Kongres Luar Biasa DPP PDI yang mengangkat Suryadi sebagai Pimpinan DPP PDI menggantikan
Megawati, konon juga tak lepas dari campur tangan yang diuntungkan dengan jatuhnya Megawati dalam
rangka karya besar untuk ´mensukseskan´ Pemilu 1997 dan Sidang Umum MPR 1998 nanti.
Sementara khayalak awam bingung dengan pemberitaan peristiwa 27 Juli di koran dan majalah, yang
tentu saja melalui sensor dan sesuai ´prosedur´ yang ada, alangkah baiknya jika pemberitaan yang
kontroversial juga menjadi faktor pengimbang mengarah pada obyektifitas.
Kongres Medan yang tidak diakui oleh kubu Megawati, membuat massa PDI yang sadar terhadap
intervensi dari luar tubuh PDI, menjadi marah. Dan juga dikecewakan karena vested interested
pimpinan-pimpinan mereka sendiri, sehingga dapat ter-beli oleh penguasa Tanah Air ini. Respon di
kalangan kelompok Pro-Demokrasi tercermin dengan berdirinya MARI (Majelis Rakyat Indonesia), yang
adalah simpatisan terhadap kubu Mega.
Masalah perpecahan PDI ini terangkat di mass media. Presiden Soeharto bahkan pernah
menyatakan agar Mega dan Suryadi bisa berembuk dengan kepala dingin untuk menyelesaikan masalah
ini. Pendukung Mega sudah ingin bergerak dengan Long Marsh seperti People Power-nya Corazon
Aquino di negara tetangga kita dulu. Ini tidak diinginkan oleh Megawati sendiri. Ia percaya masalah ini
dapat dimenangkan secara hukum.
Keputusan Megawati untuk mengambil jalan patuh hukum, politis tanpa kekerasan disambut dengan
senyum oleh pemerintah. Seperti kasus Tempo dan Sri Bintang Pamungkas yang masih hangat di mata
dan pikiran kita, apakah akan terulang kembali ? Sementara itu, Suryadi juga bergerak mencari legitimasi
dari pemerintah dan puncaknya diterimanya Suryadi oleh Presiden Soeharto pada hari Kamis, 25 Juli
1996, 2 hari sebelum peristiwa Jakarta berdarah.
Buat penguasa masalahnya tinggal satu, akan diapakan massa PDI yang bercokol dan
mempertahankan Kantor Pusat DPP PDI di jalan Diponegoro 58 itu. Mereka berjumlah sekitar 200 orang
dan mengadakan panggung terbuka untuk pidato dan pembacaan puisi. Kuasai dulu kantor itu dan
berikan kepada Suryadi, maka Mega hanya dapat berharap dari hasil gugatannya ke pengadilan.
Penyebab terjadinya kerusuhan 27 Juli 1996
Peristiwa 27 Juli 1996, disebut sebagai Peristiwa Kudatuli atau Peristiwa Sabtu Kelabu adalah
peristiwa pengambilalihan secara paksa kantor DPP Partai Demokrasi Indonesia (PDI) di Jalan Diponegoro
58 Jakarta Pusat yang saat itu dikuasai pendukung Megawati Soekarnoputri.
Hingga akhirnya, puluhan pendukung Megawati tewas terbunuh usai penyerbuan yang dilakukan
oleh massa pendukung Soerjadi (Ketua Umum versi Kongres PDI di Medan).
Peristiwa ini meluas menjadi kerusuhan di beberapa wilayah di Jakarta, khususnya di kawasan Jalan
Diponegoro, Salemba, dan Kramat. Beberapa kendaraan dan gedung pun ikut dibakar
• Patroli mobil polisi dan motor Garnizun Kodam V Jaya acapkali melewati dan mengitari Jalan
Diponegoro di depan kantor DPP PDI.
• Tim Satgas PDI menyuruh sebagian massa yang berkumpul di depan DPP beserta wartawan dan
simpatisan lainnya pindah ke kantor PPP, ke LBH atau menunggu di sekitar bawah jembatan Kereta Api
Cikini.
• 8 Truk berisi gerombolan yang menggunakan kaos merah PDI bertuliskan ´Pro Kongres Medan´
berhenti di stasiun Cikini. Mereka berkisar 800 orang. Ciri-ciri berbadan kekar dan berambut pendek.
• Jam 05.00 WIB
• Wilayah sekitar Jalan Diponegoro diisolasi untuk umum. Pasukan tak dikenal itu mulai bergerak
menuju kantor DPP PDI di Jalan Diponegoro 58.
• Pasukan mulai melancarkan penyerangan dengan pelemparan batu dan bom molotov. Massa PDI
bertahan di dalam kantor dengan memakai kursi sebagai tameng. Dilanjutkan dengan penembakan
gedung kantor oleh pasukan tak dikenal tersebut dan diakhiri dengan penyerbuan ke dalam kantor DPP
PDI. Massa yang berada di dalam, mencoba bertahan secara fisik, tapi karena jumlahnya tak seimbang,
mereka berhamburan melarikan diri. Yang tertangkap diseret dan dilempar ke atas truk. Puluhan korban
luka parah dan diantaranya tak sadarkan diri.
• Kantor DPP PDI dikuasai oleh pasukan ´Pro Kongres Medan´ dan/atau militer.
• Massa yang mendapat kabar penyerbuan militer ke kantor DPP PDI berkerumun di bawah jembatan
Kereta Api Cikini. Tentara mencoba membubarkan kerumunan dan mengadakan perlawanan.
• Massa dan sebagian pengurus PDI yang tersisa mengadakan mimbar bebas di depan kantor polisi
Cikini. Polisi dan Tentara mencoba membubarkan mimbar bebas, sehingga terjadi bentrokan fisik dan
massa mengamuk.
• Ambulans berdatangan memasuki DPP PDI. Menurut saksi mata banyak diangkut korban,
diantaranya sudah tidak bernyawa lagi. Sementara itu rumah para pimpinan DPP PDI yang mendukung
kepemimpinan Megawati didatangi aparat militer dan polisi untuk memblokade mereka agar jangan
keluar rumah. Sambungan telepon di rumah anggota DPP PDI pro-Megawati diputus.
• Massa bergerak ke Jalan Diponegoro, dan sempat diblokade oleh aparat keamanan. Terdapat 2
panser gas air mata di dua ruas jalan. Terjadi bentrokan fisik. Aparat keamanan mengundurkan diri.
• Rakyat yang menonton ikut bergabung di dalam barisan, sembari meneriakkan yel-yel "Hidup
Mega!! Hidup PDI!! Gantung ABRI" dll. Massa berkisar 10.000 orang. 3 bis dan sejumlah mobil-mobil
mahal dibakar.
• Gedung milik pemerintah diserbu dan dibakar massa. Antara lain Gedung Departemen Pertanian,
Mess Kowad (Komando Wanita Angkatan Darat) dan Gedung Persit Kartika Chandra Kirana (Organisasi
isteri AD). Di samping itu sejumlah gedung di sepanjang Salemba Raya menjadi amukan massa. Antara
lain Showroom Toyota Auto 2000, Bank Mayapada, Showroom Honda, kantor Polsek Menteng dll.
• Kostrad diturunkan ke lapangan. Massa yang mundur ke TIM dikejar oleh pasukan Kostrad.
Beberapa mahasiswa IKJ dan pelayan-pelayan toko di seputar TIM juga menjadi sasaran aparat
keamanan.
• Akan diberlakukan jam malam. Penayangan Televisi menyatakan terjadinya pengrusakan beberapa
gedung dan bus PPD, mobil dan motor pribadi di kawasan Salemba. Tak ada korban jiwa dan hanya 20
orang luka luka.