malampun menyelubunginya. Hal ini berdasa rkan firman Allah Jalla Jalaluhu : dalam
Dan dianta ra sekian banyak hadits yang menje laskan tentang hal ini, adalah hadits Umar bin
Khaththab riwa yat Al-Bukhari dan Muslim, Rasulullah Shollallahu 'alaihi wa sallam be rsabda :
,̊í̧›a
´ ft ,́ b́Á̊í́ ›˚¤́Á́ .
˚ ➢˚”uft u
¸ í›ń9́ ›s´æ˚›æ´ ¿˚a̧ ,́í›˚í́9́ ›şæ̊›ǽ ¿˚a̧ $̊ş̊”hft $́ş́Ã̊í́ tśi̧
“Apabila malam telah datang dan siang beranjak pergi serta matahari telah terbenam maka
orang yang berpuasa telah waktunya berbuka.”
Disunnahkan memperce pat be rbuka puasa ketika telah yakin bahwa wak tunya telah masuk,
ka rena manusia akan tetap be ra da di dalam kebaikan selama me reka mempercepa t be rbuka
puasa sebagaimana yang dinyatakan oleh Rasulullah Shollallahu 'alaihi wa sallam dalam hadits
Sahl bin Sa’d As-Sa’idy Radhiyallahu 'anhu riwa yat Al-Bukhari dan Muslim :
Bahkan Rasulullah Shollallahu 'alaihi wa sallam menganggap memperce pat be rbuka puasa
sebagai salah satu sebab tetap nampaknya agama ini, sebagaimana dalam hadits Abu
Hura irah Radhiyallahu 'anhu riwa yat Ahmad, Abu Daud dan lain-lainnya dengan sanad yang
hasan, beliau menegaskan :
ú́9̊,̊”s9́i̊ ç9́›a
´ ”sft̊9́ ›´9̊g̊ş́ft̊ ”ú¿´f̧ ,,́b˚ ¤̧ft̊ t9̊h̊”ş>´ ›á t̋,æ̧›ª́ ¿˚i̊”›ft $̊tý́í ð́
“Terus-menerus agama ini akan nampak sepanjang manusia masih mempercepat buka
puasa karena orang-orang Yahudi dan Nashoro mengakhirkannya.”
Dan Nabi Shollallahu 'alaihi wa 'ala alihi wa sallam berbuka puasa sebelum sholat Maghrib
dengan memakan ruthob (kurma kuning yang mengkal dan hampir matang) dan apabila beliau
tidak menemukan ruthob maka beliau be rbuka dengan ko rma (matang) jika tidak menemukan
ko rma maka beliau berbuka dengan bebe rapa teguk air.
Hal ini be rda sa rkan hadits Anas bin Malik riwa yat Abu Da wud dengan sanad hasan Rasulullah
Shollallahu 'alaihi wa sallam beliau be rka ta :
,˚ f́ ú˚ç̧Á́ ,u
„ t,➢´í ,h́×´Á́ u
˚ ›ş́b́9̊ ¿˚²̊í ,˚ f́ ú˚ç̧Á́ ,¿´”ha
´ i̊ ú˚í́ $́ş̊Ã́ u
„ ›ş́b́9̊ ,h́>´ ,̊b̧¤̊i̊ ,́”hǴ9́ a̧f̧i ,h́>´ 9́ a̧ş̊h́>´ a
´ t ,”ho
´ a
¸ t $̊9̊G̊ 9́ ú́›‘´
›„ ›á ¿˚a̧ u
„ t9́~
´ ⁄́ ›~
´ ⁄́ ¿˚²̊í
“Adalah Rasulullah Shollallahu 'alaihi wa 'ala alihi wa sallam berbuka dengan beberapa biji
ruthob sebelum sholat, apabila tidak ada ruthob maka dengan beberapa korma,dan kalau
tidak ada korma maka dengan beberapa teguk air.
Dan disunahkan mempe rba nyak do’a ketika be rbuka, ka rena wa ktu itu merupakan salah satu
tempat musta ja bnya (diterimanya) do’a sebagaimana dalam hadits yang shohih dari seluruh
jalan-jalannya.
Merupakan suatu amalan yang sangat mulia dan mendapatkan pahala yang besar apabila
seseorang membe rika n makanan buka puasa pada sauda ra nya yang berpuasa.
Hal ini berdasa rkan hadits Zaid bin Khalid Al-Juhany Radhiyallahu 'Anhu riwa yat Ahmad, At-
Tirm idzy, Ibnu Majah dan lain-lainnya dengan sanad yang shohih Rasulullah Shollallahu 'alaihi
wa 'ala alihi wa sallam be rsabda :
Musafir
Se ca ra umum Allah Ta’ala memberikan keringanan kepada musafir yang sedang dalam
perjalanan untuk tidak be rpuasa.
Hal ini berdasa rka n firma n Allah Ta’ala dalam sura h Al-Baqaroh ayat 184 :
Dan suatu hal yang kita ketahui be rsama bahwa perja lanan safar kadang me rupakan
perjalanan meletihkan dan kadang perja lanan yang tidak meletihkan. Adapun perjalanan yang
meletihkan, yang paling utama bagi sang musafir adalah be rbuka be rda sa rkan hadits Jabir bin
Abdillah Radhiyallahu 'anhuma riwa yat Al-Bukhari dan Muslim , Rasulullah Shollallahu 'alaihi wa
sallam bersabda :
Kendati dem ikian, hadits ini tidaklah menunjukkan ha ramnya be rpuasa dalam perjalanan yang
meletihkan ka rena ada pembolehan dalam syari'at bagi o ra ng yang mampu untuk be rpua sa
wa laupun dalam perjalanan yang meletihkan.
Hal ini be rdasa rkan hadits riwa yat Malik , Asy-Syafi'I, Ahmad, Abu Daud dan lain-lainnya
dengan sanad yang shohih dari sebagian sahabat Rasulullah Shollallahu 'alaihi wa 'ala alihi wa
sallam, beliau be rka ta :
,”ho
´ a
¸ t $̊9̊G̊ 9́ ḉ ›o
´ 9́ ,˚ ‘˚”9›˚×´f̧ t9̊?9¤́í $́ ›Ã́9́ ,̧b˚ ¤̧f›˚i̧ ç
¸ s˚¤´f˚tç´›>´ o̧ ,̧¤́Ǵ ¿˚Á̧ µ
´ ›”sft ,́áí́ ,́”hǴ 9́ a̧f̧¿çh́>´ 9́ a̧ş̊h́>´ a
˚ t ,”ho
´ a
¸ t $́9̊G̊ 9́ u
˚ i̊í́9́
,h́>´ ş
˚ a
¸ i̊ ¿
¸ ,̊×´f›˚i̧ ,́”hǴ 9́ a̧f̧¿çh́>´ 9́ a̧ş̊h́>´ a
˚ t ,”ho
´ a
¸ t $́9̊G̊ 9́ u
˚ i̊í́9́ ›˚¤́f́ ¿˚şí”›⁄́ y
˚ ş”ft $́›Ã́ ,„ ²˚í 9̊i̊í́ $́›Ã́ ,́”hǴ9́ a̧f̧¿çh́>´ 9́ a̧ş̊h́>´ a
˚t
”,⁄
´ f̊t ¿˚ a̧9̊í́ y
¸ b˚ ×´ft̊ ¿´a̧ ,̊í̧›o
´ 9´æ̊9´ ›´›➢´f̊t a̧Ģ í9́
“Saya melihat Rasulullah Shollallahu 'alaihi wa 'ala alihi wa sallam memerintahkan manusia
untuk berbuka dalam suatu perjalanan safar beliau pada tahun penaklukan Makkah dan beliau
berkata :“Persiapkanlah kekuatan kalian untuk menghadapi musuh kalian”, dan Rasulullah
Shollallahu 'alaihi wa 'ala alihi wa sallam sendiri berpuasa. Berkata Abu Bakar (bin
'Abdurrahman rawi dari sahabat) sahabat yang bercerita kepadaku bertutur : ”Sesungguhnya
saya melihat Rasulullah Shollallahu 'alaihi wa 'ala alihi wa sallam di ‘Araj menuangkan air
diatas kepalanya dan beliau dalam keadaan berpuasa karena kehausan atau karena
kepanasan.”
Dan juga dalam hadits Abu Da rda ’ riwa yat Al-Bukhary dan Muslim beliau be rka ta :
,˚ a
´ i̊ ,˚ f́9́ ”$a
¸ i̊ ,˚ f́ u
˚ ó
´ ›⁄́ tśi̧ .
´ ş˚f´í´
“Bukankah wanita apabila haid ia tidak sholat dan tidak puasa.”
Dan wanita yang nifas didalam pandangan syari’at islam hukumnya sama dengan wanita haid,
hal ini berdasa rkan hadits Ummi Salamah Radhiyallahu 'Anha riwa yat Imam Al-Bukhary :
¸ ~
u ˚ ¤̧í́í́ $́›¤́Á́ ¿˚á
¸ ş̊⁄́ ç
´ ›ş́i̧ u
˚ s˚ ś¿´Á́ u
˚ h̊h́ ~
´ í̊›Á́ u
˚ á
´ ⁄́ s̊i̧ ã̧ a
´ ş̊➢¸Ã́ ¿˚ Á̧ ã̊×´ş
¸ b́á
˚ å ,́ ”hǴ 9́ a̧f̧¿çh́>´ 9́ a̧ş̊h́>´ a
˚ t ,”ho
´ ”¿ş̧”sft ḉá ›í́í́ ›➢´śş̊í
ã̧ h́ş̊➢¸z
´ f̊t ¿˚Á̧ å×´á u
˚ ×˚ş
´ b́ó
˚ ›Á́ ¿˚í̧›>´ ›´Á́ ,˚ ×´í́ u
˚ h̊¤̊Á́
“Tatkala saya berbaring bersama Nabi Shollallahu 'alaihi wa 'ala alihi wa sallam di dalam
sebuah baju maka tiba-tiba saya haid maka sayapun pergi lalu saya mengambil pakaian
haidku maka beliau bersabda: "apakah kamu nifas," maka saya menjawab : "Ya." Lalu
beliau memanggilku lalu sayapun berbaring bersamanya diatas permadani.”
Pertanyaan beliau : "Apakah kamu nifas" padahal Ummu Salamah ketika itu menja lani haid
bukan nifas sebab tidak pe rna h melahirka n anak dari Rasulullah Shollallahu 'alaihi wa 'ala alihi
wa sallam menunjukkan bahwa haid dianggap nifas dari sisi hukum dan demikian pula
sebaliknya.
¿¸ ş̊²̧~
˚ a̧ ç̊ ›×´b́ ã̊í›˚Á̧ åí́9̊¤̊ş̊b̧i̊ ¿´i̊ş”ft ,h́>´ 9́
Be rkata Ibnu 'Abbas :
ݫ ݇
´ Ã́ ð́9́ ›˝sş̊²̧~
˚ a̧ ç„9̊í ”$‘˚ ›➢´×¸b˚ i̊9̊í́ t››ú ú˚i̧ t,́b̧¤̊i̊ ú˚í́ ḉ9̊”aft ú̧›¤́ş̊b̧i̊ ›➢´æ̊9́ ™
´ f̧ś ˚¿Á̧ õ̧,́ş̊ş̧²́ft̊ ý̧ 9̊ş
˚ ×´ft̊9́ ,̧ş̊ş̧²́f̊t ¿
¸ ş̊”uhf̧ 9
´ ”s9́
ú̧ ›¤́ş̊b̧i̊ ð́ ›í́›‘´ tśi̧ õ̧,́ş̊ş̧²́f̊t ý̊9̊ş
˚ ×´ft̊9́ ,̧ş̊ş̧²́f̊t ¿
¸ ş̊”uhf̧ u
´ ş́í9́ å ➢˚a
˚ ş́h̊Á́ ,́g̊”uft ,˚ ²̊s̊a̧ ›´ģú ¿˚ ➢´Á́ ã̧íet̊ o̧şǽ ¿˚ Á̧ ™
´ f̧ś ¿
´~¸ í̊ ”,i̊ ›➢´ģş̊h́>´
›ś„ş̊²̧~
˚ a̧ ç„9̊í ”$‘˚ ›ś➢´×´b˚ í́9́ ›í,́b́Á̊í́ ›śÁ́›ś tśi̧ ç̧ó
¸ ,̊➢˚f̊t9́ ,h́ş̊⁄
˚ f̊t9́ ḉ9̊”aft
“Diberikan keringanan bagi laki-laki dan wanita tua untuk hal itu (yaitu untuk tidak
berpuasa,-pent) sementara/walaupun keduanya mampu untuk berpuasa, (diberikan
keringanan) untuk berbuka apabila mereka berdua ingin atau memberi makan satu orang
miskin setiap hari dan tidak ada qodho’ atas mereka berdua, kemudian hal tersebut dinaskh
(dihapus hukumnya) dalam ayat ini {barangsiapa diantara kalian menyaksikan bulan
(Ramadhan) maka hendaknya ia berpuasa} dan kemudian hukumnya ditetapkan bagi laki-
laki dan wanita tua yang tidak mampu untuk berpuasa dan juga bagi wanita hamil dan
menyusui apabila keduanya khawatir (akan membahayakan kandungannya, anak yang ia
,́śí̊ ç„›”ií́ ¿˚a̧ õ̊”›×¸Á́ ,„ ¤́Ǵ ,h́>´ 9̊í́ ›˝ái,̧á ,˚ ²̊s̊a̧ ú́›‘´ ¿˚ ➢´Á́
“Maka barang siapa di antara kalian ada yang sakit atau dalam perjalanan (lalu ia
berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada
hari-hari yang lain.”
3. Wanita yang Menangguhkan Puasa Karena Haid dan Nifas
Hal ini be rdasa rkan hadits ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha riwa yat Al-Bukhary dan Muslim ,
beliau menyatakan :
õ̧ ›h́”aft ›¸›á
´ ¤́i̧ ,̊á9̊í̊ ›f́9́ ç̧9̊”aft ›¸›á
´ ¤́i̧ ,̊á9̊s̊Á́ ™
´ f̧ś ›śş̊ş̊a
¸ i̊ ú́›‘´
“Adalah hal tersebut (haid,-pent.) menimpa kami dan kami diperintah untuk meng-qodho`
puasa dan tidak diperintah untuk meng-qodho` sholat.”
Adapun wanita yang nifas dalam pandangan syari’at Islam hukumnya sama dengan wa nita
haidh sebagaimana yang telah dije laskan.
4. Muntah dengan Senga ja
Hal ini berdasa rkan pe rka taan Abdullah bin ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma yang mempunyai
hukum marfu’, beliau be rkata :
›˚ ›á
´ ¤́f̊t a̧ş̊h́>´ .
´ ş̊h́Á́ ›˚¿˚¤́f̊t å>´ 9́ś ¿˚ á9́ ˚››á
´ ¤́f̊t a̧ ş̊h́×´Á́ ,̊í̧›o
´ 9´æ̊9´ ›´›¤́śG˚ t ¿¸á
“Siapa yang sengaja muntah dan ia dalam keadaan berpuasa maka wajib atasnya untuk
membayar qodho` dan siapa yang tidak kuasa menahan muntahnya (muntah dengan tidak
sengaja,-pent.) maka tidak ada qodho` atasnya.” (Diriwa yatkan oleh Imam Malik dengan
sanad yang shohih)
5. Makan dan Minum Dengan Senga ja.
O rang yang tidak be rpua sa ka rena ketinggalan berita bahwa Ramadhan telah masuk pada
hari yang ia tinggalkan.
Hal ini berdasa rkan dalil akan wa jibnya be rpuasa bulan Ramadhan satu bulan penuh maka
jika ia luput sebagian dari bulan Ramadhan maka ia tidak dianggap be rpuasa satu bulan
penuh.1
Tidak ada qodho` atas selain orang-o rang tersebut diatas.
1
Demikian pendapat yang dahulu kami anggap kuat . Kemudian belakangan ini kami memandang bahwa pendapat yang
kuat adalah tidak bisa di-qodho`. Uraiannya insya Allah akan kami tulis dalam rangkaian buku khusus berkaitan dengan
tuntunan lengkap dan mendetail seputar puasa. Wallahul Muwaffiq.
Adapun jika seseo rang tidak mampu sama sekali untuk meng-qodho` puasanya ka rena udzur
yang terus mene rus menahannya seperti o ra ng yang musafir te rus menerus, pe rempuan yang
masa kehamilannya ra pat/dekat dan lain-lainnya, maka tidak ada dosa baginya dan hendaklah
mengganti puasanya kapan ia mampu.
Hal ini berdasa rka n firma n Allah Subhanahu wa Ta’ala :
Bagi o ra ng yang meninggal dan belum meng-qodho` tunggakan puasanya pada bulan
Ramadhan padahal sebelumnya ada kemampuan baginya untuk meng-qodho` puasanya,
maka wa jib atas ahli wa risnya untuk membayar tunggakannya.
Hal ini berdasa rkan hadits ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha ri wa yat Al-Bukhary dan Muslim ,
Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wa sallam bersabda :
„ ²̧~
½ ˚ a̧ ç̊ ›×´b́ ã̊í›˚Á̧ åí́9¤̊şb̧i̊ ¿´iş”ft ,h́>´ 9́
“Dan wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa)
untuk membayar fidyah, (yaitu): memberi makan seorang miskin.”
ݫ ݇
´ Ã́ ›f́9́ ›s̋ş̊²̧~
˚ a̧ ç„ 9̊í ”$‘´ ›➢´×¸b˚ i̊ 9̊ í́ t›´›ú ú˚ i̧ t,́b̧¤̊i̊ ú˚í́ ḉ9̊”aft ú̧ ›¤́ş̊b̧i̊ ›➢´æ̊9́ ™
´ f̧ś ¿˚Á̧ õ̧,́ş̊ş̧²́f̊t ý̧ 9̊ş
˚ ×´f̊t9́ ,̧ş̊ş̧²́f̊t ¿
¸ ş̊”uhf̧ 9
´ ”s9́
ú̧›¤́ş̊b̧i̊ ›f́ ›í́›‘´ tśi̧ õ̧,́ş̊ş̧²́f̊t ý̧ 9̊ş
˚ ´×f̊t9́ ,̧ş̊ş̧²́f̊t ¿
¸ ş̊”uhf̧ u
´ ş́í9́ å ➢˚a
˚ ş́h̊Á́ ,́g̊”uft ,̊²̊s̊a̧ ›´ģú ¿´➢˚ Á́ ã̧í¿f̊t o̧şǽ ¿˚Á̧ ™
´ f̧ś ¿
´~¸ í̊ ”,i̊ ›➢´ģş̊h́>´
›s̋ş̊²̧~
˚ a̧ ç„9̊í ”$‘˚ ›ś➢´×´b˚ í́9́ ›í,́b́Á̊í́ ›śÁ́›ś tśi̧ ç̧ó
¸ ,̊➢˚f̊t9́ ,h́ş̊⁄
˚ f̊t9́ ḉ9̊”aft
“Diberikan keringanan bagi laki-laki dan wanita tua dalam hal itu (yaitu untuk tidak
berpuasa,-pent.) sementara keduanya mampu untuk berpuasa, (diberikan keringanan)
untuk berbuka apabila mereka berdua ingin atau memberi makan satu orang miskin setiap
hari dan tidak ada qodho` atas mereka berdua, kemudian hal tersebut dinaskh (dihapus
hukumnya) dalam ayat ini {Barangsiapa diantara kalian menyaksikan bulan (Ramadhan)
maka hendaknya ia berpuasa}, dan (kemudian) ditetapkan hukumnya bagi laki-laki dan
wanita tua yang tidak mampu untuk berpuasa dan juga bagi wanita hamil dan menyusui
apabila keduanya khawatir (akan memberikan bahaya kepada kandungannya, anak yang ia
susui, atau dirinya sendiri,-pent.) boleh untuk berbuka dan keduanya membayar fidyah
setiap hari.” (Lafazh hadits oleh Ibnul Jarud)
3. O rang sakit terus mene rus yang tidak diha rapkan kesembuhannya.
Hal diatas be rdasa rkan riwa yat lain dari Ibnu ‘Abbas oleh Imam An-Na sa`i dengan sanad
yang shahih dalam menafsirka n firma n Allah Ta’ala dalam surat Al-Baqarah 184 :
„ ²̧~
½ ˚ a̧ ç̊ ›×´b́ ã̊í›˚Á̧ åí́9¤̊şb̧i̊ ¿´iş”ft ,h́>´ 9́
“Dan wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa)
membayar fidyah, (yaitu): memberi makan seorang miskin.”
,¤́u
˚ i̊ ›f́ 9
˚ i̊,̧á 9̊í́ ḉ›ş́”aft 9̊ş̊b̧i̊ ›f́ y
˚ ş”hf̧ ›”fi̧ tśǽ ¿˚Á̧ 9
˚ ”s,́i̊ ›f́
“Tidak diberikan keringanan untuk ini (tidak berpuasa akan tetapi membayar fidyah)
kecuali pada orang tua yang tidak mampu untuk berpuasa atau pada orang sakit yang
tidak bisa sembuh.”
Ca ra membayar fidyah adalah dengan membe rika n makan o rang miskin se jum lah hari
yang telah ditinggalkan, co ntoh : apabila ia tidak be rpua sa 15 hari maka ia memberi
makan 15 o rang m iskin.
Dan membayar fidyah boleh sekaligus dan boleh sebahagian se ca ra terpisah.
Membayar fidyah be rdasa rka n konteks ayat adalah dengan makanan. Maka dengan ini
kami tegaskan bahwa fidyah tidak boleh diuangkan.
Teks ayat sifatnya umum tidak me rinci ketentuan tentang je nis makanan. Jadi kapan suatu
makanan dianggap sebagai makanan menurut kebiasaan manusia di suatu tempat maka
hal te rsebut telah dianggap syah/cuk up untuk membayar fidyah.
Dan banyaknya makanan juga tidak dirinci dalam teks ayat sehingga ini juga kembali
kepada kebiasaan o rang banyak di suatu tempat atau negeri.
Nam un tidak diragukan akan terpujinya membayar fidyah dengan makanan yang paling
baik dan be rha rga, berdasa rkan firman Allah Jalla wa ‘Azza :
a̧işş¿i̧ ,˚ s̊~
˚ f´9´ ú́ 9¤̊¤̧s̊i̊ ås̊a̧ u
´ şş̧z
´ f̊t t9➢˚”➢ş́í ð9́ g
¸ 9̊¿´f̊t ¿´a̧ ,˚ ²̊f́ ›śç˚,́s˚ í́ ›”➢a̧9́ ,˚ s̊ş̊~
´ ‘´ ›á u
¸ ›ş́”şb́ ¿˚ a̧ t9¤̊¤̧í̊í́ t9s̊ái ¿´iş”ft ›ǵ?ií́ ›í
›˚ş➢¸⁄́ ~¿şń á”hft ”úí́ t9➢˚h́>˚ t9́ a̧şÁ̧ t9á
˚ ➢¸z̊i̊ ú˚í́ ›”fi̧
“Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan Allah) sebagian dari hasil usahamu
yang baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi untuk kamu. Dan
janganlah kamu memilih yang buruk-buruk lalu kamu nafkahkan daripadanya, padahal
Kaffarah adalah denda yang dikenakan atas seseo ra ng dengan tiga sya ra t pelangga ra n:
1. Melakukan hubungan suam i istri.
2. Melakukannya di siang hari Ramadhan.
Adapun jika ia melakukannya di malam hari atau di luar bulan Ramadhan, seperti pada
saat ia membayar tunggakan puasa Ramadhannya, maka tidaklah dikenakan atasnya
kaffarah.
3. Dalam keadaan be rpuasa .
Adapun jika ia melakukan di bulan Ramadhan dan ia dalam keadaan tidak be rpuasa seperti
seorang yang kembali dari perja lanan dalam keadaan tidak berpuasa lalu mendapati
istrinya usai mandi suci dari haidh kemudian keduanya melakukan hubungan maka
keadaan seperti ini tidak dikenakan kaffarah.
Dan menurut pendapat yang paling kuat dikalangan pa ra ulama bahwa dikenakan kaffarah
atas sang istri jika ia menga ja atau taat pada suaminya dengan kemauannya sendiri untuk
melakukan hubungan intim.
Seseo ra ng membayar kaffarah adalah dengan memilih salah satu dari tiga je nis kaffarah
berikut ini seca ra be rurut sesuai kemampuannya :
1. Membebaskan budak. Tidak ada pe rbedaaa n anta ra budak kafir dengan budak muslim
menurut pendapat yang paling kuat.
2. Be rpuasa dua bulan berturut-turut tanpa te rputus. Dan jumhur ulama mensyaratkan agar
dua bulan ini jangan te rputus dengan bulan Ramadhan dan hari-hari yang terla rang
berpuasa padanya yaitu hari ‘Idul Fitri, ‘Idul Adha dan hari-hari tasyriq. Dan apabila ia
berpuasa kura ng dari dua bulan maka belumlah dianggap membayar kaffarah.
3. Memberi makan 60 orang miskin dengan sesuatu yang dianggap makanan dalam
kebiasaan kebanyakan manusia. Kadar makanan untuk setiap o ra ng miskin sebanyak satu
mud yaitu sebanyak dua telapak tangan o ra ng biasa.
Tidak syah membayar kaffarah dengan selain dari tiga jenis di atas.
Apabila tidak ada kemampuan untuk membayar dari salah satu dari tiga jenis di atas maka
ke wa jiban membayar kaffarah te rsebut tetap be rada di atas pundaknya sampai ia mempunyai
kemampuan untuk membaya rnya .
Seluruh keterangan di atas dipetik dari makna yang tersura t maupun te rsira t dari kandungan
hadits Abu Hura irah riwa yat Al-Bukhary dan Muslim :
2
Tambahan dalam riwayat Al-Bukhary.
Menentukan masuknya bulan Ramadhan dengan menggunakan ilmu falak atau ilmu hisab.
Hal ini tentunya merupakan kesalahan yang sangat besar dan bertolak belakang dengan Al-
Qur`an dan Sunnah Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wa sallam.
Allah ‘Azza wa Jalla menegaskan dalam sura t Al-Baqaroh ayat 185 :
å ➢˚a
˚ ş́h̊Á́ ,́g̊”uft ,̊²̊s̊a̧ ›´ģú ¿˚ ➢´Á́
“Maka barangsiapa dari kalian yang menyaksikan bulan, hendaknya ia berpuasa.”
Dan juga dari hadits Abdullah bin ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma riwa yat Al-Bukhary dan Muslim
dan hadits Abu Hura irah radhiyallahu ‘anhuma ri wa yat Al-Bukhary dan Muslim, Nabi
shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wa sallam :
¿´ş̊i̧›h́í t9̊?›×´Á́ ,̊g̊”uft ,˚ ²̊ş̊h́>´ ¿´”➢n̊ ú˚ç̧Á́ a̧şí9̊,̊f̧ t9̊,̊b̧Á̊í́9́ a̧şí9̊,̊f̧ t9̊å9̊o
˚
“Berpuasalah kalian karena melihatnya dan berbukalah kalian karena melihatnya dan apabila
bulan tertutup atas kalian maka sempurnakanlah tiga puluh.”
Dalam ayat dan hadits di atas sangatlah je las menunjukkan bahwa masuknya Ramadhan
te rka it dengan melihat atau menyaksikan hilal dan tidak dikaitkan dengan menghitung,
menghisab dan yang lainnya.
Menghabiskan wak tu di bulan ramadha n untuk pe rka ra yang sia-sia dan tidak be rma nfaat.
Pe rasaa n ra gu mencicipi makanan, padahal hal te rsebut adalah boleh sepanja ng menja ga
jangan sampai menelan makanan te rsebut sebagaimana te rda hulu keterangannya.
Membayar fidyah sebelum meninggalkan puasanya. Seperti wanita hamil 6 bulan yang tidak
akan berpuasa di bulan Ramadhan, lalu ia membayar fidyah untuk 30 hari sebelum Ramadhan
atau di a wa l Ramadhan. Tentunya ini adalah pe rka ra yang salah karena ke wa jiban membayar
fidyah dibebankan atasnya apabila ia telah meninggalkan puasa.
Demikian tuntunan ringkas ini, mudah-mudahan bisa menjadi bekal untuk kita semua dalam
menja lani ibadah puasa Ramadhan yang agung dan mulia. Wallahu Ta’ala A’lam.