Ponek Kelompok 1
Ponek Kelompok 1
Dosen Pembimbing :
Dr. Dhiana Setyorini, M.Kep, Sp.Mat
Disusun Oleh :
Moh. Dadang Istianto (P27820117046)
Syaiful Hidayat (P27820117047)
Sindya Lestari Alimah (P27820117057)
Firdayanti Nur Aini (P27820117068)
Chelsia Desca Miranda (P27820117069)
II REGULER B
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan rahmatnya,
sehingga kami dapat menyusun makalah yang berjudul “LAPORAN ASUHAN
KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN PRE EKLAMPSIA” yang telah
kami selesaikan tepat pada waktunya.
Adapun tujuan pembuatan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas harian
Study Diagnostik yang diberikan kepada kami. Makalah ini merupakan
perwujudan penyelesaian tugas secara kelompok, informasi dari makalah ini
diperoleh langsung dari buku-buku bacaan, dan informasi dari situs web serta
guru pembimbing.
Akhir kata, kami sampaikan terimakasih kepada semua pihak yang telah
berperan serta dalam penyusunan makalah ini dari awal sampai akhir. Semoga
Allah SWT senantiasa meridhai segala urusan kita.
Kelompok
DAFTAR ISI
DAFTAR PUSTAKA
BAB 1
LAPORAN PENDAHULUAN
1.1 Definisi
Preeklampsia atau sering juga disebut toksemia adalah suatu kondisi yang bisa
dialami oleh setiap wanita hamil. Preeklampsia adalah kumpulan gejala yang timbul
pada ibu hamil, bersalin dan dalam masa nifas yang terdiri dari trias : hipertensi,
proteinuri, dan edema.
Pengertian preelamsia menurut beberapa referensi :
a. Preeklampsia adalah perkembangan hipertensi, protein pada urin dan
pembengkakan, dibarengi dengan perubahan pada refleks (Curtis, 1999).
b. Preeklampsia adalah suatu penyakit vasospastik, yang melibatkan banyak sistem
dan ditandai oleh hemokonsentrasi, hipertensi, dan proteinuria (Bobak, dkk.,
2005).
c. Preeklampsia adalah hipertensi yang timbul setelah 20 minggu kehamilan disertai
dengan proteinuria (Prawirohardjo, 2008).
d. Preeklampsia adalah timbulanya hipertensi disertai proteinuria dan edema akibat
kehamilan setelah usia 20 minggu atau segera setelah persalinan (Mansjoer dkk,
2000).
1.2 Etiologi
Etiologi penyakit preeklamsia sampai saat ini belum diketahui dengan pasti.
Banyak teori – teori dikemukakan oleh para ahli yang mencoba menerangkan
penyebabnya. Oleh karena itu disebut “penyakit teori” namun belum ada memberikan
jawaban yang memuaskan.
Preeklampsia ialah suatu kondisi yang hanya terjadi pada kehamilan manusia.
Tanda dan gejala timbul hanya selama hamil dan menghilang dengan cepat setelah
janin dan plasenta lahir. Tidak ada profil tertentu yang mengidentifikasi wanita yang
akan menderita preeklampsia.
Preeklampsia umumnya terjadi pada kehamilan yang pertama kali, kehamilan di
usia remaja dan kehamilan pada wanita diatas 40 tahun. Faktor resiko yang lain adalah :
a) Riwayat kencing manis, kelainan ginjal, lupus atau rematoid arthritis
b) Riwayat tekanan darah tinggi yang khronis sebelum kehamilan.
c) Kegemukan.
d) Riwayat mengalami preeklampsia sebelumnya.
e) Riwayat preeklampsia pada ibu atau saudara perempuan.
f) Mengandung lean alirbih dari satu orang bayi.
g) Gizi buruk
h) Gangguan aliran darah ke rahim.
Akan tetapi, ada beberapa faktor resiko tertentu yang berkaitan dengan
perkembangan penyakit: primigravida, grand multigravida, janin besar, kehamilan
dengan janin lebih dari satu, morbid obesitas.
Kira-kira 85% preeklampsia terjadi pada kehamilan pertama. Preeklampsia
terjadi pada 14% sampai 20% kehamilan dengan janin lebih dari satu dan 30% pasien
mengalami anomali rahim yang berat. Pada ibu yang mengalami hipertensi kronis
atau penyakit ginjal, insiden dapat mencapai 25%. Preeklampsia ialah suatu penyakit
yang tidak terpisahkan dari preeklampsia ringan sampai berat, sindrom HELLP, atau
eklampsia (Bobak, dkk., 2005).
1.4 Patofisiologi
Pada preeklampsia terjadi spasme pembuluh darah disertai dengan retensi garam
dan air. Pada biopsi ginjal ditemukan spasme hebat arteriola glomerulus. Pada beberapa
kasus, lumen arteriola sedemikian sempitnya sehingga hanya dapat dilakui oleh satu sel
darah merah. Jadi jika semua arteriola dalam tubuh mengalami spasme, maka tenanan
darah akan naik sebagai usaha untuk mengatasi tekanan perifer agar oksigenasi
jaringan dapat dicukupi.
Kenaikan berat badan dan edema yang disebabkan oleh penimbunan air yang
berlebihan dalam ruangan interstitial belum diketahui sebabnya, mungkin karena
retensi air dan garam. Proteinuria dapat disebabkan oleh spasme arteriola sehingga
terjadi perubahan pada glomerulus (Sinopsis Obstetri, Jilid I, Halaman 199).
Patofisiologi pre eklamsi-eklamsi setidaknya berkaitan dengan perubahan
fisiologis kehamilan. Adaptasi fisiologis normal pada kehamilan meliputi peningkatan
volume plasma darah, vasodilatasi penurunan resistensi vaskular sistemik (systemic
vascular resistance[SVRI]), peningkatan curah jantung, dan penurunan tekanan
osmotik koloid.
Pada preeklamsia volume plasma yang beredar menurun sehingga terjadi
hemokonsentrasi dan peningkatan hematokrit maternal. Perubahan ini membuat organ
maternal menurun, termasuk perfusi ke unit janin-uteroplasenta. Vasospasme siklik
lebih lanjut menurunkan perfusi organ dengan menghancurkan sel-sel darah merah,
sehingga kapasitas oksigen maternal menurun.
Vasospasme merupakan akibat peningkatan sensifitas terhadap tekanan peredaran
darah, seperti angiotensin II dan kemungkinan suatu ketidakseimbagan antara
prostasiklin prostaglandin dan tromboksan A2.
Selain kerusakan endotelial vasospasme arterial menyebabkan peningkatan
permeabilitas kapiler. Keadaan ini meningkatkan edema dan lebih lanjut menurunkan
volume intravaskular, mempredisposisi pasien yang mengalami pre eklamsi mudah
mengalami edema paru.
Hubungan sistem imun dengan pre eklamsi menunjukkan bahwa faktor-faktor
imunologi memainkan peran penting dalam pre eklamsi. Keberadaan protein asing,
plasenta, atau janin bisa membangkitkan respon imunologis lanjut. Teori ini didukung
oleh peningkatan insiden pre eklamsi pada ibu baru dan ibu hamil dari pasangan baru
(materi genetik yang berbeda).
Predisposisi genetik dapat merupakan faktor imunologi lain. Frekuensi pre eklamsi
dan eklamsi pada anak dan cucu wanita yang memiliki riwayat eklamsi, yang
menunjukkan suatu gen resesif autoso yang mengatur respon imun maternal.
Patofisiologi preeklampsia mempengaruhi sistem saraf pusat (SSP) dengan
menginduksi edema otak dan meningkatkan resistensi otak. Komplikasi meliputi nyeri
kepala, kejang, dan gangguan penglihatan (skotoma) atau perubahan keadaan mental
dan tingkat kesadaran. Komplikasi yang mengancam jiwa ialah eklampsia atau timbul
kejang (Bobak, dkk., 2005).
1.5 Penatalaksanaan
Ditinjau dari umur kehamilan dan perkembangan gejala-gejala preeklampsia berat
selama perawatan maka perawatan dibagi menjadi :
a. Perawatan aktif yaitu kehamilan segera diakhiri atau diterminasi ditambah
pengobatan medisinal.
1. Perawatan aktif
Sedapat mungkin sebelum perawatan aktif pada setiap penderita dilakukan
pemeriksaan fetal assesment (NST dan USG). Indikasi :
a. Ibu
Usia kehamilan 37 minggu atau lebih
Adanya tanda-tanda atau gejala impending eklampsia, kegagalan terapi
konservatif yaitu setelah 6 jam pengobatan meditasi terjadi kenaikan
desakan darah atau setelah 24 jam perawatan medisinal, ada gejala-gejala
status quo (tidak ada perbaikan)
b. Janin
Hasil fetal assesment jelek (NST dan USG)
Adanya tanda IUGR (janin terhambat)
c. Laboratorium
Adanya “HELLP Syndrome” (hemolisis dan peningkatan fungsi hepar,
trombositopenia)
2. Pengobatan mediastinal
Pengobatan mediastinal pasien preeklampsia berat adalah :
a. Segera masuk rumah sakit.
b. Tirah baring miring ke satu sisi. Tanda vital perlu diperiksa setiap 30 menit, refleks
patella setiap jam.
c. Infus dextrose 5% dimana setiap 1 liter diselingi dengan infus RL (60-125 cc/jam)
500 cc.
d. Diet cukup protein, rendah karbohidrat, lemak dan garam.
e. Pemberian obat anti kejang magnesium sulfat (MgSO4).
f. Deuretikum tidak diberikan kecuali bila ada tanda-tanda edema paru, payah jantung
kongestif atau edema anasarka. Diberikan furosemid injeksi 40 mg IM.
g. Anti hipertensi diberikan bila :
1. Desakan darah sistolik > 180 mmHg, diastolik > 110 mmHg atau MAP lebih 125
mmHg. Sasaran pengobatan adalah tekanan diastolik <105 mmHg (bukan < 90
mmHg) karena akan menurunkan perfusi plasenta.
2. Dosis antihipertensi sama dengan dosis antihipertensi pada umumnya.
3. Bila diperlukan penurunan tekanan darah secepatnya dapat diberikan obat-obat
antihipertensi parenteral (tetesan kontinyu), catapres injeksi. Dosis yang dapat
dipakai 5 ampul dalam 500 cc cairan infus atau press disesuaikan dengan tekanan
darah.
4. Bila tidak tersedia antihipertensi parenteral dapat diberikan tablet antihipertensi
secara sublingual diulang selang 1 jam, maksimal 4-5 kali. Bersama dengan awal
pemberian sublingual maka obat yang sama mulai diberikan secara oral (syakib
bakri,1997)
b. Perawatan konservatif yaitu kehamilan tetap dipertahankan ditambah pengobatan
medisinal.
1. Indikasi : bila kehamilan paterm kurang 37 minggu tanpa disertai tanda-tanda
inpending eklampsia dengan keadaan janin baik.
2. Pengobatan medisinal : sama dengan perawatan medisinal pada pengelolaan aktif.
Hanya loading dose MgSO4 tidak diberikan IV, cukup intramuskular saja dimana
gram pada pantat kiri dan 4 gram pada pantat kanan.
3. Pengobatan obstetri :
a. Selama perawatan konservatif : observasi dan evaluasi sama seperti perawatan aktif
hanya disini tidak dilakukan terminasi.
b. MgSO4 dihentikan bila ibu sudah mempunyai tanda-tanda preeklampsia ringan,
selambat-lambatnya dalam 24 jam.
c. Bila setelah 24 jam tidak ada perbaikan maka dianggap pengobatan medisinal gagal
dan harus diterminasi.
d. Bila sebelum 24 jam hendak dilakukan tindakan maka diberi lebih dulu MgSO4 20%
2 gr IV.
4. Penderita dipulangkan bila :
a. Penderita kembali ke gejala-gejala / tanda-tanda preeklampsia ringan dan telah
dirawat selama 3 hari.
b. Bila selama 3 hari tetap berada dalam keadaan preeklamsia ringan : penderita dapat
dipulangkan dan dirawat sebagai preeklampsia ringan (diperkirakan lama perawatan
1-2 minggu).
1.6 Pencegahan
Preeklampsia dan eklampsia merupakan komplikasi kehamilan yang berkelanjutan
dengan penyebab yang sama. Pencegahan yang dimaksud ialah upaya untuk mencegah
terjadinya preeklampsia pada perempuan hamil yang berisiko terjadinya preeklampsia
(Prawirohardjo, 2008). Oleh karena itu, pencegahan atau diagnosis dini dapat
mengurangi angka kejadian dan menurunkan angka kesakitan dan kematian.
Untuk dapat menegakkan diagnosis dini diperlukan pengawasan hamil yang teratur
dengan memperhatikan kenaikan berat badan, kenaikan tekanan darah, dan
pemeriksaan urin untuk menetukan proteinuria. Untuk mencegah kejadian
preeklampsia ringan dapat dilakukan nasehat tentang dan berkaitan dengan
preeklampsia :
a. Diet makanan. Makanan tinggi protein, rendah karbohidrat, cukup vitamin, rendah
lemak. Makanan berorientasi pada empat sehat lima sempurna.
b. Cukup istirahat. Istirahat yang cukup pada hamil semakin tua dalam arti bekerja
seperlunya dan disesuaikan dengan kemampuan. Lebih banyak duduk atau
berbaring kea rah punggung janin sehingga aliran darah menuju plasenta tidak
mengalami gangguan.
c. Pengawasan antenatal. Bila terjadi perubahan peraan dan gerak janin dalam rahim
segera datang ke tempat pemeriksaan. Keadaan yang memerlukan perhatian :
1. Uji kemungkinan preeklampsia :
a). Pemeriksaan tekanan darah atau kenaikannya
b). Pemeriksaan tinggi fundus uteri
c). Pemeriksaan kenaikan berat badan atau edema
d). Pemeriksaan protein dalam urine
e). Kalau mungkin dilakukan pemeriksaan fungsi ginjal, fungsi hati, gambaran
darah umum, dan pemeriksaa retina mata.
2. Penilaian kondisi janin dalam rahim
a). Pemeriksaan tinggi fundus uteri
b). Pemeriksaan janin : gerakan janin dalam rahim, denyut jantung janin,
pemantauan air ketuban
c). Usulkan untuk melakukan pemeriksaan ultrasonografi (Curtis, 2001).
1.7 Komplikasi
Tergantung pada derajat preeclampsia yang dialami. Namun termasuk komplikasi
antara lain :
Pada ibu :
- Eklampsia
- Solusio plasenta
- Pendarahan subkapsula hepar
- Kelainan pembekuan darah (DIC)
- Sindrom HELPP (hemolisis, elevated, liver, enzymes, dan low platelet count)
- Ablasio retina
- Gagal jantung hhingga syok dan kematian
Pada janin :
- Terhambatnya pertumbuhan dalam uterus
- Premature
- Asfiksia neonatorium
- Kematian dalam uterus
- Peningkatan angka kematian dan kesakitan perinatal
BAB 2
2.1 Pengkajian
Data yang dikaji pada ibu dengan preeclampsia adalah :
1. Data subyektif
- Umur biasanya sering terjadi pada primi gravid, < 20 tahun atau > 35 tahun
- Riwayat kesehatan ibu sekarang : terjadi peningkatan tensi, edema, pusing,
nyeri epigastrium, mual muntah, penglihatan kabur
- Riwayat kesehatan ibu sebelumnya : penyakit ginjal, anemia, vaskuler
esensial, hipertensi kronik, DM
- Riwayat kehamilan : riwayat kehamilan ganda, mola hidatidosa, hidramnion
serta riwayat kehamilan dengan preeclampsia atau eklampsia sebelumnya
- Pola nutrisi : jenis makanan yang dikonsumsi baik makanan pokok maupun
selingan
- Psiko social spiritual : emosi yang tidak stabil dapat menyebabkan kecemasan,
oleh karenanya perlu kesiapan moril untuk menghadapi resikonya
2. Data obyektif
- Inspeksi : edema yang tidak hilang dalam kurun waktu 24 jam
- Palpasi : untuk mengetahui TFU, letak janin, lokasi edema
- Auskultasi : mendengarkan DJJ untuk mengetahui adanya fetal distress
- Perkusi : untuk mengetahui refleks patella sebagai syarat pemberian SM (jika
refleks +)
Diagnosa Keperawatan 2
Resiko tinggi terjadinya foetal distress pada janin berhubungan dengan perubahan
pada plasenta
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan perawatan tidak terjadi foetal distress pada janin
Kriteria hasil :
a. DJJ ( + ) : 12-12-12
b. Hasil NST
c. Hasil USG
No. Intervensi Rasional
1. Monitor DJJ sesuai indikasi Peningkatan DJJ sebagai indikasi terjadinya
hipoxia, prematur dan solusio plasenta
2. Kaji tentang pertumbuhan janin Penurunan fungsi plasenta mungkin
diakibatkan karena hipertensi sehingga timbul
IUGR
3. Jelaskan adanya tanda-tanda Ibu dapat mengetahui tanda dan gejala solutio
solutio plasenta ( nyeri perut, plasenta dan tahu akibat hipoxia bagi janin
perdarahan, rahim tegang,
aktifitas janin turun )
4. Kaji respon janin pada ibu yang Reaksi terapi dapat menurunkan pernafasan
diberi SM janin dan fungsi jantung serta aktifitas janin
5. Kolaborasi dengan medis USG dan NST untuk mengetahui
dalam pemeriksaan USG dan keadaan/kesejahteraan janin
NST
Diagnosa Keperawatan 3
Gangguan rasa nyaman ( nyeri ) berhubungan dengan kontraksi uterus dan
pembukaan jalan lahir
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan perawatan ibu mengerti penyebab nyeri dan
dapat mengantisipasi rasa nyerinya
Kriteria hasil :
a. Ibu mengerti penyebab nyerinya
b. Ibu mampu beradaptasi terhadap nyerinya
No. Intervensi Rasional
1. Kaji tingkat intensitas nyeri pasien Ambang nyeri setiap orang
berbeda ,dengan demikian akan dapat
menentukan tindakan perawatan yang
sesuai dengan respon pasien terhadap
nyerinya
2. Jelaskan penyebab nyerinya Ibu dapat memahami penyebab nyerinya
sehingga bisa kooperatif
3. Ajarkan ibu mengantisipasi nyeri Dengan nafas dalam otot-otot dapat
dengan nafas dalam bila HIS berelaksasi , terjadi vasodilatasi pembuluh
timbul darah, expansi paru optimal sehingga
kebutuhan 02 pada jaringan terpenuhi
4. Bantu ibu dengan untuk mengalihkan perhatian pasien
mengusap/massage pada bagian
yang nyeri
Diagnosa Keperawatan 4
Gangguan psikologis ( cemas ) berhubungan dengan koping yang tidak efektif
terhadap proses persalinan
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan perawatan kecemasan ibu berkurang atau hilang
Kriteria hasil :
a. Ibu tampak tenang
b. Ibu kooperatif terhadap tindakan perawatan
c. Ibu dapat menerima kondisi yang dialami sekarang
No. Intervensi Rasional
1. Kaji tingkat kecemasan ibu Tingkat kecemasan ringan dan sedang
bisa ditoleransi dengan pemberian
pengertian sedangkan yang berat
diperlukan tindakan medikamentosa
2. Jelaskan mekanisme proses Pengetahuan terhadap proses persalinan
persalinan diharapkan dapat mengurangi emosional
ibu yang maladaptif
3. Gali dan tingkatkan mekanisme Kecemasan akan dapat teratasi jika
koping ibu yang efektif mekanisme koping yang dimiliki ibu
efektif
4. Beri support system pada ibu ibu dapat mempunyai motivasi untuk
menghadapi keadaan yang sekarang
secara lapang dada asehingga dapat
membawa ketenangan hati
DAFTAR PUSTAKA
Cunningham, F.G, dkk. 2006. Obstetri William Volume1-2 edisi 21. Jakarta:
EGC
Depkes RI. 2006. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan. Jakarta: YBP
Sarwono Prawirohardjo