Anda di halaman 1dari 12

LAPORAN PENDAHULUAN

PENYAKIT PARU OBSTRUKTIF KRONIS

DISUSUN OLEH :
RIBUT RIO NINGSIH
(P27220017075)

DIII KEPERAWATAN
POLTEKKES KEMENKES SURAKARTA
2018/2019
KONSEP TEORI PENYAKIT PARU OBSTRUKTIF KRONIS

A. Pengertian
Penyakit paru-paru obstrutif kronis (PPOK) merupakan suatu istilah yang sering
digunakan untuk sekelompok penyakit paruparu yang berlangsung lama (Grace & Borlay,
2011) yang ditandai oleh adanya respons inflamasi paru terhadap artikel atau gas yang
berbahaya (Padila, 2012).
Adapun pendapat lain mengenai PPOK adalah kondisi ireversibel yang berkaitan
dengan dispnea saat aktivitas dan penurunan aliran masuk dan keluar udara paru-paru
(Smeltzer & Bare, 2006) yang ditandai oleh peningkatan resistensi terhadap aliran udara
sebagai gambaran patofisiologi utamanya (Edward. 2012).
B. Klasifikasi
Klasifikasi derajat PPOK menurut Global initiative for chronic Obstritif Lung
Disiase (GOLD) 2011.
1. Derajat I (PPOK Ringan) : Gejala batuk kronik dan produksi sputum ada tetapi tidak
sering. Pada derajat ini pasien sering tidak menyadari bahwa menderita PPOK.
2. Derajat II (PPOK Sedang) : Gejala sesak mulai dirasakan saat aktivitas dan kadang
ditemukan gejala batuk dan produksi sputum. Pada derajat ini biasanya pasien mulai
memeriksakan kesehatannya.
3. Derajat III (PPOK Berat) : Gejala sesak lebih berat, penurunan aktivitas, rasa lelah
dan serangan eksasernasi semakin sering dan berdampak pada kualitas hidup pasien.
4. Derajat IV (PPOK Sangat Berat) : Gejala di atas ditambah tanda-tanda gagal napas
atau gagal jantung kanan dan ketergantungan oksigen. Pada derajat ini kualitas hidup
pasien memburuk dan jika eksaserbasi dapat mengancam jiwa biasanya disertai gagal
napas kronik.

C. Etiologi
Faktor-faktor yang menyebabkan penyakit Paru Obstruksi Kronik (PPOK) menurut
Mansjoer (2008) dan Ovedoff (2006) adalah :
1. Kebiasaan merokok, polusi udara, paparan debu,asap dangas-gas kimiawi.
2. Faktor Usia dan jenis kelamin sehingga mengakibatkan berkurangnya fungsi paru-
paru, bahkan pada saat gejala penyakit tidak dirasakan.
3. Infeksi sistem pernafasan akut, seperti peunomia, bronkitis, dan asmaorang dengan
kondisi ini berisiko mendapat PPOK.
4. Kurangnya alfa anti tripsin. Ini merupakan kekurangan suatu enzim yang normalnya
melindungi paru-paru dari kerusakan peradangan orang yang kekurangan enzim ini
dapat terkena empisema pada usia yang relatif muda, walau pun tidak merokok.
D. Pathofisiologi
Faktor risiko utama dari PPOK adalah merokok. Komponen-komponen asap
rokok merangsang perubahan pada sel-sel penghasil mukus bronkus. Selain itu, silia
yang melapisi bronkus mengalami kelumpuhan atau disfungsional serta metaplasia.
Perubahan pada sel-sel penghasil mukus dan silia ini mengganggu sistem eskalator
mukosiliaris dan menyebabkan penumpukan mukus kental dalam jumlah besar dan sulit
dikeluarkan dari saluran napas. Mukus berfungsi sebagai tempat persemaian
mikroorganisme penyebab infeksi dan menjadi sangat purulen. Proses ventilasi terutama
ekspirasi terhambat. Timbul hiperkapnia akibat dari ekspirasi yang memanjang dan sulit
dilakukan akibat mukus yang kental dan adanya peradangan. (Jackson, 2014).
Komponen-komponen asap rokok juga merangsang terjadinya peradangan
kronik pada paru. Mediator-mediator peradangan secara progresif merusak
strukturstruktur penunjang di paru. Akibat hilangnya elastisitas saluran udara dan
kolapsnya alveolus, maka ventilasi berkurang. Saluran udara kolaps terutama pada
ekspirasi karena ekspirasi normal terjadi akibat pengempisan (recoil) paru secara pasif
setelah inspirasi. Dengan demikian apabila tidak terjadi recoil pasif, maka udara akan
terperangkap di dalam paru dan saluran udara kolaps. (Grece & Borley, 2011).
E. Pathway

Pencetus Rokok dan polusi


(Asma, Bronkhitis kronis, Enfisema)

PPOK Inflamasi

Perubahan anatomis parenkim paru Sputum meningkat

Batuk

Pembesaran alveoli
Bersihan jalan nafas
tidak efektif
Hiperartrofi kelenjar mukosa

Penyempitan saluran udara secara periodic

Gangguan pertukaran gas


Ekspansi paru menurun

Infeksi
Suplay oksigen yang tidak
adekuat Kompensasi tubuh untuk memenuhi
kebutuhan oksigen dengan Leukosit meningkat
meningkatkan frekuensi pernafasan
Hipoksia
Imun menurun

Sesak Kontraksi otot pernafasan


penggunaan energi untuk Kuman pathogen dan endogen
pernafasan meningkat difagosit makrofag
Pola nafas tidak efektif

Intoleransi Aktifitas Anoreksia

Gangguan nutrisi : kurang


dari kebutuhan tubuh
F. Tanda dan Gejala

Batuk merupakan keluhan pertama yang biasanya terjadi pada pasien PPOK.
Batuk bersifat produktif, yang pada awalnya hilang timbul lalu kemudian berlangsung
lama dan sepanjang hari. Batuk disertai dengan produksi sputum yang pada awalnya
sedikit dan mukoid kemudian berubah menjadi banyak dan purulen seiring dengan
semakin bertambahnya parahnya batuk penderita.
Penderita PPOK juga akan mengeluhkan sesak yang berlangsung lama, sepanjang
hari, tidak hanya pada malam hari, dan tidak pernah hilang sama sekali, hal ini
menunjukkan adanya obstruksi jalan nafas yang menetap. Keluhan sesak inilah yang
biasanya membawa penderita PPOK berobat ke rumah sakit. Sesak dirasakan memberat
saat melakukan aktifitas dan pada saat mengalami eksaserbasi akut.
Gejala-gejala PPOK eksaserbasi akut meliputi:
1. Batuk bertambah berat
2. Produksi sputum bertambah
3. Sputum berubah warna
4. Sesak nafas bertambah berat
5. Bertambahnya keterbatasan aktifitas
6. Terdapat gagal nafas akut pada gagal nafas kronis
7. Penurunan kesadaran (Erdward : 2012)

G. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang yang diperlukan adalah sebagai berikut:


1. Pemeriksaan radiologis
Pada bronchitis kronik secara radiologis ada beberapa hal yang perlu
diperhatikan: Tubular shadows atau farm lines terlihat bayangan garis-garis yang
parallel, keluar dari hilus menuju apeks paru. Bayangan tersebut adalah bayangan
bronkus yang menebal serta corak paru yang bertambah
Pada emfisema paru terdapat 2 bentuk kelainan foto dada yaitu, gambaran
defisiensi arteri, terjadi overinflasi, pulmonary oligoemia dan bula. Keadaan ini
lebih sering terdapat pada emfisema panlobular dan pink puffer serta corakan paru
yang bertambah.
2. Pemeriksaan faal paru
Pada bronchitis kronik terdapat VEP1 dan KV yang menurun, VR yang
bertambah dan KTP yang normal. Pada emfisema paru terdapat penurunan VEP1,
KV, dan KAEM (kecepatan arum ekspirasi maksimal) atau MEFR (maximal
expiratory flow rate), kenaikan KRF dan VR, sedangkan KTP bertambah atau
normal. Keadaan diatas lebih jelas pada stadium lanjut, sedang pada stadium dini
perubahan hanya pada saluran napas kecil (small airways). Pada emfisema
kapasitas difusi menurun karena permukaan alveoli untuk difusi berkurang.
3. Analisis gas darah
Pada bronchitis PaCO2 naik, saturasi hemoglobin menurun, timbul sianosis,
terjadi vasokonstriksi vaskuler paru dan penambahan eritropoesis. Hipoksia yang
kronik merangsang pembentukan eritropoetin sehingga menimbulkan polisitemia.
Pada kondisi umur 55-60 tahun polisitemia menyebabkan jantung kanan harus
bekerja lebih berat dan merupakan salah satu penyebab payah jantung kanan.
4. Pemeriksaan EKG
Kelainan yang paling dini adalah rotasi clock wise jantung. Bila sudah
terdapat kor pulmonal terdapat deviasi aksis kekanan dan P pulmonal pada
hantaran II, III, dan aVF. Voltase QRS rendah Di V1 rasio R/S lebih dari 1 dan V6
rasio R/S kurang dari 1. Sering terdapat RBBB inkomplet.
5. Kultur sputum, untuk mengetahui petogen penyebab infeksi.
6. Laboratorium darah lengkap (Mansjoer : 2008)

H. Penatalaksanaan
1. Penatalaksanaan Medis
a. Berhenti merokok harus menjadi prioritas.
b. Pemberian terapi oksigen jangka panjang selama >16 jam memperpanjang usia
pasien dengan gagal nafas kronis (yaitu pasien dengan PaO2 sebesar 7,3 kPa dan
FEV 1 sebesar 1,5 L)
c. Rehabilitasi paru (khususnya latihan olahraga) memberikan manfaat simtomatik
yang signifikan pada pasien dengan pnyakit sedang-berat.
d. Operasi penurunan volume paru juga bisa memberikan perbaikan
dengan meningkatkan elastic recoil sehingga mempertahankan patensi jalan
nafas. (Davey, 2002)
2. Penatalaksanaan Keperawatan
a. Mempertahankan patensi jalan nafas
b. Membantu tindakan untuk mempermudah pertukaran gas
c. Meningkatkan masukan nutrisi
d. Mencegah komplikasi, memperlambat memburuknya kondisi
e. Memberikan informasi tentang proses penyakit/prognosis dan program pengobatan
(Doenges, 2000)
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN PENYAKIT PARU OBSTRUKTIF KRONIS

A. Pengkajian

Pengkajian adalah tahap awal dari proses keperawatan dan merupakan upaya
untuk pengumpulan data secara lengkap dan sistematis mulai dari pengumpulan data,
identitas dan evaluasi status kesehatan klien.
1. Biodata klien yang penting meliputi nama, umur, jenis kelamin, agama, suku dan
gaya hidup.
2. Riwayat kesehatan
a. Keluhan utama .
Keluhan utama adalah keluhan yang dirasakan klien pada saat dikaji. Pada
umumnya akan ditemukan klien merasakan nyeri pada daerah submandibula
secara terus menerus dan demam.
b. Riwayat kesehatan sekarang
Klien dengan serangan PPOK datang mencari pertolongan terutama dengan
keluhan sesak nafas, kemudian diikuti dengan gejala-gejala lain seperti wheezing,
penggunaan otot bantu pernafasan, terjadi penumpukkan sekresi yang sangat
banyak sehingga menymbat jalan nafas.
c. Riwayat kesehatan masa lalu
Perlu dikaji apakah klien pernah menderita penyakit yang sama, riwayat
ketergantungan terhadap makanan/minuman, zat dan obat-obatan.
d. Riwayat kesehatan keluarga
Apakah ada anggota keluarga yang mempunyai penyakit yang sama dengan
klien.

3. Pola Pengkajian Fungsional

a. Perepsi kesehatan: pengetahuan klien tentang factor dan penyebabyang


mempengaruhi penyakitnya’
b. Nutrisi: kebiasaan jumlah makan dan minum, jenisnya, pola makan, porsi
c. Eliminasi: kaji pila BAB dan BAK (jumlah, warna, bau, konsistensi, kemampuan
mengontrol
d. Istirahat tidur: kebiasaan tidur sebelum dan selama sakit ( lamanya tidur, jam
tidur, jam bangun, lingkungan tidur)
e. Aktivitas: kemampuan merawat diri (mandiri, bantuan orang lain, bantuan orang
lain dan alat, bantuan total)
f. Persepsi dan kognitif: gambaran tentang indra ( penglihatan, penciuman,
pendengaran, perasa, peraba)
g. Konsep diri: keadaan normal (pekerjaan, situasi keluarga, kelompok social,
identitas diri, gambaran diri, harga diri, riwayat berhubungan dengan fisik dan
psikologis)
h. Koping: tingkat stress yang dirasakan, gambaran respon, strategi yang mengatasi
stress, hubungan antara manajemen stress dan keluarga
i. Seksual dan reproduksi: jumlah suami, jumlah istri, jumlah anak, gangguan
perilaku seksual
j. Peran- hubungan: berkaitan dengan keluarga, teman kerja, kepuasan atau
ketidakpuasan menjalankan peran, dukungan keluarga, berhubungan dengan
orang lain.
k. Nilai dan kepercayaan: latar budaya, status ekonomi, pentingnya agama, dampak
masalah kesehatan terhadap spiritual

B. Diagnosa Keperawatan

1. Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d penyakit paru obstruktif kronis
2. Pola nafas tidak efektif b.d hiperventilasi
3. Gangguan pertukaran gas b.d ketidakseimbangan ventilasi perfusi
4. Intoleransi aktivitas b.d ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen
5. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d ketidakmampuan
mengabsorbsi nutrien

C. Intervensi Keperawatan

NO Diagnosa Tujuan Intervensi


1 Bersihan jalan Setelah dilakukan tindakan 1. Monitor TTV
nafas tidak efektif keperawatan selama …x24 jam 2. Ajarkan klien
berhubungan diharapkan pasien dapat: dalam melakukan
dengan penyakit 1. Mendemonstrasikan batuk efektif
paru obstruksi batuk efektif dan suara 3. Aukultasi suara
kronis nafas yang bersih,tidak napas klien
ada sianosis dan 4. Kolaborasi
dispneu (mampu dengan dokter
mengeluarkan sputum, dalam pemberian
mampu bernafas terapi obat
dengan mudah, tidak
ada pursed lips)
2. Menunjukkan jalan
nafas yang paten (klien
tidak merasa tercekik,
irama nafas dan
frekuensi pernafasan
dalam rentang normal,
tidak ada suara nafas
abnormal)
2 Pola nafas tidak Setelah dilakukan 1. Kaji TTV
efektif tindakan keperawatan 2. Pantau jumlah
berhubungan selama …x24 jam respirasi
dengan diharapkan pasien dapat: 3.Kolaborasi dengan
hiperventilasi 1. Saturasi oksigen dokter dalam pemberian
dalam batas normal obat.
2. Tanda-tanda vital 4. Anjurkan pasien untuk
dalam rentang normal semifowler

3 Gangguan Setelah dilakukan tindakan 1. Monitor respirasi dan


pertukaran gas keperawatan selama …x24 jam status O2
berhubungan diharapkan pasien dapat: 2. Posisikan pasien
dengan 1. Memelihara kebersihan semifowler
ketidakseimbangan paru paru dan bebas 3. Ajarkan teknik
ventilasi perfusi dari tanda tanda fisioterapi dada
distress pernafasan 4. Kolaborasi dengan
2. TTVdalam rentang dokter dalam
normal pemberian obat
3. Mendemonstrasikan
batuk efektif dan suara
nafas bersih

4 Intoleransi aktivitas Setelah dilakukan tindakan 1. Kaji respon individu


berhubungan keperawatan selama …x24 jam terhadap aktivitas,
dengan diharapkan pasien dapat: nadi, tekanan darah,
ketidakseimbangan 1. Berpartisipasi dalam pernafasan .
antara suplai dan aktivitas fisik tanpa 2. Ukur tanda-tanda
kebutuhan oksigen disertai peningkatan vital
tekanan darah, nadi, 3. Dukung pasien dalam
dan RR menegakkan latihan
2. Mampu melakukan teratur dengan
aktivitas sehari-hari berjalan perlahan
(ADLs) secara mandiri 4. Sarankan konsultasi
dengan ahli terapi
untuk program latihan
spesifik terhadap
kemampuan pasien
5 Ketidakseimbangan Setelah dilakukan tindakan 1. Kaji adanya alergi
nutrisi kurang dari keperawatan selama …x24 jam makanan
kebutuhan tubuh diharapkan pasien dapat: 2. Ajarkan pasien
berhubungan 1. Adanya peningkatan bagaimana membuat
dengan berat badan sesuai catatan makanan
ketidakmampuan dengan tujuan harian
mengabsorbsi 2. Berat badan ideal 3. Kolaborasi dengan
nutrien sesuai dengan tinggi ahli gizi untuk
badan menentukan jumlah
3. Tidak terjadi penurunan kalori dan nutrisi
berat badan yang yang dibutuhkan
berarti pasien

D. Implementasi Keperawatan

Implementasi adalah tindakan yang dilakukan untuk merealisasikan intervensi


keperawatan

E. Evaluasi Keperawatan

Mengevaluasi respon pasien terhadap yang diberikan untuk memastikan bahwa


hasil yang diharapkan telah tercapai. Evaluasi yang merupakan proses terus menerus,
diperlukan untuk menentukan seberapa baik rencana perawatan yang dilaksanakan.
DAFTAR PUSTAKA
Doenges, Marilynn E. (2000). Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman untuk Perencanaan dan
Pendokumentasian Pasien, alih bahasa: I Made Kariasa, Ni Made Sumarwati, edisi 3, Jakarta:
EGC

Edward Ringel. 2012. Buku Saku Hitam Kedokteran Paru. Jakarta : Permata Puri Media

Global initiative for chronic Obstruktif Lung Disease (GOLD), (2011), Inc. Pocket Guide to
COPD Diagnosis, Management, and Prevention.http://www.goldc opd.com.

Irman, Sumantri. 2009. Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Gangguan Sistem
Pernafasan. Jakarta : Salemba Medika

Mansjoer, Arif. 2008. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta : EGC Buku Kedokteran.

NANDA Diagnosis Keperawatan 2015-2017

Nanda-NIC-NOC. 2016. Asuhan Keperawatan Praktis Edisi Revisi Jilid 2. Yogyakarta:


Mediaction Publishing

Price, S.A dan Wilson. 2014. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Jakarta : EGC

Anda mungkin juga menyukai